Anda di halaman 1dari 22

Tugas Makalah Filsafat

Etika dan Ilmu Pengetahuan

Disusun oleh :

1. Agithia Rahma Kusuma (151510383007)


2. Paramita Putri Rizky (151510383019)
3. Safira Faradila (151510383034)
4. Fatih El Qorimah (151510383052)

D-IV RADIOLOGI
FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat ridho dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan Tugas Kelompok Filsafat tentang Etika dan
Ilmu Pengetahuan ini dengan sebaik-baiknya.

Tugas Kelompok Etika dan Ilmu Pengetahuan ini merupakan tugas makalah
bagi mahasiswa D4 Radiologi 2015 Universitas Airlangga yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan serta pemahaman mahasiswa mengenai Etika dan Ilmu
Pengetahuan, mengetahui apa saja Etika dan Ilmu Pengetahuan dalam sudut pandang
filsafat ilmu, selain itu dengan pembuatan makalah ini kami berharap akan lebih
meningkatkan kemampuan para mahasiswa dalam menyusun berbagai makalah.

Tiada kata yang pantas kami ucapkan kecuali ucapan terimakasih yang
sebanyak-banyaknya atas semua pihak yang telah membantu dan mendukung
selesainya makalah ini dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih belum sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sangat saya harapkan demi memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik.

Wassalamualaikum wr.wb.

Surabaya, 28 Agustus 2017

Penyusun

i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR .................................................................................................................I

DAFTAR ISI ............................................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG .......................................................................................................2

1.2 RUMUSAN MASALAH .................................................................................................5

1.3 TUJUAN ......................................................................................................................2

1.4 MANFAAT ...................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................................3

2.1 PENGERTIAN ETIKA ....................................................................................................3

2.2 JENIS-JENIS ETIKA DALAM PROFESI ............................................................................5

2.3 HUBUNGAN ETIKA DAN ILMU PEGETAHUAN .............................................................7

2.4 PENGERTIAN FILSAFAT..................................................................................................9

2.5 PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN............................................................................11

2.6 OBYEK DAN SUDUT PANDANG ILMU PENGETAHUAN.................................................14

2.7 KEGUNAAN ILMU PENGETAHUAN...............................................................................16

2.8 HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN ILMU PENGETAHUAN................................................17

BAB III PENUTUP ................................................................................................................19

3.1 KESIMPULAN ............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu bukanlah merupakan pengetahuan yang datang begitu saja seperti
barang yang sudah jadi dan datang dari dunia khayal. Akan tetapi ilmu
merupakan suatu cara berpikir yang demikian rumit dan mendalam tentang suatu
objek yang khas dengan pendekatan yang khas pula sehingga menghasilkan suatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sedangkan etika bisa dikatakan sebagai
ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika
mempunyai sifat yang sangat mendasar, yaitu sifat kritis.Etika mempersoalkan
norma-norma yang dianggap berlaku, menyelidiki dasar norma-norma itu,
mempersoalkan hak dari setiap lembaga seperti orang tua, negara, dan agama
untuk memberi perintah atau larangan yang harus ditaati.
Lalu apa relasi antara etika dan ilmu pengetahuan ? dalam ilmu filsafat etika
memiliki kedudukan sebagai ilmu pengetahuan ,bukan sebagai ajaran.dan moral
mengajarkan bagaimana kita hidup dan sedangkan etika ingin mengetahui
mengapa kita mengikuti ajaran moral tertentu atau bagaimana kita mengambil
sikap yang bertanggungjawab ketika berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Sehingga untuk mempelajari atau mencari tau sebuah ilmu pengetahuan juga
dibutuhkan sebuah etika yang harus sesuai dengan adat kebiasaan yang ada
dalam masyarakat itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengertian etika dan ilmu pengetahuan?
2. Bagaimana hubungan antara etika dan ilmu pengetahuan?
3. Bagaimana hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan?

BAB II

1
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika


Secara etimologis kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos dan
ethikos, ethos yang berarti sifat, watak, adat, kebiasaan, tempat yang baik.
Ethikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan yang baik. Kata
“etika” dibedakan dengan kata “etik” dan “etiket”. Kata etik berarti kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau nilai mengenai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Adapun kata etiket berarti
tata cara atau adat, sopan santun dan lain sebagainya dalam masyarakat
beradaban dalam memelihara hubungan baik sesama manusia.

