Anda di halaman 1dari 124

LAPORAN TUGAS SEMESTER PENDEK

PROSES MANUFAKTUR

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah


Semester Pendek Proses Manufaktur pada Program Studi Teknik Industri

Fakultas Teknik Universitas Singaperbangsa Karawang

Semester Ganjil Tahun Akademik 2018/2019

Dosen Pembimbing : Ir. H. Wahyudin ST., MT.

Nama : Riananda Dwismara Tungga


NPM : 1710631140151

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
Jl. H.S. Ronggowaluyo Telukjambe Telp./Fax. (0267) 641177 Ext. 102 ─
Karawang 41361
2018/2019
KATA PENGANTAR

Rasa syukur senantiasa saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas
limpahan karunia dan rahmatNya saya dapat menyelesaikan Laporan Tugas Mata
Kuliah Semester Pendek Proses Manufaktur ini dengan baik.

Dalam Kata Pengantar ini, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Ir. H. Wahyudin ST., MT., selaku Dosen Mata Kuliah Proses Manufaktur
2. Teman-teman Teknik Industri 2017

yang telah banyak membantu, membimbing, serta memberi dukungan dan


semangat mulai dari awal kegiatan sampai dengan tersusunnya Laporan Tugas
Mata Kuliah Semester Pendek Proses Manufaktur ini. Semoga Allah SWT
senantiasa melimpahkan kita semua kebaikan dan keberkahan.

Saya selaku penyusun memohon maaf apabila dalam penyusunan Laporan


Tugas Mata Kuliah Semester Pendek Proses Manufaktur ini terdapat banyak
kekurangan, dan kami berharap, semoga Laporan ini dapat menjadi manfaat bagi
yang membacanya.

Karawang, 15 Agustus 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................... II

Daftar Isi ............................................................................................III

Daftar Lampiran .................................................................................. IV

RESUME JURNAL.............................................................................1

Resume Jurnal 1 ......................................................................... 1

Komentar Jurnal 1 ...................................................................... 4

Resume Jurnal 2 ......................................................................... 5

Komentar Jurnal 2 .....................................................................10

Resume Jurnal 3 ........................................................................11

Komentar Jurnal 3 .....................................................................14

Resume Jurnal 4 ........................................................................15

Komentar Jurnal 4 .....................................................................18

Resume Jurnal 5 ........................................................................19

Komentar Jurnal 5 .....................................................................23

Resume Jurnal 6 ........................................................................24

Komentar Jurnal 6 .....................................................................28

Resume Jurnal 7 ........................................................................29

Komentar Jurnal 7 .....................................................................33

Resume Jurnal 8 ........................................................................34


Komentar Jurnal 8 .....................................................................37

LAMPIRAN ........................................................................................

Jurnal 1 (Model Sistem Perencanaan Produksi Terintegrasi di


Industri Percetakan) .....................................................................

Jurnal 2 (Pendekatan Lean Manufacturing Pada Proses Produksi


Furniture Dengan Metode Cost Integrated value Stream maping) ....

Jurnal 3 (Pembuatan “Pipe Shelving” Sebagai Contoh Produk Akhir


Proses Manufaktur) .......................................................................

Jurnal 4 (Model Integrasi Design dan Proses Manufaktur Pada


Perakitan Produk Multi Pemasok) ...................................................

Jurnal 5 (Model Pemilihan Proses Untuk Meminimalkan Biaya


Manufaktur, Kerugian Kualitas, dan Keterlambatan Pengiriman) ......

Jurnal 6 (Analisis Efisiensi dan Efektivitas Performansi Line


Machining Propeller Shaft Untuk Produk Flange Menggunakan
Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE)) .............................

Jurnal 7 (Perancangan Proses Produksi Alat Antrian C2000 dengan


Menggunakan IDEF0, FMEA, dan RCA) ..........................................

Jurnal 8 (Aplikasi Six Sigma Pada Produk Clear File di Perusahaan


Stationary) ...................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................V


RESUME JURNAL 1

Model Sistem Perencanaan Produksi Terintegrasi di


Judul Jurnal
Industri Percetakan

https://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/ft1/article/download
Link Jurnal /3032/825

Volume Vol. 8 No.1 2014

Tahun 2014

Penulis Antono Adhi

Diakses Jam 14.00 WIB, tanggal 11 Agustus 2018

Tanggal 12 Agustus 2018

1. Latar Belakang

Dalam manajemen manufaktur dan operasi modern, waktu


pengiriman yang tepat adalah faktor penting untuk kelangsungan hidup
di pasar yang kompetitif. Untuk mencapai tujuan, waktu pengiriman
membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan produksi
merupakan tugas yang rumit yang memerlukan kerja sama antar
fungsi-fungsi unit dalam suatu organisasi.

Perencanaan adalah fungsi manajerial utama untuk perusahaan,


yang merupakan arahan dan petunjuk untuk berkoordinasi dan
bekerjasama operasi perusahaan secara menyeluruh. Hanya dengan
fungsi perencanaan yang kuat, operasi bisnis dan produksi akan
berjalan lancar melalui instruksi yang diberikan. Enterprise Resource
Planning, yang juga dikenal sebagai ERP, adalah sistem manajemen

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 1


sumber daya yang paling populer saat ini [3]. Ada lima tingkatan dalam
manajemen perencanaan ERP, termasuk perencanaan bisnis, penjualan
dan perencanaan operasional, jadwal induk produksi, perencanaan
kebutuhan material dan perencanaan kapasitas

2. Tujuan

Mengembangkan model sistem untuk merencanakan produksi


percetakan secara terintegrasi agar proses produksi dapat berlangsung
secara efektif dan efisien.

3. Metodologi

Metodologi Penelitian dalam pengembangan sistem perencanaan


produksi ini dilakukan dengan metode sebagai berikut:

1. Perumusan Masalah.

2. Studi Literatur.

3. Pengembangan Model Sistem.

4. Hasil dan Pembahasan

Proses produksi pencetakan terdiri dari tiga bagian utama, yaitu pra-
cetak, cetak, dan pasca cetak. Setiap bagian dimungkinkan dipisahkan
dalam proses yang paralel. Sistem ini akan mempertimbangkan
penjadwalan produksi dengan multi-kriteria tujuan yang akan
mempertimbangkan earliness, tardiness, efisiensi mesin, layanan
pelanggan, dan biaya pencetakan. Kapasitas dan keterbatasan seperti
jadwal turun mesin juga akan dipertimbangkan. Ketersediaan sumber
seperti karyawan dan mesin diasumsikan tidak fleksibel dan karena itu
manajemen perencanaan kapasitas tidak dimasukkan dalam sistem ini.

Model sistem perencanaan produksi dalam industri percetakan


dikembangkan seperti pada Gambar 2. Penjadwalan dan Material
Requirement Planning (MRP) sebagai bagian dari perencanaan
produksi.

Penjadwalan manual tidak akan memberikan hasil yang optimal.


Perlu penjadwalan otomatis dengan menggunakan metode yang tepat
berbasiskomputer. Metode otomatisasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode heuristik untuk optimasi. Untuk mengatasi

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 2


masalah penjadwalan, bermacam-macam metode heuristik dan meta-
heuristik cukup populer untuk mengatasinya, seperti simulated
annealing, tabu search, genetic algorithm, ant colony optimization,
particle swarm optimization, atau metode lain yang tepat dalam industri
percetakan.

Untuk sistem kontrol, model menyediakan Gantt chart untuk


memantau proses produksi. Proses yang sedang atau produksi akan
dilakukan oleh penjadwalan proses. Perubahan yang mungkin dari
earliness atau tardiness dalam pelaksanaan proses terkait dengan
jadwal waktu akan menyebabkan konsekuensi pada waktu dan biaya
pengiriman. Hal ini juga mempengaruhi waktu mulai dari jadwal
pekerjaan berikutnya. Proses penjadwalan ulang harus diambil untuk
mengembalikan proses dalam kondisi terkendali. Setiap perubahan
dalam waktu proses produksi dan penjadwalan ulang akan disimpan
untuk proses analisis selanjutnya.

Data Perenanaan Kebutuhan Material (MRP) digunakan untuk


menyiapkan bahan yang diperlukan dalam jalur produksi. Strategi untuk
mendapatkan biaya persediaan yang optimal dapat dipertimbangkan
dalam sistem ini jika perlu.

Laporan produksi berkaitan dengan perubahan jadwal memberikan


dukungan data untuk analisis. Hasil analisis akan mendukung
pengambilan keputusan selanjutnya. Beberapa data yang digunakan
untuk mendukung keputusan dapat mengetahui mana operator, mesin,
pelanggan, dan kurangnya sumber daya yang telah menyebabkan
perubahan jadwal produksi. Untuk strategi ke depan, setiap perubahan
yang mungkin dapat diantisipasi untuk mengurangi biaya yang muncul.

5. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah Pengembangan model


perencanaan produksi ini akan mengembangkan sistem informasi
berbasis komputer di industri percetakan. Kemampuan dari sistem ini
adalah kemampuan dalam penjadwalan, perencanaan material, dan
sistem produksi.

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 3


Komentar Riviewer

 Penjelasan sangat detail dan mudah dimengerti.


 Dasar teori kurang lengkap.
 Masih kurangnya analisis yang dilakukan peneliti.
 Penulis tidak membahas suatu perencaan material.

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 4


RESUME JURNAL 2

PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING PADA PROSES


PRODUKSI FURNITURE DENGAN METODE COST
Judul
Jurnal INTEGRATED VALUE STREAM MAPING (Studi Kasus:
PT. Gatra Mapan, Ngijo, Malang)

Link https://pdf2doc.com/download/h0qemv1vaa250e5h/o_1ckpnv3eik
Jurnal 33cud1n8fndtcl0f/JURNAL

Volume Vol. 2 No.6

Tahun 2014

Penulis Dikki Julian Antandito, Mochammad Choiri, Lely Riawati

Diakses Jam 14.20 WIB, tanggal 11 Agustus 2018

Tanggal 12 Agustus 2018

1. Latar Belakang

Setiap perusahaanbaikperusahaan manufaktur maupun jasa akan


terus meningkatkan produktivitas perusahaanya dalam segala aspek.
Terlebih lagi dalam perusahaan manufaktur. Dalam industri
manufaktur, produktivitas suatu perusahaan dapat dilihat dari
kemampuan perusahaan dalam menjalankan proses produksi secara
efektif dan efisien. Semakin efisien sistem produksi perusahaan
tersebut, maka semakin sedikit timbulnya waste dalam aktivitas
produksi mereka. Menurut Hines & Taylor (2000), salah satu paremeter
produktivitas yang diinginkan yaitu untuk meminimasi waste yang
dihasilkan dalam setiap proses pengerjaan. Waste yang banyak terjadi
tentunya akan menghambat usaha dari perindutsrian tersebut. Oleh

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 5


karena itu, sudah seharusnya waste dapat dikurangi dalam sebuah
proses produksi.
Dewasa ini, perkembangan teknologi yang ada dapat menimbulkan
dampak persaingan yang sangat ketat antar perusahaan. Banyak
perusahaan yang mulai berlomba demi mendapatkan keuntungan yang
maksimal dengan biaya produksi yang rendah. Perusahaan manufaktur
secara berkelanjutan akan berusaha untuk meningkatkan hasil produksi
dengan melakukan perbaikan pada kualitas, harga, kuantitas produksi,
serta pengiriman tepat waktu untuk memberikan kepuasan kepada
pelanggan. Usaha yang dilakukan dalam suatu produksi barang adalah
dengan mengurangi waste yang tidak mempunyai nilai tambah seperti
produksiberlebihan, menunggu, transportasi, memproses secara keliru,
work in process, gerakan yang tidak perlu, produk cacat, dan kreativitas
karyawan yang tidak dimanfaatkan.
Dengan menyadari semua hal tersebut, maka sudah selayaknya
perusahaan manufaktur dapat memenuhi harapan customer yang
semakin tinggi dan juga meningkatkan produktifitas perusahaan
dengan mengurangi waste yang ada. Perusahaan juga harus mencari
perubahan-perubahan untuk menciptakan continuous improvement
dengan melakukan efisiensi produksi dengan mengurangi waste yang
pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing. Munculnya waste dapat
menyebabkan turunnya pendapatan jika berhubungan dengan biaya
dan juga turunnya loyalitas pelanggan jika dikaitkan dengan kepuasan
pelanggan. Oleh karena itu, sudah seharusnya perusahaan memberikan
fokus terhadap perbaikan kualitas dengan melakukan proses dan
perbaikan yang terus menerus (continuous improvement).
Untuk menerapkan perbaikan secara kontinu tersebut maka
dibutuhkan suatu pendekatan yang dapat digunakan dengan benar
agar perbaikan yang terus menerus (continuous improvement) tersebut
dapat terwujud. Menurut Gaspersz (2006), konsep lean manufacturing
merupakan suatu upaya strategi perbaikan secara kontinu dalam
proses produksi untuk mengidentifikasi jenis-jenis dan faktor penyebab
terjadinya waste agar aliran nilai (value stream) dapat berjalan lancar
sehingga waktu produksi lebih efisien. Pendekatan lean manufacturing
merupakan pendekatan yang relatif sederhana dan terstruktur dengan
baik agar mudah dipahami demi melakukan proses efisiensi yang sesuai
dengan kemampuan dan sumber daya yang ada di perusahaan. Lean
manufacturing didefinisikan sebagai pereduksi dari waste dalam segala
bentuk atau kondisi dengan memaksimalkan aktivitas yang bernilai
tambah (value added)

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 6


2. Tujuan

Mengurangi waste yang terjadi di lantai produksi dengan melihat


konsep delapan waste dengan pendekatan lean manufacturing untuk
membantu perusahaan mengatasi permasalahan yang ada.

3. Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian dilakukan dengan metode sebagai berikut :

1. Perumusan Masalah

2. Studi Literatur

3. Studi Lapangan

4. Identifikasi Masalah

5. Pengumpulan dan Pengolahan Data

6. Analisis Konsep Sistematika

4. Hasil dan Pembahasan

Data mengenai cycle time ini diperlukan sebagai input dalam


perancangan current value stream mapping. Cycle time ini dijadikan
sebagai patokan value added time dari keseluruhan proses produksi
untuk memproduksi produk furniture. Cycle time ini diperoleh melalui
time study yang dilakukan untuk setiap work station yang melakukan
proses produksi secara berulang dan terus menerus. Metode time study
yang digunakan adalah stopwatch time study. Pada pengambilan data
cycle time ini, operator yang bekerja atau bertugas pada saat proses
produksi berlangsung sedang bekerja dalam keadaan normal. Jumlah
pengamatan untuk mendapatkan cycle time ini dilakukan sebanyak 20
kali pengamatan pada setiap prosesnya di masing-masing workstation.

Setelah kita mengetahui kondisi awal dalam current cost


integrated value stream map maka selanjutnya dapat ditentukan apa
saja yang harus dicari akar permasalahan dan juga pemecahan dari
permasalahan tersebut. Metode yang digunakan dalam pencarian akar
permasalahan tersebut yaitu dengan menggunakan metode root cause

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 7


analysis. Metode ini digunakan setelah melakukan pemetaan terhadap
aktivitas-aktivitas yang berpotensi menimbulkan waste.

Sesuai dengan metode yang digunakan, maka muncul analisa


berikutnya yang berkaitan dengan root cause analysis. Sesuai dengan
adanya keterkaitan data dengan proporsinya, maka analisa ini harus
ditempuh karena analisa ini merupakan metode utama yang digunakan
untuk menemukan hasil yang sesuai. Sehingga yang terjadi adalah
untuk mengetahui lebih lanjut sampai kepada aktivitas-aktivitas yang
berhubungan dengan kegiatan operasional perusahaan.

Analisa root cause analysis ini memungkinkan untuk mengetahui


pengaruh suatu waste pada kegiatan operasional perusahaan. Analisa
ini dibuat untuk mengetahui akar dari suatu masalah yang terkandung
pada kegiatan operasional perusahaan atau divisinya.

Pada permasalahan mengenai waiting (waktu tunggu),


penyebab yang paling dominan untuk waiting (waktu tunggu) adalah
material trouble, setting machine, dan mesin berhenti.

a. Material trouble yang menyebabkan waktu tunggu. Karena


kurangnya pengawasan secara baik dan berkala terhadap
bahan baku yang diterima, maka mengindikasikan terdapat
banyak bahan baku yang kualitasnya tidak memenuhi standar.
Banyak bahan baku yang rusak dan selanjutnya diproses, hal
tersebut akan menjadi hambatan bagi bahan baku untuk
diproses karena proses produksi akan menjadi tidak
sempurna. Sering terjadinya selip pada bahan baku karena
adanya benda asing yang ada di bahan baku menjadikan
mesin menjadi trouble. Karena mesin trouble itulah,
menjadikan mesin harus diperbaiki dengan waktu yang cukup
lama. Dan tentu saja hal tersebut menghambat bahan baku
untuk diproses yang menjadikan adanya waiting (waktu
tunggu).

b. Penyebab yang kedua untuk waiting time yang banyak terjadi


adalah karena setting machine. Karena pada saat mesin
dilakukan pengaturan (setting), kondisi mesin harus mati yang
artinya tidak terjadi aktivitas produksi yang dilakukan oleh
mesin, sehingga menyebabkan terjadinya downtime mesin.
Ada dua penyebab mengapa mesin harus melakukan setting
yaitu terjadinya hambatan pada proses dan perlunya
dilakukan pergantian alat-alat mesin pada proses produksi.

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 8


5. Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Setelah dilakukan pengamatan pada proses produksi di PT. Gatra


Mapan Ngijo secara keseluruhan waste yang diprioritaskan untuk
mendapat perhatian pada proses produksi yaitu waste defect
(cacat produk), waiting (waktu tunggu), dan kreativitas karyawan
yang tidak dapat dimanfaatkan (underutilizing people).
2. Faktor yang menyebabkan adanya waste yang terjadi pada
proses produksi produk Dino Sideboard 2 D 3 DRW SN – WG
beragam menurut jenis waste yang ada. Waste defect yang
banyak terjadi disebabkan antara lain karena bahan baku yang
kurang berkualitas dan operator yang kurang sadar akan
pentingnya kualitas produk. Waste waiting time juga banyak
terjadi antara lain karena bahan baku yang tidak sesuai standar
sehingga menyebabkan selip pada mesin sehingga mesin mati
dan membutuhkan waktu untuk perbaikan.
3. Dari semua faktor yang menyebabkan waste yang terjadi pada
proses produksi produk Dino Sideboard 2 D 3 DRW SN – WG dan
juga berdasarkan hasil dari perhitungan biaya yang ada sesuai
dengan pendekatan cost integrated value stream mapping, maka
dapat diambil beberapa rekomendasi perbaikan kepada PT. Gatra
Mapan Ngijo. Usulan rekomendasi perbaikan tersebut antara lain
yaitu:
a. Pengadaan perubahan pengiriman bahan baku. Pengiriman
bahan baku dari pemasok dilakukan secara seminggu dua kali
untuk meminimalisir tingkat persediaan bahan baku sehingga
jumlah bahan baku di gudang bahan baku berkurang dari
1000 pcs menjadi 500 pcs.

b. Continuous flow. Penerapan continuous flow dilakukan pada


ketiga line workstation awal yaitu pemotongan, radial, dan
edging untuk mengurangi tingkat persediaan WIP, jarak
tempuh, dan transportasi. Dan juga penggabungan kerja
antara line penggosokan, vacum, laminasi, dan juga
pembersihan atau cleaning.

c. Pembuatan kartu laporan perbaikan dan pemeliharaan untuk


setiap mesin di setiap workstation.

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 9


Komentar Riviewer
 Penjelasan sangat detail.
 Dasar teori yang tepat.
 Masih kurangnya analisis yang dilakukan peneliti.
 Penulis tidak membahas faktor motivasi yang berpengaruh
terhadap Metode Cost Integrated Value Steream Maping.

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 10


RESUME JURNAL 3

Judul
PEMBUATAN “PIPE SHELVING” SEBAGAI CONTOH
Jurnal
PRODUK AKHIR PROSES MANUFAKTUR

Link jurnal.umk.ac.id/index.php/SNA/article/view/1435/979
Jurnal

Volume -

Tahun 2017

Penulis Kevin Fikri Wicaksono

Diakses Jam 14.25 WIB, tanggal 11 Agustus 2018

Tanggal 12 gustus 2018

1. Latar Belakang

Proses manufaktur merupakan suatu proses pembuatan benda kerja


dari bahan baku sampai barang jadi atau setengah jadi dengan atau
tanpa proses tambahan. Suatu produk dapat dibuat dengan berbagai
cara, di mana pemilihan cara pembuatannya tergantung pada jumlah
produk yang dibuat akan mempengaruhi pemilihan proses pembuatan
sebelum produksi dijalankan. Hal ini berkaitan dengan pertimbangan
segi ekonomis. Lalu,kualitas produk yang ditentukan oleh fungsi dari
komponen tersebut. Kualitas produk yang akan dibuat harus
mempertimbangkan kemampuan dari produksi yang tersedia.

Fasilitas produksi yang dimiliki yang dapat digunakan sebagai


pertimbangan segi kualitas dan kuantitas produksi yang akan
dibuat.Penyeragaman terutama pada produk yang merupakan
komponen atau elemen umum dari suatu mesin, yaitu harus mempunyai

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 11


sifat mampu tukarPada dasarnya proses manufaktur benda kerja
terutama yang berasal dari bahan logam dapat dikelompokkan menjadi,
proses pengecoran, proses pembentukan, proses pemotongan, proses
penyambungan, proses perlakuan fisik, dan proses pengerjaan akhir.

Sehingga produk yang ingin dibuat memiliki nilai ekonomi jika di jual
dan dapat bermanfaat bagi kemudahan dalam kegiatan sehari hari.
Selain itu juga dapat menyalurkan kreatifitas para mahasiswa yang
mengambil praktikum proses manufaktur. Lalu terbuatlah sebuah ide
dengan membuat produk yang bernama Pipe Shelving. Produk tersebut
memiliki manfaat serupa seperti ambalan atau rak dinding, tetapi
memiliki design yang lebih bergaya industrialis.

2. Tujuan

Membuat produk yang ingin dibuat memiliki nilai ekonomi jika di jual
dan dapat bermanfaat bagi kemudahan dalam kegiatan sehari hari.

3. Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian dilakukan dengan metode sebagai berikut :

1. Identifikasi Masalah.
2. Pengumpulan Data.

3. TWOS Matrix.

4. Pengolahan Data.

5. Analisis Metode.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 TWOS Matrix

Berdasarkan TWOS Matrix yang telah dibuat, Maka dapat ditarik


kesimpulan dari strategi strategi tersebut adalah, pembuatan sebuah
produk akhir prosman yang terintegrasi dengan modul yang sudah
ditetapkan dan alat alat yang tersedia dilab prosman, tetapi dengan
biaya matrial yang terjangkau untuk menciptakan sebuah produk yang
berkualitas dan memiliki inovasi dari produk produk sebelumnya.

4.2. Pipe Shelving

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 12


Setelah dilakukan metode SWOT Matrix, maka mendapatkan
sebuat gagasan dengan menampung semua strategi tersebut dengan
membuat sebuat produk yang bernama Pipe shelving. Pipe shelving
sendiri dibuat sebagai tempat meletakan barang barang berupa matrial
ataupun apapun yang masin digunakan. Tetapi letaknya ini berada di
tembok,sehingga dapat menghemat ruang yang sudah berada dilanti.

a. Bill Of Matrial

Dalam membuat Pipe Shelving sendiri memiliki tiga part


utama yaitu bagian flage menggunakan matrial besi, bagian pipa
yang menggunakan matrial besi dengan tambahan connector
sebagai penghubung, dan yang terakhir yaitu alas kayu sebagai
alat atau tempat untuk meletakan barang jika semua part sudah
tersusun ditembok.

4.4. Lembar Rencana Proses

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan


beragam alat utama mulai dari penggunaan mesin drill sebagai
pembuat flange, lalu gerinda yang dapat digunakan untuk
memotong besi dan penghalus,lalu mesin bubut yang digunakan
untuk membuat ulir dipipa yang disambung ke connector,lalu ada
juga mesin las yang digunakan untuk menyatukan pipa ke flage,
dan mesin drill yang digunakan untuk membuat lubang pada
permukaan kayu. dan alat alat bantu lainnya seperti
meteran,spidol dan martil. Selain itu reliabiliatas mesin yang
digunakan juga cukup tinggi sebesar < 90% dan menghasilkan
scrap yang cukup rendah yaitu sebesar >1%.

4.5. Assembly Chart

Assembly Chart dari pembuatan Pipe Selving memiliki 3 part


utama yaitu flange yang membutuhkan Scrwin Drywall Anchor
dan cat, lalu part selanjutnya yaitu bagian batan yang terbuat
dari pipa besi yang membutuhkan connector sebagai
penghubung antar pipa tersebut dab cat sebagai pewarna, dan
yang terakhir yaitu alas kayu sebagai tempat meletakan barang
jika sudah tersusun dengan rapih yang membutuhkan cat
sebagai pewarna.

4.6 Opration Processing Chart

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 13


Pada Opration Processing Chart dari pembuatan Pipe Shelving
dapat dilihat langkah langkah dari pembuatan Pipe Shelving
tersebut. Mulai dari bagian flage yang harus dilubangi terlebih
dahulu untuk dapat disambungkan kebagian pipa besi lalu antar
pipa besi juga harus disambungan dengan connector dan yang
terakhir diletakan menggunakan alas kayu jika sudah tersusun
dengan baik maka dapat dilakukan pemasangan didinding
dengan scrwin drywall anchor.

5. Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai produk apa yang dibuat yang


berhubungan dengan modul serta alat alat yang tersedia di lab
prosman, maka dibuatlah lah metode SOWT matrix yang dapat
memberikan sebuah kesimpulan mengenai apa yang akan
dibuat.Maka dibuat contoh produk pipe shleving yang sudah
mencakup seluhur alat alat yang tersedia dilab proses manufaktu.
Mulai dari penggunaan mesin drill sebagai pembuat flange, lalu
gerinda yang dapat digunakan untuk memotong besi dan
penghalus,lalu mesin bubut yang digunakan untuk membuat ulir
dipipa yang disambung ke connector,lalu ada juga mesin las yang
digunakan untuk menyatukan pipa ke flage, dan mesin drill yang
digunakan untuk membuat lubang pada permukaan kayu.

Komentar Riviewer
 Penjelasan tidak berbelit.
 Metode Penelitian mudah dipahami.
 Masih kurangnya analisis yang dilakukan peneliti.
 Metode SOWT Matrix dapat memberikan kesimpulan yang tepat.

RESUME JURNAL 4

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 14


MODEL INTEGRASI DESIGN DAN PROSES MANUFAKTUR
Judul
Jurnal PADA PERAKITAN PRODUK MULTI-PEMASOK

Link jurnal.umk.ac.id/index.php/SNA/article/view/1435/979
Jurnal

Volume Volume 3, No 1

Tahun 2013

Penulis Budi Susanto, MK Herliansyah, dan Alva Edy Tontowi

Diakses Jam 15.10 WIB, tanggal 11 Agustus 2018

Tanggal 12 gustus 2018

1. Latar Belakang

Pada proses perancangan produk, aspek-aspek yang terkait dengan


proses manufaktur dan rantai pasok harus dipertimbangkan.
Rancangan yang dihasilkan bukanhanya dapat memenuhi kebutuhan
konsumen namun juga memenuhi batasan-batasan yang terkait dengan
aspek manufaktur dan rantai pasok. Model pemilihan rancangan produk
pada penelitian ini bertujuan untuk memilih satu rancangan komponen
pada setiap set alternatif rancangan yang dimiliki oleh tiap-tiap
komponen sehingga menghasilkan sebuah rancangan produk yang
biaya manufakturnya paling murah. Metode pemecahan masalah yang
digunakan pada penelitianini adalah binary integer linear programming.
Model dapat bekerja untuk memilih komponen dengan kriteria
performansi biaya manufaktur/pembelian, biaya pelibatan
pemasok/subkontraktor, biaya perakitan, dan biaya kerugian kualitas.
Solusi yang dihasilkan model berupa sebuah rancangan produk dengan

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 15


kombinasi rancangan komponen dan kombinasi
pemasok/subkontraktor yang memberikan biaya total terendah.
Model umum pada penelitian ini adalah model biaya produksi.
Parameter biaya yang digunakan pada penelitian ini adalah
biaya manufaktur (Rizkianda, 2009), biaya pelibatan pemasok (Fine,
et.al 2005), biaya perakitan komponen dan biaya kualitas (Irianto dan
Rachmat, 2008). Susunan struktur rancangan produk dibuat
berdasarkan bentuk arsitektur produk. Pada langkah ini dilakukan
proses identifikasi komponen-komponen dasar produk dan dibuatkan
skema yang menjelaskan hubungan keter- kaitan antar komponen.
Skema hubungan keterkaitan antar-komponen merupakan representasi
proses perakitan. Representasi proses perakitan berisi informasi
karakteristik dari sebuah rencana perakitan. Akan tetapi, sebelum
karakteristik rencana perakitan dianalisis, maka informasi produk
dikumpulkan terlebih dahulu.

2. Tujuan

Tujuan dari model ini adalah minimasi biaya produksi total yaitu biaya
manufaktur, biaya pelibatan pemasok, biaya perakitan, dan biaya
kualitas.

3. Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian dilakukan dengan metode sebagai berikut :

1. Identifikasi Masalah.
2. Pengumpulan Data.

3. Pengolahan Data.

4. Parameter Input

5. Analisis Metode.

4. Hasil dan Pembahasan

Dalam pengolahan parameter input ini,maka parameter-parameter


input yang telahdibuat akan dimasukkan dalam persamaan matematis
yang dijalankan menggunakan software Lindo 6.1. Pada pengolahan
selanjutnya, dibuat suatu skenario eksperimen dari parameter
inputagar model matematis ini menghasilkan nilai optimum dari setiap
kali dijalankan dan bagaimana kecenderungan nilai hasil yang didapat

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 16


sesuai dengan tujuan penelitian untuk meminimalkan biaya yang
terjadi, sehingga dapat lebih jelas dan membantu pada proses analisa
selanjutnya.

Proses analisis yang akan dilakukan terhadap model bertujuan


mengetahui dampak yang terjadi terhadap solusi yang dihasilkan model
akibat adanya perubahan input parameter yang diberikan kedalam
model. Untuk kasus USB flashdisk, proses analisis dilakukan dengan
mengubah-ubah input rencana masa produksi (planning horizon).
Untuk kepentingan analisis, model akan dieksekusi dengan
menggunakan rencana masa produksi 2 tahun sampai dengan 3 tahun
dengan pengaruh nilai koefisien biaya kerugian kualitas Ap dibuat tetap
= 50, dari perubahan input tersebut akan diketahui apakah solusi yang
akan dihasilkan oleh model ini akan berubah atau tidak.Untuk masa
produksi 2 tahun.

Model ini terbukti mampu bekerja dengan baik untuk produk-


produk yang mengalami penurunan akibat perkembangan teknologi.
Hal ini terlihat dari komponen-komponen yang terdapat dalam produk
USB flashdisk ada yang mengalami proses penurunan nilai akibat
keusangan teknologi dan ada yang tidak. Pada produk USB flashdisk
contoh komponen yang paling jelas mengalami keusangan teknologi
adalah komponen memory chip. Komponen ini sekaligus menjadi alat
ukur yang tepat untuk menentukan rencana masa produksi karena
umur komponen relatif pendek dibanding dengan komponen yang lain.

5. Kesimpulan

Simpulan yang diperoleh dari penelitan ini sebagai


berikut:Pertama,Model dapat bekerja untuk memilih komponen dengan
kriteria performansi biaya manufaktur/pembelian, biaya pelibatan
pemasok/subkontraktor, biaya perakitan dan biaya kerugian kualitas.
Solusi yang dihasilkan model adalah berupa sebuah rancangan produk
dengan kombinasi rancangan komponen dan kombinasi pemasok/
subkontraktor yang memberikan biaya total terendah. Kedua, Hasil uji
coba pada produk USB flashdisk menunjukkan bahwa model dapat
diterapkan baik pada produk yang mengalami penurunan nilai akibat
keusangan teknologi. Ketiga, Perubahan nilai koefisien kerugian kualitas
(Ap) tidak mempengaruhi skenario rancangan proses.

Selanjutnya berdasarkan apa yang telah dilakukan, maka saran


yang dapat diberikan pada penelitian ini sebagai berikut: pertama,
Model ini belum mampu mengakomodasikan laju inflasi yang berubah-
ubah sehingga perlu ada penelitian yang mampu mengakomodasikan
hal tersebut. Kedua, Alternatif proses yang tersedia tidak hanya dalam
satu pemasok, tetapi terdapat pada beberapa pemasok dalam sebuah

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 17


jaringan manufaktur, dengan demikian perlu memperhitungkan ongkos
transportasi.

Komentar Riviewer

 Penjelasan tidak berbelit.


 Metode Penelitian mudah dipahami.
 Masih kurangnya analisis yang dilakukan peneliti.
 Metode Integrasi Design dapat memberikan kesimpulan yang
tepat.
 Sebuah rancangan produk dengan kombinasi rancangan
komponen dan kombinasi pemasok/ subkontraktor yang
memberikan biaya total terendah.

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 18


RESUME JURNAL 5

MODEL PEMILIHAN PROSES UNTUK

Judul Jurnal MEMINIMALKAN BIAYA MANUFAKTUR, KERUGIAN


KUALITAS, DAN KETERLAMBATAN PENGIRIMAN.

http://www.e-jurnal.com/2014/09/model-pemilihan-
proses-untuk.html
Link Jurnal

Volume Vol. 13 No.2

Tahun 2012

ANI FATMAWATI, CUCUK NUR ROSYIDI, DAN


Penulis
WAKHID AHMAD JAUHARI

Diakses Jam 16.00 WIB, tanggal 12 Agustus 2018

Tanggal 13 Agustus 2018

1. Latar Belakang

Kompetisi yang semakin ketat saat ini membuat perusahaan


berusaha untuk lebih unggul dibanding perusahaan lainnya. Biaya
produksi bukan merupakan satu-satunya aspek yang dapat membuat
sebuah perusahaan lebih unggul dibanding perusahaan lainnya.
Menurut Irianto dan Rachmat (2008) ada beberapa aspek yang menjadi
dasar strategi kompetitif perusahaan manufaktur untuk memenangkan
kompetisi global yang dinamis yaitu biaya, kualitas, dan penyerahan
order yang tepat waktu. Kualitas produk dapat dipengaruhi oleh kualitas
bahan baku, kualitas komponen, dan kualitas proses produksi produk

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 19


tersebut (Teeravaraprug, 2008). Kualitas proses produksi akan sangat
dipengaruhi oleh mesin yang digunakan. Mesin yang memiliki tingkat
presisi tinggi dapat menghasilkan toleransi yang lebih ketat sehingga
akan menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih tinggi. Perlu
adanya pemilihan alternatif proses untuk menentukan proses yang akan
digunakan. Namun, pemilihan ini semakin kompleks karena proses
manufaktur dengan karakteristik biaya dan toleransi berbeda dari
proses ke proses dan mesin ke mesin (Sivakumar dkk., 2011).

Waktu pengiriman dapat dipengaruhi oleh upaya perusahaan untuk


memenuhi kualitas komponen atau produk sehingga upaya tersebut
dapat menambah lead time yang akhirnya dapat menyebabkan
keterlambatan pengiriman (Mustajib, 2010). Apabila kualitas komponen
semakin bagus, maka waktu proses yang digunakan untuk
memproduksi komponen akan semakin lama sehingga dapat
menyebabkan keterlambatan. Perusahaan dapat mengalami beberapa
kerugian yang disebabkan oleh keterlambatan pengiriman. Salah satu
kerugian yang ditimbulkan meliputi menurunnya reputasi perusahaan
di kalangan konsumen yang dapat menyebabkan menurunnya re-
purchasing hingga kehilangan penjualan. Kedua hal tersebut dapat
menyebabkan penurunan pendapatan perusahaan. Apabila perusahaan
tidak dapat mengirim komponen atau produk tepat waktu maka
perusahaan akan dikenakan biaya keterlambatan.

Model optimasi dengan kriteria biaya pembelian dan biaya kerugian


kualitas menggunakan fungsi kerugian Taguchi dikembangkan oleh
Feng dkk. (2001). Irianto dkk. (2004) telah mengembangkan model
pemilihan proses untuk meminimumkan biaya manufaktur dan kerugian
kualitas dengan mempertimbangkan delivery time. Namun, dalam
penelitian tersebut belum dipertimbangkan kapasitas produksi mesin
dan permintaan konsumen. Irianto dan Rahmat (2008)
mengembangkan model pemilihan proses dengan mempertimbangkan
appraisal cost. Dalam penelitian ini digunakan batasan waktu proses
namun belum dipertimbangkan adanya keterlambatan. Kumar dkk.
(2009) mengembangkan pemilihan proses dengan alokasi toleransi
menggunakan Lagrange Multiplier untuk meminimumkan biaya
manufaktur. Hambali dkk. (2009) menyelesaikan pemilihan proses
dengan metode kualitatif, Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan
menggunakan pembobotan terhadap faktor-faktor yang berpengaruh
pada pemilihan proses. Faktor-faktor tersebut adalah rancangan
geometri, karakteristik produksi, material, biaya, dan kemudahan dalam
perawatan. Mustajib (2010) menjelaskan model pemilihan proses untuk
banyak pabrik dengan fungsi tujuan meminimumkan total biaya. Total
biaya dalam penelitian tersebut terdiri atas biaya manufaktur, biaya
kerugian kualitas, dan biaya operasional untuk kolaborasi banyak
pabrik.

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 20


2. Tujuan

Penelitian ini mengembangkan model pemilihan proses yang


bertujuan untuk meminimalkan biaya manufaktur, kerugian kualitas,
dan keterlambatan. Biaya keterlambatan juga diperhitungkan karena
pada kenyataannya keterlambatan pengiriman dapat menyebabkan
kerugian bagi perusahaan. Kerugian tersebut dapat berupa denda atau
menurunnya re-purchasing yang berakibat pada menurunnya
pendapatan perusahaan.

