Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Sukardi
Jenis kelamin : laki – laki
Umur : 76 tahun
Alamat : Ds. Dempel RT 4/3 Karang Payung
Pekerjaan : Petani
Status pernikahan : Menikah
No RM : 360931
Tanggal masuk RS : 06 – 03 – 2014

2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : sulit kencing
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sering sulit kencing hilang timbul sudah
lama. Pasien sudah dipasang kateter kencing namun terlepas berulang –
ulang. 3 hari yang lalu pasien memeriksakan diri ke RS Permata Bunda dan
mendapat hasil USG terdapat Benigna Prostat Hipertrofi kemudian dirujuk
ke RS Roemani. Pasien mengaku sudah lama menderita sakit seperti ini
namun takut untuk operasi hanya dipasang selang kateter saja bila terdapat
keluhan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma di tempat yang sama : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit serupa : disangkal

1
Riwayat Tekanan Darah Tinggi: disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Kencing Manis : disangkal
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang petani dengan seorang istri dan 3 orang anak, pasien
membayar jaminan kesehatan dengan BPJS

3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign
TD : 150/90 mmHg
Nadi : 100x/menit
RR : 20x/rmenit
Suhu : 37 0C
Status gizi : kesan baik

Status internus
Kepala : mesosefal
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-) sklera ikterik (-/-), reflek
cahaya (+/+), edem palpebra (-/-), pupil isokor
3mm/3mm.
Telinga : discharge (-)
Hidung : nafas cuping (-), deformitas (-), secret (-)
Mulut : lembab (+), sianosis (-)
Leher : limfonodi (-), tiroid (-), tonsil T1-T1
Thorax
a. Jantung :
1. Inspeksi : ictus cordis tidak nampak
2. Palpasi : ictus cordis teraba namun tidak kuat angkat, thrill (-),
pulsus epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift (-)

2
3. Perkusi : batas atas : ICS II lin.parasternal sinistra
pinggang jantung : ICS III parasternal sinsitra
batas kanan bawah : ICS V lin.sternalis dextra
batas kiri bawah : ICS V 2 cm ke arah medial mid
clavikula sinistra
Konfigurasi jantung dalam batas normal
4. Auskultasi : reguler
Suara jantung murni : SI, SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-)
b. Paru
Dextra Sinistra
Depan
Inspeksi
Bentuk dada Datar Datar
Hemitorak Simetris Simetris
Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan
Pelebaran ICS (-) (-)
Perkusi Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan (-) (-)
Belakang
Inspeksi
Punggung Tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Palpasi
Punggung Tidak ada nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan
Stem fremitus (-) (-)
Perkusi
Punggung Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan (-) (-)

3
Abdomen
a. Hepar
1. Inspeksi : tidak tampak pembesaran
2. Palpasi : hepar tidak teraba
3. Perkusi : pekak (+) 7cm dari arkus kosta dextra
4. Auskultasi : normal
b. Lien :
1. Inspeksi : tidak tampak pembesaran
2. Palpasi : lien tidak teraba
3. Perkusi : timpani
4. Auskultasi : normal
c. Vesica Urinaria :
1. Inspeksi : tidak tampak pembesaran
2. Palpasi : tidak teraba penuh
3. Perkusi : redup
4. Auskultasi : normal

Limfe : limfe tidak teraba, pembesaran (-)

Extremitas
a. Ekstremitas superior dan inferior
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Gerak 5/5 5/5

4
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium

Hasil Satuan Harga normal


Hematologi
3
Leukosit 7,3 10 /uL 3,6-11
6
Eritrosit 5,10 10 /Ul 3,8-5,2

Hemoglobin 14,8 g/dl 11,7-15,5


Hematokrit 46,1 g/dl 35-47
MCV 90 Fl 80-100
MCH 29 Pg 26-34
MCHC 32 g/dl 32-36
3
Trombosit 317 10 /Ul 150-440

Eosinofil 4,6 % 2-4


Basofil 07 % 0-1
Neutrofil 74,0 % 50-70
Limfosit 14,5 % 25-40
Monosit 6,4 % 2-8
Hemostatis
Masa perdarahan/BT 1,05 menit 1-3
Masa pembekuan/CT 3,11 menit 2-6
Imunoserologi
HbsAg negatif Negative
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 93 mg/Dl <125
Ureum 33 mg/Dl 10.0-50.0
Creatinin 0,9 mg/Dl 0.62-1.1
Asam urat 0,2 mg/L 3.5-7.2

