Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dinasti Abbasiyah merupakan sebuah dinasti yang sangat besar, pemerintahannya
berlangsung sangat lama, luas daerah yang dikuasai pun amat luas. Terdapat banyak
Khalifah yang pernah memerintah dinasti Abbasiyah, salah satunya Khalifah Abu Ja’far
Harun Ar-Rasyid. Pada masa pemerintahannya dinasti Abbasiyah mencapai puncak
kejayaan.
Semakin lama dinasti ini semakin lemah, sehingga banyak daerah yang
memisahkan diri dan membentuk daerah kekuasaan masing-masing, sehingga terbentuklah
dinasti-dinasti baru, seperti Dinasti Thuluniyah, Dinasti Ikhstidiyah, Dinasti Ghaznawiyah
dan Dinasti Seljuk. Dimana keempat dinasti inilah yang akan kelompok kami bahas dalam
makalah kali ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Dinasti Thuluniyah
2. Dinasti Ikhstidiyah
3. Dinasti Ghaznawiyah
4. Dinasti Seljuk

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam serta untuk lebih memahami secara mendalam mengenai
beberapa dinasti yang pernah muncul ketika dinasti Abbasiyah berkuasa.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dinasti Thuluniyah (254-292 H /868-906 M)


1. Sejarah Berdirinya Dinasti Thuluniyah
Ahmad bin Thulun adalah tercatat sebagai pendiri Dinasti ini. Menurut sumber
terpercaya ayahnya, Thulun, adalah salah satu budak yang berasal dari Farghanah,
Turki, yang pada tahun 817 penguasa Samaniyah di Bukhara mempersembahkannya
kepada Khalifah al-Makmun sebagai hadiah. Pada saat itu, Mesir termasuk bagian dari
wilayah Dinasti Abbasiyah yang sudah dikendalikan oleh bangsa Turki yang
melebarkan sayap dan memegang kekuasaan tertinggi, pada masa pemerintahan
khalifah Al-Watsiq. Akhirnya diadakanlah pembagian wilayah agar mudah dalam
memantaunya. Khalifah Abbasiyah menugaskan Ahmad bin Thulun untuk mengawasi
wilayah Mesir, mengingat Ahmad merupakan seorang pemuda yang cakap,
berpendidikan, pandai membaca al-Quran dan bersuara indah, santun, serta berwibawa
dan trampil dalam memimpin.
Kemudian Ahmad berangkat ke Mesir dengan memimpin tentara dalam
menghadapi gubernur Mesir pada tahun 868. Kesempatan ini tidak disia-siakannya,
malah dijadikan sebagai momentum untuk memerdekan dirinya. Segera saja Ahmad
mampu menguasai Mesir dengan leluasa setelah mencopot pejabat yang ditunjuk
khalifah Abbasiyah. Ahmad pun mulai mengumumkan bahwa Mesir berada di bawah
kekuasaannya, dan dia pulalah yang menguasai jabatan sipil, militer maupun bidang
financial. Sebagai langkah pertahanan internal pemerintahan yang baru dipimpinnya,
Ahmad melakukan konsolidasi secara ketat melalui upaya-upaya secara maksimal
untuk menciptakan perdamaian di daerah tepi sungai nil serta melakukan penumpasan
terhadap pemberontakan yang ada.
Pemerintahan Baghdad akhirnya mengiirimkan pasukan untuk menaklukkannya,
tetapi tidak berhasil karena kedudukan Ahmad bin Thulun telah kuat, ditambah dengan
simpati rakyat Mesir kepadanya. Sebab selama ini mereka membayar pajak yang amat
tinggi kepada Baghdad, padahal tidak ada kontribusi yang berarti buat masyarakat

2
Mesir sendiri. Setelah kedudukannya kuat di Mesir, tentu saja Ahmad bin Thulun pada
tahun 868 secara resmi memproklamirkan berdirinya Dinasti Thuluniyah.
Kemunculan dinasti baru ini merupakan salah satu dinasti yang muncul dan
berkuasa di Mesir dan Syuriah, yang independent dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah,
yakni pada abad ke-9 M/3 H, yakni dari 868M/254H sampai 905M/292H. Sejak 977
M/263H. Dinasti Tuluniyah tercatat sebagai dinasti yang melepaskan diri dari khalifah
Bani Abbas, dan dengan demikian Mesir untuk pertama kalinya setelah 9 abad berlalu
menjadi Negara merdeka (tidak menjadi provinsi atau bagian dari daulat yang berpusat
di tempat lain). Sejarah mencatat bahwa sebelumnya Mesir adalah provinsi atau bagian
dari Imperium Romawi (30 SM-642/21 H), khilafah khulafa al-Rasyidin (642/21H-
665/4H), Khilafah bani Umayyah (665/40H-750/123H) sampai Dinasti Thuluniyah
melepaskan diri dari Khalifah bani Abbasiyah.
Ahmad Ibn Thulun lahir pada tanggal 23 Ramadhan 220 H, abad ke-3 Hijriah.
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa Ahmad adalah keturunan seorang yang
berkebangsaan Turki dan tercatat masih memiliki darah Mongol. Nama Thulun sendiri
dalam bahasa Turki bermakna “kemunculan yang sempurna”. Thulun tercatat kali
pertama masuk ke Baghdad pada tahun 816 M. Kemampuan militernya yang menonjol
menjadikan Thulun terpilih sebagai anggota pasukan khusus pengawal Khalifah. Meski
termasuk dalam jajaran pembesar militer, literatur sejarah tak pernah mencatat
keterlibatan Thulun dalam peristiwa revolusi yang dilakukan para budak
berkebangsaan Turki (Mamalik) pasca meninggalnya al-Mu’tashim tahun 842 M.
Ketika menghadapi tekanan keuangan karena adanya pemberontakan wangsa zanj,
Khalifah al-Mu’tamid (870-892) meminta bantuan financial kepada komandan
pasukannya yang orang Mesir itu, tetapi permintaan itu tidak dipenuhi. Peristiwa ini
menjadi titik balik yang mengubah sejarah kehidupan Mesir selanjutnya. Peristiwa ini
juga menandai bangkitmya sebuah Negara merdeka di lembah sungai Nil yang
kedaulatannya bertahan selama abad pertengahan. Hingga saat itu sebagian dari
kekayaan Mesir diberikan kepada Baghdad dan sebagian yang lainnya masuk ke saku
para gubernur yang datang silih berganti. Pada awalnya merupakan para penarik pajak
dari petani, kini uang terus berputar di negeri itu dan dihabiskan untuk memuliakan
para penguasa.

