28 56 1 SM PDF
28 56 1 SM PDF
28 56 1 SM PDF
Abstract
Republic of Indonesia (NKRI) is a country that was formed based on nationalism
by Indonesian who aims to protect the people and all the winnowing of Indonesia,
to promote the society welfare, educate the nation and participate in establishing
of world order based on freedom, ever lasting peace and social justice, but keep
Pancasila as the state ideology. This research uses existing literature and
phenomena, that the vision and the values contained in Pancasila culturally
desirable so embedded in the heart, character, personality and color the habits,
behavior and activities of the institutions of society. The five basic values
contained in Pancasila gives the meaning of life and the demands and purpose of
life. In other words, Pancasila is the moral ideals that bind the people of
Indonesia all citizens, either individually or as a unitary nation.
A. Mukaddimah
B. Metode Penelitian
1
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogakart: Rake Sarasin, 1989).,h.
43
2
Mukhtar dan Ema Widodo, Konstruksi ke Arah Penelitian Deskriptif, (Yogyakarta:
Auyrous, 2000).,h. 5
3
Dr. Radjiman Wediodiningerat selaku ketua BPUPKI pada 29 Mei 1945 meminta
kepada sidang untuk mengemukakan dasar Negara Indonesia merdeka. Permintaan itu
menimbulkan rangsangan anamnesis. Dia memutar kembali ingatan para pendiri bangsa ke
belakang. Hal ini mendorong mereka untuk menggali kekayaan kerohanian, kepribadian, dan
wawasan kebangsaan yang terpendam dalam sejarah. Bahan-bahan pemikiran rumusan dasar
Negara telah dipersiapkan setidaknya sejak dekade 1920-an ; sebuah upaya mensistesiskan aneka
Ideologi dan gugus pergerakan dalam rangka membentuk blok nasional demi mencapai
kemerdekaan Negara Indonesia. Lihat juga dalam Yudi Latif, Negara Paripurna; Historisitas,
rasionalitas dan aktualitas Pancasila (PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta,2011 ) hlm. 4
4
Yudi Latif, Negara Paripurna., hlm. 4
5
Rumusan dasar Negara tersebut diproses melalui dialog yang cukup kuat antara
beberapa tokoh Indonesia setelah mendengar usulan Radjiman Diningrat diantaranya yaitu Muh.
Yamin, Winatakosoema Sueryo, Suesanto Tirto Projo, Dasaat, Agus Salim, Adurrahim, Prataly
Karma, Abdul Kadir, K.H Sanoesi, Ki Bagoes Koesoemo dan Soepomo, Muh. Hatta, Liem Koen
Hian, Sostro Diningrat, Dahler. Pentingnya nilai persatuan, kemanusiaan dan ketuhanan dan
keadilan/kesejahteraan sosial sebagai fundamen kenegaraan. Ketika belum ditemukannya
rumusan yang sistematis dan holistic dasar Negara, Muh. Yamin dan Soepomo mampu
membuatkan formula yang lebih tepat sebagaimana yang diusulkan oleh Radjiman yaitu prinsip
ketuhanan, kemanusiaan,persatuan, permusyawaratan, dan keadilan/kesejahteraan. Kemudian
dari keseluruhan refleksi historis tersebut yang dikembangkan sejak 1920an, muncullah pidato
bung Karno pada 1 Juni 1945 sekaligus disebut sebagai hari kelahiran Pancasila bagi Bangsa
Indonesia. Lihat juga dalam Kansil, dkk, Pancasila dan Undang Undang Dasat 1945: Pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2003), hlm. 49
6
Yudi Latif, Pancasila…, hlm. 15-16
7
Ibid., hlm. 24
gesetze).
Dan ketiga, fase Pengesahan. Tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang
secara spesifik menguntungkan umat Islam mengundang protes kelompok agama
lain. Hal itulah yang membisik batin anggota PPKI yang kemudian bersidang
pada tanggal 18 Agustus 1945, sehingga mengganti tujuh kata tersebut dengan
kata,‖Yang Maha Esa‖, demikian pula bunyi Pasal 29 ayat 1. Empat orang yang
merepresentasi umat Islam adalah Ki Bagoes Hadikoesoemo (Muhammadiyah),
Wachid Hasjim (NU), Kasman Singodimedjo dan Teuku Hasan. Ternyata Bung
Hatta memiliki peran penting perihal tersebut, karena beliau telah melakukan
pendekatan kepada tokoh-tokoh perwakilan umat Islam saat itu. Singkatnya,
resmilah Pancasila sebagai dasar NKRI yang berfungsi sebagai falsafah Negara
(way of life) setelah melalui beberapa tahapan sejarah konseptualisasi;
pembuahan, perumusan dan pengesahan.
