28 56 1 SM PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP BANGSA MENUJU


STABILITAS NKRI

Oleh: Rusydi Sulaiman


Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN SAS BABEL
Email: abirusydi@yahoo.co.id

Abstract
Republic of Indonesia (NKRI) is a country that was formed based on nationalism
by Indonesian who aims to protect the people and all the winnowing of Indonesia,
to promote the society welfare, educate the nation and participate in establishing
of world order based on freedom, ever lasting peace and social justice, but keep
Pancasila as the state ideology. This research uses existing literature and
phenomena, that the vision and the values contained in Pancasila culturally
desirable so embedded in the heart, character, personality and color the habits,
behavior and activities of the institutions of society. The five basic values
contained in Pancasila gives the meaning of life and the demands and purpose of
life. In other words, Pancasila is the moral ideals that bind the people of
Indonesia all citizens, either individually or as a unitary nation.

Keywords: Pancasila, NKRI

A. Mukaddimah

Indonesia adalah Negara Kesatuan yang diakui di dunia internasional,


baik secara de facto maupun secara yuridis sebagaimana negara berdaulat lain
dengan batas wilayah tertentu. Diantaranya karena negara ini memang telah
memproklamirkan kemerdekaannya, memiliki kedaulatan penuh, dan juga
memberi apresiasi kepada warganya dengan setinggi-tingginya. Bila setiap warga
negara diberi kesempatan, tentu ia mampu berbuat yang terbaik bagi kemajuan
bangsa. Baik buruknya sebuah Negara sangat tergantung pada kepribadian dan
peran strategis warganya di tengah masyarakat dan hubungannya juga dengan
dunia luar.
Harapannya, keberadaan Bangsa Indonesia menjadi lebih berkualitas
dari waktu ke waktu. Apalagi Indonesia diperkuat dengan landasan-landasan
tertentu sebagai pijakan, Dan begitu banyak tokoh yang menginspirasi kita untuk

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 40


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

menjadi besar dan berenergi, sehingga menjadi sosok,‖Young today leader


tomorrow/ Syubbaan al-Yaum, Rijaal al-Ghad‖. Selebihnya kita termotivasi untuk
membekali diri dengan wujud budaya/ kebudayaan dan peradaban—to be
civilized-people, kemudian berbuat sebanyak-banyaknya untuk orang lain.‖Be
useful for all”.”Berani hidup, tak takut mati. Takut mati, jangan hidup. Takut
hidup, mati saja”. “Sekali hidup, hiduplah yang berarti”.”Hidup sekali, setelah
itu mati”. Apa yang diukir oleh siapapun termasuk dalam sejarah, mesti akan
dikenang oleh orang sesudahnya.
Namun kenyataannya tidak demikian, statemen positif diatas tidak
mengindikasikan kebaikan sama sekali. Belakangan ini, begitu banyak
penyimpangan di masyarakat. Perampokan, penggelapan, perjudian, NARKOBA,
dekadensi moral dan semacamnya—meraja lela dimana-mana— mengarah kepada
disorganisasi sosial yang sangat meresahkan. Pancasila yang semestinya andalan
dalam berbangsa dan bernegara dikesampingkan, bahkan di era reformasi,
pedoman dan falsafah Negara tersebut dibuang jauh-jauh. Sebagian masyarakat
turut mengamini. Situasi Negara menjadi carut marut, dan para pemuda tidak
menunjukkan jatidiri mereka. Semangat nasionalisme terkikis habis dan setiap
yang berbau Negara dipersepsikan secara apriori—tidak mengundang greget atau
sentuhan yang menggerakkan. Apresiasi perlu diberikan kepada Orde Baru,
karena rezim tersebut cukup lama mengagung-agungkan Pancasila, dan
sebaliknya tidak pernah mentolerir siapapun yang menolaknya.
Berkenaan dengan hal tersebut, diperlukan kembali kepada pilar-pilar
kebangsaan dalam wadah Negara, NKRI. Revitalisasi Pancasila dan penguatan
nilai-nilai didalamnya adalah solusi yang ditawarkan makalah ini untuk
mereformasi bangsa Indonesia yang sudah berada di titik nadir peradaban, maka
perlu diarahkan untuk menjadi yang lebih baik. Jangan lalai dan terlena, padahal
bangsa ini memiliki potensi besar dalam diri yang tentu sangat bisa dikembangkan
untuk capai kemajuan.

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 41


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

B. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian dan Sifat penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yakni melalui
penelusuran kepustakaan (library research), yaitu jenis penelitian dari
khazanah literature dan menjadikan ―dunia teks‖ sebagai objek utama
analisinya dengan cara menuliskan, mengkreditkan, mengklasifikasi,
mereduksi dan menyajikan data yang diperoleh dari sumber tertulis.1
Penelitan ini bersifat deskriptif analitik yang dimaksudkan untuk
mengumpulkan informasi mengenai keterangan suatu variabel dan tema serta
keadaan yang ada yaitu keadaan yang terdapat pada saat penelitian. 2 Penulis
mencoba menganalisis muatan isi literatur-liteatur yang berkaitan dengan
pancasila sebagai pandangan hidup bangsa menuju Stabilitis NKRI.
Penelitian ini digunakan untuk memecahkan masalah aktual maupun yang
sudah lampau, dengan jalan mengumpulkan data, menyusun dan
mengklarifikasikannya dan menganalisisnya.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan tekstual dan fenomenologis.
Dengan pendekatan ini diharapkan dapat ditemukan variabel yang ingin
dicapai dengan melihat fenomena-fenomena kepemudaan yang ada dalam
masyarakat baik itu bersumber dari media masa maupun fenomena sosial
yang terjadi.
3. Sumber Data
Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, maka teknik
pengumpulan datanya dengan cara mengkaji dan menelaah berbagai buku-
buku sumber tertulis yang mempunyai relevansi dengan kajian ini, selain itu
artikel-artikel serta jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.

