Disusun oleh :
D-IV RADIOLOGI
FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat ridho dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan Tugas Kelompok Filsafat tentang Etika dan
Ilmu Pengetahuan ini dengan sebaik-baiknya.
Tugas Kelompok Etika dan Ilmu Pengetahuan ini merupakan tugas makalah
bagi mahasiswa D4 Radiologi 2015 Universitas Airlangga yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan serta pemahaman mahasiswa mengenai Etika dan Ilmu
Pengetahuan, mengetahui apa saja Etika dan Ilmu Pengetahuan dalam sudut pandang
filsafat ilmu, selain itu dengan pembuatan makalah ini kami berharap akan lebih
meningkatkan kemampuan para mahasiswa dalam menyusun berbagai makalah.
Tiada kata yang pantas kami ucapkan kecuali ucapan terimakasih yang
sebanyak-banyaknya atas semua pihak yang telah membantu dan mendukung
selesainya makalah ini dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih belum sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sangat saya harapkan demi memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik.
Wassalamualaikum wr.wb.
Penyusun
i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR .................................................................................................................I
ii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
1
PEMBAHASAN
Drs. O.P. Simorangkir : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam
berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik
Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat: etika adalah teori tentang tingkah
laku perbuatan manusia dipandang dari seg baik dan buruk, sejauh yang dapat
ditentukan oleh akal.
1
Bertens k, etika seri filsafat atma jaya 15, (Jakarta gramedia pustaka utama 1993) hlm 4
2
oleh manusia, juga menyatakan satu tujuan yang perlu diraih manusia dalam
perbuatannya serta menunjukkan arah untuk melakukan apa yang seharusnya
didilakukan oleh manusia.
a. Etika Deskriptif
b. Etika Normatif
3
maslah moral, di sini ahli disini para ahli mengemukakan pendapat dengan
memberikan penilaian tentang prilku manusia, berani menolak, penilaian
ini dbatasi oleh norma norma.2
Etika filosofis adalah etika yang dipandang dari sudut filsafat. Kata
filosofis sendiri berasal dari kata “philosophis” yang asalnya dari bahasa
Yunani yakni: “philos” yang berarti cinta, dan “sophia” yang berarti
kebenaran atau kebijaksanaan. Etika filosofis adalah etika yang
menguraikan pokok-pokok etika atau moral menurut pandangan filsafat.
Dalam filsafat yang diuraikan terbatas pada baik-buruk, masalah hak-
kewajiban, maslah nilai-nilai moral secara mendasar. Disini ditinjau
hubungan antara moral dan kemanusiaan secraa mendalam dengan
menggunakan rasio sebagai dasar untuk menganalisa.3
b. Etika teologis
3
Rizal r Isnanto, buku ajar etika profesi, semarang 2009
4
Orang beragama mempunyai keyakinan bahwa tidak mungkin
moral itu dibangun tanpa agama atau tanpa menjalankan ajaran-ajaran
Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Sumber pengetahuan dan kebenaran
etika ini adalah kitab suci.
c. Etika sosiologis
1. Fungsi etika :
2. Manfaat Etika :
5
B. Dapat membedakan yang mana yang tidak boleh dirubah dan yang
mana yang boleh dirubah.
4
Charis zubeir, ahmad. Kajian filsafat Ilmu. Cet II Yogyakarta lembaga studi filsafat islam, 2002.
6
seharusnya atau terkait dengan apa yang baik dan tidak baik serta apa yang
salah dan apa yang benar. Sehingga etika menjadi acuan atau panduan bagi
ilmu pengetahuan dalam realisasi pengembangannya.
7
Etika membuktikan kemampuan menyelesaikan masalah konkret tidak
sekedar memberikan isyarat dan pedoman umum melainkan langsung
melibatkan diri dalam peristiwa aktual dan faktual manusia, sehingga
terjadinya hubungan timbal balik dengan apa yang seharusnya terjadi. Etika
berdasarkan interaksi antara keadaan etika sendiri dengan masalah-masalah
yang membumi.
