Emerging Dan Reemerging
Emerging Dan Reemerging
penyakit menular tetap menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia karena
tiga alasan:
(1) munculnya penyakit infeksi baru (emerging disease);
(2) munculnya kembali penyakit menular lama (re-emerging disease),
(3) intractable infectious disease.
Emerging disease termasuk wabah penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya
atau penyakit menular baru yang insidennya meningkat signifikan dalam dua dekade
terakhir.
Re-emerging disease atau yang biasa disebut resurging disease adalah wabah
penyakit menular yang muncul kembali setelah penurunan yang signifikan dalam
insiden dimasa lampau. Ada beberapa faktor yang menyebabkan dua permasalahan ini
selalu muncul hampir disetiap tahunnya,yaitu :
Evolusi dari microbial agent seperti variasi genetik, rekombinasi, mutasi dan
adaptasi
Hubungan microbial agent dengan hewan perantara (zoonotic encounter)
Perubahan iklim dan lingkungan
Perubahan prilaku manusia seperti penggunaan pestisida, penggunaan obat
antimikrobial yang bisa menyebabkan resistensi dan penurunan penggunaan
vaksin.
Pekembangan industri dan ekonomi
Perpindahan secara massal yang membawa serta wabah penyakit tertentu
(travel diseases)
Perang seperti ancaman penggunaan bioterorisme atau senjata biologis.
Sudah banyak microbial agent( virus, bakteri, jamur) yang telah terindikasi
menyebabkan wabah penyakit bagi manunsia dan juga memiliki karakteristik untuk
mengubah pola penyakit tersebut sehingga menyebabkan wabah penyakit yang baru.
Seperti yang dirilis dalam National Institute of Allergy and Infectious Disease
(NIAID) yang membagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu :
Adanya tindakan deteksi dini dan penatalaksanaan emerging dan re-emerging disease
dirasakan sangatlah penting. WHO telah merekomendasikan sistem peringatan dini
(early warning system) untuk wabah penyakit menular dan sistem surveillance untuk
emerging dan re-emerging disease khususnya untuk wabah penyakit pandemik.
Sistem surveillance merupakan proses pengumpulan, analisis dan interpretasi dari
hasil data terkait kesehatan yang dilakukan secara terus- menerus dan sistematis yang
akan digunakan sebagai rencana penatalaksaan (pandemic preparedness) dan evaluasi
dalam praktek kesehatan masyakarat dalam rangka menurunkan angka morbiditas dan
meningkatkan kualitas kesehatan(Center for Disease Control and Prevention/CDC).
Dengan adanya sistem surveilans ini diharapkan munculnya kejadian luar biasa
yang bersifat endemik, epidemik dan pandemik dapat dihindari dan mengurangi
dampak merugikan akibat wabah penyakit tersebut.
Tindak lanjut dari hasil surveillance ini adalah pembuatan perencanaan atau yang lebih dikenal dengan
pandemic preparedness. WHO merekomendasikan prinsip-prinsip penatalaksaan pandemic
preparedness seperti yang tertera di bawah ini:
1. Perencanaan dan koordinasi antara sektor kesehatan, sektor nonkesehatan, dan komunitas
2. Pemantauan dan penilaian terhadap situasi dan kondisi secara berkelanjutan
3. Mengurangi penyebaran wabah penyakit baik dalam lingkup individu, komunitas dan
internasional
4. Kesinambungan penyediaan upaya kesehatan melalui sistem kesehatan yang dirancang khusus
untuk kejadian pandemik.
5. Komunikasi dengan adanya pertukaran informasi-informasi yang dinilai relevan.
New Emerging disease
Gejala Klinik
Masa inkubasi virus H5N1 yaitu sekitar 2-4 hari setelah terinfeksi, namun
berdasarkan hasil laporan belakangan ini masa inkubasinya bsa mencapai antara
4-8 hari.
Sebagian pasien memperlihatkan gejala awal berupa demam tinggi (>380 C) dan
gejala flu serta kelainan saluran nafas. Gejala lain yang dapat timbul adalah diare,
muntah, sakit perut, sakit pada dada, hipotensi, dan juga dapat terjadi perdarahan
dari hidung dan gusi. Gejala sesak nafas mulai muncul setelah 1minggu
berikutnya.
Gejala klinik dapat memburuk dengan cepat yang biasanya ditandai
denganpneumonia berat, dyspnea, tachypnea, gambaran radiograpgy yang
abnormal seperti diffuse, multifocal, patchy infiltrate, interstisial infiltrate, dan
kelainan segmental atau lobular.
