Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menstruasi adalah siklus fisiologik keluarnya darah dan jaringan mukosa


melalui vagina dari uterus yang tidak hamil, dibawah kendali hormonal dan
berulang secara normal, biasanya interval sekitar empat minggu (28 hari) tanpa
adanya kehamilan selama periode reproduktif pada wanita dan beberapa spesies
primata. Discharge dari menstruasi terdiri dari cairan jaringan (20-40%,), darah
(50 – 80 %), dan fragmen-fragmen endometrium. Menstruasi terjadi dengan
selang waktu 21 – 35 hari (dihitung dari hari pertama keluarnya darah menstruasi
hingga hari pertama berikutnya.1,2
Gangguan haid atau disebut juga dengan perdarahan uterus abnormal
merupakan keluhan yang sering menyebabkan seorang perempuan datang berobat
ke dokter atau tempat pertolongan pertama. 4
Federation Internationale de Gynecologie et d'sistem Obstetrique onkologi
(FIGO) membuat klasifikasi praktis yang dapat diterima secara universal dan
membantu dokter dalam melakukan penelitian, pengobatan, dan prediksi
terjadinya kanker ginekologi. Ringkasnya klasifikasi FIGO ini menggunakan
istilah PALM-COEIN untuk mengelompokan penyebab Perdarahan Uterus
Abnormal yang dikembangkan oleh kelompok kerja gangguan Haid dari FIGO.
Sistem ini dikembangkan dengan kontribusi dari grup internasional dari peneliti
klinis dan nonklinis dari 17 negara di enam benua. Sebuah sistem untuk tata-nama
dan gejala dikembangkan oleh FIGO tersebut merekomendasikan nomenclatures
standar serta ditinggalkannya istilah metrorrhagia, menorrhagia, dan perdarahan
uterus disfungsional. 3
Sistem klasifikasi oleh FIGO (Federal Internationale de Gynecologie et
d’sistem Obstetrique onkologi) dibagi secara bertingkat ke dalam sembilan
kategori dasar yang diatur menurut singkatan PALM-COEIN : polip, adenomiosis,
leiomyoma, keganasan dan hiperplasia, koagulopati, gangguan ovulasi,
endometrium, iatrogenik, dan tidak diklasifikasikan. 3

1
1.2 Batasan Masalah

Clinical science session ini membahas mengenai defenisi, klasifikasi,

etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan dari Gangguan

Haid.

1.3 Tujuan Penulisan

Mengetahui defenisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,

dan penatalaksanaan dari Gangguan Haid.

1.4 Manfaat Penulisan

Menambah pengetahuan penulis tentang gangguan haid serta menjadi

tambahan ilmu bagi rekan-rekan dokter muda yang membaca.

1.5 Metode Penulisan

Penulisan clinical science session ini merujuk pada berbagai kepustakaan

dan literatur.

BAB 2

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Menstruasi atau haid adalah siklus discharge fisiologik darah dan jaringan

mukosa melalui vagina dari uterus yang tidak hamil, dibawah kendali hormonal

dan berulang secara normal, biasanya interval sekitar empat minggu (28 hari)

tanpa adanya kehamilan selama periode reproduktif pada wanita dan beberapa

spesies primata 1. Discharge dari haid terdiri dari cairan jaringan (20-40%,), darah

(50 – 80 %), dan fragmen-fragmen endometrium. Haid dikatakan normal jika:

1. Siklus haid yaitu jarak antara hari pertama haid dengan hari pertama haid

berikutnya 28 + 7 hari.

2. Lama haid, jarak dari hari pertama haid sampai perdarahan berhenti 3-7

hari.

3. Jumlah darah yang keluar selama satu kali haid tidak melebihi 80 ml, ganti

pembalut 2-6 kali per hari.