3. Metodologi

Penelitian dimulai dengan mengidentifikasi masalah. Proses ini


meliputi studi literatur, perumusan masalah kemudian menetapkan
tujuan. Langkah berikutnya yaitu tahap pengembangan model. Dalam
proses ini digambarkan deskripsi sistim, penentuan fungsi tujuan dan
kendala. Contoh numerik digunakan untuk menunjukkan aplikasi model
yang telah dikembangkan. Proses terakhir adalah analisis terhadap
model dan penarikan kesimpulan.

4. Hasil dan Pembahasan

Contoh numerik digunakan untuk menunjukkan aplikasi model yang


telah dikembangkan. Parameter untuk contoh numerik yang digunakan
dalam makalah ini diperoleh dari penelitian Feng dkk. (2001) dengan
melakukan penyesuaian sesuai kebutuhan. Produk rakitan tersusun
atas tiga komponen yaitu k1, k2, dan k3. Contoh produk rakitan yang
tersusun dari 3 jenis komponen yang berbeda (Gambar 3).

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 21


Spesifikasi produk rakitan adalah y = 60,000 ± 0,025 mm. Setiap
komponen k1, k2, dan k3 berdistribusi normal dengan rataan m1 =
10,000 mm, m2 = 20,000 mm dan m3 = 30,000 mm. Perusahaan
mempunyai tiga proses dan dua tahapan proses yang digunakan untuk
menghasilkan ketiga komponen tersebut. Ketiga proses produksi
diwakili oleh tiga mesin yaitu m1, m2, dan m3 yang dapat digunakan
untuk memproses semua komponen.

Setiap mesin mempunyai karakteristik yang berbeda dalam hal biaya


manufaktur, waktu proses, dan toleransi yang bisa dihasilkan. Tabel 1
menunjukkan data biaya manufaktur, waktu proses, dan toleransi yang
dihasilkan untuk setiap komponen ke-i yang diproses pada mesin ke-j.
Pada contoh numerik ini diasumsikan semua mesin memiliki indeks
kapabilitas proses sama yaitu Cp = 1,25 untuk setiap komponen. Biaya
keterlambatan diasumsikan sebesar Rp1000/menit.

Komponen 1 dapat diproduksi di mesin m1 yang menghasilkan


toleransi 0,008 mm. Biaya manufaktur di mesin 1 untuk komponen 1
sebesar Rp8000 dan waktu yang digunakan untuk memproses
komponen tersebut sebesar 9 menit untuk setiap unitnya. Perusahaan
menerima pesanan 100 unit produk rakitan. Kapasitas mesin 1, mesin
2, dan mesin 3 masing-masing sebesar 120 unit, 180 unit, dan 60 unit.
Biaya kerugian kualitas diasumsikan sebesar 20000, sedangkan due
date ditentukan 4 hari. Hasil optimisasi aplikasi model ditunjukkan pada
Tabel 2.

Total biaya yang diperlukan untuk memproduksi pesanan adalah


sebesar Rp5.390.970,00. Biaya manufaktur sebesar Rp5.145.500,00
sedangkan biaya kerugian kualitas dan keterlambatan sebesar
Rp9.470,35 dan Rp236.000,00. Dari hasil optimisasi diketahui bahwa
pada tahap pertama komponen 1 diproses pada mesin 2 dan 3 dengan
jumlah komponen yang diproduksi masing-masing sebesar 25 dan 75
unit. Komponen 2 diproduksi di mesin 1 dan mesin 2 dengan alokasi
jumlah komponen masing-masing sebesar 13 dan 87 unit. Komponen 3

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 22


diproduksi di mesin 1 dengan jumlah komponen yang diproduksi
sebesar 100 unit. Sedangkan pada tahapan kedua komponen 1
diproduksi pada mesin 1 dengan jumlah komponen sebesar 100 unit.
Komponen 2 diproses pada mesin 1 dan mesin 2 dengan alokasi sebesar
13 dan 87 unit. Komponen 3 diproses pada mesin 1 dan mesin 3 dengan
alokasi sebesar 16 dan 84 unit. Total waktu pengerjaan semua
komponen atau produk adalah sebesar 2156 menit, sehingga terjadi
keterlambatan sebesar 236 menit yang mengakibatkan biaya
keterlambatan sebesar Rp236.000,00. Keterlambatan terjadi karena
waktu proses pengerjaan setiap komponen lama, sehingga total waktu
proses yang dihasilkan semakin besar.

5. Kesimpulan

Penelitian ini menghasilkan model optimisasi pemilihan proses untuk


meminimumkan biaya manufaktur, biaya kerugian kualitas, dan biaya
keterlambatan dengan memperhatikan batasan-batasan spesifikasi
produk rakitan, waktu pengiriman, kapasitas produksi, dan pesanan
konsumen. Analisis sensitivitas menunjukkan adanya perubahan
terhadap biaya manufaktur, kerugian kualitas, dan biaya keterlambatan
seiring perubahan biaya kerugian kualitas dan nilai toleransi.

Komentar Riviewer

 Penjelasan sangat detail dan Model ini sangat efisien dalam


Proses manufaktur.
 Dasar teori lengkap dan sumber jelas.
 Masih kurangnya analisis yang dilakukan peneliti.
 Penulis tidak mengarahkan pada pengembangan model
sistim produksi multi-tahap dengan mempertimbangkan
masalah perjadwalan.

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 23


RESUME JURNAL 6

ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS


PERFORMANSI LINE MACHINING PROPELLER
SHAFT UNTUK PRODUK FLANGE MENGGUNAKAN
Judul Jurnal
METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS
(OEE) (STUDI KASUS DI PT HINO MOTORS
MANUFACTURING INDONESIA)

http://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/opsi/article/view
Link Jurnal
/2167

Volume Vol. 9 No.2

Tahun 2016

Penulis Novia Setya Ningrum, Ahmad Muhsin

Diakses Jam 17.20 WIB, tanggal 11 Agustus 2018

Tanggal 12 gustus 2018

1. Latar Belakang

PT Hino Motors Manufacturing Indonesia (HMMI) merupakan salah


satu perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yang merakit
truk, penyedia suku cadang dan machining komponen mesin.
Departemen yang memproduksi komponen mesin adalah Departemen
Machining. Departemen machining memproduksi beberapa produk
yaitu, Connecting rod Line, Camshaft Line, Crank Shaft, Cylinder Head,
Cylinder Block, Propeller Shaft dan Axle. Pada propeller shaft, terdiri

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 24


dari beberapa komponen yang diproduksi di line machining propeller
shaft antara lain Axle 13’, Sliding, Flange, Coupling, Center Bearing,
Sliding, End Yoke, Nylon dan Main Assy.

Dalam proses produksi seringkali terjadi gangguan pada mesin atau


peralatan yang digunakan, sehingga dapat mengganggu jalannya
proses produksi. Gangguan ini dapat mengurangi keuntungan
perusahaan serta mengurangi waktu aktif kerja yang dapat digunakan
untuk proses produksi. Dengan adanya kerusakan pada mesin, maka
akan membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar untuk
melakukan perbaikan peralatan atau mesin.

Pada bulan Januari sampai Juli 2016, jumlah target produksi produk
flange yang ditetapkan oleh perusahaan tidak stabil. Pada bulan Januari
dan Juli target produksi terpenuhi, pada bulan Februari dan April hasil
produksi melebihi target produksi, sedangkan pada bulan Maret, Mei
dan Juni target produksi tidak terpenuhi. Ketidakstabilan tersebut dapat
disebabkan oleh mesin atau operatornya. Maka, untuk mengetahui
penyebab ketidakstabilan hasil produksi produk flange secara pasti
perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut.

Departemen machining propeller shaft PT HMMI yang memproduksi


produk flange mengharapkan agar mesin yang beroperasi dapat
menghasilkan produk sesuai dengan target produksi yang diinginkan.
Dalam hal ini, akan dilakukan identifikasi efektivitas mesin
menggunakan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE).

Manfaat yang dapat diperoleh dari analisis tingkat efektivitas line


machining propeller shaft untuk produk flange dengan metode OEE ini
adalah perusahaan dapat mengetahui seberapa efektif line machining
propeller shaft dapat beroperasi dalam memproduksi produk flange.
Dengan mengetahui hal tersebut, perusahaan juga dapat melakukan
perbaikan atau pencegahan kerusakan yang mungkin akan terjadi agar
dapat meningkatkan produktivitas.

2. Tujuan

Tujuan penelitian ini, akan dilakukan identifikasi efektivitas mesin


menggunakan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE). OEE
adalah metode pengukuran yang digunakan untuk menentukan
performansi suatu mesin atau pelatan guna menjaga mesin atau
peralatan tersebut pada kondisi yang baik. Dengan semakin tinggi nilai
overall equipment effectiveness (OEE) maka biaya produksi akan lebih
rendah namun kualitasnya tetap terjaga. Metode ini tidak
memperhitungkan biaya pengoperasian peralatan melainkan

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 25


menghitung availability, performance efficiency, dan quality rate
sebagai indikatornya.

3. Metodologi

Metodologi Penelitian dalam pengembangan sistem perencanaan


produksi ini dilakukan dengan metode sebagai berikut:

1. Perumusan Masalah.
2. Tujuan masalah.

3. Pengumpulan Data.

4. Pengolahan data.

5. Analisis Hasil.

4. Hasil dan Pembahasan

Perhitungan nilai performance efficiency yang diperoleh, dapat


diketahui bahwa hasil tersebut belum memenuhi standar yang
dikeluarkan oleh JIPM dan perusahaan yaitu sebesar 95%. Hal ini terbukti
dari nilai performansi yang ditunjukkan pada tabel 3 Dari tabel tersebut
terlihat bahwa nilai performansi pada line machining propeller shaft
untuk produk flange yang paling tinggi ada pada periode bulan Juli yaitu
sebesar 89,8%. Sedangkan untuk performansi paling rendah ada pada
periode bulan Maret yaitu sebesar 81,1%.

ISSN 1693-2102

OPSI – Jurnal Optimasi Sistem Industri

Rendahnya tingkat performansi ini dapat disebabkan karena


tingginya permintaan konsumen dan tingginya waktu yang tidak
menghasilkan produk. Oleh karena itu, perlu dilakukannya peningkatan
kapasitas dan melakukan pengecekkan pada line machining propeller
shaft agar dapat memenuhi permintaan konsumen dan mengetahui apa
yang menyebabkan tingginya waktu yang tidak menghasilkan produk.

Pada hasil perhitungan rate of quality product yang dapat dilihat


pada tabel 4, diketahui bahwa nilai quality ratio tersebut sudah

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 26


memenuhi standar JIPM dan perusahaan yaitu 99%. Walaupun pada
periode bulan Januari menghasilkan quality ratio 98,8%, Februari dan
April 98,7%, dan Mei sebesar 98,1%, namun hasil tersebut sudah
mendekati standar yang ditetapkan dan dianggap tidak bermasalah oleh
perusahaan. Kemudian untuk hasil

perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) pada tabel 5


dapat dilihat bahwa nilai OEE pada line machining propeller shaft untuk
produk flange belum memenuhi standar JIPM dan juga standar yang
telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar 85%. Dari tabel tersebut,
diketahui bahwa periode bulan Juli adalah periode yang menghasilkan
nilai OEE tertinggi yaitu 84,7% dan periode bulan Juni adalah periode
yang menghasilkan nilai OEE terendah yaitu 77,1%.

Rata-rata yang didapat dari perhitungan ini adalah sebesar


81,1%. Hal ini membuktikan bahwa nilai OEE pada periode Januari-Juli
2016 belum memenuhi standar. Penyebab rendahnya nilai OEE
disebabkan karena tingginya downtime pada mesin yang terjadi setiap
bulannya, sehingga menyebabkan waktu terbuang dan line machining
propeller shaft yang menghasilkan produk flange tidak dapat bekerja
secara produktif.

5. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada line machining


propeller shaft untku produk flange di PT Hino Motors Manufacturing
Indonesia dengan menggunakan metode Overall Equipment
Effectiveness (OEE), dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Nilai OEE yang didapat dari hasil perhitungan belum memenuhi


target atau standar JIPM dan standar yang telah ditetapkan oleh
perusahaan yaitu sebesar 85%. Rata-rata yang didapat dari
perhitungan OEE hanya sebesar 81,1%.

2. Rendahnya nilai rata-rata OEE yang diperoleh disebabkan karena


terjadinya downtime pada mesin yang cukup tinggi setiap bulannya.
Tingginya downtime yang terjadi menimbulkan mesin tidak dapat
bekerja secara produktif, menyebabkan waktu terbuang dan tidak
menghasilkan produk atau hasil produksi tidak stabil.

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 27


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, perusahaan
disarankan untuk:

1. Memperbaiki sistem pemeliharaan line machining propeller shaft untuk


produk flange guna mencegah terjadinya downtime yang lama dan
agar dapat mengurangi penyebab kerugian-kerugian besar yang akan
terjadi pada perusahaan.

2. Mengevaluasi intensitas perawatan yang dilakukan saat ini


berdasarkan nilai OEE.

3. Mempertimbangkan metode OEE sebagai metode pengukuran


performansi pada peralatan-peralatan produksi lainnya yang dimiliki
oleh PT HMMI.

Komentar Riviewer

 Penjelasan mengenai Metode OEE sangat detail dan mudah


dimengerti.
 Dasar teori lengkap dan akurat.
 Penulis tidak membahas bagaimana cara meminimalisir
terjadinya downtime pada mesin.

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 28


RESUME JURNAL 7

PERANCANGAN PROSES PRODUKSI ALAT ANTRIAN


C2000 DENGAN MENGGUNAKAN IDEFØ, FMEA DAN
Judul Jurnal
RCA. ALAT ANTRIAN C2000 PRODUCTION
PROCESSES DESIGN USING IDEFØ, FMEA AND RCA.

https://media.neliti.com/media/publications/132868-
Link Jurnal
ID-perancangan-proses-produksi-alat-antrian.pdf

Volume Vol. 3 No.2

Tahun -

Nesti Anisa Lindawati, Ishardita Pambudi Tama,


Penulis
Ceria Farela Mada Tantrika

Diakses Jam 18.10 WIB, tanggal 12 Agustus 2018

Tanggal 12 gustus 2018

1. Latar Belakang

Proses produksi merupakan hal yang sangat penting untuk


perusahaan manufaktur. Gitosudarmo (2000) mengatakan bahwa
“Proses produksi adalah merupakan interaksi antara bahan dasar, bahan-
bahan pembantu, tenaga kerja dan mesin-mesin serta alat-alat
perlengkapan yang dipergunakan”. Menurut Baroto (2002), “Proses
produksi adalah aktivitas bagaimana produk jadi dari bahan baku yang
melibatkan mesin, energi, pengetahuan teknis, dan lain lain”. Penelitian
ini dilakukan di PT. Cendana Teknika Utama server regional Malang divisi
teknologi informasi dengan produk utama Alat Antrian C2000. Alat
Antrian C2000 adalah serangkaian hardware dan software yang saling

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 29


terintegrasi untuk penyelanggaraan distribusi informasi sistem antrian.
Alat antrian ini diproduksi untuk mengatasi masalah antrian dengan
keunggulan penerapan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan
konsumen.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam membantu


merancang perbaikan sistem adalah IDEFØ, Failure Mode and Effect
Analysis (FMEA) dan Root Cause Analysis (RCA). Metode IDEFØ
merupakan metode awal untuk perbaikan sistem dengan cara
memetakan aktifitas pada tiap prosesnya.

Sebagai perusahaan yang berbisnis di bidang manufaktur alat


antrian, PT. Cendana Teknika Utama memulai alur produksinya dari
hardware yang terdiri dari Ticketing, Button, Display, dan RS
(Recomended Standart), kemudian membuat simulasi aplikasi antrian
dengan menggunakan software Borland Delphi yang ditempatkan di mini
PC (Personal Computer). Hasil komponen yang kurang baik merupakan
sebuah kegagalan dalam proses produksi yang dapat mempengaruhi
kualitas produk.

Ketika proses kritis telah diketahui, pada tahap selanjutnya


mengidentifikasi akar permasalahan menggunakan RCA. Root Cause
Analysis (RCA) adalah suatu proses mengidentifikasi dan menentukan
akar penyebab dari permasalahan tertentu dengan tujuan membangun
dan mengimplementasikan solusi yang akan mencegah terjadinya
pengulangan masalah (Doggett, 2005).

Dengan demikian didapatkan rekomendasi untuk memperbaiki


proses produksi Alat Antrian C2000 di PT. Cendana Teknika Utama,
sehingga dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dan menciptakan
produk yang lebih berkualitas.

2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan perancangan


proses produksi alat antrian C200 dengan metode IDEFØ, FMEA
dan RCA.

3. Metodologi

Metodologi Penelitian dalam pengembangan sistem perencanaan


produksi ini dilakukan dengan metode sebagai berikut:

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 30


1. Identifikasi awal.
2. Pengumpulan data.

3. Pengolahan Data.

4. Analisis dan Pembahasan.

5. Pengembangan Model Sistem.

4.Hasil dan Pembahasan

a. Pemetaan Proses Produksi menggunakan IDEFØ

Pada tahap ini proses produksi akan dijelaskan melalui


pemetaan dengan menggunakan IDEFØ. Pada proses yang
dipetakan dengan menggunakan IDEFØ, akan terlihat input,
output, control, dan mechanism yang menjalankan suatu proses.

b. IdentifikasiProsesKritis Menggunakan Metode FMEA

Penilaian proses kritis dilakukan pada proses bisnis level 2,


karena level ini menjabarkan proses secara keseluruhan. Pada
tahap ini dilakukan penilaian severity, occurance dan detection
untuk memperoleh nilai RPN.

c. Identifikasi Penyebab Proses Kritis

Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi penyebab


tingginya potensial risiko yang ada di dalam proses kritis. Metode
yang digunakan adalah 5 Whys Method. Identifikasi penyebab
proses kritis dilakukan dari RPN yang memiliki nilai diatas rata-
rata. Dalam pemilihannya, terdapat lima nilai RPN yang nilainya
diatas rata-rata yaitu pada node A24, A31, A32, A1a4, A1b4 dan
A23.

d. Penyusunan Rekomendasi Perbaikan

Rekomendasi perbaikan disusun berdasarkan faktor faktor


penyebab terjadinya kegagalan yang ada pada proses. Pada tabel
10 merupakan rangking banyaknya faktor yang mempengaruhi.
Berikut urutan faktor yang perlu rekomendasi perbaikan terlebih
dahulu: faktor sumber daya manusia (A), faktor prosesdur

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 31


pengadaan (B), faktor permintaan konsumen (E), faktor raw
material (C) dan faktor keuangan (D).

e. Pengaruh Rekomendasi Perbaikan

Secara garis besar rekomendasi perbaikan yang diberikan


dapat mengoptimalkan kinerja proses produksi dan
menghasilkan produk yang lebih berkualitas.

6. Kesimpulan

Hasil yang dapat diambil dari penelitian ini adalah kesimpulan


mengenai pengolahan data yang dilakukan pada bab sebelumnya
adalah sebagai berikut :

1. Dari pemetaan proses produksi Alat Antrian C2000 dengan


IDEFØ pada level 1 dapat dihasilkan tiga (3) proses yaitu
Proses Produksi Komponen (A1), Quality Control (A2), dan
Finishing (A3). Pada proses ini dapat dilihat bahwa terdapat
dua (2) input, tiga (3) control, empat (4) mechanism, dan dua
(2) output.

2. Proses kritis yang mempengaruhi kegagalan pada proses


produksi Alat Antrian C2000 didapatkan dari nilai RPN
terbesar. Nilai RPN terbesar adalah node A24, yaitu proses
identifikasi komponen dengan nilai RPN 300.

3. Faktor penyebab proses kritis yang mempengaruhi kegagalan


pada produksi Alat Antrian C2000 adalah sumber daya
manusia, prosedur pengadaan, raw material, keuangan dan
permintaan konsumen. Faktor terbesar penyebab kegagalan
yang dilakukan terdapat pada faktor SDM.

4. Dari identifikasi perbaikan proses produksi alat antrian C2000


didapatkan rekomendasi sebagai berikut :

a. Diperlukan adanya Standart Operating Procedure


(SOP), pelatihan, penilaiankinerja dan pemberian
reward and punishment untuk karyawan.

b. Dilakukan inspeksi peralatan dan sarana penunjang.

c. Meningkatkan kerja sama antar divisi dan bidang.

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 32


d. Dibangun strategi khusus untuk memenuhi kebutuhan
konsumen dan menentukan batas waktu kepastian
permintaan konsumen.

Komentar Riviewer

 Penjelasan sangat detail dan mudah dimengerti.


 Dasar teori kurang lengkap.
 Masih kurangnya analisis yang dilakukan peneliti.
 Penulis tidak memberi solusi supaya faktor SDM tidak
merupakan faktor terbesar kegagalan.

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 33


RESUME JURNAL 8

APLIKASI SIX SIGMA PADA PRODUK CLEAR FILE DI


Judul Jurnal
PERUSAHAAN STATIONARY

http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/ind/arti
Link Jurnal
cle/view/16616

Volume Vol. 9 No.1

Tahun 2007

Penulis Iwan Vanany dan Desy Emilasari

Diakses Jam 19.00 WIB, tanggal 11 Agustus 2018

Tanggal 12 gustus 2018

1. Latar Belakang

Awal tahun 1980-an, metode Six Sigma mulai diperkenalkan


aplikasinya pada perusahaan manufaktur oleh Motorola dan secara
bertahap diaplikasikan juga pada sektor bisnis lain seperti perbankan,
hotel, rumah sakit, migas, dan sektor lainnya (Mayor, 2003). Tidak
hanya Motorola, tetapi masih banyak perusahaan besar seperti General
Electric, Texas Instruments, Allied Signal, Eastman Kodak, Borg-Warner
Automotive, GenCorp, Navistar International and Siebe plc juga
menerapkan Six Sigma (Murphy, 1998).

Pendekatan Six Sigma didasarkan atas teori kualitas Jepang seperti:


Total Quality Management (TQM), Kaizen, dan Quality Control Cycle
(QCC) yang sering diaplikasikan pada proses manufaktur. Motorola
mulai menerapkan Six Sigma pada tahun 1982 ketika program

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 34


peningkatan kualitas mulai diimplementasikan secara terfokus pada
proses manufaktur dengan target mereduksi biaya kualitas sebesar
setengahnya. Usaha mereduksi biaya merupakan titik awal untuk
melakukan perbaikan dan desain produk secara kontinu dengan
memfokuskan pada desain kualitas dan sejumlah tools kualitas yang
baru bagi karyawan. Pengembangan tools baru dan membuat kualifikasi
Six Sigma yang praktis merupakan usaha awal bagi Motorolla untuk
memenangkan Malcolm Baldrige Award pada tahun 1988 (Hendricks
and Kelbaugh, 1998).

Dalam konteks Indonesia, aplikasi Six Sigma relatif baru. Banyak


perusahaan di Indonesia mengaplikasikan Six Sigma karena perusahaan
induk-nya di Amerika dan Eropa telah mengaplikasikannya seperti
General Electric Indonesia, Caltex, dan perusahaan lainnya. Tidak
hanya perusahaan barat yang mencoba menggunakan Six Sigma, tetapi
juga perusahaan Jepang menggunakannya tanpa meninggalkan aplikasi
peningkatan kualitas dasarnya, tidak terkecuali perusahaan PT X yang
memproduksi product stationary seperti Art Color Pipe File, Clear File,
G Box, Drawing File, Stamp maker, dan lainnya. Langkah kerja DMAIC
(Define, Measure, Action, Improve, dan Control) merupakan langkah
kerja yang penting yang perlu dilakukan secara sistematis guna
mencapai hasil peningkatan kualitas.

Paper ini menggambarkan bagaimana upaya memperbaiki dan


meningkatkan kualitas produk stationary PT X dengan menggunakan
langkah kerja DMAIC pada Six Sigma. Dalam penelitian ini, tidak
dilakukan identifikasi keseluruhan semua produk, akan tetapi dipilih
satu produk yang memiliki cacat yang tinggi dibanding produk-produk
lain karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki dan waktu yang
tersedia. Pendekatan yang dilakukan adalah melakukan pengamatan
awal dan wawancara untuk menentukan proyek yang akan dilakukan
perbaikan. Hasilnya menunjukkan bahwa, produk Clear File merupakan
produk yang tertinggi yang memiliki cacat diantara produk-produk yang
lain. Proyek perbaikan Clear File inilah yang akan dipaparkan sebagai
proyek yang menggambarkan bagaimana aplikasi langkah kerja DMAIC
pada Six Sigma bisa melakukan pencapaian tingkat kualitas yang lebih
baik.

2. Tujuan

Aplikasi Six Sigma untuk meningkatkan kualitas penting dilakukan


perusahaan agar peningkatan daya saing produk semakin baik dalam
era yang semakin kompetitif dan dinamis ini.

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 35


3. Metodologi

Metodologi Penelitian dalam pengembangan sistem perencanaan


produksi ini dilakukan dengan metode sebagai berikut:

1. Perumusan Masalah.
2. Studi Literatur.

3. Tujuan masalah.

4. Pengumpulan Data.

5. Pengolahan data.

6. Analisis Hasil.

4. Hasil dan Pembahasan

Pendekatan DMAIC dipakai untuk menganalisa dan melakukan


perbaikan produk ’Pocket Clear File’ karena tingginya variabilitas dan
cacat dibanding produk lain. Perbaikan kualitas juga memperhatikan
proses yang mempengaruhi terjadinya cacat pocket pada section Bag
Making, Kami-ire, Karidome, dan Pocket after Karidome Inspection.
Penentuan proyek Six Sigma didasarkan atas proses dan jenis cacat pada
setiap section. Pendekatan FMEA mampu memberi rekomendasi
perbaikan kualitas. Evaluasi dari hasil perbaikan penting untuk dilakukan
karena beberapa implementasi perbaikan kualitas tidak berjalan sesuai
dengan rencana.

Hasil analisa FMEA untuk proyek Y1 menunjukkan bahwa program


perbaikan yang harus dilakukan tim sigma untuk mereduksi cacat
bergelombang diperlukan tindakan penambahan jumlah inspector. Pada
paper ini tidak diperlihatkan analisa hasil dari FMEA untuk proyek lainnya,
tetapi contoh di atas dianggap sudah cukup memperlihatkan cara
memilih rencana perbaikan kedepannya.

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 36


5. Kesimpulan

Direkomendasikan, pelaksanaan perbaikan kualitas dengan Six Sigma


perlu dilakukan secara serentak dan dilakukan penggambaran dan
pendefinisian yang sistematis dan keseluruhan agar pemetaan
permasalahan kualitas dapat terlihat secara menyuluruh. Usaha ini akan
sangat membantu perusahaan didalam membentuk tim-tim Six Sigma di
keseluruhan department dan line produksi. Adanya usaha ini akan
menyebabkan lingkungan kerja akan semakin kondusif dan budaya “peduli
kualitas” akan mudah terbentuk di perusahaan.

Dalam kasus perbaikan Pocket Clear File di PT X menunjukkan bahwa


tidak semua rencana perbaikan mampu menurunkan DPMO atau
meningkatkan nilai Sigma-nya mungkin karena pelaksanaan perbaikan di
lapangan tidak berjalan dengan baik atau kurang efektif. Oleh karena itu
penting bagi perusahaan melakukan evaluasi secara berkala untuk
memastikan langkah pelaksanaan perbaikan di lapangan benar-benar
berjalan dengan baik dan mengikuti prosedur yang telah direncanakan.

Komentar Riviewer

 Penjelasan mengenai pendekatan DMAIC sangat detail dan


mudah dimengerti.
 Dasar teori lengkap dan akurat.
 Aplikasi Six Sigma tersebut perlu ditunjang oleh adanya
metode dan tools yang sistematis dan komprehensif agar
pelaksanaan jalannya perbaikan berjalan dengan baik dan
memenuhi target yang hendak dicapai seperti DMAIC, seven
tools, big picture mapping, dan FMEA.

RESUME JURNAL PROSES MANUFAKTUR 37


LAMPIRAN

1. Jurnal 1 (Model Sistem Perencanaan Produksi Terintegrasi di


Industri Percetakan).
2. Jurnal 2 (Pendekatan Lean Manufacturing Pada Proses Produksi
Furniture Dengan Metode Cost Integrated value Stream
maping).
3. Jurnal 3 (Pembuatan “Pipe Shelving” Sebagai Contoh Produk
Akhir Proses Manufaktur).
4. Jurnal 4 (Model Integrasi Design dan Proses Manufaktur Pada
Perakitan Produk Multi Pemasok).
5. Jurnal 5 (Model Pemilihan Proses Untuk Meminimalkan Biaya
Manufaktur, Kerugian Kualitas, dan Keterlambatan Pengiriman).
6. Jurnal 6 (Analisis Efisiensi dan Efektivitas Performansi Line
Machining Propeller Shaft Untuk Produk Flange Menggunakan
Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE)).
7. Jurnal 7 (Perancangan Proses Produksi Alat Antrian C2000
dengan Menggunakan IDEF0, FMEA, dan RCA).
8. Jurnal 8 (Aplikasi Six Sigma Pada Produk Clear File di
Perusahaan Stationary).
JURNAL 1
(Model Sistem Perencanaan Produksi Terintegrasi
di Industri Percetakan)
MODEL SISTEM PERENCANAAN PRODUKSI TERINTEGRASI
DI INDUSTRI PERCETAKAN

Antono Adhi
Program Studi Teknik Industri
Universitas Stikubank, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
antonoadhi@yahoo.com

Abstract
Production planning is an important activity in production proess. Production processes will
be done effectively and efficiently by a good planning, because gap of production caused by
constraint and limitation will be conducted back to the first goal of production process.
Monitoring and evaluation process are needed in this actvity. Production process in printing
industry is also need this activity.
Main activities in production panning are production scheduling and material requirement
planning (MRP) based on both production ordering or forecasting. This activities of planning is
very complex therefore the system must developed based on computer using optimum methods to
solve, namely heuristic method.
Key words: production planning, production scheduling, MRP, heuristic method

Abstrak
Perencanaan produksi adalah kegiatan yang sangat penting dalam proses produksi. Dengan
perencanaan produksi yang baik, proses produksi akan dapat berjalan secara efektif dan efisien
karena penyimpangan-penyimpangan yang disebabkan oleh keterbatasan dan kendala dapat
dikembalikan ke tujuan awal proses produksi. Selain melalui perencanaan yang baik, pengamatan
dan evaluasi proses juga sangat diperlukan dalam kegiatan ini. Proses produksi dalam industri
percetakan juga memerlukan kegiatan ini.
Kegiatan utama yang perlu dilakukan dala perencanaan produksi adalah penjadwalan
produksi dan perencanaan kebutuhan material (MRP) berdasarkan permintaan produk, baik dari
pemesanan atau peramalan produksi. Kegiatan perencanaan ini sangatlah kompleks sehingga
sistem ini perlu dikembangkan dengan berbasiskan komputer dengan menggunakan metode-
metode yang optimum untuk menyelesaikannya, yaitu metode heuristik.
Kata kunci: perencanaan produksi, penjadwalan produksi, MRP, metode heuristik

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam manajemen manufaktur dan operasi modern, waktu pengiriman yang tepat
adalah faktor penting untuk kelangsungan hidup di pasar yang kompetitif [1]. Untuk
mencapai tujuan, waktu pengiriman membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan
produksi merupakan tugas yang rumit yang memerlukan kerja sama antar fungsi-fungsi
unit dalam suatu organisasi [2].
Perencanaan adalah fungsi manajerial utama untuk perusahaan, yang merupakan
arahan dan petunjuk untuk berkoordinasi dan bekerjasama operasi perusahaan secara
menyeluruh. Hanya dengan fungsi perencanaan yang kuat, operasi bisnis dan produksi
akan berjalan lancar melalui instruksi yang diberikan. Enterprise Resource Planning,
yang juga dikenal sebagai ERP, adalah sistem manajemen sumber daya yang paling
populer saat ini [3]. Ada lima tingkatan dalam manajemen perencanaan ERP, termasuk
perencanaan bisnis, penjualan dan perencanaan operasional, jadwal induk produksi,
perencanaan kebutuhan material dan perencanaan kapasitas seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1.
Antono Adhi – Model Sistem Perencanaan Produksi Terintegrasi di Industri Percetakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model sistem lantai produksi, mulai
dari penjadwalan produksi dalam Jadwal Induk Produksi sampai dengan penjadwalan
kebutuhan material. Implementasi model akan dilakukan dalam industri percetakan
khususnya buku atau pencetakan paket, tetapi tidak dalam pencetakan koran. Buku dan
paket cetak biasanya memiliki jenis order cetak tetapi pencetakan surat kabar biasanya
memiliki pencetakan konstan.
Lingkup sistem adalah perencanaan, pengendalian, dan evaluasi proses produksi.
Saat ini sistem produksi pencetakan tidak berjalan secara terpadu dan otomatis di
perusahaan yang besar sekalipun. Proses penjadwalan dilakukan secara manual dengan
mengalokasikan beberapa pekerjaan di beberapa mesin satu per satu, dan beberapa dari
mereka menggunakan aplikasi spreadsheet untuk mengelola sistem. Dengan integrasi dan
otomatisasi, sistem akan menghasilkan proses perencanaan yang efisien dan efektif.

Business Plan

Sales and Operating Plan

Rough-cut Capacity
Demand Management
Planning

Master Production Planning

Material Requirement Plananing


Capacity Requirement Planning

Workshop Production Planning


Purchase Order Planning

Gambar 1. Enterprise Resource Planning [3]

B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti adalah bagaimana mengembangkan model sistem untuk
merencanakan produksi percetakan secara terintegrasi agar proses produksi dapat
berlangsung secara efektif dan efisien.

II. KAJIAN PUSTAKA


Penjadwalan produksi merupakan salah satu langkah penting dalam sistem proses
manufaktur, terutama dalam perencanaan dan pengendalian produksi. Kebutuhan dari
sistem penjadwalan juga mencakup keputusan multikriteria seperti makespan, total flow
time, earliness, tardiness, dll. [1]. Beberapa metode telah digunakan untuk memecahkan
masalah penjadwalan produksi [4]. Penjadwalan dalam sistem manufaktur biasanya
terkait dengan mengalokasikan satu set pekerjaan pada satu set mesin untuk mencapai
beberapa tujuan (kriteria). Ini adalah proses pengambilan keputusan yang menyangkut

2
Jurnal DINAMIKA TEKNIK, Vol 8 No 1 Januari 2014, h.1 – 6
ISSN: 1412-3339

alokasi sumber daya yang terbatas untuk satu set tugas untuk mengoptimalkan satu atau
lebih tujuan [1].
Sistem manufaktur diklasifikasikan ke dalam job shop dan flow shop. Di job shop,
sekumpulan pekerjaan dijadwalkan pada sekumpulan mesin dan tidak ada pembatasan
rute yang sama pada job shop untuk dilakukan, namun di flow shop, semua pekerjaan
harus mengikuti rute yang sama. Masalah penjadwalan flow shop klasik terutama
berkaitan dengan waktu penyelesaian yang berkaitan dengan tujuan (misalnya flow time
dan makespan) dan bertujuan untuk mengurangi waktu produksi, meningkatkan
produktivitas, dan pemanfaatan fasilitas [1]. Penjadwalan akan mempertimbangkan biaya
produksi untuk mendapatkan biaya minimum di setiap sisi biaya, seperti produksi,
persediaan, pengiriman, pelayanan, dan lain-lain.
Heuristic adalah metode yang mengarahkan pemikiran sepanjang proses yang paling
mungkin untuk mengarah ke tujuan, jalan kurang menjanjikan ditinggalkan untuk
dijelajahi [5]. Heuristic adalah ilmu masalah perilaku pemecahan yang berfokus pada hal
yang masuk akal, sementara, berguna tetapi keliru, operasi mental untuk menemukan
solusi [6]. Metode heuristik mengembangkan keluaran hanya pada jumlah input yang
sangat terbatas pada solusi yang berbeda atau mereka berhenti di lokal optimum
sementara metaheuristik telah diusulkan untuk memecahkan masalah ini. Sebuah
metaheuristik adalah seperangkat konsep algoritma yang dapat digunakan untuk
menentukan metode heuristik yang berlaku untuk satu set macam masalah yang berbeda
[6]. Sebuah metaheuristik adalah kerangka algoritmik umum yang dapat diterapkan untuk
masalah optimasi yang berbeda dengan relatif sedikit modifikasi untuk membuatnya
beradaptasi dengan masalah tertentu [6].
Hybrid flow shop, juga disebut multiprosesor atau flow shop dengan mesin paralel, terdiri
dari satu set dari dua atau lebih tahap (atau pusat) pengolahan dengan setidaknya satu
tahap memiliki dua atau lebih mesin paralel. Karakteristik Hybrid flow shop ditemukan di
berbagai industri. Duplikasi jumlah mesin dalam beberapa tahap dapat menghasilkan
fleksibilitas tambahan, meningkatkan kapasitas secara keseluruhan, dan menghindari
kemacetan jika beberapa operasi yang terlalu lama [7]. Salah satu contoh dari masalah
multi-kriteria dalam penjadwalan flow shop masalah bi-kriteria yang merupakan penalti
earliness-tardiness. Dalam lingkungan JIT, meminimalkan earliness akan mengurangi
biaya persediaan dan/atau kerusakan produk dan meminimalkan tardiness akan
mengurangi biaya akhir atau kehilangan pelanggan. Dalam hal ini baik penyelesaian awal
maupun keterlambatan pekerjaan dapat merugikan produsen dan konsumen [7].
MRP adalah sistem berbasis komputer yang dirancang untuk mengatur waktu dan
pemesanan permintaan produk. Permintaan untuk bahan baku dan komponen produk
akhir dihitung dengan menggunakan permintaan untuk produk akhir dan itu ditentukan
berapa banyak dan berapa jumlah pemesanan komponen dan bahan baku, dengan
mengacu pada produksi dan lead time dengan menghitung kembali dari waktu pengiriman
produk. Dengan demikian, permintaan untuk produk akhir digunakan untuk menghitung
permintaan komponen di tingkat yang lebih rendah. Proses ini dibagi dalam periode
perencanaan dan produksi, dan fungsi perakitan diatur hingga pada tingkat persediaan
yang lebih rendah bersamaan dengan memastikan pengiriman produk akhir yang tepat
waktu [8].
MRP modern memainkan peran penting dalam mengurangi persediaan dan
meningkatkan pembuatan produk industri yang kompleks. MRP memperhatikan

3
Antono Adhi – Model Sistem Perencanaan Produksi Terintegrasi di Industri Percetakan

penjadwalan produksi dan pengendalian persediaan. Ini adalah sistem kontrol bahan yang
mencoba untuk menjaga tingkat persediaan yang cukup untuk memastikan bahwa bahan
yang dibutuhkan tersedia bila diperlukan. MRP berjalan dalam situasi dengan beberapa
item dengan struktur produk (bill of material)yang kompleks.
Masukan untuk sistem MRP adalah bill of material, jadwal induk produksi yang
menunjukkan kapan dan berapa banyak dari produk akhir yang dibutuhkan, dan catatan
persediaan yang menunjukkan berapa banyak persediaan di tangan atau yang sedang
dipesan. Perencana menentukan persyaratan untuk setiap periode perencanaan, dengan
menggunakan masukan ini [8]. Output dari proses ini adalah jadwal pemesanan,
konfirmasi pesanan, perubahan, laporan pengendalian kinerja, laporan perencanaan, dan
laporan pengecualian [8].

