Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatosis eritroskuamosa ialah penyakit kulit yang terutama ditandai

dengan adanya eritema dan skuama yaitu psoriasis, parapsoriasis, pitiriasis rosea,

eritroderma, dermatitis seboroik, lupus eritematosus dan dermatofitosis. Psoriasis

adalah satu penyakit kulit termasuk di dalam kelompok dermatosis eritroskuama,

bersifat kronik residif dengan lesi berubah makula eritem berbatas tegas, ditutupi

oleh skuama kasar berlapis, berwarna putih bening seperti mika, disertai fenomena

tetesan lilin dan tanda Auspitz.1,2

Etiologi belum diketahui dengan pasti, diduga berhubungan dengan faktor

genetik dan limfosit T. beberapa faktor pencetus psoriasis antara lain trauma,

infeksi Streptococcus 𝛽-haemolyticus, stress dan perubahan iklim.3

Angka kesakitan penyakit ini di Amerika dilaporkan sebesar 1%, Jerman

1,3%, Denmark 1,7%, dan Swedia 2,3%. Di Indonesia belum ada angka kesakitan

yang jelas untuk penyakit. Penyakit psoriasis tidak menyebabkan kematian tetapi

menyebabkan gangguan kosmetik karena perjalanan penyakitnya menahun dan

residif. Penyakit ini dapat mengenai semua kelompok umur, walaupun pada bayi

dan anak-anak jarang dan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan wanita. Umur

rata-rata waktu gejala pertama timbul pada laki-laki 29 tahun dan wanita 27

tahun.2,4
Kelainan kulit pada penyakit ini disebabkan oleh waktu paruh regenerasi

kulit yang memendek, serta faktor imun. Hingga saat ini belum ditemukan

pengobatan mutakhir yang memuaskan penderita. Penyakit ini tidak fatal namun

berdampak negatif terhadap kehidupan di masyarakat, misalnya pertimbangan

pekerjaan dan hubungan sosial, karena penampilan kulitnya yang tidak menarik.1,4
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. R

Umur : 38 Tahun

Alamat : Makassar

Agama : Islam

Tanggal Masuk RS : 19 Desember 2017

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Gatal pada bagian kepala sampai ke leher bagian belakang serta

muncul bercak di daerah wajah.

Anamnesis Terpimpin :

Pasien datang ke poli kulit Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan DADI dengan keluhan gatal yang dialami pada bagian kepala

sampai ke leher bagian belakang dan terkadang pada wajah. Keluhan ini sudah

dialami sejak 1 bulan yang lalu. Gatal yang dirasakan terus menerus, memberat

pada saat pasien beraktivitas dan berkeringat, kadang terasa pedis. Awalnya

bermula pada bagian leher terdapat bercak kecil berwarna putih kemerahan

kemudian 1 minggu yang lalu timbul bercak pada daerah wajah juga. Hal ini

baru pertama kali dirasakan dan belum pernah memperoleh pengobatan

sebelumnya. Namun muncul dan memberat belakangan ini utamanya satu

minggu terakhir. Pasien mengaku ada kecenderungan keluhan muncul ketika


pasien dalam keadaan banyak pikiran atau stress, jarang muncul pada waktu

bersantai. Kehidupan sehari-hari bekerja sebagai perawat.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit yang sama sebelumnya tidak ada. Riwayat alergi obat tidak

ada, riwayat alergi makanan juga tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama tidak diketahui.

C. Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : Sakit sedang


 Kesadaran : Compos mentis
 Gizi : Baik
 Hygiene : Tidak diketahui

Status Generalis

 Kepala dan leher : Bentuk kepala bulat, alopecia (-), konjungtiva mata

anemis (-), ikterus (-), refleks pupil (+/+), pupil isokor.

 Thoraks : Gerakan dinding dada simetris.

 Abdomen : Nyeri tekan (-), organomegali (-), turgor kulit normal.

 Ekstremitas : akral hangat (+/+), edema (-/-).

D. Status Dermatologis

 Regio : Leher dan wajah

 Jenis lesi : Makula eritema dengan skuama halus

 Ukuran lesi : Lentikular


 Bentuk lesi : Tidak Teratur

 Permukaan lesi : Tidak rata

 Batas lesi : Tegas

 Nyeri tekan lesi : Tidak ada

E. Resume

Pasien datang ke poli kulit Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan DADI dengan keluhan gatal yang dialami pada bagian kepala sampai

ke leher bagian belakang dan terkadang pada wajah. Keluhan ini sudah dialami

sejak 1 bulan yang lalu. Gatal yang dirasakan terus menerus, memberat pada

saat pasien beraktivitas dan berkeringat, kadang terasa pedis. Awalnya bermula

pada bagian leher terdapat bercak kecil berwarna putih kemerahan kemudian 1

minggu yang lalu timbul bercak pada daerah wajah juga. Hal ini baru pertama

kali dirasakan dan belum pernah memperoleh pengobatan sebelumnya. Namun

muncul dan memberat belakangan ini utamanya satu minggu terakhir. Pasien

mengaku ada kecenderungan keluhan muncul ketika pasien dalam keadaan


banyak pikiran atau stress, jarang muncul pada waktu bersantai. Kehidupan

sehari-hari bekerja sebagai perawat. Riwayat penyakit yang sama sebelumnya

tidak ada. Riwayat alergi obat tidak ada, riwayat alergi makanan juga tidak ada.

Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama tidak diketahui. Hasil

pemeriksaan fisik keadaan umum pasien baik, kesadaran kompos mentis dan

status generalis pasien dalam keadaan baik.

F. Diagnosis

Psoriasis Vulgaris

G. Tatalaksana

 Medikamentosa

Terapi topikal:

R/ Daivobet Cr No. I

∫ ue
l
R/ Daivobet Gel No. I

∫ ue
l
 Non Medikamentosa

o Edukasi terhadap pasien dan keluarga untuk selalu memperhatikan

kebersihan pasien.

o Edukasi untuk mengurangi beban pikiran yang membuat stress.


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit yang pertama kali tercatat oleh

Celcius pada tahun 1990-1935 SM dan sesudah itu mencatat mengenai psoriasis.

Psoriasis salah satu kelainan kulit yang dianggap sebagai salah satu bentuk dari

lepra. Sampai tahun 1980, istilah Lepra digunakan untuk mendeskripsikan

psoriasis. Psoriasis Vulgaris (psoriasis yang biasa karena ada psoriasis lain) missal

psoriasis pustulosa, Lepra Alphos.4

Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik

yang kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel

epidermis disertai manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf.

Patogenesis psoriasis digambarkan dengan gangguan biokimiawi, dan imunologik

yang menerbitkan berbagai mediator perusak mekanisme fisiologis kulit dan

mempengaruhi gambaran klinis. Umumnya lesi berupa plak eritematosa berskuama

berlapis berwarna putih keperakan dengan batas yang tegas. Letaknya dapat

terlokalisir, misalnya pada siku, lutut atau kulit kepala (scalp) atau menyerang

hampir 100% luas tubuhnya. Kira-kira 90% pasien mengalami psoriasis vulgaris

dan biasanya disebut psoriasis plakat kronik.1

B. EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini dapat ditemukan diseluruh dunia dengan angka kesakitan yang

berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Pada bangsa yang berkulit hitam seperti di
Afrika jarang ditemukan. Penyakit dapat mengenai semua kelompok umur,

walaupun pada bayi dan anak-anak jarang, tiak ada perbedaan antara laki-laki dan

wanita. Umur rata-rata waktu gejala pertama timbul pada laki-laki 29 tahun dan

wanita 27 tahun.2

Psoriasis menyebar diseluruh dunia tetapi prevalensi usia psoriasis

bervariasi disetiap wilayah. Prevalensi anak-anak berkisar 0% di Taiwan sampai

dengan 2,1% di Itali. Sedangkan pada dewasa di Amerika Serikat 0,98% sampai

dengan 8% di Norwegia. Di Indonesia pencatatan pernah dilakukan oleh sepuluh

RS besar dengan angka prevalensi pada tahun 1966, 1997 dan 1998 berturut-turut

0,62%; 0,59%, dan 0,92%. Psoriasis terus mengalami peningkatan jumlah

kunjungan pelayanan kesehatan dibanyak daerah di Indonesia. Remisi dialami

oleh 17-55% kasus, dengan beragam tenggang waktu.1

C. ETIOLOGI

Penyebab psoriasis yang pasti belum diketahui. Ada beberapa faktor predisposisi

dan pencetus yang dapat menimbulkan penyakit ini.

Faktor-faktor predisposisi:

1. Faktor herediter bersifat dominan otosomal dengan penetrasi tidak lengkap.

Ketika kedua orangtua memiliki psoriasis, 41% anak-anaknya akan

berkembang memiliki psoriasis. 14% bila hanya dialami oleh salah satunya,

4% bila 1 orang saudara kandung terkena, dan turun menjadi 2% bila tidak

ada riwayat keluarga.2,7


2. Faktor psikis, seperti stress dan gangguan emosi. Penelitian menyebutkan

bahwa 68% penderita psoriasis menyatakan stress dan kegelisahan

menyebabkan penyakitnya lebih berat dan hebat.

3. Infeksi fokal. Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga, infeksi

tuberculosis paru, dermatomikosis, atritis dan radang menahun ginjal.

4. Penyakit metabolic, seperti diabetes mellitus yang laten.

5. Gangguan pencernaan, seperti obstipasi

6. Faktor cuaca. Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk menyembuh

pada musim panas, sedangkan pada musim penghujan akan kambuh dan

lebih hebat.

