Anda di halaman 1dari 15

EMERGING DAN REEMERGING DISEASE

Emerging disease adalah penyakit yang belum pernah menyerang manusia


sebelumnya; penyakit yang pernah menyerang manusia sebelumnya namun hanya
mengenai populasi kecil dan terisolasi; penyakit yang pernah menyerang manusia
sebelumnya tapi baru teridentifikasi sebagai penyakit yg disebabkan oleh suatu agen
infeksi.
Kasus Flu Burung dalam perkembangan, bukan menyerang pada unggas saja,
tetapi juga menyerang manusia. Pada Tahun 1997, 18 orang di Hongkong diserang flu
burung, 6 orang meninggal dunia. Sementara data WHO yang telah dikonfirmasi
untuk tahun 2003 di Vietnam ditemukan tiga kasus pada manusia dan ketiganya
meninggal dunia ( angka kematian 100 % ), tahun 2004 kasus di Vietnam bertambah
29 kasus ( 20 meninggal ), ditahun yang sama negara Thailan ada kasus Flu Burung
pada manusia sebanyak 17 penderita (12 Penderita meninggal dunia). Tahun 2005 :
Vietnam 61 penderita (19 Meninggal Dunia), Indonesia 16 Penderita (11 meningal
Dunia), Thailan 5 penderita ( 2 Meninggal Dunia ), China 7 penderita ( 3 Meninggal
Dunia ), Kamboja 4 penderita ( 4 meninggal dunia ) dan Turki 2 penderita dan
keduanya meninggal dunia.
Sementara penyebaran virus tersebut pada manusia di Indonesia sejak bulan
Juli Tahun 2005 hingga 12 April 2006 telah ditemukan 479 kasus kumulatif yang
dicurigai sebagai flu burung pada manusia, dimana telah ditemukan 33 kasus konfirm
flu burung, 24 diantaranya meninggal dunia. 115 Kasus masih dalam penyelidikan (36
diantaranya meninggal dunia), sementara yang telah dinyatakan bukan flu burung
sebanyak 330 kasus.

Re-emerging disease adalah penyakit yang sebelumnya pernah menjadi


masalah kesehatan utama secara global atau di suatu negara, lalu menurun secara
dramatis, tapi kembali menjadi masalah kesehatan yang cukup signifikan pada suatu
populasi.
Jumlah penderita Tuberculosis (TBC) di Indonesia menempati posisi nomor
tiga terbesar di dunia setelah India dan China. Dengan angka insiden (kasus baru)
sebesar 107 per 100 ribu penduduk
Besarnya angka penderita TBC ini selain karena faktor jumlah penduduk yang
cukup besar yakni 210 juta jiwa, juga karena prevalence rate (kasus penderita lama
yang baru ditemukan) juga lumayan besar, yakni 160 per 100 ribu penduduk.
Selain itu masih banyak lagi penyakit emerging dan re-emerging di Indonesia
yang memerlukan perhatian dan penanggulangan lebih lanjut agar angka kesakitan
dan kematian dapat diturunkan, bahkan agen infeksi penyebabnya bisa dikendalikan.

penyakit menular tetap menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia karena
tiga alasan:
(1) munculnya penyakit infeksi baru (emerging disease);
(2) munculnya kembali penyakit menular lama (re-emerging disease),
(3) intractable infectious disease.

Emerging disease termasuk wabah penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya
atau penyakit menular baru yang insidennya meningkat signifikan dalam dua dekade
terakhir.
Re-emerging disease atau yang biasa disebut resurging disease adalah wabah
penyakit menular yang muncul kembali setelah penurunan yang signifikan dalam
insiden dimasa lampau. Ada beberapa faktor yang menyebabkan dua permasalahan ini
selalu muncul hampir disetiap tahunnya,yaitu :

 Evolusi dari microbial agent seperti variasi genetik, rekombinasi, mutasi dan
adaptasi
 Hubungan microbial agent dengan hewan perantara (zoonotic encounter)
 Perubahan iklim dan lingkungan
 Perubahan prilaku manusia seperti penggunaan pestisida, penggunaan obat
antimikrobial yang bisa menyebabkan resistensi dan penurunan penggunaan
vaksin.
 Pekembangan industri dan ekonomi
 Perpindahan secara massal yang membawa serta wabah penyakit tertentu
(travel diseases)
 Perang seperti ancaman penggunaan bioterorisme atau senjata biologis.