8
Kansil, dkk, Pancasila dan).,h. 42-44
9
Nilai-nilai dalam Pancasila sebagai idelogi terbuka adalah sebagai berikut: pertama,
nilai-nilai dasar, yakni tentang cita-cita, tujuan, serta lembaga-lembaga penyelenggara (MPR,
DPR, Presiden, DPA, MA, BPK, Pemda) termasuk tata hubungan antar lembaga serta tugas dan
wewenangnya yang bersifat tetap sepanjang zaman. Kedua, nilai-nilai instrumental , yang
merupakan arahan, kebijaksanaan, strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaannya
(Departemen, Ditjen, Gubernur dan lain-lain) yang sapat disesuaikan dengan kehendak zaman
Kansil, dkk, Pancasila.,h. 32
yang tegas antara urusan privat dan urusan publik, antara harta milik pribadi dan
harta milik umum.10 Diantara prinsip-prinsip Good Governance adalah:
partisipasi, penegakan hukum, transparansi, responsif, orientasi kesepakatan,
keadilan, efektifitas dan akuntabilitas.11 Kelima, visi demokratis modern tentang
hubungan negara dengan masyarakat. Negara tidak dibangun atas dasar sikap
otoriter seorang pemimpin, tetapi ada konstitusi yang melegitimasi kekuasaannya.
Sinergitas antara pihak legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam menjalankan
Negara, serta partisipasi pihak-pihak yang berada di luar kekuasaan sangat
penting. Negara harus bersikap demokratis terhadap rakyatnya. Keenam,
persatuan dan kesatuan. Dengan dasar nasionalisme, bangsa ini harus memupuk
persatuan yang erat antar sesama warga Negara tanpa membedakan suku dan
golongan serta tekat yang bulat dan satu cita-cita bersama. Kebangsaan yang
dimaksud adalah nasionanlisme yang tidak sempit yang hanya mengagung-
agungkan bangsa sendiri dan merendahkan bangsa lain (bersifat kedalam dan
keluar).12
Satu hal yang segera harus dilakukan adalah menggali nilai-nilai yang
terkandung dalam sila-sila Pancasila tersebut sebanyak-banyaknya, dan
melanjutkan dengan proses penguatan ke tengah masyarakat. Artinya nilai-nilai
tersebut tidak hanya disosialisasikan, melainkan disistematisasikan. Atau mungkin
perlu di-ideologisasikan ke dalam lubuk hati setiap warga Negara seperti yang
telah diterapkan Orde Baru. Terbukti sangat ampuh. Tidak seorangpun yang
berani menolak ideologi tersebut, walaupun dengan suguhan penafsiran versi
rezim berkuasa.
Namun demikian, otoritas Pancasila tidak boleh melebihi agama yang
dianut, karena ia bukan agama apalagi di-Tuhan-kan. Pancasila sesungguhnya
cerminan wujud ideal dan kelakuan budaya yang bersumber dari kekuatan logika
dan kedalaman renungan manusia. Dalam perspektif yang agak moderat,
10
Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, jakrta: Gramedia Pustaka Umum-Universitas
Paramadina dan Perkumpulan Membangun Kembali Indonesia, 2004).,hlm.120-121
11
Usman Quraisy, Good Governance dalam Perspektif Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah, (Jambi: Syari’ah Press IAIN Jambi, 2011).,hlm. 18
12
Kansil,dkk., Pancasila.,hlm. 75
Pancasila ada dalam agama. Penggagas dasar Negara tersebut adalah orang-orang
yang beragama. Dan agama bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki
kemutlakan dan kebenaran sejati (The ultimate reality). Pancasila tidak sekedar
sinyal, melainkan citra yang dibanggakan bangsanya sepanjang masa. Tapi
Pancasila sekali lagi bukanlah benda magis menyamai Tuhan, dan bukan
segalanya. Ia diperuntukkan bagi Bangsa Indonesia untuk sebuah kedaulatan dan
kemaslahatan umat beragama.
13
Dikutip dari kemendikbud.go.id., 2011
14
Muwafik Saleh, Membangun Karakter dengan Hati nurani, (Jakarta: Erlangga,
2012).,h. 385
15
Rusydi Sulaiman, Nilai-Nilai Karakter Islam: Berhulu dari Rahmat, berhilir pada
Rahmat, (Bandung: Marja, 2013),hlm. 104
16
Sholehuddin, Kepemimpinan Pemuda dalam Berbagai Perspektif, (Jakarta: Intimedia,
2008), hlm. 10.