Pada faktor provokatif yang dapat mencetuskan atau menyebabkan penyakit ini

tambah hebat ialah:

1. Faktor Trauma. Gesekan dan tekanan pada kulit sering dapat

menimbulkan lesi psoriasis pada tempat trauma dan ini disebut fenomena

Koebner. Garukan atau gesekan dan tekanan atau tahanan yang berulang-

ulang pada saat gatal digaruk terlalu berat atau penekanan anggota tubuh

terlalu sering pada saat aktifitas. Bila psoriasis sudah muncul dan kemudian

digaruk dikorek maka akan menyebabkan kulit bertambah tebal.2,4

2. Faktor infeksi. Infeksi. Infeksi streptococcus di faring dapat merupakan

faktor pencetus pada penderita dengan predisposisi psoriasis. Pada bentuk

psoriasis ini, sebaiknya dilakukan apusan tenggorokan untuk mencari

infeksi fokal. Apabila infeksi tenggorokan sembuh biasanya psoriasisnya

juga akan sembuh.2


3. Obat-obatan. Obat kortikosteroid dapat merupakan obat bermata dua. Pada

permulaan, kortikosteroid dapat menyembuhkan psoriasis, tetapi apabila

obat ini dihentikan penyakit akan kambuh kembali, bahkan lebih berat

daripada sebelumnya menjadi psoriasis pustulosa atau generalisata. Obat-

obat lain seperti anti malaria (klorokuin) dan obat antihipertensi betabloker

dapat memperberat penyakit psoriasis.2

4. Sinar Ultraviolet. Dapat menghambat pertumbuhan sel-sel epidermis,

tetapi bila penderita sensitif terhadap sinar matahari, malahan penyakit

psoriasis akan bertambah hebat karena reaksi isomorfik.2

5. Stres psikologis. Pada sebagian penderita faktor pencetus, penyakit ini

sendiri dapat menyebabkan gangguan psikologis pada penderita, sehingga

menimbulkan satu lingkatan setan, dan hal ini memperberat penyakit.

Sering pengobatan psoriasis tidak akan berhasil apabila faktor stress

psikologis ini belum dapat dihilangkan.2

6. Kehamilan. Kadang-kadang wanita yang menderita psoriasis dapat sembuh

saat hamil, tetapi akan kambuh kembali sesudah bayinya lahir, dan penyakit

ini akan kebal terhadap pengobatan selama beberapa bulan.2

D. PATOGENESIS

Perubahan morfologik dan kerusakan sel epidermis pada penderita psoriasis

telah banyak diketahui. Gambaran histopatologi kulit yang terkena psoriasis sering

kali menunjukkan akumulasi sel monosit dan limfosit di puncak papil dermis dan

di dalam stratum basalis. Sel- sel radang ini tampak lebih banyak, apabila lesi
bertambah hebat. Pembesaran dan pemanjangan papil dermis meyebabkan

epidermodermal bertambah luas dan menyebabkan lipatan di lapisan bawah stratum

spinosum tambah banyak. Proses ini juga menyebabkan masa pertumbuhan kulit

menjadi lebih cepat dan masa pertukaran kulit menjadi lebih pendek dari normal,

dari 28 hari menjadi 3 – 4 hari. Stratum granulosum tidak terbentuk dan di dalam

stratum korneum terjadi parakeratosis. Dengan pemendekan interval proses

keratinisasi sel epidermis dan stratum basalis menjadi stratum korneum, proses

pematangan dan keratinisasi gagal mencapai proses yang sempurna.2

Selain proses keratinisasi terganggu, proses biokimiawi di dalam masing-

masing sel berubah. Dengan mikroskop elektron dapat dilihat, di dalam sel

epidermis, produksi tonofilamen keratin dan butir-butir keratohialin berkurang dan

adenosine 35 monofosfat (AMP-Siklik) pada lesi-lesi psoriasis berkurang. Ini

sangat penting dalam pengaturan altivitas mitosis sel epidermis.2

Pada lesi plak dan darah pasien psoriasis dijumpai: sel Th1 CD4+, sel T

sitoksik 1/Tc1CD8+, IFN-𝛾, TNF-𝛼, dan IL-12, adalah produk yang ditemukan

pada kelompok penyakit yang diperantarai oleh sel Th-1. Pada tahun 2003 dikenal

IL-17 yang dihasilkan oleh Th-17. IL-23 adalah sitokin dihasilkan sel dendrit

bersifat heterodimer terdiri ats p40 dan p19, p40 juga merupakan bagian dari IL-

12. Sitokin IL-17A, IL-17F, IL-22, IL-21 dan TNF𝛼 adalah mediator turunan Th-

17. Telah dibuktikan IL-17A mampu meningkatkan ekspresi keratin 17 yang

merupakan karakteristik psoriasis. Injeksi intradermal IL-23 dan IL-21 pada mencit

memicu proliferasi keratinosit dan menghasilkan gambaran hyperplasia epidermis


yang merupakan ciri khas psoriasis, IL-22 dan IL-17A seperti juga kemokin CCR6

dapat menstimulasi timbulnya reaksi peradangan psoriasis.1

Dalam peristiwa interaksi imunologi tersebut retetan mediator menentukan

gambaran klinis antara lain: GMCSF (granulocyte macrophage colony stimulating

faktor), EGF, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12, IL-17, IL-23, dan TNF-𝛼. Akibat peristiwa

banjirnya efek mediator terjadi perubahan fisiologis kulit normal menjadi

keratinosit akan berproliferasi lebih cepat, normal terjadi dalam 311 jam, menjadi