Sudah banyak microbial agent( virus, bakteri, jamur) yang telah terindikasi
menyebabkan wabah penyakit bagi manunsia dan juga memiliki karakteristik untuk
mengubah pola penyakit tersebut sehingga menyebabkan wabah penyakit yang baru.
Seperti yang dirilis dalam National Institute of Allergy and Infectious Disease
(NIAID) yang membagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu :

1. Grup I : Pathogen baru yang diakui dalam 2 dekade terakhir


2. Grup II : Re-emerging pathogen
3. Grup III : Pathogen yang berpontesial sebagai bioterorisme
Peningkatan dan penguatan di bidang pemantauan kesehatan masyarakat (public
health surveillance) sangat penting dalam deteksi dini dan penatalaksaan emerging
dan re-emerging disease ini. Pemantauan secara berkelanjutan dengan memanfaatkan
fungsi laboratorium klinis dan pathologis, pendekatan secara epidemiologi dan
kesehatan masyarakat juga diperlukan dalam deteksi cepat terhadapat emerging dan
re-emerging disease ini.

Adanya tindakan deteksi dini dan penatalaksanaan emerging dan re-emerging disease
dirasakan sangatlah penting. WHO telah merekomendasikan sistem peringatan dini
(early warning system) untuk wabah penyakit menular dan sistem surveillance untuk
emerging dan re-emerging disease khususnya untuk wabah penyakit pandemik.
Sistem surveillance merupakan proses pengumpulan, analisis dan interpretasi dari
hasil data terkait kesehatan yang dilakukan secara terus- menerus dan sistematis yang
akan digunakan sebagai rencana penatalaksaan (pandemic preparedness) dan evaluasi
dalam praktek kesehatan masyakarat dalam rangka menurunkan angka morbiditas dan
meningkatkan kualitas kesehatan(Center for Disease Control and Prevention/CDC).

Manfaat dan Fungsi utama sistem surveillance adalah :


(1) Menyediakan informasi seperti pemantauan secara efektif terhadap distribusi
geografis penyakit dan angka prevalensi,
(2) Menggambarkan riwayat perjalanan penyakit
(3) Mendeteksi kejadian luar biasa
(4) Memantau dan mendeteksi perubahan pada agen infeksi dan pelayanan kesehatan
(5) Melakukan tindakan dan intervensi, serta evaluasi tindakan

Dengan adanya sistem surveilans ini diharapkan munculnya kejadian luar biasa
yang bersifat endemik, epidemik dan pandemik dapat dihindari dan mengurangi
dampak merugikan akibat wabah penyakit tersebut.

Tindak lanjut dari hasil surveillance ini adalah pembuatan perencanaan atau yang lebih dikenal dengan
pandemic preparedness. WHO merekomendasikan prinsip-prinsip penatalaksaan pandemic
preparedness seperti yang tertera di bawah ini:

1. Perencanaan dan koordinasi antara sektor kesehatan, sektor nonkesehatan, dan komunitas
2. Pemantauan dan penilaian terhadap situasi dan kondisi secara berkelanjutan
3. Mengurangi penyebaran wabah penyakit baik dalam lingkup individu, komunitas dan
internasional
4. Kesinambungan penyediaan upaya kesehatan melalui sistem kesehatan yang dirancang khusus
untuk kejadian pandemik.
5. Komunikasi dengan adanya pertukaran informasi-informasi yang dinilai relevan.
New Emerging disease