Sedangkan secara terminologis etika berarti pengetahuan yang membahas


baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta
sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia.1

Adapun menurut beberapa ahli etika adalah:

Drs. O.P. Simorangkir : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam
berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik

Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat: etika adalah teori tentang tingkah
laku perbuatan manusia dipandang dari seg baik dan buruk, sejauh yang dapat
ditentukan oleh akal.

Drs. H. Burhanudin Salam: etika adalah cabang filsafat yang berbicara


mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam
hidupnya.

Ahmad Amin, Mengemukakan bahwa etika adalah satu pengetahuan yang


menjelaskan tentang arti baik dan buruk serta apa yang seharusnya dilakukan

1
Bertens k, etika seri filsafat atma jaya 15, (Jakarta gramedia pustaka utama 1993) hlm 4

2
oleh manusia, juga menyatakan satu tujuan yang perlu diraih manusia dalam
perbuatannya serta menunjukkan arah untuk melakukan apa yang seharusnya
didilakukan oleh manusia.

Hamzah Yakub, Etika adalah pengetahuan yang menyelidiki suatu perbuatan


mana yang baik dan buruk serta memperlihatkan amal perbuatan manusia
sejauh yang dapat di ketahui oleh akal pikiran.

Aristoteles, Mengemukakan etika kedalam dua pengertian yaitu : Terminius


Technicus & Manner and Custom. Terminius Technicus adalah norma
dipelajari sebagai ilmu dan pengetahuan yang mempelajari suatu problema
tindakan atau perbuatan manusia. Sedangkan yang kedua yaitu, manner and
custom adalah suatu pembahasan etika yang terkait dengan tata cara & etika
kebiasaan yang melekat dalam kodrat manusia (in herent in human nature)
yang begitu terikat dengan arti “baik & buruk” suatu tingkah laku, perilaku
atau perbuatan manusia.

Etika di bagi menjadi pendekatan yaitu etika deskriptif, etika normative

a. Etika Deskriptif

Etika deskriptif merupakan tingkah laku moraldalamartiluas,


misalnya adat kebiasaan, anggapan anggapan tentang baik dan buruk,
tindakn tindakan yang diperolehkan atau tidak diperolehkan. Etika
deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu individu
tertentu dalam kebudayaan kebudayaan tertentu dalam suatu periode
sejarah, dan sebagainya kareana etika diskriptif hanya memebrikan
gambaran bukan penilaian.2

b. Etika Normatif

Etika normative merupakan bagian penting darri etika dan bidang


dimana berlangsung diskusi diskusi yang paling menarik tentang maslah
2
Bertens k, etika seri filsafat atma jaya 15, (Jakarta gramedia pustaka utama 1993) hlm

3
maslah moral, di sini ahli disini para ahli mengemukakan pendapat dengan
memberikan penilaian tentang prilku manusia, berani menolak, penilaian
ini dbatasi oleh norma norma.2

2.2 Jenis-Jenis Etika dalam Profesi


Ada beberapa jenis etika dalam profesi yang di antaranya adalah :
a. Etika filosofis

Etika filosofis adalah etika yang dipandang dari sudut filsafat. Kata
filosofis sendiri berasal dari kata “philosophis” yang asalnya dari bahasa
Yunani yakni: “philos” yang berarti cinta, dan “sophia” yang berarti
kebenaran atau kebijaksanaan. Etika filosofis adalah etika yang
menguraikan pokok-pokok etika atau moral menurut pandangan filsafat.
Dalam filsafat yang diuraikan terbatas pada baik-buruk, masalah hak-
kewajiban, maslah nilai-nilai moral secara mendasar. Disini ditinjau
hubungan antara moral dan kemanusiaan secraa mendalam dengan
menggunakan rasio sebagai dasar untuk menganalisa.3

b. Etika teologis

Etika teologis adalah etika yang mengajarkan hal-hal yang baik


dan buruk berdasarkan ajaran-ajaran agama. Etika ini memandang semua
perbuatan moral sebagai:

1. Perbuatan-perbuatan yang mewujudkan kehendak Tuhan ataub sesuai


dengan kehendak Tuhan.
2. Perbuatan-perbuatan sbegai perwujudan cinta kasih kepada Tuhan

3. Perbuatan-perbuatan sebagai penyerahan diri kepada Tuhan.

3
Rizal r Isnanto, buku ajar etika profesi, semarang 2009

4
Orang beragama mempunyai keyakinan bahwa tidak mungkin
moral itu dibangun tanpa agama atau tanpa menjalankan ajaran-ajaran
Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Sumber pengetahuan dan kebenaran
etika ini adalah kitab suci.

c. Etika sosiologis

Etika sosiologis berbeda dengan dua etika sebelumnya. Etika ini


menitik beratkan pada keselamatan ataupun kesejahteraan hidup
bermasyarakat. Etika sosiologis memandang etika sebagai alat mencapai
keamanan, keselamatan, dan kesejahteraan hidup bermasyarakat. Jadi
etika sosiologis lebih menyibukkan diri dengan pembicaraan tentang
bagaimana seharusnya seseorang menjalankan hidupnya dalam
hubungannya dengan masyarakat.

1. Fungsi etika :

A. Tempat untuk mendapatkan orientasi kritis yang berhadapan


dengan berbagai suatu moralitas yang membingungkan.

B. Untuk menunjukan suatu keterampilan intelektual yakni suatu


keterampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.

C. Untuk Orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil suatu sikap


yang wajar dalam suasana pluralisme.

2. Manfaat Etika :

A. Dapat menolong suatu pendirian dalam beragam suatu pandangan


dan moral.

5
B. Dapat membedakan yang mana yang tidak boleh dirubah dan yang
mana yang boleh dirubah.

C. Dapat menyelesaikan masalah-masalah moralitas ataupun suatu


sosial lainnya yang membingungkan suatu masyarakat dengan
suatu pemikiran yang sistematis dan kritis.

D. Dapat menggunakan suatu nalar sebagai dasar pijak bukan dengan


suatu perasaan yang bikin merugikan banyak orang. Yaitu Berpikir
dan bekerja secara sistematis dan teratur ( step by step).

E. Dapat menyelidiki suatu masalah sampai ke akar-akarnya bukan


karena sekedar ingin tahu tanpa memperdulikannya

2.3 Hubungan Etika dan Ilmu Pengetahuan


Charis zubeir dalam bukunya Kajian Filsafat Ilmu; Dimensi Etik dan
Astetik Ilmu Pengatahuan Manusia, menyebutkan bahwa terdapat dua
kelompok yang memandang hubungan ilmu pengetahuan dan etika yaitu :

a. Kelompok pertama memandang bahwa ilmu pengetahuan harus bersifat


netral, bebas dari nilai-nilai, dalam hal ini fungsi ilmu pengetahuan
selanjutnya terserah pada orang lain untuk mempergunakan tujuan baik
atau buruk.

b. Kelompok kedua berpendapat bahwa kenetralan terhadap nilai hanya


terbatas pada kaidah keilmuannya tetapi dalam penggunaannya pemilihan
objek penelitiannya, kegiatan keilmuan harus berlandas pada asas
penilaian yang baik atau buruk dalam etika.4

Persoalan mengenai nilai etika yang menimbulkan dilema mana yang


baik, benar di sinilah etika memainkan peranan penting mengenai apa yang

4
Charis zubeir, ahmad. Kajian filsafat Ilmu. Cet II Yogyakarta lembaga studi filsafat islam, 2002.

6
seharusnya atau terkait dengan apa yang baik dan tidak baik serta apa yang
salah dan apa yang benar. Sehingga etika menjadi acuan atau panduan bagi
ilmu pengetahuan dalam realisasi pengembangannya.

Kenyataan bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh


nilai-nilai yang letaknya di luar ilmu pengetahuan, dapat diungkapkan juga
rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan seharusnya bebas. Namun demikian
jelaslah kiranya kebebasan yang dituntut ilmu pengetahuan sekali-kali tidak
sama dengan ketidakterikatan mutlak. Patutlah kita menyelidiki lebih lanjut
mengenai kebebasan ini.