1
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogakart: Rake Sarasin, 1989).,h.
43
2
Mukhtar dan Ema Widodo, Konstruksi ke Arah Penelitian Deskriptif, (Yogyakarta:
Auyrous, 2000).,h. 5

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 42


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

C. Peran Tokoh dalam Sejarah NKRI


NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) adalah bangsa yang
diakui kemerdekaannya pada tgl. 17 Agustus 1945, walaupun sedikit mengalami
pergolakan pasca proklamasi. Agresi Belanda I (1947) dan II (1948) merupakan
bukti autentik intervensi Imperialis Belanda yang bermaksud mengokohkan
kembali kolonialisasinya. PBB pun turun tangan mengakui kedaulatan negeri
terbesar di Asia Tenggara ini. Peristiwa tersebut tentu disebabkan oleh perjuangan
gigih para pemuda saat itu. Mereka benar-benar telah memberikan kontribusi
terhadap NKRI dan menggugah pihak luar sehingga tidak semena-mena
mencabik-cabik Indonesia yang secara de jure sudah merdeka. Tepatnya pada
tahun 1950, berkat Soekarna yang relatif masih muda, Negara ini resmi diakui
keanggotaannya di organisasi besar dunia, yaitu PBB (Perserikatan Bangsa
Bangsa).
Jauh sebelum ―sumpah pemuda‖ yang lahir pada tanggal 28 Oktober
1928 sudah adanya pergerakan pemuda seperti Budi Utomo, Sarikat Islam dan
Organisasi-organisasi pemuda lainnya telah menggebu-gebu bergerak yang
menandakan adanya pergolakan dan pergerakan pemuda pada saat itu. Dan masih
sangat berbekas di benak kita peristiwa reformasi yang berhasil menumbangkan
rezim Orde Baru pada tahun 1998. Kalangan mahasiswa lah dalam hal ini
mewakili pemuda dalam memerangi ketidakadilan di tanah air tercinta.
Lalu kemudian bagaimana dengan karakter pemuda saat ini? Karakter
pemuda yang sudah melekat di paradigma masyarakat sebagai kelompok yang
sudah mendominasi media masa dengan kritikan dan sanggahan ―pedas‖ terhadap
kebijakan yang ada, bahkan menjadi motor konflik antar agama, suku dan Ras.
Bukti peran dan kontribusi pemuda dapat dibuktikan dalam ulasan
sejarah Indonesia yang diajarkan di sekolah, seperti: adanya. Perhimpunan
Indonesia di Belanda (1906), Boedi Oetomo (1908) dan gerakan/ organisasi
lainnya sampai munculnya gerakan Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Gerakan
dan organisasi keagamaan yang dimobilisasi oleh pemuda pesantren dan Islam
lokal di awal abad kedua puluh masehi, seperti Muhammadiyah, Nahdhatul
Ulama, al-Khairiyat, al-Irsyad, Masyumi, Tarbiyah Islamiyah, Muslimin

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 43


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

Indonesia, syarikat Islam. Dan tak ketinggalan gerakan pemuda non-muslim.


Kesemuanya berhubungan dengan upaya terealisasinya kemerdekaan Republik
Indonesia yang didorong oleh semangat nasionalisme yang kuat. Tentunya ada
landasan yang telah dirumuskan menjelang kemerdekaan.3 Istilah yang dikutip
dari Yudi latif adalah bahwa dasar Negara tidak dipungut dari udara, melainkan
digali dari bumi sejarah keIndonesiaan yang tingkat penggaliaannya tidak berhenti
sampai zaman gelap penjajahan, melainkan menerobos jauh kebelakang hingga
zaman kejayaan nusantara terdahulu.4 Dari dulu hingga sekarang, para tokoh dan
tak ketinggalan sebagian pemuda energik negeri ini telah membuktikan peran
mereka demi kedaulatan NKRI.

D. Pancasila Sebagai Falsafah Negara


Setiap kebenaran yang digagas manusia bersifat sangat relatif termasuk
Pancasila yang melandasi NKRI, terlebih ia bukan agama. Kebenaran mutlak
berada di tangan Tuhan sebagai The ultimate reality/ al-Haqq al-Awwal. Namun
demikian, sebagai dasar kerohanian Negara yang merupakan cita-cita bangsa,
Pancasila harus diamalkan dalam realitas kehidupan bermasyarakat. Terasa sulit
mungkin bila gagasan perwujudan Pancasila tidak muncul dalam sejarah
Indonesia sebelumnya.
Sebagai falsafah Negara, Pancasila tidak muncul dari situasi yang
vakum—total break, melainkan dirumuskan atas dasar idealisme yang kuat,
pengorbanan dan renungan sejarah yang mendalam. Beberapa tahapan yang
dilakukan para tokoh sebelum Pancasila dijadikan sebagai landasan Negara adalah
sebagai berikut :

3
Dr. Radjiman Wediodiningerat selaku ketua BPUPKI pada 29 Mei 1945 meminta
kepada sidang untuk mengemukakan dasar Negara Indonesia merdeka. Permintaan itu
menimbulkan rangsangan anamnesis. Dia memutar kembali ingatan para pendiri bangsa ke
belakang. Hal ini mendorong mereka untuk menggali kekayaan kerohanian, kepribadian, dan
wawasan kebangsaan yang terpendam dalam sejarah. Bahan-bahan pemikiran rumusan dasar
Negara telah dipersiapkan setidaknya sejak dekade 1920-an ; sebuah upaya mensistesiskan aneka
Ideologi dan gugus pergerakan dalam rangka membentuk blok nasional demi mencapai
kemerdekaan Negara Indonesia. Lihat juga dalam Yudi Latif, Negara Paripurna; Historisitas,
rasionalitas dan aktualitas Pancasila (PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta,2011 ) hlm. 4
4
Yudi Latif, Negara Paripurna., hlm. 4