Perdarahan uterus abnormal (PUA) meliputi semua kelainan haid baik

dalam hal jumlah maupun lamanya. Terminologi menoragia saat ini diganti

dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan

perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor koagulopati, gangguan

hemostatis lokal endometrium dan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang

sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).4

Berdasarkan waktunya PUA terbagi atas 3 yaitu:

1. Perdarahan uterus abnormal akut

3
Perdarahan haid yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang
cepat untuk mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut
dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.4
2. Perdarahan uterus abnormal kronik
Merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi
lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang
cepat dibandingkan PUA akut.4
3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding)
Perdarahan haid yang terjadi di antara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan
dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap
siklus. Istilah ini ditujukan untuk menggantikan terminologi metroragia. 4

2.2. Fisiologi Menstruasi

Siklus menstruasi normal pada manusia dapat dibagi menjadi dua segmen :

siklus ovarium dan siklus uterus. Siklus ovarium lebih lanjut dibagi menjadi fase

follikular dan fase luteal, mengingat siklus uterus juga dibagi sesuai fase

proliferasi dan sekresi.

4
Gambar 2.1 Siklus Menstruasi

2.2.1 Siklus Ovarium

Siklus ovarium digolongkan seperti :

a. Fase follikuler: pada fase ini terjadi umpan balik hormonal yang

menyebabkan maturisasi follikel pada pertengahan siklus yang

dipersiapkan untuk ovulasi. Lama fase folikuler ini kurang lebih 10-14

hari.
b. Fase luteal: yaitu fase waktu dari awal ovulasi sampai awal menstruasi,

dengan waktu kurang lebih 14 hari.

5
2.2.2 Siklus Uterus

Pada akhir menstruasi, semua lapisan endometrium kecuali lapisan dalam

telah terlepas. Kemudian terbentuk kembali endometrium baru di bawah pengaruh

estrogen dari folikel yang sedang tumbuh. Ketebalan endometrium cepat

meningkat dari hari ke-5 sampai ke-14 daur haid. Seiring dengan peningkatan

ketebalan, kelenjar uterus tertarik keluar sehingga memanjang, namun kelenjar

tersebut tidak menjadi berkelok-kelok atau mengeluarkan sekret. Perubahan

endometrium ini disebut fase proliferatif atau fase praovulasi atau folikular.

Setelah ovulasi , vaskularisasi endometrium menjadi agak sembab dibawah

pengaruh estrogen dan progesterone dari korpus luteum. Kelenjar mulai bergelung

dan berkelok-kelok, serta mulai menyekresikan cairan jernih yang disebut sebagai

fase sekretorik atau luteal. Pada akhir fase luteal, endometrium, seperti hipofisis

anterior, menghasilkan prolactin, namun fungsi endometrium ini tidak diketahui. 5

Endometrium diperdarahi oleh dua jenis arteri dimana 2/3 endometrium

yang terlepas saat haid (stratum fungsional) dipasok oleh arteri spiralis sedangkan

bagian dalam yang tidak terlepas (stratum basal) diperdarahi oleh arteri basilaris.

Pada saat korpus luteum mengalami regresi, pasokan hormon untuk endometrium

terhenti. Endometrium menjadi lebih tipis, menambah gulungan arteri spiralis.

Fokus nekrosis kemudian bermunculan di endometrium kemudian bersatu. Selain

itu, terjadi spasme dan degenerasi dinding arteri spiralis, yang menyebabkan

timbulnya bercak perdarahan yang kemudian menyatu dan dan menghasilkan

darah haid. Vasospasme mungkin disebabkan oleh prostaglandin yang dilepaskan

secara lokal.5

6
2.3. Gangguan Haid pada Masa Reproduksi

1. Gangguan Lama dan Jumlah Darah Haid

- Hipermenorea (menoragia)