3
Boleh dikatakan, Ahmad ibn Thulun tumbuh besar dalam tradisi Turki dan didikan
militer. Selain aktif dalam dunia militer, Ahmad ibn Thulun juga menaruh keinginan
untuk belajar ilmu-ilmu agama. Tercatat, dia mempelajari fikih mazhab Hanafiyyah,
hadits dan disiplin ilmu lainnya hingga akhirnya dia menikah dengan Khatun, puteri
pamannya yang bernama Yarjukh. Meski sudah berkeluarga, hasrat menuntut ilmu
Ahmad ibn Thulun tak surut. Berkat bantuan salah satu menteri, dia memutuskan
pindah dari Samarra ke Tharsus untuk menimba ilmu tentang fikih, tafsir dan yang
lainnya.
Masa awalnya sebagai gubernur ditandai adanya konflik dengan Ahmad ibn al-
Mudabbir, pengumpul pajak resmi dinasti Abasiyyah. Ibn al-Mudabbir enggan
melaporkan hasil pajak kepada Ahmad ibn Thulun. Melainkan lebih suka melapor
langsung pada Khalifah di Baghdad. Kharisma Ahmad ibn Thulun sontak meningkat
pasca keberhasilannya ‘menundukkan’ Ibn al-Mudabbir. Bahkan selepas mertuanya
menjadi pembesar militer Abasiyyah di Baghdad, Ahmad ibn Thulun memiliki
kekuasaan yang lebih besar. Ahmad ibn Thulun tak hanya mengontrol Kairo semata,
namun juga punya kewenangan untuk mengontrol penuh kawasan Alexandria dan
sekitarnya.
Tak hanya itu, Ahmad ibn Thulun juga diberi kekuasaan untuk mempersiapkan
tentara sebanyak 100.000 prajurit. Pamornya kian meninggi setelah mampu
memenangi konfrontasi dengan Gubernur Syam. Perlahan, dia tak lagi menyebut
dirinya sebagai gubernur. Namun mengaku sebagai pemegang kebijakan independen
yang tak lagi memiliki kaitan hierarkis terhadap Abasiyyah. Dia mulai memasang
gambar wajahnya di mata uang, mengangkat pembantu (menteri), kepolisian, bea dan
cukai, istana, perdagangan, dan dinas intelijen. Atas keberaniannya ini, Ahmad ibn
Thulun tercatat sebagai pendiri negara Islam pertama bernama dinasti Thuluniyyin di
Cairo-Mesir.
Selepas melakukan pengepungan terhadap Tarsus tahun 883 M. Ahmad ibn Thulun
kembali ke Mesir. Tahun 884 M., dia meninggal dan mewariskan jabatan
kepemimpinan dinasti Thulun kepada anaknya yang bernama Khumarawaih.
Sayangnya, gaya kepemimpinan Ahmad ibn Thulun yang kharismatik tak dijumpai
pada kepribadian anaknya. Akibatnya, 904-905 M., dinasti Abasiyyah berhasil

4
menjadikan kembali kawasan kepunyaan dinasti Thuluniyyah sebagai daerah
kekuasaannya.
2. Peninggalan Dinasti Thulun
Ketika menginjakkan kakinya pertama kali di Kairo, Ahmad ibn Thulun merasa
Fusthath sebagai ibu kota Mesir dan kawasan al-‘Askar sudah tak memadai lagi. Dia
berinisiatif membuka dan mengembangkan satu kota baru sebagai ibu kota. Mengambil
lokasi di arah timur laut dari ibu kota yang lama, Ahmad Ibn Thulun memilih kawasan
bukit Gabal Yashkur sebagai lokasi ibu kota dinasti Thuluniyyin. Masyarakat saat itu
menyebutnya sebagai daerah al- Qatha’i. Dinamakan al-Qatha’i karena Ahmad ibn
Thulun membagi daerah itu ke dalam beberapa bagian (qathi’at) sesuai dengan kelas
sosialnya. Di kawasan ini, Ahmad Ibn Thulun mendirikan kompleks istana yang
menyatu dengan bangunan masjid. Masjid inilah yang kelak masyhur dengan nama
masjid Ahmad ibn Thulun. Masjid ini dibangun oleh Ahmad bin Thulun tahun 262 H
hingga tahun 265 H diatas sebuah gunung yang bernama “Jabal Yasykur”.
Di perempatan Sayidah Zainab di Kairo Selatan, di daerah Qata`i. Tipe bangunan
masjid ini sama dengan tipe masjid Samarra yang mempunyai menara berbentuk spiral.
Di bagian luar menara dibuat tangga yang mengitari badan menara sampai ke puncak.
Masjid ini terhitung sebagai masjid tertua ketiga di Mesir setelah Mesjid Amru bin
‘Ash dibangun tahun 21 H dan Mesjid ‘Askar dibangun tahun 169 H. Masjid ini
memiliki keistimewaan dan keunikan tersendiri dibanding masjid-masjid lainnya yaitu
berupa hiasan, arsitektur dan bentuk bangunannya. Masjid ini menjadi kebanggan
penduduk Mesir hingga menjadikannya banyak yang mengunjunginya. Masjid ini
dinamakan Masjid Ahmad bin Thulun, nisbah kepada pendirinya yaitu Ahmad bin
Thulun.
Pembangunan masjid Ahmad ibn Tulun dimulai tahun 876 M. dan selesai pada
tahun 879 M. Ia terletak di kaki bukit bernama Gabal Yashkur; sebuah bukit yang
diyakini masyarakat Mesir penuh berkah, masjid ini didesain dengan gaya arsitektur
model Samarra dengan pola konstruksi yang lazim dipakai oleh dinasti Abbasiyyah.
Nuansa Samarra akan kian terlihat bila kita menengok satu fakta bahwa arsitek masjid
Ahmad ibn Thulun adalah orang Kristen dari Irak.