Etika memang tidak dalam kawasan ilmu pengetahuan yang bersifat


otonom, tetapi tidak dapat disangkal peranannya dalam perbincangan ilmu
pengetahuan. Tanggung jawab etika, merupakan hal yang menyangkut
kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan. Dalam kaitan hal ini terjadi
keharusan itu memperhatikan kodrat manusia, menjaga keseimbangan
ekosistem, bertanggung jawab pada kepentingan umum serta kepentingan
generasi mendatang. Karena pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah untuk
mengembangkan eksistensi manusia bukan menghancurkan eksistensi
manusia.

Pada prinsipnya ilmu pengetahuan tidak dapat dan tidak perlu.


Kemajuan ilmu pengetahuan dengan demikian, memerlukan visi moral yang
tepat. Manusia dengan ilmu pengetahuan akan mampu untuk berbuat apa saja
yang diinginkan namun pertimbangan tidak hanya sampai pada apa yang
dapat diperbuat dan apa yang seharusnya diperbuat. Pada dasarnya
mengupayakan rumusan konsep etika dan ilmu pengetahuan harus sampai
kepada rumusan yang normatif yang berupa pedoman pengarahan konkret,
bagaimana keputusan tindakan manusia di bidang ilmu pengetahuan harus
dilakukan.

7
Etika membuktikan kemampuan menyelesaikan masalah konkret tidak
sekedar memberikan isyarat dan pedoman umum melainkan langsung
melibatkan diri dalam peristiwa aktual dan faktual manusia, sehingga
terjadinya hubungan timbal balik dengan apa yang seharusnya terjadi. Etika
berdasarkan interaksi antara keadaan etika sendiri dengan masalah-masalah
yang membumi.
Pengembangan ilmu harus berpijak pada proyeksi tentang
kemungkinan yang secara etis diterima oleh masyarakat atau individu manusia
selaku pengguna atau penerima ilmu harus dapat dipertanggung jawabkan
pihak yang mengembangkan ilmu, sehingga dalam proses pengambilan
keputusan karena berpijak pada penentu pertimbangan moral dari
pengembangan ilmu tersebut.
2.4 Pengertian Filsafat

Awal mula istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani yakni “philosophia”.
Seiring dengan perkembangannya istilah “philospohia” oleh para filsuf ditarik
akar kata memiliki dua unsur pokok yaitu pertama philien dan sophos, serta
yang kedua philos dan sophia.

Kedua kelompok upaya mencari akar pengertian istilah tersebut dapat


diurai sebagai berikut. Pertama unsur philien dan sophos; “philien” berarti
mencinta, dan sophos berarti bijaksana. Istilah philosophia dengan akar kata
philien dan sophos berarti mencintai akan hal - hal yang bersifat bijaksana.
Istilah philosophia dengan akar kata philos dan sophia berarti kawan
kebijaksanaan. Philosophie menurut arti katanya adalah cinta akan
kebijaksanaan dan berusaha untuk memilikinya.5

Begitu banyak pengertian dan pemaknaan dari istilah filsafat. Dan


tentunya pendapat dari setiap filsuf memiliki batasan dan rumusannya sendiri.

5
Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hlm 10

8
Namun batasan filsafat dapat ditinjau dari dua sisi yaitu dari sisi secara
etimologi serta dari sisi secara terminologi.

Secara etimologi istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu


falsafah. Ada pula yang berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari bahasa
Inggris “philosophy”. Kedua istilah tersebut berakar kepada bahasa Yunani
yaitu “philosophia”. Istilah tersebut memiliki dua unsur asasi, yaitu: “philien”
dan “sophia”. Philien berarti cinta, sophia berarti kebijaksanaan.6

Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa filsafat


(philosophia) memiliki arti cinta kebijaksanaan. Yang mana maksud dari arti
tersebut ialah filsafat merupakan suatu hal yang di dalamnya selalu mencari
kebijaksanaan dalam arti hakikat (asal muasalnya). Sebagai contoh, seorang
filsuf akan selalu mempertanyakan dan memikirkan suatu hal akan hakikat
yang sebenarnya, agar segala sesuatunya dapat berjalan sesuai dengan yang
seharusnya.