III. METODE PENELITIAN


Penelitian dalam pengembangan sistem perencanaan produksi ini dilakukan dengan
metode sebagai berikut:
1. Perumusan Masalah
2. Studi Literatur
3. Pengembangan Model Sistem

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Proses produksi pencetakan terdiri dari tiga bagian utama, yaitu pra-cetak, cetak, dan
pasca cetak. Setiap bagian dimungkinkan dipisahkan dalam proses yang paralel. Sistem
ini akan mempertimbangkan penjadwalan produksi dengan multi-kriteria tujuan yang
akan mempertimbangkan earliness, tardiness, efisiensi mesin, layanan pelanggan, dan
biaya pencetakan. Kapasitas dan keterbatasan seperti jadwal turun mesin juga akan
dipertimbangkan. Ketersediaan sumber seperti karyawan dan mesin diasumsikan tidak
fleksibel dan karena itu manajemen perencanaan kapasitas tidak dimasukkan dalam
sistem ini.
Model sistem perencanaan produksi dalam industri percetakan dikembangkan seperti
pada Gambar 2. Penjadwalan dan Material Requirement Planning (MRP) sebagai bagian
dari perencanaan produksi.

4
Jurnal DINAMIKA TEKNIK, Vol 8 No 1 Januari 2014, h.1 – 6
ISSN: 1412-3339

Data Source

Bill of Material Inventories


Availibility of
Capacities Costs
Resources
Material Requirement
Planning

Scheduling MPS

MRP
Production
Job Due
Objectives Rescheduling
orders Date
Material Controling Report

Management Strategy

Gambar 2 Model Sistem

Penjadwalan manual tidak akan memberikan hasil yang optimal. Perlu penjadwalan
otomatis dengan menggunakan metode yang tepat berbasiskomputer. Metode otomatisasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode heuristik untuk optimasi. Untuk
mengatasi masalah penjadwalan, bermacam-macam metode heuristik dan meta-heuristik
cukup populer untuk mengatasinya, seperti simulated annealing, tabu search, genetic
algorithm, ant colony optimization, particle swarm optimization, atau metode lain yang
tepat dalam industri percetakan.
Untuk sistem kontrol, model menyediakan Gantt chart untuk memantau proses
produksi. Proses yang sedang atau produksi akan dilakukan oleh penjadwalan proses.
Perubahan yang mungkin dari earliness atau tardiness dalam pelaksanaan proses terkait
dengan jadwal waktu akan menyebabkan konsekuensi pada waktu dan biaya pengiriman.
Hal ini juga mempengaruhi waktu mulai dari jadwal pekerjaan berikutnya. Proses
penjadwalan ulang harus diambil untuk mengembalikan proses dalam kondisi terkendali.
Setiap perubahan dalam waktu proses produksi dan penjadwalan ulang akan disimpan
untuk proses analisis selanjutnya.
Data Perenanaan Kebutuhan Material (MRP) digunakan untuk menyiapkan bahan
yang diperlukan dalam jalur produksi. Strategi untuk mendapatkan biaya persediaan yang
optimal dapat dipertimbangkan dalam sistem ini jika perlu.
Laporan produksi berkaitan dengan perubahan jadwal memberikan dukungan data
untuk analisis. Hasil analisis akan mendukung pengambilan keputusan selanjutnya.
Beberapa data yang digunakan untuk mendukung keputusan dapat mengetahui mana
operator, mesin, pelanggan, dan kurangnya sumber daya yang telah menyebabkan
perubahan jadwal produksi. Untuk strategi ke depan, setiap perubahan yang mungkin
dapat diantisipasi untuk mengurangi biaya yang muncul.

V. SIMPULAN
Pengembangan model perencanaan produksi ini akan mengembangkan sistem
informasi berbasis komputer di industri percetakan. Kemampuan dari sistem ini adalah
kemampuan dalam penjadwalan, perencanaan material, dan sistem produksi. Sistem

5
Antono Adhi – Model Sistem Perencanaan Produksi Terintegrasi di Industri Percetakan

penjadwalan akan menggunakan metode metaheuristik untuk mendapatkan tujuan yang


optimal. Data dan laporan dari sistem akan mendukung analisis untuk pengambilan
keputusan.

VI. DAFTAR PUSTAKA


[1] Dhingra, Ashwani and Chandna, Pankaj, 2010, Hybrid Genetic Algorithm for Multicriteria
Scheduling with Sequence Dependent Set up Time, International Journal of Engineering
(IJE), Volume (3): Issue (5).
[2] Vicens, E., Alemany, M.E., Andres, C., Guarch, J.J., 2001, A design and application
methodology for hierarchical production planning decision support systems in an
enterprise integration context, International Journal of Production Economics 74 (2001),
p. 5-20.
[3] Cheng, Wang, and Bing, Liu Xiao, 2013, Integrated Production Planning And Control: A
Multi-Objective Optimization Model, Journal of Industrial Engineering and Management,
2013 – 6(4): 815-830.
[4] Nezhad, Soheil Sadi and Darian, Samira Borhani, 2010, Production Scheduling for Products
on Different Machines with Setup Costs and Times, International Journal of Engineering
and Technology Vol.2 (6), 2010, 410-418.
[5] Boden, M. A. 1977. Artificial Intelligence and Natural Man. Basic Books, Inc., New York.
[6] Yaghini, Masoud, 2009, What is a Metaheuristic?, Iran University of Science and Technology,
Course Materials.
[7] Khalouli, Safa, Ghedjati , Fatima, Hamzaoui, Abdelaziz, 2010, A Meta-Heuristic Approach To
Solve A JIT Scheduling Problem In Hybrid Flow Shop, Engineering Applications of
Artificial Intelligence 23 (2010) 765–771.
[8] Sagbansua, Lutfu, 2010, Information Technologies and Material Requirement Planning (MRP)
in Supply Chain Management (SCM) as A Basis for a New Model, Bulgarian Journal of
Science and Education Policy (BJSEP), Volume 4, Number 2

6
JURNAL 2
(Pendekatan Lean Manufacturing Pada Proses
Produksi Furniture Dengan Metode Cost Integrated
value Stream maping)
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 2 NO. 6
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING PADA PROSES PRODUKSI


FURNITURE DENGAN METODE COST INTEGRATED VALUE STREAM MAPING
(Studi Kasus: PT. Gatra Mapan, Ngijo, Malang)

LEAN MANUFACTURING APPROACH IN FURNITURE PRODUCTION


PROCESS WITH COST INTEGRATED VALUE STREAM MAPPING METHODS
(A Case Study in PT. Gatra Mapan, Ngijo, Malang)

Dikki Julian Antandito1), Mochammad Choiri2), Lely Riawati3)


Jurusan Teknik Industri Universitas Brawijaya
Jalan MT. Haryono 167, Malang, 65145, Indonesia
E-mail : antan.ergo10@gmail.com1) , psti.choiri@yahoo.com2), lely_riawati@ub.ac.id3)

Abstrak
Setiap perusahaan baik perusahaan manufaktur maupun jasa akan terus meningkatkan produktivitas
perusahaannya dalam segala aspek. Dalam industri manufaktur, produktivitas suatu perusahaan dapat dilihat
dari kemampuan perusahaan dalam menjalankan proses produksi secara efektif dan efisien. Semakin efisien
sistem produksi perusahaan tersebut, maka semakin sedikit timbulnya waste dalam aktivitas produksinya. PT.
Gatra Mapan Ngijo merupakan perusahaan manufaktur yang menghasilkan produk furniture. Dalam
melakukan proses produksinya terjadi ketidaksesuaian hasil output produksi dengan target produksi yang
ditentukan. Hal tersebut terjadi karena ditemukan adanya waste pada kegiatan proses produksi. Permasalahan
tersebut diselesaikan dengan pendekatan lean manufacturing untuk menciptkan continuous improvement pada
proses produksi dengan metode cost integrated value stream mapping. Analisis difokuskan pada produk Dino
Sideboard 2 D 3 yang mempunyai volume produksi tertinggi. Aspek biaya yang dihitung pada value stream
menggunakan konsep Activity Based Costing (ABC) yang menekankan pengelolaan bisnis berdasarkan
aktivitas. Waste pada current state map dianalisis dan dicari akar penyebabnya dengan menggunakan analisis
Root Cause Analysis (RCA). Waste yang diprioritaskan untuk menjadi perhatian dalam proses produksi yaitu
waste of defect, waste of waiting, dan underutilizing people. Rekomendasi perbaikan yang diberikan yaitu
pengiriman bahan baku seminggu dua kali, penerapan continous flow, dan pembuatan kartu kontrol mesin.
Hasil perubahan yang dihasilkan yaitu inventory cost berkurang Rp 33.590,00, total production lead time
berkurang 12,87 hari, total cycle time berkurang 5,14 menit, dan travel distance berkurang 22 meter. Target
biaya yang ditentukan pada total value added dan non value added cost yakni sebesar Rp 24.000,00.

Kata kunci : Waste, Lean manufacturing, Continuous improvement, Cost integrated value stream mapping,
Activity based costing, Root cause analysis

1. Pendahuluan perindutsrian tersebut. Oleh karena itu, sudah


Setiap perusahaan baik perusahaan seharusnya waste dapat dikurangi dalam sebuah
manufaktur maupun jasa akan terus proses produksi.
meningkatkan produktivitas perusahaanya dalam Dewasa ini, perkembangan teknologi yang
segala aspek. Terlebih lagi dalam perusahaan ada dapat menimbulkan dampak persaingan yang
manufaktur. Dalam industri manufaktur, sangat ketat antar perusahaan. Banyak
produktivitas suatu perusahaan dapat dilihat dari perusahaan yang mulai berlomba demi
kemampuan perusahaan dalam menjalankan mendapatkan keuntungan yang maksimal dengan
proses produksi secara efektif dan efisien. biaya produksi yang rendah. Perusahaan
Semakin efisien sistem produksi perusahaan manufaktur secara berkelanjutan akan berusaha
tersebut, maka semakin sedikit timbulnya waste untuk meningkatkan hasil produksi dengan
dalam aktivitas produksi mereka. Menurut Hines melakukan perbaikan pada kualitas, harga,
& Taylor (2000), salah satu paremeter kuantitas produksi, serta pengiriman tepat waktu
produktivitas yang diinginkan yaitu untuk untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan.
meminimasi waste yang dihasilkan dalam setiap Usaha yang dilakukan dalam suatu produksi
proses pengerjaan. Waste yang banyak terjadi barang adalah dengan mengurangi waste yang
tentunya akan menghambat usaha dari tidak mempunyai nilai tambah seperti produksi

1158
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 2 NO. 6
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

berlebihan, menunggu, transportasi, memproses Keseluruhan informasi tersebut ditampilkan


secara keliru, work in process, gerakan yang secara unik dalam current state map, seperti
tidak perlu, produk cacat, dan kreativitas aliran informasi suatu proses produksi, cycle
karyawan yang tidak dimanfaatkan. time, jumlah persediaan, machine uptime, dan
Dengan menyadari semua hal tersebut, jumlah pekerja. Dengan pendekatan lean
maka sudah selayaknya perusahaan manufaktur manufacturing ini, aliran informasi dan material
dapat memenuhi harapan customer yang semakin dari perusahaan digambarkan dengan value
tinggi dan juga meningkatkan produktifitas stream mapping untuk mengetahui waste yang
perusahaan dengan mengurangi waste yang ada. ada. Tujuan utama dari Value Stream Mapping
Perusahaan juga harus mencari perubahan- (VSM) adalah untuk memahami dan
perubahan untuk menciptakan continuous mendokumentasikan semua proses yang ada pada
improvement dengan melakukan efisiensi saat ini dengan semua persoalan didalamnya
produksi dengan mengurangi waste yang pada untuk kemudian menghasilkan future state map
akhirnya dapat meningkatkan daya saing. yang mendukung terjadinya perbaikan dalam
Munculnya waste dapat menyebabkan turunnya proses produksi tersebut.
pendapatan jika berhubungan dengan biaya dan Selain itu untuk lebih memudahkan dalam
juga turunnya loyalitas pelanggan jika dikaitkan pengambilan keputusan maka analisis biaya
dengan kepuasan pelanggan. Oleh karena itu, dilakukan dengan konsep Activity Based Costing
sudah seharusnya perusahaan memberikan fokus (ABC) pada value stream. Konsep mendasar dari
terhadap perbaikan kualitas dengan melakukan ABC adalah bahwa suatu produk akan
proses dan perbaikan yang terus menerus mengkonsumsi aktivitas, aktivitas
(continuous improvement). mengkonsumsi sumberdaya, dan segala
Untuk menerapkan perbaikan secara kontinu sumberdaya tersebut membutuhkan biaya.
tersebut maka dibutuhkan suatu pendekatan yang Menurut Garisson dan Noren (2006), ABC
dapat digunakan dengan benar agar perbaikan menekankan pengelolaan bisnis berdasarkan
yang terus menerus (continuous improvement) aktivitas. Informasi tentang aktivitas diukur dan
tersebut dapat terwujud. Menurut Gaspersz dicatat dalam sebuah database. Oleh karena itu,
(2006), konsep lean manufacturing merupakan hubungan antara aktivitas, pemicu biaya (cost
suatu upaya strategi perbaikan secara kontinu driver), dan pengukuran aktivitas itu sendiri
dalam proses produksi untuk mengidentifikasi menjadi perlu untuk diteliti. Setelah biaya-biaya
jenis-jenis dan faktor penyebab terjadinya waste tersebut teridentifikasi selanjutnya akan
agar aliran nilai (value stream) dapat berjalan dibandingkan dengan target biaya yang
lancar sehingga waktu produksi lebih efisien. merupakan pembanding biaya produksi. Target
Pendekatan lean manufacturing merupakan biaya tersebut diperlukan untuk mengantisipasi
pendekatan yang relatif sederhana dan terstruktur harga pasar yang masih dapat diterima konsumen
dengan baik agar mudah dipahami demi agar produk dapat tetap bertahan dalam
melakukan proses efisiensi yang sesuai dengan persaingan. Target biaya merupakan biaya yang
kemampuan dan sumber daya yang ada di dikeluarkan oleh perusahaan, namun dari total
perusahaan. Lean manufacturing didefinisikan target biaya itu perusahaan masih mendapat
sebagai pereduksi dari waste dalam segala keuntungan yang diinginkan atau bisa dikatakan
bentuk atau kondisi dengan memaksimalkan juga bahwa target biaya didapatkan dari market
aktivitas yang bernilai tambah (value added). cost dikurangi dengan target profit perusahaan.
Menurut Womack (1990), konsep lean Sedangkan target profit ditentukan oleh pihak
berarti suatu usaha oleh seluruh elemen manajemen.
perusahaan untuk bersama-sama mengeliminasi PT. Gatra Mapan Ngijo yang berada di
waste dan merupakan salah satu tools untuk Ngijo, Kota Malang merupakan salah satu
mencapai daya saing perusahaan seoptimal perusahaan manufaktur yang menghasilkan
mungkin. Pendekatan lean manufacturing produk furniture. Dalam melakukan proses
memahami keseluruhan proses bisnis yang bisnisnya, PT. Gatra Mapan Ngijo menerapkan
meliputi proses produksi, aliran material, dan sistem make to order. Sistem pemesanan yang
aliran informasi. Salah satu tool yang sangat dilakukan yakni dengan memberikan contoh
bermanfaat dan juga sederhana yang sering produk yang desainnya dibuat oleh PT. Gatra
digunakan untuk memetakan keseluruhan proses Mapan Ngijo, lalu langsung ditawarkan kepada
bisnis tadi adalah Value Stream Mapping (VSM). unit yang ingin membelinya. Pada unit produksi

1159
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 2 NO. 6
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Dalam melakukan perencanaan kegiatan dengan pembahasan. Teori-teori yang dipelajari


proses produksinya, PT. Gatra Mapan Ngijo pada penelitian ini adalah mengenai konsep lean
mengalami ketidaksesuaian hasil output produksi manufacturing, activity based costing, cost
dengan target produksi yang ditentukan. Hal ini integrated value stream mapping, dan root cause
mengindikasikan bahwa belum tercapainya salah analysis.
satu parameter produktivitas perusahaan untuk 3. Identifikasi Masalah
menghasilkan produk sesuai target penjualan. Identifikasi masalah merupakan tahap awal
Indikasi tersebut dapat dilihat dari output dalam mengetahui dan memahami suatu
produksi per bulan yang dihasilkan oleh PT. persoalan agar dapat diberikan solusi pada
Gatra Mapan Ngijo pada tahun 2013, dimana permasalahan tersebut.
terlihat output yang dihasilkan per bulannya 4. Perumusan Masalah
masih dibawah rencana atau target produksi yang Setelah mengidentifikasi permasalahan,
diinginkan. Selain itu, produk cacat atau defect dilanjutkan dengan merumuskan masalah sesuai
product juga merupakan salah satu waste yang dengan kenyataan di lapangan, yaitu bagaimana
terjadi. Cacat produk yang banyak terjadi penanganan pemborosan yang terjadi di PT.
diakibatkan produk yang terbentur dengan bagian Gatra Mapan Ngijo.
mesin sehingga harus dilakukan rework dan juga 5. Penentuan Tujuan Penelitian
karena ada bagian produk yang tergores pada Tujuan penelitian perlu ditetapkan agar
saat proses produksinya. Dan juga karena tidak penulisan skripsi dapat dilakukan secara
sempurnanya suatu proses pada produk, sehingga sistematis dan tidak menyimpang dari
menjadi produk cacat untuk dilanjutkan pada permasalahan yang dibahas, Tujuan penelitian
proses selanjutnya. ditentukan berdasarkan perumusan masalah yang
Oleh karena itu, seperti banyak perusahaan telah dijabarkan.
manufaktur lainnya, PT. Gatra Mapan Ngijo
yang merupakan perusahaan yang bergerak 2.2.2 Tahap Pengumpulan dan Pengolahan
dalam bidang produksi furniture juga terus Data
berusaha meningkatkan produktifitasnya agar Pada tahap ini merupakan penjelasan
bisa mencapai target yang ditetapkan. mengenai tahapan pengumpulan dan pengolahan
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
PT. Gatra Mapan Ngijo, maka perusahaan sebagai berikut:
membutuhkan penyelesaiaan untuk mengurangi 1. Pengumpulan Data
waste yang terjadi di lantai produksi dengan Pengumpulan data adalah pencatatan
melihat konsep delapan waste dengan informasi sebagian atau seluruh elemen populasi
pendekatan lean manufacturing untuk membantu yang menunjang dan mendukung penelitian.
perusahaan mengatasi permasalahan yang ada. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini,
didapatkan dengan cara wawancara dan
2. Metode Penelitian observasi langsung. Adapun data yang
2.1 Langkah – langkah Penelitian dikumpulkan yaitu:
2.2.1 Tahap Pendahuluan 1) Profil perusahaan PT. Gatra Mapan Ngijo
Adapun langkah pendahuluan yang 2) Struktur Organisasi PT. Gatra Mapan
dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai Ngijo
berikut: 3) Aktivitas proses produksi PT. Gatra
1. Studi Lapangan (Field Research) Mapan Ngijo
Metode ini digunakan dalam pengumpulan 4) Biaya-biaya yang ada dalam konsep ABC
data yang dilakukan secara langsung dengan di PT. Gatra Mapan Ngijo
melakukan survei pendahuluan untuk menggali 2. Pengolahan Data
informasi sebanyak-banyaknya yang berkaitan Data yang telah dikumpulkan selanjutnya
dengan topik penelitian di PT. Gatra Mapan akan diolah dan dianalisis. Adapun langkah
Ngijo. pengolahan data sebagai berikut:
2. Studi Literatur (Library Research) 1) Perhitungan biaya-biaya dalam konsep
Studi literatur merupakan suatu metode ABC untuk digambarkan dalam value
yang digunakan dalam mendapatkan data dengan stream.
jalan mempelajari literatur serta membaca 2) Membuat rancangan current cost
sumber data informasi lainnya yang berhubungan integrated value stream mapping.

1160
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 2 NO. 6
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Dari data aktivitas produksi dan 3. Hasil dan Pembahasan


perhitungan biaya yang ada selanjutnya 3.1 Pengolahan Data Time Study
akan dibuat penggambaran pada sebuah Data mengenai cycle time ini diperlukan
value stream. sebagai input dalam perancangan current value
3) Identifikasi current cost integrated value stream mapping. Cycle time ini dijadikan sebagai
stream mapping. patokan value added time dari keseluruhan
Dari penggambaran peta aliran nilai proses produksi untuk memproduksi produk
tersebut selanjutnya diidentifikasi lebih furniture. Cycle time ini diperoleh melalui time
lanjut terkait value added activity, non study yang dilakukan untuk setiap work station
value added activity, dan waste yang yang melakukan proses produksi secara berulang
terjadi pada peta aliran nilai tersebut. dan terus menerus. Metode time study yang
4) Membuat rancangan future cost integrated digunakan adalah stopwatch time study. Pada
value stream mapping untuk dapat pengambilan data cycle time ini, operator yang
merancang prediksi peta aliran nilai bekerja atau bertugas pada saat proses produksi
setelah usulan rekomendasi perbaikan. berlangsung sedang bekerja dalam keadaan
normal. Jumlah pengamatan untuk mendapatkan
2.2.3 Tahap Analisis dan Kesimpulan cycle time ini dilakukan sebanyak 20 kali
Tahap analisis dan kesimpulan yang pengamatan pada setiap prosesnya di masing-
dilakukan adalah dengan mendefinisikan sumber masing workstation.
dan akar penyebab masalah yang terjadi. Adapun
langkahnya sebagai berikut: Tabel 1.Data Time Study per Workstation
1. Analisis dan Pembahasan
1) Menganalisa current cost integrated
value stream mapping.
Dilakukan analisa apa saja faktor
penyebab terjadinya pemborosan yang
terjadi pada proses produksi dengan
melihat peta aliran nilai.
2) Menganalisa future cost integrated
3.2 Analisis Jumlah Produksi
value stream mapping.
Pada analisa jumlah produksi, produk
Dilakukan analisa perbaikan
diurutkan dari yang memiliki volume produksi
penanganan pemborosan dengan tertinggi sampai yang terendah kemudian dibuat
membuat rancangan peta aliran yang juga persentase akumulasinya. Produk yang
baru.
dipilih adalah produk dengan tipe yang sama
3) Menganalisa rekomendasi perbaikan
yaitu jenis “Conforama” dengan volume
dengan root cause analysis. produksi yang paling tinggi sesuai permintaan
Melakukan analisa kualitatif dengan yang ada.
menggunakan metode root cause
analysis untuk mengetahui akar Tabel 2.Analisis Jumlah Produksi
penyebab terjadinya pemborosan.
4) Menganalisa perbandingan current dan
future value stream mapping.
2. Penarikan Kesimpulan dan Saran
Pada tahap akhir penelitian ini berisi
pengambilan keputusan dan pemberian saran dari
keseluruhan proses penelitian yang telah
dilakukan yang dapat menjadi masukan dan Dari data analisis jumlah produksi pada
usulan bagi PT. Gatra Mapan Ngijo dalam selanjutnya dibuat dalam sebuah diagram untuk
mengurangi pemborosan yang terjadi pada proses melihat volume produksi dari masing-masing
produksinya. produk. Dan dari diagram tersebut akan dilihat
produk mana yang memiliki volume produksi
paling tinggi. Produk dengan volume produksi
tertinggi itulah nantinya yang akan dijadikan
keluarga produk yang diteliti.

1161
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 2 NO. 6
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Dari gambar diagram yang menunjukkan Selanjutnya data tersebut digambarkan dalam
jumlah produksi dari setiap produk, dapat sebuah current cost integrated value stream map.
disimpulkan bahwa produk G14.0143 yaitu Dino Dari gambar 2 dapat diketahui bahwa presentase
value added time hanya sebesar 2,62% dari total
waktu keseluruhan yaitu 1979,09 menit atau
32,98 jam dalam proses produksi produk Dino
Sideboard 2 D 3 DRW SN – WG di PT. Gatra
Mapan Ngijo. Karena nilai NVA yang tinggi,
maka perlu diadakan identifikasi penyebabnya
dan dilakukan upaya perbaikan agar NVA dapat
dikurangi sehingga total waktu proses produksi
produk Dino Sideboard 2 D 3 DRW SN – WG
dapat lebih cepat dan dengan meminimasi waste
yang ada.

3.5 Identifikasi Waste


Waste berpengaruh besar terhadap kegiatan
Gambar 1. Current Cost Integrated Value produksi di PT. Gatra Mapan Ngijo. Bagi
Stream Map perusahaan manufaktur yaitu PT. Gatra Mapan
Ngijo, waste tersebut akan berdampak pada
Sideboard 2 D 3 DRW memiliki volume penjualan produk kepada konsumen secara
produksi paling tinggi yaitu sebesar 1.567 meluas. Setelah menemukan adanya waste kritis
produksi. Hal tersebut dijadikan dasar untuk pada kegiatan proses produksi, maka selanjutnya
memilih produk Dino Sideboard 2 D 3 DRW dilakukan analisis terhadap waste tersebut dan
menjadi produk yang akan dijadikan objek juga alternatif penyelesaiannya.
penelitian.
3.6 Identifikasi Root Cause Analysis
3.3 Analisis Rute Proses Produksi Setelah kita mengetahui kondisi awal dalam
Dari analisa rute produksi pada tabel 4.15 current cost integrated value stream map maka
maka dapat disimpulkan bahwa kelima produk selanjutnya dapat ditentukan apa saja yang harus
yang dihasilkan memiliki alur proses produksi dicari akar permasalahan dan juga pemecahan
yan g sama dan tersusun dalam suatu keluarga dari permasalahan tersebut. Metode yang
produk. Jadi, dari analisis rute produksi ini dapat digunakan dalam pencarian akar permasalahan
dipilih satu produk dari kelima produk yang ada tersebut yaitu dengan menggunakan metode root
karena tidak terbagi-bagi lagi dalam keluarga cause analysis. Metode ini digunakan setelah
produk yang berbeda. Oleh karena itu, dipilih melakukan pemetaan terhadap aktivitas-aktivitas
produk G14.0143 yaitu Dino Sideboard 2 D 3 yang berpotensi menimbulkan waste.
DRW untuk diteliti karena memiliki volume Sesuai dengan metode yang digunakan,
produksi yang tertinggi. Dan juga dari hasil maka muncul analisa berikutnya yang berkaitan
analisa awal ternyata ditemukan defect produk dengan root cause analysis. Sesuai dengan
yang dihasilkan. adanya keterkaitan data dengan proporsinya,
maka analisa ini harus ditempuh karena analisa
3.4 Metric and Baseline Measurement ini merupakan metode utama yang digunakan
Berdasarkan penjelasan data yang sudah ada untuk menemukan hasil yang sesuai. Sehingga
sebelumnated value stream ditunjukkan pada yang terjadi adalah untuk mengetahui lebih lanjut
Tabel 3 dibawah ini. sampai kepada aktivitas-aktivitas yang
berhubungan dengan kegiatan operasional
Tabel 3.Data Current State Map perusahaan.
Analisa root cause analysis ini
memungkinkan untuk mengetahui pengaruh
suatu waste pada kegiatan operasional
perusahaan. Analisa ini dibuat untuk mengetahui
akar dari suatu masalah yang terkandung pada
kegiatan operasional perusahaan atau divisinya.

1162
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 2 NO. 6
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Aktivitas non value added yang telah dijabarkan b. Rework yang terjadi pada saat proses
sebelumnya, ditelusuri lebih lanjut tentang pembentukan body (radial), pembentukan
penyebab utama terjadinya aktivitas tersebut body yang tidak sesuai dengan spesifikasi
sehingga dinilai sebagai aktivitas non value yang dibutuhkan menjadikan defect (cacat
added. produk) banyak terjadi pada proses ini.
Setelah ditelusuri, ternyata terdapat kriteria- Karena body yang dibentuk tidak sesuai
kriteria baru dimana penjabaran aktivitas non dengan spesifikasi yang dibutuhkan, maka
value added masih sekedar mendeskripsikan bentuk body menjadi defect. Hal ini terjadi
permasalahan dasar dari aktivitas operasional karena operator kurang fokus sehingga
perusahaan, dengan analisa ini dapat mengetahui mengabaikan pentingnya kualitas produk.
seberapa besar masalah tersebut mempengaruhi Para operator menjadi kurang teliti dalam
kinerja atau kegiatan operasional perusahaan. melakukan proses pembentukan body
(radial) ini.
3.6.1 Causal Factor Defect c. Rework yang juga banyak terjadi adalah saat
Selanjutnya akan dijelaskan mengenai proses pengeboran dan penghalusan lapisan.
causal factor waste kritis pertama yaitu defect Hasil dari pengeboran dan penghalusan
(cacat produk). Tabel 4 yaitu tabel causes yang lapisan yang tidak sesuai akan
mendeskripsikan permasalahan yang mengakibatkan defect (cacat produk) yang
menyangkut tentang waste defect (cacat produk). terjadi. Proses pengeboran dan penghalusan
lapisan yang tidak sempurna seperti proses
Tabel 4. Causal Factor Defect yang hanya berjalan setengah dari
keseluruhan proses menjadikan hasilnya
tidak sempurna. Dalam pengamatan yang
dilakukan terjadinya proses yang hanya
berjalan setengah tersebut dikarenakan
mesin yang macet saat proses pengeboran.
Mesin yang macet tersebut membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk dilakukan
perbaikan. Hal tersebut juga menjadikan
proses pengeboran menjadi terhambat untuk
dilakukan. Dan pisau mesin yang digunakan
untuk melakukan pengahlusan lapisan
kurang tajam.
d. Pada saat pemotongan juga terjadi rework.
Pada tabel 4. diatas mengenai causal factor Pada saat proses pemotongan biasanya
defect (cacat produk) pada kegiatan produksi terdapat sisa bahan baku yang tidak sesuai
dapat dilihat bahwa sering terjadinya proses dengan ukuran potongan. Sisa bahan baku
pengerjaan ulang (rework) merupakan salah satu yang tidak sesuai tersebut dibawa ke
permasalahan utama yang dialami oleh pembuangan akhir dan sisa pemotongan
departemen produksi. Hal tersebut didapatkan yang tidak sesuai tersebut sudah tidak dapat
setelah melakukan diskusi dengan pihak dipakai kembali. Hal tersebut dikarenakan
perusahaan terkait waste utama yang terjadi. bahan baku yang rusak dan kelalaian
Permasalahan tersebut sering terjadi karena operator dalam melihat spesifikasi ukurang
beberapa faktor yang menyebabkan rework yaitu: yang harus dipotong. Karena kurang
a. Kedatangan bahan baku dari supplier yang memperhatikan hal tersebut, maka banyak
rusak. Tidak dilakukannya pemeriksaan terjadi sisa produk yang menjadikan defect
secara berkala sehingga bahan baku tersebut (cacat produk).
rusak. Hal tersebut mengakibatkan bahan
baku yang rusak tadi menjadi tidak bisa 3.6.2 Causal Factor Waiting
dipotong dengan sempurna. Dan perbaikan Selanjutnya akan dijelaskan mengenai
yang dilakukan yaitu adanya pemeriksaan causal factor waste kritis kedua yaitu waiting
awal secara berkala terhadap bahan baku waste. Tabel 5yaitu tabel causes yang
yang datang. mendeskripsikan permasalahan yang
menyangkut tentang waiting waste.

1163
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 2 NO. 6
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Tabel 5. Causal Factor Waiting dari penentuan alternatif solusi ini digunakan
untuk menentukan solusi yang terbaik yang bisa
dijadikan rekomendasi bagi PT. Gatra Mapan
Ngijo untuk mengurangi waste yang terjadi.
Solusi perbaikan yang diindikasikan juga
mencakup mengenai bagaimana melakukan
Pada permasalahan mengenai waiting penurunan biaya-biaya yang terjadi di PT. Gatra
(waktu tunggu), penyebab yang paling dominan Mapan Ngijo untuk mengurangi waste dan
untuk waiting (waktu tunggu) adalah material meningkatkan produktifitasnya.
trouble, setting machine, dan mesin berhenti. Pada tabel 6 dibawah ini dijabarkan
a. Material trouble yang menyebabkan waktu mengenai usulan perbaikan pada kegiatan
tunggu. Karena kurangnya pengawasan produksi dari hasil analisa root cause analysis
secara baik dan berkala terhadap bahan baku yang telah dilakukan sebelumnya. Dari usulan
yang diterima, maka mengindikasikan perbaikan yang ada nantinya akan dijabarkan
terdapat banyak bahan baku yang mengenai alternatif yang dapat digunakan untuk
kualitasnya tidak memenuhi standar. kegiatan proses produksi sebagai salah satu
Banyak bahan baku yang rusak dan solusi untuk menurunkan tingkat permasalahan
selanjutnya diproses, hal tersebut akan atau waste yang terjadi.
menjadi hambatan bagi bahan baku untuk
diproses karena proses produksi akan Tabel 6. Rekomendasi Perbaikan
menjadi tidak sempurna. Sering terjadinya
selip pada bahan baku karena adanya benda
asing yang ada di bahan baku menjadikan
mesin menjadi trouble. Karena mesin
trouble itulah, menjadikan mesin harus
diperbaiki dengan waktu yang cukup lama.
Dan tentu saja hal tersebut menghambat
bahan baku untuk diproses yang menjadikan
adanya waiting (waktu tunggu).
b. Penyebab yang kedua untuk waiting time
yang banyak terjadi adalah karena setting
machine. Karena pada saat mesin dilakukan
pengaturan (setting), kondisi mesin harus
mati yang artinya tidak terjadi aktivitas
produksi yang dilakukan oleh mesin,
sehingga menyebabkan terjadinya downtime 3.8 Future State Map
mesin. Ada dua penyebab mengapa mesin 3.8.1 Continous Flow
harus melakukan setting yaitu terjadinya Berdasarkan konsep lean, diusahakan
hambatan pada proses dan perlunya aliran nilai mengalir dalam satu aliran yang
dilakukan pergantian alat-alat mesin pada continuous. Oleh karena itu dalam future state
proses produksi. map ini diusulkan setiap workstation yang ada
dijadikan dalam satu aliran. Namun yang
3.7 Analisa Temuan dan Solusi Perbaikan dijadikan satu aliran pada kegiatan produksi di
Pada analisa temuan ini akan dideskripsikan PT. Gatra Mapan Ngijo adalah ketiga line dari
hasil dari deskripsi sebelumnya pada hasil tiga workstation di awal yaitu pemotongan,
analisa root cause analysis. Dari hasil analisa pembentukan body (radial), dan edging.
tersebut, selanjutnya dilihat dari segi penyebab Penerapan continuous flow ini pada ketiga
(causes) paling kritis dari setiap permasalahan workstation ini adalah dengan menambahkan
yang dialami. Hasil analisa tersebut adalah conveyor agar material bisa berjalan.
penentuan alternatif solusi dari masing-masing Penerapan continuous flow ini dapat
masalah atau waste yang terdapat pada causal menghilangkan WIP sebanyak 570 unit,
factor table. pengurangan cycle time sebesar 207,12 detik dari
Penentuan alternatif solusi ini dilihat dari 1.074,6 detik menjadi 867,48 detik. Jarak
seberapa kritis permasalahan ini muncul. Hasil transportasi juga berkurang sebanyak 17 m serta

1164
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 2 NO. 6
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

terjadinya penurunan inventory cost sebanyak Rp yang digabungkkan disini adalah proses
16.890. Selain itu penerapan dari continuous flow pembersihan. Alasan digabunggkannya
ini juga dapat menghemat lead time selama 8,63 workstation ini adalah supaya proses
hari. Hal tersebut dapat dicapai jika dengan pembersihan dapat segera dilakukan setelah
penerapan continuous flow yang memerlukan vacum, jadi tidak perlu ditumpuk dan dikerjakan
line balancing dan conveyor sebagai penghubung di tempat lain. Ketika hal ini nantinya diterapkan
antar workstation. di PT. Gatra Mapan Ngijo maka hasil yang dapat
dicapai yakni operator berkurang dari 4 orang
3.8.2 Pergantian Jadwal Pengiriman Bahan menjadi 2 orang. Proses handling material dari
Baku laminasi ke pembersihan dapat dihilangkan,
Untuk dapat menerapkan konsep lean, sehingga terjadi pengurangan inventory cost
maka perlu kerjasama dengan pihak supplier sebesar Rp 4.200,00. Dan jarak transportasi
agar pengiriman bahan baku ke gudang bahan berkurang sebanyak 5m. Selain itu penerapan
baku tidak lagi dilakukan perminggu dengan lead dari continuous flow ini juga dapat menghemat
time 6 hari yang mengakibatkan terjadinya lead time selama 4,24 hari.
penumpukan bahan baku di dalam gudang bahan
baku yang merupakan pemborosan karena 3.9 Analisis Perbandingan
membutuhkan pemeliharaan dan memakan Setelah membuat current cost integrated
tempat untuk menyimpannya. Untuk itu, value stream map dan future cost integrated
pengiriman bahan baku dilakukan secara satu value stream map dapat dilihat dan dianalisis
minggu dua kali. Dengan penerapan ini maka perbedaan yang tampak dari kedua peta tersebut.
terjadi pengurangan biaya inventory sebesar Rp Perbedaan tersebut dijelaskan dalam Tabel 7.
12.500,00.
Tabel 7. Analisis Perbandingan
3.8.3 Penggabungan Kerja
Penggabungan kerja antara line
penggosokan, vacum, laminasi, dan juga
pembersihan atau cleaning. Hal ini dilakukan
untuk melakukan efisiensi terhadap jumlah
operator. Dan juga berkaitan dengan efisiensi
kerja yang dijadikan di satu tempat tidak
terpisahdengan workstation lainnya. Workstation

4. Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Setelah dilakukan pengamatan pada proses
produksi di PT. Gatra Mapan Ngijo secara
keseluruhan waste yang diprioritaskan untuk
mendapat perhatian pada proses produksi
yaitu waste defect (cacat produk), waiting
(waktu tunggu), dan kreativitas karyawan
yang tidak dapat dimanfaatkan
(underutilizing people).
2. Perhitungan biaya dengan pendekatan cost
Gambar 2. Future State Map
integrated value stream mapping pada
proses produksi produk Dino Sideboard 2 D
lainnya yang berkaitan. Penggabungan kerja
3 DRW SN – WG di PT. Gatra Mapan
yang dilakukan disini berkenaan dengan adanya
Ngijo menghasilkan beberapa hasil sebagai
ketiga workstation awal yang saling terintegrasi
berikut (per unit produk):
satu sama lain. Penggabungan kerja ini
a. Production lead time berkurang dari
diharapkan mampu meminimasi biaya
31,05 hari menjadi 18,18 hari atau
transportasi dan juga biaya operator. Workstation
turun sebanyak 12,87 hari.