5
Tercatat, masjid dan kompleks sekitarnya ini beberapa kali mengalami renovasi.
Renovasi pertama kali yang tercatat dalam sejarah adalah renovasi yang dilakukan oleh
pihak dinasti Fathimiyyah tahun 1117. Bahkan renovasi terasa dahsyatnya karena
sampai menggusur dan menghilangkan bentuk bangunan istana dinasti Thuluniyyah.
Al-Maqrizi memberikan kesaksian, bangunan istana Ahmad ibn Thulun terdiri atas
beberapa gerbang yang mempunyai nama tertentu dan memiliki fungsi yang tak sama.
Misal, gerbang yang bernama Bab al-Maydan menjadi pintu masuk bagi para tentara,
Bab al- Haram adalah pintu gerbang bagi kaum wanita, Babus Shalat menjadi akses
penghubung ke Masjid Ahmad Ibn Thulun, Babul Jabal sebagai gerbang ketika hendak
menikmati suasana bukit Muqaththam. Ada juga Babus-Saj, Babul Darmun dan Babus
Sibagh.
Tahun 1296, area ini mengalami perombakan. Salah satu berkah dari perombakan
kali ini, dalam sebuah versi adalah dibangunnya menara yang menjulang tinggi yang
terletak di ruwaq luar sisi barat masjid. Menara masjid Ahmad ibn Thulun yang
mengerucut dengan tangga memutari menara (spiral), dalam klaim sejarawan,
membuktikan pengaruh kuat seni arsitektur Samarra. Sebab menara dengan model itu
hanya terdapat di masjid Jami’ Samarra. Di tahun berikutnya, beberapa perbaikan terus
berlanjut hingga tahun 2004 yang dilakukan oleh The Egyptian Supreme Council of
Antiquities.
Masjid Jami’ Ibn Thulun yang berada tepat di pusat kawasan al-Qath’i berbentuk
segi empat dengan halaman terbuka yang sangat luas tepat di tengah. Di bagian
halaman, terdapat bangunan berkubah yang menjadi tempat wudhu sekaligus penyedia
air minum publik (diantaranya bagi para musafir). Tiang masjid ini ketinggiannya
mencapai 92 m, memiliki luas sekitar 8487 m2 dengan dikelilingi oleh ruwaq-ruwaq di
keempat sisinya. Di antara tembok masjid dengan pagar kelilingnya, terdapat tiga
ruwaq luar yang bernama al-ziyâdât. Alasan pembangunan al-ziyâdât adalah untuk
mengantisipasi membludaknya jamaah.
Boleh dibilang, masjid Ahmad ibn Thulun ini termasuk salah satu peninggalan
orisinil terpenting peradaban Arab Islam di Mesir. Sebab bila dibandingkan dengan
masjid Jami’ Amr ibn ‘Ash yang sudah banyak kehilangan identitasnya, masjid Ahmad
ibn Thulun masih mempertahan bentuk awalnya sebagaimana dibangun dulu di bawah

6
pengawasan langsung Ahmad ibn Thulun. Sebagaimana paparan Sayyidah Isma’il
Kasyif, selain masjid Ahmad ibn Thulun, setidaknya masih terdapat beberapa
peninggalan dinasti Thuluniyyah. Meski relatif banyak, namun dapat dipastikan bahwa
model dan karakter peninggalan dinasti Thuluniyyah tidak begitu mengalami
perbedaan yang signifikan dengan peninggalan dinasti Abasiyyah. Peninggalan dinasti
Thuluniyyah yang lain adalah situs arkeologis berupa saluran air (al-qanâthir) Ahmad
ibn Thulun. Al-Qanathir Ahmad ibn Thulun ini terletak di arah tenggara kawasan al-
Qatha’i. Secara fisik, konstruksi saluran air Ahmad ibn Thulun menyerupai saluran air
yang yang ada di masa kerajaan Romawi. Para sejarawan Muslim menyebut saluran air
tersebut dengan al-Siqâyah.
Warisan lain dari dinasti Thuluniyyah adalah al-Bimaristan atau al- Maristan. Al-
Maristan merupakan nama bagi sebuah bangunan yang berfungsi sebagai klinik atau
balai pengobatan umum bagi masyarakat (non militer dan budak) yang sakit. Dalam
klinik ini, semua warga boleh memanfaatkan fasilitasnya tanpa melakukan pembedaan
latar belakang suku dan agama. Selain memberikan pelayanan kesehatan cuma-cuma,
al-Maristan juga memberikan kenyamanan layaknya rumah sakit modern. Pasien yang
hendak dirawat di al- Maristan, disediakan seragam khusus dan mendapat perawatan
intensif dari dokter tanpa dipungut biaya. Hanya sayang, bentuk fisik al-Maristan tak
bisa dijumpai lagi. Peninggalan dinasti Thuluniyyah lain yang tak kalah penting adalah
Masjid al-Tannur yang terletak di puncak bukit Muqaththam. Dengan membangun
masjid ini, Ahmad ibn Thulun bermaksud mengantisipasi kepadatan jamaah di masjid
Jami al-‘Askar. Karena Masjid Jami’ al-‘Askar tak lagi mampu menampung jamaah
yang mayoritas adalah prajurit dan sebagian masyarakat umum.
Kontribusi Ahmad ibn Thulun tak hanya berhenti di situ, beberapa proyek
perbaikan dan renovasi terhadap peninggalan masa sebelumnya juga dia lakukan.
Sejarah mencatat, dia menginstruksikan preservasi terhadap beberapa fasilitas publik.
Seperti perawatan saluran air dan perbaikan menara di Alexandria. Dan tentu saja umat
Islam telah mencatatnya dalam sejarah, bahwa salah satu daya pikat Mesir dalam
bentuk wisata religiusnya adalah karena jasa Ahmad ibn Thulun dengan dinasti
Thuluniyah-nya.

