Anda di halaman 1dari 240

/m SISTEM PRODUKSI

INDUSTRI MANUFAKTUR DAN


JASA
Prof. Dr. Ir.Kohar Sulistiyadi, MSIE
&
Dr. Ir. Iman Basriman, MSi

i
PRAKATA

Puji syukur tidak lupa penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan taufik dan hidayahnya atas selesainya penulisan buku ini yang berjudul :
Sistem Produksi Industri Manufaktur dan Jasa.
Buku Sistem Produksi ini merupakan buku yang banyak ditulis, tetapi pada penulisan
ini lebih ditekankan pada tujuan memberi kelengkapan informasi terhadap buku pegangan
bagi mahasiswa untuk mempelajari Sistem Produksi Terpadu pada berbagai industri tidak
terbatas pada industri manufaktur.
Buku ini diharapkan juga dapat dimanfaatkan bagi kalangan industri manufaktur dan
industri jasa untuk menyusun perencanaan, penjadualan, dan pengendalian proses produksi,
sehingga dapat menentukan biaya produksi yang minimum dan dapat meningka tka n
produktivitas.Buku ini disusun berdasarkan proses pengumpulan materi saat penulis
memberikan kuliah pada materi Perencanaan Pengendalian Produksi dan Sistem Produksi
serta beberapa hasil penelitian yang telah diseminarkan.
Penulis menyadari bahwa untuk mewujudkan suatu buku teks yang baik
membutuhkan usaha dan tekad yang sangat besar. Pada kesempatan ini pula penulis
mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang membantu dari tahap penyusuna n,
pengumpulan dan pengolahan data, hingga selesainya penulisan buku ini.
Disisi lain Penulis mengucapkan penghargaan yang sangat besar kepada Rektor
Universitas Sahid Jakarta yang telah memberikan dorongan, semangat dan untuk memberi
saran penyempurnaan isi buku teks ini.
Penulis memahami pepatah “tak ada gading yang tak retak“ yang memberikan arti
tidak ada yang sempurna apa yang telah dikerjakan manusia dalam dunia nyata, sehingga
penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan.Untuk itu penulis
akan berterima kasih atas segala masukan dan kritikan yang bersifat membangun guna
memberikan kedalaman dan kekayaan khasanah ilmiah.

Jakarta, Februari 2018


Penulis

ii
DAFTAR ISI

Daftar Isi............................................................................................
BAB I. MANAJEMEN INDUSTRI ................................................. 1 - 12
BAB II. PRODUK DAN PROSES ................................................... 13 - 23
BAB III. PERAMALAN KEBUTUHAN PERMINTAAN ............. 24 - 39
BAB IV. PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT ..................... 40 - 57
BAB V. INVENTORY....................................................................... 58 - 88
BAB VI. MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) ...... 88 -108
BAB VII. PENJADUALAN PEKERJA .......................................... 109 - 119
BAB VIII. PENJADUALAN DAN PENGURUTAN TUGAS ........ 120 - 155
BAB IX. LINE BALANCING .......................................................... 156 - 169
BAB X. PERAWATAN ..................................................................... 170 - 200
BAB XI. JASA DAN PENGAWASAN PROYEK .......................... 201 - 213
BABA XII. MANAJEMEN KUALITAS.......................................... 214 - 234
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 235
BIOGRAFI PENULIS ...................................................................... 236 - 237

iii
BAB I. MANAJEMEN INDUSTRI

Pembahasan manajemen industri secara umum meliputi fungsi produksi, keuangan,

personalia, pemasaran dan fungsi lainnya, tetapi dalam pembahasan ini lebih

menggunakan sumber daya manusia atau material yang diolah untuk dijadikan produk

barang, jasa, atau informasi yang dapat memberikan nilai tambah kepada masyarakat.

Beberapa aktivitas produksi / kerja ditujukan untuk dapat memberikan kesempatan dalam

mengembangkan diri dan bersosialisasi bagi pelaku industri.

Konsep manajemen industri diharapkan dapat membantu dalam fungsi-fungsi

manajemen operasional di dalam kegiatan produksi serta dapat mengembangkan pola pikir

untuk menganalisis masalah keputusan rasional yang dihadapi oleh para manajer

operasional. Untuk itu dimensi konseptual kuantitaif dan kualitatif seharusnya dipahami

secara komprehensif.

Seiring peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat secara bertahap

akan trerjadi pergeseran dari usaha produksi barang dari industri manufaktur ke industri

jasa, sehingga dampak yang mungkin terjadi adalah adanya perubahan kebutuhan tenaga

kerja. Dalam industri manufaktur yang diproduksi umumnya barang-barang yang tampak

(tangible goods) dicirikan dengan barang yang dapat dihitung, disimpan, dan dikonsumsi.

Sedang industri jasa yang dihasilkan industri tidak dapat dilihat (intangible performance).

Beberapa jasa dapat menangani barang-barang yang terlihat (warehousing, distribution),

1
tetapi semuanya masih termasuk elemen yang tidak tampak. Adapun beberapa

karakteristik yang dimiliki oleh sistem jasa adalah :

1. Produknya tidak tampak

2. kualitas keluaran sangat bervariasi

3. akitivitas produksi dan konsumsi dapat terjadi secara simultan

4. tidak ada persediaan yang terakumulasi.

Bagaimanapun dalam sistem manufaktur sebagian besar berhubungan dengan

aktivitas perencanaan. Penjadualan kerja dan pengendalian material, sedangkan pada

industri jasa, usaha pengendalian produksi lebih menekankan pada aliran pelayanan.

1.1 Manajemen Produksi

Ada beberapa pendekatan yang telah dikembangkan untuk menjelaskan arti

manajemen, yaitu :

a. Secara fungsinya sebagai merencanakan (plan), mengorganisasikan (organize)

mengarahkan (direct), dan mengendalikan (control) seluruh aktivitas-aktivas di dalam

organisasi,

b. Secara perilaku manajer memimpin beberapa aktivitas organisasi dengan bekerja

melalui orang lain untuk mencapai sesuatu, sehingga fokus perhatian kepada hubungan

antar manusia, komunikasi perilaku organisasi,

c. Secara pendekatan contingency manajer berhasil dan berfungsi paling efektif dengan

menyesuaikan terhadap kebutuhan lingkungan organisasi. Situasi yang berbeda

memerlukan fungsi keahlian dan perilaku manajer yang berbeda.

2
d. Secara rasional proses pengambilan keputusan manajer membuat keputusan yang

mengarahkan sistem operasi ke arah sasaran organisasi.

Pada kesempatan ini, akan didefinisikan manajemen secara sederhana, manajemen

adalah proses pengembangan keputusan dan pengambilan tindakan untuk mengerahkan

aktivitas semua orang dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Adapun tujuan

mengembangkan organisasi dapat diperinci sebagai berikut:

(1) meningkatkan kesejahteraan pegawai;

(2) menjamin kepuasan pelayanan pada pelanggan,

(3) meningkatkan keuntungan usaha, dan

(4) membangun tanggung jawab kepada masyarakat.

Untuk mencapai sasaran ini, manajer memformulasikan kebijakan, rencana, operasi,

prosedur, dan menetapkan peraturan.

Penerapan manajemen produksi adalah proses dimana pemanfaatan sumberdaya

yang dibutuhkan dalam sistem telah ditetapkan, dikombinasikan dan ditransformasikan

dalam sebuah cara yang terkendali dengan tujuan memberikan nilai tambah sesuai dengan

kebijakan manajemen. Untuk itu manajemen produksi terdiri dari beberapa item yang

harus diperhatikan, yaitu : a. sumber daya, b. sistem. dan c. aktivitas transformasi yang

memberikan nilai tambah.

a. Sumber Daya

Sumber daya dikelompokan menjadi tiga yaitu : manusia, material bahan baku dan

kapital yang semuanya merupakan input dari proses produksi, sehingga semakin tinggi

3
penerapan teknologi produksi, mengakibatkan perubahan peranan manusia bergeser ke

aktivitas perencanaan dan pengendalian, sehingga nilai tambah manusia menjadi

semakin meningkat. Kondisi tersebut, menyebabkan manusia harus berhubungan

dengan mesin. Integrasi antara manusia dengan sistem mesin mempengaruhi kepuasan

kerja dan produktivitas. Untuk dapat mencapai kinerja dan produktifitas yang optimum

perlu didukung perancangan kerja (job design) yang baik. Sumber daya material meliputi

bahan baku, fasilitas fisik dan peralatan pabrik, sumberdaya kapital dalam bentuk stock,

pinjaman dan pajak. Kapital adalah nilai yang digunakan untuk mengatur aliran dari

semua sumber daya yang digunakanm untuk kebutuhan produksi

b. Sistem

Sistem didefinisikan sebagai kumpulan elemen yang saling berinteraksi dan

berinterdepedensi dalam lingkungan yang kompleks, untuk mencapai tujuan tertentu.

Pemahaman sistem merupakan masalah yang kompleks, dinamis dan banyak

melibatkan probabilitas pada tiap tahapan serta membutuhkan bentuk pemikiran ilmiah

yang dalam. Pendekatan sistem adalah upaya untuk mencari keterpaduan antar bagian

yang kompleks dengan pemahaman yang utuh dalam mencapai tujuan tersebut. Proses

pendekatan sistem menurut Eriyatno (1996) merupakan penyelesaian persoalan mulai

identifikasi kebutuhan sehingga menghasilkan suatu operasi sistem yang efektif.

c. Aktivitas Transformasi Yang Memberikan Nilai Tambah.

Aktivitas penambahan nilai (value adding activities) terjadi melalui transformasi satu

atau beberapa material menjadi sebuah produk. Sebuah tepung terigu ketika diproses

4
menjadi mie instan, memiliki pertambahan nilai yang dilambangkan dengan harga jual

yang meningkat. Jadi ketika perekayasa industri melakukan tugasnya di berbagai proses

transformasi di pabrik, ternyata disadari bahwa berbagai prinsip-prinsip yang terjadi di

pabrik, dapat diimplementasikan pula di proses transformasi lainnya di non-pabrik.

Mengapa ini terjadi? Karena ini pada aktivitas penambahan nilai ternyata berlaku secara

universal di semua bidang. Konsep yang sama juga menyebabkan kata industri dipakai

di industri pariwisata dan industri musik. Adanya pertambahan nilai dari sekedar

menjual furniture, menjadi menjual kamar hotel, menjadi menjual atraksi wisata

menjadi ciri industri pariwisata. Adanya pertambahan nilai dari hanya menyanyi di

kamar mandi, menjadi rekaman, acara konser musik dan sebagainya.

1. 2. Pengambilan Keputusan Dalam Manajemen Produksi

Pada proses penerapan menajemen produksi sering seorang pengambil keputusan

harus menentukan pilihan yang rasional dalam menentukan berbagai alternatif atau harus

mengambil keputusan yang terbaik yang paling optimum.

Pada proses pengambilan keputusan dalam pengelompokan lini produk. Pengambil

Keputusan harus memilih proses yang harus digunakan dalam “Product Mix” dengan

kendala berbagai pertimbangan biaya produksi, kapasitas, dan pembatas-pembatas yang

lain.

Keuntungan dari sistem multi produk adalah :

(1) Pemanfaatan fasilitas dan personel menjadi lebih optimal,

5
(2) Pelayanan pelanggan menjadi lebih baik karena hasil produk dapat bervariasi,

(3) Resiko kegagalan produk dapat di diverivikasikan terhadap produk lain, dan

(4) Peluang untuk mengelola daur hidup produk menjadi longgar.

Dalam proses pengambilan keputusan, metoda yang paling sederhana yang dapat

digunakan adalah metoda grafik. Metoda grafik dapat menyelesaikan problem dengan

variabel keputusan yang relatif kecil, dan untuk menyelesaikan dilakukan melalui lima (5)

tahapan, yatu :

(1) memformulasikan problem dalam fungsi tujuan linier dan pembatas linier.

(2) membuat grafik dengan variabel keputusan pada tiap sumbu dan plot pembatas, serta

definisikan daerah feasible

(3) menentukan slope fungsi tujuan dalam daerah feasible

(4) menetapkan fungsi tujuan dalam arah optimasi sampai daerah pembatas

(5) membaca nilai solusi dari nilai variabel keputusan terhadap sumbu

Contoh penggunaan Metoda Grafik Berdasarkan Programa Linier untuk proses


pengambilan keputusan:

1. Sebuah perusahaan makanan camilan memproduksi “Snack Bar X” dan “Snack Crispy

Y”. Keuntungan untuk setiap buah produk X = Rp 10.000,- dan Y = Rp 30.000,-, kedua

produk memerlukan proses melalui mesin-mesin yang sama, yaitu A dan B. Produk X

memerlukan proses A selama 4 jam dan B = 8 jam. Sedangkan produk Y memerlukan

proses A = 6 jam dan B = 4 jam. Mesin A dan B mempunyai batasan waktu proses

maksimum masing-masing sebesar 12 jam dan 16 jam. Jika asumsi permintaan ada,

6
berapa buah kedua produk tersebut harus diproduksi untuk memperoleh keuntungan

(profit) yang maksimum.

Solusi :

(1) Fungsi tujuan : Max Z = Rp 10.000 X + Rp 30.000 Y

Fungsi Pembatas A: 4 X + 6 Y ≤ 12

B: 8 X + 4 Y ≤ 16

X≥0

Y≥0

Dimana Z = Profit X = Jumlah produk “Snack Bar X”

Y = Jumlah produk “Snack Crispy Y” A = Mesin A

B = Mesin B

(2 ) Grafik

Daerah
Feasible

Gambar 2. Grafik solusi programa linier

(3) Slope Fungsi Tujuan

Slope standar dari persamaan linier adaah :

7
Y=mX+b

Dimana : m = slope garis (nilai perubahan Y untuk setiap perubahan per unit X)

Z = 10.000 X + 30.000 Y

Y = - 1/3 X + Z/ 30.000

Atau m = - 1/3, (sebagai contoh lihat garis yang terputus-putus).

(4) Fungsi tujuan untuk optimal

Solusi selalu terdapat pada salah satu sudut dari daerah “feasible”.

(5) Baca nilai solusi

pada X = 0 dan Y = 4, sehingga profit Z = 10.000 (X = 0) + 30.000 (Y = 2) = 60.000

Dalam contoh diatas, mesin B tidak bekerja pada kapasitas penuh yaitu 8 jam.

Sedangkan mesin A bekerja dengan batas kapasitas 12 jam ( 4X + 6Y ≤ 12 ). Dan

produksi snack crispy lebih menguntungkan. Dari grafik terlihat bahwa profit dapat

ditingkatkan lagi dengan menambah kapasitas mesin A sampai 24 jam, sehingga dapat

memproduksi Y = 4 Unit (dengan mesin B bekerja penuh 16 jam ).

Dalam banyak kasus, jika jaminan demand, kontribusi profit, waktu proses

dan kapasitas (waktu) mesin dapat diketahui denga cukup tepat, maka analisis linier

ini dapat membantu dalam pengambilan keputusan.