5
Trigleserid 107 mg/Dl 135-147
Kolesterol 159 mg/Dl <200
Kalium (K) 4,3 mmol/L 3.5-5
Natrium (Na) 130 mEq/L 135-147
Clorida (Cl) 102 mEq/L 05-105
Calcium © 8,2 Mg/Dl 8.6-10.3

b. Pemeriksaan USG testis/Trans rectal


- Ginjal kanan ukuran normal, tampak lesi anekoik batas tegas tepi
regular intraparenkimal pole atas ukuran diameter sekitar 2.82cm,
PCS tak melebar, tampak lesi hiperekoik, multiple di pyelum
ukuran diameter terbesar 3.7cm.
- Ginjal kiri ukran normal, parenkim normal, PCS tak melebar, tak
tampak batu.
- Vesica Urinaria dinding tebal irregular, tampak balon kateter,
tampak lesi hiperekoik multiple dengan acustic shadow, ukuran
diameter terbesar sekitar 1.99cm
- Prostat ukuran besar, parenkim homogeny, tampak kalsifikasi, tak
tampak nodul.
- V. prostat transrectal 64.48cc
- V. prostat transabdominal 66.37 cc

KESAN :

- Prostat membesar dengan kalsifikasi, tak tampak nodul.


- Vesicolithiasis multiple
- Nephrolithiasis multiple kanan , tak tampak bendungan
- Kista ginjal kanan

6
c. Pemeriksaan X- Foto Polos Abdomen

Hasil pemeriksaan FPA :

- Preperitoneal fat normal


- Psoas line normal
- Distribusi udara dalam usus halus meningkat
- Tampak batu opaque rend extra dan vesica urinaria

KESAN :

- Vesicolithiasis dan Nephrolithiasis (staghorn Dx)

7
PEMBAHASAN KASUS

Dari anamnesis didapatkan data Tn. Sukardi usia 76 tahun datang ke RS


Roemani Semarang dengan keluhan sering sulit kencing hilang timbul sudah
lama. Pasien sudah dipasang kateter kencing namun terlepas berulang – ulang. 3
hari yang lalu pasien memeriksakan diri ke RS Permata Bunda dan mendapat hasil
USG terdapat Benigna Prostat Hipertrofi kemudian dirujuk ke RS Roemani.
Pasien mengaku sudah lama menderita sakit seperti ini namun takut untuk operasi
hanya dipasang selang kateter saja bila terdapat keluhan.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 100
kali/menit, regular, isi dan tegangan cukup. Frekuensi nafas 20 kali/menit, suhu
37°C. Pada status lokalis didapatkan pada vesica urinaria tidak tampak
pembesaran, tidak teraba penuh, berbunyi redup dan tidak ada suara tambahan.
Dari pemeriksaan radiologis X Foto Polos Abdomen, Preperitoneal fat
normal, Psoas line normal, Distribusi udara dalam usus halus meningkat, Tampak
batu opaque rend extra dan vesica urinaria. Kesan : terdapat Nephrolithiasis
(staghorn Dextra) dan Vesicolithiasis.
Penanganan pada pasien ini adalah direncanakan terapi konservatif
dilanjutkan terapi operatif, pasien juga memiliki riwayat BPH serta
vesiculolithiasis dan nephrolithiasis. Terapi operatif yang disetujui pasien adalah
prostatektomi dan pengambilan batu di kandung kemih dengan pembedahan
secara Sectio Alba. Pada penangan batu ginjal (nephrolithiasis) pasien, belum
dilakukan oleh dokter ahli bedah karena masih kemungkinan akan dilakukan
terapi dengan cara yang lain.
Uraian selanjutnya hanya akan membahas tentang vesicolithiasis saja.

8
BAB II

TINJAUAN KASUS

VESICOLITHIASIS

DEFINISI
Batu buli-buli disebut juga batu vesica, vesical calculi, vesical stone,
bladder stone. Batu buli-buli atau vesikolitiasis adalah masa yang berbentuk
kristal yang terbentuk atas material mineral dan protein yang terdapat pada urin.
Batu saluran kemih pada dasarnya dapat terbentuk pada setiap bagian tetapi lebih
banyak pada saluran penampung terakhir. Pada orang dewasa batu saluran
kencing banyak mengenai sistem bagian atas (ginjal, pyelum) sedang pada anak-
anak sering pada sistem bagian bawah (buli-buli). Di negara berkembang batu
buli-buli terbanyak ditemukan pada anak laki-laki pre pubertas. Komponen yang
terbanyak penyusun batu buli-buli adalah garam calsium. Pada awalnya
merupakan bentuk yang sebesar biji padi tetapi kemudian dapat berkembang
menjadi ukuran yang lebih besar. Kadangkala juga merupakan batu yang
mulitipel.