7
Selain itu Masjid yang Agung yang menyandang nama Ahmad Ibn Thulun, juga
menjadi salah satu monument keagamaan yang penting dalam Islam. Masjid ini
terutama menaranya merupakan tertua dimesir menunjukan pengaruh arsitektur
bergaya samara, tempat Ahmad bin Thulun menghabiskan masa mudanya.
Pembangunan masjid itu menelan biaya sekitar 120.000 dinar. Kemegahan dan
kemewahan masjid ini diantaranya karena penggunaan batu bata, juga karena
merupakan bangunan pertama yang menggunakan teknik kearifan lingkungan. Sekitar
sepertujuh belas bagian Al-Qur’an dituliskan dengan gaya tulisan kufi yang indah
diatas hiasan kayu yang memenuhi bagian dalam masjid, tepat di bawah langit-langit
kayu datar.
Salah satu bangunan Islam lainnya yang terhitung istimewa adalah istana
khumarawaih (844-895), bangunan yang ditinggali anak sekaligus penerus Ahmad.
Bangunan ini memiliki aula emas, yang dindingnya dilapisi emas dan dihiasi lapisan
bergambar dirinya para istri, dan para pengiringnya. Gambar-gambar khumarawaih
beserta para istrinya yang mengenakan mahkota emas, berukuran sebesar manusia
aslinya, dipahat diatas kay. Pengamatan manusia hidup seperti ini sangat jarang
ditemukan dalam tradisi kesenian islam. Istana itu berdiri di sebuah taman yang
dipenuhi bunga-bunga indah dan wangi-ditaman di pelataran dan diatur sedemikian
rupa sehingga membentuk kata-kata dalam bahasa Arab.
Masjid ini berbentuk segi empat yang panjangnya kurang lebih 162,5 x 161,5 meter
atau sekitar 26143 meter persegi. Di tengah-tengah masjid terdapat bangunan kecil
yang luasnya kurang lebih 92,5 x 91,80 meter. Masjid ini terdiri dari 42 pintu, di
antaranya 21 pintu masih asli seperti dahulu kala, belum direnovasi. Dinding-
dindingnya dilengkapi dengan jendela-jendela yang jumlahnya 129 buah yang dilapisi
dengan kapur yang diukir indah dan menarik. Di dalam masjid juga terdapat lima buah
mihrab. Mihrab yang paling besar dan paling punya nilai sejarah adalah mihrab yang
paling tengah yang dibangun pada masa Sultan Mamalik yaitu Sultan Saifuddin.
Menaranya yang melingkar menjadi daya tarik tersendiri sekaligus ciri khas dari masjid
Ibnu Thulun ini. Cairo, 08 September 2006, Gotak kecil Masjid Indonesia Cairo. Phlip
k hitti Histori of the arab Serambi

8
Kematian Khumarawih pada 895 (282H) merupakan awal kemunduran Dinasti
Thuluniyah. Persaingan yang hebat antara unsur-unsur pembesar dinasti telah
memecah persatuan dalam dinasti. Amir yang ketiga, Abu al-Asakir bin khumarawih,
dilawan oleh sebagian pasukannya dan dapat disingkirkan (896/283 H) Adiknya yang
baru berusia 14 tahun, Harun bin Khumarawih, diangkat sebagai amir keempat. Namun
kelemahan sudah merajalela, maka wilayah Syam direbut oleh pasukan Qaramitah.
Amir yang kelima, Syaiban bin Ahmad bin thulun, hanya 12 hari memerintah. Ia
menyerah ke tangan pasukan Bani Abbas yang menyerang Mesir pada 905 M/ 292H,
dan dengan demikian berakhirlah riwayat Dinasti Thuluniyah. Mesir kembali berada di
bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
3. Perkembangan Islam pada Masa Dinasti Thuluniyah
Dinasti ini walaupun hanya sebentar berkuasa, yakni 37 tahun, tapi memiliki
prestasi yang patut dicatat dalam sejarah, yaitu:
a. Berhasil membawa Mesir kepada kemajuan, sehingga Mesir menjadi pusat
kebudayaan Islam yang dikunjungi para ilmuan dari pelosok dunia Islam.
b. Dalam bidang arsitektur, telah meninggalkan bangunan Masjid Ahmad Ibnu
Thulun yang bercorak Iraq, menaranya merupakan menara tertua di Mesir.
Bangunan lain adalah Istana Khumarwaihi dengan memakai balairung dan dinding
emas. Istana ini berada di tengah-tengah kebun yang penuh dengan tumbuh-
tumbuhan yang harum dan dilengkapi dengan kebun binatang.
c. Dalam bidang kesehatan, pada masa dinasti ini telah dibangun rumah sakit yang
menelan biaya 80.000 dinar.
d. Dalam bidang pertanian, perbaikan air di pulau Raudah (dekat Kairo) yang pertama
kali dibangun pada tahun 716 M. dengan berfungsinya kembali alat ini, irigasi
Mesir menjadi lancar dan pada gilirannya sangat membantu dalam meningkatkan
hasil pertanian.
e. Kemajuan di bidang militer terutama pasukan perang dan angkatan laut. Dengan
pasukan yang berkekuatan 100.000 orang dan 100 kapal perang.
4. Kemunduran Dinasti Thuluniyah
Setelah Ahmad Ibnu Thulun wafat, dinasti ini diteruskan oleh empat orang amir,
yaitu: Khumarawaihi Ibnu Ahmad (884-895 M), kemudian dilanjutkan oleh Jaish Bin

9
Khumarawaihi (895-896 M), setelah itu diteruskan oleh Harun Ibnu Khumarawaih
(896-905) dan amir yang terakhir adalah Syaiban Ibnu Ahmad Ibnu Thulun (905).
Namun para pengganti Ibnu Thulun ini tidak ada lagi yang sekuat dia, bahkan telah
membawa dinasti Thuluniyah pada arah kemunduran. Oleh karena itu menurut Ahmad
Syalabi, Dinasti Thuluniyah sebenarnya hanyalah kekuasaan Ahmad Ibnu Thulun saja.
Kematian Khumarawaih pada 895 merupakan titik awal kemunduran Dinasti
Thuluniyah ini secara lebih nyata. Persaingan yang hebat antara unsur-unsur pembesar
dinasti telah memecah persatuan dalam dinasti. Amir yang ketiga (Jaish Ibnu Asakir)
dilawan oleh sebahagian besar pasukannya dan dapat disingkarkan pada 896. Adiknya
yang baru berusia 14 tahun, Harun Khumarwaihi diangkat sebagai amir keempat.
Kelemahan yang sedemikian rupa menghantarkan dinasti ini berakhir setelah amirnya
yang kelima yaitu Syaiban Ibnu Ahmad Ibnu Thulun (hanya memerintah 12 hari)
menyerah ke tangan pasukan Bani Abbas yang menyerang Mesir pada 905 dengan
demikian berakhirlah riwayat Dinasti Thuluniyah.