8
2. Penggunaan Program Win QSb atau POM-QM Programa Linier Pada Product Mix

Suatu industri yang bergerak dibidang injection plastik yang mengolah biji plastik

menjadi beberapa macam produk. Konsumen dari Industri tersebut adalah industri

hilir yang menggunakan hasil produknya sebagai salah satu komponen utama maupun

sebagai komponen pembantu. Setiap jenis produk yang dihasilkan memiliki

karakteristik dan kriteria yang berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan ini terletak

pada bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk tersebut.

Saat ini Perusahaan menginginkan suatu keputusan atau kebijaksanan produksi

yang dapat meminimalkan kebutuhan bahan baku dalam memenuhi pesanan. Untuk

itu dilakukan dengan kajian melalui optimasi masukan bahan baku. Kajian penelitian

untuk meminimalkan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk. Bahan

baku yang ada saat ini terbatas, dilain pihak permintaan komponen produk yang sangat

tinggi, dan bervariasi.

Banyak cara yang dilakukan dalam meminimalkan kebutuhan bahan baku untuk

memenuhi pesanan salah satunya dengan pendekatan program linier dengan

demikian dapat memberikan model yang sesuai dengan fakta yang ada di lapangan.

Untuk membantu perhitungannya digunakan software Win QSB atau memanfaatkan

program POM-QM.

Model matematis untuk kebutuhan bahan baku yang digunakan sesuai dengan tipe

produk digunakan rumus (1) sebagai berikut :

9
Z  C1 X 1  C2 X 2  ......  Cn X n ………………………………(1)
dengan syarat bahwa fungsi tujuan tersebut memenuhi berbagai kendala atau

beberapa syarat ikatan sebagai berikut :

a11 x1  a12 x 2  ........  a1n x n  atau  b1


a 21 x1  a 22 x 2  ........  a 2 n x n  atau  b2 dan bahwa x  0 untuk j = 1, 2, ….,n.
j
a m1 x1  a m 2 x 2  ........  a mn x n  atau  bm
Optimasi dilakukan dengan menggunakan Rumus (2)
n
Z  C j X j ...............................................................................................(2)
j 1

untuk j = 1, 2, …,n.
dengan syarat :
n

a
j 1
ij x j  atau  bi

untuk i = 1, 2, ….,n. dan x j  0

keterangan :
i= nomor sumber atau fasilitas yang tersedia (i = 1, 2, ....,n).
j= nomor kegiatan yang menggunakan sumber yang tersedia (j = 1, 2, ...,n).
m = jumlah sumber yang tersedia.
n= jumlah kegiatan.
Z = nilai optimal dari fungsi tujuan.
C j  parameter yang dijadikan kriteria optimasi, atau koefisien peubah

pengambilan keputusan dalam fungsi tujuan.


X j  peubah pengambilan keputusan atau kegiatan (variabel keputusan).

aij  koefisien teknologi peubah pengambilan keputusan atau banyaknya sumber i

yang diperlukan untuk menghasilkan setiap unit kegiatan j.


bi  banyaknya sumber daya i yang tersedia .

10
Di samping itu fungsi tujuan harus perlu diketahui batasan, keterbatasan dan peryaratan
dari sistem/model itu sendiri. Untuk batasan (constraint) ini adalah bahan baku yang
terpasang, minimal waktu proses yang diperlukan dan bahan baku yang mi nimal untuk
suatu jenis produk.

Contoh penyelesaian menggunakan pendekatan simplex dua variabel

Persoalan:

PT Padi Hilir Sejati (PT PHS) memproduksi dua jenis beras analog (beras tiruan dari bahan

baku non beras), yaitu beras analog jagung (BAJ), serta beras analog sagu (BAS). Untuk

setiap kg BAJ diprediksi memperoleh keuntungan Rp 1500,- dan setiap kg BAS memperoleh

keuntungan Rp 1200,-. Untuk memproduksi kedua jenis beras analog tersebut digunakan

tiga jenis alat pengolahan yaitu alat penggiling, pengering dan pembentuk. Untuk setiap

kg BAJ (X1) rata-rata waktu melalui alat penggiling 4 menit, pengering 5 menit, dan

pembentuk 5 menit, sedangkan setiap BAS (X2) rata-rata waktu melalui alat penggiling 3

menit, pengering 8 menit, dan pembentuk 6 menit. Batas waktu proses untuk setiap alat

adalah 60 menit pada penggiling, 100 menit pada pengering dan 80 menit pada

pembentuk. Berapa masing-masing jenis beras analog harus diproduksi agar diperoleh

keuntungan yang maksimum .

Penyelesaian:

X1 X2 RHS Bentuk Persamaan


Maximize 1500 1200 Max Z= 1500X1 + 1200X2
Constraint 1 4 3 < 60 4X1 + 3X2 < 60
Constraint 2 5 8 < 100 5X1 + 8X2 < 100
Constraint 3 5 6 < 80 5X1 + 6X2 < 80

11
Hasil Simplex menggunakan POM-QM
Cj Variabel Basic Jumlah 1500X1 1200X2 Slack 1 Slack 2 Slack 3
Iteration 1
0 slack 1 60 4 3 1 0 0
0 slack 2 100 5 8 0 1 0
0 slack 3 80 5 6 0 0 1
zj 0 0 0 0 0 0
cj-zj 1.500 1.200 0 0 0
Iteration 2
1500 X1 15 1 0,75 0,25 0 0
0 slack 2 25 0 4,25 -1,25 1 0
0 slack 3 5 0 2,25 -1,25 0 1
zj 22.500 1500 1125 375 0 0
cj-zj 0 75 -375 0 0
Iteration 3
1500 X1 13,3333 1 0 0,6667 0 -0,3333
0 slack 2 15,5556 0 0 1,1111 1 -1,8889
1200 X2 2,2222 0 1 -0,5556 0 0,4444
zj 22.666,666 1500 1200 333,33 0 33,33
cj-zj 0 0 -333,3333 0 -33,3333

Solusi:

Variabel Status Nilai


X1 Basic 13,33
X2 Basic 2,22
slack 1 NONBasic 0
slack 2 Basic 15,56
slack 3 NONBasic 0
Optimal Value (Z) 22.666,67

Dari nilai pada tabel di atas disimpulkan bahwa keuntungan maksimal sebesar Rp 22.666,67

diperoleh bila diproduksi beras analog BAJ sebesar 13,33 kg dan beras analog BAS sebesar

2,22 kg.

12
BAB II. PRODUK DAN PROSES

Produk adalah barang atau jasa yang diproduksi, dan proses adalah fasilitas, skill,

dan teknologi yang digunakan untuk memproduksi. Keduanya berjalan bersamaaan,

produk memerlukan proses dan proses mambatasi produk apa yang dapat diproduksi.

Baik produk dan proses sama-sama merupakan elemen-elemen yang kritis dalam

strategi operasional. Keberhasilan produk mancerminkan pengetahuan yang kreatif

terhadap lingkungan pasar, dan proses digunakan untuk memproduksi dan mengirim

produk secara efektif dengan menggunakan sumber daya dan teknologi yang

memungkinkan.

2. 1. Perencanaan Barang Dan Jasa

Perencanaan barang cenderung lebih formal, karena desain produk aktivitas

proses dan standar kualitas dapat dispesifikasikan secara detail. Karena lingkungan

produksi terpisah dari konsumen, maka akan lebih mudah dikendalikan.

Perencanaan aktivitas jasa ditandai oleh : (1) Tidak adanya produk fisik, (2)

ketergantungan pada personel yang terlatih, dan (3) hubungan yang lebih dekat dengan

lingkungan pasar. Karakteristik ini cenderung membuat pengembangan jasa lebih

dipengaruhi oleh kemampuan dan terlatihnya “ pelayanan”, sedangkan standar kualitas

barang dapat direncanakan dalam proses produksi. Bervariasinya keadaan pasar,

menuntut pemberian jasa yang fleksibel, menyesuaikan dengan kebutuhan individu.

Contoh produk jasa yaitu jasa transportasi, restaurant, konsultasi, pengobatan, dll.

13
Gambar 2.1. Sistem delivery jasa

Interaksi dari client dan karyawan merupakan sentral dari kebanyakan sistem

jasa. Gambar 2-1 menjelaskan bahwa input sistem delivery jasa mirip seperti sistem

produksi barang yaitu : (1). Prioritas pasar dan (2). Kapasitas organisasi. Tetapi dalam

sistem delivery jasa, interaksi konsumen lebih penuh, seperti berpartisipasi aktif dalam

sistem itu sendiri.

Gambar 2-2 Customer/konsumen sebagai partisipan dalam sistem Delivery Jasa

Adanya interaksi anatara client dengan karyawan menyebabkan jarak antara

fungsi produksi dan pemasaran menjadi relatif kurang jelas. Pengetahuan yang didapat

14
karyawan dari interaksi ini dapat meningkatkan kemampuan jasa organisasi. Persepsi

konsumen terhadap sistem delivery jasa juga vital dalam desain strategi pemasaran

untuk mempertahankan pelanggan dan menarik pelangggan baru.

Aktivitas riset dan pengembangan ( R & D ) adalah sumber internal yang utama

dari ide produk baru. Untuk teknologi yang canggih kegiatan ini dilakukan oleh team

dari berbagai disiplin, dan biayanya cukup mahal. Riset dapat dibedakan menjadi dua

yaitu : (1). “Basic Research”, yaitu mencari pengetahuan untuk pengetahuan, serta

dapat dimanfaatkan untuk “Applied Research”. Riset ini biasa dilakukan oleh universitas

atau lembaga-lembaga penelitian. (2). “Applied Research” yang lebih diarahkan untuk

penyelesaian masalah yang spesifik seperti pengembangan produk atau proses.

Pengembangan meliputi simulasi produksi produk baru, serta pengetesan pasar dari

contoh produk. Usaha ini biasanya memerlukan biaya yang besar.

Perancangan produksi adalah strukturisasi bagian-bagian komponen atau

aktivitas-aktivitas sehingga menjadi unit yang dapat memberikan nilai yang spesifik.

Dalam industri jasa, spesifikasi produk menjelaskan apa-apa yang akan diberikan ke

client, seperti prosedur delivery, ruangan ber AC, dan lain-lainya.

Perancangan, produksi, dan biaya pemasaran dapat direduksi dengan

standarisasi dan penyederhanaan produk. Standarisasi meliputi produksi item-item ke

standar yang diterima secara umum untuk menjamin dapat dipertukarkan dan / atau

level kualitas dari produk. Penggunaan variasi komponen yang terbatas dapat

mengurangi biaya penyimpanan, handling, dan dapat bekerja dengan jumlah yang lebih

15
besar. Bagaimanapun standarisasi membatasi pilihan yang mungkin pada pelanggan.

Penyerdehanaan produk dapat mereduksi variasi liniproduksi, yaitu dengan

menurunkan jumlah variasi produk yang diproduksi.

2. 4. Perencanaan dan Seleksi Proses

Proses produksi adalah transformasi sumber daya dan keahlian organisasi menjadi

barang dan jasa yang mempunyai nilai lebih tinggi. Proses produksi terutama

dipengaruhi oleh tipe Aliran kerja (Work Flow) dan perancangan stasiun kerja ( Work

Center), yang umumnya diklasifikasika menjadi dua, (1). Proses Intermittent dan (2) .

Proses Continue.

Sistem intermittent digunakan untuk produksi sejumlah kecil dari beberapa

item yang berbeda pada alat yang fungsinya relatif umum. Alat pemroses dan personel

ditempatkan sesuai dengan fungsi, dan produk mengalir melaui fasilitas-fasilitas pada

tahapan-tahapan yang tidak teratur.

Sistem continue digunakan untuk produksi volume yang banyak dari item

tunggal (variasi item relatif sedikit) pada peralatan khusus melalui tahapan -tahapan

yang pasti (fixed), seperti : pipa (minyak) dan lini perakitan (computer assembly line).

Sistem kontinu pada jasa cenderung berorientasi pada peralatan, sebagai contoh : jasa

catering, telepon, listrik, dll.

16
2. 5. Alat Bantu Perencanaan Proses

Perencanaan proses berkaitan dengan perancangan dan implementasi sistem kerja

(work System) yang akan memproduksi barang atau jasa dalam jumlah tertentu.

Berhubungan perusahaan harus secara continue menyesuaikan terhadap perubahan

produk atau jumlah, sehingga perencanaan proses tetap merupakan kegiatan yang

mesti berlangsung terus. Akan diperkenalkan sedikit peta dan grafik yang telah diakui

bermanfaat bagi perencanaan proses, yang mesti terus menerus melakukan redesign,

up-date, dan evaluasi proses produksinya.

Gambar 2-5 Pertimbangan Dalam Perencanaan Proses Produksi

2. 5. 1. Peta Perakitan dan Proses ( Assembly and process chart )

Peta perakitan memperlihatkan kebutuhan material dan urutan perakitan dari

komponen-komponen yang menunjukan suatu perakitan mekanik. Operasi

17
disimbolkan dengan lingkaran, dan inspeksi disimbolkan dengan segiempat.(lihat

gambar 2-6)

Gambar 2-6. Contoh Peta Perakitan

Peta proses operasi mirip dengan peta perakitan, tetapi meliputi juga spesifikasi

bagian-bagian komponen serta waktu operasi dan inspeksi, sehingga memberikan

instruksi yang lebih lengkap untuk memproduksi item barang. Kadang-kadang

dilengkapi dengan informasi peralatan dan alat-alat bantu yang mesti digunakan.

Peta proses aliran mirip dengan peta proses operasi. Tetapi juga mengandung

kegiatan-kegiatan non produktif seperti penyimpanan ( ), delay ( ), dan transpor-

tasi ( ). Hal ini dirancang untuk analisis efisiensi proses, yaitu dengan pertanyaan :

18
mengapa aktivitas-aktivitas itu dikerjakan, dan apakah dapat diperbaiki dengan

menghilangkan beberpa tugas, mengkombinasikan tugas-tugas, perubahan rangkaian

tugas atau dengan penyederhanaan tugas.

Gambar 2-7 Contoh Peta Proses Aliran Pembuatan Kecap

2. 5. 2. Peta Pekerja-Mesin ( Worker-Machine Chart )

Peta pekerja-mesin adalah alat untuk memodelkan aktivitas-aktivitas simulatan

antara pekerja dengan mesin-,esin yang dioperasikan. Peta ini dapat membantu

mengidentifikasi waktu dan biaya idle dari pekerja mesin, sehingga dapat diatur

kombinasi pekerja dan mesin effisien. Satu siklus pekerjaan adalah lama waktu yang

19
diperlukan untuk menyelesaikan satu kombinasi yang lengkap dari aktivitas-aktivitas

kerja.

Operasi dan pengendalian dari peralatan yang kompleks atau bergerak sering

mengharuskan setiap operasi satu mesin dengan satu pekerja, yaitu seperti pada alat-

alat konstruksi dan “material handling”.