1165
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 2 NO. 6
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

b. Total cycle time berkurang dari 55,09 c. Pembuatan kartu laporan perbaikan
menit menjadi 49,95 menit atau turun dan pemeliharaan untuk setiap mesin
sebanyak 5,148 menit. di setiap workstation.
c. Total value added cost / production
cost berkurang dari Rp 186.896,78 Daftar Pustaka
menjadi Rp 162.896,78 atau turun Abuthakeer,S.S.,Mohanram, P.V. & Kumar,
sebanyak Rp 24.000,00. G.M. (2010). Activity Based Costing Value
d. Total non value added cost berkurang Stream Mapping. International Journal of Lean
dari Rp 938.103,22 menjadi Rp Thingking 1(2): 51-64
914.103,22 atau turun sebanyak Rp
24.000,00. Aisyah, Feni Siti. (2011). Penerapan Activity
e. Jarak tempuh berkurang dari 102 Based Costing (ABC System) Dalam Penentuan
meter menjadi 80 meter atau turun Harga Pokok Produksi (HPP). Studi Kasus Pada
sepanjang 22 meter. Perusahaan okok Djagung Prima Malang.
3. Faktor yang menyebabkan adanya waste Malang. Universitas Brawijaya.
yang terjadi pada proses produksi produk
Dino Sideboard 2 D 3 DRW SN – WG Akbar, Faisal. (2011). Perancangan Lean
beragam menurut jenis waste yang ada. manufacturing System dengan Pendekatan Cost
Waste defect yang banyak terjadi Integrated Value Stream Mapping Studi Kasus
disebabkan antara lain karena bahan baku Pada Industri Otomotif. Depok. Universitas
yang kurang berkualitas dan operator yang Indonesia.
kurang sadar akan pentingnya kualitas
produk. Waste waiting time juga banyak Ballard, G. and Howell, G. (1994). Implementing
terjadi antara lain karena bahan baku yang Lean Construction, Journal of Production and
tidak sesuai standar sehingga menyebabkan Inventory Management; pp. 37-48.
selip pada mesin sehingga mesin mati dan
membutuhkan waktu untuk perbaikan. Carter, William K dan Usry, Milton F. (2009).
4. Dari semua faktor yang menyebabkan waste Akuntansi Biaya. Diterjemahkan oleh Krista.
yang terjadi pada proses produksi produk Buku 1. Edisi Ketiga Belas. Jakarta. Salemba
Dino Sideboard 2 D 3 DRW SN – WG dan Empat.
juga berdasarkan hasil dari perhitungan
biaya yang ada sesuai dengan pendekatan Erlina. (2002). Fungsi dan Pengertian Akuntansi
cost integrated value stream mapping, maka Biaya. Digitized by USU Digital Library.
dapat diambil beberapa rekomendasi Diakses 25 April 2012.
perbaikan kepada PT. Gatra Mapan Ngijo.
Usulan rekomendasi perbaikan tersebut Fajar, Muhammad. (2012). Inteligent of The
antara lain yaitu: Dawn. http://leansystem.wordpress.com/tag/8-
a. Pengadaan perubahan pengiriman waste-lean-concept/.
bahan baku. Pengiriman bahan baku
dari pemasok dilakukan secara Fanani, Zaenal. (2011). Implementasi Lean
seminggu dua kali untuk Manufacturing Untuk Peningkatan Produktivitas
meminimalisir tingkat persediaan (Studi Kasus Pada PT. Ekamas Fortuna
bahan baku sehingga jumlah bahan Malang). Manajemen Industri. Magister
baku di gudang bahan baku berkurang Manajemen Teknologi. Surabaya. ITS.
dari 1000 pcs menjadi 500 pcs.
b. Continuous flow. Penerapan
continuous flow dilakukan pada Garrison, Ray H dan Norren, Eric. (2006).
ketiga line workstation awal yaitu Akuntansi Manajerial. Diterjemahkan oleh A.
pemotongan, radial, dan edging untuk Totok Budisantoso. Jakarta. Salemba Empat.
mengurangi tingkat persediaan WIP,
jarak tempuh, dan transportasi. Dan Gaspersz, Vincent. (2006). “Continous Cost
juga penggabungan kerja antara line Reduction Through Lean Sigma Approach”.
penggosokan, vacum, laminasi, dan Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
juga pembersihan atau cleaning. .

1166
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 2 NO. 6
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Liker, J. K. (2004). The Toyota Way. New York, Biaya. Edisi Keenam. Yogyakarta. UPP AMP
N. Y.:McGraw-Hill. YKPN.
Permatasari, Widyaningrum Indah. (2012).
Mogot, Epafras. (2013). Perancangan Lean Pendekatan Lean Thingking Dengan Metode
manufacturing Pada Kegiatan Loading di RCA Untuk Mengurangi Waste Pada
Terminal Petikemas Koja. Depok. Universitas Peningkatan Kualitas Produksi. Surabaya.
Indonesia. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas.

Mulyadi. (2003). Activity – Based Cost System: Wignjosoebroto, Sritomo. (2003). Ergonomi,
Sistem Informasi Biaya Untuk Pengurangan Studi Gerak, dan Waktu, Edisi Pertama, Cetakan
Ketiga. Surabaya: Guna Widya.

1167
JURNAL 3
(Pembuatan “Pipe Shelving” Sebagai Contoh
Produk Akhir Proses Manufaktur)
Prosiding SNATIF Ke -4 Tahun 2017 ISBN: 978-602-1180-50-1

PEMBUATAN “PIPE SHELVING” SEBAGAI CONTOH PRODUK AKHIR PROSES


MANUFAKTUR

Kevin Fikri Wicakso1


1
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar Indonesia
Jakarta, Kebayoran Baru 12110
Email: kevinwicakso@gmail.com

Abstrak
Perkembangan zaman semakin menuntut tingkat produktifitas semakin meningkat. Hal tersebut
diakibatkan dengan semakin beragamnya permintaan customer dan diimbangi oleh semakin
canggihnya teknologi, khusunya dibidang industri. Dengan adanya kepastian hal tersebut
dimasa yang akan datang Universitas Al-Azhar Indonesia terutama fakultas teknik industri
memiliki mata kuliah proses manufakur. Suatu produk dapat dibuat dengan berbagai cara, di
mana pemilihan cara pembuatannya tergantung pada jumlah produk yang dibuat akan
mempengaruhi pemilihan proses pembuatan sebelum produksi dijalankan.Hal ini berkaitan
dengan pertimbangan segi ekonomis.Praktikum proses manufakturini memiliki kendala dalam
menentukan produk apa yang ingin dibuat dengan ketersediaan peralatan yang sudah terseia
dikampus. Sehingga dibutuhkan pembuatan produk secara garis besar sehingga tidak terjadi
keterbengkalaian alat alat yang tersedia. Sehingga didapatkan berupa pembuatan produk yang
bernama pipe shelving. Pipe shelving sendiri memiliki tiga part utama yaitu flage lalu pipa
besi dan alas kayu.

Kata kunci : Aseembly Chart, Bill of Material, Opration Processing Chart, TOWS Matrix

1. PENDAHULUAN
Proses manufaktur merupakan suatu proses pembuatan benda kerja dari bahan baku sampai
barang jadi atau setengah jadi dengan atau tanpa proses tambahan. Suatu produk dapat dibuat
dengan berbagai cara, di mana pemilihan cara pembuatannya tergantung pada jumlah produk yang
dibuat akan mempengaruhi pemilihan proses pembuatan sebelum produksi dijalankan. Hal ini
berkaitan dengan pertimbangan segi ekonomis. Lalu,kualitas produk yang ditentukan oleh fungsi
dari komponen tersebut. Kualitas produk yang akan dibuat harus mempertimbangkan kemampuan
dari produksi yang tersedia.
Fasilitas produksi yang dimiliki yang dapat digunakan sebagai pertimbangan segi kualitas dan
kuantitas produksi yang akan dibuat.Penyeragaman terutama pada produk yang merupakan
komponen atau elemen umum dari suatu mesin, yaitu harus mempunyai sifat mampu tukarPada
dasarnya proses manufaktur benda kerja terutama yang berasal dari bahan logam dapat
dikelompokkan menjadi, proses pengecoran, proses pembentukan, proses pemotongan, proses
penyambungan, proses perlakuan fisik, dan proses pengerjaan akhir.
Sehingga produk yang ingin dibuat memiliki nilai ekonomi jika di jual dan dapat bermanfaat bagi
kemudahan dalam kegiatan sehari hari. Selain itu juga dapat menyalurkan kreatifitas para
mahasiswa yang mengambil praktikum proses manufaktur. Lalu terbuatlah sebuah ide dengan
membuat produk yang bernama Pipe Shelving. Produk tersebut memiliki manfaat serupa seperti
ambalan atau rak dinding, tetapi memiliki design yang lebih bergaya industrialis.

2. METODOLOGI

Fakultas Teknik – Universitas Muria Kudus


719
Prosiding SNATIF Ke -4 Tahun 2017 ISBN: 978-602-1180-50-1

Gambar 1. Metodologi Penelitian

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. TWOS Matrix
Berdasarkan TWOS Matrix yang telah dibuat, Maka dapat ditarik kesimpulan dari strategi
strategi tersebut adalah, pembuatan sebuah produk akhir prosman yang terintegrasi dengan modul
yang sudah ditetapkan dan alat alat yang tersedia dilab prosman, tetapi dengan biaya matrial yang
terjangkau untuk menciptakan sebuah produk yang berkualitas dan memiliki inovasi dari produk
produk sebelumnya.

Fakultas Teknik – Universitas Muria Kudus


720
Prosiding SNATIF Ke -4 Tahun 2017 ISBN: 978-602-1180-50-1

Tabel 1. TWOS Matrix

3.2. Pipe Shelving


Setelah dilakukan metode SWOT Matrix, maka mendapatkan sebuat gagasan dengan
menampung semua strategi tersebut dengan membuat sebuat produk yang bernama Pipe shelving.
Pipe shelving sendiri dibuat sebagai tempat meletakan barang barang berupa matrial ataupun
apapun yang masin digunakan. Tetapi letaknya ini berada di tembok,sehingga dapat menghemat
ruang yang sudah berada dilanti.

3.3. Bill Of Matrial


Dalam membuat Pipe Shelving sendiri memiliki tiga part utama yaitu bagian flage
menggunakan matrial besi, bagian pipa yang menggunakan matrial besi dengan tambahan
connector sebagai penghubung, dan yang terakhir yaitu alas kayu sebagai alat atau tempat untuk
meletakan barang jika semua part sudah tersusun ditembok.

Tabel 2. Bill Of Matrial


Part Jumlah Unit Bahan Keterangan
Keterangan
Number Satuam Dasar
Pipe Shelving
A100 Flange 6 Pcs Besi
Screw in
1100 24 Unit Besi
Drywall Anchor
1200 Cat Besi 1 Kaleng Cat
B100 Bagian Pipa 1 Unit Besi
1300 Connector 6 Pcs Besi
1400 Cat Besi 1 Kaleng Cat
C100 Alas Kayu 2 Pcs Kayu
1500 Cat Kayu 1 Kaleng Cat

3.4. Lembar Rencana Proses


Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan beragam alat utama mulai dari
penggunaan mesin drill sebagai pembuat flange, lalu gerinda yang dapat digunakan untuk
memotong besi dan penghalus,lalu mesin bubut yang digunakan untuk membuat ulir dipipa yang
disambung ke connector,lalu ada juga mesin las yang digunakan untuk menyatukan pipa ke flage,
dan mesin drill yang digunakan untuk membuat lubang pada permukaan kayu. dan alat alat bantu
lainnya seperti meteran,spidol dan martil. Selain itu reliabiliatas mesin yang digunakan juga cukup
tinggi sebesar < 90% dan menghasilkan scrap yang cukup rendah yaitu sebesar >1%.

Fakultas Teknik – Universitas Muria Kudus


721
Prosiding SNATIF Ke -4 Tahun 2017 ISBN: 978-602-1180-50-1

3.5. Assembly Chart


Assembly Chart dari pembuatan Pipe Selving memiliki 3 part utama yaitu flange yang
membutuhkan Scrwin Drywall Anchor dan cat, lalu part selanjutnya yaitu bagian batan yang
terbuat dari pipa besi yang membutuhkan connector sebagai penghubung antar pipa tersebut dab
cat sebagai pewarna, dan yang terakhir yaitu alas kayu sebagai tempat meletakan barang jika sudah
tersusun dengan rapih yang membutuhkan cat sebagai pewarna.
Opration Processing Chart
Pada Opration Processing Chart dari pembuatan Pipe Shelving dapat dilihat langkah langkah
dari pembuatan Pipe Shelving tersebut. Mulai dari bagian flage yang harus dilubangi terlebih
dahulu untuk dapat disambungkan kebagian pipa besi lalu antar pipa besi juga harus disambungan
dengan connector dan yang terakhir diletakan menggunakan alas kayu jika sudah tersusun dengan
baik maka dapat dilakukan pemasangan didinding dengan scrwin drywall anchor.

Fakultas Teknik – Universitas Muria Kudus


722
Prosiding SNATIF Ke -4 Tahun 2017 ISBN: 978-602-1180-50-1

Gambar 2. Opration Processing Chart Pipe Shelving

Fakultas Teknik – Universitas Muria Kudus


723
Prosiding SNATIF Ke -4 Tahun 2017 ISBN: 978-602-1180-50-1

4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian mengenai produk apa yang dibuat yang berhubungan dengan modul
serta alat alat yang tersedia di lab prosman, maka dibuatlah lah metode SOWT matrix yang dapat
memberikan sebuh kesimpulan mengenai apa yang akan dibuat.Maka dibuat contoh produk pipe
shleving yang sudah mencakup seluhur alat alat yang tersedia dilab proses manufaktu. Mulai dari
penggunaan mesin drill sebagai pembuat flange, lalu gerinda yang dapat digunakan untuk
memotong besi dan penghalus,lalu mesin bubut yang digunakan untuk membuat ulir dipipa yang
disambung ke connector,lalu ada juga mesin las yang digunakan untuk menyatukan pipa ke flage,
dan mesin drill yang digunakan untuk membuat lubang pada permukaan kayu.

DAFTAR PUSTAKA
Jogiyanto, 2005, Sistem Informasi Strategik untuk Keunggulan Kompetitif, Penerbit Andi Offset,
Yogyakarta.
Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Sutalaksana, Iftikar Z. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Institut Teknologi Bandung:
Bandung
Tim Asisten Praktikum PROSMAN. Modul Praktikum Proses Manufaktur. 2017. Jakarta.
Laboratorium Teknik Industri Universitas Al Azhar Indonesia.

Fakultas Teknik – Universitas Muria Kudus


724
JURNAL 4
(Model Integrasi Design dan Proses Manufaktur
Pada Perakitan Produk Multi Pemasok)
VOLUME 3 No. 1, 22 Desember 2013 Halaman 1-80

MODEL INTEGRASI DESIGN DAN PROSES MANUFAKTUR


PADA PERAKITAN PRODUK MULTI-PEMASOK

Budi Susanto, MK Herliansyah, dan Alva Edy Tontowi


Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
Email: Susantobudi1810@ymail.com

ABSTRACT
In Product design process, aspects related to the manufacturing process and supply chain should be considered. The
design is produced not only satisfy for consumers needs but it fulfilled the constraints related to manufacturing
and supply chain aspects. This research aims to make a model to determine the cheapest product design from both
of manufacturing process and supply chain. This research uses binary programming as an approach. The cost
aspects used in this research are component’s manufacturing cost, supplier fixed contact cost, assembly operation
cost and quality improvement cost. The result of research, a physical product design with the lowest total cost by
combining components from several designs and adding the value constraint on the quality specification.

Keywords: Process Selection, Supplier Fixed Contact Cost and Quality Improvement Cost.

ABSTRAK
Pada proses perancangan produk, aspek-aspek yang terkait dengan proses manufaktur dan rantai
pasok harus dipertimbangkan. Rancangan yang dihasilkan bukanhanya dapat memenuhi kebutuhan
konsumen namun juga memenuhi batasan-batasan yang terkait dengan aspek manufaktur dan
rantai pasok. Model pemilihan rancangan produk pada penelitian ini bertujuan untuk memilih satu
rancangan komponen pada setiap set alternatif rancangan yang dimiliki oleh tiap-tiap komponen
sehingga menghasilkan sebuah rancangan produk yang biaya manufakturnya paling murah. Metode
pemecahan masalah yang digunakan pada penelitianini adalah binary integer linear programming. Model
dapat bekerja untuk memilih komponen dengan kriteria performansi biaya manufaktur/pembelian,
biaya pelibatan pemasok/subkontraktor, biaya perakitan, dan biaya kerugian kualitas. Solusi yang
dihasilkan model berupa sebuah rancangan produk dengan kombinasi rancangan komponen dan
kombinasi pemasok/subkontraktor yang memberikan biaya total terendah.

Kata Kunci: Pemilihan Rancangan Produk, Biaya Pelibatan Pemasok, Biaya Kualitas

25
| VOL 3, NO. 1, DESEMBER 2013 ; 25-37

PENGANTAR yang dikembangkan penelitian ini bertujuan


Concurrent engineering (CE) atau untuk memilih sebuah konfigurasi yang
Rekayasa Simultan merupakan suatu terdiri atas rancangan produk, urutan proses
pendekatan sistematis yang diterapkan perakitan dan rancangan sistem rantai
pada proses perancangan produk dengan pasok dari sejumlah alternatif konfigurasi
cara mengintegrasikan berbagai aspek yang yang tersedia. Model yang dihasilkan Fine,
berperan dalam siklus hidup produk seperti et.al (2005) belum dapat menghasilkan
aspek manufaktur, rantai pasok, kualitas. sebuah konsep rancangan fisik produk baru
Pendekatan CE juga mempertimbangkan melainkan hanya memilih dari sejumlah
pada proses eliminasi terhadap kegiatan- alternatif rancangan yang tersedia dan
kegiatan yang bersifat non-added value. belum memperhitungkan penentuan nilai
Concurrent engineering (CE) adalah sebuah toleransi kualitas rancangan produk. Oleh
gagasan yang ditujukan untuk menutup karena itu, perlu dilakukan penelitian
kelemahan pada konsep serial dari proses yang menjembatani gap antara penelitian
perancangan (Gunasekaran,1998). Konsep CE perancangan proses (design process) dengan
memungkinkan keputusan yang berkaitan penelitian perbaikan kualitas yang meng­
dengan perancangan produk dan proses hasilkan model pemilihan komponen produk
produksi sedapat mungkin dibuat secara paralel sehingga dihasilkan sebuah rancangan
dan pertimbangan-pertimbangan produksi produk baru yang biaya manufakturnya
dapat diakomodasikan ke dalam tahapan murah juga mempertimbangkan faktor
awal pada proses desain (Fine,et.al. 2005). kontinuitas pasokan komponen dengan
Penerapan dari konsep CE dilaporkan mampu cara memberikan nilai bobot pada biaya
menurunkan 30-60% waktu untuk penetrasi manufaktur komponen (Rizkianda, 2009).
pasar, 15-50% biaya siklus hidup produk dan
55-95% permintaan untuk perubahan teknis Pengembangan Model
(Bopana dan Chon Huat, 1997). Penelitian awal Model Konseptual
yang terkait dengan konsep 3D-CE dilakukan Model umum pada penelitian ini adalah
oleh Feng,et al. (2001). model biaya produksi. Parameter biaya
Menurut Feng,et.al (2001) dalam yang digunakan pada penelitian ini adalah
penelitiannya bahwa mengembangkan biaya manufaktur (Rizkianda, 2009), biaya
sebuah model untuk menentukan toleransi pelibatan pemasok (Fine, et.al 2005), biaya
dari dimensi-dimensi yang terdapat pada perakitan komponen dan biaya kualitas
rancangan produk dengan multi komponen. (Irianto dan Rachmat, 2008). Susunan struktur
Tidak hanya itu, pada model Feng,et.al (2001) rancangan produk dibuat berdasarkan
juga mampu menentukan subkontraktor yang bentuk arsitektur produk. Pada langkah ini
akan dilibatkan dalam pembuatan produk dilakukan proses identifikasi komponen-
berdasarkan biaya manufaktur dan biaya komponen dasar produk dan dibuatkan
kerugian kualitas. Akan tetapi, model Feng,et skema yang menjelaskan hubungan keter­
al.(2001) belum mampu memilih rancangan kaitan antar komponen. Skema hubungan
komponen yang memberikan biaya termurah. keterkaitan antar-komponen merupakan
Sedangkan Fine, et.al (2005) dalam representasi proses perakitan. Representasi
penelitiannya membangun sebuah model proses perakitan berisi informasi karakteristik
untuk pemilihan rancangan produk. Pada dari sebuah rencana perakitan. Akan
penelitian yang telah dilakukan oleh Fine,et. tetapi, sebelum karakteristik rencana
al(2005) diusulkan sebuah pendekatan untuk perakitan dianalisis, maka informasi produk
mengevaluasi berbagai tradeoff yang terjadi dikumpulkan terlebih dahulu. Informasi
pada proses pengembangan produk.Model produk dapat disajikan dalam bentuk grafik

26
BUDI SUSANTO, MK HERLIANSYAH, ALVA EDY TONTOWI E MODEL INTEGRASI DESIGN DAN
PROSES MANUFAKTUR PADA PERAKITAN PRODUK MULTI PEMASOK

yang berisi penjelasan tingkatan sebuah Urutan proses merakit produk yang
produk dari yang paling rendah, yaitu diperoleh dari pengambaran skema produk
komponen sampai tingkat tertinggi produk dijadikan input untuk perhitungan pada
akhir. Contoh informasi komponen dan sub- model. Penentuan urutan perakitan dibuat
rakitan dari sebuah produk diperlihatkan berdasarkan hubungan keterkaitan dan
pada Gambar 1. hubungan keutamaan antar-komponen
Produk dalam produk bukan berdasarkan urutan
perakitan yang memberikan nilai biaya
termurah atau waktu terpendek. Dengan
Sub-Rakitan 1 Sub-Rakitan 2 demikian, ilustrasi struktur rancangan
produk contoh pada Gambar 2.

K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8
Gambar 1. InformasiKomponendan sub-
rakitansebuahproduk

Pada sistem perakitan, input tidak


hanya berupa komponen atau sub-rakitan,
tetapidapat berupa gabungan keduanya
(Marian, 2003). Setelah informasi produk
telah disusun, maka karakteristik rencana
perakitan diidentifikasi untuk menghasilkan
representasi perakitan. Representasi Gambar 2.Ilustrasi struktur rancangan produk
perakitan terdiri dari penentuan karakteristik contoh
rencana perakitan, pencarian informasi
mengenai gambaran komponen, dan Ilustrasi struktur rancangan produk
operasi perakitannya (Informasi mengenai contoh pada Gambar 2, dapat terlihat
hubungan keutamaan antar-komponen). beberapa alternatif rancangan produk yang
Keluaran dari tahap representasi perakitan dapat dihasilkan. Gambar 2 menunjukan
ini merupakan input untuk tahap selanjutnya bahwa produk contoh memiliki proses
(tahap penentuan urutan perakitan) dari rakitan sejumlah R, pada setiap proses
perencanaan perakitan. perakitan r terdapat alternatif proses u
Liason graph berisi informasi hubungan sejumlah U. Jumlah komponen pada produk
keterkaitan antar-komponen yang disajikan dinyatakan dengan indeks I sedangankan
dalam bentuk grafik. Garis yang meng­ jumlah alternatif rancangan komponen
hubungkan dua komponen menunjukan produk dinyatakan dengan indeks J.
bahwa kedua part tersebut berhubungan.
Incidence Matrix memberikan informasi yang Indeks
sama dengan Liason graph, tetapi disajikan i : komponen, i = (1, 2, ... , I)
dalam bentuk matrik. Angka 1 menunjukan j : alternatif rancangan, j = (1, 2, ... , J)
adanya hubungan antar-komponen sedang­ s : pemasok/pabrik manufaktur, s = (0,
kan angka 0 menunjukan tidak ada hubungan 1, 2, ... , S)
antar-komponen. Sedangkan Assembly r : proses/kegiatan perakitan komponen,
Precedence Diagram (APD) adalah skema yang r = (1, 2, 3, ... , R)
digunakan untuk menunjukan hubungan u : alternatif proses/kegiatan perakitan
keutamaan antar-proses perakitan. komponen, u = (1, 2, 3, ... , U)

27
| VOL 3, NO. 1, DESEMBER 2013 ; 25-37

Parameter ini sudah termasuk biaya transportasi dari


bpijs : biaya produksi komponen i rancangan pemasok/pabrik manufaktur ke perusahaan,
ke-j yang ditanggung pemasok/ biaya material serta biaya produksi, dan
pabrik manufaktur s. keuntungan pemasok/pabrik manufaktur.
Pis : biaya yang berkaitan dengan upaya I J S
M(xijs)=i=1 j=1 s=0 wpijs xijs (1)
pelibatan pemasok/pabrik manufaktur
s dalam pengadaan komponen i (Fine, Dari Persamaaan (1), terlihat bahwa
et.al 2005). biaya manufaktur/pembelian komponen
Pijs(t0) : biaya manufaktur/harga komponen i merupakan perkalian antara biaya berbobot
rancangan ke-j pada pemasok/pabrik manufaktur/pembelian komponen i
manufaktur s pada saat t0. rancangan ke-j pada pabrik manufaktur/
Pijs(t) : biaya manufaktur/harga komponeni pemasok s dengan variabel biner yang
rancangan ke-j pada pemasok/pabrik mewakilinya. Untuk mempertimbangkan
manufaktur s pada saat sekarang. aspek kontinuitas pasokan khususnya
Prju : biaya proses perakitan r rancangan untuk komponen-komponen yang dibeli
komponen ke-j pada alternatif proses u. dari pemasok (bukan dibuat in-house atau
Tkijs : prediksi lama kontinuitas pasokan dipesan khusus kepada subkontraktor) maka
komponen i rancangan ke-j dari dalam menentukan nilai Wpijs diberikan nilai
pemasok s bobot yang mencerminkan aspek kontinuitas
Tp : rencana masa produksi yang ditetapkan (Rizkianda, 2009). Nilai bobot yang diberikan
oleh perusahaan merupakan perbandingan antara rencana
Wpijs : biaya berbobot untuk proses masa produksi (Tp) dengan prediksi sisa
manufaktur/pembelian komponen i waktu sebelum komponen i rancangan ke-j
rancangan ke-j pada pemasok/pabrik dihentikan produksinya oleh pemasok/
manufaktur s. (Rizkianda, 2009) pabrik manufaktur s (Tkijs). Sehingga nilai pijs
QLijs : biaya kualitas (Irianto dan Rahmat, 2009) dihasilkan melalui Persamaan (2):
Tp
Variabel p (t); Tp > Tkijs
Tkijs ijs
xijs : variabel biner yang mewakili komponen wpijs = (2)
i rancangan ke-j dari pemasok/pabrik pijs (t); Tp < Tkijs
manufaktur s.
yis : variabel biner yang mewakili keterlibatan Biaya pelibatan pemasok/pabrik
pemasok/pabrik manufaktur s dalam manufaktur sub-kontraktor F(yis) adalah
pengadaan komponen i. biaya yang dikeluarkan untuk melibatkan
arju : variabel biner yang mewakili proses pemasok/pabrik manufaktur subkontraktor
perakitan r rancangan komponen ke-j s ke dalam sistem manufaktur. Model pada
dengan pilihan alternatif ke-u. penelitian ini biaya pelibatan pemasok/
pabrik manufaktur subkontraktor dibedakan
Model Dasar dan Fungsi Tujuan berdasarkan komponen sehingga dinotasikan
Fungsi tujuan dari model adalah sebagai Pis. Sehingga nilai F(yis) dapat ditulis
minimasi biaya produksi total yaitu biaya seperti dalam Persamaan (3):
manufaktur, biaya pelibatan pemasok, biaya I S
F(yis)= pis yis (3)
perakitan, dan biaya kualitas. i=1 s=0

Biaya manufaktur/pembelian komponen Dari persamaaan (3), dapat diketahui


M(xijs) merupakan biaya yang diperlukan untuk bahwa nilai F(yis) merupakan perkalian dari
membuat/membeli komponen dari pemasok biaya pelibatan pemasok/sub-kontraktor
atau pabrik manufaktur. Jadi dalam biaya s untuk pengadaan komponen i dengan

28
BUDI SUSANTO, MK HERLIANSYAH, ALVA EDY TONTOWI E MODEL INTEGRASI DESIGN DAN
PROSES MANUFAKTUR PADA PERAKITAN PRODUK MULTI PEMASOK

variabel biner yang mewakilinya. Variabel ongkos yang minimum. Kedua, Parameter
biner tersebut mewakili terpilihnya biaya yang digunakan penelitian ini adalah biaya
pelibatan pemasok/sub-kontraktor s dalam manufaktur komponen, biaya pelibatan
pengadaan komponen i seiring terpilihnya pemasok/subkontraktor, biaya operasi
pemasok/sub-kontraktor s pada pemilihan perakitan komponen, biaya kualitas. Ketiga,
rancangan komponen. Toleransi yang diperhitungkan adalah
Biaya perakitan komponen merupakan toleransi dimensi yang bersifat bilateral,
biaya langsung (direct cost) yang ditanggung yaitu besarnya toleransi pada dua sisi bernilai
perusahan untuk merakit komponen menjadi sama. Keempat, Sifat karakteristik kualitas
produk jadi. Model ini biaya perakitan adalah nominal is the best, yaitu nilai target
dinotasikan sebagai R(arju). karaktersitik kualitas yang terbaik tepat
R J U berada di tengah dan nilai sesungguhnya
R(arju)= r=1 j=0 u=0 prju arju (4) berkurang ke arah dua sisi secara kuadratik.
Fungsi pembatas yang digunakan pada
Dari Persamaan (4), diketahui bahwa model ini antara lain:
biaya perakitan produk merupakan jumlah 1. Fungsi pembatas untuk memastikan
biaya proses perakitan komponen. Variabel hanya ada satu rancangan komponen
arju merupakan variabel keputusan yang yang terpilih:
mewakili proses perakitan r rancangan ke-j J S

alternatif ke-u. Indeks r mewakili urutan j=1 s=1


xijs=0, ∀i, xijs = {0} (7)
proses perakitan dan indeks u mewakili 2. Fungsi pembatas untuk memastikan
alternatif proses pada tiap tahapan perakitan. bahwa tiap-tiap komponen dipasok
Ongkos kerugian kualitas yang dipilih oleh satu pemasok/pabrik manufaktur
adalah ongkos yang paling minimum di sub-kontraktor:
antara alternatif yang ada pada setiap S
komponen ke-i dari setiap alternatif proses yis=1, ∀i, yis = {0,1} (8)
s=0
ke-j pada pemasok ke-s. Pemilihan dilakukan 3. Fungsi pembatas untuk memastikan
dengan memasukkan variabel keputusan xijs bahwa hanya satu alternatif proses yang
pada fungsi ongkos kerugian kualitas pada terpilih pada tiap-tiap tahapan proses
Persamaan (5): perakitan:
2 U
∂y I tijs 2 J S
arju =1, ∀r, ∀j, arju = {0,1} (9)
QLijs = AP i=1 j=1 s=0 .xijs (5)
∂x1 πx1 3 u=1

Sehingga rumusan fungsi tujuan dapat 4. Fungsi pembatas untuk memastikan


diringkas sebagai berikut: bahwa hanya ada satu pemasok/pabrik
I J S I S manufaktur/sub-kontraktor yang akan
Min TC= i=1 j=1 s=0 wpijs xijs + i=1 s=0 pis yis memasokt iap-tiap rancangan komponen:
2
∂y
2
R J U I J S tijs S S
+r=1 j=0 u=0 prju arju + AP i=1 j=1 s=0 ∂x1 πx1 3 .xijs (6)
s=0
xijs-s=0 yis=0, ∀i, ∀j, xijs
= {0,1},yis= {0,1} (10)
Kendala 5. Fungsi pembatas untuk memastikan
Untuk lebih memfokuskan penelitian proses logika urutan perakitan sesuai
ini, maka diambil sejumlah batasan masalah dengan alternatif proses yang dipilih:
R U R-1 J
sebagai berikut: pertama, Penelitian dilakukan arju- r=1 j=1 arju=0, arju={0,1} ∀u, ∀j (11)
dalam lingkup perancangan proses (process
r=2 u=1

design), yaitu menentukan proses manufaktur 6. Fungsi pembatas untuk memastikan


yang dapat membuat produk dalam batas- proses perakitan akan merakit
batas toleransi yang ditentukan pada komponen yang terpilih:

29
| VOL 3, NO. 1, DESEMBER 2013 ; 25-37

I J S
xijs-
R J U
arju=0, xijs={0,1}arju (12) menjalankan model matematis yang telah
i=1 j=1 s=0 r=1 j=1 u=1 dilakukan. Untuk mendapatkan hasil optimal
I J S
xijs-
R J U
arju=0, xijs={0,1}arju (13) dari model persamaan matematis berupa
i=2 j=1 s=0 r=1 j=1 u=1 persamaan algoritma diinputkan ke dalam
7. Pembatas spesifikasi kualitas suatu sistem perangkat lunak (software)
Nilai toleransi kualitas produk akhir Lindo 6.1. Parameter-parameter input yang
dari skenario rancangan proses, dengan dipergunakan pada model matematis ini
memperhatikan Cp = 1 diperoleh adalah data komponen, data alternatif
persamaan sebagai berikut: rancangan dari tiap-tiap komponen, dan data
N M
∂y
2
tij 2 alternatif pemasok termasuk unit produksi
σy 2
.x (14) sendiri, data biaya pelibatan pemasok untuk
i=2 j=1 ∂x1 πx1
3 ij
pengadaan komponen, data biaya perakitan
∂y
untuk tiap-tiap tahapan proses perakitan,
Turunan parsial ∂x1 πx1 pada Persamaan data spesifikasi toleransi setiap rancangan
(14), menunjukkan sensitivitas karakteristik proses.
kualitas produk akhir (Y) terhadap Pada penelitian ini, eksekusi model
karakteristik kualitas individu yang dilakukan dengan studi kasus terhadap
dihasilkanpadasetiap tahapan proses ke-i produk contoh berupa produk Universal Serial
(Xi). Nilai turunan parsial tersebut dapat Bus (USB) flashdisk (Rizkianda, 2009). Proses
diperoleh dengan memasukkan nilai nominal analisis dilakukan dengan mengubah-ubah
target kualitas masing tahapan proses ke-i parameter yang digunakan pada produk
(txi). Hasil turunan parsial ini akan bernilai tersebut untuk mengetahui sejauhmana
konstan pada produk yang mempunyai perubahan parameter akan mempengaruhi
rantai toleransi linier dan tidak konstan keputusan yang dihasilkan oleh model.
pada produk dengan rantai toleransi non- Produk ini memiliki 6 buah komponen dan
linier.Jika variansi y = maka toleransi ty pada tiap-tiap komponen memiliki 3 alternatif
= y.3, sehingga Persamaan (14) dapat ditulis rancangan. Tiap-tiap komponen memiliki 4
menjadi Persamaan (15) sebagai berikut: alternatif pemasok/sub-kontraktor termasuk
unit produksi sendiri. Produk USB flashdisk
2

ty 2
N M
∂y tij 2
.x (15)
i=2 j=1 ∂x1 πx1
3 ij ini memiliki 5 tahapan proses perakitan
dan karena tiap-tiap rancangan komponen
Kualitas produk akhir dapat dikatakan memiliki 3 alternatif rancangan, maka pada
memenuhi spesifikasi kualitas pesanan jika tiap-tiap tahapan proses perakitan memiliki
nilai toleransi kualitas produk akhir ty lebih 9 alternatif proses.
kecil dari nilai toleransi kualitas produk
pesanan td atau ty≤ tdatau ty2 ≤ td2. Kondisi Tabel 1 Komponen USB Flashdisk
ini menjadi fungsi pembatas dalam model Nama Nama
optimasi. Pembatas toleransi kualitas dapat i j i j
Komponen Komponen
dituliskan menjadi persamaan sebagai berikut: 1 USB Jack 1 Memory 2GB
2 1 2 dummy 4 2 Memory 4GB
∂y
2
I J S tijs 2 3 dummy 3 Memory 8GB
i=1 j=1 s=0 τ
∂x1 x1 3 .xijs<(td) (16) 1 Circuit Board 1 Casing A
2 2 dummy 5 2 Casing B
3 dummy 3 Casing C
PEMBAHASAN 1 Controller 1 Tutup A
Parameter Input 3 2 dummy 6 2 Tutup B
Parameter input yang digunakan 3 dummy 3 Tutup C
pada penelitian ini dipergunakan untuk

30
BUDI SUSANTO, MK HERLIANSYAH, ALVA EDY TONTOWI E MODEL INTEGRASI DESIGN DAN
PROSES MANUFAKTUR PADA PERAKITAN PRODUK MULTI PEMASOK

Dari Tabel 1, diketahui bahwa 5, dan 6 masing-masing memiliki 3 alternatif


komponen 1, 2, dan 3 hanya memiliki sebuah rancangan sehingga pada ketiga komponen
alternatif rancangan karena menggunakan inilah tergantung bentuk rancangan dan
komponen standar. Guna mempermudah spesifikasi produk yang akan dihasilkan.
perhitungan ketiga komponen tersebut Hubungan keterkaitan antar-komponen
“dianggap” juga memiliki 3 alternatif dalam produk USB flashdisk digambarkan
rancangan,tetapi ketiga alternatif rancangan dengan menggunakan Liaison Graph seperti
“dummy” tersebut akan memiliki parameter pada Gambar 1.
biaya yang sama. Sementara itu komponen 4,

USB JACK PCB CONTROLER MEMORY CASING TUTUP

Gambar 1.Liaison Graph produk USB flashdisk

Urutan proses perakitan komponen- Chip, Circuit Board-Casing, Casing-Tutup) dan


komponen pada produk USB flashdisk alternatif 2 adalah (USB Jack-Circuit, Circuit
dibuat berdasarkan hubungan keutamaan Board-Memory Chip, Circuit Board-Controller
antar-komponen. Untuk menggambarkan Chip, Circuit Board-Casing, Casing-Tutup).
hubungan keutamaan antar-komponen Urutan perakitan yang akan digunakan
produk digunakan skema Assembly Precedence sebagai input pada model ditentukan secara
Diagram (APD). Skema APD produk USB acak berdasarkan alternatif urutan perakitan
flashdisk disajikan pada Gambar 2. yang layak. Pada kasus ini urutan perakitan
USB JACK yang digunakan adalah alternatif 1.
Data yang digunakan pada contoh kasus
PCB produk USB flashdisk ini merupakan data
hipotetik (Rizkianda, 2009). Data mengenai
CASING CONTROLER MEMORY parameter harga komponen disajikan pada
DEVICE Tabel 2. Tabel 2berisi data parameter harga
komponen-komponen yang digunakan
TUTUP
pada produk USB flashdisk untuk tiap-tiap
Gambar 2. Skema APD produk USB flashdisk rancangan pada masing-masing pemasok
atau pabrik manufaktur sub-kontraktor.
Berdasarkan skema APD seperti pada Data yang digunakan pada setiap komponen
Gambar 2, produk USB flasdisk memiliki adalah Pijs (t0) yaitu harga komponen pada
dua urutan perakitan yang layak. Alternatif waktu t0, Pijs (t) yaitu harga komponen pada
1 adalah (USB Jack-Circuit Board, Circuit waktu t. Sedangkan Δt merupakan lama
Board-Controller Chip, Circuit Board-Memory periode waktu antara t0 sampai t(Δt = t - t0).