2.2 Dinasti Ikhsyidiyah (323 H-357/934 M-967 M)


1. Sejarah Berdirinya Dinasti Ikhsiyidah
Dinasti Ikhsidiyah bermula ketika runtuhnya Dinasti Tuluniyah. Akibat dari
runtuhnya Tuluniyah Mesir kembali dalam kekusaan Abbasiyah. Tapi Dinasti
Fatimiyah di Tunisia mendatangkan sebuah ancaman bagi pemerintahan Abbasiyah.
Oleh sebab itu Khalifah al-Radhi mengangkat Muhammad Ibn Taghj. Kemudian
karena jasa-jasanya itu, khalifah memberikan Muhammad Ibn Taghj gelar “ al-
Ikhsidiyah”.
Dua tahun setelah pengangkatannya sebagai gubernur Mesir, Muhammad Ibn
Taghj mengikuti langkah Ahmad Ibn Tulun, ia menganekasi Syam dan Palestina ke
wilayahnya, setaun kemudian menguasai Mekkah dan Madinah, dengan memanfaatkan
lemahnya kekeuatan Abbasiyah terhadap Mesir, maka pada 935 M, Abu Bakar
Muhammad Ibn Taghj memaklumkan dirinya lepas dari Dinasti Abbasiyah. Kemudian
berdirilah Dinasti Ikhsidiyah.

10
2. Perkembangan Islam pada Masa Dinasti Ikhsidiyah
Dinasti Ikhsidiyah mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menyokong
dan memperkuat wilayah Mesir. Pada masa itu, Mesir mempunyai kedudukan yang
sangat kuat karena ditopang dengan kemiliterann Ikhsyidiyah yang tangguh dan
pasukan pengawal sejumlah 40.00 orang dan 800 orang pengawal pribadi.
Selain itu, Dinasti Ikhsidiyah juga telah memberikan beberapa kemujuan di Mesir,
di antaranya adalah sebagi berikut:
a. Pengembangan Wilayah
Sebagaimana penguasa sebelumnya, untuk menjaga stabilitas keamanan di
Mesir penguasa Ikhsidiyah berusaha menguasai wilayah Syria secara keseluruhan
utamanya daerah Sugur sebagai benteng dari serangan Bizantium
Setelah itu, para penguasa Ikhsyidiyah melebarkan sayap hingga ke negeri
Hijaz dan menjadi musyrif (pengawas) al-Haramain. Kafaour sebagai pengganti
ikhsiydi meneruskan menjaga keutuhan wilayah, bahkan meluas hinggan ke
pegunungan Taurus.
b. Kebudayaan
Pada masa Dinasti Ikhsyidiyah, kemajuan di bidang kebudayaan tidak
terlalu menonjol, kemajuan di bidang ini tidaklah jauh berbeda dengan kemajuan
yang dicapai oleh dinasti sebelumnya. Di antara hasil budayanya adalah dibangun
sebuah istana di pulau Raudah, al-Mukhtar.
c. Sosial dan Politik
Dalam bidang politik, pemerintahan Dinasti Ikhsyidiyah melakukan
perdamalan dengan beberapa penguasa yang dianggap membahayakan kekuasaan
mereka. Didasari oleh keinginan rakyat Mesir untuk merasakan keamanan, maka
sebagai politikus ulung, lkhsyidi menerima tawaran damai dari penguasa
Bizantium dan al-Hamdaniyah. la memandang bahwa untuk menciptakan negara
yang aman dan sejahtera, harus menjamin negara dari ancaman luar, sedangkan
Bizantium dan al-Hamdaniyah dianggap dapat menjadi ancaman bagi stabilitas
Ikhsyidiyah.
d. Keilmuan

11
Keadaan sosial internal lkhsyidiyah memungkinkan perkembangan limu,
apalagi Kafour sebagai penguasa yang senang terhadap sastra dan seni, serta sangat
mencintai ilmu. Ketika itu, para penyair berdatangan ke Mesir, di antaranya adalah
penyair kondang Abu al-Tayvib al-Mutanabbi. Pada masa Kafour ini pula, muncul
sejarawan terkenal, seperti al al-Haddad dan Hasan bin Zaulaq.
3. Kemunduran Dinasti Ikhsidiyah
Sejak 966 M. Kafour berkuasa secara resmi, ia menjadi amir keempat Dinasti
Ikhsyidiyah yang sebelumnya dijabat secara adinterim selama 22 tahun. Setelah
Kafour wafat nterims (968 M), diangkatlah Abu al-Fawaris bin Ahmad bin Ali al-
lkhsyidi yang masih berusia 11 t ahun sebagai amir kelima. Karena usianya yang masih
muda, Ail tak mampu menjaga stabilitas pemerintahan. Lemahnya al-Ikhsyidi ini
menimbulkan kondisi instabilitas yang memicu lahirnya penguasa pertentangan antara
pembesar di lingkungan istana.
Akhirnya, terjadi perebutan kekuasan yang terus mewarna istana sehingga
menyebabkan lemahnya dinasti ini di segala bidang. Akhir pada 358 H, tentara
Fatimiyah di bawah pimpinan panglima Jauhar as-Siqili memasuki Fustat dan
menguasai Mesir, sekaligus mengumumkan akhir sejarah Dinasti lkhsyidiyah.