Contoh :

Seorang operator perusahaan karet diharapkan memerlukan waktu 2 menit untuk

loading, dan 1 menit untuk unloading sebuah “moulding machine”. Ada beberapa

mesin dan beroperasi secara otomatik 4 menit. Biaya pekerja Rp 8.000 / jam. Dan biaya

mesin Rp 20.000 / jam / mesin.

a. buat peta pekerja mesin yang paling efisien untuk 1 orang pekerja dan 2 mesin ?

b. Berapa waktu siklus ?

c. Berapa waktu idle pekerja per siklus ?

d. Berapa waktu idle kedua mesin ?

e. Berapa total biaya per jam ?

f. Berapa total biaya per siklus ?

g. Berapa biaya waktu idle per jam ?

20
Solusi

a. Peta Pekerja-Mesin

Peta Pekerja-Mesin (1 pekerja, 2 mesin)


Pekerja Mesin 1 Mesin 2
Loading 1 2 Menunggu 1 Menunggu 1
Loading 2 2 beroperasi 4 Menunggu 1
Unloading 1 1 beroperasi 4
Menunggu 1 Menunggu 2
Menunggu 1
Unloading 2 1
Ringkasan
Pekerja Mesin 1 Mesin 2
Waktu kerja (menit) 6 4 4
Waktu Idle (menit) 1 3 3
Waktu total (menit) 7 7 7
Persen Penggunaan (%) 85,7 57,1 57,1

b. Waktu siklus = waktu total = 7 menit

c. Waktu idle per pekerja = 1 menit

d. Waktu idle kedua mesin = 3 menit

e. Total biaya per jam = 8000 + (2 x 20.000) = 48.000

f. Total biaya per siklus = 7/60 x 48.000 = 5.600

g. Biaya waktu idle = (1/60 x 8000) + (2 x 3/60 x 20.000) = 2133,3

2.5.3 Pemilihan Mesin

Beberapa keputusan perencanaan proses berhubungan dengan kapasitas

peralatan yang diperlukan untuk produksi output sejumlah terteentu. Jika biaya proses

21
dari beberapa alternatif pilihan dapat dipecahkan menjadi komponen biaya tetap dan

biaya variabel maka alternatif yang ekonomis adalah yang memiliki biaya terendah

pada volume yang diharapkan.

Contoh Suatu barang dapat diproduksi dengan salah satu dari 3 mesin dengan

biaya sebagai berikut.

Mesin A Mesin B Mesin C


Biaya Tetap (Rp) 10.000.000 30.000.000 60.000.000
Biaya Variabel (Rp) 300.000 200.000 100.000

Mesin mana yang akan digunakan untuk produksi pada volume 400 unit ?

Solusi :

Biaya Tetap Volume Biaya Variabel Total Biaya


TCA 10,000,000 400 300,000 130,000,000
TCB 30,000,000 400 200,000 110,000,000
TCC 60,000,000 400 100,000 100,000,000

Biaya (jt Rp)

160
120
80
40
0
100 200 300 400
Volume

Pada volume 400 unit total biaya pada masing masing Mesin sebagai berikut.

TC A = 10.000.000 + 400 (300.000) = 130.000.000

22
TC B = 30.000.000 + 400 (200.000) =110.000.000

TC C = 60.000.000 + 400 (100.000) =100.000.000

Untuk 0,2000 unit sebaiknya digunakan mesin A

Untuk 200-300 unit sebaiknya digunakan mesin B

Untuk > 300 unit sebaiknya digunakan mesin C

23
PERAMALAN KEBUTUHAN
BAB III.
PERMINTAAN

Setiap perusahaan untuk mencapai tujuan usaha memerlukan penyusunan rencana

kegiatan yang akan dilakukan. Rencana yang disusun harus mampu memberi arahan

terhadap kegiatan perusahaan secara menyeluruh.

Pelaksanaan kegiatan harus didukung dengan berbagai bidang kegiatan yang lebih

rinci dalam perusahaan yang meliputi : (1) rencana produksi, (2) rencana keuangan dan (3)

rencana pemasaran. Pada rencana pemasaran yang disusun suatu perusahaan mencakup

rencana kegiatan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk mengurangi

kesalahan yang lebih besar dalam memproyeksikan rencana tersebut perlu dilakukan

pendekatan peramalan.

1. Pengertian dan Peranan Peramalan

Peramalan (forecasting) didefinisikan sebagai besaran magnitude atau nilai

perkiraan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Perkiraan yang terjadi di masa yang

akan datang dalam dunia nyata memeliki pengertian sebagai keadaan yang penuh

ketidakpastian.

Untuk memprediksi ketidakpastian tersebut perlu dilakukan perancangan model

peramalan. Model peramalan akan menjadi lebih obyektif jika didukung oleh data history

dengan menggunakan model deret waktu (time series)

24
2. Teknik Peramalan Dibedakan Berdasarkan Data Base

Merujuk data base pada teknik peramalan dapat dibedakan menjadi dua metode,

yaitu : (1) metode kualitatif dan (2) metode kuantitatif.

Metode kualitatif pada peramalan digunakan opinion, judgement dan skenario delphi

memberikan hasil yang subjektif, untuk mengurangi akibat atau situasi yang lebih pasti,

dilakukan berdasarkan pengamatan atau pengalaman oleh pengambil keputusan

berdasarkan data history dan kejadian–kejadian sebelumnya yang berkorelasi terhadap

kondisi saat ini.

Metode kuantitatif banyak digunakan pada teknik peramalan karena pada metode

kuantitatif memberikan nilai sebagai objektivitas dari model dan ketepatan yang dapat

dipertanggungjawabkan oleh pengambil keputusan. Metologi peramalan yang memiliki

kompleksitas, cenderung untuk menyesuaikan kejadian yang akan datang dengan

melakukan evaluasi untuk memperoleh objektivitas hasil yang lebih baik.

3. Metode Opini dan Judgement (Metode Kualitatif)

Metode opini meskipun subjektif digunakan secara luas oleh perusahaan kecil.

Untuk mengembangkan lebih luas bertumpu pada pribadinya sendiri sebagai pengambil

keputusan, imaginasi atau dengan pertimbangan biaya. Metode opini membutuhkan biaya

yang lebih murah dan mempunyai ketepatan yang sama untuk masalah yang sederhana.

Metode judgment adalah suatu perbaikan melebihi opini yang merupakan

kejadian/pengalaman terakhir. Konsensus dengan yang lain atau berdasarkan

25
pengetahuan dari situasi analogi historis, membuat metode ini banyak dipakai dalam

forecasting.

Metode opini dan judgment merupakan salah satu metode peramalan yang

penggunaannya sangat sederhana, dimana mencakup pengumpulan opini dan judgment

dari individu yang diperkirakan mempunyai pengetahuan yang baik dari kegiatan atau

perencanaan yang akan datang.

Peramalan opini dan judgment merupakan intuasi yang besar dan datanya terpadu

satu sama lainnya, mungkin sama dengan matematika atau pekiraan statistik dalam

peramalan.

Peramalan jugmental sering terdiri dari :

a. Peramalan penjualan akan dipakai secara individu dan secara menyeluruh dalam

membentuk beberapa produk.

b. Peramalan oleh top management pada depisi atau tingkat garis produk.

c. Peramalan berdasarkan pada perkiraan yang dikombinasikan dari penjualan dan divisi

atau lini produk manajer.

4. Metode Deret Waktu (Time series) Pada Peramalan Kualitatif

Metode deret waktu (time series) didefinisikan dari trend dan pengaruh musiman,

berdasarkan data yang lebih akurat daripada metode opini, meskipun demikian

berdasarkan keseluruhan waktu di atas, peramalan time series tidak dapat menghitung

secara khusus diluar batas faktor yang berhubungan. Asumsi dasar yang digunakan itu

dianggap suatu pola histori yang berlanjut. Syarat penggunaan metode time series, yaitu :

26
Data variabel waktu lampau tersedia dan semua informasi harus dapat dikuantitatifkan

dalam bentuk numerik.

Metode deret waktu ini merupakan peramalan berdasarkan analisa pola antara

variabel yang diperkirakan dengan variabel waktu, yang terdiri atas:

a. Metode Pemulusan (smooting)

Metode pemulusan yaitu peramalan yang digunakan untuk mengurangi ketidaktera-

turan musiman dari data yang lalu.

1) Metode dengan menggunakan data yang lewat sebagai peramalan terhadap

kebutuhan masa datang. Jadi ramalan kebutuhan untuk waktu atau masa yang akan

datang didasarkan pada besarnya kebutuhan waktu atau masa sebelumnya.

Metode ini dapat diformulasikan sebagai berikut :

Ft 1    ( 1 - α ) Ft
2
α  derajad pemulusan
n 1

jika data yang lewat adalah Ft = X0, maka yang diramalkan menjadi Ft+1 = X1; dan jika

data yang lewat Ft+1 = X1, maka yang diramalkan menjadi Ft+2 = X2 dimana :

Ft = Kebutuhan sebenarnya pada periode ke-1

t = Periode waktu (1, 2, 3……………..dst)

Ft + n = Kebutuhan yang akan diramalkan pada periode kedepan

n = Periode waktu yang akan digunakan sebagai peramalan

kedepan

X1 = Nilai observasi dari 1, 2, 3……….dst pada tiap periode

27
2) Metode Rata-rata/Nilai Tengah

Metode ini menggunakan dasar pemikiran dimana permintaan yang akan d atang

didekati dengan rata-rata/nilai tengah dari data historis. Untuk semua periode yang

diprediksi kedepan akan mempunyai nilai tetap yaitu sebesar nilai tengah atau

mean dari data historis.

Formulasi rumusnya sebagai berikut :

t
Ft 1   Xi / t
i 1

Dimana :
t = nilai periode
Xi = nilai data ke-i

3) Metode Rata-rata Bergerak Tunggal (Single Moving Average)

Tujuan utama penggunaan rata-rata bergerak adalah untuk menghilangkan atau

mengurangi acakan dalam deret waktu, teknik ini menggunakan pengambilan

suatu pengumpulan nilai yang diobservasi, lalu didapat nilai rata-rata yang

digunakan sebagai ramalan periode-periode mendatang.

Formulasi rumusnya sebagai berikut :

X t  X t 1  X t 2  ........................  X t (N 1)


Ft 1 
N

dimana :
Ft + 1 = nilai kebutuhan yang diramalkan
Xt = nilai observasi pada periode t
Xt – 1 = nilai observasi pada periode t-1
Xt – (N+1) = nilai observasi pada periode t – (N+1)
N = banyaknya data periode pergerakan

28
4) Metode Pemulusan Eksponensial Tunggal

Metode ini mempunyai cara yang hampir sama dengan metode rata-rata bergerak,

hanya pada metode ini nilai yang baru diberi bobot yang relatif lebih besar

dibandingkan nilai yang lama dan data yang diperlukan dapat sedikit

Formulasi rumusnya sebagai berikut :

Ft 1  xt  (1   ) Ft  Ft   ( xt  Ft )

Dimana :

Ft + 1 = nilai kebutuhan yang diramalkan

2
 = bobot untuk nilai observasi yang paling akhir =  
n 1

Xt = data observasi yang baru

Ft = nilai kebutuhan yang diramalkan periode sebelumnya.

b. Metode Peramalan Box Jenkins

Metode peramalan Box Jenkins adalah metode yang sangat tepat untuk

menangani atau mengatasi-kerumitan deret waktu dan situasi peramalan lainnya.

Metode ini menggunakan dasar deret waktu dengan model matematis, yang

digunakan untuk bentuk peramalan yang dipengaruhi oleh beberapa lingkungan yang

rumit, yang terjadi karena terdapatnya variasi dari pola data yang beraturan, sehingga

pendekatan untuk meramalkan data dengan pola yang rumit tersebut dengan

menggunakan beberapa aturan yang relatif baik.

Jenis – jenis model Box Jenkins :

29
1) Model ARMA (Autoregressive – Moving Average)

Yaitu model untuk data yang tetap dan dapat digunakan untuk menggambarkan

jenis atau pola data waktu tertentu. Bagi deret waktu yang tetap statis, metode Box

Jenkins menguraikan tiga kelas yang umum dari beberapa model yang dapat

digunakan, terutama untuk menggambarkan jenis atau pola dari data waktu.

Ketiga model tersebut adalah :

- Autoregressive (AR) Model

- Moving Average (MA) Model

- Autoregrassive – Moving Average (ARMA)

2) Model ARIMA (Autogressive Integrated Moving Average)

Model yang digunakan untuk menganalisa trend atau musiman dari deret waktu

dengan menggunakan model dua arah. Model ARIMA secara umum adalah sulit

untuk dituliskan. Keuntungan dari model ini adalah bahwa ramalan-ramalan yang

dilakukan dapat dikembangkan untuk periode-periode yang sangat pendek. Lebih

banyak waktu yang dipergunakan untuk memperoleh atau mendapatkan data yang

berlaku, dari pada waktu untuk penyusunan model.