31
| VOL 3, NO. 1, DESEMBER 2013 ; 25-37

Tabel 2 harga komponen flashdisk (Rizkianda, 2009)

biaya produksi biaya


Komponen Rancangan Pemasok material proses Transportasi Profit Pijs(t) Pijs(t0) ?t
1 0 M M M M M M 3
1 1442,1 4326,1 1442,1 15481,5 24133,6 18131,9 3
2 1399,8 4199,3 1399,8 15027,7 23426,2 17600,4 3
USB HEAD 3 1433,6 4300,7 1433,6 15390,8 23992,1 18025,6 3
1 0 M M M M M M 3
1 1031,5 3094,3 1031,5 16786,9 22975,4 17261,8 3
2 1001,2 3003,6 1001,2 16294,9 22302 16755,8 3
PCB 3 1025,4 3076,1 1025,4 16688,5 22840,7 17160,6 3
1 0 M M M M M M 3
1 1541,7 4624,9 1541,7 16633,6 25883,3 19446,5 3
2 1496,5 4489,3 1496,5 16146,1 25124,6 18876,5 3
Controller 3 1532,6 4597,8 1532,6 16536,1 25731,6 19332,5 3
2 GB 0 M M M M M M 1
1 7145,8 21437,3 7145,8 15465,1 58339,5 167609 1,3
2 7145,8 21437,3 7145,8 13755,1 56629,5 162697 1,3
3 7145,8 21437,3 7145,8 15123,1 57997,5 166627 1,3
4 GB 0 M M M M M M 1
1 7145,8 21437,3 7145,8 65870,4 108745 194001 1
2 7145,8 21437,3 7145,8 62682,9 105557 188314 1
3 7145,8 21437,3 7145,8 65232,9 108107 192863 1
8 GB 0 M M M M M M 1
1 7145,8 21437,3 7145,8 124963 167837 227755 0,8
2 7145,8 21437,3 7145,8 120043 162917 221079 0,8
Memory 3 7145,8 21437,3 7145,8 123979 166853 226420 0,8
A 0 89,7 269 89,7 966,4 1504,41 1304 1,5
1 75,4 226,1 75,4 812,3 1264,44 1096 1,5
2 95,4 286 95,4 1027,2 1599,01 1386 1,5
3 79,1 237,3 79,1 852,3 1326,74 1450 1,5
B 0 83 249 83 894,6 1392,5 1207 1,5
1 76,2 228,4 76,2 820,4 1277,13 1107 1,5
2 89 266,8 89 958,2 1491,72 1293 1,5
3 89,8 269,2 89,8 967,2 1505,57 1305 1,5
C 0 85,2 255,4 85,2 917,5 1428,27 1238 1,5
1 99,8 299,4 99,8 1075,4 1674 1451 1,5
2 102,3 306,8 102,3 1102,1 1715,54 1487 1,5
Casing 3 93,8 281,4 93,8 1010,1 1573,63 1364 1,5
A 0 78,9 236,7 78,9 850,1 1323,28 1147 1,5
1 83,7 251,1 83,7 902 1404,04 1217 1,5
2 94 282 94 1013,2 1577,09 1367 1,5
3 80,5 241,4 80,5 867,1 1349,82 1170 1,5
B 0 91,2 273,4 91,2 982 1528,64 1325 1,5
1 94,1 282,2 94,1 1013,9 1578,25 1368 1,5
2 99,1 297,3 99,1 1068 1662,47 1441 1,5
3 80,2 240,4 80,2 863,4 1344,05 1165 1,5
C 0 80,8 242,4 80,8 870,9 1355,59 1175 1,5
1 96,5 289,5 96,5 1039,8 1618,63 1403 1,5
2 91,4 274,2 91,4 985 1533,25 1329 1,5
Cap 3 79,5 238,5 79,5 856,8 1333,67 1156 1,5
sumber : www.kingston.com

32
BUDI SUSANTO, MK HERLIANSYAH, ALVA EDY TONTOWI E MODEL INTEGRASI DESIGN DAN
PROSES MANUFAKTUR PADA PERAKITAN PRODUK MULTI PEMASOK

Parameter biaya yang lain yang manufaktur sub kontraktor s ke dalam sistem
digunakan adalah biaya pelibatan pemasok/ manufaktur. Model pada penelitian ini biaya
pabrik manufaktur sub-kontraktor untuk pelibatan pemasok/pabrik manufaktur
pengadaan komponen (Fine, at.al 2005). Biaya subkontraktor dibedakan berdasarkan
pelibatan pemasok/pabrik manufaktur sub- komponen sehingga dinotasikan sebagai
kontraktor adalah biaya yang dikeluarkan Pis. Data hipotetik mengenai biaya tersebut
untuk melibatkan pemasok/pabrik disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Biaya Pelibatan Pemasok Komponen USB (flashdisk) (Rizkianda, 2009)
Komponen Pemasok Pis (Rp) Komponen Pemasok Pis (Rp)
0 11729 0 12722
1 11143 1 14125
USB Head Memory
2 10682 2 12499
3 13167 3 12910
0 11609 0 12710
1 12491 1 12904
PCB Casing
2 13859 2 13292
3 13752 3 11868
0 14401 0 13096
1 13099 1 14301
Controller Cap
2 14649 2 11199
3 10577 3 12581
Parameter biaya lain yang digunakan lain: Pertama, Biaya perakitan komponen
dalam perhitungan adalah biaya perakitan merupakan perkalian dari biaya persatuan
komponen. Data mengenai biaya perakitan waktu yang ditanggung perusahaan untuk
untuk tiap-tiap tahapan proses perakitan merakit komponen dengan lama waktu
disajikan pada Tabel 4. Asumsi yang merakitnya. Kedua, Biaya perakitan persatuan
digunakan untuk membangkitkan data waktu yang digunakan adalah Rp 43,73/
hipotetik yang disajikan pada Tabel 4 antara detik (Rizkianda, 2009).
Tabel 4. Biaya perakitan komponen USB flashdisk (Rizkianda, 2009)
Prju Ket Biaya (Rp) Prju Ket Biaya (Rp) Prju Ket Biaya (Rp)
P111 P11-21 209.9 P231 P23-31 167.9 P421 P22-51 209.9
P112 P11-22 251.9 P232 P23-32 251.9 P422 P22-52 251.9
P113 P11-23 167.9 P233 P23-33 167.9 P423 P22-53 251.9
P121 P12-21 293.9 P311 P21-41 167.9 P431 P23-51 167.9
P122 P12-22 251.9 P312 P21-42 209.9 P432 P23-52 167.9
P123 P12-23 335.8 P313 P21-43 209.9 P433 P23-53 335.8
P131 P13-21 251.9 P321 P22-41 251.9 P511 P51-61 209.9
P132 P13-22 209.9 P322 P22-42 335.8 P512 P51-62 167.9
P133 P13-23 209.9 P323 P22-43 209.9 P513 P51-63 167.9
P211 P21-31 167.9 P331 P23-41 167.9 P521 P52-61 209.9
P212 P21-32 209.9 P332 P23-42 251.9 P522 P52-62 209.9
P213 P21-33 209.9 P333 P23-43 167.9 P523 P52-63 167.9
P221 P22-31 251.9 P411 P21-51 251.9 P531 P53-61 167.9
P222 P22-32 335.8 P412 P21-52 293.9 P532 P53-62 335.8
P223 P22-33 209.9 P413 P21-53 293.9 P533 P53-63 251.9

33
| VOL 3, NO. 1, DESEMBER 2013 ; 25-37

Tabel 4 berisi data mengenai biaya menggunakan software Lindo 6.1. Pada
tiap-tiap tahapan operasi perakitan dengan pengolahan selanjutnya, dibuat suatu skenario
masing-masing alternatifnya. Indeks r eksperimen dari parameter inputagar model
menyatakan nomor urut proses perakitan, matematis ini menghasilkan nilai optimum
indeks j menyatakan rancangan komponen dari setiap kali dijalankan dan bagaimana
pendahulu yang akan dirakit dan indeks u kecenderungan nilai hasil yang didapat sesuai
menyatakan alternatif proses perakitan yang dengan tujuan penelitian untuk meminimalkan
tersedia. Alternatif proses merupakan pilihan biaya yang terjadi, sehingga dapat lebih jelas
rancangan komponen yang akan dipasangkan- dan membantu pada proses analisa selanjutnya.
dirakit dengan komponen pendahulu dalam Proses analisis yang akan dilakukan
urutan proses r. Setelah semua komponen terhadap model bertujuan mengetahui
biaya lengkap maka tahapan berikutnya adalah dampak yang terjadi terhadap solusi yang
proses eksekusi model pemilihan rancangan dihasilkan model akibat adanya perubahan
komponen yang menghasikan kombinasi input parameter yang diberikan kedalam
dengan biaya minimum. Model matematika model. Untuk kasus USB flashdisk, proses
yang dibuat pada penelitian ini dirancang analisis dilakukan dengan mengubah-ubah
untuk menentukan sebuah rancangan produk input rencana masa produksi (planning
melalui pemilihan komponen berdasarkan horizon). Untuk kepentingan analisis, model
biaya manufaktur/pembelian, biaya pelibatan akan dieksekusi dengan menggunakan
pemasok/pabrik manufaktur sub-kontraktor, rencana masa produksi 2 tahun sampai
biaya perakitan dan biaya kualitasnya. dengan 3 tahun dengan pengaruh nilai
koefisien biaya kerugian kualitas Ap dibuat
Hasil Komputasi tetap = 50, dari perubahan input tersebut akan
Dalam pengolahan parameter input diketahui apakah solusi yang akan dihasilkan
ini,maka parameter-parameter input yang oleh model ini akan berubah atau tidak.Untuk
telahdibuat akan dimasukkan dalam masa produksi 2 tahun, hasil eksekusi model
persamaan matematis yang dijalankan komputasi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Solusi Model (Tp=2 thn)


Kombinasi Kombinasi Urutan
BIAYA (Rp) BIAYA (Rp) BIAYA (Rp)
Komponen Pemasok Perakitan
X112 23426.20 Y12 10682 A113 167.92
X231 22975.41 Y21 12491 A231 167.92
X313 25731.56 Y33 10577 A332 251.88
X422 149726.79 Y42 12499 A431 167.92
X513 1326.74 Y53 11868 A513 167.92
X632 1533.25 Y62 11199

Dengan menggunakan rencana masa dibeli dari pemasok 2. Komponen K51 (casing
produksi Tp = 2 tahun, dari Tabel 5 solusi A) dibeli dari pemasok 3 dan komponen K63
yang dihasilkan model adalah berupa (tutup C) dibeli dari pemasok 2. Kombinasi
kombinasi rancangan komponen K11-K23- komponen rancangan produk USB flashdisk
K31-K42-K51-K63. Komponen K11 (USB ini, hanya dapat diproduksi selama 1,41
jack rancangan 1) dibeli dari pemasok 2. tahun (1 tahun 4.92 bulan) karena pasokan
Komponen K23 (circuit board rancangan komponen memory 4 Gb dari pemasok 2
3) dibeli dari pemasok 1. Komponen K31 akan berhenti setelah jangka waktu tersebut.
(controller chip rancangan 1) dibeli dari Namun demikian, kombinasi ini merupakan
pemasok 3. Komponen K42 (memory chip 4 Gb) yang paling murah, menghasilkan biaya

34
BUDI SUSANTO, MK HERLIANSYAH, ALVA EDY TONTOWI E MODEL INTEGRASI DESIGN DAN
PROSES MANUFAKTUR PADA PERAKITAN PRODUK MULTI PEMASOK

minimum sebesar Rp442.438,53 untuk Sedangkan untuk masa produksi 2,5


rencana masa produksi Tp = 2 tahun. tahun, hasil eksekusi model disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6 Solusi Model (Tp=2,5 thn)
Kombinasi Kombinasi Urutan
BIAYA (Rp) BIAYA (Rp) BIAYA (Rp)
Komponen Pemasok Perakitan
X112 23426.20 Y12 10682 A113 167.92
X231 22975.41 Y21 12491 A231 167.92
X313 25731.56 Y33 10577 A333 167.92
X432 162917.41 Y42 12499 A431 167.92
X513 1326.74 Y53 11868 A513 167.92
X632 1533.25 Y62 11199
Berdasarkan hasil perhitungan model, rancangan USB flashdisk yang dihasilkan dari
maka diperoleh rancangan produk USB eksekusi model hanya dapat diproduksi untuk
flashdisk dengan menggunakan kombinasi jangka waktu maksimal 2,65 tahun (2 tahun
rancangan komponen K11-K23-K31-K43- 7.8 bulan) karena komponen K43 hanya akan
K51-K63. Komponen K11 (USB jack diproduksi oleh pemasok/pabrik manufaktur
rancangan 1) dibeli dari pemasok 2. Komponen 2 untuk 2 tahun 7,8 bulan.
K23 (circuit board rancangan 3) dibeli dari Berdasarkan hasil pengujian, model ini
pemasok 1. Komponen K31 (controller dapat bekerja sebagaimana mestinya. Model
chip rancangan 1) dibeli dari pemasok 3. ini mampu memilih rancangan komponen
Komponen K43 (memory chip 8 Gb) dibeli sehingga menghasilkan sebuah produk
dengan kombinasi rancangan komponen
dari pemasok 2. Komponen K51 (casing A)
yang memiliki biaya rendah. Ringkasan
dibeli dari pemasok 3 dan komponen K63
kombinasi rancangan komponen hasil dari
(tutup C) dibeli dari pemasok 2. Kombinasi eksekusi model untuk masing-masing nilai
ini menghasilkan biaya minimum sebesar Rp Tp disajikan pada Tabel 7.
455.545,18. Berdasarkan hasil perhitungan,
Tabel 7 Solusi Model untuk Tp=2.5, Tp=3
Waktu produksi maksimal/
Tp KOMBINASI Biaya
kontinuitas
(TAHUN) komponen pemasok Total (tahun)
2 K11-K23-K31 Y12-Y21-Y23- 442.438,53 1.41
  K42-K51-K63 Y42-Y53-Y62  
2.5 K11-K23-K31 Y12-Y21-Y33- 455.545,18 2.65
  K43-K51-K63 Y42-Y53-Y62  
3 K11-K23-K31 Y12-Y21-Y33- 477.062,58 2.65
  K43-K51-K63 Y42-Y53-Y62    

Berdasarkan hasil pengujian yang 2,5 tahun. Hal ini terjadi karena bobot akibat
disajikan pada Tabel 7, diketahui bahwa solusi kontinuitas pasokan yang ditanggung pada
model mengalami perubahan ketika nilai Tp Tp = 3 tahun lebih besar. Bila menentukan
diturunkan dari 2,5 tahun menjadi 2 tahun. solusi, model ini sudah mempertimbangkan
Akan tetapi, ketika Tp dinaikan menjadi 3 aspek yang berkaitan dengan kontinuitas
tahun, solusi yang dihasilkan model tidak pasokan komponen, dan juga pengaruh
mengalami perubahan. Walaupun solusi laju inflasi terhadap perubahan harga-
model tidak berubah, biaya total pada Tp = 3 harga barang. Berdasarkan hasil uji dengan
tahun lebih besar daripada ketika model Tp = menggunakan kasus produk USB flashdisk

35
| VOL 3, NO. 1, DESEMBER 2013 ; 25-37

(Rizkianda, 2009), model ini terbukti Ketiga, Apabila nilai karakteristik kualitas
mampu bekerja dengan baik untuk produk- dari hasil setiap alternatif proses tidak
produk yang mengalami penurunan akibat sama dengan nilai target, maka perlu
perkembangan teknologi. Hal ini terlihat dari diperhitungkan untuk toleransi yang bersifat
komponen-komponen yang terdapat dalam asimetris.
produk USB flashdisk ada yang mengalami
proses penurunan nilai akibat keusangan DAFTAR PUSTAKA
teknologi dan ada yang tidak. Pada produk Boothroyd, G., Dewhust, P., Knight, W.A.,
USB flashdisk contoh komponen yang paling 1994. Product Design for Manufacturing
jelas mengalami keusangan teknologi adalah and Assembly. M. Dekker. New York.
komponen memory chip. Komponen ini Bopana, K.G., Chon-Huat, G., 1997. A
sekaligus menjadi alat ukur yang tepat untuk Hierarchical System of Performance
menentukan rencana masa produksi karena Measure for Concurrent Engineering.
umur komponen relatif pendek dibanding Concurrent Engineering: Research
dengan komponen yang lain. and Application 5(2): 137-143.

SIMPULAN Campanella, J. (1990) Principles of quality


costs, 2nd Edition, Quality Press,
Simpulan yang diperoleh dari penelitan ini
Milwaukee.
sebagai berikut:Pertama,Model dapat bekerja
untuk memilih komponen dengan kriteria Feng, C., Wang, J., Wang, J.S., 2001. An
performansi biaya manufaktur/pembelian, Optimization Model of Concurrent
Selection of Tolerances and Suppliers.
biaya pelibatan pemasok/subkontraktor,
Computers and Industrial
biaya perakitan dan biaya kerugian kualitas. Engineering 40: 15-33.
Solusi yang dihasilkan model adalah berupa
Fine, C.H., Golany, B., Naseraldin, H.,
sebuah rancangan produk dengan kombinasi
2005. Modelling Tradeoffs in
rancangan komponen dan kombinasi pemasok/
Three-Dimensional Concurrent
subkontraktor yang memberikan biaya total Engineering: A Goal Programming
terendah. Kedua, Hasil uji coba pada produk Approach. Journal of Operation
USB flashdisk menunjukkan bahwa model Management (23): 389-403.
dapat diterapkan baik pada produk yang Gunasekaran, G., 1998. Concurrent
mengalami penurunan nilai akibat keusangan Engineering: A Competitive Strategy
teknologi. Ketiga, Perubahan nilai koefisien for Process Industries. Journal of
kerugian kualitas (Ap) tidak mempengaruhi Operational Research Society 49: 758-
skenario rancangan proses. 765.
Selanjutnya berdasarkan apa yang telah Irianto, D. and Rahmat, D. (2008) A Model
dilakukan, maka saran yang dapat diberikan for Optimizing Process Selection for
pada penelitian ini sebagai berikut: pertama, MTO Manufacturer with Appraisal
Model ini belum mampu mengakomodasikan Cost,Proceedings 9th Asia Pacific
laju inflasi yang berubah-ubah sehingga Industrial Engineering & Management
perlu ada penelitian yang mampu Systems (APIEMS) Conference, 220-
mengakomodasikan hal tersebut. Kedua, 225.
Alternatif proses yang tersedia tidak hanya
dalam satu pemasok, tetapi terdapat pada Marian, R.M., 2003. Optimisation of Assembly
beberapa pemasok dalam sebuah jaringan Sequences Using Genetic Algorithms.
manufaktur, dengan demikian perlu Doctoral Dissertation. School
memperhitungkan ongkos transportasi. of Advance Manufacturing and

36
BUDI SUSANTO, MK HERLIANSYAH, ALVA EDY TONTOWI E MODEL INTEGRASI DESIGN DAN
PROSES MANUFAKTUR PADA PERAKITAN PRODUK MULTI PEMASOK

Mechanical Engineering. University Pada Tahap Perancangan Fisik Produk.


of South Australia. Tesis. Teknik dan Manajemen
Montgomery, D.C. (2001) Introduction to Industri, Institut Teknologi Bandung.
Statistical Quality Control, 4th Ed. John Taguchi, G. (1988) Quality Engineering in
Willey & Sons, Inc., Singapore. Product Development - Design Level.
Rizkianda, A.B, 2009. Model Pemilihan Japan Standard Association, Tokyo.
Komponen Pada Rancangan Produk

37
JURNAL 5
(Model Pemilihan Proses Untuk Meminimalkan
Biaya Manufaktur, Kerugian Kualitas, dan
Keterlambatan Pengiriman)
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/318821742

MODEL PEMILIHAN PROSES UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA MANUFAKTUR,


KERUGIAN KUALITAS, DAN KETERLAMBATAN PENGIRIMAN

Article · December 2012


DOI: 10.22219/JTIUMM.Vol13.No2.109-115

CITATIONS READS

0 100

3 authors, including:

Cucuk Nur Rosyidi Wakhid Ahmad Jauhari


Universitas Sebelas Maret Universitas Sebelas Maret
71 PUBLICATIONS   88 CITATIONS    94 PUBLICATIONS   181 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Undergraduate Final Assignment View project

Closed-loop Supply Chain Model for a three-stage system with remanufacturing generations View project

All content following this page was uploaded by Wakhid Ahmad Jauhari on 26 August 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MODEL PEMILIHAN PROSES UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA
MANUFAKTUR, KERUGIAN KUALITAS, DAN KETERLAMBATAN
PENGIRIMAN

ANI FATMAWATI1, CUCUK NUR ROSYIDI2, DAN WAKHID AHMAD JAUHARI3


Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret

Laman: fatmawati032@gmail.com, cucuk@uns.ac.id, wakhidjauhari@uns.ac.id

ABSTRAK
Strategi kompetitif yang dapat diterapkan oleh perusahaan meliputi tiga aspek, yaitu kualitas, biaya, dan waktu
pengiriman. Namun, kenyataannya sulit untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dengan biaya manufaktur yang
rendah serta waktu pengiriman yang tepat waktu. Oleh karena itu, perlu adanya pemilihan proses yang mengintegrasikan
ketiga aspek tersebut agar dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Penelitian ini membahas tentang model optimisasi
pemilihan proses untuk meminimumkan biaya manufaktur, biaya kerugian kualitas, dan biaya keterlambatan pengiriman
dengan mempertimbangkan spesifikasi komponen, waktu pengiriman, kapasitas produksi, dan pesanan konsumen.
Contoh numerik diberikan untuk menunjukkan aplikasi model menggunakan produk rakitan yang terdiri dari tiga
komponen penyusun. Terdapat tiga mesin yang dapat digunakan untuk memproduksi komponen. Setiap mesin mempunyai
karakteristik yang berbeda dalam hal biaya manufaktur, toleransi, dan waktu proses. Total biaya yang dihasilkan untuk
memproduksi 100 unit produk rakitan sebesar Rp5.390.970,00.

Kata kunci: Pemilihan proses, biaya manufaktur, kerugian kualitas, delivery time.

ABSTRACT
There are three aspects of competitive strategy that can be applied by manufacturing companies: quality, cost, and
delivery time. Actually, it is hard to produce high quality poducts in low manufacturing cost and on time delivery. Hence,
a process selection is needed to integrated the three aspects above in order to meet a customer requirement. This research
develops a process selection model to minimize manufacturing cost, quality loss cost, and lateness cost considering component
spesification, delivery time, production capacity, and customer order. A numerical example is given to show the application
of the model using an assembly product that consists of three components. Three machines are used to produce all of the
components. Each machine has different characteristic in manufacturing cost, tolerances, and processing time. Total cost
that used to produce 100 unit assembly product is Rp5.390.970,00.

Key words: Process selection, manufacturing cost, quality loss, delivery time.

PENDAHULUAN tinggi dapat menghasilkan toleransi yang lebih


Kompetisi yang semakin ketat saat ini membuat ketat sehingga akan menghasilkan produk dengan
perusahaan berusaha untuk lebih unggul dibanding kualitas yang lebih tinggi. Perlu adanya pemilihan
perusahaan lainnya. Biaya produksi bukan merupakan alternatif proses untuk menentukan proses yang akan
satu-satunya aspek yang dapat membuat sebuah digunakan. Namun, pemilihan ini semakin kompleks
perusahaan lebih unggul dibanding perusahaan karena proses manufaktur dengan karakteristik biaya
lainnya. Menurut Irianto dan Rachmat (2008) ada dan toleransi berbeda dari proses ke proses dan mesin
beberapa aspek yang menjadi dasar strategi kompetitif ke mesin (Sivakumar dkk., 2011).
perusahaan manufaktur untuk memenangkan Spesifikasi toleransi sebuah komponen
kompetisi global yang dinamis yaitu biaya, kualitas, mempunyai dampak yang signifikan terhadap biaya
dan penyerahan order yang tepat waktu. Kualitas manufaktur. Level kualitas yang semakin meningkat
produk dapat dipengaruhi oleh kualitas bahan baku, akan berpengaruh terhadap peningkatan biaya
kualitas komponen, dan kualitas proses produksi manufaktur dan memperpanjang lead time (Mustajib
produk tersebut (Teeravaraprug, 2008). Kualitas dan Irianto, 2010). Meskipun demikian, semakin
proses produksi akan sangat dipengaruhi oleh mesin ketat toleransi sebuah komponen atau produk akan
yang digunakan. Mesin yang memiliki tingkat presisi menghasilkan komponen atau produk dengan kualitas

109
yang lebih tinggi sehingga dapat memenuhi harapan geometri, karakteristik produksi, material, biaya,
konsumen. Usaha untuk menyeimbangkan biaya dan kemudahan dalam perawatan. Mustajib (2010)
kerugian akibat variabilitas performansi komponen menjelaskan model pemilihan proses untuk banyak
atau produk yang diterima konsumen dan biaya untuk pabrik dengan fungsi tujuan meminimumkan total
mencapai performansi komponen atau produk yang biaya. Total biaya dalam penelitian tersebut terdiri
dikeluarkan oleh perusahaan dapat diukur dengan atas biaya manufaktur, biaya kerugian kualitas, dan
menggunakan fungsi kerugian kualitas Taguchi biaya operasional untuk kolaborasi banyak pabrik.
(Mustajib dan Irianto, 2010). Fungsi kerugian Penelitian ini mengembangkan model pemilihan
kualitas Taguchi mengukur kerugian kualitas yang proses yang bertujuan untuk meminimalkan biaya
diterima konsumen karena penyimpangan nilai mean manufaktur, kerugian kualitas, dan keterlambatan.
dari targetnya dan variasi produk rakitan. Pada sisi Biaya keterlambatan juga diperhitungkan karena
lain, spesifikasi toleransi antara lain berpengaruh pada kenyataannya keterlambatan pengiriman dapat
terhadap pemilihan mesin, biaya setup, dan jumlah menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Kerugian
scrap dan rework (Kumar dkk., 2009). tersebut dapat berupa denda atau menurunnya
Waktu pengiriman dapat dipengaruhi oleh upaya re-purchasing yang berakibat pada menurunnya
perusahaan untuk memenuhi kualitas komponen atau pendapatan perusahaan.
produk sehingga upaya tersebut dapat menambah
lead time yang akhirnya dapat menyebabkan METODE
keterlambatan pengiriman (Mustajib, 2010). Penelitian dimulai dengan mengidentifikasi
Apabila kualitas komponen semakin bagus, maka masalah. Proses ini meliputi studi literatur,
waktu proses yang digunakan untuk memproduksi perumusan masalah kemudian menetapkan tujuan.
komponen akan semakin lama sehingga dapat Langkah berikutnya yaitu tahap pengembangan
menyebabkan keterlambatan. Perusahaan dapat model. Dalam proses ini digambarkan deskripsi
mengalami beberapa kerugian yang disebabkan oleh sistim, penentuan fungsi tujuan dan kendala. Contoh
keterlambatan pengiriman. Salah satu kerugian numerik digunakan untuk menunjukkan aplikasi
yang ditimbulkan meliputi menurunnya reputasi model yang telah dikembangkan. Proses terakhir
perusahaan di kalangan konsumen yang dapat adalah analisis terhadap model dan penarikan
menyebabkan menurunnya re-purchasing hingga kesimpulan. Alur metodologi penelitian ditunjukkan
kehilangan penjualan. Kedua hal tersebut dapat dalam Gambar 1.
menyebabkan penurunan pendapatan perusahaan.
Apabila perusahaan tidak dapat mengirim komponen
Deskripsi Sistim
atau produk tepat waktu maka perusahaan akan
dikenakan biaya keterlambatan. Sebuah perusahaan perakitan memproduksi
Model optimasi dengan kriteria biaya pembelian sendiri sejumlah I komponen yang digunakan untuk
dan biaya kerugian kualitas menggunakan fungsi merakit sebuah produk untuk memenuhi pesanan
kerugian Taguchi dikembangkan oleh Feng dkk. konsumen. Setiap komponen ke-i dapat diproduksi
(2001). Irianto dkk. (2004) telah mengembangkan dengan proses manufaktur menggunakan mesin ke-j
model pemilihan proses untuk meminimumkan pada tahapan ke-k. Perusahaan menggunakan mesin
biaya manufaktur dan kerugian kualitas dengan yang identik untuk memproduksi setiap komponen
mempertimbangkan delivery time. Namun, dalam sehingga setiap mesin dapat melakukan proses
penelitian tersebut belum dipertimbangkan produksi untuk semua komponen.
kapasitas produksi mesin dan permintaan konsumen. Setiap komponen ke-i melalui satu kali tahap
Irianto dan Rahmat (2008) mengembangkan model produksi pada mesin ke-j. Setiap komponen ke-i
pemilihan proses dengan mempertimbangkan yang diproses dengan mesin ke-j pada tahapan ke-
appraisal cost. Dalam penelitian ini digunakan k mempunyai karakteristik yang berbeda dalam
batasan waktu proses namun belum dipertimbangkan hal toleransi, biaya manufaktur, dan waktu proses
adanya keterlambatan. Kumar dkk. (2009) pembuatan komponen (cijk, tijk, wijk).
mengembangkan pemilihan proses dengan alokasi Toleransi produk rakitan dari komponen ke-i
toleransi menggunakan Lagrange Multiplier untuk yang dihasilkan pada mesin ke-j tidak boleh melebihi
meminimumkan biaya manufaktur. Hambali dkk. batasan spesifikasi toleransi rakitan. Waktu proses
(2009) menyelesaikan pemilihan proses dengan untuk memproduksi semua komponen ke-i pada
metode kualitatif, Analytical Hierarchy Process mesin ke-j pada tahapan ke-k tidak boleh melebihi
(AHP) dengan menggunakan pembobotan terhadap due date yang telah ditentukan oleh konsumen, jika
faktor-faktor yang berpengaruh pada pemilihan terjadi keterlambatan maka perusahaan akan dikenai
proses. Faktor-faktor tersebut adalah rancangan penalti berupa biaya keterlambatan.

110 Jurnal Teknik Industri, Vol. 13, No. 2, Agustus 2012: 109–115
TC : total biaya produksi
A : biaya kerugian kualitas
D : permintaan produk rakitan
cijk : biaya manufaktur komponen ke-i yang
diproses dengan mesin ke-j pada tahapan
ke-k
xijk : jumlah komponen ke-i yang diproduksi pada
mesin ke-j pada tahapan ke-k
tijk : toleransi komponen ke-i yang diproduksi
pada mesin ke-j pada tahapan ke-k
TR : toleransi rakitan
Gambar 1. Metodologi Penelitian s2Kijk : variansi komponen ke-i yang diproduksi
pada mesin ke-j pada tahapan ke-k
Setiap mesin ke-j tahapan ke-k mempunyai wijk : waktu proses yang diperlukan oleh mesin
kapasitas produksi tertentu, sehingga jumlah ke-j pada tahapan ke-k untuk memproses
komponen yang diproduksi pada setiap mesin tidak komponen ke-i
dapat melebihi kapasitas produksi mesin tersebut. wT : batas waktu pengiriman pesanan
Apabila waktu penyelesaian semua pesanan tidak wmax : total waktu mesin yang paling maksimum
melebihi due date yang ditentukan maka tidak wk : waktu mesin terpanjang pada setiap
menimbulkan biaya keterlambatan, sedangkan tahapan ke-k
pesanan yang dikirim setelah due date akan kjk : kapasitas mesin ke-j pada tahapan ke-k
menimbulkan biaya keterlambatan. Deskripsi sistim bijk : mesin ke-j yang terpilih yang dapat
ini ditunjukkan dalam Gambar 2. memproses komponen ke-i pada tahapan
ke-k. bijk bernilai 1 jika dipilih dan bernilai 0
Pengembangan Model jika tidak terpilih.
y : jumlah keterlambatan
Model optimasi dalam makalah ini adalah memilih
L : biaya keterlambatan
satu atau lebih mesin dari sejumlah alternatif mesin
yang akan digunakan untuk memproduksi setiap Formulasi Model
komponen serta menentukan alokasi produksi Setiap alternatif mesin ke-j tahapan ke-k yang
pada setiap mesin, sehingga dihasilkan rancangan digunakan untuk memproduksi komponen ke-i
pemilihan mesin yang optimum. Variabel keputusan menghasilkan variansi dimensi komponen sebesar
dalam model ini adalah mesin terpilih (bijk) dan s2 Kijk. Batasan spesifikasi toleransi menggunakan
alokasi komponen (xijk). Pencarian solusi optimal fungsi kerugian kualitas Taguchi, dimana total
menggunakan algoritma branch and bound. variansi proses setiap komponen ke-i yang diproduksi
dengan mesin ke-j tahapan ke-k harus lebih kecil atau
Notasi Model
sama dengan spesifikasi toleransi dimensi produk
Notasi yang digunakan dalam pemilihan ini
rakitan (s2 R). Biaya manufaktur yang dihasilkan
adalah sebagai berikut:
untuk memproduksi komponen ke-i pada mesin
i : indeks yang menyatakan komponen
ke-j adalah cijk. Sedangkan waktu proses untuk
j : indeks yang menyatakan mesin
memproduksi setiap komponen pada satu mesin
k : indeks yang menyatakan tahapan
adalah wijk.