Emerging viruses merupakan virus yang dalam prosesnya beradaptasi untuk


membentuk host baru dan ‘vice versa’. Contoh dari emerging virus adalah :
Myxoma virus (Rabbitpox), virus influenza dan virus corona.
Dapat dikatakan emerging virus karena :

 penampakan virus baru dalam sebuah populasi


 Berkembang secara cepat dalam membentuk host baru dengan
 meningkatkan korespondensi dalam deteksi penyakit
Evolusi Virus
o Mutasi
o Rekombinasi
o Seleksi

 Replikasi virus menghasilkan tingginya jumlah mutasi genetic virus


Virus RNA

Avian Influenza in Humans (Flu Burung)

Virus influenza merupakan virus RNA yang termasuk dalam family


Orthomyxoviridae. Asam nukleat virus ini beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen
gen yang mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza mempunyai selubung
yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Viru ini mempunyai spikes
(tonjolan) yang digunakan untuk menempel pada reseptor yang spesifik pada sel-
sel hospesnya pada saat menginfeksi sel. Terdapat dua jenis spikes yaitu yang
mengandung hemaglutinin dan neuraminidase yang terletak di bagian luar virion.
Virus influenza mempunyai 4 jenis antigen yang terdiri dari protein nukleokapsid,
hemaglutinin, neuraminidase, dan protein matriks.
Berdasarkan jenis antigen nukleokapsid dan matriks protein virus influenza
digolongkan menjadi virus influenza A, B dan C.

 Virus influenza A sngat penting dalam bidang kesehatan karena sangat


pathogen baik bagi manusia ataupun hewan yang menyebabkan angka
kematian dan kesakitan meningkat diseluruh dunia. Virus ini sering
menimbulkan pandemic karena mudahnya bermutasi baik berupa antigenic
drift ataupun antigenic shift sehingga membentuk varian baru yang lebih
pathogen.
 Virus influenza B adalah jenis virus yang hanya menyerang manusia dan
jarang sekali atau tidak menyebabkan wabah pandemic.
 Virus influenza C bisa menyebabkan infeksi pada manusia dan
binatang,dan sama jarang sekali atau tidak menyebabkan wabah pandemic.
Penularan atau transmisi dari virus influenza secara umum dapat terjadi
melalui inhalasi, kontak langsung ataupun kontak tidak langsung.
Kekhawatiran yang muncul dikalangan ahli genetika antara virus influenza
burung dengan virus influenza manusia terjadi rekombinasi genetic,
sehingga dapat menular antara manusia.
Ada dua kemungkinan yang dapat menghasilkan subtype baru dari H5N1
yang dapat menular antara manusia ke manusia adalah:

 Virus dapat menginfeksi manusia dan mengalami mutasi sehingga


virus tersebut dapat beradaptasi untuk mengenali linkage RNA
pada manusia atau virus burung tersebut mendapatkan gen dari
virus influenza manusia sehingga dapat bereplikasi secara efektif
didalam Sel manusia.
 Jenis virus, baik avian ataupun vrus influenza tersebut dapat secara
bersamaan menginfki manusia sehingga terjadi ‘mix’ atau
rekombinasi genetic, sehingga menghasilkan strain virus baru yang
sangat virulen bagi manusia.

Gejala Klinik
Masa inkubasi virus H5N1 yaitu sekitar 2-4 hari setelah terinfeksi, namun
berdasarkan hasil laporan belakangan ini masa inkubasinya bsa mencapai antara
4-8 hari.
Sebagian pasien memperlihatkan gejala awal berupa demam tinggi (>380 C) dan
gejala flu serta kelainan saluran nafas. Gejala lain yang dapat timbul adalah diare,
muntah, sakit perut, sakit pada dada, hipotensi, dan juga dapat terjadi perdarahan
dari hidung dan gusi. Gejala sesak nafas mulai muncul setelah 1minggu
berikutnya.
Gejala klinik dapat memburuk dengan cepat yang biasanya ditandai
denganpneumonia berat, dyspnea, tachypnea, gambaran radiograpgy yang
abnormal seperti diffuse, multifocal, patchy infiltrate, interstisial infiltrate, dan
kelainan segmental atau lobular.
Gambaran lain yang juga sering dijumpai berdasarkan hasil laboratorium adalah
leucopenia,, lymphopenia, trombositopenia, peningkatan aminotransferase,
hyperglycemia, dan peningkatan kreatinin.