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 44


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

Pertama, pada tahun 1924 yang disebut fase pembuahan, perhimpunan


Indonesia di Belanda merumuskan konsepsi ideologi politiknya menuju
kemerdekaan didasarkan pada empat prinsip: Persatuan nasional, solidaritas, Non
Koperasi dan Kemandirian. Tak ketinggalan Cokroaminoto mengusulkan sintesis
antara Islam, sosialisme dan demokrasi. Perhimpunan Mahasiswa di Cairo yang
meragukan relevansi Pan-Islamisme ketika pulang ke Indonesia pada 1929-1931
(Ilyas Yakub dan Muchtar Luthfi) memimpin Partai Persatuan Muslimin
Indonesia pada tahun 1932 dengan slogan Islam dan Kebangsaan. Mereka berdua
mempertautkan diri dengan gerakan nasionalisme modern. Menanggapi ide
tersebut, pada tahun 1926, Soekarno menulis Essai tentang nasionalisme,
Islamisme dan Marxisme dalam majalah, ―Indonesia Moeda‖, dalam kerangka
konstruksi kebangsaan dan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1930-an, muncul
rumusan sintesis dari substansi ketiga ideologi diatas, yaitu sosio-nasionalisme
(semangat kebangsaan yang menjunjung tinggi pri kemanusiaan kedalam dan
keluar), dan sosio-demokrasi (demokrasi yang memperjuangkan keadilan sosial
yang tidak hanya memedulikan pihak sipil dan politik melainkan juga hak
ekonomi). Setelah itu muncullah sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928 yang
menghubungkan segala keragaman dalam kesatuan tanah air dan bangsa serta
menjunjung bahasa persatuan.
Kedua, Fase Perumusan, pancasila dirumuskan oleh BPUPK pada
tanggal 29 Mei–1 Juni 1945, menyusul pernyataan PM Jepang Kuniaki Koiso
pada tanggal 7 september 1944 yang mengatakan bahwa Indonesia pasti diberi
kemerdekaan. Kemerdekaan diberikan dengan 2 tahap, yang Pertama melalui
BPUPK dan disusul dengan pendirian PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia). Tugas dari BPUPK melakukan usaha-usaha penyelidikan
kemerdekaan sementara tugas penyusunan rancangan dan penetapan UUD
menjadi kewenangan PPKI.5 Politik Jepang tersebut menyisakan pertanyaan,

5
Rumusan dasar Negara tersebut diproses melalui dialog yang cukup kuat antara
beberapa tokoh Indonesia setelah mendengar usulan Radjiman Diningrat diantaranya yaitu Muh.
Yamin, Winatakosoema Sueryo, Suesanto Tirto Projo, Dasaat, Agus Salim, Adurrahim, Prataly
Karma, Abdul Kadir, K.H Sanoesi, Ki Bagoes Koesoemo dan Soepomo, Muh. Hatta, Liem Koen
Hian, Sostro Diningrat, Dahler. Pentingnya nilai persatuan, kemanusiaan dan ketuhanan dan
keadilan/kesejahteraan sosial sebagai fundamen kenegaraan. Ketika belum ditemukannya

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 45


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

apakah sebuah kemerdekaan diberi atau sebaliknya diperjuangkan sampai ke titik


darah penghabisan.
Berkat perjuangan dan pengorbanan pemuda Indonesia yang kreatif,
batas-batas formalitas ternafikan untuk mempercepat upaya kemerdekaan.
Soekarno kemudian mengidealisasikan lima prinsip, yaitu: kebangsaan Indonesia,
internasionalisme atau prikemanusiaan, mufakat/ demokrasi, kesejahteraan sosial
dan ketuhanan yang berkebudayaan.6 disebut ―Panca Sila—menjadi Pancasila‖.
Kemudian dibentuk panitia kecil dibawah BPUPK bertugas mengumpulkan ide-
ide untuk dibahas dalam sidang berikutnya (10-17 Juli 1945) dibawah pimpinan
Soekarno dengan agenda rapat meliputi: Indonesia merdeka selekas-lekasnya,
dasar negara, bentuk Negara (uni atau federal), daerah Negara Indonesia, Badan
Perwakilan Rakyar, Badan Penasehat, bentuk negara dan kepala negara, soal
pembelaan, dan soal keuangan. Akhirnya muncul panitia Sembilan yang diketuai
Soekarno yang bertugas menyusun rancangan Pembukaan Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia yang didalamnya termuat Dasar Negara. Kesepakatan
rumusan ditandatangani pada tanggal 22 Juni 1945 oleh tim sembilan. Pembukaan
Undang Undang yang disebut, ‖Mukaddimah”, oleh M.Yamin dinamakan,
‖Piagam Jakarta”, dan oleh Sukirman Wirjosandjojo― dinamakan,”Gentlement‟s
Agreement”.7 Pada sidang kedua BPUPK, Radjiman membentuk tiga kelompok
panitia; panitia perancang hukum dasar, panitia perancang keuangan dan ekonomi,
dan panitia perancang pembelaan tanah air. Masing-masing diketuai oleh
Soekarno, Muhammad Hatta, dan Abikoesno Tjokrosoejoso. Di luar sekenario
Jepang, tokoh-tokoh Indonesia berhasil menyusun dasar Negara (Pancasila) dalam
Pembukaan UUD—versi Piagam Jakarta—sebagai norma dasar (Grundnorm),
yang menuwai perumusan (batang tubuh) UUD sebagai aturan dasar (Grund

rumusan yang sistematis dan holistic dasar Negara, Muh. Yamin dan Soepomo mampu
membuatkan formula yang lebih tepat sebagaimana yang diusulkan oleh Radjiman yaitu prinsip
ketuhanan, kemanusiaan,persatuan, permusyawaratan, dan keadilan/kesejahteraan. Kemudian
dari keseluruhan refleksi historis tersebut yang dikembangkan sejak 1920an, muncullah pidato
bung Karno pada 1 Juni 1945 sekaligus disebut sebagai hari kelahiran Pancasila bagi Bangsa
Indonesia. Lihat juga dalam Kansil, dkk, Pancasila dan Undang Undang Dasat 1945: Pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2003), hlm. 49
6
Yudi Latif, Pancasila…, hlm. 15-16
7
Ibid., hlm. 24

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 46


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

gesetze).
Dan ketiga, fase Pengesahan. Tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang
secara spesifik menguntungkan umat Islam mengundang protes kelompok agama
lain. Hal itulah yang membisik batin anggota PPKI yang kemudian bersidang
pada tanggal 18 Agustus 1945, sehingga mengganti tujuh kata tersebut dengan
kata,‖Yang Maha Esa‖, demikian pula bunyi Pasal 29 ayat 1. Empat orang yang
merepresentasi umat Islam adalah Ki Bagoes Hadikoesoemo (Muhammadiyah),
Wachid Hasjim (NU), Kasman Singodimedjo dan Teuku Hasan. Ternyata Bung
Hatta memiliki peran penting perihal tersebut, karena beliau telah melakukan
pendekatan kepada tokoh-tokoh perwakilan umat Islam saat itu. Singkatnya,
resmilah Pancasila sebagai dasar NKRI yang berfungsi sebagai falsafah Negara
(way of life) setelah melalui beberapa tahapan sejarah konseptualisasi;
pembuahan, perumusan dan pengesahan.