Secara terminologi, istilah filsafat ditinjau dari pendapat para filsuf,


diantaranya ialah pendapat dari Plato, Aristoteles, Al Farabi, Rene, Descartes,
Immanuel Kant, Langeveld, Hasbullah Bakry. Dari seluruh pendapat para
filsuf tersebut mengenai arti filsafat, intinya adalah filsafat merupakan ilmu
pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatu secara
mendalam dan sungguh - sungguh, radikal sehingga mencapai hakikat segala
situasi tersebut.7

Kiat pencapaian hakikat dari sesuatu yang dipikirkan dapat dilakukan


dengan menggunakan analisis abstraksi. Seperti ajaran Aristoteles yang
dikenal dengan sepuluh kategori yang dibagi menjadi dua garis besar yakni
substansi dan aksidensi. Substansi adalah inti mutlak atau hakikat, yaitu suatu
6
Ibid, loc. cit

7
Sudarsono, op. cit. hlm 12

9
hal yang harus ada untuk adanya sesuatu. Sedangkan aksidensi merupakan hal
- hal yang sifatnya kebetulan dan terdiri dari: kuantitas, kualitas, relasi, aksi,
pasi, tempat, keadaan, kedudukan, dan waktu. Terlepas dari konsep
aksidensia, tinggallah pemikiran mengenai konsep substansia yakni inti
mutlak dan hakikatnya. Konsep substansia ini sifatnya tetap dan tidak
berubah.8

2.5 Pengertian Ilmu Pengetahuan

Kata “ilmu” merupakan terjemahan dari kata “science”, yang secara


etimologis berasal dari kata latin “scinre”, artinya “to know”. Dalam
pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu
pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan obyektif. 9

Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan


mensistemasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari
pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari - hari, namun
dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan
menggunakan berbagai metode 10

Menurut Prof. Drs. Harsojo, ilmu - ilmu empiris baik ilmu - ilmu
pengetahuan alam maupun ilmu - ilmu pengetahuan sosial, berdasarkan
tujuannya dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1. Ilmu - ilmu murni, dan


2. Ilmu - ilmu terpakai (terapan)11

8
Sudarsono, op. cit. hlm 12

9
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, Bumi Aksara, Jakarta, 1988, hlm 9

10
Ibid, hlm 10

11
Ibid, hlm 11

10
Suatu ilmu dikatakan murni apabila, ilmu tersebut bertujuan untuk
memajukan ilmu itu sendiri, memperoleh pengertian yang lebih mendalam,
mendapatkan pengetahuan - pengetahuan baru setelah adanya eksperimen.
Sedangkan, ilmu dikatakan ilmu terapan apabila ilmu tersebut diaplikasikan
guna memecahkan masalah yang ada. Sebagai contoh ilmu kimia dikatakan
sebagai ilmu murni ketika ilmu tersebut bertujuan untuk mengetahui rumus -
rumus baru hasil dari perkembangan suatu metode, namun lain halnya ketika
ilmu kimia diterapkan dalam dunia farmasi sebagai penangkal atau
penyembuh suatu penyakit, dengan tujuan inilah ilmu kimia dikatakan ilmu
terapan. Pemetaan terhadap ilmu - ilmu tersebut bukan bermaksud untuk
membatasi, justru ilmu tersebut dipetakan agar dapat saling melengkapi.

Tujuan dari ilmu empiris adalah untuk memahami struktur serta kerja
alam semesta. Terdapat beberapa metode atau prosedur empiris untuk
mencapai tujuan tersebut. Metode yang dimaksud lebih dikenal dengan
metode ilmiah.