Tahapan1 Tahapan 2 Tahapan k

Komponen 1 Mesin 1 Mesin 1 Mesin 1

Komponen 2 Mesin 2 Mesin 2 Mesin 2 Konsumen

Komponen I Mesin J Mesin J Mesin J

Gambar 2. Deskripsi Sistim Pemilihan Proses

Fatmawati: Model pemilihan proses untuk meminimalkan biaya manufaktur 111


Jumlah komponen yang diproduksi harus dapat ூ ௃
memenuhi pesanan konsumen sebesar D. Total ෍ ෍ ‫ݔ‬௜௝௞ ܾ௜௝௞ ൑ ݇௝௞  (3)
waktu proses untuk memproduksi permintaan ௧ୀଵ ௝ୀଵ
sebanyak D harus lebih kecil atau sama dengan due
date yang telah ditentukan oleh konsumen. Jumlah Batasan Permintaan
komponen yang diproduksi pada setiap mesin tidak Agar perusahaan dapat memenuhi permintaan
boleh melebihi kapasitas produksinya. konsumen maka komponen xijk yang diproduksi harus
Proses yang akan terpilih adalah proses yang sama dengan permintaan sebanyak D.
meminimumkan biaya manufaktur, biaya kerugian ௃
kualitas, dan biaya keterlambatan. Pada penelitian
ini diasumsikan bahwa komponen akan diproses ෍ ‫ݔ‬௜௝௞ ܾ௜௝௞ ൌ ‫݅׊ܦ‬ǡ ݇ (4)
pada tahapan ke-k setelah semua komponen selesai ௝ୀଵ
diproses pada tahapan sebelumnya (k-1), setelah
semua proses selesai komponen akan dikirim ke Batasan Indeks Biner
konsumen. Pembatas terakhir adalah indeks biner.
Sistim produksi yang dimodelkan dalam penelitian Persamaan berikut menunjukkan bahwa setiap
ini adalah proses produksi multi-stage dengan lebih komponen ke-i dapat diproses dengan lebih dari satu
dari satu mesin untuk memproduksi komponen. mesin ke-j pada setiap tahap ke-k.
Biaya manufaktur tergantung pada alternatif proses ௃
yang terpilih. Biaya kerugian kualitas merupakan ෍ ܾ௜௝௞ ൒ ͳǡ ‫݅׊‬ǡ ݇  (5)
௝ୀଵ
biaya yang ditanggung konsumen karena adanya
variansi produk yang dihasilkan oleh proses produksi ܾ௜௝௞ ‫ א‬ሾͲǡͳሿǡ ‫݅׊‬ǡ ݆ǡ ݇  (6)
terpilih. Perumusan model optimasi pemilihan proses
menggunakan pemrograman integer linier. Formulasi Sedangkan persamaan di bawah ini menyatakan
fungsi tujuan dalam model ini dinyatakan dengan bahwa jumlah komponen yang diproduksi xijk harus
persamaan berikut. lebih besar dari nol.
ூ ௃ ‫ݔ‬௜௝௞ ൒ Ͳ௜௡௧௘௝௘௥
intejer (7)
‫ ܥܶ݊݅ܯ‬ൌ  ෍ ෍ ܿ௜௝௞ ‫ݔ‬௜௝௞ ܾ௜௝௞ ൅
௜ୀଵ ௃ୀଵ Batas waktu pengiriman pesanan merupakan due
ଶ date yang ditentukan oleh konsumen. Perusahaan
‫ܣ‬ ூ ௃ ߲݂ ‫ݐ‬௜௝௞
‫ݔ‬௜௝௞ ෍ ෍ ൬ ൰ቆ ቇ ܾ௜௝௞ ൅ ‫ܮݕ‬ berusaha untuk menyelesaikan dan mengirim produk
ܶଶܴ ௜ୀଵ ௝ୀଵ ߲‫ݔ‬௜ ͵ܿ௣ (1) atau komponen sebelum due date. Apabila komponen
atau produk dikirim setelah due date maka akan
Model dalam penelitian ini mempunyai tiga
menimbulkan biaya keterlambatan.
pembatas, yaitu batasan kualitas, kapasitas mesin,

dan permintaan.
ܹ௞ ൌ ݉ܽ‫ ݔ‬൜෍ ‫ݔ‬௜௝௞ ܾ௜௝௞ ‫ݓ‬௜௝௞ ൠ ǡ ‫݆׊‬ǡ ݇  (8)
௜ୀଵ
Batasan Kualitas ௄
Batasan kualitas diberikan agar akomodasi ܹ௠௔௫ ൌ ෍ ‫ݓ‬௞  (9)
toleransi komponen tij tidak melebihi batas toleransi ௞ୀଵ

rakitan TR. Batasan tersebut dapat dirumuskan ‫ݕ‬ǡ ݆݅݇ܽ‫ݓ‬௠௔௫ ൐ ‫்ݓ‬


‫ݓ‬௠௔௫ െ ‫ ்ݓ‬ൌ ൜ 
dalam persamaan berikut. Ͳǡ ݆݅݇ܽ‫ݓ‬௠௔௫ ൑ ‫ ்ݓ‬ (10)
ூ ௃ ଶ ଶ
߲݂ ଶ ‫ݐ‬௜௝௞ ܶோ
෍ ෍ ൭൬ ൰ ቆ ቇ ܾ௜௝ ൱ ൑ ቆ ቇ  HASIL DAN PEMBAHASAN
߲‫ݔ‬௜ ‫ܥ‬௣ ‫ܥ‬௣
௧ୀଵ ௝ୀଵ (2) Contoh numerik digunakan untuk menunjukkan
aplikasi model yang telah dikembangkan. Parameter
Batasan Kapasitas Mesin untuk contoh numerik yang digunakan dalam
Setiap komponen ke-i diproses pada mesin ke-j makalah ini diperoleh dari penelitian Feng dkk. (2001)
pada tahapan ke-k yang memiliki karakteristik waktu dengan melakukan penyesuaian sesuai kebutuhan.
proses wijk yang berbeda-beda. Penjumlahan waktu Produk rakitan tersusun atas tiga komponen yaitu k1,
proses wijk pada setiap mesin ke-j tidak dapat melebihi k2, dan k3. Contoh produk rakitan yang tersusun dari
kapasitas yang dimiliki setiap mesin (kjk). Batasan 3 jenis komponen yang berbeda (Gambar 3).
kapasitas dapat dinyatakan seperti pada persamaan Spesifikasi produk rakitan adalah y = 60,000 ±
di bawah ini. 0,025 mm. Setiap komponen k1, k2, dan k3 berdistribusi

112 Jurnal Teknik Industri, Vol. 13, No. 2, Agustus 2012: 109–115
Tabel 2. Data Hasil Optimisasi
 Kuantitas Produksi (unit)
Komponen Tahap 1 Tahap 2
1 2 3 1 2 3
k1 k2 k3 1 - 25 75 100 - -
2 13 87 - - 100 -
3 100 - - 16 - 84
y
Sumber: Feng dkk. (2001) manufaktur sebesar Rp5.145.500,00 sedangkan
Gambar 3. Produk Rakitan Beserta Komponen biaya kerugian kualitas dan keterlambatan sebesar
Penyusunnya. Rp9.470,35 dan Rp236.000,00. Dari hasil optimisasi
diketahui bahwa pada tahap pertama komponen
1 diproses pada mesin 2 dan 3 dengan jumlah
normal dengan rataan m1 = 10,000 mm, m2 = 20,000 komponen yang diproduksi masing-masing sebesar
mm dan m3 = 30,000 mm. Perusahaan mempunyai 25 dan 75 unit. Komponen 2 diproduksi di mesin
tiga proses dan dua tahapan proses yang digunakan 1 dan mesin 2 dengan alokasi jumlah komponen
untuk menghasilkan ketiga komponen tersebut. masing-masing sebesar 13 dan 87 unit. Komponen
Ketiga proses produksi diwakili oleh tiga mesin 3 diproduksi di mesin 1 dengan jumlah komponen
yaitu m1, m2, dan m3 yang dapat digunakan untuk yang diproduksi sebesar 100 unit. Sedangkan pada
memproses semua komponen. tahapan kedua komponen 1 diproduksi pada mesin
Setiap mesin mempunyai karakteristik yang 1 dengan jumlah komponen sebesar 100 unit.
berbeda dalam hal biaya manufaktur, waktu Komponen 2 diproses pada mesin 1 dan mesin 2
proses, dan toleransi yang bisa dihasilkan. Tabel 1 dengan alokasi sebesar 13 dan 87 unit. Komponen
menunjukkan data biaya manufaktur, waktu proses, 3 diproses pada mesin 1 dan mesin 3 dengan alokasi
dan toleransi yang dihasilkan untuk setiap komponen sebesar 16 dan 84 unit. Total waktu pengerjaan semua
ke-i yang diproses pada mesin ke-j. Pada contoh komponen atau produk adalah sebesar 2156 menit,
numerik ini diasumsikan semua mesin memiliki sehingga terjadi keterlambatan sebesar 236 menit
indeks kapabilitas proses sama yaitu Cp = 1,25 untuk yang mengakibatkan biaya keterlambatan sebesar
setiap komponen. Biaya keterlambatan diasumsikan Rp236.000,00. Keterlambatan terjadi karena waktu
sebesar Rp1000/menit. proses pengerjaan setiap komponen lama, sehingga
Komponen 1 dapat diproduksi di mesin m1 yang total waktu proses yang dihasilkan semakin besar.
menghasilkan toleransi 0,008 mm. Biaya manufaktur
di mesin 1 untuk komponen 1 sebesar Rp8000 dan
Analisis Sensitivitas
waktu yang digunakan untuk memproses komponen
tersebut sebesar 9 menit untuk setiap unitnya. Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui
Perusahaan menerima pesanan 100 unit produk perubahan parameter model terhadap variabel
rakitan. Kapasitas mesin 1, mesin 2, dan mesin keputusan dan fungsi tujuan. Parameter yang diubah
3 masing-masing sebesar 120 unit, 180 unit, dan adalah biaya kerugian kualitas (A) dan nilai toleransi
60 unit. Biaya kerugian kualitas diasumsikan sebesar komponen. Skenario analisis sensitivitas dapat dilihat
20000, sedangkan due date ditentukan 4 hari. Hasil pada Tabel 3. Biaya kerugian kualitas yang digunakan
optimisasi aplikasi model ditunjukkan pada Tabel 2. adalah 10000, 20000, dan 40000. Pada tabel tersebut
Total biaya yang diperlukan untuk memproduksi juga dapat dilihat besaran nilai toleransi proses untuk
pesanan adalah sebesar Rp5.390.970,00. Biaya setiap komponen di setiap kasus. Sebagai contoh pada

Tabel 1. Data Biaya Manufaktur dan Waktu Proses untuk Setiap Komponen yang Diproses dengan Mesin yang
Berbeda

Mesin 1 Mesin 2 Mesin 3


Waktu Waktu Waktu
Biaya Biaya Biaya
Komponen Toleransi proses Toleransi proses Toleransi proses
manufaktur manufaktur manufaktur
(mm) (menit/ (mm) (menit/ (mm) (menit/
(Rp) (Rp) (Rp)
unit) unit) unit)
1 0,008 8000 9 0,005 11500 12 0,004 12000 13
2 0,0075 9000 14 0,009 7000 8 0,003 13000 15
3 0,01 6000 8 0,006 10000 11 0,006 9500 10

Fatmawati: Model pemilihan proses untuk meminimalkan biaya manufaktur 113


kasus 1 toleransi proses komponen 1 pada setiap toleransi setiap proses pada komponen 2 lebih ketat
mesin di setiap tahapan masing-masing adalah 0,016; dibandingkan dengan kasus-kasus yang lain. Biaya
0,01; 0,008; 0,012; 0,01; 0,012. keterlambatan terjadi pada kasus 3 yaitu pada nilai
Terdapat lima kasus yang dibandingkan dalam A sebesar 10000 dan 40000.
analisis sensitivitas. Kasus pertama nilai toleransi
semua komponen diubah menjadi dua kali lipat SIMPULAN
lebih besar dari pada nilai awal. Pada kasus tersebut Penelitian ini menghasilkan model optimisasi
diasumsikan biaya manufaktur dan waktu proses pemilihan proses untuk meminimumkan biaya
menjadi setengah kali dari nilai awalnya. Sedangkan manufaktur, biaya kerugian kualitas, dan biaya
kasus kedua, nilai toleransi komponen 1 dan keterlambatan dengan memperhatikan batasan-
komponen 2 diperbesar dua kali, dan tetap untuk batasan spesifikasi produk rakitan, waktu pengiriman,
komponen 3. kapasitas produksi, dan pesanan konsumen. Analisis
Setiap kasus akan dibandingkan dengan sensitivitas menunjukkan adanya perubahan
mengubah ketiga biaya kerugian kualitas. Hasil terhadap biaya manufaktur, kerugian kualitas,
analisis sensitivitas dapat dilihat pada Tabel 4. Dari dan biaya keterlambatan seiring perubahan biaya
hasil analisis sensitivitas dapat diketahui bahwa kerugian kualitas dan nilai toleransi. Penelitian
perubahan nilai A akan menyebabkan perubahan selanjutnya dapat diarahkan pada pengembangan
terhadap biaya kerugian kualitas. Biaya kerugian model untuk sistim produksi multi-tahap dengan
kualitas yang dihasilkan proporsional dengan mempertimbangkan masalah penjadwalan dengan
perubahan nilai A. Perubahan nilai A juga akan alternatif proses dan routing yang berbeda untuk
menyebabkan perubahan biaya manufaktur pada setiap komponen.
kasus 3 dan 4. Hal ini disebabkan karena nilai

Tabel 3. Skenario Analisis Sensitivitas


A
Kasus 1 10000 20000 40000
Kasus 2 10000 20000 40000
Kasus 3 10000 20000 40000
Kasus 4 10000 20000 40000
Kasus 5 10000 20000 40000
Komponen 1 Komponen 2 Komponen 3
Mesin 1 Mesin 2 Mesin 3 Mesin 1 Mesin 2 Mesin 3 Mesin 1 Mesin 2 Mesin 3
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 1Tahap 2
Kasus 1 0,016 0,01 0,008 0,012 0,01 0,012 0,015 0,018 0,006 0,012 0,014 0,008 0,02 0,01 0,012 0,016 0,018 0,01
Kasus 2 0,016 0,01 0,008 0,012 0,01 0,012 0,015 0,018 0,006 0,012 0,014 0,008 0,01 0,005 0,006 0,008 0,009 0,005
Kasus 3 0,016 0,01 0,008 0,012 0,01 0,012 0,0075 0,009 0,003 0,006 0,007 0,004 0,01 0,005 0,006 0,008 0,009 0,005
Kasus 4 0,016 0,01 0,008 0,012 0,01 0,012 0,0075 0,009 0,003 0,006 0,007 0,004 0,02 0,01 0,012 0,016 0,018 0,01
Kasus 5 0,008 0,005 0,004 0,006 0,005 0,006 0,015 0,018 0,006 0,012 0,014 0,008 0,02 0,01 0,012 0,016 0,018 0,01

Tabel 4. Hasil Analisis Sensitivitas

Biaya Biaya
Nilai A Kasus Biaya Manufaktur Proses Terpilih
Kerugian Kualitas Keterlambatan
10000 2284000 11586,12 0 111-112-221-212-232-311-332
20000 1 2284000 23172,24 0 111-112-221-212-232-311-332
40000 2284000 46344,47 0 111-112-221-212-232-311-332
10000 3264500 22800,06 0 111-112-221-222-232-311-312-322
20000 2 3264500 19887,34 0 111-112-221-222-311-312-322
40000 3248000 33431,45 0 111-122-221-232-311-312-322
10000 4002000   6852,962 2000 111-121-122-221-222-232-311-331-312
20000 3 4380500 11909,75 0 111-112-221-231-222-232-331-312-322
40000 4343500 28382,75 12000 111-112-221-222-232-321-331-312-322
10000 3415000   7945,229 0 111-112-221-212-222-331-312
20000 4 3544500 19062,08 0 131-112-221-222-232-321-331-312-322
40000 3254750 32039,82 0 121-131-112-221-212-222-232-311-332
10000 2984000   9361,13 0 111-112-122-221-212-232-311-332
20000 5 2984000 18722,26 0 111-112-122-221-212-232-311-332
40000 2984000 37444,52 0 111-112-122-221-212-232-311-332

114 Jurnal Teknik Industri, Vol. 13, No. 2, Agustus 2012: 109–115
DAFTAR PUSTAKA Kumar, M. Siva, Islam, M. N., Lenin, N., Kumar, dan D.
Feng, C. X., Wang, J., dan Wang, J. S., 2000. An Optimixation V., 2009. Optimum Tolerance Synthesis for Complex
Model for Concurrent Selection of Tolerances and Assembly with Alternative Process Selection Using
Supplier. Computers and Industrial Engineering, Bottom Curve Follower Approach. International
40, 15–33. Journal of Engineering, 3, 380–402.
Hambali, A., Sapuan, S.M., Ismail, N., dan Nukman, Y., Mustajib, M. I., 2010. Model Simultan Penentuan Toleransi
2009. Composite Manufacturing Process Selection Komponen Produk Rakitan dan Pabrik dalam
Using Analytical Hierarchy Process. International Kolaborasi Manufaktur Make-to-Order. Jurnal
Journal of Mechanical and Materials Engineering, Teknik Industri, 12 (2), 109–118.
4, 49–61. Mustajib, M. I., dan Irianto, D., 2010. An Integrated Model
Irianto, D., Makmoen, M., dan Taroepratjeka, H., 2004. for Process Selection and Quality Improvement
Pengembangan Model Optimasi Biaya, Kualitas dan in Multi-tahapan Process. Journal of Advanced
Delivery untuk Sistim Produksi Berbasis MTO-ETO. Manufacturing Systems, 9 (1), 31–48.
Jurnal TMI. Sivakumar, K., Balamurugan, C., dan Ramabalan, S.,
Irianto, D., dan Rahmat, D., 2008. A Model for Optimizing 2011. Simultaneous Optimal Selection of Design
Process Selection for MTO Manufacturer with and Manufacturing Tolerances with Alternative
Appraisal Cost. Proceedings of The 9th Asia Pasific Manufacturing Process Selection. Computer-Aided
Industrial Engineering and Management System Design, 207–218.
Conference, 220–225. Teeravaraprug, J., 2008. Outsourcing and Vendor
Selection Model Based on Taguchi Loss Function.
Songklanakarin Journal of Science and Technology,
30 (4), 523–530.

Fatmawati: Model pemilihan proses untuk meminimalkan biaya manufaktur 115

View publication stats


JURNAL 6
(Analisis Efisiensi dan Efektivitas Performansi Line
Machining Propeller Shaft Untuk Produk Flange
Menggunakan Metode Overall Equipment
Effectiveness (OEE))
Jurnal OPSI Vol 9 No 2 Desember 2016 ISSN 1693-2102
OPSI – Jurnal Optimasi Sistem Industri

ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PERFORMANSI


LINE MACHINING PROPELLER SHAFT UNTUK PRODUK FLANGE
MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE)
(STUDI KASUS DI PT HINO MOTORS MANUFACTURING INDONESIA)
Novia Setya Ningrum, Ahmad Muhsin
Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Jl. Babarsari 2 Tambakbayan, Yogyakarta, 55281
Telp. (0274) 485363 Fak : (0274) 486256 email : jur_tiupn@telkom.net

ABSTRAK
PT Hino Motors Manufacturing Indonesia (HMMI) adalah sebuah perusahaan yang
bergerak dalam bidang manufaktur perakitan truk dan bis, perakitan komponen dan ekspor suku
cadang. Dalam proses produksi seringkali terjadi gangguan pada mesin atau peralatan yang
digunakan, sehingga mengganggu jalannya proses produksi. Departemen machining propeller shaft
PT HMMI yang memproduksi produk flange mengharapkan agar mesin yang beroperasi dapat
menghasilkan produk sesuai dengan target produksi yang diinginkan.
Dalam penelitian ini, akan dilakukan identifikasi efektivitas mesin menggunakan metode
Overall Equipment Effectiveness (OEE). OEE adalah metode pengukuran yang digunakan untuk
menentukan performansi suatu mesin atau pelatan guna menjaga mesin atau peralatan tersebut
pada kondisi yang baik. Dengan semakin tinggi nilai overall equipment effectiveness (OEE) maka
biaya produksi akan lebih rendah namun kualitasnya tetap terjaga. Metode ini tidak
memperhitungkan biaya pengoperasian peralatan melainkan menghitung availability, performance
efficiency, dan quality rate sebagai indikatornya.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada line machining propeller shaft untuk
produk flange di PT Hino Motors Manufacturing Indonesia dengan menggunakan metode Overall
Equipment Effectiveness (OEE), nilai OEE sebesar 81,1% belum memenuhi target standar JIPM
sebesar 85%. Rendahnya nilai OEE disebabkan karena downtime mesin sehingga mesin tidak
bekerja produktif, waktu terbuang dan tidak menghasilkan produk stabil.
Keywords : Propeller, OEE, availability, performance efficiency, dan quality rate

1. PENDAHULUAN
PT Hino Motors Manufacturing diproduksi di line machining propeller shaft
Indonesia (HMMI) merupakan salah satu antara lain Axle 13’, Sliding, Flange,
perusahaan yang bergerak di bidang Coupling, Center Bearing, Sliding, End
manufaktur yang merakit truk, penyedia Yoke, Nylon dan Main Assy.
suku cadang dan machining komponen Dalam proses produksi seringkali
mesin. Departemen yang memproduksi terjadi gangguan pada mesin atau peralatan
komponen mesin adalah departemen yang digunakan, sehingga dapat
Machining. Departemen machining mengganggu jalannya proses produksi.
memproduksi beberapa produk yaitu, Gangguan ini dapat mengurangi
Connecting rod Line, Camshaft Line, Crank keuntungan perusahaan serta mengurangi
Shaft, Cylinder Head, Cylinder Block, waktu aktif kerja yang dapat digunakan
Propeller Shaft dan Axle. Pada propeller untuk proses produksi. Dengan adanya
shaft, terdiri dari beberapa komponen yang kerusakan pada mesin, maka akan

Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UPN “Veteran” Yogyakarta 109


Jurnal OPSI Vol 9 No 2 Desember 2016 ISSN 1693-2102
OPSI – Jurnal Optimasi Sistem Industri

membutuhkan waktu dan biaya yang cukup strategi perawatan yang tepat. Perawatan
besar untuk melakukan perbaikan peralatan adalah kegiatan untuk memelihara atau
atau mesin. menjaga fasilitas atau peralatan dan
Pada bulan Januari sampai Juli mengadakan perbaikan, penyesuaian dan
2016, jumlah target produksi produk flange penggantian yang diperlukan agar terdapat
yang ditetapkan oleh perusahaan tidak suatu kondisi sesuai dengan yang
stabil. Pada bulan Januari dan Juli target direncanakan (Assauri, 1980).
produksi terpenuhi, pada bulan Februari dan Flange adalah salah satu produk yang
April hasil produksi melebihi target diproduksi pada line machining propeller
shaft di PT HMMI. Nama asli flange
produksi, sedangkan pada bulan Maret, Mei
sebenarnya adalah universal joint namun, di
dan Juni target produksi tidak terpenuhi.
PT HMMI lebih dikenal dengan flange.
Ketidakstabilan tersebut dapat disebabkan
Flange merupakan salah satu bagian yang
oleh mesin atau operatornya. Maka, untuk terdapat pada propeller shaft. Flange ini
mengetahui penyebab ketidakstabilan hasil berfungsi untuk memungkinkan poros
produksi produk flange secara pasti perlu berputar dengan lancer walaupun terjadi
dilakukan pengamatan lebih lanjut. perubahan sudut.
Departemen machining propeller Departemen machining di PT HMMI
shaft PT HMMI yang memproduksi produk adalah departemen yang memproduksi
flange mengharapkan agar mesin yang komponen mesin yang akan digunakan pada
beroperasi dapat menghasilkan produk truk dan bus. Departemen machining
sesuai dengan target produksi yang memproduksi beberapa produk yaitu,
diinginkan. Dalam hal ini, akan dilakukan Connecting rod Line, Camshaft Line, Crank
identifikasi efektivitas mesin menggunakan Shaft, Cylinder Head, Cylinder Block,
metode Overall Equipment Effectiveness Propeller Shaft dan Axle. Propeller shaft
(OEE). sendiri adalah salah satu bagian dari sistem
Manfaat yang dapat diperoleh dari pemindah tenaga yang berfungsi untuk
analisis tingkat efektivitas line machining meneruskan putaran dan daya mesin dari
propeller shaft untuk produk flange dengan transmisi ke differensial dengan variasi
metode OEE ini adalah perusahaan dapat perubahan sudut yang selalu terjadi pada
mengetahui seberapa efektif line machining poros tersebut saat memindahkan putaran dan
propeller shaft dapat beroperasi dalam daya.
Pada line machining propeller shaft
memproduksi produk flange. Dengan
mengetahui hal tersebut, perusahaan juga terdiri dari beberapa komponen yang
dapat melakukan perbaikan atau diproduksi, antara lain Axle 13’, Sliding,
pencegahan kerusakan yang mungkin akan Flange, Coupling, Center Bearing, Sliding,
terjadi agar dapat meningkatkan End Yoke, Nylon dan Main Assy. Berikut
produktivitas adalah gambar-gambar yang menunjukkan
pemasangan propeller shaft pada badan
truk/bus:
2. METODE PENELITIAN
Di era globalisasi ini, perkembangan
industri dalam bidang manufaktur di
Indonesia mengalami kemajuan yang cukup
pesat dari tahun ke tahun. Hal tersebut tentu
saja membuat persaingan perusahaan menjadi
kian ketat. Persaingan yang ketat ini
mendorong setiap perusahaan agar selalu
dapat menghasilkan produk yang berkualitas.
Untuk dapat menghasilkan produk yang
berkualitas maka kondisi peralatan atau mesin
yang digunakan harus tetap terjaga. Agar Gambar 1. Proses pemasangan propeller
kondisi mesin tetap terjaga maka dibutuhkan shaft

112 Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UPN “Veteran” Yogyakarta


Jurnal OPSI Vol 9 No 2 Desember 2016 ISSN 1693-2102
OPSI – Jurnal Optimasi Sistem Industri

diperusahaan adalah dengan menghitung


komponen OEE, yaitu:

1. Availability Ratio
Availability Ratio merupakan rasio yang
menggambarkan pemanfaatan waktu yang
tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau
peralatan.
Faktor penting Availability adalah loading
time dan operating time. Loading time adalah
total waktu produksi dalam sehari. Dengan
Gambar 2. Propeller shaft yang sudah
demikian formula yang digunakan untuk
terpasang
menghitung availability ratio adalah:
Overall Equipment Effectiveness
(OEE) adalah besarnya efektivitas yang
dimiliki oleh perusahaan atau mesin. OEE Waktu operasi = loading time – down time
dihitung dengan memperoleh dari
availabilitas dari alat-alat perlengkapan, 2. Performance Efficiency
efisiensi kerja dari proses, dan rasio dari mutu Performance Efficiency merupakan suatu
produk. OEE menunjukkan suatu indikator ratio yang menggambarkan kemampuan dari
yang dapat memperlihatkan seberapa baik peralatan dalam menghasilkan barang atau
perusahaan menggunakan sumber daya yang produk yang dinyatakan dengan persentase.
dimilikinya (tingkat kehandalan, tingkat Adapun data-data yang digunakan dalam
produktivitas, dan lain-lain) suatu peralatan pengukuran Performance Efficiency adalah
atau mesin yang digunakan pada proses data jumlah produksi, ideal cycle time dan
produksi (Nakajima dalam Prabowo, 2015). waktu operasi. Dengan demikian formula
OEE dapat digunakan dalam yang digunakan untuk menghitung
beberapa jenis tingkatan pada sebuah Performance Efficiency adalah:
lingkaran perusahaan. Pertama OEE dapat
digunakan sebagai “benchmark” untuk
mengukur rencana perusahaan dalam
performansi. Kedua, nilai OEE perkiraan dari
satu aliran produksi, dapat digunakan untuk 3. Rate of Quality Product
membandingkan garis performansi melintang Quality ratio merupakan suatu rasio yang
dari perusahaan, maka akan terlihat aliran menggambarkan kemampuan peralatan dalam
yang tidak penting. Ketiga, jika proses menghasilkan produk yang sesuai dengan
permesinan dilakukan secara individual, OEE standar. Data yang digunakan dalam
dapat mengidentifikasi mesin mana yang pengukuran quality ratio adalah jumlah
mempunyai performansi buruk, bahkan produk yang diproduksi dan jumlah produk
mengidentifikasi fokus dari sumber daya cacat dari produk yang berhasil diproduksi.
Total Productive Maintenance (TPM). Dengan demikian formula yang digunakan
Manfaat yang dapat diperoleh dari untuk menghitung quality ratio adalah:
pengukuran OEE ini adalah perusahaan dapat
mengetahui seberapa efektif kemampuan
peralatan atau mesin yang dimilikinya, dan
apakah masih layak atau tidak untuk
digunakan dalam kegiatan produksi. Layak
atau tidaknya peralatan atau mesin tersebut
dapat dilihat dari target yang dibuat oleh
perusahaan.
Hal-hal yang diperlukan dalam
aplikasi Overall Equipment Effectiveness

Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UPN “Veteran” Yogyakarta 113


Jurnal OPSI Vol 9 No 2 Desember 2016 ISSN 1693-2102
OPSI – Jurnal Optimasi Sistem Industri

Dari ketiga faktor diatas maka dapat 1. Data Primer


dilakukan pengukuran untuk Overall Data diperoleh langsung dari sumbernya.
Equipment Effectiveness (OEE). Formula Data ini didapat dengan cara wawancara
yang digunakan untuk menghitung OEE dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan
adalah : penelitian ini dan melakukan observasi
OEE = Availability x Performance efficiency terhadap objek yang diteliti.
x Rate of Quality Product 2. Data Sekunder
Data sekunder meliputi semua data yang
didapat dari luar tempat Data yang
digunakan dalam penyelesaian laporan ini
adalah data downtime produk flange pada
line machining propeller shaft periode
Januari-Juli 2016.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam penelitian yang dilakukan di
PT Hino Motors Manufacturing Indonesia
didapatkan data-data yang mendukung untuk
melakukan perhitungan efektivitas pada line
machining propeller shaft untuk produk
flange dengan metode Overall Equipment
Effectiveness (OEE). Data-data yang
dibutuhkan untuk melakukan perhitungan
OEE ini meliputi :

Tabel 1. Data kebutuhan OEE

Hal-hal yang perlu dihitung dalam


perhitungan Overall Equipment Effectiveness
(OEE) sebagai berikut :

1. Pengukuran Availability Ratio


Gambar 1 Diagram alur penelitian Pengukuran availability ratio untuk bulan
Januari 2016 adalah sebagai berikut:
Untuk mendapatkan data yang
diperlukan dalam melakukan penelitian,
maka digunakan data yang terdiri dari dua
jenis, yaitu:
= 96,3%

114 Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UPN “Veteran” Yogyakarta


Jurnal OPSI Vol 9 No 2 Desember 2016 ISSN 1693-2102
OPSI – Jurnal Optimasi Sistem Industri

Dengan cara yang sama, hasil perhitungan Dengan cara yang sama, hasil perhitungan
availability ratio pada bulan Januari-Juli 2016 rate of quality product pada bulan Januari-
seperti pada Tabel Juli 2016 seperti pada Tabel

Tabel 2. Hasil perhitungan availability ratio Tabel 4. Hasil perhitungan rate of quality

2. Pengukuran Performance Efficiency. 4. Perhitungan Overall Equipment


Pengukuran performance efficiency untuk Effectiveness (OEE)
bulan Januari 2016 adalah sebagai berikut:
Pengukuran overall equipment effectiveness
(OEE) untuk bulan Januari 2016 adalah
sebagai berikut:

Dengan cara yang sama, hasil perhitungan


performance efficiency pada bulan Januari-
Juli 2016 seperti pada Tabel
Dengan cara yang sama, hasil perhitungan
Tabel 3 Hasil perhitungan performance OEE pada bulan Januari-Juli 2016 seperti
efficiency pada Tabel

Tabel 5 Hasil perhitungan OEE

3. Pengukuran Rate of Quality Product


Pengukuran rate of quality product untuk
bulan Januari 2016 adalah sebagai berikut:

Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UPN “Veteran” Yogyakarta 115


Jurnal OPSI Vol 9 No 2 Desember 2016 ISSN 1693-2102
OPSI – Jurnal Optimasi Sistem Industri

Dalam bentuk grafik, pencapaian nilai OEE Rendahnya tingkat performansi ini
yang telah dihitung dapat dilihat pada dapat disebabkan karena tingginya
Gambar permintaan konsumen dan tingginya waktu
yang tidak menghasilkan produk. Oleh
karena itu, perlu dilakukannya peningkatan
kapasitas dan melakukan pengecekkan pada
line machining propeller shaft agar dapat
memenuhi permintaan konsumen dan
mengetahui apa yang menyebabkan
tingginya waktu yang tidak menghasilkan
produk.
Pada hasil perhitungan rate of
quality product yang dapat dilihat pada tabel
4, diketahui bahwa nilai quality ratio
tersebut sudah memenuhi standar JIPM dan
Gambar 3. Grafik OEE line machining perusahaan yaitu 99%. Walaupun pada
propeller shaft periode bulan Januari menghasilkan quality
ratio 98,8%, Februari dan April 98,7%, dan
Dari Gambar 3 dapat diketahui Mei sebesar 98,1%, namun hasil tersebut
bahwa OEE pada line machining propeller sudah mendekati standar yang ditetapkan
shaft untuk produk flange periode Januari- dan dianggap tidak bermasalah oleh
Juli 2016 belum memenuhi standar. perusahaan. Kemudian untuk hasil
Diperlukan tindakan perbaikan agar mesin perhitungan Overall Equipment
dapat mencapai nilai standar OEE dan dapat Effectiveness (OEE) pada tabel 5 dapat
beroperasi dengan baik sehingga dilihat bahwa nilai OEE pada line
menghasilkan produk secara stabil sesuai machining propeller shaft untuk produk
dengan target produksi yang telah flange belum memenuhi standar JIPM dan
ditetapkan. juga standar yang telah ditetapkan oleh
Berdasarkan hasil perhitungan nilai perusahaan yaitu sebesar 85%. Dari tabel
availability yang dapat dilihat pada tabel 2, tersebut, diketahui bahwa periode bulan Juli
diketahui bahwa nilai yang diperoleh pada adalah periode yang menghasilkan nilai
setiap periode sudah memenuhi standar OEE tertinggi yaitu 84,7% dan periode
yang dikeluarkan oleh JIPM dan perusahaan bulan Juni adalah periode yang
yaitu 90%. Hasil tersebut adalah hasil yang menghasilkan nilai OEE terendah yaitu
sudah cukup memuaskan, karena akan 77,1%.
sangat sedikit kemungkinan perusahaan Rata-rata yang didapat dari
mengalami kerugian karena tingkat perhitungan ini adalah sebesar 81,1%. Hal
availability yang rendah. ini membuktikan bahwa nilai OEE pada
Perhitungan nilai performance periode Januari-Juli 2016 belum memenuhi
efficiency yang diperoleh, dapat diketahui standar. Penyebab rendahnya nilai OEE
bahwa hasil tersebut belum memenuhi disebabkan karena tingginya downtime pada
standar yang dikeluarkan oleh JIPM dan mesin yang terjadi setiap bulannya,
perusahaan yaitu sebesar 95%. Hal ini sehingga menyebabkan waktu terbuang dan
terbukti dari nilai performansi yang line machining propeller shaft yang
ditunjukkan pada tabel 3 Dari tabel tersebut menghasilkan produk flange tidak dapat
terlihat bahwa nilai performansi pada line bekerja secara produktif.
machining propeller shaft untuk produk
flange yang paling tinggi ada pada periode
bulan Juli yaitu sebesar 89,8%. Sedangkan
untuk performansi paling rendah ada pada
periode bulan Maret yaitu sebesar 81,1%.

116 Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UPN “Veteran” Yogyakarta


Jurnal OPSI Vol 9 No 2 Desember 2016 ISSN 1693-2102
OPSI – Jurnal Optimasi Sistem Industri

4. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA


Berdasarkan analisis yang telah Assauri, Sofjan., 1980, Manajemen
dilakukan pada line machining propeller Produksi, Fakultas Ekonomi
shaft untku produk flange di PT Hino Universitas Indonesia, Jakarta.
Motors Manufacturing Indonesia dengan Betrianis dan Suhendra, R, Pengukuran
menggunakan metode Overall Equipment Nilai Overall Equipment
Effectiveness (OEE), dapat disimpulkan Effectivenees Sebagai Dasar Usaha
sebagai berikut : Perbaikan Proses Manufaktur Pada
1. Nilai OEE yang didapat dari hasil Lini Produksi (Studi Kasus pada
perhitungan belum memenuhi target Stamping Production Division
atau standar JIPM dan standar yang Sebuah Industri Otomotif),
telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu Departemen Teknik Industri
sebesar 85%. Rata-rata yang didapat Fakultas Teknik, Universitas
dari perhitungan OEE hanya sebesar Indonesia.
81,1%. Anonim, 2015, Bab II Deskripsi Perusahaan,
2. Rendahnya nilai rata-rata OEE yang http://digilib.mercubuana.ac.id/man
diperoleh disebabkan karena terjadinya ager/n!@file_skripsi/Isi275944949
downtime pada mesin yang cukup 7760.pdf, diakses pada bulan Juli
tinggi setiap bulannya. Tingginya 2016.
downtime yang terjadi menimbulkan Nakajima, S., 1988. Introduction to Total
mesin tidak dapat bekerja secara Productive Maintenance,
produktif, menyebabkan waktu Productivity Press Inc, Portland, p.
terbuang dan tidak menghasilkan 21.
produk atau hasil produksi tidak stabil. Otomobil, B., 2013, Ini Dia Proses
Pembuatan Truk Hino,
Berdasarkan hasil penelitian yang telah http://otomotifnet.com/Mobil/News
dilakukan, perusahaan disarankan untuk: -Apm/Ini-Dia-Proses-Pembuatan-
1. Memperbaiki sistem pemeliharaan line Truk-Hino, diakses tanggal 3
machining propeller shaft untuk produk November 2016.
flange guna mencegah terjadinya Pambudi, A, W, S., 2015, Laporan Kerja
downtime yang lama dan agar dapat Praktek di PT Hino Motors
mengurangi penyebab kerugian- Manufacturing Indonesia,
kerugian besar yang akan terjadi pada Departemen Teknik Mesin Sekolah
perusahaan. Mesin, Universitas Gajah Mada,
2. Mengevaluasi intensitas perawatan yang Yogyakarta.
dilakukan saat ini berdasarkan nilai Sitinjak, Y. R. E., Rahman, A., dan Efranto,
OEE. R, Y., Analisis Total Productive
3. Mempertimbangkan metode OEE Maintenance Pada Mesin Carding
sebagai metode pengukuran performansi Cotton Dengan Metode Overall
pada peralatan-peralatan produksi Equipment Effectiveness (Studi
lainnya yang dimiliki oleh PT HMMI. Kasus: PT. Easterntex – Pandaan),
Jurusan Teknik Industri, Universitas
Brawijaya.
Wentz, Charles, A., 1995, “Hazardous
Waste Management”, Second
edition. Mc Graw Hill International
Editions, United States.
Ratman, C. R., dan Syafrudin., 2010,
Penerapan Pengelolaan Limbah B3
Di PT Toyota Motor Manufacturing

Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UPN “Veteran” Yogyakarta 117


Jurnal OPSI Vol 9 No 2 Desember 2016 ISSN 1693-2102
OPSI – Jurnal Optimasi Sistem Industri

Indonesia, Jurnal Presipitasi, Vol. 7


No. 2, Hal. 64 ISSN 1907-187X.