3) Metode proyeksi trend dengan regresi

Merupakan dasar garis trend untuk persamaan matematis, sehingga dengan dasar

persamaan tersebut dapat diproyeksikan hal yang teliti untuk masa depan. Untuk

peramalan jangka pendek maupun jangka panjang ketepatan metode ini sangat

baik. Beberapa model peramalan dari metode “time series” dengan regresi yaitu :

30
a) Model Linier

Model ini membentuk suatu garis lurus yang mempunyai persamaan :

Y(t)=a+b(t )

Dimana

N N N
N  t.Y (t )   Y (t ). t
b i 1
N
i 1
N
i 1

N  t 2  [ t ]2
i 1 i 1

N N
a   Y (t ) / N  b t / N
i 1 i 1

b) Model Kuadratik

Model ini membentuk suatu garis lengkung yang mempunyai persamaan :

Y(t)=a+b(t )+c(t) 2

Dimana

Y  
b
   2

N N
y  [ Y 2 ]2  N  t
i 1 i 1

N N N
   t. t12  N  t 3
i 1 i 1 i 1

N N 2

  [ Y ]  N  t 2 2

i 1 i 1

N 2 N N
   t . Y (t ) N  t.Y (t )
i 1 i 1 i 1

31
N 2 N N
   t . Y (t ) N  t 2 .Y (t )
i 1 i 1 i 1

  (b)( )
c
Y

N N N

Y (t ) b Y (t ) c t 2
a i 1
- i 1
- i 1

N N N

c) Model Eksponensial

Model ini membentuk suatu kurva yang mempunyai persamaan :

Y ( t ) = a e (t)

Dimana :

Notasi diatas adalah :

Y ( t ) = Besarnya nilai yang diramalkan pada periode t

a = Nilai trend pada periode awal

b = Tingkat perkembangan pada periode yang diramal

c = Perubahan dari tingkat perkembangan pada periode yang diramal

t = Unit waktu yang dihitung pada periode dasar

N = Banyaknya data

5. Analisis Kesalahan Dalam Peramalan

Berbagai metode peramalan yang telah disajikan masih menunjukkan adanya

kesalahan dalam peramalan untuk itu harus, dipilih yang mendekati kenyataan dengan

melakukan uji statistik pada beberapa metode tersebut, selanjutnya nilai uji statistik yang

diperoleh dibandingkan untuk mendapatkan nilai kesalahan yang paling kecil. Kesalahan

32
peramalan dalam suatu periode waktu t, dibedakan antara data yang aktual, Y( i ) dan nilai

peramalan untuk periode itu, Y ( t )

E(t)=Y(i)–Y(t)

Untuk menghitung jumlah dari kesalahan, ada beberapa uji statistik yang digunakan

adalah :

 Uji nilai tengah kesalahan (Mean Error - ME)


n
ME =  e ( t ) / n
t=1

 Uji nilai tengah kesalahan kuadrat (Mean Squared Error) MSE

MSE =  ( e ( t ) )2 / N

 Uji nilai tengah kesalahan obsolut (Mean Absolute Error) MAE

MAE =  | e ( t ) | / N

 Uji jumlah kuadrat kesalahan (Sum of Squared Error - SSE)

n
SSE =  et 2
t=1

 Uji deviasi standar kesalahan (Standard Deviation of Error - SDE)


n
MSE =  et2 / n -1
t=1

5. Verifikasi Peramalan

Setelah dilakukan peramalan untuk periode yang akan datang dilakukan Verifikasi

untuk mengetahui apakah fungsi peramalan mewakili sistem permintaan serta sebagai alat

kontrol. Tahapan Verifikasi Peramalan dilakukan melalui :

33
a. Menghitung moving range

MR = e t - e t-1

MR = moving range

et = error pada saat t

e t-1 = X t - F t

b. Menghitung rata-rata moving range

 MR
MR =
n -1

Catatan n periode terdapat n –1 moving range

BKA = +2,66 MR

BKB = -2,66 MR

c. Melakukan test Out of Control

Daerah yang diamati pada test of control adalah :

Daerah  2/3 BKA dan daerah  2/3 BKB

Kriteria Out of Control

 3 tititik data berurutan, 2 data atau lebih diatas 2/3 BKA dan 2/3 BKB

 5 titik data berurutan, 4 data atau lebih diatas 1/3 BKA dan 1/3 BKB

 8 titik data berurutan, pada salah satu sisi garis 0 (centre line)

 Diluar BKA dan BKB

Jika hasil peramalan memenuhi salah satu kriteria Out of Control, maka harus

dicari penyebabnya.

34
Studi kasus :

Forecasting Untuk Pemasaran Suatu Perusahaan

Kegiatan forecasting pemasaran yang dilakukan tiap pemasaran perlu

dikoordinasikan dan diarahkan untuk mencapai tujuan rancangan yang akan datang dalam

tujuan dibidang pemasaran. Teknik peramalan tersebut mencoba memprediksi nilai

pemasaran untuk masa yang akan datang.

Forecasting (peramalan) dapat memberi tujuan, antara lain :

1. Usaha untuk mendorong cara berpikir kedepan

2. Usaha mengkoordinasikan kegiatan pemasaran secara lebih baik.

3. Usaha mengawasi kegiatan peramalan untuk memasarkan yang udah dilaksanakan

maupun yang akan dilaksanakan.

4. Perumusan tentang tujuan yang ingin dicapai dan kebijakan operasional yang dapat

dilakukan secara lebih baik.

5. Menghindari kerugian apa yang sudah dilakukan.

Proses Peramalan Pemasaran

Dalam peramalan (forecasting) dilakukan pengkajian mengenai perkembangan

hasil pemasaran dan realisasi kegiatan yang dilakukan dalam bidang peramalan.

Contoh peramalan hasil pemasaran Perumahan Griya Pesona ditunjukkan pada

Tabel 3.1.

35
Tabel 3.1. Data Pemasaran Perumahan Griya Pesona

No Periode Bulan Pemasaran / Unit


1. Januari 80
2. Pebruari 85
3. Maret 100
4. April 90
5. Mei 95
6. Juni 87
7. Juli 89
8. Agustus 103
9. September 83
10. Oktober 110
11 November 105

Teknik peramalan berdasarkan metode rata-rata nilai tengah :

1. Metode rata-rata nilai tengah

Peramalan untuk pemasaran bulan Desember dengan menggunakan metode rata-rata

nilai tengah sebagai berikut :

X = Periode waktu

Yi = Nilai data pemasaran

Ft + 1 =  Xi / t

80  85  100  90  95  87  89  103  83  110  105


=
11

= 93,36 unit

36
Tabel 2. Penyederhanaan Waktu dan Jumlah Pemasaran Rumah Griya Pesona

Waktu (t) Yi
1. 80
2. 85
3. 100
4. 90
5. 95
6. 87
7. 89
8. 103
9. 83
10. 110
11. 105

Secara grafik dapat ditunjukkan hasil penjualan rumah di Griya Pesona dalam Gambar 3.1.

Grafik rata - rata nilai tengah

115

105
Yi

95

85

75
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

xi (Waktu)

Gambar 3.1. Grafik Penjualan rumah Griya Pesona

37
2. Metode time series

a. Model Tren Linier

T Yi t. Yi t2 ( Yi - a ) (Yi - a )2
1. 80 80 1 -23,92 572,16
2. 85 170 4 -18,92 357,96
3. 100 300 9 -3,92 15,36
4. 90 360 16 -13,92 193,76
5. 95 475 25 -8,92 79,56
6. 87 522 36 -16,92 286,28
7. 89 623 49 -14,92 222,61
8. 103 824 64 -0.92 0,85
9. 83 747 81 -20,92 437,65
10. 110 1100 100 6,08 36,96
11. 105 1155 121 1,08 1,16
 = 66  = 1027  = 6356 506 2204,31

N .t.Yi  t.Yi 11.6356  66.1027


  1,76
N .t 2  (t ) 2 11.506  (66) 2

Yi 1027
y   93,36 unit
t 11

t 66
x  6
t 11

a  y  b.x  93,36  (1,76)(6)  103,92

n
(Yi  a) 2 2204,31
sd  
i .n N 1

11  1
 14,85

(Yi  a) 2 2204,31
MSE    200,39
t 11

38
b. Standar devisiasi

Yi 1027
Ft  1    93,36
t 11

_
Y  93,36

t e
1. -13,36 178,49
2. -8,36 69,89
3. 6,64 44,09
4. -3,36 11,29
5. 1,64 2,69
6. -6,36 40,45
7. -4,36 19,01
8. 9,64 92,93
9. -10,36 107,33
10. 16,64 276,89
11. 11,64 135,49
e2
981,55

39
PERENCANAAN PRODUKSI
BAB IV.
AGREGAT

Agregat Production Planning/Perencanaan Produksi Agregat adalah perencanaan

yang dilakukan secara menyeluruh untuk memenuhi total permintaan terhadap produk

dengan memanfaatkan sumberdaya manusia, dana, material secara efisien dan tepat

waktu.

Tujuan Agregat Production Planning :

Menggunakan secara efisien sumberdaya manusia dan sarana produksi yang dimiliki

perusahaan.

Top Management Strategis

Middle Management Tactical

Lower Management Operasional

Agregat Prod. Plan

Pendekatan masalah pada agregat production planning :

1. Kecepatan produksi tetap  kapasitas produksi dari mesin/alat yang

digunakan pada tiap periode

2. Jumlah tenaga kerja yang dialokasikan untuk menghasilkan produk

40
3. Alokasi pemanfaatan waktu kerja (reguler, lembur, shift)

4. Jumlah tingkat persediaan yang membantu kelancaran produksi

5. Jumlah pesanan sub-kontrak untuk mengantisipasi permintaan yang melebihi

kemampuan produksi pabrik.

6. Jumlah pesanan yang ditunda waktu penyerahan, meningkatkan inventory cost.

Penerapan Perencanaan Agregat berdasarkan :

 Periode Perencanaan

Perusahaan menghendaki rencana produksi yang disusun, dapat dilaksanakan : pada

periode bulanan, pada periode Triwulan, dsb.

 Horizon Perencanaan

Perusahaan mempertimbangkan penyusunan rencana produksi berdasarkan

banyaknya periode pada masa yang akan datang.

A. STRUKTUR MASALAH PERENCANAAN AGREGAT

41
Untuk mengantisipasi ketidakpastian demand/konsumen, seorang manager produksi harus

melakukan prediksi dari data marketing (dengan menggunakan forecasting demand),

selanjutnya melakukan :

1. Pengaturan tenaga kerja.

2. Pengaturan waktu kerja reguler dan waktu lembur / shift.

3. Pengaturan kecepatan produksi.

4. Pengadaan sistem inventory dan back order dari kontraktor.

Untuk manager marketing juga harus menciptakan strategi pasar yang dapat

mempengaruhi demand/konsumen, dengan melakukan :

1. Promosi

2. Bonus dan Diskon

3. Iklan dsb, demo secara effektif.

Gambaran Umum Agregat Planning :

Suatu Pabrik mempunyai kapasitas produksi : 38 unit/hari. Setiap unit produksi yang baru

dihasilkan tidak langsung dijual pada bulan tersebut, jadi diperlukan penyimpanan dengan

biaya penyimpanan $ 10/bulan. Biaya pemesanan ulang (Back order) untuk tiap unit

$ 25/bulan. Biaya produksi per unit – pada jam kerja biasa = $ 800

Biaya produksi per-unit – pada jam kerja lemur = $ 1,000

Bila diketahui data : RT = Reguler Time


OV = Over Time
BO = Back Orders

42
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
RT OT
Inv BO Total
Forecost Cum RT OT RT OT Cum Prod Prod
Month Inv BO Costs Costs Costs
Demand demand day day Prod Prod Prod Costs Costs
( X $ 1.000 )
J 500 500 22 4 836 152 988 488 - 668,8 152 4,88 -- 825,63
F 750 1.250 18 4 684 152 1.824 574 - 547,2 152 5,74 - 704,94
M 850 2.100 22 4 836 152 2.812 712 -- 668,8 152 7,12 - 827,92
A 1.000 3.100 21 4 798 152 3.762 662 - 638,4 152 6,62 - 797,02
M 1.400 4.500 22 5 836 190 4.788 288 - 668,8 190 2,88 - 861,63
J 1.500 6.000 21 4 798 152 5.738 - 262 638,4 152 - 6,55 796,95
J 850 6.850 21 4 798 152 6.688 - 162 638,4 152 - 4,05 794,45
A 750 7.600 13 3 494 114 7.296 - 309 395,2 114 - 7,60 516,8
S 600 8.200 20 4 760 - 8.056 - 144 386,4 - - 3,60 611,6
O 400 8.600 23 4 483 - 8.539 - 61 386,4 - - 1,53 387,93
N 400 9.000 21 5 441 - 8.980 - 20 352,8 - - 0,50 353,3
D 400 9.400 20 4 420 - 9.400 - 0 336,0 - - - 336,0
6.547,2 1.216 27,43 23,83 7814,27

Untuk dapat menjaga agar cumulative production = cumulative demand, maka selisih dari

nilai 9400 – 8056 = 1344, dibagi 3 periode bulan Okt, Nov dan Des. Ini juga memberikan

pengertian bahwa pabrik pada bulan Okt, Nov dan Des. mempunyai kelonggaran pada

penjadwalan hari kerja bisa dikurangi, atau karyawan lepas bisa ditutup kontraknya, serta

jam lembur tidak diperlukan.

(1) = 38 unit X (4)


(2) = 38 unit X (5)
(3) = kumulatif (6)+(7) sebelum & sesudahnya
(4) = (8) – (3)
(5) = (3) – (8)
(6) = $ 800 X (6)
(7) = $ 1.00 X (7)
(8) = $ 10 X (9)
(9) = $ 25 X 910)

43
GRAFIK PERENCANAAN AGREGAT

12000
11000
10000 Cum R + O capacity

9000
8000
7000 Cum.Prod.Plan
6000 (8)

5000
4000
3000
Cum.Forecasted Demand
2000 (3)
1000
0
0 J F M A M J J A S O N D

B. METODE PERENCANAAN AGREGAT

Banyak metode dikembangkan untuk perencanaan agregat tetapi pada dasarnya dapat

dikelompokkan menjadi :

1. Optimasi matematis : - Progama Linier


- Linier Decision Rule (HMMS)

2. Heuristik : - Metode Grafik


- Metode Empiris = Metode Koefisien Mgt
- Metode Parametrik

44
Programa Linier

Asumsi yang digunakan :

a. Linieritas dari pola ongkos variable yang digunakan

b. Biaya produksi, persediaan tidak berubah selama kurun perencanaan

c. Kasus “back order” tidak ada

Formulasi :

   Ci , X i ,t  hi , I i ,t    Rt .Rt  Ot .Ot 


T N T
Minimaze :
t 1 i 1 t 1

Fungsi pembatas :
Xi, t – Ii, t + L + I = di, t + L i = 1,2, ………, N
t = 1,2, ………, T
N

i 1
mi xi,t < Ot + Rt t = 1,2, ………, T

Rt < (rm)t t = 1,2, ………, T


Ot < (Om)t t = 1,2, ………, T
Xi,t, Rt, Ot > 0 i = 1,2, ………, N
t = 1,2, ………, T
Ii,t >0 i = 1,2, ………, N
t = L+1, ………, L+T
Variable Keputusan Model

Xi,t = Jumlah unit tipe produk i yang diproduksi pada periode t

Ii,t = Jumlah unit inventory tipe produk i pada akhir periode t + L

Rt = Jam kerja tetap yang digunakan pada periode t

Ot = Jam kerja lembur yang digunakan pada periode t

45
Parameter Model

T = Panjang kurun perencanaan

I = Jumlah tipe produk

L = Waktu ancang-ancang (lead time) produksi

Ci, t = Ongkos produksi per unit (tanpa buruh)

hi, t = Ongkos simpah per unit per periode

Rt = Ongkos buruh/jam

Ot = Ongkos lembur/jam

(Rm)t = Jam kerja yang tersedia pada periode t

(Om)t = Jam lembur yang tersedia pada periode t

Mi = Waktu baku pembuatan produk tipe i

di, t + L = Permintaan affektif untuk tipe produk i pada periode (t + L)

Linear Decision Rule (HMMS) … Holt, Modiyliani, Muth, Simon

Kriteria yang digunakan kriteria ongkos, dengan variable ongkos tersebut bersifat kuadratik

Tujuan : untuk mendapatkan ongkos yang paling murah dengan cara minimasi fungsi

ongkos komponen ongkos untuk beberapa periode 1 tahun ke depan

Ongkos-ongkos yang terlibat ada 4 kelompok

1. Ongkos tenaga kerja = C1.Wt

2. Ongkos merekrut & mem PHK tenaga kerja  Ct(2) = C2 (Wt – Wt-1)2

46
3. Ongkos lembur & menganggur  Ct(3) = C3[Pt – C4 Wt]2 + C5 Pt – Ct Wt

4. Ongkos simpan, penundaan pesanan dan set-up Ct(4) = C7[It – C8 – C9 Ot]2

It = It – 1 + Pt – Dt

Dimana :

C1, C2, C3 , C5 , C6, C7 = Parameter ongkos


C4 = Produktivitas tenaga kerja
C8, C9 = Parameter persediaan optimal
Wt = Jumlah tenaga kerja bulan ke t
Pt = Kecepatan produksi pada bulan ke t
Ot = Jumlah pesanan untuk bulan ke t
Formulasi Model

T
Minimaze = Z = Ct = 
t 1
={Ct(1) + Ct(2) + Ct(3) + Ct (4)}

C. METODE HEURISTIK GRAFIK

 Motode ini digunakan sebagai alat untuk menentukan kecepatan produksi dengan

menggunakan jumlah tenaga kerja yang konstan

 Metode ini harus mudah dimengerti dan mudah digunakan

 Rencana didasarkan atas gambaran antara demand kumulatif dan rata-rata demand

kumulatifnya

Bagaimana mekanisme sebenarnya ?