―youngest‖, paling muda. ―you‟re too young to read this novel‖ (kamu terlalu
muda untuk membaca novel ini). Kata,“youth‖, berarti kepemudaan atau masa
muda. Beberapa istilah juga dikenal dalam Bahasa Arab untuk pemuda, yaitu,
―Syaab-syabaab, syubbaan (anak muda), fataa, fatiyya dan fityah”. ―Syaab-
syabaaba‖, atau. Shaara fatiyya, menjadi muda.17 Pemuda tidak boleh cengeng,
mengeluh dan keder menghadapi masalah yang menimpanya. Ia harus menjadi
dirinya sendiri. “Inna al fataa may Yaquulu haa anadza, wa laisa al fataa may
Yaquulu kaana abiy‖, (sesungguhnya pemuda adalah yang mengatakan: inilah
saya (aku), bukan yang mengatakan: inilah ayah saya). 18
Masa muda seringkali diidentikkan dengan kekosongan, kelabilan,
kegamangan, ketidakberimbangan berkesinambungan (transmitted-deprivation),
terlalu percaya diri (over-confidence), egoisme, arogansi dan narsisme. Apapun
yang datang langsung diadopsi tanpa reserve sedikitpun, mudah masuk
mempengaruhi pemuda dan juga orang tua, serta meng-kooptasi mereka. Maka
pemuda sebagai pewaris bangsa harus termotivasi untuk menggali potensi dalam
dirinya dengan penuh semangat, mobile, aktif, dinamis, antusias dan kritis, ilmiah,
objektif dan rasional. Adanya gerakan dan organisasi kepemudaan seperti
Pramuka, Resimen Mahasiswa, KNPI, PMR, HMI, IMM, IPNU, PMII, KAHMI,
Pemuda Pancasila, Pemuda Pancamarga, Young Celebes. Young Islamieten Bond
dan lainnya mengindikasikan bahwa pemuda mampu membuktikan peran mereka
berpartisipasi membangun bangsa. Pertanyaannya, apakah semua itu
dilatarbelakangi idealisme yang kuat atau sebaliknya terkontaminasi, sengaja
mengkooptasikan diri untuk kepentingan tertentu? Tidak sedikit sebenarnya apa
yang dapat pemuda lakukan di usia mereka tersebut bila sekedar ingin eksis dan
diakui publik keberadaannya. Tapi yang paling penting adalah keberadaan
17
A.W.Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia terlengkap, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), hlm. 688
18
Kata,”fityah” dapat ditemukan dalam QS, al-Kahfi (18): 13, “Innahum Fityatun
Aamanuu bi rabbihim wa Zidnaahum Hudaa” (Sesungguhnya mereka adalah para pemuda yang
beriman kepada Tuhan mereka, dan kemudian kami tambahkan petunjuk kepada mereka). Dalam
ayat tersebut, Allah menegaskan bahwa keberadaan pemuda (Ashaabul Kahfi) adalah benar-
benar terjadi dalam sejarah manusia. Dan dalam QS, al-Kahfi (18): 25 diceritakan bahwa mereka
tertidur di gua al-Kahfi selama tigaratus tahun Sembilan hari (walabitsuu fi Kahfihim
Tsalaatsami’atin wazdaaduu Tis’an).
pemuda harus bermanfaat bagi orang lain (being useful for all) dan memberikan
kemaslahatan.
Lebih jauh lagi, SDM yang diinginkan adalah sosok yang berkarakter;
tidak sekedar memahami Pancasila, tapi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
benar-benar tertanam dalam jiiwa. Dan kemudian apa yang dicerna dari falsafah
negara tersebut tersentuhkan kepada siapapun yang ada disekitarnya. Keberadaan
dirinya menjadi nuansa tersendiri bagi orang lain. Para pemuda (pewaris Bangsa)
tidak boleh dibiarkan kosong dan terlena dengan kekayaan yang semu serta masa
muda yang bias. ―Inna al Faraagha wa al Jidata Mafsadatun li almar‟I ayya
Mafsadatin”. Sesunggahnya hal tersebut akan menggiring manusia kepada
kerusakan yang sangat fatal. Tanpa karakter adalah dosa sosial setara dengan
politik tanpa prinsip, kekayaan tanpa kerja keras, perniagaan tanpa moralitas,
kesenangan tanpa nurani, sains tanpa humanitas pengorbanan, kata M.K. Gandhi
delapan dekade lalu.