Gambaran lain yang juga sering dijumpai berdasarkan hasil laboratorium adalah
leucopenia,, lymphopenia, trombositopenia, peningkatan aminotransferase,
hyperglycemia, dan peningkatan kreatinin.
Diagnosis Laboratorium
Penderita yang terinfeksi H5N1 pada umumnya dilakukan pemeriksaan specimen
klinik berupa swab tenggorokan dan cairan nasal. Untuk uji konfirmasi terhadap
virus H5N1 harus dilakukan pemeriksaan dengan cara:
a. Mengisolasi virus
b. Deteksi genom H5N1 dengan metode polymerase Chain Reaction
menggunakan sepasang primer spesifik
c. Tes imunofluoresensi terhadap antigen menggunakan monoclonal
menggunakan antibody terhadap H5
d. Pemeriksaan adanya peningkatan titer antibody terhadap H5N1
e. Pemeriksaan dengan metode western blotting terhadap H5 spesifik.
Untuk diagnosis pasti, salah satu atau beberapa dari uji konfirmasi tersebut diatas
harus dinyatakan positif.
Genus dari virus ini adalah influenza virus type A, dimana virus influenza tipe
A ini mampu menjangkiti manusia, babi, musang, dan unggas. Penamaan virus
influenza didasarkan pada struktur permukaan dari virus tersebut. H, dimaksudkan
untuk menunjukan protein Hemaglutinasi dan N menunjukan protein
Neurominidase. Selama ini, telah ditemukan 16 subtype H dan 9 subtype N.
kombinasi antara keduanya akan menghasilkan 144 jenis subtype virus influenza,
seperti H1N1, H1N2, H1N3,…sampai dengan H16N9. Menurut hasil penelitian
para ahli, virus yang paling berbahaya adalah H1N1, H2N3, H5N1, dan H7N1.
Berdasarkan WHO update (30 April 2009), sebenarnya pandemi ini sudah pernah
terjadi pada saat perang dunia I. Dimana pada saat itu para tentara Spanyol yang
menjajah Mexico adalah pembawa virus ini pertama kali. Pada saat itu wabah
tersebut dinamakan Spanish Influenza, kejadian-kejadian serupa juga terjadi di
tahun-tahun berikutnya di berbagai Negara seperti Hongkong dan Jepang (1970),
Thailand (1983), Amerika (1998), dan Mexico (2009). Kejadian-kejadian wabah
influenza lebih sering disebabkan oleh hewan, baik hewan ternak (babi dan
unggas) ataupun hewan liar (musang dan unggas liar). Kejadian yang sekarang ini
disebabkan oleh babi, pada babi virus ini akan bermutasi dan menata diri yang
kemudian dapat menjangkiti manusia. Jumlah kasus yang terjadi di Indonesia
menurut data terakhir mencapai 420 kasus. Untuk kasus yang terjadi di Indonesia
memang tidak terbukti bahwa babi sebagai penyebab utama. Diduga penularan
melalui antar manusia, walaupun hal ini kerap dibantah oleh Dinas Kesehatan.
Pembawa virus ini juga diduga berasal dari mobilitas orang-orang yang masuk ke
Indonesia dari Negara yang terkena wabah seperti Mexico.
Masa inkubasi virus ini adalah sekitar 1-7 hari, masa penularan satu hari sebelum
sakit, dan 7 hari sesudah sakit (onset ).
Dalam 7 hari sebelum sakit, pernah kontak dengan kasus konfirmasi swine
influenza (H1N1
Dalam 7 hari sebelum sakit pernah berkunjung ke area yang terdapat satu
atau lebih kasus konfirmasi Swine influenza (H1N1)/ Flu Meksiko
2. Probabel
Seseorang dengan gejala di atas disertai dengan hasil pemeriksaan laboratorium
positif terhadap Influenza A tetapi tidak dapat diketahui subtypenya dengan
menggunakan reagen influenza musiman Atau Seseorang yang meninggal karena
penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang tidak diketahui penyebabnya dan
berhubungaan secara epidemiologi (kontak dalam 7 hari sebelum onset) dengan kasus
probable atau konfirmasi.
3. Konfirmasi
Seseorang dengan gejala di atas sudah dikonfirmasi laboratorium swine influenza
(H1N1)/ Flu Meksiko dengan pemeriksaan satu atau lebih test di bawah ini :
- Real time RT PCR
- Kultur virus
- Peningkatan 4 kali antibody spesifik swine influenza (H1N1) / Flu Meksiko dengan
netralisasi tes
Sampai saat ini antivirus yang masih sensitif adalah Oseltamivir dan Zanamivir,
sedangkan Amantadine dan Rimantadine sudah resisten.