Diagnosis Laboratorium
Penderita yang terinfeksi H5N1 pada umumnya dilakukan pemeriksaan specimen
klinik berupa swab tenggorokan dan cairan nasal. Untuk uji konfirmasi terhadap
virus H5N1 harus dilakukan pemeriksaan dengan cara:
a. Mengisolasi virus
b. Deteksi genom H5N1 dengan metode polymerase Chain Reaction
menggunakan sepasang primer spesifik
c. Tes imunofluoresensi terhadap antigen menggunakan monoclonal
menggunakan antibody terhadap H5
d. Pemeriksaan adanya peningkatan titer antibody terhadap H5N1
e. Pemeriksaan dengan metode western blotting terhadap H5 spesifik.
Untuk diagnosis pasti, salah satu atau beberapa dari uji konfirmasi tersebut diatas
harus dinyatakan positif.

Terapi dan Manajemen


Terdapat 4 jenis obat antiviral untuk pengobatan ataupun pencegahan terhadap
influenza, yaitu amantadine, rimantadine, zanamivir, dan oseltamivir (tamiflu).
Mekanisme kerja amantadine dan rimantadine adalah menghambat replikasi virus.
Namun demikian obat ini sudah tidak mempan lagi untuk membunuh virus H5N1
yang saat ini beredar luas. Kedua obat ini hanya efektif untuk influenza tipe A.
Sedangkan zanamivir dan oseltamivir merupakan inhibitor neuraminidase.
Diketahui bahwa neuraminidase ini diperlukan oleh virus H5N1 untuk lepas dari
sel hospes pada fase budding sehingga membentuk virion yang infektif. Bila
neuraminidase ini dihambat oleh oseltamifir atau zanamivir, maka replikasi virus
tersebut dapat dihentikan. Zanamivir dan oseltamivir ini efektif untuk influenza
tipe A dan B, dan kedua obat ini sedikit menimbulkan toksisitas.

Swine Influenza (Flu Babi)

Sembilan negara melaporkan swine influenza A/H1N1à Total: 148 kasus


o USA à 91 laboratory confirmed human cases, dengan 1 korban meninggal
o Mexico à 26 confirmed human cases of infection termasuk 7 meninggal

Terkonfirmasi secara laboratorium dengan tanpa korban meninggal:


o Austria (1)
o Canada (13)
o Germany (3)
o Israel (2)
o New Zealand (3)
o Spain (4)
o United Kingdom (5).

Swine Influenza merupakan :

 Penyakit pernafasan akut yang sangat menular diantara babi.


 Disebabkan oleh satu dari beberapa virus swine influenza A : H1N1,
H1N2, H3N1, H3N2
 Morbiditas cukup tinggi
 Mortalitas rendah(1-4%).
 Virus menyebar diantara babi dengan cara aerosols, Kontak langsung dan
tidak langsung, dan oleh asymptomatic carrier pigs.