1. Gambarkan histogram demand kumulatif Vs periode waktu berikut kecepatan produksi

rata-rata yang diperlukan untuk memenuhi permintaan.

47
2. Gambarkan grafik demand kumulatif Vs waktu periode t serta grafik demand rata-rata

kumulatif Vs waktu periode t. Identifikasikan periode adanya kelebihan persediaan dan

adanya periode kekurangan barang (back order).

3. Tentukan strategi yang akan digunakan untuk mengatasi kelebihan persediaan dan

kekurangan barang.

4. Hitung ongkos yang ditimbulkan oleh setiap strategi dan dipilih yang ongkosnya terkecil.

Contoh soal Agregate Planning – Metode Grafis

Suatu industri produk barang menggunakan jasa konsultan pemasaran untuk memberikan

gambaran kebutuhan demand tahun depan atas produk tersebut. Jasa konsultan

pemasaran memberikan data forecasting demand pada tahun depan sebagai berikut :

Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Demand
220 90 210 396 616 700 378 220 200 115 95 260
(unit)

a. Buatlah chart kebutuhan produksi per hari

b. Gambarkan histogram demand dan kebutuhan kumulatif demand

c. Hitung kecepatan produksi rata-rata untuk memenuhi demand dan gambarkan dengan

kurva permintaannya.

d. Bila kondisi tenaga kerja tetap, tidak ada idle time dan overtime (lembur), back order

tidak ada atau sub kontraktor tidak ada, dan penyesuaian kapasitas mesin tidak ada

serta industri ini tidak menggunakan safety stock untuk memenuhi demand, berapa

48
keseimbangan inventory setiap bulan yang aman untuk mengantisipasi fluktuasi

demand.

Untuk memenuhi permintaan dilakukan pengembangan alternatif :

a. melakukan pengaturan tenaga kerja

Biaya rekruitmen untuk meningkatkan kecepatan produksi dan biaya PHK untuk

mengurangi kecepatan produksi total biayanya $ 12.000

b. melakukan perubahan inventory

Biaya penyimpanan = 20% dari rata-rata keseimbangan inventory dan setiap unitnya

dibutuhkan $ 100 sedang biaya gudangnya $ 90/unit.

Alternatif mana yang paling baik ?

Jawab :

a. Chart kebutuhan produksi sebagai berikut :


Bulan Forecast Kum. Hari Kum. Hari Kebutuhan prod/hari =
demand demand produksi produksi (2/(4)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
J 220 220 22 22 10
F 90 310 18 40 5
M 210 520 21 61 10
A 396 916 22 83 18
M 616 1.532 22 105 28
J 700 2.332 20 125 35
J 378 2.610 21 146 18
A 220 2.830 22 168 10
S 200 3.030 20 188 10
O 115 3.145 23 211 5
N 95 3.240 19 230 5
D 260 3.500 20 250 13
3.500 250

49
3500
 Kec. Prod. Rata-rata = = 14 unit/hr
250

 Rata-rata kebutuhan demand forecasting = 14 unit/hr

b. Histrogram Demand

J
40
Kebutuhan Prod/hari

M
Pt = Kec.
30 Prod. Rata2
A J
20
D
10 J M A S
F O N

22 40 61 83 105 125 146 168 188 211 230 250


Kumulatif hari produksi

 Gambar kebutuhan kumulatif demand

4000
Prod. Rata2 = Rata2 kebutuhan demand forecasting
Demand Kum. (unit)

3000 Kekurangan
Inventory

2000

1000 Kelebihan
Inventory

0
0 40 80 120 160 200 240 hari

50
3500
c. Kec. Produksi rata-rata = = 14 unit/hari
250
d. Keseimbangan Inventory

Bulan Kec.Prod. Forecast Perubahan Keseimb. Keseimb.


Rata2 per demand inventory Inventory akhir dng.
bulan 566 unit
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 308 220 +88 88 654
2 252 90 +162 250 816
3 294 210 +84 334 900
4 308 396 -88 246 812
5 308 616 -308 -62 504
6 280 700 -420 -482 84
7 294 378 -84 -566 0
8 308 220 +88 -478 88
9 280 200 +80 -398 168
10 322 115 +207 -191 375
11 266 95 +171 -20 546
12 280 260 +20 0 566
Keseimb.Inv.akhir diambil yang
minusnya maximal
Keterangan : (2) = hari produksi X kecepatan rata-rata produksi
(4) = (2) – (3)
Jika kondisi : Tenaga kerja tetap
Tidak ada iddle time
Tidak ada lembur (overtime)
Tidak ada sub kontrak (back order)
Kapasitas mesin tetap
Safety stock tidak ada

Untuk menghadapi fluktuasi demand maka dipilih keseimbangan inventory yang

maximum : 900 unit/bulan

51
Keseimbangan inventory rata-rata/bulan :

654  816  900  812  504  84  0  88  168  375  546  566


=
12
= 460 unit / bulan

Pemilihan alternatif

a. Recruitment + PHK membutuhkan biaya $ 12.000

b. Biaya perubahan inventory

= Biaya penyimpanan + Biaya gudang

= 20% (460)($100) + ($90)(900)

= $ 9.200 + $ 81.000

= $ 90.200

alternatif dengan biaya produksi lebih murah yang selayaknya digunakan  a

D. METODE EMPIRIS

 Metode koefisien manajemen (metode konstanta Bowman)

 Tujuan utama :

Untuk memberikan suatu alat pada manajemen agar dapat konsisten dalam

mengambil keputusan tentang jumlah tenaga dan kecepatan produksi (Wt, Pt)

 Model ini diarahkan bukan untuk memperbaiki cara manajemen dalam

menentukan harga Wt & Pt, tetapi lebih pada upaya untuk menjaga konsisten dari

keputusan yang dibuat

52
B. Model : Wt =  0 + 1 W +  2 (I* – I
t-1 t-1 ) +3 Ft

=  0 +  1 W +  2 (I* – I ) + 3 (
2
I
Pt t-1 t-1 Ft+1)
i 0 i  1

C.
Dimana : Wt adalah jumlah tenaga kerja pada periode t
Pt adalah kecepatan produksi pada periode t
I* adalah tingkat persediaan yang diinginkan
It-1 adalah persediaan pada akhir periode t-1
Ft adalah pesanan/order untuk periode t
i dam i adalah koefisien manajemen ( i = 0, 1, 2, 3, … )

Metode Parametrik

 Metode parametric ini banyak digunakan pada berbagai macam bentuk fungsi ongkos.

 Penerapan metode ini dilakukan dengan bantuan komputer agar memudahkan dalam

menghitung/mencari harga-harga parameter, dimana nilai (0 < parameter < 1)

 Keputusan yang keluar :

Mungkin optimal, mungkin bias tidak optimal karena harga-harga parameter tidak

dapat dievaluasi secara kontinue sedang harga parameter yang optimal tidak diketahui

posisinya.

Model work force/tenaga kerja :

Wt = Wt-1 + A (W* - Wt-1)

Model produksi
Wt
Pt = + C (Pt* – Wt )
K K

53
Dimana : Wt = Jumlah tenaga kerja pada bulan ke t
W* = Jumlah tenaga kerja ideal
Pt = Jumlah produksi pada bulan ke t
Pt* = Jumlah produksi yang diinginkan
K = Standard kerja (orang per unit produksi)
A & C = Parameter ( 0 < A < 1 dan 0 < C < 1 )

E. MPS (MASTER PRODUCTION SCHEDULE)

Setelah jadwal produksi agregat diketahui, maka dilakukan penyusunan jadwal

induk produksi melalui proses disagregasi. Metode pendekatan proses disagregasi yang

dilakukan :

 Pendekatan analisitis/bersifat heuristik (banyak cara yang dilakukan)

 Pendekatan” Hax & Meal”

Pendekatan “Hax & Meal” pada metode proses disagregasi dilakukan berdasarkan

prosedur disagregasi family  item

Memilih family produk yang akan diproduksi pada periode tersebut.

Suatu family produk yang akan diproduksi pada periode tersebut dari family t, tersebut

mempunyai syarat sebagai berikut :

Iij, t-1 – Dij, t < Sij

Dimana :

Ii,j, t-1 adalah tingkat inventory pada akhir periode t-1 dari item j. family i.
Dij, t adalah permintaan item j. family i pada periode t.

54
Sij adalah safety stock item j dalam family i S = K σ t  (K : 0 < k < 4 )

Item yang jumlahnya kurang dari safety stock

Si,j harus segera dibuat supaya tidak terjadi kekurangan

family i item j Inventory Demand Safety stock Expected quality


Ii,j , t-i Di,j, t Si,j Iij,t-1 – Dij, t
A 1 240 170 50 70
2 285 200 75 85
3 122 100 40 22
B 4 223 130 50 93
5 290 170 50 120
6 193 110 40 83
7 420 210 60 210
C 8 235 150 40 85
9 135 100 50 35
10 180 140 50 40

Lihat halaman sebelumnya !

Suatu syarat dalam memilih family produk yang akan dibuat atau diproduksi pada periode

tersebut adalah bila Iij,t-1 – Dij, t < Sij

Jadi produk family A & C akan dibuat/diproduksi

Untuk menentukan berapa jumlah unit yang akan diproduksi dari tiap item dalam suatu

family

a. Hitung ukuran kuantitas manufacturing yang ekonomis (EOM) dari tiap item

2Ai D ij 
2

Qij * = h all j
ij , D ij
in
h=I.C

55
b. Hitung kuantititas produksi agregat dari tiap item Qij(adj) = Qij* . kij

Dimana Kij = faktor konversi

c. Jika 
i j
Qij (adj) > Pt maka kuantitas produksi setiap item perlu disesuaikan

dengan faktor penyesuaian

Pt
 Q
*
f = = (adj)
ij
i j

d. Kuantitas produksi setiap item : Qij = f . Qij*

Contoh = Pada kondisi Pt = 450 dari perencanaan agregat

family i Item j Qij * Kij Qij (adj) Qij Agregat planning


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) = (6).(4)
A 1 120 0.85 102 76 65
2 180 1.10 198 114 125
3 100 0.90 90 63 56
C 8 120 0.75 90 76 97
9 140 0.85 119 89 76
10 140 0.80 112 89 71
711 450

Pt 450
f    0,633
 ij
Q
i
( adj)
j
711

56
Untuk periode (t + 1)

Expected
family I Item j Inventory Demand SS
Quantity
A 1 135 170 50 -35
2 210 200 75 10
3 78 100 40 -22
B 4 93 130 50 -37
5 120 170 50 -50
6 83 110 40 -27
7 210 210 60 0
C 8 142 150 40 -8
9 111 100 50 11
10 111 140 50 -29

Untuk periode t

Inventory (Iij, t)
family I Item j Produksi KSI (Pij, t)
Iij,t-1 – Dij, t + Pij, t
A 1 65 135
2 125 210
3 56 78
B 4 0 93
5 0 120
6 0 83
7 0 210
C 8 57 142
9 76 111
10 71 111

57
BAB V. INVENTORY

Persediaan (Inventory)

Persediaan (Inventory) didefinisikan sebagai sejumlah barang, baik bahan baku,

barang setengah jadi maupun barang jadi yang disimpan untukdigunakan dalam proses

produksi atau untuk dijual pada konsumen.

Pengendalian Persediaan (Inventory Control)

Dinyatakan sebagai pengendalian atas suatu stock material (bahan baku, barang setengah

jadi maupun barang jadi) agar tetap terjaga pada tingkat tertentu.

Ruang Lingkup Pengendalian Persediaan

Ruang lingkup pengendalian persediaan mencakup persediaan bahan baku, barang

setengah jadi (barang dalam proses), serta hasil produk akhir yang disimpan digudang dan

tercatat dalam pembukuan gudang.

Input Proses Produksi Output


Bahan baku dan Barang ½ jadi Barang Jadi
penunjang

Disimpan sebagai Persediaan

-Kapan Memesan Ulang Berapa kali Produksi Berapa besar resiko


- Berapa Unit Yang Berapa Unit Yg Dibutuhkan rusak, kecurian, out of
Dipesan date, asuransi dll

Gambar 5.1. Peran Persediaan Penyangga

58
Fungsi Pengendalian Persediaaan

1. Untuk menjaga agar fungsi produksi tidak berhenti karena keurangan bahan baku serta

untuk menjaga agar tidak terjadi adanya kelebihan persediaan yang besar.

2. Mengurangi resiko biaya yang besar atas kerusakan, kecurian, asuransi, dan investasi

gudang.

Biaya Total Persediaan (Inventory) Yang Optimal

Biaya total dapat dihitung dengan memperhitungkan biay atas investasi modal, Untuk

itu perlu diperhitungkan suku bunga (interest) dan biaya penyimpanan pada inventory rata-

rata pada periode waktu tertentu.

Biaya Suku bunga dan Penyimpanan Untuk Periode T = I + W

Jika W = Biaya Penyimpanan (Warehouse Cost atau Storage Cost)

I+W = Cc (Carrying Cost)  dimana suku bunga tidak diperhitungkan.