ANATOMI
Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor
yang saling beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah
merupakan otot sirkuler, dan yang paling luar adalah longitudinal mukosa vesika
terdiri dari sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa pelvis renalis,
ureter dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus
uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. Secara
anatomis buli-buli terdiri dari tiga permukaan, yaitu (1) permukaan superior yang
berbatasan dengan rongga peritoneum (2) permukaan inferoinferior dan (3)
permukaan posterior.

9
Gambar 1. Sistem urinarius

Gambar 2. Anatomi Buli-buli

Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian


mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme berkemih. Dalam menampung
urin, buli-buli mempunyai kapasitas yang maksimal, yang volumenya untuk orang
dewasa kurang lebih adalah 300-450 ml, sedangkan kapasitas buli-buli pada anak
menurut formula dari koff adalah:

10
Kapasitas buli- buli = ( umur(tahun)+ 2 )x 30

Pada saat kosong, buli-buli terdapat di belakang simpisis pubis dan pada
saat penuh berada pada atas simpisis pubis sehingga dapat dipalpasi atau di
perkusi. Buli-buli yang terasa penuh memberikan rangsangan pada saraf afferen
dan menyebabkan aktivasi miksi di medulla spinalis segmen sacral S2-4. Hal ini
akan menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli dan
relaksasi spingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.

ETIOLOGI
Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu buli-
buli yaitu faktor instrinsik yang terdiri dari herediter (keturunan). Jumlah pasien
laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.
Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari keadaan geografi, iklim, temperatur,
asupan air, diet, dan pekerjaan. Geografi, kebanyakan didaerah pegunungan,
padang pasir, dan daerah tropis. Iklim, individu yang menetap di daerah beriklim
panas dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami
dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D3 (memicu peningkatan ekskresi
kalsium dan oksalat) sehingga insiden batu saluran kemih akan meningkat.
Asupan air, kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. Diet, obat
sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan terbentuknya batu saluran
kemih, karena obat sitostatik bersifat meningkatkan asam urat dalam tubuh, diet
banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih. Dan pekerjaan, penyakit ini sering dijumpai pada orang yang
pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitasnya.

Batu buli-buli sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi
atau terdapat benda asing di buli-buli yang aktivitasnya sebagai inti batu.
Gangguan miksi terjadi pada pasien-pasien hiperplasia prostat, striktura uretra,

11
divertikel buli-buli dan buli-buli neurogenik. Pada suatu studi dilaporkan pada
pasien dengan cidera spinal dimana ia mempunyai kelainan neurogenik blader
dalam delapan tahun, 36%nya berkembang menjadi batu buli-buli. Benda asing
tersebut dibedakan menjadi iatrogenic dan non iatrogenik. Benda iatrogenic terdiri
dari bekas jahitan, balon folley kateter yang pecah, kalsifikasi yang disebabkan
karena iritasi balon kateter, staples, uretral stens, peralatan kontrasepsi, prostetik
uretral stents. Noniatrogenik disebabkan adanya benda yang terkandung pada
buli-buli seusai pasien rekreasi atau alasan yang lain. Selain itu batu buli-buli
dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli yang banyak
dijumpai pada anak-anak yang menderita kurang gizi atau yang sering menderita
dehidrasi atau diare. Infeksi pada saluran kemih akan mempercepat timbulnya
batu. Inflamasi pada buli-buli dapat disebabkan karena hal sekunder misalnya
sinar radiasi atau infeksi shiztomiasis yang juga merupakan predisposisi batu buli-
buli.

Gangguan metabolik juga merupakan faktor predisposisi terjadi


pembentukan batu. Pada pasien ini batu umumnya terbentuk dari bahan calsium
dan struvit. Pada pasien yang mempunya predisposisi dilakukan evaluasi ada
tidaknya hal yang memicu statisnya urin, misalnya BPH. Pada perempuan yang
memakai celana ketat, dan cystocele.