E. Penguatan Nilai-nilai Pancasila


Dalam perjalanannya, kekuatan legalitas dasar Negara tersebut
mengalami pergolakan tertentu sehingga mengundang pemikiran baru para
pemikir di zamannya. Muncullah beberapa kebijakan pemerintah yang
bersentuhan dengan Pancasila, yaitu: a). Hari Kesaktian Pancasila (1 Oktober
1965) pasca rongrongan PKI; b). Periode awal penerapan Pancasila (Politik
Parlementer, 1945-1959)— Agresi Militer Belanda, pembubaran Konstituante,
UUD 1950 tidak berlaku, dan pemberlakuan kembali UUD 1945; c). Periode
Demokrasi Terpimpin (Orde Lama: 1959-1966); d). Demokrasi Pancasila (1968),
ketetapan MPRS No. XXXVII/MPRS/1968;8 e). Periode Orde Baru (1967-1998)
yang mengagung-agungkan Pancasila bak Tuhan melalui program P4-nya; f).
Periode Reformasi (1999-kini), meminimalisir pengaruh Orde Baru dan
mengembalikan kebebasan rakyat, sehingga berakibat pada posisi; Pancasila
hampir ditinggalkan. Bagaimana kemudian bila pengabaian Dasar Negara tersebut
berakibat fatal bagi masa depan rakyat di negeri ini? Tentu hal tersebut menjadi
tanggung jawab kita bersama.

8
Kansil, dkk, Pancasila dan).,h. 42-44

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 47


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

Sebagai falsafah Negara, Pancasila memiliki nilai-nilai kuat yang


terkandung didalamnya, yaitu: Pertama, nilai ketauhidan. Bangsa Indonesia wajib
meyakini faham monotheisme, satu Tuhan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Keesaan
Tuhan yang dicantumkan dalam sila pertama Pancasila adalah keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan yang satu bagi setiap agama yang diakui di Indonesia.
Dan Negara menjamin kemerdekaan setiap warga Negara untuk menganut
agamanya masing-masing. Keleluasaan sikap positif dalam beragama sangat
dijaga. Kedua, nilia-nilai inklusifitas, spiritualitas, humanisme/kemanusiaan,
kebersamaan, demokrasi, dan keadilan. Nilai-nilai tersebut bila ditanamkan dalam
diri setiap individu dan disentuhkan kepada sesama di tingkat lokal dan yang lebih
luas, niscaya bangsa ini akan senantiasa diapresiasi setinggi-tingginya oleh bangsa
lain. Ternyata wawasan dan sikap Bangsa Indonesia tidak sempit.
Ketiga, A living and working ideology. Pancasila merupakan ideologi Negara
yang tidak statis, tetapi selalu hidup, berkembang dan dinamis. Ia sangat terbuka,
bisa diakses siapapun, tidak diperuntukkan bagi kelompok tertentu. Dihapusnya
tujuh kata dalam sila pertama sebelumnya (dalam Piagam Jakarta), karena
Pancasila dikenal sebagai ideologi pemersatu atau idelogi nasional, bukan
monopoli masyarakat tertentu pula.9
Adapun nilai keempat yang terkandung dalam Pancasila adalah prinsip
Good Governance. Sebuah Negara digagas pembentukannya oleh tokoh-tokoh
yang memiliki reputasi dan integritas diri yang tinggi menuju Negara yang baik.
Good Governance adalah Negara madani, sebuah Negara yang penduduknya
bergelar,”civil-society”. Al-farabi menyebutnya,”al-Madiinah al-Fadhilah‖,
Negara utama. Budaya dan peradaban tinggi menjadi ciri masyarakatnya. Dan
mustahil Negara semacam ini tanpa keikutsertaan rakyat atas dasar komitmen
bersama, menjunjung tinggi asas Negara Bangsa (nation-state) dengan perbedaan

9
Nilai-nilai dalam Pancasila sebagai idelogi terbuka adalah sebagai berikut: pertama,
nilai-nilai dasar, yakni tentang cita-cita, tujuan, serta lembaga-lembaga penyelenggara (MPR,
DPR, Presiden, DPA, MA, BPK, Pemda) termasuk tata hubungan antar lembaga serta tugas dan
wewenangnya yang bersifat tetap sepanjang zaman. Kedua, nilai-nilai instrumental , yang
merupakan arahan, kebijaksanaan, strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaannya
(Departemen, Ditjen, Gubernur dan lain-lain) yang sapat disesuaikan dengan kehendak zaman
Kansil, dkk, Pancasila.,h. 32

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 48


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

yang tegas antara urusan privat dan urusan publik, antara harta milik pribadi dan
harta milik umum.10 Diantara prinsip-prinsip Good Governance adalah:
partisipasi, penegakan hukum, transparansi, responsif, orientasi kesepakatan,
keadilan, efektifitas dan akuntabilitas.11 Kelima, visi demokratis modern tentang
hubungan negara dengan masyarakat. Negara tidak dibangun atas dasar sikap
otoriter seorang pemimpin, tetapi ada konstitusi yang melegitimasi kekuasaannya.
Sinergitas antara pihak legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam menjalankan
Negara, serta partisipasi pihak-pihak yang berada di luar kekuasaan sangat
penting. Negara harus bersikap demokratis terhadap rakyatnya. Keenam,
persatuan dan kesatuan. Dengan dasar nasionalisme, bangsa ini harus memupuk
persatuan yang erat antar sesama warga Negara tanpa membedakan suku dan
golongan serta tekat yang bulat dan satu cita-cita bersama. Kebangsaan yang
dimaksud adalah nasionanlisme yang tidak sempit yang hanya mengagung-
agungkan bangsa sendiri dan merendahkan bangsa lain (bersifat kedalam dan
keluar).12
Satu hal yang segera harus dilakukan adalah menggali nilai-nilai yang
terkandung dalam sila-sila Pancasila tersebut sebanyak-banyaknya, dan
melanjutkan dengan proses penguatan ke tengah masyarakat. Artinya nilai-nilai
tersebut tidak hanya disosialisasikan, melainkan disistematisasikan. Atau mungkin
perlu di-ideologisasikan ke dalam lubuk hati setiap warga Negara seperti yang
telah diterapkan Orde Baru. Terbukti sangat ampuh. Tidak seorangpun yang
berani menolak ideologi tersebut, walaupun dengan suguhan penafsiran versi
rezim berkuasa.
Namun demikian, otoritas Pancasila tidak boleh melebihi agama yang
dianut, karena ia bukan agama apalagi di-Tuhan-kan. Pancasila sesungguhnya
cerminan wujud ideal dan kelakuan budaya yang bersumber dari kekuatan logika
dan kedalaman renungan manusia. Dalam perspektif yang agak moderat,