T = Q/D; T = Periode Waktu, dan D = Laju Deplesi atau kebutuhan / Permintaan

(I  W )(T )(AverageInventory) (I  W )(AverageInventory)


Total unit Cost = =
Q D
(I  W )(AverageInventory)
Total Cost = C + [ (Ps) / Q] +
D
Jika C = Biaya atas investasi Modal

Ps = Biaya set up atau biaya pemesanan sejumlah Q  Untuk Multi Produk

Average Inventory = Q/2 untuk model EOQ

59
(I  W )(Q)
Total Cost = C + [ (Ps) / Q] +
2D
Untuk mencari jumlah Q optimum (Jumlah pesanan yang optimum) atau Economic Order

Quantity (EOQ) , maka digunakan persamaaan deferensiasi :

(I  W )
(δTC)/ (δQ) = 0 - [ (Ps) / Q2] +
2D
(I  W )
(δTC)/ (δQ) ≈ 0  [ (Ps) / Q2] =
2D
2𝐷𝑃𝑠
Jadi Q optimum = √ ⁄(𝐼 + 𝑊)

(I  W )
Untuk Multi produk digunakan Holding faktor H =
2D
(I  2W )
Untuk Single produk digunakan Holding faktor H =
2D
(I  2W )(Q)
Total Cost = C + [ (Ps) / Q] +
2D
Q optimum = (2 DP) /( I  2W )

Dalam model inventory EOQ dapat digambarkan sebagai berikut.

(I  W )(Q)
TC = C + P/Q +
2D

TC’ Biaya Penyimpanan


TC0

Biaya Pemesanan

Ql Qopt Qu

60
(I  W )(Q)
Total Cost = C + [ (Ps) / Q] +
2D
Karena C merupakan besaran konstanta dan bukan fungsi Q, untuk perhitungan maka
perlu dihilangkan dari persamaan diatas, dan menjadi :
(I  W )(Q)
Total Cost ‘ = [ (Ps) / Q] +
2D
Jika TC’ yang diijinkan maksimum mempunyai deviasi 10 % misalnya diatas Tco, ma ka
persamaan dapat diuraikan manjadi berikut :
(I  W )(Q)(Q)
[ (Ps) / Q] + -- T C ‘ = 0
2D

(I  W )(Q)(Q)
(Ps) + -- T C‘ Q
2D
(I+W) / 2D Q2 -- TC’Q + P

Ingat rumus : aX2 - bX + C = 0

b±√b2 −4ac
X1,2 =
2a

TC′±√(TC′ )2−4P(I+W)
Qu,1 =
2(I+W)/2D

Contoh Kasus Multi Produk

Suatu industri electronik yang menerapkan diversifikasi produk pada suku cadangnya :

Modal per unit = 100 US $; Interest = 20 US $; warehose =25 US $; sedang kebutuhan

pertahun = 1500 unit, dan biaya pemesanan = 50 US $/ order. Jika Total biaya yang

diijinkan (TC’) maksimum 5 % dari TC awal (TC 0), maka Berapa Jumlah maksimum yang

dapat dipesan (Qu) ? dan Berapa Jumlah minimum yang harus dipesan (Ql) ?

Jawab:

61
Q optimum = (2 DP ) /( I  W ) = 2(50)(1500) /(20  25)

= 57,74 Unit

(I  W )(Q) (20  25)(57,74)


TCo = [ (Ps) / Q] + = (50) / (57,74 ) +
2D 3000

= 1.73 US $ / Unit

TC’ = 1.05 ( 1.73 US $ ) = 1.82 US $ / Unit

Jumlah maksimum yang dapat dipesan (Qu)

Qu = 1.82 + (1.82)(1.82)  (4).(50).(45) = 79,3


45/ 1500

Jumlah minimum yang harus dipesan (Ql)

Ql = 1.82 - (1.82)(1.82)  (4).(50).(45) = 42,0


45/ 1500

Inventory Sistem ABC

Suatu Industri besar harus selalu mempunyai cadangan stock (buffer stock) atau

safety stock agar mengurangi ketergantungan pada pihak lain dan mempunyai cadangan

pengaman untuk dapat digunakan dengan cepat, baik dalam bentuk bahan baku, produk

jadi, suku cadang, atau komponen bahan penolong.

Biaya yang dibutuhkan untuk mengadakan produk ini cukup besar dan waktu untuk

dipakai belum tentu ada barangnya. Pada barang yang sepele dan banyak seperti mur baut,

paku dll adalah barang yang kurang bermanfaat untuk dipantau dengan teliti akibatnya

akan menimbulkan biaya tinggi. Untuk barang yang penting seperti pada industri tambang :

62
explosive dinamit yang pengawasannya ketat, serta metal detector mahal harganya; begitu

juga pada industri mobil : Sistem robotic; komputer pengendali dan sebagainya.

Hukum Pareto

Penerapannya memberikan informasi pada suku cadang persediaan yang

menunjukkan ada dari beberapa yang penting (Vital few) dan banyak yang sepele (Trival

many). Pada beberapa penerapan sistem ABC memberi tanda bahwa situasi dimana

persentase biaya yang besar dikontribusikan dengan persentase item yang kecil. Demikian

sebaliknya ada banyak item suku cadang perediaaan yang kontribusinya sangat kecil.

Contoh pada industri manufaktur automobile menunjukkan 10 komponen memerlukan

70-80 % dari total biaya komponen yang berasal dari 15- 20 % jumlah item actual .

Metoda inventory control berdasarkan pendekatan ABC sesuai hukum pareto

dibedakan menjadi 3 kelas sebagi berikut:

Kelas A : Terdiri atas 5-10 % item yang harganya mahal

Kelas B : Terdiri atas 20-30 % item yang harganya sedang

Kelas C : Terdiri atas sebagian besar item yang harganya murah

Masalah utama persediaan bahan baku adalah penetapan jumlah pesanan ekonomis

(economic order quantity). Model jumlah pesanan ekonomis berusaha menjawab

pertanyaan :”berapa jumlah dan kapan bahan baku dipesan agar ongkos simpan dan

ongkos pesan dapat minimal. Persediaan barang dalam proses merupaka n penyangga

antar dua proses, persediaan penyangga merupakan tindakan berjaga -jaga terhadap

kerusakan suatu mesin yang ada dalam lintasan. Tingginya persediaan penyangga maka

63
akan semakin tinggi ongkos simpannya, tetapi kemungkinan terhentinya produksi aki bat

kerusakan salah satu mesin pada lintasan tersebut menjadi lebih sedikit

Persediaan menyebabkan ongkos dan perputaran modal terhambat, walaupun

persediaan memungkinkan produksi dapat dijalankan secara ekonomis. Karena itulah

persediaan harus direncanakan dan dikendalikan sebaik-baiknya.

A. FUNGSI INVENTORY (PERSEDIAAN)

Persediaan membantu untuk memisahkan pemasok, produsen dan konsumen.

Perencanaan dan pengendalian persediaan berguna untuk menjadikan proses produksi dan

pemasaran stabil. Persediaan bahan baku bertujuan untukmengurangi ketidakpastian

produksi akibat fluktuasi pasokan bahan baku. Persediaan penyangga dan komponen

berguna untuk mengurangi ketidakpastian produksi akibat kerusakan mesin. Persediaan

produk berguna untuk memenuhi fluktuasi permintaan yang tidak dapat dengan segera

dipenuhi oleh produksi mengingat untuk produksi dibutuhkan bahan baku.

Semakin tinggi persediaan maka fungsi produksi dan pemasaran akan dapat

dijalankan dengan semakin stabil. Namun harus diingat bahwa persediaan berarti ongkos.

Persediaan mencakup jumlah persediaan dalam jumlah tertentuditambah persediaan

penyangga / pengaman. Persediaan pengaman ini digunakan jika permintaan melebihi

peramalan., produksi lebih rendah dari rencana atau waktu ancang lebih panjang dari yang

diperkirakan semula.

64
B. MODEL PERENCANAAN PERSEDIAAN

Data masukan yang dibutuhkan untuk merencanakan jumlah/periode pemesanan

barang ialah :

a. Total kebutuhan bahan tersebut selama satu periode.

b. Data biaya/ongkos terdiri :

 Harga (P)

Nilai suatu item adalah harga beli jika didapatkan dari pemasok di luar perusahaan,

atau biaya produksi perunit item.

 Biaya Modal (iP)

Merupakan jumlah yang dinvestasikan dalam bahan dan tidak dapat diinvestasiikan

dalam bentuk lainnya sebelum bahan tersebut jadi dan terjual.

 Ongkos Simpan (H = Holding Cost)

Merupakan ongkos yang timbul akibat menyimpan suatu item persediaan. Kategori

ongkos simpan tercakup ;

 Ongkos fasilitas penyimpanan

 Pemindahan

 Depresiasi

 Asuransi

 Pajak

 Ongkos pesan (O = order Cost)

65
Merupakan ongkos tetap pemesanan yang pengadaan bahan dari luar perusahaan.

 Ongkos Kesempatan (opportunity Cost)

Merupakan onkos akibat ketiadaan persediaan.

Terdapat beberapa model perencanaan persediaan yaitu :

1. Model Economic Order Quantity (EOQ)

Model dimana persediaan bahan baku mempunyai laju permintaan tetap atau tingkat

pemesanan yang meminimisasi biaya persediaan keseluruhan.

𝐷
Ongkos Pesan Tahunan = 𝑂
𝑄

Dimana : O = Ongkos per pemesanan

D = jumlah unit yang dibutuhkan selama 1 (satu) tahun

Q = Jumlah unit yang dipesan

Dengan asumsi biaya modal dan ongkos simpan didasarkan pada persediaan rata-

rata, maka biaya modal dan ongkos simpan selama satu tahun ialah :

𝐐
Ongkos Simpan (Tahunan) = H
𝟐

𝐐
Ongkos Modal (Tahunan) = iP
𝟐

Dimana : H = Ongkos simpan per tahun

iP = Biaya modal per tahun

Q/2 = Tingkat persediaan rata-rata

Jika ketiga persamaan diatas digabungkan maka didapatkan persamaan ongkos total

persediaan selama satu tahun sebagai berikut :

66
D Q
Ongkos Total Persediaan (Tahunan) ()= O + (H+iP)
Q 2

Dengan menyederhanakan menggunakan deferensial terhadap Q sama dengan 0

𝝏
( = 𝟎 ) maka akan didapatkan rumus EOQ (jumlah pesanan ekonomis) :
𝝏𝑸

2.𝑂𝐷
Q= √
𝐻+𝑖𝑃

Variasi model EOQ terjadi bila terdapat potongan harga pembelian (quantity

discount). Potongan harga pembelian seringkali ditawarkan oleh pemasok untuk

menarik minat pembeli agar membeli dalam jumlah besar. Tiap faktor dalam model

EOQ dapat berubah sesuai kondisi yang dihadapi perusahaan sehingga dapat

mengubah jumlah pesanan ekonomis, misalnya akibat waktu ancang pengiriman

barang, jumlah pesanan minimal atau macam-macam biaya simpan.

2. Model persediaan dengan Permintaan Tak Tetap

Model ini digunakan karena EOQ didasarkan pada asumsi laju permintaan bahan yang

sudah diketahui dan konstan, jika permintaan bahan tidak konstan , model EOQ tidak

dapat diterapkan dengan sempurna.

Tiga pendekatan untuk mengatasi masalah tersebut ialah :

a. Menggunakan pendekatan EOQ yang didasarkan atas permintaan rata-rata; tetapi

solusi yang dihasilkan dapat sangat mahal.

b. Menggunakan algoritma Wagner-Whitin tetapi perhitungannya agak sukar

c. Menggunakan metode heuristik Silver – Meal yang kurang akurat tetapi agak

mudah.

67
Metode Wagner-Whitin dan Silver-Meal didasarkan atas permintaan beberapa

periode mendatang yang sudah diestamasi sebelumnya, pembelian material yang

hanya dilakukan pada awal periode, serta ongkos simpan yang hanya dibeankan pada

material yang disimpan lebih dari satu peiode.

Metode Wagner-Whitin bekerja dengan cara yang kurang lebih sama tetapi

mulai dari permintaan pada periode terakhir dan bekerja balik ke periode nol.

Keputusan yang dibuat pada tiap periode waktu adalah dengan membandingkan

ongkos total jika pembelian dilakukan pada periode tersebut dengan ongkos total jika

pembelian dilakukan pada periode sebelumnya. Jika ongkos total p ada periode t-1

lebih besar daripada periode t maka pembelian dilakukan di periode t.

Metode Silver Meal pendekatannya mirip dengan pendekatan EOQ tetapi

perhitungannya lebih didasarkan pada periode perencanaan dan bukan pada total

permintaan selama horison perencanaan. Dengan T jumlah satuan waktu pada periode

pembelian, maka :

𝐴𝐶 O+ [(1−1)D1 + (2−1)D2 +⋯+ (n−1)Dn + …+ (T−1)DT ]∗ H


=
𝑇𝑈 𝑇

Dimana : AC/TU : Rata-rata om\ngkos persediaan per satuan waktu

O : Ongkos pesan per pemesanan

Dn : Permintaan/kebutuhan pada periode ke n

H : Ongkos simpan satuan per item

3. Pola Persediaan dengan Model Economic Production Quantity (EPQ)

68
Di dalam model EPQ item yang diproduksi langsung digunakan sehingga tingkat

tidak akan pernah mencapai jumlah komponen yang dipesan(Q). Inti dari model EPQ

adalah mencari jumlah komponen yang diproduksi yang meminimasi ongkos total

(terdiri dari ongkos setup produksi dan ongkos persediaan komponen).

Periode pengadaan t’ adalah selang waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan

jumlah produksi yang ekonomis. EPQ :

Q Jumlah yang dipesan


t’ = =
M Jumlah Produksi per hari

𝐐 𝐃
Tingkat persediaan Maks = (M - D)*t’ = (M - D) = (1- )* Q
𝐌 𝐌

D Q
Tingkat persedian rata-rata = (1 – )
M 2

Yang akan menjadikan

Ongkos Total Tahunan = OQ = (H + iP)* (1-D/M)*Q


Q 2

Dimana : O = ongkos setup produksi

P = Ongkos Produksi

Dengan mendiferensialkan persamaan EPQ tersebut terhadap Q dan menghargakan

persamaan diferensial itu sama dengan nol, didapatkan jumlah produksi ekono mis

EPQ.

Model perencanaan persediaan dikembangkan dengan didasarkan atas ongkos

yangrelatif tetap. Perubahan elemen ongkos terhadap jumlah pesanan maupun produksi

ekonomis, karena EOQ/EPQ berbanding lurus dengan akar D(kebutuhan) dan O (ongkos

69
pesan/setup). Jika terjadi peningkatan kebutuhan atau ongkos pesan/setup maka

EOQ/EPQ ikut naik,karena EOQ/EPQ berbanding terbalik dengan akar biaya modal, ongkos

simpan, dan harga bahan ,maka akan terjadi jika ada penurunan .

Pada saat tingkat persediaan nol maka pemenuhan seketika tidak mungkin dilakukan

selalu dibutuhkan waktu ancang(lead time) untuk memenuhi permintaan. Waktu ancang

adalah waktu yang diperlukan dari mulai pesanan dilakukan sampai bahan baku diterima

dan siap digunakan.