Menoragia adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih banyak

dan/atau durasi lebih lama dari normal dengan siklus yang normal teratur. Secara

klinis menoragia didefinisikan dengan total jumlah darah haid lebih dari 80 ml per

siklus dan durasi haid Iebih lama dari 7 hari. Sulit menentukan jumlah darah haid

secara tepat. Oleh karena itu, bisa disebutkan bahwa bila ganti pembalut 2 - 5 kali

per hari menunjukkan jumlah darah haid normal. Menoragia adalah bila ganti

pembalut lebih dari 6 kali per hari.6

- Hipomenorea

Hipomenorea adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih sedikit

dan/atau durasi lebih pendek dari normal. Terdapat beberapa penyebab

hipomenorea yaitu gangguan organik misalnya pada uterus pascaoperasi

miomektomi dan gangguan endokrin. Hipomenorea menunjukkan bahwa tebal

endometrium tipis dan perlu evaluasi lebih lanjut.6

2. Gangguan Siklus Haid

- Polimenorea

Polimenorea adalah haid dengan siklus yang lebih pendek dari normal

yaitu kurang dari 21 hari.6

- Oligomenorea

Oligomenorea adalah haid dengan siklus yang lebih panjang dari normal

yaitu lebih dari 35 hari. Sering terjadi pada sindroma ovarium polikistik yang

7
disebabkan oleh peningkatan hormon androgen sehingga terjadr gangguan

ol,ulasi. Pada remaja oligomenorea dapat terjadi karena imaturitas poros

hipotalamus hipofisis ovarium endometrium. Penyebab lain hipomenorea antara

lain stres fisik dan emosi, penyakit kronis, serta gangguan nutrisi. Oligomenorea

memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk mencari penyebab. Perhatian perlu

diberikan bila oligomenorea disertai dengan obesitas dan infertilitas karena

mungkin berhubungan dengan sindroma metabolik.6

- Amenorea

Amenorea adalah tidak terjadi haid pada seorang perempuan dengan

mencakup salah satu tiga tanda sebagai berikut.

1. Tidak terjadi haid sampai usia 14 tahun, disertai tidak adanya pertumbuhan

atau perkembangan tanda kelamin sekunder.

2. Tidak terjadi haid sampai usia 16 tahun, disertat adanya pertumbuhan

normal dan perkembangan tanda kelamin sekunder.

3. Tidak terjadi haid untuk sedikitnya selama 3 bulan berturut-turut pada

perempuan yang sebelumnya pernah haid.6

3. Gangguan Lain yang Berhubungan dengan Haid

- Dismenorea

Dismenorea adalah nyeri saat haid, biasanya dengan rasa kram dan terpusat di

abdomen bawah. Keluhan nyeri haid dapat terjadi bervariasi mulai dari yang

ringan sampai berat. Keparahan dismenorea berhubungan langsung dengan

lama dan jumlah darah haid.6

- Sindroma Prahaid

8
Merupakan keluhan yang muncul sebelum haid, yaitu antara lain cemas, lelah,

susah konsentrasi, susah tidur, hilang energi, sakit kepala, sakit perut, dan

sakit pada payudara. Sindroma prahaid biasanya ditemukan 7 - 10 hari

menjelang haid.6

2.4. Etiologi

Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics


(FIGO), terdapat sembilan kategori utama yang disusun sesuai dengan akronim
“PALM-COEIN” yakni; polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy and
hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik dan not
yet classified.4
Kelompok “PALM” merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai
dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok
COEIN merupakan kelainan non struktur yang tidak dapat dinilai dengan teknik
pencitraan atau histopatologi.4

1) Polip (PUA-P)

Definisi: Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus,
baik bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari
stroma dan kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel
endometrium. Biasanya terjadi pada fundus dan dapat melekat
dengan adanya tangkai yang ramping (bertangkai) atau dasar yang
lebar (tidak bertangkai). Kadang-kadang polip prolaps melalui
serviks.7

Gejala:
o
Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula
meyebabkan PUA, paling umum berupa perdarahan banyak
dan di luar siklus atau perdarahan bercak ringan pasca
menopause.7
o
Lesi umumnya jinak, namun sebagian atipik atau ganas.7

Diagnostik:

9
o
Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG
dan atau histeroskopi, dengan atau tanpa hasil
histopatologi. 7