Secara singkat kami kemukakan suatu prosedur penelitian empiris


yang dikemukakan oleh Randall seperti berikut:

1. Seseorang akan menghadapi masalah.


2. Merumuskan suatu hipotesis, yang berguna untuk
menginterpretasikan fakta - fakta, melihat hubungan - hubungannya, serta
signifikansinya.
3. Men-tes hipotesis, yang dilakukan dengan melalui observasi
dan eksperimen.
4. Mengadakan verifikasi, untuk melihat apakah ada
ketergantungan antara teori dan praktek.12

Agar memperoleh kepastian yang di targetkan, mencapai pengetahuan


yang obyektif dan benar , serta dapat dipertanggungjawabkan, maka
12
Ibid, hlm 12

11
dibutuhkan suatu pendekatan persoalan melalui pemikiran
pertanggungjawaban terlebih dahulu, kemudian bahan yang diperoleh
diperbandingkan, dianalisis, digolongkan terhadap unsur yang sama, lalu di
cari hubungannya dan ditentukan sifat - sifat umumnya secara keseluruhan.
Setelahnya disintesis kembali, dijadikan suatu pandangan, satu keseluruhan,
satu sistem. Dan setelah melewati tes - tes tersebut maka ilmu pengetahuan
dapat dirumuskan:

“KUMPULAN PENGETAHUAN MENGENAI SUATU HAL


TERTENTU (OBYEK/LAPANGAN), YANG MERUPAKAN KESATUAN
YANG SISTEMATIS DAN MEMBERIKAN PENJELASAN YANG
SISTEMATIS YANG DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN DENGAN
MENUNJUKKAN SEBAB - SEBAB HAL/KEJADIAN ITU” 13

Ilmu pengetahuan mencari sebab akibat (kausalitas), mencoba


menentukan mengapa sesungguhnya kejadian - kejadian itu memang
demikianlah keadaannya.14

2.6 Obyek dan Sudut Pandang Ilmu Pengetahuan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya ilmu pengetahuan sangatlah


luas dan mencakup banyak hal. Agar dapat diperoleh kepastiannya, maka
perlulah dilakukan pendekatan melalui Penggolongan ilmu pengetahuan
sehingga di dapatkan informasi yang lebih spesifik. penggolongan ilmu
pengetahuan di dasarkan pada dua asas, yakni obyek dan sudut pandang.

2. 6. 1 Obyek Atas Ilmu Pengetahuan Tersebut

13
Ibid, hlm 14

14
Ibid, loc. cit.

12
Secara garis besar obyek atau lapangan ilmu pengetahuan adalah alam dan
manusia. Ada seorang tokoh filsuf bangsa jerman bernama Wilhelm Dilthey
yang membedakan ilmu pengetahuan atas dua bagian, diantaranya:
1. Natur - wissenschaft (Ilmu Pengetahuan Alam)
2. Geistes - wissenscahft (Ilmu Pengetahuan Manusia)

Terdapat beberapa cabang ilmu yang berobyek pada tingkah laku


manusia. Menurut Prof. Drs. Harsojo; “Apabila kita pelajari tingkah laku
manusia sebagai makhluk yang hidupp dalam masyarakat, maka tingkah laku
itu mempunyai berbagai segi/aspek seperti biologis, psikologis, sosiologis,
dan antropologis. Selain dari segi - segi tersebut masih ada segi lain yang
memengaruhi seperti aspek yang berhubungan dengan kehidupan manusia
sebagai insane politik, hokum, sejarah, ekonomi, dan lainnya. Namun untuk
memahami konsep manusia - masyarakat, dari segi yang telah disebutkan,
pendekatan paling utama ialah ilmu tentang tingkah laku manusia, seperti
psikologi, sosiologi, dan antropologi.15

Dari penjabaran diatas dapat di simpulkan bahwa yang menjadi


pembeda antara ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan yang lainnya
adalah obyek materialnya, tetapi apabila obyek materialnya sama berarti yang
membedakan adalah obyek formalnya atau sudut pandangnya.

2. 6. 2 Sudut Pandang

Penggolongan atas asas sudut pandang penting dilakukan karena


sesungguhnya manusia itu terbatas, yang hanya mampu melihat dari satu
sudut saja. Dengan mempelajari dari satu sudut tertentu menjadikan lebih
fokus terhadap pencariannya, sehingga dari pencarian ini dapat diketahui pula
sudut sudut yang lain. Sebagai contoh minyak tanah jika dilihat dari
susunannya maka ilmu tersebut fokus terhadap ilmu kimia, namun karena

15
Burhanuddin Salam, op. cit hlm 16

13
diketahui susunannya sehingga dapat diketahui pula dimana minyak tanah
bisa ditemukan hal tersebut sudah masuk ke ranah ilmu geologi.