36 jam dan produksi harian keratinosit 28 kali lebih banyak daripada epidermis

normal. Pembuluh darah menjadi berdilatasi, berkelok-kelok, angiogenesis dan

hipermeabilitas vascular endothelial growth faktor (VEGF) dan vascular

permeability faktor (VPF) yang dikeluarkan oleh keratinosit.1

E. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klasik berupa plak erimatosa diliputi skuama putih disertai titik-

titik perdarahan bila skuama dilepas, berukuran dari seujung jarum sampai dengan

plakat menutupi sebagian besar area tubuh, umumnya simetris. Penyakit ini dapat

menyerang kulit, kuku, mukosa dan sendi tetapi tidak infiltrate eritematosa, eritema

yang muncul bervariasi dari yang sangat cerah (“hot” psoriasis) biasa diikuti gatal

sampai merah pucat (“cold” psoriasis). Fenomena Koebner adalah peristiwa

munculnya lesi psoriasis setelah terjadi trauma maupun mikrotrauma pada kulit

pasien psoriasis. Pada lidah dapat dijumpai plak putih berkonfigurasi mirip peta

yang disebut lidah geografik. Fenotip psoriasis dapat berubah-ubah spektrum

penyakit pada pasien yang sama dapat menetap atau berubah, dari asimptomatik
sampai generalisata (eritroderma). Stadium akut sering dijumpai pada orang muda,

tetapi dalam waktu tidak terlalu lama dapat berjalan kronik dan residif.1

Gambar 1. Predileksi dari psoriasis (kepala, telapak tangan, kuku, kedua siku,

kedua lutut, kedua tungkai bawah, dan kedua telapak kaki)6

1. Psoriasis Vulgaris

Kira-kira 90% pasien mengalami psoriasis vulgaris, dan biasanya disebut

psoriasis plakat kronik. Lesi ini biasanya dimulai dengan makula eritematosa

berukuran kurang dari satu sentimeter atau papul yang melebar kearah pinggir dan

bergabung beberapa lesi menjadi satu. Berdiameter satu sampai beberapa

sentimeter. Lingkaran putih pucat mengelilingi lesi psoriasis plakat yang dikenal

dengan Woronoff’s ring. Dengan proses pelebaran lesi yang berjalan bertahap maka

bentuk lesi dapat beragam seperti bentuk utama kurva linier (psoriasis girata), lesi

mirip cincin (psoriasis anular), dan papul berskuama pada mulut folikel

pilosebaseus (psoriasis folikularis). Psoriasis hiperkeratotik tebal berdiameter 2-5

cm disebut plak rupioid, sedangkan plak hiperkeratotik tebal berbentuk cembung

menyerupai kulit tiram disebut plak ostraseus. Umumnya dijumpai di scalp, siku,
lutut, punggung, lumbal dan retroaurikuler. Hampir 70% pasien mengeluh gatal,

rasa terbakar atau nyeri, terutama bila kulit kepala terserang. Uji Auspitz ternyata

tidak spesifik untuk psoriasis, karena uji positif dapat dijumpai pada dermatitis

seboroik atau dermatis kronis lainnya.1

Gambar 2 Psoriassis Vulgaris. Lesi primer didefinisikan dengan papula kemerahan

atau berwarna pink-salmon, seperti tetesan, dengan skala lamellar putih keperakan

yang melekat secara longgar.5

2. Psoriasis Gutata

Jenis ini khas pada dewasa muda, bila terjadi pada anak sering bersifat

swasirna. Namun pada suatu penelitian epidemiologi 33% kasus dengan psoriasis

gutata akut pada anak akan berkembang menjadi psoriasis plakat. Bentuk spesifik

yang dijumpai adalah lesi papul eruptif berukuran 1 – 10 mm berwarna merah

salmon, menyebar diskret secara sentripetal terutama di badan, dapat mengenai

ekstremitas dan kepala. Infeksi Streptokokkus beta hemolitikus dalam bentuk


faringitis, laryngitis atau tonsillitis sering mengawali munculnya psoriasis gutata

pada pasien dengan predisposisi genetik.1

Gambar 3. Psoriasis Vulgaris ( tipe Gutata). Papul kecil yang diskret, eritematosa,

terkelupas, yang cenderung meyatu, muncul setelah kelompok A streptococcal

faringitis. Terdapat riwayat keluarga dengan psoriasis.5

3. Psoriasis Pustulosa

Bentuk ini merupakan manifestasi psoriasis tetapi dapat pula merupakan

komplikasi lesi klasik dengan pencetus putus obat kortikosteroid sistemik, infeksi,

ataupun pengobatan topical bersifat iritasi. Psoriasis pustulosa jenis von Zumbush

terjadi bila pustule yang muncul sangat parah dengan menyerang seluruh tubuh,

sering diikuti dengan gejala konstitusi. Keadaan ini bersifat sistemik dan

mengancam jiwa. Tampak kulit yang merah, nyeri, meradang dengan pustule milier

tersebar diatasnya. Pustule terletak nonfolikuler putih kekuningan, terasa nyeri,

dengan dasar eritematosa. Pustule dapat bergabung membentuk lake of pustules,

bila mengering dan krusta lepas meninggalkan lapisan merah terang. Perempuan
lebih sering mengalami psoriasis pustulosa 9:1, decade 4-5 kehidupan dan sebagian

besar perokok (95%). Pustul tersebut bersifat steril sehingga tidak tepat diobati

dengan antibiotik.