Perihal tersebut dan dalam rangka membentuk SDM berkarakter,
pemerintah memiliki komitmen nasional dalam bentuk pendidikan karakter
sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional; Pendidikan Nasional mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cukup kreatif, mandiri
dan menjadi warga Negara demokratis serta bertanggung jawab.19
Bila dianalisis secara seksama, maka pendidikan merupakan media
yang paling efektif untuk membentuk pemuda berkarakter. Ki Hajar Dewantara
19
Perihal tersebut, sudah dikembangkan program rinstisan, yaitu: pertama,
pengembangan nilai esensial budi pekerti yang dirinci menjadi 85 butir (Dikdasmen 1989 sd.
2007).kedua, pengembangan nilai dan etos demokratis dalamkonteks pengembangan budaya
sekolah yang demokratis dan bertanggung jawab (Dikdasmen 1991 sd. 2007).Ketiga,
pengembangan nilai dan karakter bangsa (Dikdasmen 2002 sd. 2005). Keempat, pengembangan
nilai-nilai anti korupsi yang mencakup jujur, adil, berani,kerja keras, peduli, sederhana dan
disiplin (Dikdasmen dan KPK, 2008-2009), serta pengembangan nilai dan perilaku keimanan dan
ketakwaan dalam konteks tauhidiyah dan religiusitas-sosial (Dikdasmen, 1998 sd. 2009).
menyebutkan tiga aspek dalam diri pemuda yang tidak boleh diabaikan dan tidak
juga boleh dipisahkan dalam pendidikan, yaitu: budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak untuk tujuan kesempurnaan hidup.
Tiga aspek pendidkkan karakter adalah: pendidikan moral, pendidikan
kewarganegaraan dan pengembangan karakter. Aspek-aspek tersebut tidak
diberikan sekaligus secara instan, tapi harus berdasarkan pada prinsip dan
pendekatan program pengembangan. Yaitu: berkelanjutan, melalui semua mata
pelajaran, nilai-nilai dikembangkan bukan semata diajarkan, dan dilakukan secara
aktif dan menyenangkan. Karakter adalah sesuatu yang harus melekat dalam
wujud-wujud kebudayaan dan peradaban manusia (wujud ideal, wujud kelakuan
dan wujud material).20
Pada akhirnya, SDM berakarakterlah yang menjadi idaman dan harapan
bangsa. Bila terwujud, maka sosok demikian yang diharapkan mampu merubah
negeri ini ―Fi Ayyi Ardhin Tatha‟u wa Anta Mas‟uulun „an Islaamiha‖ (Di bumi
mana kamu berpijak, maka kamu bertanggung jawab atas keislamannya).
―Kullukum Raa‟in wa Kullukum Mas‟uulun „an Ra‟iiyatihi‖ (Setiap kamu
pemimpin dan kemudian bertanggung jawab akan keberadaan rakyatnya). Maka
galilah nilai-nilai positif yang terkandung dalam Pancasila.
20
Rusydi Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2015), cet.2.,h.2
21
Asep sahid gatara dan subhan sofhian, Pendidikan kewarganegaraan,
(Bandung:Fokus media, 2012)., h.82
22
Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila Demokrasi Hak Asasi Manusia Dan Mayarakat
Madani,(Jakarta :Prenada Media Gruf, 2003).,h. 160
23
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2008).,h. 2 Kata Madinah berasal dari kata dalm bahasa Arab yaitu Tamaddun,
mengandung pengertian peradaban atau kemajuan telah dicapai. Kata kerja asal istilah tersebut
adalah tamaddana-yatamaddanu-tamaddun, berarti berperadaban (civilized). Terma Madina, di
dalam bahasa Indinesia berarti kota, yaitu Kota Madinah, sebuah kota yang identik dengan
kemajuan yang dicapai. Perubahan nama dari yastrib ke sebutan madinah, bukan tanpa alasan,
tapi perubahan nama yang mengambarkan cita-cita Nabi. Yaitu: Istilah yang belakangan
digunakan untuk masyarakat yang sudah maju, dinamis dan beperadaban tinggi adalah madani
(masyarakat madani) da sebutan lain yang disinonimkan dengan istilah tersebut adalah
masyarakat sipil (dari bahasa inggris civil), berarti warga negara yang berkemajuan. Dua istilah
tersebut tampaknya memiliki kesamaan makna, tapi berbeda sumber pengembalianya. Yang
pertama merujuk kepada supremasi kota madinah, sedangkan kedua merujuk ke kejayaan masa
lalu di Barat. Kelompok liberal tidak menyetujui pemaduan dua istilah,masyarakat madani dan
civil society. Terma Civil Society digagas oleh John Locke atau Montequieu pada abad ke-18M.