Pengembangan ilmu harus berpijak pada proyeksi tentang
kemungkinan yang secara etis diterima oleh masyarakat atau individu manusia
selaku pengguna atau penerima ilmu harus dapat dipertanggung jawabkan
pihak yang mengembangkan ilmu, sehingga dalam proses pengambilan
keputusan karena berpijak pada penentu pertimbangan moral dari
pengembangan ilmu tersebut.
2.4 Pengertian Filsafat
Awal mula istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani yakni “philosophia”.
Seiring dengan perkembangannya istilah “philospohia” oleh para filsuf ditarik
akar kata memiliki dua unsur pokok yaitu pertama philien dan sophos, serta
yang kedua philos dan sophia.
5
Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hlm 10
8
Namun batasan filsafat dapat ditinjau dari dua sisi yaitu dari sisi secara
etimologi serta dari sisi secara terminologi.
7
Sudarsono, op. cit. hlm 12
9
hal yang harus ada untuk adanya sesuatu. Sedangkan aksidensi merupakan hal
- hal yang sifatnya kebetulan dan terdiri dari: kuantitas, kualitas, relasi, aksi,
pasi, tempat, keadaan, kedudukan, dan waktu. Terlepas dari konsep
aksidensia, tinggallah pemikiran mengenai konsep substansia yakni inti
mutlak dan hakikatnya. Konsep substansia ini sifatnya tetap dan tidak
berubah.8
Menurut Prof. Drs. Harsojo, ilmu - ilmu empiris baik ilmu - ilmu
pengetahuan alam maupun ilmu - ilmu pengetahuan sosial, berdasarkan
tujuannya dibagi menjadi dua kategori, yaitu:
8
Sudarsono, op. cit. hlm 12
9
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, Bumi Aksara, Jakarta, 1988, hlm 9
10
Ibid, hlm 10
11
Ibid, hlm 11
10
Suatu ilmu dikatakan murni apabila, ilmu tersebut bertujuan untuk
memajukan ilmu itu sendiri, memperoleh pengertian yang lebih mendalam,
mendapatkan pengetahuan - pengetahuan baru setelah adanya eksperimen.
Sedangkan, ilmu dikatakan ilmu terapan apabila ilmu tersebut diaplikasikan
guna memecahkan masalah yang ada. Sebagai contoh ilmu kimia dikatakan
sebagai ilmu murni ketika ilmu tersebut bertujuan untuk mengetahui rumus -
rumus baru hasil dari perkembangan suatu metode, namun lain halnya ketika
ilmu kimia diterapkan dalam dunia farmasi sebagai penangkal atau
penyembuh suatu penyakit, dengan tujuan inilah ilmu kimia dikatakan ilmu
terapan. Pemetaan terhadap ilmu - ilmu tersebut bukan bermaksud untuk
membatasi, justru ilmu tersebut dipetakan agar dapat saling melengkapi.
Tujuan dari ilmu empiris adalah untuk memahami struktur serta kerja
alam semesta. Terdapat beberapa metode atau prosedur empiris untuk
mencapai tujuan tersebut. Metode yang dimaksud lebih dikenal dengan
metode ilmiah.
11
dibutuhkan suatu pendekatan persoalan melalui pemikiran
pertanggungjawaban terlebih dahulu, kemudian bahan yang diperoleh
diperbandingkan, dianalisis, digolongkan terhadap unsur yang sama, lalu di
cari hubungannya dan ditentukan sifat - sifat umumnya secara keseluruhan.
Setelahnya disintesis kembali, dijadikan suatu pandangan, satu keseluruhan,
satu sistem. Dan setelah melewati tes - tes tersebut maka ilmu pengetahuan
dapat dirumuskan:
13
Ibid, hlm 14
14
Ibid, loc. cit.
12
Secara garis besar obyek atau lapangan ilmu pengetahuan adalah alam dan
manusia. Ada seorang tokoh filsuf bangsa jerman bernama Wilhelm Dilthey
yang membedakan ilmu pengetahuan atas dua bagian, diantaranya:
1. Natur - wissenschaft (Ilmu Pengetahuan Alam)
2. Geistes - wissenscahft (Ilmu Pengetahuan Manusia)
2. 6. 2 Sudut Pandang
15
Burhanuddin Salam, op. cit hlm 16
13
diketahui susunannya sehingga dapat diketahui pula dimana minyak tanah
bisa ditemukan hal tersebut sudah masuk ke ranah ilmu geologi.