2.3 Dinasti Ghaznawiyah (366-582 H / 976-1182 M)


1. Sejarah Berdirinya Dinasti Ghaznawiyah
Dinasti Ghaznawiyah ini berkuasa pada tahun 366-582 H / 976-1182 M di
Afghanistan dan Punjab. Pendirinya ialah Subuktigin, ketika masa Kekhalifahan
Abbasiyah yang ke dua puluh empat. Terbentuknya dinasti ini berawal dari Amir
Dinasti Samaniyah yang menguasai wilayah Asia Tengah, yang bernama Abd Al-
Malik bin Nuh (343-350 H / 954-961 M) yang membeli seorang budak bernama
Alptagin. Awalnya ia hanya seorang budak belian, kemudian ia diangkat menjadi
kepala pegawai istana dan karirnya terus menanjak sampai ia diangkat menjadi wali di
wilayah Khurusan. Alptagin mengalami pemecatan oleh Amir yang baru yakni
Manshur bin Nuh setelah Abd Al-Malik bin Nuh selaku Amir sebelumnya wafat.
Kemudia ia pergi ke Afghanistan bersama para tentaranya dan menetap di kota
Ghaznah. Kota ini terletak di Selatan kota Kabul. Disana Alptagin membentuk

12
pemerintahan pada tahun 350 H / 961 M. Setelah Alptagin wafat, maka kepemimpinan
diteruskan oleh anaknya yang bernama Abu Ishaq bin Alptagin. Abu Ishaq ini
mempunyai seorang budak yang di kemudian hari menjadi menantunya bernama
Subuktigin. Setelah Abu Ishaq wafat, maka kepemimpinan pun digantikan oleh
menantunya yakni Subuktigin. Subuktigin inilah yang membentuk Dinasti
Ghaznawiyah.
2. Raja-raja yang Pernah Berkuasa
a. Subuktigin (366-387 H / 976-997 M)
b. Ismail bin Subuktigin (387-389 H / 997-999 M)
c. Mahmud bin Subuktigin (389-420 H / 999-1030 M)
Mahmud bin Subuktigin ini mendapatkan gelar dari Al-Qadir (Khalifah
Abbasiyah ke-25) yaitu Yamin Al-Daulah (Right of the State), karena
keberhasilannya dalam memimpin dinasti ini.
d. Muhammad bin Mahmud
e. Mas’ud bin Mahmud
f. Maudud bin Mas’ud
g. Ibrahim
h. Bahram Syah bin Mas’ud
i. Khursaw Syah bin Bahram
j. Khursaw Malik
3. Perkembangan Islam pada Masa Dinasti Ghaznawiyah
Dinasti Ghaznawiyah mencapai masa kejayaan pada masa pemerintahan Mahmud
Ghaznawi bin Subuktigin. Kemudian hasil peradaban dari dinasti Ghaznawiyah ini
diantaranya :
a. Bidang Ilmu Pengetahuan
Banyak ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa dinasti ini, bahkan
bidang lain lain pun mengalami kemajuan diantaranya kebudayaan,
kesusastraan, kesenian, dan arsitektur. Pada saat itu Ghazna menjadi pusat
perhatian para ulama dan cendikiawan, diantaranya :
a. Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni, seorang ahli astronomi dan
matematika.

13
b. Al-Firdausi yang merupakan seorang penyair, arsitek dan seni lainnya.
c. ibn Al-Arraqi, ibn Al-Khammar, Al-Marasyi, Al-Utby dan Al-Baihaqi
merupakan seorang penulis sejarah.
d. Al-Furrakhi dan Al-Asyadi merupakan seorang penyair Bahasa Persia.
e. Badi’ Al-Zaman Al-Hamdani yang merupakan seorang penyair Arab.
b. Bidang Teritorial
Mahmud berhasil melakukan ekspansi ke arah Selatan sampai Somnath
dekat laut Arabia. Kemudian ke arah Timur, ia menguasai daerah Kalinjar,
lembah sungai Gangga. Di sebelah Utara, ia menjadikan Oxus sebagai batas
dengan daerah Qarakhaniyyah dan terakhir di sebelah Barat, ia
mempertahankan Khurasan terhadap serangan Qarakhaniyyah. Mahmud juga
berhasil menguasai wilayah Ray dan Hamdan dari dinasti Buwaihiyah pada
tahun 420 H / 1029 M.
Wilayah Ghaznawiyah meliputi daerah Iran bagian timur, Afghanistan,
Pakistan, dan beberapa wilayah di India.
c. Bidang Pembangunan
Pada masa pemerintahan Mahmud Ghaznawi bin Subuktigin dibangun
beberapa bangunan penting seperti istana di Afghan, Shal, taman Sad Hasan,
istana Fauzi, masjid Arus Al-Falah, sekolah dan perpustakaan. Masjid Arus Al-
Falah merupakan masjid yang megah dan indah di Ghazna. Selain itu Mahmud
Ghaznawi pun telah membangun kandang dengan kapasitas 1.000 ekor
binatang.
4. Kemunduran Dinasti Ghaznawiyah
Kemunduran dinasti ini dimulai setelah Mahmud bin Subuktigin wafat pada tahun
421 H / 1030 M. Kemudian penerus kepemimpinan Mahmud bin Subuktigin ialah
anaknya sendiri yang bernama Muhammad. Ia berusaha mengembalikan kejayaan
dinasti Ghaznawiyah namun sayang tidak berhasil. Penerusnya ini tidak dapat menjaga
stabilitas dalam negeri dan serangan dari luar. Hal ini pun diperparah dengan pertikaian
yang terjadi antara generasi penerus selanjurnya. Muhammad bin Mahmud bertikai
dengan saudaranya yakni Mas’ud karena perbedaan kepentingan. Akhirnya pertikaian
ini dimenangkan oleh Mas’ud dengan dukungan dari militer dan kemudian