Sebeleumnya juga sudah digagas di Yunani Kuno—societies civillis. Lihat Usman Quraisy, Good
Governance: dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah, ((Jambi: Syariah Press Sulthan Thaha
Jambi, 2011).,h. 2
24
Naskah Piagam Madinah secara lengkap dapat dilihat dalam Ahmad Ibrahim al-
Syarif, Daulat al-Rasul fi al-Madinat, (Kuwait: Dar al-Bayan, 1972), 90-94 Beberapa item penting
tentang muatan naskah Piagam Madinah tersebut antara lain adalah; Pasal 24 misalnya,
memperlihatkan bahwa Yahudi telah mengingatkan diri untuk memberikan kontribusi untuk
biaya perang dalam mempertahankan Madinah. Mereka memiliki komitmen membantu kaum
muslim selama dalam situasi perang. Dalam pasal 45, diatur larangan bagi kaum Yahudi untuk
membantu kaum quraisy ketika dalam perang dengan Islam. Lihat dalam Akram Dhiyauddin
Umari, Masyrakat Madani
25
Irwan Abdullah, Berpihak pada manusia: Paradigma Nasional, Pembangunan
Indonesia Baru, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).,h. 14-15
26
Georg Sorensen, Demokrasi dan Demok.,h. 5
public harus diikuti dengan berbagai aturan sehingga proses sebuah usaha dapat
dilakukan dengan baik dan efisien, selain itu pemerintah juga harus menjadi
public server dengan memberikan pelayanan yang baik, efektive, efisien, tepat
waktu serta dengan biaya yang murah, sehingga mereka memiliki kepercayaan
dari masyarakat. Partisipasi masyarakat sangat berperan besar dalam
pembangunan, salah satunya diwujudkan dengan pajak.
H. Ikhtitam
Pancasila telah lahir dalam segala bentuk dan upaya - upaya yang saat
ini masih di guncangkan dengan isu akan di ganti dasar negara kita, tapi dalam
perjalanannya pancasila telah berkali – kali di kaji dan di telaah dan hasilnya
pancasila itu hadir dalam keadaan yang bisa mempersatukan umat dan agama kita.
Pancasila sebagai dasar negara berarti Pancasila menjadi dasar atau pedoman
dalam penyelenggaraan negara. Seandainya negara adalah sebuah bangunan,
maka Pancasila sebagai fondasi yang nantinya akan dijadikan tempat berpijak
bangunan-bangunan berikutnya.
Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara adalah Pancasila berperan
sebagai dasar, landasan, pedoman yang digunakan untuk mengatur seluruh tatanan
kehidupan bangsa dan juga negara Indonesia, segala sesuatu yang berhubungan
dengan pelaksanaan sistem ketatanegaraan Negara kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang harus berdasarkan Pancasila. Atau dengan kata lain semua peraturan
yang berlaku di Negara Republik Indonesia harus bersumber pada Pancasila.
Melihat dari sudut pandang makna pancasila sebagai dasar negara kita tentu dapat
disimpulkan bahwa pancasila sangat berperan sebagai pemantau bagi bangsa
Indonesia dalam menilai kebijakan pemeritahan maupun segala fenomena yang
terjadi di masyarakat.
Demikian uraian penelitian ini. Mudah-mudah apa yang kita
idealisasikan tentang kepribadian bangsa ini dapat terealisasikan dengan baik.
“Young today, leaders tomorrow” adalah obsesi besar negeri ini, karena mereka
adalah tiang tempat bergantungnya masyarakat. Dan mudah-mudahan kita
senantiasa dalam lindungan Allah, SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Wassalam
wallahu a‟lam bisshawaab.
DAFTAR PUSTAKA
Badri, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2008
Kansil, dkk, Pancasila dan Undang Undang Dasat 1945: Pendidikan Pancasila
di Perguruan Tinggi, Jakarta: Pradnya Paramita, 2003
Rusydi Sulaiman, Nilai-Nilai Karakter Islam: Berhulu dari Rahmat, berhilir pada
Rahmat, Bandung: Marja, 2013
Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila Demokrasi Hak Asasi Manusia Dan
Mayarakat Madani, Jakarta :Prenada Media Gruf, 2003