Genus dari virus ini adalah influenza virus type A, dimana virus influenza tipe
A ini mampu menjangkiti manusia, babi, musang, dan unggas. Penamaan virus
influenza didasarkan pada struktur permukaan dari virus tersebut. H, dimaksudkan
untuk menunjukan protein Hemaglutinasi dan N menunjukan protein
Neurominidase. Selama ini, telah ditemukan 16 subtype H dan 9 subtype N.
kombinasi antara keduanya akan menghasilkan 144 jenis subtype virus influenza,
seperti H1N1, H1N2, H1N3,…sampai dengan H16N9. Menurut hasil penelitian
para ahli, virus yang paling berbahaya adalah H1N1, H2N3, H5N1, dan H7N1.
Berdasarkan WHO update (30 April 2009), sebenarnya pandemi ini sudah pernah
terjadi pada saat perang dunia I. Dimana pada saat itu para tentara Spanyol yang
menjajah Mexico adalah pembawa virus ini pertama kali. Pada saat itu wabah
tersebut dinamakan Spanish Influenza, kejadian-kejadian serupa juga terjadi di
tahun-tahun berikutnya di berbagai Negara seperti Hongkong dan Jepang (1970),
Thailand (1983), Amerika (1998), dan Mexico (2009). Kejadian-kejadian wabah
influenza lebih sering disebabkan oleh hewan, baik hewan ternak (babi dan
unggas) ataupun hewan liar (musang dan unggas liar). Kejadian yang sekarang ini
disebabkan oleh babi, pada babi virus ini akan bermutasi dan menata diri yang
kemudian dapat menjangkiti manusia. Jumlah kasus yang terjadi di Indonesia
menurut data terakhir mencapai 420 kasus. Untuk kasus yang terjadi di Indonesia
memang tidak terbukti bahwa babi sebagai penyebab utama. Diduga penularan
melalui antar manusia, walaupun hal ini kerap dibantah oleh Dinas Kesehatan.
Pembawa virus ini juga diduga berasal dari mobilitas orang-orang yang masuk ke
Indonesia dari Negara yang terkena wabah seperti Mexico.
Masa inkubasi virus ini adalah sekitar 1-7 hari, masa penularan satu hari sebelum
sakit, dan 7 hari sesudah sakit (onset ).

Adapun cara penularannya adalah dengan cara kontak langsung dengan


penderita karena berbicara ataupun percikan batuk atu bersin, dan atau kontak
dengan benda yang terkontaminasi dengan virus H1N1.

Secara operasional Definisi kasus ‘swine influenza’ dibagi menjadi 3, yaitu :


1. Suspek
Seseorang dengan gejala infeksi pernapasan akut (demam ≥ 38oC) mulai dari
yang ringan (Influenza like Illnes) sampai dengan Pneumonia, ditambah salah satu
keadaan di bawah ini :

 Dalam 7 hari sebelum sakit, pernah kontak dengan kasus konfirmasi swine
influenza (H1N1
 Dalam 7 hari sebelum sakit pernah berkunjung ke area yang terdapat satu
atau lebih kasus konfirmasi Swine influenza (H1N1)/ Flu Meksiko

2. Probabel
Seseorang dengan gejala di atas disertai dengan hasil pemeriksaan laboratorium
positif terhadap Influenza A tetapi tidak dapat diketahui subtypenya dengan
menggunakan reagen influenza musiman Atau Seseorang yang meninggal karena
penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang tidak diketahui penyebabnya dan
berhubungaan secara epidemiologi (kontak dalam 7 hari sebelum onset) dengan kasus
probable atau konfirmasi.

3. Konfirmasi
Seseorang dengan gejala di atas sudah dikonfirmasi laboratorium swine influenza
(H1N1)/ Flu Meksiko dengan pemeriksaan satu atau lebih test di bawah ini :
- Real time RT PCR
- Kultur virus
- Peningkatan 4 kali antibody spesifik swine influenza (H1N1) / Flu Meksiko dengan
netralisasi tes
Sampai saat ini antivirus yang masih sensitif adalah Oseltamivir dan Zanamivir,
sedangkan Amantadine dan Rimantadine sudah resisten.
Penderita yang terjangkit virus flu babi mempunya ciri-ciri (WHO):
1. Panas demam yang tinggi diatas 39 derajat C
2. Nyeri di persendian
3. Hidung berair yang tak seperti biasanya karena paru-paru berair.

Vaccine untuk Swine Influenza:


- Saat ini tidak tersedia.
- Vaccine untuk influenza (Seasonal flu) tidak diketahui efektivitasnya untuk
mencegah swine flu.
- Virus Influenza A sangat cepat bermutasi.
Pencegahan :
- Hindari babi yang sedang sakit dan orang yang sedang menderita demam dan gejala
influenza lainnya
- Hygiene yang baik: Cuci tangan dengan sabun sesering mungkin
- Virus swine influenza mati dengan memanaskan pada suhu 70°C.
- Lakukan kebiasaan hidup sehat: cukup istirahat, makanan berimbang, lakukan
aktivitas fisik cukup.