10
Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, jakrta: Gramedia Pustaka Umum-Universitas
Paramadina dan Perkumpulan Membangun Kembali Indonesia, 2004).,hlm.120-121
11
Usman Quraisy, Good Governance dalam Perspektif Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah, (Jambi: Syari’ah Press IAIN Jambi, 2011).,hlm. 18
12
Kansil,dkk., Pancasila.,hlm. 75

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 49


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

Pancasila ada dalam agama. Penggagas dasar Negara tersebut adalah orang-orang
yang beragama. Dan agama bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki
kemutlakan dan kebenaran sejati (The ultimate reality). Pancasila tidak sekedar
sinyal, melainkan citra yang dibanggakan bangsanya sepanjang masa. Tapi
Pancasila sekali lagi bukanlah benda magis menyamai Tuhan, dan bukan
segalanya. Ia diperuntukkan bagi Bangsa Indonesia untuk sebuah kedaulatan dan
kemaslahatan umat beragama.

F. Menuju Sumber Daya Manusia Berkarakter


Ada 18 nilai-nilai yang harus disisipkan dalam proses pendidikan di
Indonesia. 18 nilai tersebut antara lain: religious, jujur, toleransi, disiplin, kerja
keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta
tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggungjawab. 13
Muwafik saleh dalam bukunya yang berjudul Membangun Karakter
dalam Hati Nurani menjelaskan bahwa karakter sukses generasi bangsa terbagi
menjadi 20 yaitu jujur (honest), Berpandangan Jauh ke Depan (Forward Looking),
Bisa memberikan Inspirasi (inspiring), Kompeten (competent), Adil (Fair
Minded), Mendukung (Supporting), Berpandangan luas (Broad mindid), Cerdas
(Intelligent), Terus terang (Straight-forward), berani (courageous), Bisa
diandalkan, bisa bekerja sama (Team Work), kreatif (creative), Peduli dengan
orang lain (Care, attention), tegas (clear), Matang (adult), Berambisi (ambition),
Loyal (loyality), mampu mengendalikan diri (self control), dan independen
(independent).14
Presiden Ir. Soekarno pernah berkata, ―There‟s no nation-building
without character-building‖, (Tidak akan mungkin membangun sebuah Negara
kalau pendidikan karakternya tidak dibangun). Ini menandakan betapa pentingnya
pendidikan karakter atau pendidikan moral dalam membangun jati diri suatu

13
Dikutip dari kemendikbud.go.id., 2011
14
Muwafik Saleh, Membangun Karakter dengan Hati nurani, (Jakarta: Erlangga,
2012).,h. 385

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 50


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

bangsa. Namun kemudian adalah kita mengerti dengan berbagai permasalahan


yang terjadi adalah sebuah cerminan bangsa ini sedang mengalami krisis karakter.
Banyak hal yang bisa ditinjau, mulai dari pergaulan bebas, penggunaan narkoba,
tawuran, maraknya tindak korupsi, penistaan agama dan sebgainya.
Sumber daya manusia tidak akan lepas dari dua katagori, yakni adanya
pemuda dan orang tua. Adapun jika kita tarik kepada hal yang lebih rinci, ada dua
hal yang tentunya sangat identik dengan pemuda dan orang tua, yang pertama
pemuda sangat enerjik, adapun yang kedua lemah fisiknya. Dikatakan demikian,
paling tidak dari segi usia, terdapat perbedaan yang signifikan antara keduanya.
Dalam hal apapun selalu saja berbeda. Namun tidak demikian kedewasaan dan
kepandaian. Ketika yang tua diharapkan lebih bijak, ternyata tidak juga. Dan yang
tua semestinya lebih pandai, ternyata kadang nihil dan tak terbukti. Paling tidak,
hal ini dapat digambarkan dari ungkapan ―al-Aalimu Kabiirun wa in Kaana
Hadatsan, wal jaahilu Shaghiirun wa in Kaana Syaikhan‖ (Orang pandai itu besar
walaupun masih sangat muda, sebaliknya orang bodoh itu dianggap kecil
walaupun sudah tua atau lebih senior).15 Kualitas masing-masing juga dipengaruhi
oleh aspek-aspek tertentu yang melekat kepadanya disamping faktor
genetik/keturunan. Solusinya adalah saling memaklumi satu sama lain. Yang
muda menghormati yang lebih tua, sebaliknya yang tua beradaptasi sambil
memberi kesempatan bagi yang muda untuk berbuat. Tercetusnya Pancasila tak
lepas dari peran pemuda Indonesia dahulu kala yang sempat menjadi orang tua,
namun sudah tiada saat kini.
Disebut pemuda, karena belum menikah. Dengan jumlah yang
mencapai 80.657.718 jiwa atau sekitar 37,2% dari penduduk Indonesia secara
keseluruhan, pemuda merupakan salah satu kekuatan terbesar bagi bangsa
Indonesia. Jumlah ini merupakan populasi yang sangat besar, karena itu pemuda
memiliki posisi strategis bagi bangsa Indonesia.16 Istilah dalam Bahasa Inggris
yang sering digunakan untuk pemuda adalah ―young”, “younger‖, lebih muda,

15
Rusydi Sulaiman, Nilai-Nilai Karakter Islam: Berhulu dari Rahmat, berhilir pada
Rahmat, (Bandung: Marja, 2013),hlm. 104
16
Sholehuddin, Kepemimpinan Pemuda dalam Berbagai Perspektif, (Jakarta: Intimedia,
2008), hlm. 10.