PATOFISIOLOGI
Pada umumnya batu buli-buli terbentuk dalam buli-buli, tetapi pada
beberapa kasus batu buli terbentuk di ginjal lalu turun menuju buli-buli, kemudian
terjadi penambahan deposisi batu untuk berkembang menjadi besar. Batu buli
yang turun dari ginjal pada umumnya berukuran kecil sehingga dapat melalui
ureter dan dapat dikeluarkan spontan melalui uretra.

12
Gambar 3. Batu Buli-buli

Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada
tampat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urine), yaitu
pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti
pada hyperplasia prostate benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan
keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri
atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik
yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu
yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal
yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh
dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal
menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini
bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang
cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi
oleh pH larutan, adanya koloid di dalam urine, konsentrasi solute di dalam urine,

13
laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam
saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu saluran
kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupan
dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan
sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu
infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis
pembentukan batu-batu diatas hampir sama, tetapi suasana didalam saluran kemih
yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini
misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam asam, sedangkan batu
magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa.

Pada penderita yang berusia tua atau dewasa biasanya komposisi batu
merupakan batu asam urat yaitu lebih dari 50% dan batu paling banyak berlokasi
di vesika. Batu yang terdiri dari calsium oksalat biasanya berasal dari ginjal. Pada
batu yang ditemukan pada anak umumnya ditemukan pada daerah yang endemik
dan terdiri dari asam ammonium material, calsium oksalat, atau campuran
keduanya. Hal itu disebabkan karena susu bayi yang berasal dari ibu yang banyak
mengandung zat tersebut. Makanan yang mengandung rendah pospor menunjang
tingginya ekskresi amonia. Anak-anak yang sering makan makanan yang kaya
oksalat seperti sayur akan meningkatkan kristal urin dan protein hewan (diet
rendah sitrat).

Batu buli-buli juga dapat terjadi pada pasien dengan trauma vertebra/
spinal injury, adapun kandungan batu tersebut adalah batu struvit/Ca fosfat. Batu
buli-buli dapat bersifat single atau multiple dan sering berlokasi pada divertikel
dari ventrikel buli-buli dan biasanya berukuran besar atau kecil sehingga
menggangu kerja dari vesika. Gambaran fisik batu dapat halus maupun keras.
Batu pada vesika umumnya mobile, tetapi ada batu yang melekat pada dinding
vesika yaitu batu yang berasal dari adanya infeksi dari luka jahitan dan tumor
intra vesika.

14
KOMPOSISI BATU

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat


atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium ammonium fosfat, xanthin, sistein,
silikat dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan atau komposisi batu
sangat penting untuk pencegahan timbulnya batu yang residif.

a. Batu Kalsium
Batu ini merupakan batu yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 70-
80% dari seluruh batu saluran kemih. Adapun kandungannya adalah kalsium
oksalat, kalsium fosfat atau campuran keduanya. Faktor terjadinya batu oksalat
adalah sebagi berikut:

 Hiperkalsiuri merupakan kenaikan kadar kalsium dalam urin yang


melebihi 250-300mg/24jam, disebabkan oleh peningkatan absorbsi
kalsium melalui usus, gangguan reabsorbsi kalsium oleh ginjal, dan
peningkatan reabsorbsi tulang karena hiperparatiroid atau tumor
paratiroid.
 Hiperoksaluri merupakan peningkatan ekskresi oksalat melebihi 45
gram/ hari, keadaan ini banyak diderita oleh penderita yang mengalami
kelainan usus karena post operasi dan diet kaya oksalat, misalnya teh,
kopi instant, minuman soft drinks, kokoa, jeruk, sitrun, dan sayuran
yang berwarna hijau terutama bayam.
 Hiperurikosuri merupakan kadar asam urat di dalam urin melebihi
850mg/ 24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam urin bertindak
sebagai inti batu terhadap pembentukan batu kalsium oksalat. Sumber
asam urat dalam urin berasal dari makanan yang mengandung banyak
purin maupun berasal dari metabolisme endogen.
 Hipositraturia merupakan sitrat berikatan dengan kalsium di dalam
urin sehingga calsium tidak lagi terikat dengan oksalat maupun fosfat,
karenanya merupakan penghambat terjadinya batu tersebut. Kalsium
sitrat mudah larut sehingga hancur dan dikeluarkan melalui urin.