17
Ibid, hlm 18
18
Ibid, hlm 25
14
Dengan adanya ilmu dan teknologi manusia dapat merubah dunia
mulai dari kecanggihan alat, gaya hidup, cara berpikir, proses mengerjakan
segala sesuatu, pengurangan rentang ruang dan waktu. Semua berubah seakan
begitu instan, merupakan sebuah tanda bahwa ilmu dan teknologi sedang
berkembang dan terus berkembang.
Dari sisi ilmu murni seperti biologi, kimia, fisika, dan matematika
menyumbangkan berbagai teori dan hukum - hukumnya kepada ilmu
kedokteran sebagai ilmu terapan untuk menyembuhkan penyakit, pencegahan
dan menghindari penyakit, kiat - kiat hidup sehat, dan lainya.
Begitu pula dengan ilmu - ilmu sosial seperti sosiologi, psikologi, dan
lainnya. Menyumbangkan keserasian pergaulan antar manusia. Serta ilmu
hukum yang menyodorkan teori - teorinya agar manusia dapat hidup
berdampingan sebagaimana mestinya.
b. Manusia hidup dalam waktu yang panjang, jika ia terbenam dalam dunia
fisik maka ia akan hampa dari makna hidup yang sebenarnya. 19
19
Burhanuddin Salam, op. cit. hlm 26
15
Seperti yang diketahui oleh banyak orang, filsafat dipandang sebagai
suatu ilmu yang mencakup segenap ilmu lainnya. Namun pada masa ini
persepsi tersebut tidak lagi dibenarkan. Dari sudut obyek material, pandangan
tersebut memang benar bahwa filsafat mecakup semuanya. Tetapi dari sudut
obyek formal, filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya jelas berbeda. Ilmu -
ilmu tersebut seperti kimia, fisika, biologi memelajari alam, namun ilmu
tersebut tidak memelajari hakikat dari alam. Memelajari hakikat itulah yang
menjadi ranah filsafat. Begitu pula dengan ilmu psikologi, sosiologi, dan
sejarah, ilmu - ilmu tersebut memelajari manusia dari berbagai sudut, tetapi
ilmu tidak mempersoalkan hakikat dari manusia. Persoalan hakikat manusia
itulah yang menjadi konteks belajar ilmu filsafat. 20
20
Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat, Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm 130
21
Burhanuddin Salam, op. cit, hlm 82
16
sehingga diperoleh kebenaran yang diharapkan baik dari segi ilmu
pengetahuan maupun dari segi filsafatnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara etimologis kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos dan
ethikos, ethos yang berarti sifat, watak, adat, kebiasaan, tempat yang baik.
Ethikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan yang baik. Kata
“etika” dibedakan dengan kata “etik” dan “etiket”. Kata etik berarti kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau nilai mengenai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Adapun kata etiket berarti
tata cara atau adat, sopan santun dan lain sebagainya dalam masyarakat
beradaban dalam memelihara hubungan baik sesama manusia. Dan etika di
bagi menjadi 2 yaitu :
1. Etika Deskriptif
2. Etika Normatif
1. Etika filosofis
2. Etika teologis
17
3. Etika sosiologis
Hubungan filsafat dan ilmu pengetahuan yaitu filsafat dan ilmu pengetahuan
memiliki cara pandang yang berbeda dan tidak di maksudkan untuk saling
menggunguli sehingga akan di dapatkan sebuah kebeneran dari sudut padang
yang berbeda pula. Baik dari segi filsafat maupun ilmu pengetahuan.
18
Daftar Pustaka
Charis zubeir, ahmad. Kajian filsafat Ilmu. Cet II Yogyakarta lembaga studi filsafat
islam, 2002.
Charles B fledelerman etika enjniring ed 2 jakarta erlangga 2002, buku terjemahan
Bertens k, etika seri filsafat atma jaya 15, Jakarta gramedia pustaka utama 1995
Salam B, 1988, Pengantar Filsafat, Jakarta, Bumi Aksara
Sudarsono, 1993, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta, Rineka Cipta
Wiramihardja S. A, 2009, Pengantar Filsafat, Bandung, Refika Aditama
19