Penderita yang terjangkit virus flu babi mempunya ciri-ciri (WHO):
1. Panas demam yang tinggi diatas 39 derajat C
2. Nyeri di persendian
3. Hidung berair yang tak seperti biasanya karena paru-paru berair.
Epidemiologi
Pertama kali ditemukan di Asia pada pertengahan Februari, SARS telah
menyerang lebih dari 450 orang di 3 benua dan menyebabkan pnemonia berat
pada sebagian besar pengidap. Data terakhir yang dikumpulkan oleh WHO
menunjukkan kecenderungan penyakit tersebut telah meluas di seluruh dunia.
Etiologi
Etiologi SARS saat ini masih menjadi bahan penelitian para ahli. Penelitian saat
ini mengarah kepada Coronavirus, walaupun tipe lain yaitu Paramyxovirus juga
dipikirkan menjadi penyebab SARS. Para ahli juga memikirkan kemungkinan
SARS disebabkan oleh infeksi ganda oleh 2 virus baru yang bekerja secara
simbiosis sehingga menyebabkan klinis yang berat pada manusia.
Coronavirus
Coronavirus memiliki bentuk bundar, ukuran 100-150 nm terdiri dari RNA rantai
tunggal. Dua bentuk tipe coronavirus manusia yang telah diidentifikasi adalah
strain 229E yang telah diisolasi dari kultur sel seperti fibroals sel paru-paru
embrional, dan strain OC43 yang diisolasi dari kultur organ. Studi pada pasien
dewasa, coronavirus dijumpai pada 4 – 15 % penyakit respirasi akut dengan
puncak hingga 35%. Pada anak-anak dijumpai pada 8 % dengan puncak hingga
20%.
Masa inkubasi berkisar 2 – 4 hari, lebih lama daripada rhinovirus. Untuk
diagnosis serologis dengan spesimen serum, tes fiksasi komplemen dan ELISA
dapat mendeteksi baik strain 229E maupun OC43. Pemeriksaan hemagglutination-
inhibition dapat juga digunakan untuk diagnosis serologis untuk grup OC43.
Parainfluenzavirus
Parainfluenza virus adalah penyebab penting penyakit infeksi saluran nafas bawah
pada anak, yang merupakan penyebab utama croup (laringotrakeobronkitis akut)
dan penyebab kedua terbanyak penyakit saluran nafas bawah akut pada bayi-bayi
yang dirawat setelah RSV.
Parainfluenza virus merupakan genus Paramyxovirus, berbentuk pleomorfik,
berukuran 150 – 200nm, mengandung genom RNA rantai tunggal. Pada manusia
virus ini diidentifikasi menjadi 4 tipe. Parainfluenza virus tersebar di seluruh
dunia dan hampir semua orang dewasa pernah terkena selama masa anak-anak.
Virus ini menyebar dari orang ke orang melalui sekret yang terinfeksi.
Diagnosis serologis dapat dilakukan dengan cara tes fiksasi komplemen, ELISA,
netralisasi dan hemagglutin-inhibisi.
Masa inkubasi SARS adalah 2 – 7 hari, beberapa mengatakan sampai 10 hari.
Terdapat 2 definisi kasus klinis SARS menurut WHO yaitu :
Suspected case :
• Temperatur tubuh > 38 ° C DAN
• Satu atau lebih gejala gangguan saluran pernafasan ( batuk, nafas pendek, sulit
nafas, hipoksia, atau gambaran radiologis berupa pnemonia atau sindrom distress
pernafasan akut ) DAN
• Bepergian dalam 10 hari saat onset gejala ke daerah yang tercatat atau diduga
terdapat transmisi SARS ATAU kontak erat dalam 10 hari dengan penderita yang
mengalami gangguan pernafasan yang bepergian ke daerah SARS atau orang yang
diketahui merupakan suspect case
Kontak erat
didefinisikan sebagai : orang yang merawat, tinggal serumah, atau kontak
langsung dengan cairan saluran nafas dan/atau cairan tubuh dari penderita SARS.
Probable case :
• Suspect case dengan disertai dengan gambaran foto rontgen dada sesuai
pneumoni atau respiratory distress syndrome (RDS) ATAU
• Suspect case yang meninggal dengan penyebab penyakit respiratorik yang tidak
dapat diterangkan penyebabnya, pada pemeriksaan autopsi didapatkan hasil
pemeriksaan patologi sesuai dengan RDS yang tidak dapat diidentifikasi
penyebabnya.