SARS – Severe Acute Respiratory Syndrome


Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) atau Sindroma Pernapasan sangat
akut adalah penyakit infeksi pada jaringan paru manusia yang sampai saat ini
belum diketahui pasti penyebabnya. Penyakit ini dicurigai pertaman kali timbul di
provinsi Guangdong, RRC.
Diketahui penyakit SARS ini mempunyai tingkat penularan yang tinggi terutama
diantara petugas kesehatan yang selanjutnya menyebar ke anggota keluarga dan
pasien – pasien Rumah Sakit. Angka kematian diantara penderita (CFR) diketahui
sekitar 4%. Dan hingga saat ini SARS dilaporkan telah menyebar di berbagai
negara ditandai dengan ditemukannya penderita yang dicurigai SARS.
Dengan kenyataan diatas maka pada tanggal 15 Maret 2003, WHO menetapkan
SARS merupakan ancaman kesehatan global (Global Threat) yang harus
mendapat perhatian dari semua negara di dunia.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah yang luas dan berbatasan
dengan negara – negara terjangkit dan negara tempat ditemukannya penderita
SARS. Keadaan ini menjadi ancaman terhadap masuknya penyakit ini ke wilayah
Indonesia dan didukung oleh banyaknya jalur transportasi langsung dengan daerah
– daerah di Indonesia.
Agar ancaman masuknya penyakit SARS dapat dicegah dan atau diminimalisir
serta penyebaran lebih lanjut di masyarakat tidak terjadi bila masuk ke Indonesia
maka perlu ada pedoman penanggulangan terhadap penyakit SARS. Karena
merupakan penyakit yang baru, dimana belum ada pedoman penanggulangannya
maka dipandang perlu segera dibuat pedoman penanggulangan yang dapat
digunakan sebagai acuan oleh setiap petugas kesehatan dalam bertindak.

Epidemiologi
Pertama kali ditemukan di Asia pada pertengahan Februari, SARS telah
menyerang lebih dari 450 orang di 3 benua dan menyebabkan pnemonia berat
pada sebagian besar pengidap. Data terakhir yang dikumpulkan oleh WHO
menunjukkan kecenderungan penyakit tersebut telah meluas di seluruh dunia.
Etiologi
Etiologi SARS saat ini masih menjadi bahan penelitian para ahli. Penelitian saat
ini mengarah kepada Coronavirus, walaupun tipe lain yaitu Paramyxovirus juga
dipikirkan menjadi penyebab SARS. Para ahli juga memikirkan kemungkinan
SARS disebabkan oleh infeksi ganda oleh 2 virus baru yang bekerja secara
simbiosis sehingga menyebabkan klinis yang berat pada manusia.

Coronavirus
Coronavirus memiliki bentuk bundar, ukuran 100-150 nm terdiri dari RNA rantai
tunggal. Dua bentuk tipe coronavirus manusia yang telah diidentifikasi adalah
strain 229E yang telah diisolasi dari kultur sel seperti fibroals sel paru-paru
embrional, dan strain OC43 yang diisolasi dari kultur organ. Studi pada pasien
dewasa, coronavirus dijumpai pada 4 – 15 % penyakit respirasi akut dengan
puncak hingga 35%. Pada anak-anak dijumpai pada 8 % dengan puncak hingga
20%.
Masa inkubasi berkisar 2 – 4 hari, lebih lama daripada rhinovirus. Untuk
diagnosis serologis dengan spesimen serum, tes fiksasi komplemen dan ELISA
dapat mendeteksi baik strain 229E maupun OC43. Pemeriksaan hemagglutination-
inhibition dapat juga digunakan untuk diagnosis serologis untuk grup OC43.