14
berkuasalah ia. Pemerintahan yang ia jalankan tidak berjalan dengan baik. Keadaan
menjadi tidak aman. Situasi yang seperti ini kemudian dimanfaatkan oleh Bani Saljuk
untuk dapat menguasai Khurasan dan Khawarazm.
Kemudian kehancuran dari dinasti ini disebabkan karena terjadi perebutan
kekayaan di antara anggota kerajaan. Hal ini terjadi setelah Mudud bin Mas’ud
menjabat kepentingan dinasti. Stabilitas negara menjadi lemah dan buruk, hal inilah
yang menjadi penyebab seringnya terjadi pergantian penguasa. Selain itu
pemerintahan pun disibukkan dengan berbagai macam peperangan seperti melawan
Bani Saljuk di Sisjistan dan Afghanistan Barat, kemudian bagian lain pun ada yang
direbut oleh dinasti Guriyah. Akhirnya pemerintahan hanya berkuasa di daerah Punjab
yang lama kelamaan pun menyerahkan kekuasaan kepada Dinasti Guriyah.
Dinasti Ghaznawiyah tidak berbeda dengan kekuasaan Samaniyah dan Saffariyah,
yakni tidak ditopang dengan angkatan bersenjata maka semuanya cepat menemui
kehancuran.

2.4 Dinasti Seljuk (469 - 706 H / 1077 – 1307 M)


1. Sejarah Berdirinya Dinasti Sejluk

Dinasti Saljuk merupakan salah satu dinasti utama dari bangsa Turki dan banyak
berkembang secara signifikan pada masa pemerintahan dinasti ini.Wilayah
kekuasaannya meliputi Irak, Iran, Kirman, dan Syria. Dalam perkembangannya
Dinasti Saljuk dibagi menjadi lima cabang, yaitu Seljuk Iran, Seljuk Irak, Seljuk
Kirman, Seljuk Asia kecil, dan Seljuk Syria.Dinasti Seljuk didirikan oleh Seljuk
binDuqaq dari suku Guzz di Turkestan, Namun tokoh terpandang sebagai pendiri
Dinasti Seljuk adalah Tugril Beq, Ia banyak memperluas wilayah dan mendapat
pengakuan oleh Dinasti Abbasiyah.

Dinasti Seljuk dinisbatkan kepada nenek moyang mereka yang bernama Seljuk ibn
Tukak (Dukak), salah satu anggota suku Guzz yang akhirnya menjadi kepala suku
Guzz. Setelah Seljuk bin Tukak meninggal, kepemimpinan digantikan oleh keponakan
tertuannya bernama Israil Seljuk atau Arslan. Pada masa ini ia banyak memperluas
wilayah Bani Seljuk. Sepeninggalan Israil atau Arslan maka dilanjutkan oleh Mikail.

15
Namun, ia diculik dan dibunuh oleh orang-orang Ghaznawiyah yang dipimpin oleh
Sultan Mahmud. Akibatnya Dinasti Seljuk melemah.

Kebangkitan Dinasti Seljuk mulai terlihat saat dipimpin oleh Thugrul Bek. Ia
berhasil mengalahakn dan mengusir Mahmud al-Ghaznawi dari daerah Khurasan pada
tahun 429 H / 1036 M . Kemudian memproklamasikan berdirinya Dinasti Seljuk dan
di akui Dinasti Abbsiayh pada tahun 432 H / 1040 M.

2. Cabang-cabang Dinasti Seljuk


a. Seljuk Agung (Iran)
Daerah kekuasaannya yaitu Ray, Jabal, Irak, Persia, dan Ahwaz. Thugrul Bek
menggalang persatuan yang kuat dengan saudaranya dengan memberikan wilayah
tertentu. Pada tahun 1050-1051 M, ia berhasil merebut Isfahan dan menghancurkan
Daylamah di Persia.
Setahun menguasai Baghdad, Thugrul Bek meninggal dan kepemimpinannya
dilanjutkan oleh Arslan untuk memperkokoh pemerintahannya. Arslan menjadikan
silaturahmi dalam bentuk perkawinan. Pada bulan Agustus 1071 M, terjadi
pertempuran antara dinasti Seljuk dengan Romawi di Manzikart dan pasukan Seljuk
memenangkannya. Berkat kemenangannya , pemimpin Byzantium, Ramailus
Diogenus harus membayar upeti kepada kesultanan Seljuk selama 50 tahun.
Selanjutnya, pada tahun 1072-1092 M, Malik Syah naik tahta menggantikan
ayahnya dan melakukan 3 hal,yaitu sentralisasi kekuasaan politik,menjaga wilayan
dan memperluas wilayah politik. Kemudian ia wafat dan digantikan putra tertuanya,
yaitu Ruhn al-din Barqyanh.
b. Seljuk Irak (1118-1124 M)
Wafatnya Malik Syah memunculkan perpisahan antara kerabat kerajaan. Hal ini
ditandai dengan munculnya kesultanan kecil di wilayah Seljuk raya di Iran dan ingin
memisahkan diri. Di wilayah Irak, Mahmud adalah penguasa pertama yang
mengundurkan diri. Ia melakukan pemberontakan terhadap pamannya, Sultan Sanjai.
Hampir keseluruhan penguasa Seljuk di Irak menduduki usia muda, itu sebabnya
penguasa Seljuk Irak hanya penguasa simbolik, sedangkan secara politik kekuasaan,