Psoriasis pustulosa lokalisata pada palmoplantar menyerang daerah

hipotenar dan tenar, sedangkan pada daerah plantar mengenai sisi dalam telapak

kaki atau dengan sisi tumit. Perjalanan lesi kronis residif dimulai dengan vesikel

bening, vesikopustul, pustule yang parah dan makulopapular kering cokelat. Bentuk

kronik disebut akrodermatitis kontinua supurativa dari Hallopeau, ditandai dengan

pustule yang muncul pada ujung jari tangan dan kaki, bila mongering menjadi

skuama yang meninggalkan lapisan merah kalau skuama dilepas. Destruksi

lempeng kuku dan osteolisis falangs distal sering terjadi. Bentuk psoriasis pustulosa

palmoplantar mempunyai pathogenesis berbeda dengan psoriasis dan dianggap

lebih merupakan komorbiditas dibandingkan dengan bentuk psoriasis.

Gambar 4. Pustular psoriasis tipe von Zumbusch generalisata. Dengan pustule kecil

berdiameter 1 – 2 mm, pada kulit yang eritematosa.6


4. Eritroderma

Keadaan ini dapat muncul secara bertahap atau akut dalam perjalanan

psoriasis plakat, dapat pula merupakan serangan pertama, bahkan pada anak. Lesi

jenis ini harus dibedakan menjadi dua bentuk; psoriasis universalis yaitu lesi

psoriasis plakat (vulgaris) yang luas hampir seluruh tubuh, tidak diikuti dengan

gejala demam atau menggigil, dapat disebabkan kegagalan terapi psoriasis vulgaris.

Bentuk kedua adalah bentuk yang lebih akut sebagai peristiwa mendadak

vasodilatasi genaralisata. Keadaan ini dapat dicetuskan antara lain oleh infeksi, tar,

obat atau putus obat kortikosteroid sistemik. Kegawatdaruratan dapat terjadi

disebabkan terganggunya sistem panas tubuh, payah jantung, kegagalan fungsi hati

dan ginjal. Kulit pasien tampak eritema difus biasanya disertai demam, menggigil

dan malese. Bentuk psoriasis pustulosa generalisata dapat kembali ke bentuk

psoriasis eritroderma. Keduanya pengobatan segera menenangkan keadaan akut

serta menurunkan peradangan sistemik, sehingga tidak mengancam jiwa.

Gambar 5. Eritroderma. Memperlihatkan pasien eritema yang berkembang dengan

cepat dan mengeluhkan lemas dan lemah.6


5. Psoriasis Kuku

Keterlibatan kuku hampir dijumpai pada semua jenis psoriasis meliputi 40-

50% kasus, keterlibatan kuku meningkat seiring durasi dan ekstensi penyakit. Kuku

jari tanga berpeluang lebih sering terkena dibandingkan dengan jari kaki. Lesi

beragam, terbanyak yaitu 65% kasus merupakan sumur-sumur dangkal (pits).

Bentuk lainnya ialah kuku berwarna kekuning-kuningan disebut yellowish dis-

coloration atau oil spots, kuku yang terlepas dari dasarnya (onikolisis),

hyperkeratosis subungual merupakan penebalan kuku dengan hiperratotik,

abnormalitas lempeng kuku berupa sumur-sumur kuku yang dalam dapat

membentuk jembatan-jembatan mengakibatkan kuku hancur (crumbling) dan

splinter haemorrhage.

Gambar 6. Psoriasis kuku. Pada gambar A meperlihatkan kuku yang terlepas dari

dasarnya (distal onykolisis) dan bercak oil spots, gambar B memperlihatkan distal

onykolisis, perubahan menjadi warna salmon, dan pitting, gambar C


memperlihatkan perdarahan sempalan dan pitting, dan gambar D memperlihatkan

onychodistrophy dan kuku yang menghilang pada pasien psoriasis atritis.6

6. Psoriasis Atritis

Psoriasis ini bermanifestasi pada sendi sebanyak 30% kasus. Psoriasis tidak

selalu dijumpai pada pemeriksaan kulit, tetapi seringkali pasien datang pertama kali

untuk keluhan sendi. Keluhan pasien yang sering dijumpai adalah: atritis perifer,

entesitis, tenosynovitis, nyeri tulang belakang dan atralgia non spesifik dengan

gejala kekakuan sendi pagi hari, nyeri sendi persisten, atau nyeri sendi fluktuatif

bila psoriasis kambuh. Keluhan pada sendi kecil maupun besar, bila keluhan ini

terjadi sebaiknya pasien segera dirujuk untuk penanganan yang lebih komprehensif

untuk mengurangi komplikasi.