Gejala tambahan :
Selain demam dan gejala respiratorik, SARS dapat disertai dengan gejala lain
seperti kaku otot, nafsu makan menurun, lesu, bingung (confusion), ruam kulit
dan diare.
Banyak kasus pada awalnya mengeluh nyeri kepala hebat, dizzines, dan demam
tinggi selama perjalanan penyakit. Pada kasus tertentu terjadi perubahan keadaan
umum memburuk secara cepat sejalan dengan penurunan saturasi oksigen dan
gejala acute respiratory distress, sehingga membutuhkan bantuan ventilator.
Sepuluh persen di antaranya memerlukan perawatan di Unit Perawatan Intensif.
Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen dada
Terdapat gambaran foto yang khas, dimulai dengan gambaran unilateral , patchy
shadowing, apabila keadaan pasien memburuk dalam waktu 1-2 hari, terjadi
infiltrat interstitial/confluent bilateral dan menyeluruh. Namun kadang-kadang
pada beberapa kasusu gambaran patchy pada goto toraks tidak tidak tampak. Pada
akhir perjalanan penyakit beberapa pasien mengalami Adult Respiratory Distress
Syndrome (ADRS)
Laboratorium
• Pada awalnya gambaran darah tepi normal, tetapi pada hari ke 3-4 sakit,
umumnya dijummpai limfoni (>50% kasus) dan Trombositopenia.
• Enzim hati meningkat, dan nilai PT dan PTT abnormal
• Peningkatan kadar kreatinin fosfokinase dan CRP terjadi pada beberapa kasus
Terapi
Regimen terapi meliputi beberapa antibiotik untuk mengobati bakteri yang telah
diketahui pada pnemonia atipik. Di beberapa lokasi, terapi juga meliputi antivirus
seperti oseltamivir atau ribavirin. Steroid diketahui juga diberikan secara oral atau
intravena pada pasien bersama dengan ribavirin dan antimikroba lainnya. Sampai
saat ini terapi yang paling efektif belum diketahui.
Re-Emerging Disease
CHIKUNGUNYA
Epidemiologi
Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di pulau Jawa,
NTB, Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa Barat
dan Sumatera Selatan. Dari tahun 2007 sampai tahun 2012 di Indonesia terjadi KLB
Chikungunya pada hampir semua provinsi (seperti Palembang, Semarang, Indramayu,
Manado, DKI Jakarta , Banten, Jawa Timur dan lain-lain) dengan 149.526 kasus
tanpa kematian.
Etiologi
Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus. Nyamuk Aedes spp seperti juga jenis nyamuk lainnya
mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) - pupa - nyamuk.
Stadium telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas
menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Stadium
jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa)
berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama
9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.
Habitat Perkembangbiakan
Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki
reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat
minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol pembuangan air, tempat
pembuangan air kulkas/dispenser, barangbarang bekas (contoh : ban, kaleng, botol,
plastik, dll).
Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah
daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu dan tempurung
coklat/karet, dll.
Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk sementara
waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk
mampu terbang mencari makanan. Nyamuk Aedes sp jantan mengisap cairan
tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap
darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat
antropofilik). Darah diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat menetas.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk
mengisap darah sampai telur dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka
waktu tersebut disebut dengan siklus gonotropik.
Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp biasanya mulai pagi dan petang hari,
dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 -17.00. Aedes aegypti
mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik,
untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat
efektif sebagai penular penyakit.Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat
pada tempat yang gelap dan lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan
habitat perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamuk menunggu proses
pematangan telurnya. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai,
nyamuk betina akan meletakkan telurnya di atas permukaan air, kemudian telur
menepi dan melekat pada dinding-dinding habitat perkembangbiakannya. Pada
umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ±2 hari. Setiap kali
bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak ±100 butir. Telur itu di
tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan ±6 bulan, jika tempat-tempat tersebut
kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih
cepat.
Penyebaran
Variasi Musiman
Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat karena telur-telur yang
tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakannya
(TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai terisi air hujan. Kondisi
tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk sehingga dapat menyebabkan
peningkatan penularan penyakit Demam Chikungunya.
Faktor Resiko
WHO.http://www.who.int/csr/disease/influenza/pipguidance2009/en/i
ndex.html
WHO.http://www.aclu.org/pdfs/privacy/pemic_report.pdf
NIAID.http://www.niaid.nih.gov/topics/Flu/understandingFlu/Pages/de
finitionsOverview.aspx
WHO.http://www.who.int/csr/disease/influenza/pandemic/en/
NIAID.http://www.niaid.nih.gov/topics/emerging/Pages/list.aspx