Parainfluenzavirus
Parainfluenza virus adalah penyebab penting penyakit infeksi saluran nafas bawah
pada anak, yang merupakan penyebab utama croup (laringotrakeobronkitis akut)
dan penyebab kedua terbanyak penyakit saluran nafas bawah akut pada bayi-bayi
yang dirawat setelah RSV.
Parainfluenza virus merupakan genus Paramyxovirus, berbentuk pleomorfik,
berukuran 150 – 200nm, mengandung genom RNA rantai tunggal. Pada manusia
virus ini diidentifikasi menjadi 4 tipe. Parainfluenza virus tersebar di seluruh
dunia dan hampir semua orang dewasa pernah terkena selama masa anak-anak.
Virus ini menyebar dari orang ke orang melalui sekret yang terinfeksi.
Diagnosis serologis dapat dilakukan dengan cara tes fiksasi komplemen, ELISA,
netralisasi dan hemagglutin-inhibisi.
Masa inkubasi SARS adalah 2 – 7 hari, beberapa mengatakan sampai 10 hari.
Terdapat 2 definisi kasus klinis SARS menurut WHO yaitu :
Suspected case :
• Temperatur tubuh > 38 ° C DAN
• Satu atau lebih gejala gangguan saluran pernafasan ( batuk, nafas pendek, sulit
nafas, hipoksia, atau gambaran radiologis berupa pnemonia atau sindrom distress
pernafasan akut ) DAN
• Bepergian dalam 10 hari saat onset gejala ke daerah yang tercatat atau diduga
terdapat transmisi SARS ATAU kontak erat dalam 10 hari dengan penderita yang
mengalami gangguan pernafasan yang bepergian ke daerah SARS atau orang yang
diketahui merupakan suspect case
Kontak erat
didefinisikan sebagai : orang yang merawat, tinggal serumah, atau kontak
langsung dengan cairan saluran nafas dan/atau cairan tubuh dari penderita SARS.
Probable case :
• Suspect case dengan disertai dengan gambaran foto rontgen dada sesuai
pneumoni atau respiratory distress syndrome (RDS) ATAU
• Suspect case yang meninggal dengan penyebab penyakit respiratorik yang tidak
dapat diterangkan penyebabnya, pada pemeriksaan autopsi didapatkan hasil
pemeriksaan patologi sesuai dengan RDS yang tidak dapat diidentifikasi
penyebabnya.

Gejala tambahan :
Selain demam dan gejala respiratorik, SARS dapat disertai dengan gejala lain
seperti kaku otot, nafsu makan menurun, lesu, bingung (confusion), ruam kulit
dan diare.

Banyak kasus pada awalnya mengeluh nyeri kepala hebat, dizzines, dan demam
tinggi selama perjalanan penyakit. Pada kasus tertentu terjadi perubahan keadaan
umum memburuk secara cepat sejalan dengan penurunan saturasi oksigen dan
gejala acute respiratory distress, sehingga membutuhkan bantuan ventilator.
Sepuluh persen di antaranya memerlukan perawatan di Unit Perawatan Intensif.

Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen dada
Terdapat gambaran foto yang khas, dimulai dengan gambaran unilateral , patchy
shadowing, apabila keadaan pasien memburuk dalam waktu 1-2 hari, terjadi
infiltrat interstitial/confluent bilateral dan menyeluruh. Namun kadang-kadang
pada beberapa kasusu gambaran patchy pada goto toraks tidak tidak tampak. Pada
akhir perjalanan penyakit beberapa pasien mengalami Adult Respiratory Distress
Syndrome (ADRS)
Laboratorium
• Pada awalnya gambaran darah tepi normal, tetapi pada hari ke 3-4 sakit,
umumnya dijummpai limfoni (>50% kasus) dan Trombositopenia.
• Enzim hati meningkat, dan nilai PT dan PTT abnormal
• Peningkatan kadar kreatinin fosfokinase dan CRP terjadi pada beberapa kasus
Terapi
Regimen terapi meliputi beberapa antibiotik untuk mengobati bakteri yang telah
diketahui pada pnemonia atipik. Di beberapa lokasi, terapi juga meliputi antivirus
seperti oseltamivir atau ribavirin. Steroid diketahui juga diberikan secara oral atau
intravena pada pasien bersama dengan ribavirin dan antimikroba lainnya. Sampai
saat ini terapi yang paling efektif belum diketahui.
Re-Emerging Disease

CHIKUNGUNYA

Permasalahan Chickungunya di Indonesia

Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan


tercatat pada tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI
Jakarta, Tahun 1982 di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah
Istimewa Yogyakarta.