16
mereka berada di tangan atabeg (bapak asuh) dan Amir yang mengelilingi Sultan
sekaligus mengatur administrasi pemerintahan.
c. Seljuk Syria
Para penguasa Seljuk Syria merupakan keturunan dari Tajuddaulah Tutusy bin
alp-Arselan yang telah memerintah Syam pada tahun 470 M atas perintah Malik Syah
yang memberinya wilayah kekuasaan di Damaskus.
Tutusy berhasl meluaskan pengaruhnya ke Halep (Aleppo), ar-raha (ray), Harran
(Turki) serta Azerbaijan dan Hamada sebagai batu loncatan untuk menguasai Iran.
Karenanya, Tutusy berperang melawan keponakannya sendiri, Rukn al-Din
Barqyaruk.
Tutusy berhasil dibunuh oleh keponakannya dalam pertempuran besar di dekat
Rayy pada tanggal 7 safar 488 H. kekuasaan Seljuk Syria runtuh pada tahun 511 H
pada masa kekuasaan para atabeg dan garis keturunan Tubtigin (Buriyyah) dan para
amir Arluqiyyah.
d. Seljuk Kirman (1041-1186 M)
Didirikan oleh Imad al-Din Kara Arsela Qawurt bin Chaghri Bek Dawud bin
Mikail atau yang lebih dikenal dengan Qawurt. Itulah sebabnya keturunan Seljuk
Kirman disebut juga Qawartiyyun. Ia berhasil menguasai ibu kota Bardasir dan
mendirikan pemerintahan di daerah Persia. Setelah merasa kuat, ia pun mulai
melawan dan menantang, serta ingin memisahkan diri dari kekuasaan saudaranya,
Alp-Arslan. Namun niatnya diurungkan setelah melihat keunggulan dan kekuatan
Alp-Arslan. Namun ia tetap mencoba menggulingkan saudaranya dan merasa berhak
atas kerajaan Seljuk. Tetapi ia berhasil dibunuh oleh Malik Syah di Hamada tahun
466 H/1074M.
Perpecahan banyak terjadi dan kehancuran dating ketika dipimpin oleh
Muhammad Syah bin Bahrain Syah. Kerajaan tersebut diserang oleh raja-raja dari
Guzz yang kemudian berhasil menguasai kesultanan.
e. Seljuk Asia Kecil
Seljuk Asia Kecil atau Seljuk Rum berkuasa 220 tahun dan ada 14
kepemimpinannya, lebih lama daripada Seljuk yang lain walaupun banyak memiliki
masalah internal. Seljuk Asia Kecil asal keturunan dan nenek moyangnya Abu Al-

17
fawaris Qutulmisy bin Israil bin Saljuk yang diangkat sebagai penguasa di daerah
Monsul, Irak. Kehancuran Seljuk Asia Kecil diawali dengan masuknya orang-orang
Mongol yang berhasil merebut kekuasaan mereka di bawah pimpinan Gaza Khan.
3. Perkembangan Islam pada masa Dinasti Seljuk
Pada masa kejayaannya, Dinasti Seljuk mengalami perkembangan di berbagai
sektor seperti :
a. Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan berkembang pesat ketika Seljuk dipimpin oleh Arslan dan pada
masa Malik Syah, perdana menteri nya, Nizham al-Mulk memprakarsai berdirinya
Universitas Nizhamiyah (1065 M) dan Madrasah Hanafiyyah di Baghdad. Pada masa
tersebut, lahir ilmuan-ilmuan muslim seperti Al-Zamakhsyari, Al-Qusyairi , Farid
Al-Din Aththar, dan Umar Kayam.
b. Politik dan Pemerintahan
Ekpansi wilayah yang dilakukan oleh Dinasti Seljuk mencapai puncaknya sampai
ke Asia Barat yaitu daerah Byzantium sebagai pusat kebudayaan Romawi, Perancis,
Armenia, Guzz, Alahraj. Dalam ekspansi ini terjai peristiwa yang dinamakan dengan
Manzikart (1071 M) saat itu Romanus Drogenes memerintahkan pasukannya untuk
menentang tentara Arslan. Namun hal itu justru membakar semangat perang kaum
Seljuk sebagai wujud mempertahankan harga diri dan kaumnya.
c. Arsitektur Bangunan
Dinasti Seljuk terkenal dengan karyanya dalam bidang bangunan. Mereka sangat
suka bangunan-bangunan besar dan megah, serta gambar-gambar yang dipenuhi
hiasan. Dan para penguasa Dinasti ini hingga memberikan perlindungan dan
perhatian terhadap hasil karya seni serta memberikan motivasi kepada penciptanya
untuk terus berkarya.
Dinasti Seljuk banyak membangun Caravanserai atau tempat persinggahan bagi
para pendatang. Caravanserai menopang aktifitas perdagangan dan bisnis. Selain itu
Masjid Dinasti ini memiliki ciri khas tersendiri terutama pada menaranya. Bangunan
Masjid mereka biasanya lebih kecil,yang terdiri dari sebuah kubah, berdiri
melengkung dengan tiga sisi yang terbuka. Masjid ini disebut Masjid Kiosque.

18
4. Kemunduran dan Keruntuhan Dinasti Seljuk
Faktor Internal :
a. Perebutan kekuasaan antar anggota keluarga kerajaan
b. Pembagian wilayah yang menjadi benih perpecahan
c. Banyak Dinasti kecil memerdekakan diri
d. Kemerosotan Ekonomi
e. Munculnya aliran-aliran sesat dan fanatisme keagamaan
Faktor Eksternal :
a. Serangan tentara Romawi
b. Perang Salib dan serangan tentara Mongol di Baghdad
5. Bukti Peninggalan Dinasti Seljuk
Salah satu peninggalan Dinasti Seljuk yang masih berdiri kokoh hingga saat ini
adalah Kizil Kule (Benteng Merah) yang terletak di Alanya, Turki Selatan. Pada
masanya, Benteng ini merupakan pangkalan pertahanan utama Dinasti Seljuk.

19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terdapat beberapa dinasti yang lahir ketika Bani Abbasiyah berkuasa, hal ini
karena pemerintahan dinasti Abbasiyah yang semakin lama semakin melemah. Beberapa
dinasti yang terlahir itu diantaranya dinasti Thuluniyah, Ikhsyidiyah, Ghaznawiyah dan
Seljuk.
Pada masa masing-masing dinasti ini, Islam mengalami perkembangan di berbagai
macam bidang, seperti bidang keilmuwan, kebudayaan, sosial dan politik, bahkan
pengembangan wilayah.
Namun, dinasti-dinasti ini pun akhirnya mengalami kemunduran dan berakhirlah
dinasti-dinasti ini dengan berbagai alasan kemudurannya.

20
DAFTAR PUSTAKA
Al-Azizi, Abdul Syukur. 2017. Sejarah Terlengkap Peradaban Islam. Yogyakarta : PT. HUTA
PARHAPURAN
http://chyrun.com/sejarah-dinasti-ghaznawiyah

21

Anda mungkin juga menyukai