Gambar 7. Psoriasis atritis. Pada gambar ini telah mengenai bagian distal

intergafalangeal sehingga mengalami psoriasis kuku.5

F. DIAGNOSIS

Diagnosis psoriasis tidak dapat ditegakkan hanya pada gambaran

histopatologi, tetapi hendaknya didasarkan pada gambaran klinik secara

keseluruhan. Penyakit ini berlangsung secara kronis dengan lesi macula eritematus
simetris, ditutupi oleh skuama kasar berlapis-lapis, transparan dan berwarna seperti

mika atau perak. Disamping pemeriksaan kulit, pemeriksaan laboratorium lain

perlu dilaksanakan untuk mencari faktor penyebab atau pencetus penyakit ini.2

G. DIAGNOSIS BANDING

1. Dermatitis Seboroik

Pada dermatitis seboroik biasanya lesi yang timbul adalah makula

eritematous dengan skuama berminyak pada tempat – tempat predileksi yaitu :

daerah ketiak, dada, pubis, antara scapula, dan kulit kepala yang berambut. Selain

itu penderita selalu mengeluh rasa gatal terutama banyak berkeringat sedangkan

pada psoriasis tidak ada keluhan gatal. Secara epidemiologi, terdapat berbagai

perbedaan antara DS dan psoriasis. Hal itu bisa dilihat dari usia saat timbulnya lesi,

jenis kelamin, ras, dan genetik. Dermatitis seboroik mempunyai 2 masa puncak

yaitu pada 2-10 minggu pertama kehidupan (bayi) dan pada dekade keempat sampai

ketujuh dari kehidupan (dewasa). Angka kejadian DS yang tinggi pada bayi

berhubungan dengan jumlah dan aktivitas dari kelenjar sebasea. DS pada bayi

terjadi antara minggu kedua hingga kesepuluh dan sering didapatkan pada 2-10

minggu pertama kehidupan. Kelenjar sebasea aktif pada bayi yang baru lahir akibat

stimulasi hormon androgen dari ibunya, kemudian kelenjar tersebut menjadi tidak

aktif sampai pubertas. Dermatitis seboroik pada usia dewasa tidak berhubungan

dengan kelenjar sebasea, karena aktivitas kelenjar sebasea mencapai puncaknya

pada awal pubertas, sedangkan dermatitis seboroik baru muncul beberapa dekade

kemudian. Psoriasis dapat terjadi pada berbagai usia, namun jarang ditemukan pada
usia di bawah 10 tahun. Kelainan ini sering didapatkan pada usia antara 15 – 30

tahun.2,8

H. HISTOPATOLOGIK

Pada pemeriksaan histopatologik psoriasis plakat yang matur dijumpai

tanda spesifik berupa: penebalan (akantosis) dengan elongasi seragam dan

penipisan epidermis di atas papilla dermis. Masa sel epidermis meningkat 3-5 kali

dan masih banyak dijumpai mitosis diatas lapisan basl. Ujung rete ridge benbentuk

gada yang sering bertaut dengan rete ridge sekitarnya. Tampa hyperkeratosis dan

parakeratosis dengan penipisan atau menghilang stratum granulosum. Pembuluh

darah di papilla dermis yang membengkak tampak memanjang, melebar dan

berkelok-kelok. Pada lesi awal didermis bagian atas tepat dibawah epidermis

tampak pembuluh darah dermis yang jumlahnya lebih banyak daripada kulit

normal. Infiltrate sel radang limfosit, makrofag, sel dendrit dan sel mast terdapat

sekitar pembuluh darah. Pada psoriasis yang matang dijumpai limfosit tidak saja

pada demis tetapi juga epidermis. Gambara spesifik psoriasis adalah bermigrasi sel

radang granulosit - neutrofilik berasal dari ujung subset granulosit-neutrofilik

berasal dari ujung subset kapiler dermal mencapai bagian atas epidermis yaitu

lapisan parakerarosis stratum korneum yang disebut mikroabses Munro atau pada

lapisan spinosum yang disebut spongioform pustules of Kogoj.1

I. PENGOBATAN

Sampai saat ini penyakit psoriasis belum diketahui penyebabnya secara

pasti sehingga belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan secara total
penyakit psoriasis tetapi dapat membantu untuk mengontrol gejala dari penyakit

tersebut.4

1. Pengobatan promotif

Menenangkan pasien dan memberikan dukungan emosional adalah hal yang

sangat tidak terhingga nilainya. Menekankan bahwa psoriasis tidak menular serta

suatu saat akan mengalami psoriasis akan remisi spontan dan tersedianya

pengobatan yang bervariasi untuk setiap bentuk dari psoriasis.4

2. Pengobatan preventif

Menghindari atau mengurangi faktor pencetus, yaitu stres psikis, infeksi

fokal, endokrin, seta pola hidup lain yang dapat meningkatkan resiko penurunan

sistem imun seperti seks bebas sehingga bisa tertular penyakit AIDS.4

3. Pengobatan kuratif:

Topikal:

I. Preparat ter mempunyai efek anti radang. Ada tiga jenis: (a) Fosil

Iktiol/Kurang efektif untuk psoriasis, (b) Kayu (Oleum kadini dan oleum

ruski) Sedikit memberikan efek iritasi, (c) Batu Bara (Liantar dan Likuor

karbonis detergen); Pada Psoriasis yang telah menahun lebih

baikdigunakan ter yang berasal dari batu bara dengan konsentrasi 2-5%

dimulai dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi

dinaikkan. Supaya lebih efektif, maka daya penetrasinya harus

dipertinggi dengan cara menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi

3% atau lebih. Untuk mengurangi daya iritasinya, dapat dibubuhi seng

oksida 10% sebagai vehikulum dalam bentuk salap.4


II. Kortikosteroid; Harus dipilih golongan kortikosteroid yang potensi dan

vehikilumnya baik pada lokasinya misalnya senyawa flour. Jika lesinya

hanya beberapa dapat pula disuntikkan triamsinolon asetonid intralesi.