Berbicara mengenai sudut pandang, asas obyek tidak boleh dilalaikan


begitu saja karena antar dua asas ini satu dan lainnya saling berkaitan dan
memengaruhi. Dapat dianalogikan sebagai suatu pidato, pidato dapat dari
sudut bentuknya, isinya, tujuannya, dari sudut tata - bahasanya ataupun dari
sudut logikanya dan sebagainya. Tapi perhatikan antara obyek dan sudut
pandangnya, keduanya tidak boleh dipisahkan karena merupakan satu
kesatuan. Dengan adanya kolaborasi oleh kedua asas tersebut, sehingga
terciptalah penggolongan yang spesifik bahkan menentukan sifat ilmu
pengetahuan tersebut. 16

Suatu obyek dibedakan atas dua hal diantaranya:

a. Obyek material merupakan obyek/lapangan jika dilihat keseluruhannya.


Jadi manusia, minyak tanah, pidato, dan sebagainya.
b. Obyek formal merupakan obyek/lapangan jika dipandang menurut suatu
aspek atau sudut tertentu saja.

Perbedaan menurut obyek formal dan obyek material sangat luas


dipergunakan dalam ilmu pengetahuan. Material biasanya menunjukkan isi,
formal lebih menitikberatkan pada bentuk . 17

2.7 Kegunaan Ilmu Pengetahuan

Ilmu menghasilkan teknologi, yang memungkinkan manusia dapat


bergerak atau bertindak dengan cermat, dan tepat, karena ilmu dan teknologi
merupakan hasil kerja pengalaman, observasi, eksperimen, dan verifikasi.18
16
Burhanuddin Salam, op. cit. hlm 17

17
Ibid, hlm 18

18
Ibid, hlm 25

14
Dengan adanya ilmu dan teknologi manusia dapat merubah dunia
mulai dari kecanggihan alat, gaya hidup, cara berpikir, proses mengerjakan
segala sesuatu, pengurangan rentang ruang dan waktu. Semua berubah seakan
begitu instan, merupakan sebuah tanda bahwa ilmu dan teknologi sedang
berkembang dan terus berkembang.

Dari sisi ilmu murni seperti biologi, kimia, fisika, dan matematika
menyumbangkan berbagai teori dan hukum - hukumnya kepada ilmu
kedokteran sebagai ilmu terapan untuk menyembuhkan penyakit, pencegahan
dan menghindari penyakit, kiat - kiat hidup sehat, dan lainya.

Begitu pula dengan ilmu - ilmu sosial seperti sosiologi, psikologi, dan
lainnya. Menyumbangkan keserasian pergaulan antar manusia. Serta ilmu
hukum yang menyodorkan teori - teorinya agar manusia dapat hidup
berdampingan sebagaimana mestinya.

Banyak manfaat yang diberikan akibat adanya perkembangan ilmu dan


teknologi. Tetapi jangan terlena akan kemudahan - kemudahan yang
diperoleh, karena terdapat beberapa kekurangan yang dianggap bahaya akibat
dari perkembangan ilmu dan teknologi. Kekurangan yag dimaksud antara lain:

a. Ilmu bersifat obyektif, mengesampingkan penilaian, mengesampingkan


tujuan hidup. Sehingga ilmu tidak bisa dijadikan sebagai pembimbing
bagi manusia untuk menjalani hidup

b. Manusia hidup dalam waktu yang panjang, jika ia terbenam dalam dunia
fisik maka ia akan hampa dari makna hidup yang sebenarnya. 19

2.8 Hubungan Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan

19
Burhanuddin Salam, op. cit. hlm 26

15
Seperti yang diketahui oleh banyak orang, filsafat dipandang sebagai
suatu ilmu yang mencakup segenap ilmu lainnya. Namun pada masa ini
persepsi tersebut tidak lagi dibenarkan. Dari sudut obyek material, pandangan
tersebut memang benar bahwa filsafat mecakup semuanya. Tetapi dari sudut
obyek formal, filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya jelas berbeda. Ilmu -
ilmu tersebut seperti kimia, fisika, biologi memelajari alam, namun ilmu
tersebut tidak memelajari hakikat dari alam. Memelajari hakikat itulah yang
menjadi ranah filsafat. Begitu pula dengan ilmu psikologi, sosiologi, dan
sejarah, ilmu - ilmu tersebut memelajari manusia dari berbagai sudut, tetapi
ilmu tidak mempersoalkan hakikat dari manusia. Persoalan hakikat manusia
itulah yang menjadi konteks belajar ilmu filsafat. 20