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 51


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

―youngest‖, paling muda. ―you‟re too young to read this novel‖ (kamu terlalu
muda untuk membaca novel ini). Kata,“youth‖, berarti kepemudaan atau masa
muda. Beberapa istilah juga dikenal dalam Bahasa Arab untuk pemuda, yaitu,
―Syaab-syabaab, syubbaan (anak muda), fataa, fatiyya dan fityah”. ―Syaab-
syabaaba‖, atau. Shaara fatiyya, menjadi muda.17 Pemuda tidak boleh cengeng,
mengeluh dan keder menghadapi masalah yang menimpanya. Ia harus menjadi
dirinya sendiri. “Inna al fataa may Yaquulu haa anadza, wa laisa al fataa may
Yaquulu kaana abiy‖, (sesungguhnya pemuda adalah yang mengatakan: inilah
saya (aku), bukan yang mengatakan: inilah ayah saya). 18
Masa muda seringkali diidentikkan dengan kekosongan, kelabilan,
kegamangan, ketidakberimbangan berkesinambungan (transmitted-deprivation),
terlalu percaya diri (over-confidence), egoisme, arogansi dan narsisme. Apapun
yang datang langsung diadopsi tanpa reserve sedikitpun, mudah masuk
mempengaruhi pemuda dan juga orang tua, serta meng-kooptasi mereka. Maka
pemuda sebagai pewaris bangsa harus termotivasi untuk menggali potensi dalam
dirinya dengan penuh semangat, mobile, aktif, dinamis, antusias dan kritis, ilmiah,
objektif dan rasional. Adanya gerakan dan organisasi kepemudaan seperti
Pramuka, Resimen Mahasiswa, KNPI, PMR, HMI, IMM, IPNU, PMII, KAHMI,
Pemuda Pancasila, Pemuda Pancamarga, Young Celebes. Young Islamieten Bond
dan lainnya mengindikasikan bahwa pemuda mampu membuktikan peran mereka
berpartisipasi membangun bangsa. Pertanyaannya, apakah semua itu
dilatarbelakangi idealisme yang kuat atau sebaliknya terkontaminasi, sengaja
mengkooptasikan diri untuk kepentingan tertentu? Tidak sedikit sebenarnya apa
yang dapat pemuda lakukan di usia mereka tersebut bila sekedar ingin eksis dan
diakui publik keberadaannya. Tapi yang paling penting adalah keberadaan

17
A.W.Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia terlengkap, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), hlm. 688
18
Kata,”fityah” dapat ditemukan dalam QS, al-Kahfi (18): 13, “Innahum Fityatun
Aamanuu bi rabbihim wa Zidnaahum Hudaa” (Sesungguhnya mereka adalah para pemuda yang
beriman kepada Tuhan mereka, dan kemudian kami tambahkan petunjuk kepada mereka). Dalam
ayat tersebut, Allah menegaskan bahwa keberadaan pemuda (Ashaabul Kahfi) adalah benar-
benar terjadi dalam sejarah manusia. Dan dalam QS, al-Kahfi (18): 25 diceritakan bahwa mereka
tertidur di gua al-Kahfi selama tigaratus tahun Sembilan hari (walabitsuu fi Kahfihim
Tsalaatsami’atin wazdaaduu Tis’an).

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 52


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

pemuda harus bermanfaat bagi orang lain (being useful for all) dan memberikan
kemaslahatan.
Lebih jauh lagi, SDM yang diinginkan adalah sosok yang berkarakter;
tidak sekedar memahami Pancasila, tapi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
benar-benar tertanam dalam jiiwa. Dan kemudian apa yang dicerna dari falsafah
negara tersebut tersentuhkan kepada siapapun yang ada disekitarnya. Keberadaan
dirinya menjadi nuansa tersendiri bagi orang lain. Para pemuda (pewaris Bangsa)
tidak boleh dibiarkan kosong dan terlena dengan kekayaan yang semu serta masa
muda yang bias. ―Inna al Faraagha wa al Jidata Mafsadatun li almar‟I ayya
Mafsadatin”. Sesunggahnya hal tersebut akan menggiring manusia kepada
kerusakan yang sangat fatal. Tanpa karakter adalah dosa sosial setara dengan
politik tanpa prinsip, kekayaan tanpa kerja keras, perniagaan tanpa moralitas,
kesenangan tanpa nurani, sains tanpa humanitas pengorbanan, kata M.K. Gandhi
delapan dekade lalu.
Perihal tersebut dan dalam rangka membentuk SDM berkarakter,
pemerintah memiliki komitmen nasional dalam bentuk pendidikan karakter
sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional; Pendidikan Nasional mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cukup kreatif, mandiri
dan menjadi warga Negara demokratis serta bertanggung jawab.19
Bila dianalisis secara seksama, maka pendidikan merupakan media
yang paling efektif untuk membentuk pemuda berkarakter. Ki Hajar Dewantara

19
Perihal tersebut, sudah dikembangkan program rinstisan, yaitu: pertama,
pengembangan nilai esensial budi pekerti yang dirinci menjadi 85 butir (Dikdasmen 1989 sd.
2007).kedua, pengembangan nilai dan etos demokratis dalamkonteks pengembangan budaya
sekolah yang demokratis dan bertanggung jawab (Dikdasmen 1991 sd. 2007).Ketiga,
pengembangan nilai dan karakter bangsa (Dikdasmen 2002 sd. 2005). Keempat, pengembangan
nilai-nilai anti korupsi yang mencakup jujur, adil, berani,kerja keras, peduli, sederhana dan
disiplin (Dikdasmen dan KPK, 2008-2009), serta pengembangan nilai dan perilaku keimanan dan
ketakwaan dalam konteks tauhidiyah dan religiusitas-sosial (Dikdasmen, 1998 sd. 2009).