Pada setiap muka didaerah lipatan digunakan krem. Di tempat lain

digunakan salap. Pada daerah muka lipatan dan genitalia eksterna dipilih

potensi sedang. Bila digunakan potensi kuat pada muka dapat

memberikan efek samping, diantarnya teleangiektasi, sedangkan di

lipatan berupa striae atrofikans. Pada bagian tubuh dan ekstremitas

digunakan salap dengan potensi kuat atau sangat kuat bergantung pada

lama penyakit. Jika telah terjadi perbaikan potensi dan frekuensinya

dikurangi.4

III. Ditranol (Antralin); Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2 % - 0,8 %

dalam pasta atau salap. Penyembuhan biasanya terjai dalam waktu 3

minggu.4

IV. Etetrinat (Tegison,Tigason); digunakan bagi psoriasis yang sukar

disembuhkan dengan obat-obat lain. Dosis bervariasi. Pada bulan

pertama diberikan 1 mg/kg berat badan. Jika belum terjadi perbaikan

dosis dapat di naikkan menjadi 0,5 mg/kg berat badan.4

V. Pengobatan dengan penyinaran; Digunakan sinar ultraviolet artifisial, di

antaranya sinar A sebagai yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut

dapat digunakan tersendiri atau kombinasi dengan psoralen (8-

metoksipsoralen,metoksalen) dan disebut PUVA atau bersama-sama

dengan preparat Ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckeman.4


VI. Setelah berikatan dengan reseptor vitamin D, vitamin D3 akan

meregulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel, mempengaruhi fungsi

imun, menghambat proliferasi keratinosit, memodulasi diferensiasi

epidermis, serta menghambat produksi beberapa sitokin pro-in amasi

seperti interleukin 2 dan interferon gamma. Analog vitamin D3 yang

telah digunakan dalam tatalaksana penyakit kulit adalah calcipotriol,

calcipotriene, maxacalcitrol, dan tacalcitol.7

Pengobatan Sistemik:

Kortikosteroid hanya dapat digunakan pada psoriasis eritrodermik,

psoriasis pustulosa generalisata dan psoriasis artrits. Dosis permulaan 40-60 mg

prednison sehari. Jika telah sembuh dosis di turunkan perlahan-lahan, kemudian

diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan

menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata.

Obat Sitostatik biasanya digunakan Metotreksat pemberian per os 2 hari

berturut-turut dalam seminggu dengan dosis sehari peroral 12,5 mg. Dapat pula

di berikan secara intramuskuler dengan dosis 15-25 mg/minggu. Efek samping

pada hati ginjal dan sumsum tulang belakang.4

Levodova. Dosis 2 x 250 mg -3 x 500 mg, efek samping berupa mual

muntah, anoreksia, hipotensi, gangguan psikis dan pada jantung. DDS (Diamino

Difenil Sulfan) dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe barber

dengan dosis 2 x 100 mg sehari. Efek samping anemia hemolitik,

methemoglobin dan agranulositosis.4


4. Pengobatan psikologis

Psikoterapi digunakan untuk membenahi pikiran dan dari pikiran inilah

mampu untuk mengontrol kondisi tubuh. Terapi relaksasi seperti meditasi juga

mampu untuk mengendalikan emosi yang memicu stres dan menekan kemunculan

dan tingkat keparahan psoriasis. Selain itu cognitive behavior therapy (CBT) juga

efektif digunakan untuk merubah pola pikir negatif penderita dengan menghadirkan

pandangan dan pemikiran baru bahwa penderita tidak mengalami sakit lebih parah

dibanding dirinya.4

J. PROGNOSIS

Psoriasis tidak menyebabkan kematian tetapi bersifat kronik dan residif.

Penyakit psoriasi tidak sembuh sama sekali sehingga seolah-olah penyakit ini dapat

timbul kembali sepanjang hidup. Memperhatikan tanda dan gejala biasanya

membutuhkan terapi seumur hidup. Penyakit psoriasis biasanya menjadi lebih berat

dari waktu ke waktu tetapi tidak mungkin untuk muncul dan menghilang.4
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini di diagnosis psoriasis berdasarkan anamnesis dan gambaran

klinis yang terdapat pada pasien. Riwayat dengan gejala klinis psoriasis ditemukan

pada kasus ini. Dari anamnesis didapatkan keluhan terdapat bercak merah kasar

terasa gatal pada leher bagian belakang dan pada pipi. Yang kemudian digaruk jadi

mengelupas, berwarna kemerahan, dan makin menebal. Dengan perjalanan

penyakit yang sudah dialami sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengaku ada

kecenderungan gejala muncul jika pasien mengalami stress dan berkeringat banyak,

jarang mendapati gejala muncul pada saat istirahat.