Keterkaitan antara filsafat dan ilmu pengetahuan sangatlah penting,


keduanya saling melengkapi. Tetapi ada hal yang perlu di garis bawahi bawah
masing - masing harus saling menghormati dan memegang batasan - batasan
dan sifatnya sendiri - sendiri. Hal ini sering dilupakan hingga menimbulkan
bermacam keganjilan dan persoalan akan perbedaan antara kedua ilmu
tersebut.

Sebagai contoh maksud dari penjabaran diatas yakni “waktu saya


mengoperasi seorang pasien belum pernah saya melihat jiwanya, jadi manusia
itu tak mempunyai jiwa” maka ia menginjak batasan dari ilmunya, meloncat
dari ilmu pengetahuannya masuk ke dalam ranah filsafat, sehingga
kesimpulan yang dikeluarkan tadi sudahlah tidak benar. 21

Karena antara filsafat dan ilmu pengetahuan mempunyai cara pandang


sendiri untuk memperoleh kebenarannya, dan keduanya tidak boleh
dimaksudkan untuk saling mengungguli melainkan saling melengkapi

20
Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat, Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm 130

21
Burhanuddin Salam, op. cit, hlm 82

16
sehingga diperoleh kebenaran yang diharapkan baik dari segi ilmu
pengetahuan maupun dari segi filsafatnya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Secara etimologis kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos dan
ethikos, ethos yang berarti sifat, watak, adat, kebiasaan, tempat yang baik.
Ethikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan yang baik. Kata
“etika” dibedakan dengan kata “etik” dan “etiket”. Kata etik berarti kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau nilai mengenai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Adapun kata etiket berarti
tata cara atau adat, sopan santun dan lain sebagainya dalam masyarakat
beradaban dalam memelihara hubungan baik sesama manusia. Dan etika di
bagi menjadi 2 yaitu :

1. Etika Deskriptif

2. Etika Normatif

Jenis-jenis etika dalam profesi di bagi menjadi beberapa ,yaitu :

1. Etika filosofis

2. Etika teologis

17
3. Etika sosiologis

Hubungan filsafat dan ilmu pengetahuan yaitu filsafat dan ilmu pengetahuan
memiliki cara pandang yang berbeda dan tidak di maksudkan untuk saling
menggunguli sehingga akan di dapatkan sebuah kebeneran dari sudut padang
yang berbeda pula. Baik dari segi filsafat maupun ilmu pengetahuan.

Pada intinya antara etika, ilmu pengetahuan, dan filsafat memiliki


porsinya sendiri - sendiri, tetapi ketiganya bukan berarti jalan sendiri
melainkan saling berhubungan dan berkaitan. Sebagai contoh sederhana suatu
ilmu pengetahuan etikanya wajib mempertanggung jawabkan atas data - data
yang diperolehnya, distulah etika memainkan perannya atas atas adanya
pertanggungjawaban data tersebut. Pertanggung jawaban yang dimaksud
adalah suatu bukti konkrit atau nyata yang bias dijelaskan asal usulnya atau
kebenarannya, disitulah peran filsafat dalam menggali asal usul data terkait.

18
Daftar Pustaka

Charis zubeir, ahmad. Kajian filsafat Ilmu. Cet II Yogyakarta lembaga studi filsafat
islam, 2002.
Charles B fledelerman etika enjniring ed 2 jakarta erlangga 2002, buku terjemahan
Bertens k, etika seri filsafat atma jaya 15, Jakarta gramedia pustaka utama 1995
Salam B, 1988, Pengantar Filsafat, Jakarta, Bumi Aksara
Sudarsono, 1993, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta, Rineka Cipta
Wiramihardja S. A, 2009, Pengantar Filsafat, Bandung, Refika Aditama

19

Anda mungkin juga menyukai