118 Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UPN “Veteran” Yogyakarta


JURNAL 7
(Perancangan Proses Produksi Alat Antrian C2000
dengan Menggunakan IDEF0, FMEA, dan RCA)
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 2
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
PERANCANGAN PROSES PRODUKSI ALAT ANTRIAN C2000 DENGAN
MENGGUNAKAN IDEFØ, FMEA DAN RCA

ALAT ANTRIAN C2000 PRODUCTION PROCESSES DESIGN USING IDEFØ,


FMEA AND RCA

Nesti Anisa Lindawati1), Ishardita Pambudi Tama2), Ceria Farela Mada Tantrika3)
Jurusan Teknik Industri, Universitas Brawijaya
JalanMT. Haryono 167, Malang, 65145, Indonesia
E-mail: nestigakanisa@gmail.com1), kangdith@ub.ac.id2), ceria_fmt@ub.ac.id3)

Abstrak

PT. Cendana Teknika Utama yang merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi
dan teknologi informasi. Produk utamanya adalah Alat Antrian C2000. Alat Antrian C2000 adalah
serangkaian hardware dan software yang saling terintegrasi untuk penyelanggaraan distribusi informasi
sistem antrian. Dalam proses produksinya, terdapat komponen dengan kualitas yang kurang baik, misalnya :
solder yang tidak sempurna, komponen rusak, PCB yang retak, jalur PCB yang belum tersambung. Dari
pemetaan proses produksi Alat Antrian C2000 dengan IDEFØ pada level 1 dihasilkan tiga proses. Pada
proses ini terdapat dua input, tiga control, empat mechanism dan dua output. Selanjutnya hasil identifikasi
proses kritis terdapat pada proses identifikasi komponen dengan nilai RPN terbesar yaitu 300. Pada
identifikasi penyebab proses kritis, faktor yang paling berpengaruh menyebabkan kegagalan adalah faktor
sumber daya manusia atau karyawan. Rekomendasi yang dapat diberikan untuk perbaikan proses produksi
adalah perlunya SOP, mengadakan pelatihan karyawan, perlunya reward and punishment, mengadakan
inspeksi peralatan, perbaikan sistem penyimpanan di gudang, peninjauan kembali anggaran biaya
kebutuhan.

Kata kunci: alat antrian, pemetaan proses, proses kritis, IDEFØ, FMEA, RCA

1. Pendahuluan Display, dan RS (Recomended Standart),


Proses produksi merupakan hal yang kemudian membuat simulasi aplikasi antrian
sangat penting untuk perusahaan manufaktur. dengan menggunakan software Borland Delphi
Gitosudarmo (2000) mengatakan bahwa
yang ditempatkan di mini PC (Personal
“Proses produksi adalah merupakan interaksi
antara bahan dasar, bahan-bahan pembantu, Computer). Hasil komponen yang kurang baik
tenaga kerja dan mesin-mesin serta alat-alat merupakan sebuah kegagalan dalam proses
perlengkapan yang dipergunakan”. Menurut produksi yang dapat mempengaruhi kualitas
Baroto (2002), “Proses produksi adalah produk. Tabel 1 merupakan tabel dimana
aktivitas bagaimana produk jadi dari bahan terdapat produk yang cacat dalam produksi Alat
baku yang melibatkan mesin, energi, Antrian C2000.
pengetahuan teknis, dan lain lain”. Penelitian
ini dilakukan di PT. Cendana Teknika Utama Tabel 1 Jumlah Produk Cacat Tahun 2012 – 2013
server regional Malang divisi teknologi Bulan ke- (2012)
informasi dengan produk utama Alat Antrian
4 5 6 7 8 9 10 11 12
C2000. Alat Antrian C2000 adalah serangkaian
hardware dan software yang saling terintegrasi Jumlah Produksi (unit) 98 4 4 4 15 0 16 11 38
untuk penyelanggaraan distribusi informasi Cacat (unit) 10 0 0 0 2 0 2 1 4
sistem antrian. Alat antrian ini diproduksi untuk Bulan ke- (2013)
mengatasi masalah antrian dengan keunggulan
1 2 3 4 5 6 7 8
penerapan yang bisa disesuaikan dengan
kebutuhan konsumen. Jumlah Produksi (unit) 22 16 42 6 10 1 25 18
Sebagai perusahaan yang berbisnis di Cacat (unit) 2 2 5 1 1 0 2 1
bidang manufaktur alat antrian, PT. Cendana Sejumlah produk cacat mengindikasikan
Teknika Utama memulai alur produksinya dari bahwa proses produksi di PT. Cendana Teknika
hardware yang terdiri dari Ticketing, Button, Utama kurang optimal yang akhirnya

409
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 2
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Oleh penyebab dari permasalahan tertentu dengan
karena itu diperlukan metode untuk tujuan membangun dan mengimplementasikan
memperbaiki sistem proses produksi. solusi yang akan mencegah terjadinya
Dalam penelitian ini, metode yang pengulangan masalah (Doggett, 2005).
digunakan dalam membantu merancang Dengan demikian didapatkan
perbaikan sistem adalah IDEFØ, Failure Mode rekomendasi untuk memperbaiki proses
and Effect Analysis (FMEA) dan Root Cause produksi Alat Antrian C2000 di PT. Cendana
Analysis (RCA). Metode IDEFØ merupakan Teknika Utama, sehingga dapat meningkatkan
metode awal untuk perbaikan sistem dengan kepuasan pelanggan dan menciptakan produk
cara memetakan aktifitas pada tiap prosesnya. yang lebih berkualitas.
Menurut National Institute of Standards
and Technology, Intregation Definition 2. Metode Penelitian
Language 0 (IDEFØ) merupakan dasar dari Penelitian ini dibagi menjadi 5 tahap, yaitu
Structured Analysis and Design Technique identifikasi awal, pengumpulan data,
(SADT) yang dibangun oleh Douglas T. Ross pengolahan data, analisis dan pembahasan serta
dan SoftTech, Inc. Model ini dibangun untuk kesimpulan dan saran.
memahami, menganalisis, memperbaiki atau
mengganti sistem. Metode Integrated 2.1 Tahap Identifikasi Awal
Definition Language 0 (IDEFØ) sebagai Tahap identifikasi awal dibagi menjadi
pemodelan fungsi dan pemetaan proses untuk beberapa langkah berikut.
analisis dan komunikasi semua fungsi dalam 1. Identifikasi masalah
sistem dengan grafis yang terstruktur 2. Studi pustaka
merupakan cara yang ampuh dalam analisis dan 3. Perumusan masalah
pengembangan sistem dalam perusahaan 4. Penentuan tujuan penelitian
manufaktur (Kim, 2000). Di dalam
pengerjaannya harus lebih teliti dan sangat 2.2 Tahap Pengumpulan Data
detail, karena semua aktivitas yang diwakili Data utama yang diperlukan adalah
oleh input, control, output, mechanism (ICOM) identifikasi proses produksi alat antrian C2000
digambarkan dan didekomposisikan dengan di PT Cendana Teknika Utama yang akan
tepat untuk memperjelas sistem yang diolah pada pemetaan proses menggunakan
dibutuhkan. Kelebihan model ini adalah IDEFØ. Data yang dikumpulkan selanjutnya
kelengkapan informasi yang diberikan untuk adalah data kegagalan yang pernah terjadi
masing-masing proses, mudah untuk dipahami sebelumnya pada saat proses produksi Alat
dan mampu menjabarkan sebuah proses untuk Antrian C2000.
memastikan perincian, hasil yang jelas dan
akurat. 2.3 Tahap Pengolahan Data
Selanjutnya metode FMEA membantu Data yang diperoleh kemudian diolah
perusahaan untuk mendapatkan proses kritis sesuai dengan tahapan pengolahan data sebagai
dari nilai risk priority number yang paling berikut:
tinggi. FMEA adalah suatu alat yang secara 1. Pemetaan dan identifikasi proses
sistematis mengidentifikasi akibat atau digambarkan dengan metode IDEFØ
konsukensi dari kegagalan sistem atau proses, 2. Melakukan identifikasi kemungkinan dan
serta mengurangi atau mengeliminasi peluang dampak yang ditimbulkan dari kegagalan
terjadinya kegagalan. Suatu mode kegagalan dengan menggunakan metode FMEA
adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan (Failure Mode and Effect Analysis).
atau kegagalan dalam desain, kondisi di luar 3. Melakukan identifikasi akar permasalahan
batas spesifikasi yang telah ditetapkan atau penyebab proses kritis untuk menyusun
perubahan pada produk yang menyebabkan rekomedasi perbaikan dengan metode 5
terganggunya fungsi dari produk tersebut Why.
(Gazperz, 2002). 4. Setelah diperoleh faktor yang telah
Ketika proses kritis telah diketahui, pada menyebabkan kegagalan, langkah
tahap selanjutnya mengidentifikasi akar selanjutnya adalah dilakukannya
permasalahan menggunakan RCA. Root Cause rekomendasi perbaikan yang menyebabkan
Analysis (RCA) adalah suatu proses kegagalan.
mengidentifikasi dan menentukan akar

410
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 2
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2.4 Tahap Analisis Dan Pembahasan output, dua (2) control , dan dua (2) mechanism.
Tahap analisis dan pembahasan merupakan 1. Input : Material (I1)
analisis hasil yang diperoleh yang nantinya 2. Output : Alat Antrian (O1)
akan dijadikan sebagai salah satu bahan 3. Control : Desain Komponen (C1) dan
pertimbangan PT. Cendana Teknika Utama Permintaan kosumen (C2)
dalam hal proses produksi Alat Antrian C2000. 4. Mechanism : Karyawan bagian produksi
(M1) dan Mesin dan Toolkit (M2)
2.5 Tahap Kesimpulan Dan Saran
Tahap kesimpulan dan saran merupakan 3.1.2 Pemetaan Proses Produksi Alat Antrian
tahap terakhir dari penelitian ini yang berisi C2000 Level 1
kesimpulan yang diperoleh dari hasil Proses produksi Alat Antrian C2000 level
pengumpulan, pengolahan dan analisa yang 1 merupakan dekomposisi atau anak diagram
menjawab tujuan penelitian yang ditetapkan. dari diagram konteks (Level 0). Proses produksi
Selain itu juga diberikan saran perbaikan untuk level 1 memiliki 3 proses utama, yaitu proses
penelitian selanjutnya. produksi komponen, proses quality control, dan
proses finishing. Lampiran 1 merupakan
3. Hasil dan Pembahasan gambar diagram proses produksi alat antrian
3.1 Pemetaan Proses Produksi C2000 yang memiliki dua (2) input, tiga (3)
menggunakan IDEFØ control, empat (4) mechanism, dan dua (2)
Pada tahap ini proses produksi akan output, serta tiga (3) proses yang dibutuhkan
dijelaskan melalui pemetaan dengan dalam proses produksi alat antrian.
menggunakan IDEFØ. Pada proses yang
dipetakan dengan menggunakan IDEFØ, akan 3.1.3 Pemetaan Proses Produksi Alat Antrian
terlihat input, output, control, dan mechanism C2000 Level 2
yang menjalankan suatu proses. Pemetaan Proses produksi alat antrian C2000 level
proses yang telah dibuat dalam bentuk IDEFØ 2 merupakan dekomposisi atau anak diagram
memiliki total 5 diagram, dengan masing- dari level 1. Pada level 2 terdapat tiga proses
masing 1 diagram untuk Level 0, 1 diagram utama yang didekomposisi menjadi beberapa
untuk Level 1, dan 4 diagram untuk Level 2. sub proses yaitu proses produksi komponen,
quality control dan finishing.
3.1.1 Pemetaan Proses Produksi Alat Antrian 1. Proses Produksi Komponen
C2000 Level 0 a. Proses Produksi Hardware
Pada konteks diagram, kotak Proses produksi hardware merupakan
mempresentasikan seluruh subjek yang ada di dekomposisi atau anak diagram yang
dalam proses, tanda panah yang ditampilkan pertama dari proses produksi komponen
adalah yang merepresentasikan input, kontrol, (A1). Proses dari diagram ini dilakukan
output, dan mekanisme (ICOM) yang paling secara terpisah dengan proses produksi
umum. Diagram konteks dari proses produksi komponen software sehingga proses
alat antrian C2000 level 0 menggunakan keduanya tidak saling menunggu, karena
IDEFØ terdapat pada Gambar 1 itu diagram proses produksi software
ditandai dengan node A1a. Pada diagram
Desain Permintaan ini menghasilkan lima sub-proses.
Komponen Konsumen (C2)
(C1) Lampiran 2 merupakan dekomposisi dari
proses A1 yang memiliki satu (1) input,
tiga (3) control, lima (5) mechanism, dan
satu (1) output, serta enam (6) subproses
Proses Produksi
Material (I1) Alat Antrian Alat Antrian (O1) yang dibutuhkan dalam proses produksi
C2000
A0
alat hardware. Lampiran 3 merupakan
Karyawan
diagram A1a yaitu proses produksi
Bagian Mesin dan
Toolkit (M2)
hardware.
Produksi
(M1) b. Proses Produksi Software
NODE:
A0 TITLE: Proses Produksi Alat Antrian C2000 NO.: 1
Gambar 1 Diagram IDEFØ Level 0
Proses produksi software merupakan
dekomposisi atau anak diagram yang
Proses produksi Alat Antrian C2000 pada kedua dari proses produksi komponen
level 0 IDEFØ memiliki satu (1) input, satu (1) (A1). Proses produksi software ditandai

411
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 2
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
dengan node A1b. Pada diagram ini kepala divisi bagian produksi di PT Cendana
menghasilkan empat sub-proses. Teknika Utama.
Lampiran 3 merupakan anak diagram 2. Occurance
dari proses A1 yang terdapat dua input, Occurance (O) merupakan tingkat
satu control, dua mechanism dan satu probabilitas frekuensi terjadinya kegagalan
output. pada proses produksi dengan kriteria penilaian
2. Quality Control berdasarkan brainstorming dengan kepala divisi
Dekomposisi atau anak diagram pada bagian produksi di PT Cendana Teknika Utama.
instalasi uji coba (quality control)(node A2) 3. Detection
menghasilkan enam sub-proses. Lampiran 4 Detection (D) merupakan tingkat
merupakan child diagram dari proses A2 yang kemampuan sistem dalam mendeteksi adanys
terdapat dua input, tiga control, dua mechanism kegagalan pada masing-masing proses di
dan dua output. dalamnya dengan kriteria penilaian berdasarkan
3. Finishing brainstorming dengan kepala divisi bagian
Dekomposisi atau anak diagram finishing produksi di PT Cendana Teknika Utama.
(node A3) menghasilkan dua sub-proses.
Gambar 2 merupakan child diagram dari proses 3.2.2 Identifikasi Proses Kritis Node A1a
A3 yang terdapat satu input, dua control, satu Proses produksi komponen hardware
mechanism dan satu output. (A1a) memiliki dekomposisi proses yang terdiri
dari lima sub-proses di level 2. Data
Data Komponen Sarana Penunjang
(C1) (C2) perhitungan FMEA pada proses node A1a
menunjukkan bahwa RPN paling tinggi terdapat
pada node A1a4, yaitu pada proses penyolderan
Komponen
Lulus QC (I1) Pengemasan
Kemasan
material ke PCB tiap komponen dengan nilai
komponen
A31
komponen RPN 144.

3.2.3 Identifikasi Proses Kritis Node A1b


Pemberian label
komponen
Alat Antrian (O1) Proses produksi software (A1b) memiliki
A32 dekomposisi proses yang terdiri dari empat sub-
proses di level 2. Data perhitungan FMEA pada
Karyawan
bag. Finishing proses node A1b menunjukkan bahwa RPN
(M1)
NODE:
A3 TITLE: FINISHING NO.: 1 paling tinggi terdapat pada node A1b4, yaitu
pada proses menyimpan software ke mini PC
Gambar 2 Diagram IDEFØ Proses Finishing dengan nilai RPN 135.
(Level 2)
3.2.4 Identifikasi Proses Kritis Node A2
3.2 Identifikasi Proses Kritis Proses quality control (A2) memiliki
Menggunakan Metode FMEA dekomposisi proses yang terdiri dari empat sub-
Penilaian proses kritis dilakukan pada proses di level 2. Data perhitungan FMEA pada
proses bisnis level 2, karena level ini proses node A2 menunjukkan bahwa RPN
menjabarkan proses secara keseluruhan. Pada paling tinggi terdapat pada Node A24, yaitu
tahap ini dilakukan penilaian severity, pada proses identifikasi komponen dengan nilai
occurance dan detection untuk memperoleh RPN 300.
nilai RPN.
3.2.5 Identifikasi Proses Kritis Node A3
3.2.1 Scoring FMEA Proses finishing (A3) memiliki
Penilaian ini dilakukan mengacu pada dekomposisi proses yang terdiri dari dua sub-
literatur dan selanjutnya penyesuaian dnegan proses di level 2. Data perhitungan FMEA pada
kondisi perusahaan. proses node A3 menunjukkan bahwa RPN
1. Severity paling tinggi terdapat pada Node A31, yaitu
Severity (S) merupakan tingkat pada proses pengemasan komponen dengan
keseriusan dampak yang ditimbulkan dari nilai RPN 175.
kegagalan (failure effect) dengan kriteria
penilaian berdasarkan brainstorming dengan 3.2.6 Rangking Nilai RPN

412
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 2
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Setelah didapatkan nilai RPN untuk tiap mini PC (A1b4) dan yang terakhir uji coba
proses, maka langkah selanjutnya adalah pengawasan sistem kerja produk (A23).
dengan melakukan rangking untuk mengetahui
proses yang memiliki potensial risiko paling 3.3 Identifikasi Penyebab Proses Kritis
besar diantara proses lainnya. Dari Tabel 2 Tahap selanjutnya adalah
dapat ditunjukkan bahwa proses dengan nilai mengidentifikasi penyebab tingginya potensial
RPN tertinggi adalah node A24, yaitu proses risiko yang ada di dalam proses kritis. Metode
identifikasi komponen dengan nilai RPN 300. yang digunakan adalah 5 Whys Method.
Dengan demikian proses kritis terdapat pada Identifikasi penyebab proses kritis dilakukan
proses identifikasi komponen dalam node A2. dari RPN yang memiliki nilai diatas rata-rata.
Urutan selanjutnya adalah pengemasan Dalam pemilihannya, terdapat lima nilai RPN
komponen (A31), pemberian label komponen yang nilainya diatas rata-rata yaitu pada node
(A32), penyolderan material ke PCB tiap A24, A31, A32, A1a4, A1b4 dan A23.
komponen (A1a4), menyimpan software ke

Tabel 2 Identifikasi Proses Kritis Proses Produksi Alat Antrian C2000


Potensial Potensial S Potensial O D R
Current
Node Level 2 Failure Effect of E Cause of C E P
Control
Mode Failure V Failure C T N
Komponen
Perusahaan Kesalahan
cacat yang Terdapat
Identifikasi mengganti mengiden -
A24 diterima 10 5 checklist 6 300
komponen kerugian tifikasi
oleh komponen
konsumen komponen
pelanggan

Penggunaan
Pengemas- Produk
Produk Pengemasan bubble dan
A31 an terjatuh/ 7 5 5 175
rusak kurang rapat kertas sebagai
komponen tergoncang
pengaman

Terdapat
Label tidak Terdapat
Pemberian kerancuan
sesuai Komponen checklist
A32 label 8 antara nama, 4 5 160
dengan tertukar kardus
komponen label dan tipe
komponen komponen
komponen

Penyolder-
Hasil solder Komponen Karyawan
an material Terdapat target
kurang tidak dapat kurang teliti
A1a4 ke PCB 88 6 waktu dalam 3 144
menyatu berfungsi dalam proses
tiap pengerjaan
dengan PCB dengan baik penyolderan
komponen
Dilakukan
Menyim - running
Program file Penyimpanan
pan software
A1b4 File corrupt tidak 9 tidak 5 3 135
software setelah
berfungsi sempurna
ke mini PC penyimpanan
selesai
Sistem
Uji coba Piranti listrik
antrian tidak
dan Data tidak yang kurang Pengawasan
berfungsi
pengawas- dapat sempurna dilakukan
A23 dengan baik 9 5 3 135
an sistem ditransmisi - selama 2x24
kerja Terjadi kan Adanya jam
produk hubungan komponen
arus pendek yang rusak

413
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 2
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Dari pengumpulan data yang dilakukan, prosedur pengadaan, keuangan dan permintaan
diketahui terdapat lima faktor utama penyebab konsumen.
terjadinya potensi kegagalan untuk masing-
masing node yang dituliskan di Tabel 3. 3.3.4 Root Cause Analysis Node A1a4
Proses yang memiliki nilai RPN tertinggi
Tabel 3 Faktor Penyebab Proses Kritis pada node A1a proses produksi hardware
Faktor Nama Faktor adalah penyolderan material ke PCB tiap
komponen dengan node A1a4. Akibat yang
A Sumber Daya Manusia
ditimbulkan dari kegagalan proses pada node
B Prosedur Pengadaan A1a4 merupakan awal proses identifikasi
C Raw Material penyebab terjadinya kegagalan. Berdasarkan
hasil identifikasi RCA pada tabel 7, diketahui
D Keuangan bahwa terdapat empat faktor yang
E Permintaan Konsumen mempengaruhi proses kegagalan di node A1a4.
Faktor tersebut adalah sumber daya manusia,
prosedur pengadaan , raw material dan
3.3.1 Root Cause Analysis Node A24 permintaan konsumen.
Proses yang memiliki nilai RPN paling
tinggi adalah identifikasi komponen dengan
3.3.5 Root Cause Analysis Node A1b4
node A24 yang terdapat pada proses quality Proses yang memiliki nilai RPN tertinggi
control pada node A2. Akibat yang ditimbulkan pada node A1b proses produksi software adalah
dari kegagalan proses pada node A24 menyimpan software ke mini PC dengan node
merupakan awal proses identifikasi penyebab A1b4. Akibat yang ditimbulkan dari kegagalan
terjadinya kegagalan. Berdasarkan hasil proses pada node A1b4 merupakan awal proses
identifikasi RCA pada tabel 4, diketahui bahwa identifikasi penyebab terjadinya kegagalan.
terdapat tiga faktor yang mempengaruhi proses Berdasarkan hasil identifikasi RCA pada tabel
kegagalan di node A24. Faktor tersebut adalah 8, diketahui bahwa terdapat satu faktor yang
sumber daya manusia, prosedur pengadaan dan mempengaruhi proses kegagalan di node A1b4.
permintaan konsumen. Faktor tersebut adalah prosedur pengadaan.
3.3.2 Root Cause Analysis Node A31 3.3.6 Root Cause Analysis Node A23
Proses yang memiliki nilai RPN tertinggi Proses yang memiliki nilai RPN tertinggi
pada node A3 proses finishing adalah pada node A2 proses quality control adalah uji
pengemasan komponen dengan node A31. coba dan pengawasan sistem kerja produk
Akibat yang ditimbulkan dari kegagalan proses dengan node A23. Akibat yang ditimbulkan dari
pada node A31 merupakan awal proses kegagalan proses pada node A23 merupakan
identifikasi penyebab terjadinya kegagalan. awal proses identifikasi penyebab terjadinya
Berdasarkan hasil identifikasi RCA pada tabel kegagalan. Berdasarkan hasil identifikasi RCA
5, diketahui bahwa terdapat lima faktor yang pada tabel 9, diketahui bahwa terdapat empat
mempengaruhi proses kegagalan di node A31. faktor yang mempengaruhi proses kegagalan di
Faktor tersebut adalah sumber daya manusia, node A23. Faktor tersebut adalah sumber daya
prosedur pengadaan , raw material, keuangan manusia, prosedur pengadaan , raw material
dan permintaan konsumen. dan permintaan konsumen.
3.3.3 Root Cause Analysis Node A32 3.4 Penyusunan Rekomendasi Perbaikan
Proses yang memiliki nilai RPN tertinggi Rekomendasi perbaikan disusun
kedua pada node A3 proses finishing adalah berdasarkan faktor faktor penyebab terjadinya
pemberian label komponen dengan node A32. kegagalan yang ada pada proses. Pada tabel 10
Akibat yang ditimbulkan dari kegagalan proses merupakan rangking banyaknya faktor yang
pada node A32 merupakan awal proses mempengaruhi. Berikut urutan faktor yang
identifikasi penyebab terjadinya kegagalan. perlu rekomendasi perbaikan terlebih dahulu:
Berdasarkan hasil identifikasi RCA pada tabel faktor sumber daya manusia (A), faktor
6, diketahui bahwa terdapat empat faktor yang prosesdur pengadaan (B), faktor permintaan
mempengaruhi proses kegagalan di node A32. konsumen (E), faktor raw material (C) dan
Faktor tersebut adalah sumber daya manusia, faktor keuangan (D).

414
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 2
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Tabel 4 Root Cause Analysis Node A24
Failure Effect Why I Why II Why III Why IV Why V Faktor
Banyak
Menyesuaika
Kerusakan material
n dengan
fisik tidak kompo-nen E, A
Karyawan Sulitnya permintaan
terlihat yang saling
melakukan mencari konsumen
Perusahaan berdekatan
kesalahan komponen
mengganti Harus
dalam yang rusak,
kerugian Tidak teliti menunggu
mengidentifi ketika dalam Lama-nya
konsumen dalam tools yang
kasi kondisi proses
komponen. dirangkai menguji masih A, B
quality
kualitas dipakai di
control
komponen proses yang
lain.

Tabel 5 Root Cause Analysis Node A31


Failure Effect Why I Why II Why III Why IV Why V Faktor
Keterbatasan
Bagian biaya B, D
Kurang pengadaan produksi
Keterbatasa
Pemasangan persiapan terfokus pada
n bahan
kurang rapat dari bagian bahan baku Mengutama-
pelengkap
pengadaan produksi alat kan bahan
antrian B, C
baku
produksi
Banyaknya
Produk rusak A, E
Karyawan Keterbatasan Proses jumlah order
terburu - waktu produksi Terjadi
buru pengemasan terlalu lama kerusakan C, A
komponen
Produk
Tempat
terjatuh
Produk tidak penyim-
Keterbatasan
ditempat- panan
ruang B
kan dengan komponen
penyimpanan
benar yang tidak
memadai

Tabel 6 Root Cause Analysis Node A32

Failure
Why I Why II Why III Why IV Why V Faktor
Effect

Meningkatkan
Terdapat Mengikuti
tingkat
banyak order dari E
kepuasan
variasi produk konsumen
pelanggan
Terdapat
Pemberia Bagian
kerancuan Keterbatasan
n nama pengadaan B, D
Kompone antara biaya produksi
dan label Keterbatasan terfokus
n tertukar nama, label,
kurang peralatan pada bahan
dan tipe Mengutamakan
jelas penunjang baku
komponen bahan baku B
produksi
produksi
alat antrian
Ketidaktelitia
A
n karyawan

415
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 2
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Tabel 7 Root Cause Analysis Node A14a
Failure
Why I Why II Why III Why IV Why V Faktor
Effect
Karyawa Kurangnya
n kurang pengetahuan
Belum ada SOP
teliti karyawan dalam A, B
proses produksi
dalam proses
Kesalaha penyolderan
Komponen proses
n teknik
tidak penyolde Keterbatasan Ada kontrak dengan
dalam A, E
berfungsi ran waktu produksi konsumen
melakuka
dengan Pemberian
n proses Terlalu
baik Kesalaha Karyawan keterangan material
produksi banyak
n memilih bahan kurang jelas variasi A, C
komposis baku yang tidak
Terdapat kemiripan materia
i material sesuai
bentuk material l

Tabel 8 Root Cause Analysis Node A1b4


Failure
Why I Why II Why III Why IV Faktor
Effect
Sambungan
Penyimpanan listrik Piranti listrik tidak sempurna B
Program file Program terputus
program file
tidak file rusak /
tidak IDE (Integrated Development
berfungsi corrupt Kerusakan
sempurna Environment) sudah tidak B
software
compatible

Tabel 9 Root Cause Analysis Node A23


Failure
Why I Why II Why III Why IV Why V Faktor
Effect
Kurangnya
pengetahuan
Belum ada SOP
karyawan A, B
Karyawan kurang proses produksi
dalam
teliti dalam proses
produksi
penyolderan
Keterbatasan
Ada kontrak
waktu A, E
dengan konsumen
produksi
Pemberian
Terdapat keterangan
Karyawan Terlalu
kompo-nen Kesalahan material kurang
memilih bahan banyak
yang rusak komposisi jelas A, C
baku yang variasi
material Terdapat
tidak sesuai material
Data kemiripan bentuk
material
tidak
dapat Sambungan Piranti listrik
ditrans- Penyimpanan B
listrik terputus tidak sempurna
misikan program file tidak
sempurna Kerusakan IDE sudah tidak
B
software compatible
Menyesuaikan
Banyak-nya
dengan
variasi kompo - A, E
permintaan
Kesalah-an nen
konsumen
perangkaian
yang Ketidaktelitian
A
dilakukan karyawan
karyawan Belum adanya
pembaharuan
A, B
standar operasi-
onal QC

416
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 2
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Tabel 10 Ranking Faktor Penyebab Proses Kritis merencanakan kebutuhan yang sesuai antara
Faktor permintaan konsumen dan perlengkapan proses
Node
A B C D E produksi yang meliputi bahan baku, mesin,
A24 2 1 - - 1
A31 2 3 2 1 -
peralatan, dan sarana penunjang yang
A32 1 2 - 1 1 dibutuhkan untuk proses produksi.
A1a4 3 1 1 - 1
A1b4 - 2 - - - 3.4.3 Rekomendasi Perbaikan Faktor
A23 6 4 1 - 2 Permintaan Konsumen
Total 14 13 4 2 5 Dalam hal ini rekomendasi yang dapat
Ranking I II IV V III
diberikan ialah menyiapkan strategi khusus
sesuai kebutuhan konsumen. Ketika terdapat
3.4.1 Rekomendasi Perbaikan Faktor
konsumen yang masih merancang produk yang
Sumber Daya Manusia
diinginkan, pihak perusahaan menganalisis
Rekomendasi perbaikan yang dapat
terlebih dahulu data yang ada dari konsumen
diberikan untuk permasalahan ini adalah
sehingga pihak perusahaan dapat memberikan
dengan cara :
usulan dan rekomendasi yang terbaik untuk
1. Memerlukan SOP (Standart Operating
memilih produk yang dibutuhkan, dan tentu
Procedure)
saja tidak lepas dari biaya yang dimiliki oleh
SOP (Standart Operating Procedure)
konsumen. Rekomendasi yang kedua adalah
merupakan prosedur yang terstruktur dalam
pemberian batas waktu permintaan konsumen
melakukan operasional. Dengan adanya SOP,
agar meminimalkan perubahan spesifikasi
dapat membantu karyawan dalam produksi,
mendadak maupun ketidakpastian permintaan
karena didalamnya terdapat alur yang teratur
dari konsumen.
untuk beroperasi dalam bekerja.
2. Mengadakan pelatihan untuk karyawan
3.4.4 Rekomendasi Perbaikan Faktor Raw
Pelatihan dilakukan dengan cara
material
pelatihan secara reguler minimal setahun sekali
Rekomendasi yang disarankan untuk
dengan materi metode proses produksi terbaru
faktor raw material adalah perbaikan sistem
(perangkat atau teknik terbaru). Implementasi
penyimpanan sistem di gudang, dengan cara
pelatihan dilakukan kepada karyawan lama dan
memantau minimal sebulan sekali untuk
karyawan baru.
memastikan nama tempat material sesuai
3. Reward and punishment
dengan materialnya , menata kembali tempat
Reward diberikan ke karyawan jika hasil
penyimpanan material dan sarana penunjang di
yang dicapai sangat memuaskan dan
dalam gudang penyimpanan material serta
menguntungkan bagi perusahaan. Punishment
bagian gudang menyiapkan satu paket bahan
diberikan kepada karyawan yang memberikan
baku sesuai dengan komponen yang diproduksi,
dampak yang buruk bagi perusahaan.
agar dalam pengambilannya dapat
memudahkan karyawan. Selain itu, bagian
3.4.2 Rekomendasi Perbaikan Faktor
gudang juga mengalokasikan wadah untuk
Prosedur Pengadaan
setiap bahan baku.
Rekomendasi perbaikan yang harus
dilakukan antara lain adalah:
1. Melakukan inspeksi peralatan dan sarana 3.4.5 Rekomendasi Perbaikan Faktor
penunjang Keuangan
Bidang pengadaan bertugas untuk Rekomendasi yang diberikan terhadap
memeriksa dan membagi peralatan dan sarana permasalahan ini ialah meninjau kembali
penunjang yang dibutuhkan karyawan saat anggaran biaya kebutuhan dan sarana
bekerja denga rata. Dalam proses produksi penunjang yang perlu dipenuhi agar proses
software, bidang pengadaan mengupayakan produksi alat antrian berjalan dengan lancar.
IDE (Integrated Development Environment)
masih compatible dan up to date. 3.5 Pengaruh Rekomendasi Perbaikan
2. Meningkatkan kerja sama antar divisi dan Secara garis besar rekomendasi
bidang perbaikan yang diberikan dapat
Dalam kerjasama yang dijalin antar divisi mengoptimalkan kinerja proses produksi dan
dan bidang, dapat mengetahui dan menghasilkan produk yang lebih berkualitas.

417
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 2
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Dengan demikian level kepuasan pelanggan e. Perbaikan sistem penyimpanan di gudang
dapat ditingkatkan dan perusahaan dapat f. Peninjauan kembali anggaran biaya
mencapai keuntungan dengan diminimalkannya kebutuhan dan sarana penunjang.
produk rusak dan adanya peningkatan. Selain Proses produksi dapat dioptimalkan dan
itu citra perusahaan di mata masyarakat dapat dihasilkan produk yang lebih berkualitas,
dijaga. sehingga level kepuasan konsumen dapat
ditingkatkan.
4. Kesimpulan
Hasil yang dapat diambil dari Daftar Pustaka
penelitian ini adalah kesimpulan mengenai
pengolahan data yang dilakukan pada bab Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan
sebelumnya adalah sebagai berikut : Pengendalian Produksi. Ghalia Indonesia,
1. Dari pemetaan proses produksi Alat Bogor. http://library.um.ac.id/free-
Antrian C2000 dengan IDEFØ pada level contents/index.php/buku/detail/perencanaan-
1 dapat dihasilkan tiga (3) proses yaitu dan-pengendalian-produksi-teguh-baroto-
Proses Produksi Komponen (A1), editor-akhria-n-dan-lolita-krisnawati-
Quality Control (A2), dan Finishing 34575.html (diakses tanggal 20 September
(A3). Pada proses ini dapat dilihat bahwa 2013)
terdapat dua (2) input, tiga (3) control,
empat (4) mechanism, dan dua (2) output. Doggett, M. A. 2005. Root Cause Analysis : A
2. Proses kritis yang mempengaruhi Framework For Tool Selection. Quality
kegagalan pada proses produksi Alat Manajemen Jurnal.
Antrian C2000 didapatkan dari nilai RPN http://people.wku.edu/mark.doggett/qmjv12i4d
terbesar. Nilai RPN terbesar adalah node oggett.pdf (diakses tanggal 10 Agustus 2013)
A24, yaitu proses identifikasi komponen
dengan nilai RPN 300. Gazperz, Vincent. 2002. Pedoman
3. Faktor penyebab proses kritis yang Implementasi Program Six Sigma Terintregasi
mempengaruhi kegagalan pada produksi dengan ISO 9001:2000, MBNQA, dan HACCP.
Alat Antrian C2000 adalah sumber daya Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
manusia, prosedur pengadaan, raw
material, keuangan dan permintaan Gitosudarmo, Indriyo. 2000. Sistem
konsumen. Faktor terbesar penyebab Perencanaandan Pengendalian Produksi.
kegagalan yang dilakukan terdapat pada Yogyakarta :Penerbit BPFE
faktor SDM.
4. Dari identifikasi perbaikan proses Kim.Soung-Hie. 2002. Designing Performance
produksi alat antrian C2000 didapatkan Analysis and IDEF0 for Enterprise Modelling
rekomendasi sebagai berikut : in BPR.
a. Diperlukan adanya Standart Operating https://www.deepdyve.com/lp/elsevier/designin
Procedure (SOP), pelatihan, penilaian g-performance-analysis-and-idef0-for-
kinerja dan pemberian reward and enterprise-modelling-in-Ky2mcEH60e (diakses
punishment untuk karyawan. tanggal 24 Juli 2013)
b. Dilakukan inspeksi peralatan dan sarana
penunjang National Institute of Standart and Technology.
c. Meningkatkan kerja sama antar divisi dan (1993). Intregated Definition for Function
bidang Modelling (IDEFØ). Draft Federal Information
d. Dibangun strategi khusus untuk Processing Standards Publication 183.
memenuhi kebutuhan konsumen dan www.idef.com/IDEF0.htm (diakses tanggal 19
menentukan batas waktu kepastian Juli 2013).
permintaan konsumen

418
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 2
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Lampiran 1 Level 1 IDE0
Desain Permintaan Sarana
Komponen Konsumen (C2) Penunjang
(C1)
(C3)

Proses Produksi
Material (I1) Komponen Komponen tidak
A1 Lulus QC
yang masih
bisa diperbaiki (I2)
Komponen siap
Quality Control Komponen tidak
Lulus QC
Quality Control (dibuang) (O2)

A2
Komponen
Lulus QC

Mesin dan Finishing


Toolkit (M4) Alat antrian (O1)
A3
Karyawan Bagian Karyawan Bagian
Proses Produksi (M1) Quality Control (M2)
Karyawan Bagian
Finishing (M3)
NODE: A0 TITLE: Proses Produksi Alat Antrian C2000 NO.: 1

Lampiran 2 Proses Produksi Hardware


Permintaan KOnsumen (C3)
Data Material (C1) Desain Komponen (C2)

Material
Material (I1) Memilah material di Tersedia
gudang
A1a1
Komposisi
material
per
Pemindahan material dari
komponen
gudang ke ruang produksi
A1a2

IC Software
Pemasangan Pembantu
Menyiapkan
Software software pembantu
ke IC tiap komponen PCB yang
Pembantu
A1a3 Terpasang
Material
Lain
Penyolderan material ke
PCB tiap komponen
Material
Lain yang A1a4
Dipersipkan
Komponen
Merakit PCB ke tiap box
komponen
A1a5

Pemindahan
Karyawan IC komponen untuk QC
Komponen
bag. Produksi Microcontroller Solder dan A1a6 Siap
Software (M3) (M4) Attractor (M5) Quality
Control (O1)
Karyawan
bag. Produksi
Hardware (M1)
Hand truck
(M2)
NODE: A1a TITLE: PROSES PRODUKSI HARDWARE NO.: 1

419
JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 2
TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Lampiran 3 Proses Produksi Software
Permintaan Konsumen (C1)

Konsep (I1) Pembuatan algoritma dan


flowchart
flowchart
Data kebutuhan A1b1
konsumen (I2)

Pemrogaman mengunakan Program


Borland Delphi Setengah jadi
A1b2

Error

Compiling
A1b3

Success Penyimpanan software


ke mini PC
Komponen Siap
A1b4 Quality Control (O1)

Karyawan bag. Produksi


Komputer (M2
Software (M1)
NODE: A1b TITLE: PROSES PRODUKSI SOFTWARE NO.: 1

Lampiran 4 Quality Control

Data Komponen (C1) Desain Komponen Permintaan konsumen


(C2) (C3)

Komponen
Pembantu (I2) Menyiapkan Komponen
komponen siap
dipasang
Komponen Siap A21
Quality Control (I1)

Rangkaian
Komponen komponen
dirangkai
Alat antrian tidak
A22
Berfungsi
dengan baik
Uji coba &
pengawasan sistem
kerja produk
A23

Komponen cacat
Identifikasi (Tidak lulus QC) (O1)
Alat antrian
komponen
Berfungsi
Hand Truck (M2)
dengan baik A24 Komponen tidak cacat
(lulus QC) (O2)

Karyawan bagian
Quality Control (M1)
NODE: A2 TITLE: QUALITY CONTROL NO.: 1

420
JURNAL 8
(Aplikasi Six Sigma Pada Produk Clear File di
Perusahaan Stationary)
APLIKASI SIX SIGMA PADA PRODUK CLEAR FILE DI PERUSAHAAN STATIONARY (Iwan Vanany, et al.)