Pada gambaran klinis ditemukan plak eritem soliter berukuran lentikular,

dengan skuama halus, berwarna putih mengkilat, dengan batas yang tegas.

Gambaran ini sesuai dengan gambaran klinis psoriasis dimana ditemukan

bercak-bercak eritem yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritem

berbatas tegas dan merata, Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti

mika, serta transparan. Pada pasien skuamanya tidak tebal tetapi halus dikarenakan

lesinya muncul karena pasien biasa menggaruk jika gatal. Pada perjalanan penyakit

pasien, awal lesinya hanya pada daerah pipi berupa bercak kemerahan, bulat yang

tidak terlalu gatal namun perlahan lahan muncul juga di bagian tubuh yang lain.

Hal ini sesuai dengan perjalan penyakit psoriasis yang biasanya di mulai dengan

macula eritematosa yang berukuran kurang dri satu sentimeter atau papul yang

melebar ke arah pinggir dan bergabung beberapa lesi menjadi satu berdiamter satu

sampai beberapa sentimeter


Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner

keduanya fenomena yang lebih dulu disebut dianggap khas. Pada lesi yang ada pada

pasien, hanya fenomena Autpitz yang muncul yaitu ketika pasien menggaruk lesi

hingga timbul tanda – tanda perdarahan pada lesi. Sementara fenomena tetesan lilin

sulit diamati karena skuama halus. Meskipun demikian, berdasarkan gejala dan

efloresensi yang muncul sudah bisa didiagnosis sebagai psoriasis vulgaris.

Pengobatan topikal yang diberikan adalah Daivobet gel dan krim.

Daivobet mengandung Betamethason Dipropionate dan Calcipatriol, dimana

Betamethason Diproprionate merupakan kortikosteroid topikal potensi

medium/sedang. Sedangkan calcipatriol merupakan analog vitamin D3. Hal ini

sesuai dengan kepustakaan yaitu pemberian kortikosteroid topikal pada daerah

muka lipatan dan genitalia eksterna dipilih potensi sedang. Bila digunakan potensi

kuat pada muka dapat memberikan efek samping, diantarnya teleangiektasis,

sedangkan di lipatan berupa striae atrofikans. Vitamin D3 berfungsi untuk

meregulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel, mempengaruhi fungsi imun,

menghambat proliferasi keratinosit, memodulasi diferensiasi epidermis, serta

menghambat produksi beberapa sitokin pro-inflamasi seperti interleukin 2 dan

interferon gamma.
BAB V

KESIMPULAN

1. Psoriasis merupakan penyakit kulit kronis inflamatorik dengan faktor

genetik yang kuat, dengan ciri gangguan perkembangan dan diferensiasi

epidermis, abnormalitas pembuluh darah, faktor imunologis, dan

biokimiawi serta fungsi neurologis.

2. Psoriasis menyebar diseluruh dunia dengan prevalensi usia yang bervariasi

disetiap wilayah.

3. Predileksi psoriasis adalah bagian tubuh yang sering terkena geseran atau

tekanan seperti siku, lutut, dan punggung. Berdasarkan ukuran dan

morfologi lesi, psoriasis dapat menunjukkan berbagai variasi.

4. Psoriasis tidak menyebabkan kematian tetapi bersifat kronik dan residif.

Penyakit psoriasi tidak dapat dikatakan sembuh total sehingga seolah-olah

penyakit ini dapat timbul kembali sepanjang hidup.


DAFTAR PUSTAKA

1. Jacoeb TNA. Psoriasis. Dalam : Menaldy SL SW, Bramono K, Indriatmi W

(editors), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. ed. 7. FKUI: Jakarta; 2016. Hal

213-21.

2. Siregar RS. Psoriasis. Dalam : Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates:

Jakarta; 2000. Hal 116-25.

3. Maulida M, Marfianti S, Rofiq A. Terapi Biologis pada Psoriasis (Biologic

Treatment in Psoriasis). Departemen/staf medik fungsional ilmu kesehatan

kulit dan kelamin fakultas kedokteran universitas Airlangga/ rumah sakit

umum daerah Dr. Soetomo Surabaya. Hal 194-99.

4. Sinaga D. Pengaruh Stress Psikologis Terhadap Pasien Psoriasis. Fakultas

Kedokteran Universitas Kristen Indonesia. Vol. 1 No. 2 Juli-Agustus 2013.

Hal 129-34.

5. Wolff K, Johnsson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical

Dermatology. Ed 6. 2009. p 53-67.

6. Gudjonsson JA, Elder JT. Psoriasis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,

Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ (editors). Fitzpatrick's Dermatologi In

General Medicine. Ed 7. 2008. p 197-231.

7. Yuliastuti D. Psoriasis. CDK. 2015. Hal 901-06.

8. Astidari, Sawitri, Sandhika. Perbedaan Dermatitis Seboroik dan Psoriasis

Vulgaris berdasarkan Manifestasi klinis dan histopatologi. Departemen

Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2014. Hal 72-8.

Anda mungkin juga menyukai