15
 Hipomagnesia, magnesium juga merupakan penghambat seperti halnya
sitrat. Penyebab tersering dari hipomagnesia adalah inflamasi usus
yang diikuti gangguan absorbsi. Penyebab tersering hipomagnesuria
ialah penyakit inflamasi usus (inflammatory bowel disease) yang
diikuti dengan gangguan malabsorbsi.
b. Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini
karena proses infeksi pada saluran kemih. Hal ini disebabkan karena infeksi
yang sebagian besar karena kuman pemecah urea, sehingga urea yang
menghasilkan suasana basa yang mempermudah mengendapnya magnesium
fosfat, ammonium, karbonat. Kuman tersebut diantaranya adalah Proteus spp,
Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, dan stafilokokus.
c. Batu Asam urat merupakan batu yang terjadi pada 5-10% kasus batu. 75- 80%
adalah batu asam urat murni dan sisanya merupakan campuran dengan asam
oksalat. Batu ini banyak diderita oleh pasien dengan gout, penyakit
mieloproliferatif, pasien yang mendapat terapi antikanker, dan banyak
menggunakan obat urikosurik diantaranya tiazid, salisilat, kegemukan,
peminum alkohol, diet tinggi protein. Adapun faktor predisposisi terjadinya
batu asam urat adalah urin yang terlalu asam, dehidrasi atau konsumsi air
minum yang kurang dan tingginya asam urat dalam darah.
d. Batu jenis lain diantaranya batu sistin, batu santin, dan batu silikat sangat
jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme yaitu
kelainan absorbsi sistin di mukosa usus. Pemakaian antasida yang
mengandung silikat berlebihan dalam jangka waktu yang lama dapat
memungkinkan terbentuknya batu silikat.

PEMERIKSAAN KLINIS
Pasien yang mempunyai batu buli sering asimtomatik, tetapi pada
anamnesis biasanya dilaporkan bahwa penderita mengeluh nyeri suprapubik,
disuria, gross hematuri terminal, perasaan ingin kencing, sering kencing di malam
hari, perasaan tidak enak saat kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian

16
menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh. Gejala lain yang
umumnya terjadi dalam menyertai nyeri yaitu nyeri menjalar dari ujung penis,
scrotum, perineum, punggung dan panggul, perasaan tidak nyaman tersebut biasa
bersifat tumpul atau tajam, disamping sering menarik-narik penisnya pada anak
laki-laki dan menggosok-gosok vulva pada anak perempuan. Rasa sakit diperberat
saat pasien sedang beraktivitas, karena akan timbul nyeri yang tersensitisasi akibat
batu memasuki leher vesika. Pasien anak dengan batu buli sering disertai dengan
priapism dan disertai ngompol.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesika urinaria tampak penuh pada


inspeksi, ketika dipalpasi didapatkan blader distended pada retensi akut. Adapun
tanda yang dapat dilihat adalah hematuri mikroskopik atau bahkan gross hematuri,
pyuria, bakteri yang positif pada pemeriksaan kultur urin.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan urin sering dilakukan karena tidak mahal dan hasilnya
dapat menggambarkan jenis batu dalam waktu yang singkat. Pada pemeriksaan
dipstick, batu buli berhubungan dengan hasil pemeriksaan yang positif jika
mengandung nitrat, leukosit esterase dan darah. Batu buli sering menyebabkan
disuri dan nyeri hebat, oleh sebab itu banyak pasien sering mengurangi
konsumsi air minum sehingga urin akan pekat. Pada orang dewasa, batu buli
akan menyebabkan urin asam. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya
sel darah merah dan pyuria( leukosit), dan adanya kristal yang menyusun batu
buli. Pemeriksaan urin juga berguna untuk memberikan antibiotik yang
rasional jika dicurigai adanya infeksi.

b. Pemeriksaan Imaging
 Foto Polos Abdomen (FPA)
Pemeriksaan radiologis yang digunakan harus dapat
memvisualisasikan saluran kemih yaitu ginjal, ureter dan vesika urinaria

17
(KUB). Tetapi pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hanya dapat
menunjukkan batu yang radioopaque. Batu asam urat dan ammonium urat
merupakan batu yang radiolucent. Tetapi batu tersebut terkadang dilapisi
oleh selaput yang berupa calsium sehingga gambaran akhirnya
radioopaque.