Epidemiologi

Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di pulau Jawa,
NTB, Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa Barat
dan Sumatera Selatan. Dari tahun 2007 sampai tahun 2012 di Indonesia terjadi KLB
Chikungunya pada hampir semua provinsi (seperti Palembang, Semarang, Indramayu,
Manado, DKI Jakarta , Banten, Jawa Timur dan lain-lain) dengan 149.526 kasus
tanpa kematian.

Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis


Demam Berdarah Dengue. Banyaknya tempat perindukan nyamuk sering
berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit Chikungunya. Saat ini hampir
seluruh provinsi di Indonesia potensial untuk terjadinya KLB Chikungunya. KLB
sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan. Penyakit Chikungunya sering terjadi
di daerah sub urban.

Etiologi

Virus Chikungunya adalah Arthopod borne virus yang ditransmisikan oleh


beberapa spesies nyamuk.

Vektor Penular Chikungunya

Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus. Nyamuk Aedes spp seperti juga jenis nyamuk lainnya
mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) - pupa - nyamuk.
Stadium telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas
menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Stadium
jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa)
berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama
9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.

Habitat Perkembangbiakan

Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat


menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum.
Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai
berikut:

 Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki
reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
 Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat
minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol pembuangan air, tempat
pembuangan air kulkas/dispenser, barangbarang bekas (contoh : ban, kaleng, botol,
plastik, dll).
 Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah
daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu dan tempurung
coklat/karet, dll.

Perilaku Nyamuk Dewasa

Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk sementara
waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk
mampu terbang mencari makanan. Nyamuk Aedes sp jantan mengisap cairan
tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap
darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat
antropofilik). Darah diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat menetas.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk
mengisap darah sampai telur dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka
waktu tersebut disebut dengan siklus gonotropik.

Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp biasanya mulai pagi dan petang hari,
dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 -17.00. Aedes aegypti
mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik,
untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat
efektif sebagai penular penyakit.Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat
pada tempat yang gelap dan lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan
habitat perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamuk menunggu proses
pematangan telurnya. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai,
nyamuk betina akan meletakkan telurnya di atas permukaan air, kemudian telur
menepi dan melekat pada dinding-dinding habitat perkembangbiakannya. Pada
umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ±2 hari. Setiap kali
bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak ±100 butir. Telur itu di
tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan ±6 bulan, jika tempat-tempat tersebut
kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih
cepat.

Penyebaran

Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter, namun


secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh.
Aedes spp tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini
tersebar luas baik di rumah maupun di tempat umum. Nyamuk Aedes spp dapat hidup
dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ± 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas
± 1.000 m dpl, suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk
berkembangbiak.

Variasi Musiman

Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat karena telur-telur yang
tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakannya
(TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai terisi air hujan. Kondisi
tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk sehingga dapat menyebabkan
peningkatan penularan penyakit Demam Chikungunya.

Faktor Resiko

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit


Chikungunya, yaitu: manusia, virus dan vektor perantara.
Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB demam Chikungunya adalah:
1. Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi
2. Sanitasi lingkungan yang buruk.
3. Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi lingkungan yang
buruk)
Ada gelombang epidemi 20 tahunan mungkin terkait perubahan iklim dan cuaca. Anti
bodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus
selanjutnya. Oleh karena itu perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak
kembali.
Referensi:

WHO.http://www.who.int/csr/disease/influenza/pipguidance2009/en/i
ndex.html

WHO.http://www.aclu.org/pdfs/privacy/pemic_report.pdf

NIAID.http://www.niaid.nih.gov/topics/Flu/understandingFlu/Pages/de
finitionsOverview.aspx
WHO.http://www.who.int/csr/disease/influenza/pandemic/en/

NIAID.http://www.niaid.nih.gov/topics/emerging/Pages/list.aspx

Anda mungkin juga menyukai