Gambar 3. histeroskopi polip endometrium

 Terapi:
o
Eksisi, namun cenderung berulang. 7
o
Untuk terapi definitif dapat dilakukan histerektomi, namun
jarang dilakukan untuk polip endometrium yang jinak.7

2) Adenomiosis (PUA-A)

Definisi: Dijumpainya jaringan stroma dan kelenjar endometrium
ektopik pada lapisan miometrium.7

Gejala:
o
Nyeri haid, nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau
sesudah haid, nyeri saat buang air besar, atau atau nyeri
pelvik kronik.7
o
Gejala nyeri tersebut di atas dapat disertai dengan
perdarahan uterus abnormal berupa perdarahan banyak
yang terjadi dalam siklus.4,7

Diagnostik:
o
Pemeriksaan Fisik:

Fundus uteri membesar secara difus.4

Adanya daerah adenomiosis yang melunak, dapat
diamati tepat sebelum atau selama permulaan
menstruasi. 4
o
Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalam
jaringan endometrium pada hasil histopatologi. Hasil

10
histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan
stroma endometrium ektopik pada jaringan miometrium.7
o
Adenomiosis dimasukkan dalam sistem klasifikasi
berdasarkan penelitian MRI dan USG. Mengingat
terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup untuk
mendiagnosis adenomiosis. Hasil USG menunjukkan
jaringan endometrium heteropik pada miometrium dan
sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi
miometrium.7

Gambar 2.2. Penebalan dinding uterus dan jaringan kelenjar endometrium pada
adenomiosis.

 Diagnosis banding
o
Kehamilan.
o
Leiomioma submukosa.
o
Hipertrofi uteri idiopatik.
o
Karsinoma endometrium.7
 Terapi:
o
Simptomatik: diberikan jika masih ingin mempertahankan
kemampuan untuk memiliki anak.
o
Reseksi.
o
Terapi kuratif: histerektomi. 7

11
3) Leiomioma (PUA-L)

Definisi: pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan
miometrium.7

Jenis berdasarkan lapisan uterus tempat tumbuhnya:
o
Submukosa
o
Intramural
o
Subserosa.

Mioma submukosa dan subserosa ada yang bertangkai


(pedunculated). Mioma submukosa bertangkai seringkali sampai
keluar melewati ostium uteri eksternum yang disebut sebagai
mioma lahir (myoom geburt).8

Gambar 2.4. Jenis-jenis mioma berdasarkan lapisan tempat tumbuhnya di uterus



Gejala:
o
Perdarahan uterus abnormal berupa pemanjangan periode,
ditandai oleh perdarahan menstruasi yang banyak dan/atau
menggumpal, dalam dan di luar siklus.2,4,5
o
Pembesaran rahim (bisa simetris ataupun berbenjol-
benjol).5
o
Seringkali membesar saat kehamilan.5
o
Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan
pada dinding abdomen.1,5

12
o
Nyeri dan/atau tekanan di dalam atau sekitar daerah
panggul.4
o
Peningkatan frekuensi berkemih atau inkontinensia. 4


Diagnosis Banding:
o
Kehamilan.
o
Adenomiosis.
o
Karsinoma uteri.5

Pemeriksaan Penunjang:
o
Darah lengkap dan urine lengkap.
o
Tes kehamilan.
o
USG
o
Dilatasi dan kuretase pada penderita yang disertai
perdarahan untuk menyingkirkan kemungkinan patologi
lain pada rahim (hyperplasia atau adenokarsinoma
5
endometrium).

Terapi:
1. Observasi: jika uterus diameternya kurang dari ukuran uterus
pada masa kehamilan 12 minggu tanpa disertai penyulit.
2. Ekstirpasi: biasanya untuk mioma submukosa bertangkai atau
mioma lahir/geburt, umumnya dilanjutkan dengan tindakan
dilatasi dan kuretase.
3. Laparotomi miomektomi: bila fungsi reproduksi masih
diperlukan dan secara teknis memungkinan untuk dilakukan
tidakan tersebut. Biasanya untuk mioma intramural, subserosa,
dan subserosa bertangkai, tindakan tersebut telah cukup
memadai.
4. Laparotomi histerektomi:
 Bila fungsi reproduksi tak diperlukan lagi,
 Pertumbuhan tumor sangat cepat.
 Sebagai tindakan hemostatis, yakni dimana terjadi
perdarahan terus menerus dan banyak serta tidak membaik
dengan pengobatan.