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 53


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

menyebutkan tiga aspek dalam diri pemuda yang tidak boleh diabaikan dan tidak
juga boleh dipisahkan dalam pendidikan, yaitu: budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak untuk tujuan kesempurnaan hidup.
Tiga aspek pendidkkan karakter adalah: pendidikan moral, pendidikan
kewarganegaraan dan pengembangan karakter. Aspek-aspek tersebut tidak
diberikan sekaligus secara instan, tapi harus berdasarkan pada prinsip dan
pendekatan program pengembangan. Yaitu: berkelanjutan, melalui semua mata
pelajaran, nilai-nilai dikembangkan bukan semata diajarkan, dan dilakukan secara
aktif dan menyenangkan. Karakter adalah sesuatu yang harus melekat dalam
wujud-wujud kebudayaan dan peradaban manusia (wujud ideal, wujud kelakuan
dan wujud material).20
Pada akhirnya, SDM berakarakterlah yang menjadi idaman dan harapan
bangsa. Bila terwujud, maka sosok demikian yang diharapkan mampu merubah
negeri ini ―Fi Ayyi Ardhin Tatha‟u wa Anta Mas‟uulun „an Islaamiha‖ (Di bumi
mana kamu berpijak, maka kamu bertanggung jawab atas keislamannya).
―Kullukum Raa‟in wa Kullukum Mas‟uulun „an Ra‟iiyatihi‖ (Setiap kamu
pemimpin dan kemudian bertanggung jawab akan keberadaan rakyatnya). Maka
galilah nilai-nilai positif yang terkandung dalam Pancasila.

G. Menjadi Good-Governance menuju Ketahanan Nasional


Istilah good and governance muncul pasca runtunya rezim Orde Baru
dan bergulirnya gerakan reformasi,21 pada awal 1990-an.Secara umum istilah
good and governance adalah segala hal yang berkaitan dengan tindakan atau
memengaruhi tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau
memengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari hari.22 Ada empat pengertian yang menjadi arus utama, yakni
pertama dimaknai sebagai kinerja suatu lembaga; kedua dimaknai sebagai

20
Rusydi Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2015), cet.2.,h.2
21
Asep sahid gatara dan subhan sofhian, Pendidikan kewarganegaraan,
(Bandung:Fokus media, 2012)., h.82
22
Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila Demokrasi Hak Asasi Manusia Dan Mayarakat
Madani,(Jakarta :Prenada Media Gruf, 2003).,h. 160

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 54


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

penerjemah kongkrit dari demokrasi dengan meniscayakan civic culture sebagai


penompang berkelanjutan demokrasi itu sendiri; ketiga dan keempat diartikan
dengan istilah aslinya atau tidak diterjemahkan karena memandang luasnya
dimensi good governance yang tidak bisa direduksi hanya menjadi pemerintahan
semata.
Satu hal yang harus dilakukan dalam rangka menuju Good Governance
adalah memberdayakan masyarakat madani—merujuk kepada konsep yang telah
dikembangkan Nabi Muhammad,saw ketika merintis pembangunan Negara
Madinah pasca hijrahnya dari Kota makkah. Masyarakat dimaksud adalah
masyarakat ideal—memiliki wujud-wujud kebudayaan; idealism, kelakuan dan
wujud benda (wujud peradaban).23 Masyarakat tersebut terbentuk secara
demokratis dan diatur oleh sebuah konstitusi, disebut ―Piagam Madinah‖, al-„Ahd
li al-Madiinah.24
Di dalam good Governance, terdapat prinsip-prinsip yang meliputi :
pertama, partisipasi masyarakat. Partisipasi dibangun berdasarkan kebebasan

23
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2008).,h. 2 Kata Madinah berasal dari kata dalm bahasa Arab yaitu Tamaddun,
mengandung pengertian peradaban atau kemajuan telah dicapai. Kata kerja asal istilah tersebut
adalah tamaddana-yatamaddanu-tamaddun, berarti berperadaban (civilized). Terma Madina, di
dalam bahasa Indinesia berarti kota, yaitu Kota Madinah, sebuah kota yang identik dengan
kemajuan yang dicapai. Perubahan nama dari yastrib ke sebutan madinah, bukan tanpa alasan,
tapi perubahan nama yang mengambarkan cita-cita Nabi. Yaitu: Istilah yang belakangan
digunakan untuk masyarakat yang sudah maju, dinamis dan beperadaban tinggi adalah madani
(masyarakat madani) da sebutan lain yang disinonimkan dengan istilah tersebut adalah
masyarakat sipil (dari bahasa inggris civil), berarti warga negara yang berkemajuan. Dua istilah
tersebut tampaknya memiliki kesamaan makna, tapi berbeda sumber pengembalianya. Yang
pertama merujuk kepada supremasi kota madinah, sedangkan kedua merujuk ke kejayaan masa
lalu di Barat. Kelompok liberal tidak menyetujui pemaduan dua istilah,masyarakat madani dan
civil society. Terma Civil Society digagas oleh John Locke atau Montequieu pada abad ke-18M.
Sebeleumnya juga sudah digagas di Yunani Kuno—societies civillis. Lihat Usman Quraisy, Good
Governance: dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah, ((Jambi: Syariah Press Sulthan Thaha
Jambi, 2011).,h. 2
24
Naskah Piagam Madinah secara lengkap dapat dilihat dalam Ahmad Ibrahim al-
Syarif, Daulat al-Rasul fi al-Madinat, (Kuwait: Dar al-Bayan, 1972), 90-94 Beberapa item penting
tentang muatan naskah Piagam Madinah tersebut antara lain adalah; Pasal 24 misalnya,
memperlihatkan bahwa Yahudi telah mengingatkan diri untuk memberikan kontribusi untuk
biaya perang dalam mempertahankan Madinah. Mereka memiliki komitmen membantu kaum
muslim selama dalam situasi perang. Dalam pasal 45, diatur larangan bagi kaum Yahudi untuk
membantu kaum quraisy ketika dalam perang dengan Islam. Lihat dalam Akram Dhiyauddin
Umari, Masyrakat Madani