APLIKASI SIX SIGMA PADA PRODUK CLEAR FILE DI


PERUSAHAAN STATIONARY

Iwan Vanany
Dosen Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
dan PhD Student in School of Management, Universiti Sains Malaysia (USM)
Email: vanany_its@yahoo.com atau vanany@ie.its.ac.id

Desy Emilasari
Alumni Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya

ABSTRAK
Paper ini menggambarkan bagaimana aplikasi metode Six Sigma digunakan untuk melakukan
perbaikan kualitas pada perusahaan manufaktur yang memproduksi produk stationary. Pendekatan DMAIC
dipakai untuk menganalisa dan melakukan perbaikan produk ’Pocket Clear File’ karena tingginya
variabilitas dan cacat dibanding produk lain. Perbaikan kualitas juga memperhatikan proses yang
mempengaruhi terjadinya cacat pocket pada section Bag Making, Kami-ire, Karidome, dan Pocket after
Karidome Inspection. Penentuan proyek Six Sigma didasarkan atas proses dan jenis cacat pada setiap section.
Pendekatan FMEA mampu memberi rekomendasi perbaikan kualitas. Evaluasi dari hasil perbaikan penting
untuk dilakukan karena beberapa implementasi perbaikan kualitas tidak berjalan sesuai dengan rencana.
kata kunci: six sigma, DMAIC, perusahaan stationary.

ABSTRACT
This paper describes the application of the Six Sigma methods is used in order to improve quality in
manufacturing company that produce stationary product. DMAIC approach is utilized to analyze and
improve ‘Pocket Clear File’ product since this product has more variability and defects. Quality
improvement also monitor the process that influenced pocket defect in Bag Making, Kami-ire, Karidome,
and Pocket after Karidome Inspections section. Determining of Six Sigma project is based in process and
defect type in each section. FMEA also gave the recommendation for quality improvement we need to
evaluate the final result of the improvement since some of them were not working properly.

Keywords: six sigma, DMAIC, stationary company

1. PENDAHULUAN
Awal tahun 1980-an, metode Six Sigma mulai diperkenalkan aplikasinya pada perusahaan
manufaktur oleh Motorola dan secara bertahap diaplikasikan juga pada sektor bisnis lain seperti
perbankan, hotel, rumah sakit, migas, dan sektor lainnya (Mayor, 2003). Tidak hanya Motorola,
tetapi masih banyak perusahaan besar seperti General Electric, Texas Instruments, Allied Signal,
Eastman Kodak, Borg-Warner Automotive, GenCorp, Navistar International and Siebe plc juga
menerapkan Six Sigma (Murphy, 1998).
Pendekatan Six Sigma didasarkan atas teori kualitas Jepang seperti: Total Quality
Management (TQM), Kaizen, dan Quality Control Cycle (QCC) yang sering diaplikasikan pada
proses manufaktur. Motorola mulai menerapkan Six Sigma pada tahun 1982 ketika program

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra 27


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND
JURNAL TEKNIK INDUSTRI VOL. 9, NO. 1, JUNI 2007: 27-36

peningkatan kualitas mulai diimplementasikan secara terfokus pada proses manufaktur dengan
target mereduksi biaya kualitas sebesar setengahnya. Usaha mereduksi biaya merupakan titik awal
untuk melakukan perbaikan dan desain produk secara kontinu dengan memfokuskan pada desain
kualitas dan sejumlah tools kualitas yang baru bagi karyawan. Pengembangan tools baru dan
membuat kualifikasi Six Sigma yang praktis merupakan usaha awal bagi Motorolla untuk
memenangkan Malcolm Baldrige Award pada tahun 1988 (Hendricks and Kelbaugh, 1998).
Dalam konteks Indonesia, aplikasi Six Sigma relatif baru. Banyak perusahaan di Indonesia
mengaplikasikan Six Sigma karena perusahaan induk-nya di Amerika dan Eropa telah
mengaplikasikannya seperti General Electric Indonesia, Caltex, dan perusahaan lainnya. Tidak
hanya perusahaan barat yang mencoba menggunakan Six Sigma, tetapi juga perusahaan Jepang
menggunakannya tanpa meninggalkan aplikasi peningkatan kualitas dasarnya, tidak terkecuali
perusahaan PT X yang memproduksi product stationary seperti Art Color Pipe File, Clear File, G
Box, Drawing File, Stamp maker, dan lainnya. Langkah kerja DMAIC (Define, Measure, Action,
Improve, dan Control) merupakan langkah kerja yang penting yang perlu dilakukan secara
sistematis guna mencapai hasil peningkatan kualitas.
Paper ini menggambarkan bagaimana upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas
produk stationary PT X dengan menggunakan langkah kerja DMAIC pada Six Sigma. Dalam
penelitian ini, tidak dilakukan identifikasi keseluruhan semua produk, akan tetapi dipilih satu
produk yang memiliki cacat yang tinggi dibanding produk-produk lain karena keterbatasan
sumber daya yang dimiliki dan waktu yang tersedia. Pendekatan yang dilakukan adalah
melakukan pengamatan awal dan wawancara untuk menentukan proyek yang akan dilakukan
perbaikan. Hasilnya menunjukkan bahwa, produk Clear File merupakan produk yang tertinggi
yang memiliki cacat diantara produk-produk yang lain. Proyek perbaikan Clear File inilah yang
akan dipaparkan sebagai proyek yang menggambarkan bagaimana aplikasi langkah kerja DMAIC
pada Six Sigma bisa melakukan pencapaian tingkat kualitas yang lebih baik.

2. SIX SIGMA DAN LANGKAH KERJA DMAIC


Awalnya Six Sigma adalah konsep statistik yang mengukur suatu proses yang berkaitan
dengan cacat – pada level enam (six) sigma dengan 3.4 cacat dari sejuta peluang (Brue, 2002).
Konsep, alat, dan sistem Six Sigma telah berhasil dikembangkan oleh GE dan Allied Signal/
Honeywell seperti big picture mapping, dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA). Kedepannya
penambahan konsep, alat dan sistem yang dibutuhkan pada Six Sigma akan berperan
meningkatkan usaha perbaikan proses dan kualitas sesuai dengan kebutuhan para manager
perusahaan.
Aplikasi Six Sigma berfokus pada cacat dan variasi, dimulai dengan mengidentifikasi unsur–
unsur kritis terhadap kualitas (CTQ) dari suatu proses. Six Sigma menganalisa kemampuan proses
dan bertujuan menstabilkannya dengan cara mengurangi atau menghilangkan variasi–variasi.
Langkah mengurangi cacat dan variasi dilakukan secara sistematis dengan mendefinisikan,
mengukur, menganalisa, memperbaiki, dan mengendalikannya. Langkah sistematis dalam Six
Sigma dikenal dengan metode DMAIC. Team Six Sigma didalam menyelesaikan proyek yang
spesifik untuk dapat meraih level Six Sigma perlu berpedoman pada 5 fase pada DMAIC tersebut
(Paul, 1999).
Fase Define (D) dilakukan pendefinisian proyek dan tujuan yang hendak dicapai berdasarkan
keinginan dan feedback pelanggan. CTQ (Critical to Quality) adalah hal yang perlu didefinisikan
berdasarkan input dari pelanggan terhadap kualitas yang diinginkan terhadap produk. Fase
Measure (M) akan memilih indikator kinerja dan menentukan pengukuran baseline. Six Sigma

28 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND
APLIKASI SIX SIGMA PADA PRODUK CLEAR FILE DI PERUSAHAAN STATIONARY (Iwan Vanany, et al.)

team harus mengidentifikasi proses internal kunci yang mempengaruhi CTQ dan perlu mengukur
cacat yang relevan dengan CTQ dan proses internal kunci-nya. Fase Analyze (A), dilakukan
analisa yang mendalam mengenai penyebab utama dari cacat yang terjadi. Team Six Sigma perlu
menemukan mengapa cacat terjadi dari hasil identifikasi variable kunci yang menjadi penyebab
timbulnya variasi pada proses. Fase Improve (I) akan melakukan upaya perbaikan agar penyebab
dari cacat tidak terjadi atau semakin tereduksi. Team Six Sigma perlu mengkonfirmasi variabel
kunci, mengkuantifikasi efek dari CTQ ini, dan menjalankan proyek perbaikan. Fase Control (C),
dilakukan agar team Six Sigma dan operator dapat memelihara peningkatan kualitas menuju
kualitas level 6 (six).

3. KONDISI PRODUK CLEAR FILE, PENENTUAN PROYEK DAN PROCESS


MAPPING
PT X merupakan salah satu anak perusahaan induk dari perusahaan Jepang yang
memproduksi produk peralatan kantor (stationary). Produknya sebagian besar diekspor ke Jepang
dan beberapa negara lainnya. Selama ini, metode PDCA digunakan sebagai metode peningkatan
kualitas selain metode produksi seperti 5S, dan Just In Time. Akan tetapi dalam perkembangan,
PT X berupaya terus memperbaiki terus manajemen kualitas dengan mengadopsi metode baru
(diantaranya Six Sigma) dan menselaraskan dengan metode yang telah dilakukan seiring
perkembangan produk yang beragam dan ekspektasi kepuasan pelanggan semakin tinggi. Pihak
manajer kualitas menyadari bahwa metode DMAIC berikut FMEA-nya dirasa lebih komprehensif
dibanding metode PDCA karena melibatkan seluruh karyawan, mulai dari top manajemen sampai
shop floor dan memiliki ukuran kualitas yang lebih akurat. Sebelum mengaplikasikan pada
seluruh unit produksi, terlebih dahulu dilakukan uji coba pada salah satu produk yaitu Clear File.
Salah satu produk PT. X adalah “Clear File Color Base”. Produk Clear File ini terdiri dari:
cover, pocket, insert paper, index paper, spine paper, spine cover, dan cover pocket. Untuk
memilih produk yang diperbaiki, maka dilakukan rekap data defect cost pada tujuh komponen
penyusun Clear File. Berdasarkan data tersebut, pocket memiliki defect cost tertinggi di antara
komponen penyusun Clear File lainnya, sehingga proyek yang dipilih dalam penelitian ini adalah
“Pocket Clear File Color Base”. Data defect cost pada clear file dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Defect cost pada produk clear file (data PT. X, 200X)
No. Part October-0X November-0X December-0X January-0X
1 Pocket 26,90% 29,47% 20,79% 13,12%
2 Cover 4,25% 3,98% 3,13% 4,38%
3 Insert paper 3,22% 2,97% 4,27% 0,95%
4 Spine cover 0,82% 0,92% 1,07% 1,29%
5 Cover pocket 0,10% 0,11% 0,03% 0,42%
6 Spine paper 0,05% 0,04% 0,10% 0,23%
7 Index paper 0,02% 0,02% 0,03% 0,09%

Jenis cacat pada produk pocket dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: cacat mayor dan cacat
minor. Cacat mayor adalah cacat fatal dan bisa menimbulkan kerusakan sedangkan cacat minor
hanya menyebabkan cacat pada produk. Konsekuensi cacat mayor lebih besar dibanding cacat
minor sehingga ketika menentukan cacat mana yang akan dipilih akan dilakukan perbandingan
bahwa cacat mayor lebih berdampak tiga kali dibanding cacat minor. Standar yang digunakan
dalam melakukan inspeksi adalah ISO 2859:1999 dengan menggunakan tabel sample size code

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra 29


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND
JURNAL TEKNIK INDUSTRI VOL. 9, NO. 1, JUNI 2007: 27-36

letters dan single sampling plans for normal inspection. Hasil perhitungan dampak cacat dan hasil
diskusi dengan pihak Quality Assurance menunjukkan bahwa cacat minor terlipat memiliki cacat
proses yang terbesar. Alasan kedua adalah penurunan cacat minor pocket melibatkan paling
banyak man-power dalam pengerjaannya (lihat Tabel 2).

Tabel 2. Nilai cacat pada cacat mayor dan minor


Jenis Cacat Jumlah Nilai Jenis Cacat Jumlah Nilai
Cacat Cacat Cacat Cacat
Ukuran (mayor) 134 (3) 402 Pocket tidak rata (Minor) 174 (1) 174
Ketebalan (mayor) 14 (3) 42 Sobek (Minor) 4 (1) 4
Kekuatan seal (mayor) 6 (3) 18 Tergores (Minor) 545 (1) 545
Jumlah pocket (mayor) 5 (3) 15 Kizu (Minor) 99 (1) 99
Pocket terbalik (mayor) 6 (3) 18 Kotor (Minor) 239 (1) 239
Mata ikan (minor) 130 (1) 130 Bergelombang (Minor) 272 (1) 272
Kusut (minor) (2) 686 (1) 686 Bergaris (Minor) 46 (1) 46
Seal tidak rata / jelek (minor) 210 (1) 210 Terlipat (Minor) 932 (1) 932**
Berserabut (Minor) 119 (1) 119

Tabel sample size code letters digunakan untuk menentukan kode level inspeksi dari lot size
yang diperiksa. Inspeksi cacat mayor dan minor produk pocket ini, PT. X menggunakan general
inspection levels II. Langkah berikutnya setelah mengetahui general inspection levels-nya adalah
menentukan AQL (Acceptance Quality Limit) dengan menggunakan tabel single sampling plans
for normal inspection. AQL yang digunakan oleh PT. X adalah 0.65% untuk cacat mayor dan
2.50% untuk cacat minor. AQL ini digunakan untuk menentukan batas toleransi jumlah cacat
pocket dari sample size yang diperiksa.
Proces mapping merupakan salah satu alat Six Sigma yang paling esensial dalam
mendokumentasikan proses. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa proses produksi Clear File
dimulai dari tahap supplier. Supplier di sini bertindak sebagai penyuplai dari PP, PE, paper, resin,
PP roll, paper 70 gr, stamping foil, spine paper, index paper, inner/outer box, D –ring, spine
cover, ring/ injection part, leaflet, spine sticker, dan barcode. Material dan komponen yang ada
diinspeksi di bagian Quality Inspection. Bila material dinyatakan sesuai dengan kualitas, maka
material tersebut dikirim ke bagian warehouse. Dari warehouse, material–material tersebut
diproses ke berbagai bagian proses produksi yang dibagi berdasarkan jenis hasil produksinya
yaitu: pocket, cover, assembling, finishing, memasang stiker dan barcode, dan finishing. Setelah
semua produk selesai tahap finishing, maka produk clear file dikirim ke warehouse dan dilakukan
inspeksi di bagian Quality Inspection. Bila produk jadi tersebut dinyatakan bagus, maka produk
siap untuk dikirim oleh bagian shipment.
Berdasarkan identifikasi pemilihan produk yang diperbaiki, lokasi yang diteliti adalah proses
produksi pocket pada section Bag Making, Kami-ire, Karidome, dan Pocket After Karidome
Inspection. Untuk section inflation tidak diteliti karena pada section ini cacat yang sering timbul
bukan merupakan cacat pocket, melainkan cacat dari material itu sendiri. Data utama diambil di
section Bag Making, Kami-ire, dan Pocket after Karidome Inspection. Di section Karidome tidak
terjadi pengambilan data karena pocket yang selesai di proses Karidome langsung diinspeksi di
section Pocket after Karidome Inspection. Pada section Karidome hanya diteliti sumber – sumber
dan akar penyebab dari timbulnya cacat pocket.

30 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND
APLIKASI SIX SIGMA PADA PRODUK CLEAR FILE DI PERUSAHAAN STATIONARY (Iwan Vanany, et al.)

4. PASE PADA DMAIC


Pada bahasan ini akan dijabarkan fase-fase pada DMAIC sebagai kerangka dasar melakukan
perbaikan kinerja kualitas dengan menggunakan metode Six Sigma.

4.1 Fase Pendefinisian (Define)


Six Sigma terfokus pada cacat dan variasi dengan diawali pengidentifikasian unsur – unsur
Critical to Quality (CTQ) dari produk Pocket Clear File. CTQ merupakan atribut–atribut dari
produk yang dipentingkan pelanggan. Hasil pengidentifikasian menunjukkan bahwa CTQ pada
pocket adalah: rata, tidak tergores, tidak kizu, tidak kotor, seal rata, tidak bergelombang, tidak
bergaris, tidak terlipat, tidak berserabut, tidak bermata ikan, tidak sobek, dan tidak kusut.
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa cacat terbesar adalah terlipat, kusut dan tergores
dengan jenis cacat minor (lihat Tabel 2). Hasil identifikasi process mapping menunjukkan bahwa
section yang terlibat dalam pembuatan pocket adalah Bag Making, Kami-ire, dan Pocket after
Karidome Inspection. Permasalahan cacat antara section satu dengan section lain berbeda
sehingga perlu dilakukan pengumpulan data cacat lebih detail untuk setiap section (lihat Tabel 3).
Sejak awal pada tahap pendefinisian, dilakukan identifikasi – identifikasi parameter dari
pocket clear file yang memiliki cacat minor. Hal ini dilaksanakan untuk memfokuskan cakupan
proyek Six Sigma secara tepat. Berdasarkan identifikasi cacat minor di tiap section yang telah
dilakukan sebelumnya, ditetapkan 3 (tiga) proyek yang hendak dilakukan. Pembagian proyek –
proyek didasarkan pada jenis lokasi/section pocket yang diteliti dan jenis cacat minor-nya. Adapun
nama–nama proyek tersebut adalah proyek X, proyek Y, dan proyek Z. Proyek X untuk section
Bag Making, proyek Y untuk section Kami-ire, dan Proyek Z untuk section Pocket After
Karidome Inspection yang diperlihatkan pada Gambar 1.

Tabel 3. Cacat bag making, kami-ire, dan pocket after karidome inspection (Olahan software
Minitab)
Bag Making Kami-ire After Karidome Inspection
No. Jenis cacat
DPMO Sigma DPMO Sigma DPMO Sigma
1 Bergelombang 4413 * 4,1* 120 5,2 139 5,1
2 Seal tidak rata / jelek 2823* 4,3* 197 5 228 5
3 Berserabut 1814* 4,4* 62 5,3 114 5,2
4 Kotor 1608* 4,4* 394 4,9 899 4,6
5 Mata ikan 991 4,6 197 5 456 4,8
6 Terlipat 767 4,7 2071* 4,4* 5821* 4*
7 Tergores 580 4,7 1533* 4,5* 2468* 4,3*
8 Kusut 280 4,9 1889* 4,4* 3518* 4,2*
9 Kizu 187 5,1 240 5 494 4,8
10 Sobek 19 5,6 10 5,8 13 5,7
11 Tidak rata - - 178 5,1 1734 4,4
12 Bergaris - - 96 5,2 329 4,9
* Cacat yang dipilih untuk diperbaiki

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra 31


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND
JURNAL TEKNIK INDUSTRI VOL. 9, NO. 1, JUNI 2007: 27-36

Bergelombang *(X1) Terlipat*(Y1)


Terlipat* (Z1)
Seal tidak rata/jelek*(X2) Kusut*(Y2)
Kusut *(Z2)
Berserabut*(X3) Tergores*(Y3)
Tergores*(Z3)
Kotor *(X4) Kotor (Y4)
Tidak rata (Z4)

Proyek X Proyek Y Kizu (Y5) Proyek Z Kotor (Z5)

Mata ikan (X5) Mata ikan (Y6) Kizu (Z6)


Terlipat (X6) Seal tidak rata/jelek (Y7) Mata ikan (Z7)
Tergores (X7) Tidak rata (Y8) Bergaris (Z8)
Others (X8) Others (Y9) Others (Z9)
(a) (b) (c)
* Cacat yang dipilih untuk diperbaiki.
Gambar 1. Proyek X di Bag Making, Proyek Y di Kami-ire, Proyek Z di After Karidome
Inspection

Tampak dari Gambar 1(a), 1(b), dan 1(c) menunjukkan bahwa proyek yang akan dipilih
berdasarkan konsep pareto. Untuk proyek X diambil 4 sub proyek (X1, X2, X3, dan X4), proyek Y
diambil 3 sub proyek (Y1, Y2, dan Y3), dan proyek Z diambil 3 sub proyek (Z1, Z2, dan Z3). Setelah
proyek ditetapkan selanjutnya Dilakukan penentuan kinerja baseline tiap proyek dengan
mengukur nilai DPMO dan nilai kapabilitas sigma tiap – tiap sub proses (Tabel 3). Sebagaimana
layaknya sebuah proyek, maka proyek Six Sigma ini memiliki batas waktu pencapaian tujuan
selama 3 bulan. Dilakukan pula pembentukan team improvement dengan struktur champions,
master black belt, black belt, green belt, dan team members

4.2 Fase Pengukuran


Fase pengukuran sebagai fase kedua memiliki 4 langkah yaitu:(1) Penentuan standar
performansi, (2) Pengembangan rencana pengumpulan data, (3) uji distribusi binomial, dan (4)
Pengukuran baseline. Standar performansi pocket ditetapkan oleh pihak perusahaan untuk
menjaga kualitas produk pocket clear file yaitu pocket A4 color base. Standar performansi untuk
pocket yang bebas dari cacat minor adalah tampilan pocket harus bersih. Bersih dalam arti tidak
terbalik, tidak tergores, tidak kizu, tidak kotor, seal rata, tidak bergelombang, tidak terlipat, tidak
berserabut, tidak bermata ikan, tidak sobek, dan tidak kusut. Untuk pocket yang tergores atau
bermata ikan memiliki quality standard yang diperlihatkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. Referensi Quality Standart
Komponen Jenis Defect Kategori Quality Standard (mm2)
Pocket colour base Di satu pocket tergores atau No Good > 2,5
mata ikan Ok 1,5-2,5: < 30 pcs
0,7 – 1,5: < 75 pcs
Tidak dihitung < 0,7

Pengukuran kinerja baseline merupakan sasaran kunci dalam siklus DMAIC. Alat yang
digunakan adalah checksheet yang diisi oleh pihak Quality Control. Pengumpulan data dilakukan

32 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND
APLIKASI SIX SIGMA PADA PRODUK CLEAR FILE DI PERUSAHAAN STATIONARY (Iwan Vanany, et al.)

selama 4 bulan dengan kapasitas produksi 2,2 juta lembar pocket per bulan. Data cacat minor pada
pocket clear file berjenis atribut. Data atribut tersebut diwakili oleh jenis cacat pocket yang
mungkin muncul, yaitu: terbalik, tergores, kizu, kotor, seal tidak rata/jelek, bergelombang,
bergaris, terlipat, berserabut, mata ikan, sobek, lengket, berminyak dan kusut.
Pengumpulan data cacat pocket dilaksanakan oleh pihak Quality Control dengan melakukan
inspeksi sebanyak 3 (tiga) kali per hari dengan selang waktu berbeda. Untuk mengetahui jenis
cacat minor pocket dilakukan pengamatan visual pada pocket. Bila terjadi cacat, maka akan
dibandingkan dengan limit sample yang telah ditentukan. Uji distribusi binomial dilakukan karena
data yang akan diukur dalam penelitian adalah data atribut. Pada penelitian ini tidak dilakukan
pengujian gauge R & R lagi karena hasil pengolahan data sebelumnya menunjukkan nilai tesnya
cukup baik yaitu dibawah 10%. Pengukuran kapabilitas proses seperti penentuan indeks Cpm dan
Cpk tidak dapat diterapkan terhadap data atribut. Pengukuran baseline kinerja menggunakan
satuan pengukuran DPMO (Defect Per Million Opportunities), dan tingkat kapabilitas sigma
(sigma level).
Berdasarkan hasil identifikasi cacat minor pocket di section Bag Making, jenis cacat minor
yang hendak diukur berjumlah 10 jenis. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa cacat terbesar
adalah cacat bergelombang dengan nilai sigma 4.1 dan DPMO sebesar 4.413. Sebagai baseline
kinerja di Bag Making menggunakan nilai DPMO 1.348 dan kapabilitas sigma 4.5 untuk
menetapkan proyek X dalam menekan jumlah cacat minor pocket.Hasil pengukuran cacat minor
pocket pada section Kami-ire, jenis cacat minor yang hendak diukur berjumlah 12 jenis. Hasil
pengukuran menunjukkan bahwa cacat terbesar adalah cacat pocket terlipat mempunyai nilai
sigma 4.4 dengan DPMO sebesar 2.071. Sebagai baseline kinerja di Kami-ire menggunakan nilai
DPMO 582 dan kapabilitas sigma 4.7 untuk menetapkan proyek Y dalam menekan jumlah cacat
minor pocket. Hasil pengukuran pada cacat minor pocket di section Pocket After Karidome
Inspection memperlihatkan bahwa cacat terbesar adalah cacat pocket terlipat dengan nilai sigma 4
dengan DPMO sebesar 5821. Sebagai baseline kinerja di Pocket After Karidome Inspection
menggunakan nilai DPMO 1351 dan kapabilitas sigma 4.5 untuk menetapkan proyek Z dalam
menekan jumlah cacat minor pocket.

4.3 Fase Analisis (Analyze)


Pada fase analisis dilakukan beberapa langkah untuk menganalisis hasil pengukuran yang
telah dilakukan seperti: (1) Penetapan target – target kinerja dari proyek X, Y, dan Z dan (2)
Pengidentifikasian sumber dan akar penyebab cacat. Hasil diskusi dengan pihak Quality
Assurance memperlihatkan kinerja cacat mengalami penurunan dari target sekitar 50% dan
meningkatkan kapabilitas proses. Identifikasi akar masalah cacat minor pocket dilakukan secara
brainstorming dengan pihak Quality Assurance, yaitu oleh: Chief Quality Assurance, Supervisor
Quality Assurance, dan Leader Quality Assurance. Berdasarkan hasil brainstorming diketahui
sumber dan akar penyebab dari masalah cacat minor pocket tiap – tiap proyek dan mendapatkan
solusi masalah yang efektif dan efisien dengan menggunakan alat bantu berupa Cause and Effect
(Fishbone) Diagram. Hasil brainstorming juga berhasil menetapkan bahwa Fishbone untuk
proyek Y1 digabungkan dengan proyek Z2, proyek Y2 digabungkan dengan proyek Z2, dan proyek
Y3 digabungkan dengan proyek Z3 agar memudahkan identifikasi akar masalah dari proyek yang
sama. Detail sumber-sumber dan akar penyebabnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra 33


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND
JURNAL TEKNIK INDUSTRI VOL. 9, NO. 1, JUNI 2007: 27-36

Tabel 5. Sumber–Sumber dan Akar Penyebab Masalah Proyek X, Y dan Z


Proyek Kegagalan Potential Problem Pontential Root Cause
Fungsi Produk
Proyek Bergelombang • Lolos inspeksi di section • Setting awal mesin di section inflation tidak pas
X1 inflation • Pekerjaan kurang teliti dalam mengawasi roll
mesin di Inflation
Proyek Seal tidak • Setting mesin di Bag • Pisau dari mesin di Bag Making terlalu panas
X2 rata/jelek Making
• Lolos inspeksi di section • Material bergelombang
inflation
• Skill tenaga kerja yang • Tenaga kerja baru yang kurang berpengalaman
kurang berpengalaman di bidangnya
• Kurang teliti dalam melakukan setting mesin
Proyek Terlipat • Ketidakstabilan elektro • Paku kotor karena frekuensi pembersihan mesin
Y1 dan statik di Bag Making kurang
Proyek • Tertekuk AT stopper di • Sudut permukaan PAK miring sehingga pocket
Z1 Karidome terbentur besi di mesin Karidome
• Meletakkan pocket di rak • Dilakukan dengan posisi duduk hingga beban
kami-ire dirasakan lengan lebih berat dan posisi pocket
menjadi kurang datar
• Skill tenaga kerja yang • Tenaga kerja baru yang kurang berpengalaman
kurang berpengalaman di bidangnya
• Pelatihan tidak efisien karena adanya perbedaan
persepsi tentang kualitas
• Metode pengambilan • Pengambilan PAK terlalu banyak menyebabkan
pocket PAK tercengkeram lebih kuat sehingga bagian
bawah terlipat
• Turnover pocket • Turnover pocket dari carton box terlalu tinggi
Proyek Kusut • Meletakkan pocket di rak • Dilakukan dengan ceroboh dan tergesa – gesa
Y2 dan Kami-ire
Proyek • Metode peletakkan pocket • Meletakkan pocket di mesin Karidome terlalu
Z2 keras
• Lolos inspeksi di section • Material terbentur roll mesin
inflation
Proyek Tergores • Kondisi roll mesin di Bag • Mesin roll kasar
Y3 dan Making
Proyek • Terkena kotoran di mesin • Meja dari mesin Karidome kotor
Z3 Karidome
• Kondisi tempat kerja dari • Tempat kerja kotor
pekerja di section Kami-ire
dan P.A.K Inspection
• Metode mengambil dan • Terkena pinggir dari carton box
memasukkan pocket dari
carton box
• Lolos inspeksi di section • Material terkena pasir di mesin inflation
inflation

4.4 Fase Perbaikan (Improvement) dan Control


Fase keempat adalah fase perbaikan. Dalam fase ini dilakukan beberapa langkah untuk
menurunkan cacat minor pocket seperti: (1) Penetapan rencana perbaikan cacat minor pocket, (2)
Penentuan prioritas rencana perbaikan, dan (3) konfirmasi pencapaian hasil perbaikan. Pada
dasarnya rencana perbaikan (improvement plan) mendeskripsikan tentang alokasi sumber–sumber

34 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND
APLIKASI SIX SIGMA PADA PRODUK CLEAR FILE DI PERUSAHAAN STATIONARY (Iwan Vanany, et al.)

daya serta prioritas alternatif yang dilakukan dalam melakukan implementasi dari rencana
tindakan tersebut.
Rencana perbaikan tersebut didapatkan dengan cara mengkombinasikan hasil brainstorming
pihak Quality Assurance dengan kondisi lokasi proyek – proyek. Alat bantu yang digunakan
dalam menentukan prioritas rencana perbaikan adalah FMEA ( Failure Mode And Effect
Analysis).
Setiap jenis kegagalan mempunyai 1 (satu) nilai RPN (Risk Priority Number). Angka RPN
merupakan hasil perkalian antara ranking severity, detection, dan occurrence. Kemudian RPN
tersebut disusun dari yang terbesar sampai yang terkecil, sehingga dapat diketahui jenis kegagalan
mana yang paling kritis untuk segera dilakukan tindakan korektif. Pada Tabel 6 diperlihatkan
contoh FMEA untuk proyek Y1.

Tabel 6. FMEA Proyek Y1


Proyek Kegagalan Potential Potential root Sev- Dete- Accur- RPN Rencana
fungsi problem cause erity ction rence perbaikan
produk tindakan
Proyek X1 Bergelombang Lolos Jumlah inspector kurang 5 7 7 245 Penambahan jumlah
inspeksi di dalam melaksanakan inspector secukupnya
section inspeksi
inflation Pekerja yang kurang teliti 4 9 5 180 Memperbaiki cara kerja
dalam menemukan cacat dari pekerja tersebut dan
material bergelombang memberikan pelatihan

Hasil analisa FMEA untuk proyek Y1 menunjukkan bahwa program perbaikan yang harus
dilakukan tim sigma untuk mereduksi cacat bergelombang diperlukan tindakan penambahan
jumlah inspector. Pada paper ini tidak diperlihatkan analisa hasil dari FMEA untuk proyek
lainnya, tetapi contoh di atas dianggap sudah cukup memperlihatkan cara memilih rencana
perbaikan kedepannya.

4. DISKUSI DAN KESIMPULAN


Aplikasi Six Sigma untuk meningkatkan kualitas penting dilakukan perusahaan agar
peningkatan daya saing produk semakin baik dalam era yang semakin kompetitif dan dinamis ini.
Aplikasi tersebut perlu ditunjang oleh adanya metode dan tools yang sistematis dan komprehensif
agar pelaksanaan jalannya perbaikan berjalan dengan baik dan memenuhi target yang hendak
dicapai seperti DMAIC, seven tools, big picture mapping, dan FMEA.
Direkomendasikan, pelaksanaan perbaikan kualitas dengan Six Sigma perlu dilakukan secara
serentak dan dilakukan penggambaran dan pendefinisian yang sistematis dan keseluruhan agar
pemetaan permasalahan kualitas dapat terlihat secara menyuluruh. Usaha ini akan sangat
membantu perusahaan didalam membentuk tim-tim Six Sigma di keseluruhan department dan line
produksi. Adanya usaha ini akan menyebabkan lingkungan kerja akan semakin kondusif dan
budaya “peduli kualitas” akan mudah terbentuk di perusahaan.
Dalam kasus perbaikan Pocket Clear File di PT X menunjukkan bahwa tidak semua rencana
perbaikan mampu menurunkan DPMO atau meningkatkan nilai Sigma-nya mungkin karena
pelaksanaan perbaikan di lapangan tidak berjalan dengan baik atau kurang efektif. Oleh karena itu
penting bagi perusahaan melakukan evaluasi secara berkala untuk memastikan langkah
pelaksanaan perbaikan di lapangan benar-benar berjalan dengan baik dan mengikuti prosedur
yang telah direncanakan.

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra 35


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND
JURNAL TEKNIK INDUSTRI VOL. 9, NO. 1, JUNI 2007: 27-36

DAFTAR PUSTAKA

Brue, G., 2002, Six Sigma for Managers, Canary, Jakarta.


Emilasari, D., 2003, Sudi Perbaikan Kualitas terhadap Defect dengan Menggunakan Metode
DMAIC di PT X, Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri ITS.
Hendericks, C. and Kelbaugh, R., 1998, ``Implementing Six Sigma at GE'', The Journal for
Quality and Participation, July/August.
Mayor, T., 2003, “Six Sigma comes to IT: targeting perfection”, CIO Magazine, available at:
www.cio.com/archive (accessed 24 January 2004).
Murphy, T., 1998, ``Close enough to perfect'', Ward's Auto World, Vol. 34 No. 8, August.
Paul, L., 1999, ``Practice makes perfect'', CIO Enterprise, Vol. 12 No. 7, Section 2, January 15.

36 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra


http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND
DAFTAR PUSTAKA

Link Jurnal 1

https://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/ft1/article/download/3032/825

Link Jurnal 2

https://pdf2doc.com/download/h0qemv1vaa250e5h/o_1ckpnv3eik33cud1n8fndtcl0f/JUR
NAL

Link Jurnal 3

https://jurnal.umk.ac.id/index.php/SNA/article/view/1435/979

Link Jurnal 4

https://jurnal.umk.ac.id/index.php/SNA/article/view/1435/979

Link Jurnal 5

http://www.e-jurnal.com/2014/09/model-pemilihan-proses-untuk.html

Link Jurnal 6

http://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/opsi/article/view/2167

Link Jurnal 7

https://media.neliti.com/media/publications/132868-ID-perancangan-
proses-produksi-alat-antrian.pdf

Link Jurnal 8

http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/ind/article/view/16616

Anda mungkin juga menyukai