Kehabisan bahan bisa saja terjadi, maka untuk menghindarkan kehabisan persediaan

adalah dengan menyediakan persediaan pengaman. Persediaan pengaman akan

meningkatkan ongkos persediaan. Dalam sistem persediaan ada berbagai kebijaksanaan

yang akan menjadikan ongkos persediaan aktual menjadi jauh dari optimal. Hal ini

merupakan penjadwalan konsep “Optimisasi subsistem belum tentu akan menjadikan

sistem secara keseluruhan menjadi optimal” salah satu cara menekan biaya pengendalian

persediaan ialah dengan metoda ABC.

Metode ABC ini berdasarkan menurut klasifikasi persediaan. Persediaan yang

bernilai tinggi digolongkan kedalam kelas A, persediaan bernilai sedang di golongkan ke

dalam kelas B, dan persediaaan bernilai rendah digolongkan ke dalam kelas C. Terdapat

perbedaan kebijaksanaan persediaan untuk ketiga kelas ini. Investasi harus ditekan untuk

item persediaan kelas A dan B sehingga kebikjasanan minimasi ongkos harus dilakukan

dengan ketat. Item persediaan kelas C dapat disediakan agak berlebih dan dengan

pengendalian yang longgar untuk mengurangi resiko kehabisan persediaan.

70
C. APLIKASI MODEL PERENCANAAN PERSEDIAAN

Model EOQ adalah model dasar yang diturunkan dari kondisi ideal, penerapannya

dalam perusahaan disebut teknik jumlah pesanan dan waktu pemesanan yang tetap.

Secara operasional perusahaan dapat memilih untuk melakukan salah satu dari dua

kebijaksanaan persediaan berikut ini : jumlah pesanan yang tetap (Pola Q) atau periode

pesanan yang tetap (Pola P).

Kebijaksanaan persediaan tetap maka pemesanan bahan baku dilakukan dalam

jumlah yang tetap. Pemesanan dilakukan pada saat tingkat persediaan diperhitungkan

akan mencapai tingkat persediaan pengaman dalam jangka waktu ancang. Sedangkan

Kebijaksanaan persediaan periode pesanan tetapp, jumlah barang yang dipesan

tergantung pada tingkat persediaan pada saat pemesanan dan tingkat persediaan

maksimum yang diinginkan, sementara pesanan dilakukan dalam jangka waktu yang tetap.

Aturan pemesanan kembali untuk kedua kebijaksanaan sbb:

1. Aturan Pemesanan Ulang dengan Jumlah Tetap

2. Aturan Pemesanan Ulang dengan Periode Tetap

D. STUDI KASUS

 Persediaan bahan baku dengan laju permintaan tetap (EOQ)

1. Sebuah perusahaan ,perlu bahan baku 80.000 kontainer/tahun. Ongkosnya ialah :

P = $0,40 per kontainer

71
O = $ 80,00 per pemesanan

H = $ 0,10 per kontainer per tahun

I = 15% mencakup beban pajak,asuransi dan bunga

Jumlah pesanan yang ekonomis (EOQ) dapat dihitung sebagai :

2.𝑂𝐷
EOQ = √
𝐻+𝑖𝑃

= √2 ∗ 80 ∗ 80.000/(0,1 + 0,15 ∗ 0,40)

= 8.945 kontainer

Jumlah pemesanan yang dialkukan selama satu tahun adalah :

N = D/Q

= 80.000/8.945

= 9 kali per tahun

Selang antar pemesanan didasarkan atas 270 hari kerja per tahun :

T = 270 / (D/Q)

= 270/9

= 30 hari kerja

Ongkos Total persediaan selama 1 tahun adalah :

= (OD/Q) + ((H+iP)Q/2) + PD

72
= (80*80.000/8.945) + ((0,1+0,15*0,4)*8.945/2)+(0,40*80.000)

= $33.341,08

2. Dari analisis peramalan suatu perusahaan PT. X mengetahui bahwa total penerimaan

di tahun yang akan datang ialah sebanyak 125 unit produk A perbulan dengan pola

permintaan konstan. Pada awal periode perencanaan diketahui PT. X memiliki

persediaan produk sebesar 100 unit dan pihak manajemen menginginkan tingkat

persediaan tersebut ditekan menjadi 50 unit produk A pada akhir periode perencanaan.

Jika tiap produk A menmbutuhkan tiap unit bahan baku XA, jumlah hari kerja pada

periode perencanaan yang akan datang 285 hari kerja, dan diketahui data ongkos

sebagai berikut :

Harga XA = RP 5.000 per unit

Ongkos pesan XA= RP 20.000 per pemesanan

Ongkos simpanXA= RP 2.000 per unit per tahun

Biaya Modal = 25 % dari harga produk per tahun

Maka tingkat produksi dapat dihitung sebagai berikut :

Persediaan awal : 100 unit produk A

Permintaan : (12 x 125) = 1500 unit produk A

Persediaan akhir : 50 unit produk A

Jumlah produk A yang akan dibuat : 1450 unit

73
Kebutuhan bahan XA yg dipesan dari pemasok diluar PT.X : (1450*3) = 4350 unit

Jumlah pesanan ekonomis

EOQ = ((2*20.000*4.350)/(2.000+0,25*5000))1/2

= 232 unit XA

Jumlah pemesanan

N = D/Q

= 4350/232

= 19 kali pemesanan

Selang pemesanan

T = 285/N

= 285/19

= 15 hari kerja

Ongkos totalnya adalah

= (OD/Q) + ((H+iP)*Q/2) + PD

= (20.000*4.350/232) + ((2.000+0,25*5.000)*232/2) + 5.000*4.350

= Rp 375.000 + Rp 377.000 +Rp 21.750.000

= Rp 22.502.000,00

74
3. Seperti pada contoh 1 sebuah perusahaan membeli 80.000 kontainer per tahun .Data

ongkos sbb :

P = $0,40 per kontainer untuk pesanan dibawah 9,999 kontainer

= $ 0,36 per kontainer untuk pesanan dari 10.000 – 19.999 kontainer

= $ 0,35 per kontainer untuk pesanan diatas 19.999 kontainer

Q = $ 80,00 per pemesanan

H = $ 0,10 per kontainer per tahun

I = 15 % mencakup beban pajak, asuransi, dan bunga

EOQ untuk harga per kontainer terendah :

EOQ = (2*80*80.000/(0,10+0,15*0,35))1/2

= 9162 kontainer

harga EOQ diatas tidak fleksibel, dalam arti kata harga $ 0,35 tidak mungkin didapat

jika hanya dipesan 9.162 kontainer. Maka dihitung ongkos total persediaan dengan

jumlah pesanan sama dengan batas minimum untuk harga $0,35

TC = (80*80.000/20.000) + (0,10+0,15*0,35)*20.000/2 + 0,35*80.000

= $320 + $1525 + $28.000

= $29.845

Perhitungan EOQ untuk harga termurah

75
EOQ = (2*80*80.000/(0,10+0,15*0,36))1/2

= 9.167 kontainer

karena EOQ masih tidak fleksibel,artinya harga $0,36 tidak mungkin didapat jika hanya

dipesan 9.167 kontainer, Maka dihitung ongkos total persediaan dengan jumlah

pesanan sama dengan batas minimum untuk harga $0,36

TC = (80*80.000/10.000) + (0,10+0,15*0,36)*10.000/2 + 0,36*80.000

= $640 + $ 770 + $ 28.800

= $ 30.210

EOQ untuk harga termurah

EOQ = (2*80*80.000/(0,10+0,15*0,40))1/2

= 8.945 kontainer

Ongkos total persediaan dengan harga $ 0,40

TC = (80*80.000/8.945) + (0,10+0,15*0,40)*8.945/2 + 0,40*80.000

= $ 715,48 + $ 715,6 + $ 32.000

= $33.342

Membandingkan ongkos total persediaan :

Pemesanan sebanyak 20.000 unti , ongkos totalnya $ 29.845

Pemesanan sebanyak 10.000 unit, ongkos totalnya $ 30.210

76
Pemesanan sebanyak 8.945 unit, ongkos totalnya $ 33.342

Kesimpulan

Diputuskan untuk memesan 20.000 kontainer

4. Permintaan suatu bahan selama sembilan bulan berikut ini dijadwalkan untuk

memenuhi pola permintaan berikut ini. Tidak ada persediaan awal, ongkos pesan

adalah $ 100 per pemesanan. Ongkos simpan adalah $ 4 per unit per bulan

Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Permintaan 31 14 7 0 87 44 10 51 8 252

Pendekatan EOQ

Dengan menggunakan rata-rata permintaan bulanan : 252/9 = 28 unit

EOQ = (2*100*28/4)1/2

= 38 unit

 Pembelian dilakukan dengan cara mengakumulasikan permintaan bulanan pada

bilangan terdekat dengan EOQ, dan pembelian dilakukan sejumlah itu.

Contohnya :

Kebutuhan bulan pertama dan kedua ialah 31 + 14 = 45 unit

Kebutuhan bulan pertama 31 unit lebih dekat dengan EOQ daripada bulan pertama dan

kedua yaitu 45 unit, maka pembelian dilakukan di bulan pertama 31Unit. Permintaan

77
bulan kedua dan ketiga(14+7) lebih dekat ke EOQ daripada permintaan bulan kedua,

ketiga, keempat dan kelima (14+7+0+87), jadi pembelian dilakukan bulan kedua.

Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Permintaan 31 14 7 0 87 44 10 51 8 252
Pers. Awal 0 0 7 0 0 0 0 51 0
252
Pembelian 31 21 0 0 87 44 61 0 8
Pers. Akhir 0 7 0 0 0 0 51 0 0
Ongkos Pesan 100 100 0 0 100 100 100 0 100 600
Ongkos Simpan 0 28 0 0 0 0 204 0 0 232

Pendekatan Wagner- Whitin

 Pembelian dilakukan dengan cara memulai dari permintaan pada periode terakhir

dan bekerja balik ke periode nol, dan membandingkan ongkos total jika pembelian

dilakukan pada periode tersebut dengan periode sebelumnya, dilihat ongkos total

yang lebih kecil.

 Ongkos total pembelian periode 9 adalah $ 100

 Periode ke 8 ada dua pilihan : beli pada bulan 8 dan bulan 9 (ongkod pesan $100 +

$100 = $200, tanpa ongkos simpan) beli seluruh kebutuhan bulan 8 dan 0 yaitu 59

unit (ongkos pesan $100 dan ongkos simpan $32) Alternatif kedua lebih disukai

Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Permintaan 31 14 7 0 87 44 10 51 8 252

78
Pers. Awal 0 21 7 0 0 0 10 0 8
Pembelian 53 0 0 0 87 54 0 59 0 252
Pers. Akhir 21 7 0 0 0 10 0 8 0
Ongkos Pesan 100 0 0 0 100 100 0 100 0 400
Ongkos Simpan 84 28 0 0 0 40 0 32 0 184
Pendekatan Silver- Meal

 Aturan keputusannya berdasarkan AC/TU untuk periode pembelian sampai AC/TU

tidak lagi menurun.

 Periode pertama(T=1):AC/TUI = $100/1 = $100. Jiks hanya 1 bulan yang digunakan

sebagai periode pembeliaan hanya ongkos pesan yang terjadi karena D1 tidak pernah

menyebabkan adanya persediaan.

 Periode kedua (T=2): AC/TU = ($100+(14*$4))/2 = $ 78. Satu kali pesan sebesar 45

unitdi periode 1 mencakup kebutuhan 31 unit periode 1 dan 14 unit periode 2. 14

unit disimpan dan dibebani onkos simpan $ 4 per unit

 Periode ketiga (T=3): AC/TU = ($100+(14*$4)+(7*$8))/3 = $ 70,67. Kebutuhan

periode 3 sebesar 7 unit dipesan di periode 1 dan dibebani ongkos simpan 2 bulan

sebesar $ 8.

Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Permintaan 31 14 7 0 87 44 10 51 8 252
Pers. Awal 0 21 7 0 0 0 10 0 8
Pembelian 53 0 0 0 87 54 0 59 0 252
Pers. Akhir 21 7 0 0 0 0 0 8 0
Ongkos Pesan 100 0 0 0 100 100 0 100 0 400
Ongkos Simpan 84 28 0 0 0 40 0 32 0 184

79
Kesimpulan :

Pendekatan EOQ : $ 832

Pendekatan Wagner-whitin : $ 584

Pendekatan Silver Meal : $ 584

Maka dapat digunakan pendekatan Wagner-whitin dan Silver Meal.

 Perencanaan persediaan komponen

5. Sebuah produk yang dihasilkan PT. Asia Timur Raya adalah boneka dengan permintaan

relatif konstan sebesar 40.000 unit per tahunnya. Bonrka itu terdiri atas tubuh dari

plastuik yang sama untuk setiap bonekanaya, tetapi pakainnya diubah secara periodik

untuk memenuhi selera pasar. Boneka berbagai posisi dibuat dengan mengubah

cetakan di mesin cetak plastik, dengan kecepatan produksi rata-rata 2000 boneka per

hari. Biaya setup diperkirakan sebesar Rp 700.000,00 setiap kali produksi. Satu tahun

terdiri atas 200 hari kerja.

Sebuah boneka dalam proses dinilai seharga Rp1.800,00 per buah. Ongkos simpan dan

biaya modal diperkirakan sebesar 20 % dari ongkos produksi dan dihitung berdasarkan

tingkat persediaan rata-rata.

80
Dari data diatas maka dapat dihitung laju produksi per tahun :

M = 2000 boneka per hari

= 400.000 boneka per tahun

Jumlah produksi ekonomisnya sebesar :

EPQ = (2OD/(iP(1-D/M))1/2

= (2*700.000*40.000/(0,2*1.800*(1-40.000/400.000)))1/2

= 13.147 unit

Dengan menggunakan nilai EPQ dapat diantisipasi :

Frekuensi produksi per tahun = D/Q = 40.000/13.147

= 3 kali

Lamanya produksi

T’ = Q/M = 13.147/2000 = 6,6 hari

Tingkat persediaan maksimum

= 1-D/M)*Q

= (1- 40.000/400.000)*13.147

= 11.831 unit

Ongkos Total = OD/Q +iP(1-D/M)Q/2

= (700000*40000/13147)+(0,2*1800*0,9*13147/2)

81
= Rp 4.259.578

 Pengendalian persediaan

6. Jika diketahui bahwa waktu ancang pemesanan bahan ialah 10 hari, dengan jumlah

pesanan ekonomis sebesar 100 unit setiap 50 hari kerja. Hitung saat pemesanan

kembali.

Saat pemesanan kembali jatuh pada hari kerja ke 40. Dalam hal ini diperhitungkan

bahwa tingkat persediaan mencapai nol pada hari kerja ke 50. Mengingat waktu ancang

pemesanan ialah 10 hari, maka pemesanan dilakukan 10 hari sebelum tingkat

persediaan mencapai nol. Tetapi biasanya, saat pemesanan kembali dinyatakan sebagai

fungsi dari tingkat persediaan. Dengan menggunakan konsep ini maka saat pemesanan

kembali ialah

Kecepatan pemakaian bahan = 100 unit/50 hari kerja = 2 unit per hari kerja

Waktu ancang = 10 hari kerja

=10*2 unit per hari kerja = 20 unit

Kesimpulan

Pemesanan dilakukan pada tingkat persediaan bahan baku tinggal 20 unit, atau

tingkat konsumsi bahan baku sudah mencapai 80 unit.