Gambar 4. FPA

 Intra Venous Pyelografi


Jika pada pemeriksaan secara klinik dan foto KUB tidak dapat
menunjukkan adanya batu, maka langkah selanjutnya adalah dengan
pemeriksaan IVP. Adanya batu akan ditunjukkan dengan adanya filling
defek.

Gambar 5. IVP

18
 Ultrasonografi (USG)
Batu buli akan terlihat sebagai gambaran hiperechoic, efektif untuk
melihat batu yang radiopaque atau radiolucent.

Gambar 6. USG

 CT scan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk banyak kasus pada pasien yang nyeri
perut, massa di pelvis, suspect abses, dan menunjukkan adanya batu buli- buli
yang tidak dapat ditunjukkan pada IVP. Batu akan terlihat sebagai lesi
hipodens pada post contrast.

 MRI
Pemeriksaan ini akan menunjukkan adanya lesi hipointens yang
semestinya tidak ada pada buli yang seharusnya terisi penuh, ini
diassosiasikan sebagai batu.

 Sistoskopi
Pada pemeriksaan ini dokter akan memasukkan semacam alat
endoskopi melalui uretra yang ada pada penis, kemudian masuk kedalam
blader.

19
Gambar 7. Sistoskopi

PENGOBATAN

a. Konservatif
Terapi ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena
diharapkan batu dapat keluar spontan. Memberikan minum yang berlebihan
disertai diuretik. Dengan produksi air kemih yang lebih banyak diharapkan dapat
mendorong batu keluar dari saluran kemih. Pengobatan simptomatik
mengusahakan agar nyeri, khususnya kolik, yang terjadi menghilang dengan
pemberian simpatolitik. Dan berolahraga secara teratur.

Adanya batu struvit menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih, karena


itu diberikan antibiotik. Batu strufit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah
pembesarannya bila diberikan pengobatan dengan pengasaman urin dan
pemberian antiurease, seperti Acetohidroxamic acid. Ini untuk menghambat
bakteri urease dan menurunkan kadar ammonium urin.

Pengobatan yang efektif untuk pasien yang mempunyai batu asam urat
pada saluran kemih adalah dengan alkalinisasi supaya batu asam yang terbentuk
akan dilarutkan. Pelarutan batu akan terjadi apabila pH urin menjadi lebih tinggi
atau berjumlah 6,2. Sehingga dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai
dengan makanan alkalis, batu asam urat diharapkan larut. Potasium Sitrat
(polycitra K, Urocit K) pada dosis 60 mEQ dalam 3-4 dosis perhari pemberian
digunakan untuk terapi pilihan. Tetapi terapi yang berlebihan menggunakan
sediaan ini akan memicu terbentuknya deposit calsium pospat pada permukaan
batu sehingga membuat terapi tidak efektif lagi. Atau dengan usaha menurunkan

20
produksi kadar asam urat air kemih dan darah dengan bantuan alopurinol, usaha
ini cukup memberi hasil yang baik. Dengan dosis awal 300 mg perhari, baik
diberikan setelah makan.

b. Litotripsi
Pemecahan batu telah mulai dilakukan sejak lama dengan cara buta, tetapi
dengan kemajuan tehnik endoskopi dapat dilakukan dengan cara lihat langsung.
Untuk batu kandung kemih, batu dipecahkan dengan litotriptor secara mekanis
melalui sistoskop atau dengan memakai gelombang ultrasonic atau
elektrohidrolik. Makin sering dipakainya gelombang kejut luar tubuh (ESWL =
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang dapat memecahkan batu tanpa
perlukaan ditubuh sama sekali. Gelombang kejut dialirkan melalui air ke tubuh
dan dipusatkan di batu yang akan dipecahkan. Batu akan hancur berkeping-keping
dan keluar bersama kemih.

c. Terapi pembedahan
Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotriptor, alat gelombang
kejut atau bila cara non bedah tidak berhasil. Walaupun demikian kita harus
memerlukan suatu indikasi. Misalnya apabila batu kandung kemih selalu
menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu diadakan tindakan
pengeluarannya. Litotriptor hanya mampu memecahkan batu dalam batas ukuran
3 cm kebawah. Batu diatas ukuran ini dapat ditangani dengan batu kejut atau
sistolitotomi.