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 55


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

berkumpul dan mengungkapkan pendapat serta kepastian untuk partisipasi secara


kongkrit dan transparan; kedua, berorientasi pada konsensus. Tata pemerintahan
yang baik yang menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi
terbangunnya suatu konsensus yang menyeluruh; ketiga, kesetaraan. Semua warga
masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau kesejahteraan mereka;
keempat, efektivitas dan efisiensi. Proses pemerintahan yang membuahkan hasil
sesuai dengan kebutuhan warga masyarakat dengan menggunakan sumber-sumber
daya yang ada seoptimal mungkin; kelima, akuntabilitas. Para pengambil
keputusan di pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat
bertanggungjawab, baik kepada masyarakat maupun lembaga-lembaga yang
berkepentingan; keenam, visi strategis. Para pemimpin dan masyarakat memiliki
perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik.25
Bila prinsip-prinsip diatas benar-benar melekat pada suatu Negara,maka
dengan sendirinya ia akan memiliki stabilitas politik yang kuat. Artinya mampu
menuju ketahanan nasional dengan bercirikan: pertama, memiliki birokrasi yang
efisien dan tidak korup; kedua, memiliki elit politik yang berkemauan dan mampu
memberikan prioritas pada pembangunan ekonomi; dan ketiga, memiliki
kebijakan yang dirancang dengan baik untuk mencapai tujuan pembangunan. 26
Masyarakat madani tang berada dibawah pemerintahan,‖Good Governance‖,
adalah SDM yang berkualitas yang erat hubungannya dengan ketahanan nasional.
Mereka memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap ketahanan nasionanl, ancaman,
dan mampu mengidentifikasi persoalan-persoalan bangsa yang runit.
Adapun pengauatan SDM di negeri ini misalnya dapat dilakukan
dengan penguatan nilai-nilai Pancasila sebaga falsafah bangsa, juga melalui
revitalisasi dan implementasi konsepsi ketahanan sosial budaya. Dengan demikian
terwujudlah Negara Indonesia kuat dan aman. Semua warga negara berhak terlibat
dalam keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah
untuk mewakili kepentingan mereka. Paradigma birokrasi sebagai center for

25
Irwan Abdullah, Berpihak pada manusia: Paradigma Nasional, Pembangunan
Indonesia Baru, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).,h. 14-15
26
Georg Sorensen, Demokrasi dan Demok.,h. 5

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 56


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

public harus diikuti dengan berbagai aturan sehingga proses sebuah usaha dapat
dilakukan dengan baik dan efisien, selain itu pemerintah juga harus menjadi
public server dengan memberikan pelayanan yang baik, efektive, efisien, tepat
waktu serta dengan biaya yang murah, sehingga mereka memiliki kepercayaan
dari masyarakat. Partisipasi masyarakat sangat berperan besar dalam
pembangunan, salah satunya diwujudkan dengan pajak.
H. Ikhtitam
Pancasila telah lahir dalam segala bentuk dan upaya - upaya yang saat
ini masih di guncangkan dengan isu akan di ganti dasar negara kita, tapi dalam
perjalanannya pancasila telah berkali – kali di kaji dan di telaah dan hasilnya
pancasila itu hadir dalam keadaan yang bisa mempersatukan umat dan agama kita.
Pancasila sebagai dasar negara berarti Pancasila menjadi dasar atau pedoman
dalam penyelenggaraan negara. Seandainya negara adalah sebuah bangunan,
maka Pancasila sebagai fondasi yang nantinya akan dijadikan tempat berpijak
bangunan-bangunan berikutnya.
Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara adalah Pancasila berperan
sebagai dasar, landasan, pedoman yang digunakan untuk mengatur seluruh tatanan
kehidupan bangsa dan juga negara Indonesia, segala sesuatu yang berhubungan
dengan pelaksanaan sistem ketatanegaraan Negara kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang harus berdasarkan Pancasila. Atau dengan kata lain semua peraturan
yang berlaku di Negara Republik Indonesia harus bersumber pada Pancasila.
Melihat dari sudut pandang makna pancasila sebagai dasar negara kita tentu dapat
disimpulkan bahwa pancasila sangat berperan sebagai pemantau bagi bangsa
Indonesia dalam menilai kebijakan pemeritahan maupun segala fenomena yang
terjadi di masyarakat.
Demikian uraian penelitian ini. Mudah-mudah apa yang kita
idealisasikan tentang kepribadian bangsa ini dapat terealisasikan dengan baik.
“Young today, leaders tomorrow” adalah obsesi besar negeri ini, karena mereka
adalah tiang tempat bergantungnya masyarakat. Dan mudah-mudahan kita
senantiasa dalam lindungan Allah, SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Wassalam
wallahu a‟lam bisshawaab.

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 57


Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…

DAFTAR PUSTAKA

A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia terlengkap, Surabaya:


Pustaka Progressif, 1997

Asep sahid gatara dan subhan sofhian, Pendidikan kewarganegaraan,


Bandung:Fokus media, 2012

Badri, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2008

Irwan Abdullah, Berpihak pada manusia: Paradigma Nasional, Pembangunan


Indonesia Baru, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010

Kansil, dkk, Pancasila dan Undang Undang Dasat 1945: Pendidikan Pancasila
di Perguruan Tinggi, Jakarta: Pradnya Paramita, 2003

Mukhtar dan Ema Widodo, Konstruksi ke Arah Penelitian Deskriptif, Yogyakarta:


Auyrous, 2000

Muwafik Saleh, Membangun Karakter dengan Hati nurani, Jakarta: Erlangga,


2012

Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogakart: Rake Sarasin, 1989

Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, jakrta: Gramedia Pustaka Umum-Universitas


Paramadina dan Perkumpulan Membangun Kembali Indonesia, 2004

Rusydi Sulaiman, Nilai-Nilai Karakter Islam: Berhulu dari Rahmat, berhilir pada
Rahmat, Bandung: Marja, 2013

Rusydi Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:


PT. Raja Grafindo Persada, 2015

Sholehuddin, Kepemimpinan Pemuda dalam Berbagai Perspektif, (Jakarta:


Intimedia, 2008

Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila Demokrasi Hak Asasi Manusia Dan
Mayarakat Madani, Jakarta :Prenada Media Gruf, 2003

Usman Quraisy, Good Governance dalam Perspektif Nahdlatul Ulama dan


Muhammadiyah, Jambi: Syari’ah Press IAIN Jambi, 2011

Yudi Latif, Negara Paripurna; Historisitas, rasionalitas dan aktualitas Pancasila


PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta,2011

TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam 58

Anda mungkin juga menyukai