4) Malignancy and hyperplasia (PUA-M)

13

Definisi: pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari
lapisan endometrium.

Gejala: perdarahan post menopause, perdarahan ireguler.

Diagnostik:
o
Meskipun jarang ditemukan, namun hyperplasia atipik dan
keganasan merupakan penyebab penting PUA.
o
Klasifikasi keganasan dari hiperplasia menggunakan
system klasifikasi FIGO dan WHO.
o
USG pada hiperplasia: penebalan endometrium >= 12mm
o
USG pada keganasan: penebalan endometrium dengan garis
endometrium ireguler.
o
Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
histopatologi.

Terapi:
o
Hiperplasi: LNG-IUS diikuti dengan progestin oral
o
Malignansi: Bedah, histerektomi.

5) Coagulopathy (PUA-C)

Definisi: gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap
perdarahan uterus.

Gejala: perdarahan yang banyak, riwayat perdarahan di organ lain.

Diagnostik:
o
Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan
hemostatik sistemik yang terkait dengan PUA.
o
13% perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki
kelainan hemostatis sistemik, dan yang paling sering
ditemukan adalah penyakit von Willebrand.

14
Perdarahan uterus abnormal – koagulasi.3
 Terapi dengan asam traneksamat merupakan pilihan pertama.

6) Ovulatory Disfunction (PUA-O)


 Definisi: kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya
perdarahan uterus.
 Gejala: mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang, hingga
perdarahan haid banyak.
 Diagnostik:
o Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA
dengan manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan
jumlah darah yang bervariasi.
o Dahulu termasuk dalam criteria perdarahan uterus
disfungsional (PUD).
o Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarium
polikistik (SOPK), hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas,
penurunan berat badan, anoreksia, atau olahraga berat yang
berlebihan.
 Terapi dengan kontrasepsi kombinasi oral bisa digunakan sebagai
lini pertama.

15
7) Endometrial (PUA-E)
 Definisi: Gangguan hemostatis local endometrium yang memiliki
kaitan erat dengan terjadinya perdarahan uterus.
 Gejala: flek inter-mentruasi atau flek memanjang.
 Diagnostik:
o Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan
dengan siklus haid teratur.
o Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan
hemostatis local endometrium.
o Adanya penurunan produksi faktor yang terkait
vasokonstriksi seperti endothelin-1 dan prostaglandin F2α
serta peningkatan aktivitas fibrinolisis.
o Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengah atau
perdarahan yang berlanjut akibat gangguan hemostatis local
endometrium.
o Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan
gangguan lain pada siklus haid yang berovulasi.
 Terapi sama dengan PUA-O.

8) Iatrogenik (PUA-I)
 Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi
medis seperti penggunaan estrogen, progesterin, atau AKDR.
 Perdarahan haid di luar jadwal yang terjadi akibat penggunaan
estrogen atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela
atau breakthrough bleeding (BTB).
 Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen
dalam sirkulasi yang dapat disebabkan oleh sebagai berikut:
o Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi’
o Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
o Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan
pengguna anti koagulan (warfarin, heparin, dan low
molecular weight heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi
PUA-C.
 Terapi:
o Lini pertama: Non hormonal (asam traneksamat,OAINS)
o Lini kedua: terapi hormonal

9) Not yet classified (PUA-N)

16
 Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit
dimasukkan dalam klasifikasi.
 Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis
kronik atau malformasi arteri-vena.
 Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan PUA.