1. Transurethral Cystolitholapaxy: tehnik ini dilakukan setelah adanya batu


ditunjukkan dengan sistoskopi, kemudian diberikan energi untuk membuat
nya menjadi fragmen yang akan dipindahkan dari dalam buli dengan alat
sistoskopi. Energi yang digunakan dapat berupa energi mekanik
(pneumatic jack hummer), ultrasonic dan elektrohidraulik dan laser.
2. Percutaneus Suprapubic cystolithopaxy: tehnik ini selain digunakan untuk
dewasa juga digunakan untuk anak- anak, tehnik percutaneus
menggunakan endoskopi untuk membuat fragmen batu lebih cepat hancur

21
lalu dievakuasi.sering tehnik ini digunalan bersama tehnik yang pertama
denagn tujuan stabilisasi batu dan mencegah irigasi yang ditimbulkan oleh
debris pada batu.
3. Suprapubic Cystostomy: tehnik ini digunakan untuk memindah batu
dengan ukuran besar, juga di indikasikan untuk membuang prostate, dan
diverculotomy. Pengambilkan prostate secara terbuka diindikasikan jika
beratnya kira- kira 80-100gr. Keuntungan tehnik ini adalah cepat, lebih
mudah untuk memindahkan batu dalam jumlah banyak, memindah batu
yang melekat pada mukosa buli dan kemampuannya untuk memindah batu
yang besar dengan sisi kasar. Tetapi kerugian penggunaan tehnik ini
adalah pasien merasa nyeri post operasi, lebih lama dirawat di rumah sakit,
lebih lama menggunakan kateter.

Gambar 8. Suprapubic Cystostomy

22
PENCEGAHAN
 Diuresis yang adekuat
Untuk mencegah timbulnya kembali batu maka pasien harus minum
banyak sehingga urin yang terbentuk tidak kurang dari 1500 ml. pada pasien
dengan batu asam urat dapat digunakan alkalinisasi urin sehingga pH
dipertahankan dalam kisaran 6,5-7, mencegah terjadinya hiperkalsemia yang
akan menimbulkan hiperkalsiuria pasien dianjurkan untuk mengecek pH urin
dengan kertas nitrasin setiap pagi.

 Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu


 Eradikasi infeksi saluran kemih khususnya untuk batu struvit

PROGNOSIS

Secara umum, prognosis pasien dengan batu buli-buli adalah baik.


Namun, mortalitas dan morbiditas yang signifikan kadang-kadang dapat terjadi.
Hal itu tergatung seberapa besar ukuran batu dan komplikasi yang timbul dari
batu buli-buli tersebut. Perlu dikontrol faktor-faktor yang yang mempengaruhi
terjadinya batu buli-buli, sebab kemungkinan rekurensi tetap ada.

23
BAB 3

KESIMPULAN

a. Batu buli-buli adalah adanya batu dalam vesika urinaria yang menyebabkan
gangguan pada aliran urin
b. Batu buli-buli disebabkan oleh faktor instrinsik dan ekstrinsik.
c. Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya batu buli-buli adalah infeksi
saluran kemih, gangguan metabolic.
d. Proses pembentukan batu terjadi karena adanya hambatan aliran urin yang
menyebabkan stasis urin sehingga terjadi pengendapan dan terbentuk batu.
e. Komposisi batu buli-buli terdiri dari batu kalsium, batu struvit, batu asam urat
dan batu jenis lain diantaranya batu sistin, batu santin dan batu slilikat.
f. Komposisi batu buli-buli terbanyak disebabkan oleh batu kalsium yang
disebabkan oleh hiperkalsiuria, hiperoksaluri, hipositraturia, hiperurikosuria,
hipomagnesia.
g. Batu buli-buli didiagnosis dengan anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, radiologis dan sistokopi.
h. Penatalaksaan batu buli-buli dengan konservatif, lithotripsy (penghancuran
batu), dan terapi pembedahan .
i. Pencegahan batu buli-buli adalah dengan diuresis yang adekuat, diet serta
eradikasi infeksi saluran kemih.
j. Prognosis ad functionam adalah dubia ad bonam

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Basler, J. 2007. Bladder Stones. Emedicine Journal. Sited by


http://www.emedicine.com.

2. de Jong, W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC

3. Purnomo, B. B. 2007. Dasar-dasar Urologi. Malang: Fakultas Kedokteran


Universitas Brawijaya.

4. Reksoprojo, S. 1995. Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara

5. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., dan Setiati, S. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

25

Anda mungkin juga menyukai