2.5. Diagnosis

Perdarahan uterus abnormal didefinisikan sebagai setiap perubahan


yang terjadi dalam frekuensi,jumlah dan lama perdarahan menstruasi. Perdarahan
uterus abnormal meliputi PUD dan perdarahan lain yang disebabkan oleh kelainan
organik.
1. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk menyingkirkan
diagnosis diferensial perdarahan uterus abnormal.

2. Pada wanita usia reproduksi, kehamilan merupakan kelainan pertama yang


harus disingkirkan. Perdarahan yang terjadi dalam kehamilan dapat disebabkan
oleh abortus, kehamilan ektopik atau penyakit trofoblas gestasional.

3. Penyebab iatrogenik yang dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal


antara lain penggunaan obat-obatan golongan antikoagulan, sitostatika,
hormonal,anti psikotik, dan suplemen.

4. Setelah kehamilan dan penyebab iatrogenik disingkirkan langkah selanjutnya


adalah melakukan evaluasi terhadap kelainan sistemik meliputi fungsi
tiroid,fungsi hemostasis, dan fungsi hepar. Pemeriksaan hormon tiroid dan fungsi
hemostasis perlu dilakukan bila pada anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
gejala dan tanda yang mendukung.

5. Bila terdapat galaktorea maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap hormon


prolaktin untuk menyingkirkan kejadian hiperprolaktinemia.

6. Bila tidak terdapat kelainan sistemik, maka langkah selanjutnya adalah


melakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan pada saluran reproduksi.
Perlu ditanyakan adanya riwayat hasil pemeriksaan pap smear yang abnormal atau

17
riwayat operasi ginekologi sebelumnya. Kelainan pada saluran reproduksi yang
harus dipikirkan adalah servisitis, endometritis, polip, mioma uteri, adenomiosis,
keganasan serviks dan uterus serta hiperplasia endometrium.

7. Bila tidak terdapat kelainan sistemik dan saluran reproduksi maka gangguan
haid yang terjadi digolongkan dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).

8. Bila terdapat kelainan pada saluran reproduksi dilakukan pemeriksaan dan


penanganan lebih lanjut sesuai dengan fasilitas.

9. Pada kelainan displasia serviks perlu dilakukan pemeriksaan kolposkopi untuk


menentukan tata laksana lebih lanjut.

10. Bila dijumpai polip endoserviks dapat dilakukan polipektomi.

11. Bila dijumpai massa di uterus dan adneksa perlu dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut dengan USG transvaginal atau saline infusion sonography (SIS).
Ultrasonografi transvaginal merupakan lini pertama untuk mendeteksi kelainan
pada kavum uteri. Sedangkan tindakan SIS diperlukan bila penilaian dengan USG
transvaginal belum jelas.

12. Bila dijumpai massa di saluran reproduksi maka dilanjutkan dengan tata
laksana operatif.

13. Diagnosis infeksi ditegakkan bila pada pemeriksaan bimanual uterus teraba
kaku dan nyeri. Pada kondisi ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
Chlamydia dan Neisseria. Pengobatan yang direkomendasikan adalah doksisiklin
2 x 100 mg selama 10 hari.

18
Gambar 2.6. Alur diagnosis dan tatalaksana perdarahan uterus abnormal1
2.6 Tatalaksana PUA Akut

1. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan


hemodinamik dan atau Hb < 10 g/dl perlu dilakukan rawat inap.

19
2. Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan.
3. Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter/menit
dan transfusi darah jika Hb < 7 g/dl, untuk perbaikan hemodinamik.
4. Stop perdarahan dengan estrogen ekuin konyugasi (EEK) 2.5 mg per
oral setiap 4-6 jam, ditambah prometasin 25 mg peroral atau injeksi IM
setiap 4-6 jam (untuk mengatasi mual). Asam traneksamat 3 x 1
gram atau anti inflamasi non-steroid 3 x 500 mg diberikan bersama
EEK. Untuk pasien dirawat, dapat dipasang balon kateter foley no. 10 ke
dalam uterus dan diisi cairan kurang lebih 15 ml, dipertahankan 12-24
jam.
5. Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam lakukan dilatasi dan
kuretase (D&K).
6. Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan kontrasepsi
oral kombinasi (KOK) 4 kali 1 tablet perhari (4 hari), 3 kali 1 tablet
perhari (3 hari), 2 kali 1 tablet perhari (2 hari) dan 1 kali 1 tablet sehari
(3 minggu), kemudian stop 1 minggu, dilanjutkan KOK siklik 3 minggu
dengan jeda 1 minggu sebanyak 3 siklus atau Levonorgestrel
Intrauterine System (LNG-IUS).
7. Jika terdapat kontraindikasi KOK, berikan medroksi progesteron asetat
(MPA) 10 mg perhari (7 hari), siklik, selama 3 bulan.
8. Untuk riwayat perdarahan berulang sebelumnya, injeksi gonadotropin-
releasing hormone (GnRH) agonis dapat diberikan bersamaan dengan
pemberian KOK untuk stop perdarahan. GnRH diberikan 2-3 siklus
dengan interval 4 minggu.
9. Ketika hemodinamik pasien stabil, perlu upaya diagnostik untuk mencari
penyebab perdarahan. Lakukan pemeriksaan USG transvaginal
(TV)/transrektal (TR), periksa darah perifer lengkap (DPL), hitung
trombosit, prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin
time (aPTT) dan thyroid stimulating hormone (TSH). Saline-infused
sonohysterogram (SIS) dapat dilakukan jika endometrium yang terlihat
tebal, untuk melihat adanya polip endometrium atau mioma

20
submukosum. Jika perlu dapat dilakukan pemeriksaan histeroskopi
“office”.
10. Jika terapi medikamentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik,
maka dapat dilakukan terapi pembedahan seperti ablasi endometrium ,
miomektomi, polipektomi, histerektomi.1

Tabel Panduan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal Akut dan Banyak

BAB 3

KESIMPULAN

21
Perdarahan uterus abnormal (PUA) meliputi semua kelainan haid baik
dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan
banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan. Terminologi
menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual
bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor
koagulopati, gangguan hemostatis lokal endometrium dan gangguan ovulasi
merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus
disfungsional (PUD).
Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics
(FIGO), terdapat sembilan kategori utama yang disusun sesuai dengan akronim
“PALM-COEIN” yakni; polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy and
hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik dan not
yet classified.
Kelompok “PALM” merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai
dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok
COEIN merupakan kelainan non struktur yang tidak dapat dinilai dengan teknik
pencitraan atau histopatologi. Penatalaksanaan dan diagnosis tergantung dari
masing masing klasifikasi tersebut. Tetapi ada penatalaksanaan secara umum
untuk mengatasi perdarahan dibagi atas penatalaksanaan uterus abnormal akut dan
kronik.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Berek, J.S. Reproductive Physiologi. In Berek & Novak’s Ginecology. 13


th California: Lippincot William & Wilkins. 2002
2. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. EGC-Jakarta.
2005
3. Munro, Malcolm ; Hilary O.D. Critchley, Michael S Broder, Ian S Fraser.
FIGO Classification System (PALM-COEIN) for Causes of Abnormal
Uterine Bleeding in Nongravid Women of Reproductive Age. American
Society for Reproductive Medicine. June, 2011
4. Badziad, A. Hestiantoro, A. Wiweko, B. Sumapradja, K. Panduan
Tatalaksana Perdarahan Uterus Abnormal. Himpunan Endokrinologi
Reproduksi dan Fertilitas Indonesia dan Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, Aceh, 2011.
5. Sherwood L. Human Physiology, From Cells to Systems. 7 th ed. Belmont :
Brooks-Cole. 2008
6. Anwar M, Baziad A, Prabowo R. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Cetakan
Pertama. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Jakarta. 2011
7. Benson, RC dan Pernoll, ML. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 9.
McGraw-Hill Education Asia dan Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta. 1994.
8. Achadiat, CM. Prosedur Tepat Obstetri dan Ginekologi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta. 2003.

23

Anda mungkin juga menyukai