7. Data berikut dari PT. XYZ

82
Ongkos pesan : Rp 120.000,00 per pemesanan

Ongkos simpan : Rp 16.000,00 per unit per tahun, didasarkan atas tingkat

persediaan rata-rata

Ongkos oportunitias : Rp 10.000,00 per hari untuk setiap item yang dibutuhkan

Tetapi tidak tersedia di persediaan

Permintaan rata-rata : 10 unit per hari atau 2000 unit per tahun(didasarkan atas

sejumlah 200 hari kerja per tahun)

Alternatif waktu ancang dan Ekspektasi terjadinya

Alternatif waktu ancang Frekuensi relatif


5 0,10
6 0,15
7 0,25
8 0,20
9 0,15
10 0,10
11 0,05

 Distribusi waktu ancang menunjukkan bahwa terdapat 10% kemungkinan waktu

pengiriman selam 5 hari , tetapi waktu ancang tersebut dapat memakan waktu 11

hari.

 Ongkos yang terjadi akibat ketiadaan persediaan adalh Rp 10.000,00 per unit per hari

di kalikan 10 unit per hari = Rp 100.000,00 per hari

 Ongkos simpan tahunan dalam persediaan pengaman akan bertambah sejumlah

83
= Rp 16.000 X 10

= Rp 160.000,00 untuk setiap kelebihan stok/hari

 Kekurangan atau kelebihan dapat dilihat pada tabel berikut

Waktu Waktu Ancang Aktual Nilai Ekspektasi


Ancang 5 6 7 8 9 10 11 Ongkos Ongkos
Prakiran 0,10 0.15 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 Simpan Oportunitas
5 - 100 200 300 400 500 600 0 265
6 160 - 100 200 300 400 500 16 175
7 320 160 - 100 200 300 400 56 100
8 480 320 160 - 100 200 300 136 50
9 640 480 320 160 - 100 200 248 20
10 800 640 480 320 160 - 100 384 5
11 960 800 640 480 320 160 - 536

Nilai ekspektasi ongkos simpan dihitung berdasarkan rata-rata bobot menurut

probabilitas kemunculan. Misalnya alternatif waktu ancang 7 hari memiliki ekspektasi

nilai ongkos oportunities sebesar :

E (O. Oportunitas) = (100.000*0,20)+(200.000*0,15)+(300.000*0,10)+(400.000*0,05)

= Rp 100.000

Sementara ekspektasi nilai ongkos simpan adalah sebesar :

E(O. simpan) = (320.00*0,10) +(160.000*0,15)

= Rp 56.000,00

84
Untuk menghitung waktu ancang dengan ongkos terendah ialah :

a. Hitung QLT dengan rumus

2(O+OC)∗D
QLT = √
H

QLT = Ukuran pemesanan untuk alternatif waktu ancang

OC = Nilai ekspektasi ongkos oportunitas untuk alternatif waktu ancang

b. Ongkos tahunan total persediaan untuk tiap alternatif waktu ancang :

(O+C)∗D H∗𝑄𝐿𝑇
Total biaya Persediaan = + + CC
QLT 2

Contoh untuk waktu ancang 7 hari

QLT = (2*(120.000+100.000)*2000/16.000)1/2 = 235 unit

Total Biaya Persediaan

= (120.000 + 100.000)*2000/235 + 16.000(235)/2 + 54.000

= Rp 3.808.000,00

Selengkapnya di tabel

AlternatifWaktu Ancang Jumlah Total Biaya Persediaan


(Hari) Pemesanan (Ribuan Rp)
5 310 4.964
6 272 4.362
7 235 3.808
8 206 3.434
9 187 3.242
10 177 3.212
11 173 3.308

85
Sistem Persediaan ABC

8. Data berikut
Identitas item Pemakaian Biaya investasi per Investasi Tahunan
Tahunan item
A-15 50 3,00 150
A-34 1000 1,05 1050
A-21 475 2,00 950
B-07 10 10,00 100
B-15 2600 0,50 1300
B-28 600 5,00 3000
B-81 1000 0,25 250
CD-84 2000 11,00 22000
CD-91 3000 0,10 300
G-04 100 0,40 40
G-15 600 0,10 60
G-25 440 2,50 1100
H-10 2000 0,25 500

Berdasarkan ABC maka


Identitas item Pemakaian Biaya investasi per Investasi Tahunan
Tahunan item
Kelas A
CD-84 2000 11,00 22000
Kelas B
A-34 1000 1,05 1050
A-21 475 2,00 950
G-25 440 2,50 1100
B-15 2600 0,50 1300

86
B-28 600 5,00 3000
Kelas C
B-81 1000 0,25 250
B-07 10 10,00 100
CD-91 3000 0,10 300
A-15 50 300 150
G-04 100 0,40 40
G-15 600 0,10 60
H-10 2000 0,25 500

Perhitungan Biaya Persediaaan (Inventory) Menggunakan QSB+

Diketahui berdasarkan data permintaan motor cina (MOCIN) pertahun 1.500.000 unit,

Biaya pemesanan Rp. 20.000.000, Holding cost pertahun Rp.2.000.000, Sedang produksi

rata-rata pertahun 4.350.000 unit, waktu ancang –ancang (lead time) dalam satu tahun (1)

= 19 hari dengan satuan biaya Rp1.4350.

EOQ Input Data:

Demand per year (D) = 1500

Order or setup cost per order (Co) = 20000

Holding cost per unit per year (Ch) = 2000

Shortage cost per unit per year (Cs) = ý

Shortage cost per unit, independent of time (Ò) = 0

Replenishment or production rate per year (P) = 4350

Lead time for a new order in year (LT) = 19

Unit cost (C) = 1450

Inventory Cost Calculation:

Assigned order quantity = 10

87
Maximum inventory = 6.552

Maximum backorder = 0.000

Order interval = 0.007 year

Reorder point = 0.000

Ordering cost = 3000000.000

Holding cost = 6551.724

Shortage cost = 0.000

Subtotal of inventory cost per year = 3006551.800

Material cost per year = 2175000.000

Total cost per year = 5181552.000

=============================================================

Discount Analysis for MOCIN Incremental Discounts

Without discount: EOQ = 213.985

Total cost = 2455393.800

Optimal decision: Buy up to discount 15 %

Order: 192.9073

Total cost = 2177443

88
MATERIAL REQUIREMENT
BAB VI.
PLANNING (MRP)

A. TUJUAN MRP

1. Untuk mengatahui proses perhitungan kebutuhan bahan dalam proses pabrikasi.

2. Mengenal cara menentukan besarnya pemesanan kebutuhan bahan baku.

3. Mengetahui saat atau periode pemesanan.

4. Mengetahui proses perhitungan total ongkos minimum pemesanan bahan.

Secara garis besar, Proses Perencanaan dan Pengendalian Produksi dapat dibagi

menjadi beberapa tahapan :

1. Bussiness Planning

Pada perencanaan ini ditentukan :

a. Orientasi pasar

b. Jenis produk lain

c. Rencana penjualan perusahaan

Horizon perencanaan harus melampaui waktu yang diperlukan untuk mengadakan

fasilitas dan peralatan baru. Ini mungkin membutuhkan waktu 10 tahun untuk

perusahaan yang bergerak dalam bisnis proses ekstraksi, dimana perlu dibuat tambang

baru. Business planning juga dapat juga dipersingkat, misalnya hanya 18 bulan untuk

89
pabrik permesin dimana fasilitas dan peralatan dapat diperoleh dengan cepat dari

suplier atau vendor yang ada.

2. Production Planning

Perencanaan produksi pada tahap ini menggunakan data-data hasil peramalan dari

penjualan masa lalu untuk merencanakan produksi agregat. Karakteristik dari jajaran

produk (product line) yang dibutuhkan pada tahap ini tergantung dari peralatan yang

dibutuhkan untuk memproduksinya.

3. Master Production Schedule (MPS)

Pada tahap ini akan dihasilkan Jadwal Induk Produksi yang menguraikan rencana

produksi bedasarkan level family dari hasil Perencanaan Produksi menjadi produk

individu (item).

4. Rough Cut Capacity Palanning (RCCP)

Tahap ini merupakan validasi MPS terhadap kapasitas yang tesedia, terutama untuk

sumber yang kritis.

5. Material Requirement Planning (MRP)

Tahap ini merupakan proses penjabaran produk (item) part (bahan baku atau

komponen) yang diperlukan. Sehingga tahap ini juga merupakan tahap penentuan

order pembelian dan /atau order pembuatan.

6. Capacity Requirement Planning (CRP)

Tahap ini merupakan proses pembanding secara rinci kapasitas yang dibutuhkan oleh

MRP dan order yang sedang dilaksanakan dengan yang tersedia.

90
7. Operation Scheduling

Tahap ini merupakan proses penjadwalan produksi pada tingkat shop floor. Pada tahap

ini penjadwalan dilakukan sangat rinci untuk menetapkan tugas yang harus dilakukan

setiap harinya.

Production Planning dan Master Schedule biasanya disusun dan direvisi setiap

bulan, sedangkan MRP dan CRP biasanya disusun dan direvisi setiap minggu.

1. Definisi Struktur Hirarki Produk

Dalam suatu sistem perencanaan hierarkis, keputusan dibuat secara berurutan.

Pertama kali dibuat keputusan agregat, dan kemudian dengan memperhatikan kendala-

kendala yang ada, keputusan dibuat lebih detil. Keputusan-keputusan yang mendetil

memberikan umpan balik untuk mengevaluasi kualitas pembuatan agregat. Tiap tingkat

hierarki memiliki karakteristik tertentu seperti:

1) Panjang horison perencanaan

2) Tingkat kedetilan perencanaan

3) Tingkat kedetilan peramalan

4) Informasi yang diperlukan

5) Lingkup perencanaan

6) Type manajerial yang diperlukan

91
Fasilitas
Keputusan
Keputusan Fasilitas

Perencanaan Agregat Perencanaan


Agregat

Penjadwalan

0 6 12 18 24

Horison Prencanaan (Bulan)

Gambar 7. Hierarki Keputusan Kapasitas

Hax dan Meal mengindentifikasikan 3 tingkatan dalam struktur produk:

1) Item: adalah produk akhir yang akan dikirim kepada pelanggan. Item mempresentsikan

tingkatan spesifikasi tertinggi dari produk menufaktur. Suatu produk dapat

menghasilkan banyak item yang berbeda karakteristiknya seperti perbedaan warna,

pengepaan, label, aksesoris, ukuran dan sebagainya.

2) Family: adalah kelompok item yang membutuhkan ongkos set-up manufaktur umum.

Skala ekonomis diperoleh dengan menggabungkan item-item yang tergabung dalam

suatu familiy. Misalnya dengan penggabungan mesin-mesin yang dapat diset-up dalam

suatu waktu dalam sebuah sel manufaktur.

92
3) Type: adalah kelompok family yang kuantitas produksinya ditentukan dengan rencana

produksi agregat. Family berasal dari 1 type biasanya memiliki ongkos waktu produksi

yang sama dan pola permintaan musiman yang sama pula.

2. Agregasi

Tujuan sari perencanaan agregasi adalah untuk memperoduksi utilisasi dari

sumber-sumber tenaga kerja dan mesin. Agregat berarti bahwa perencanaan dilakukan

pada tingkat keseluruhan dimana level produk tersebut menggunakan sumber daya atau

fasilitas yang sama.

Beberapa pilihan dalam melakukan agregasi diantaranya adalah:

1) Memproses produk manufaktur lebih dari kebutuhan pada periode demand rendah,

dan tetap memproduksi pada tingkat rata-rata pada waktu lain.

2) Menyewa dan mem-PHK tenaga kerja pada waktu dimana proses manufaktur

diperlukan atau tidak diperlukan.

Beberapa metode pendekatan dalam melakukan agregasi adalah:


1) Pendekatan grafis/tabel
2) Pendekatan Empiris
3) Pendekatan Optimasi
4) Pendekatan Parametik

3. Perencanaan Produksi

Fungsi Perencanaan Produksi :

1) Memberi otoritas untuk menguraikan rencana produksi, yang dinyatakan secara

agregat, menjadi item terkahir dalam MPS.

93
2) Memberikan input untuk Resource Planning.

3) Menyeimbangkan produksi dan tenaga kerja dimana demand berpola seasonal.

Seperti diketahui bahwa perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen.

Dalam perencanaan ditentukan usah-usaha atau tindakan-tindakan yang akan atau perlu

diambil oleh pimpinan untuk mencapai tujuan perusahaan. Pengertian dari perencanaan

adalah:

“Kegiatan memilih dan menentukan tujuan-tujuan dan kebijaksanaan-kebijkasanaan


perusahaan, program dan prosedur kerja yang akan dilakukan”.

Untuk perencanaan yang baik, perlu diperhatikan masalah intern dan ekstern

perusahaan. Masalah intern adalah masalah yang datangnya dari dalam perusahaan (masih

dalam kekuasaan pimpinan perusahaan) sedangkan masalah ekstern adalah masalah yang

datangnya dari luar perusahaan (diluar kekuasaan pimpinan perusahaan).

1) Jenis-jenis Perencanaan Produksi.

Didalam perencanaan produksi yang terdapat dalam perusahaan, dapat dibedakan

menurut jangka waktu yang tercangkup yaitu perencanaan produksi jangka pendek dan

perencanaan produksi jangka panjang. Perencanaan produksi jangka pendek adalah

penentuan kegiatan produksi yang akan dilakukan dalam jangka waktu satu tahun atau

kurang, dengan tujuan untuk penggunaan tenaga kerja, persediaan bahan dan fasilitas

produksi yang dimiliki perusahaan. Sedangkan perencanaan produksi jangka panjang

adalah penentuan tingkat kegiatan produksi lebih dari satu tahun, biasanya sampai lima

94
tahun mendatang dengan tujuan untuk mengatur pertambahan kapasitas peralatan

atau mesin-mesin, ekspansi pabrik dan pengembangan produk.

Kedua jenis perencanaan produksi tersebut mempunyai ciri-ciri, yaitu

a) Perencanaan produksi yang menyangkut kegiatan pada masa yang akan datang

dibuat berdasarkan penafsiran atau ramalan penjualan pada masa yang akan datang.

b) Perencanan produksi mempersiapkan tenaga kerja atau buruh, bahan-bahan, mesin-

mesin dan peralatan lain pada waktu yang akan diperlukan.

c) Perencanaan produksi harus menentukan jumlah dan jenis serta kualitas dari produk

yang akan diproduksi.

d) Perencanaan produksi harus dapat mengkoordinir kegiatan produksi.

2) Tujuan Perencanaan Produksi

Tujuan dari perencanaan produksi adalah:

a) Untuk mencapai tujuan/level keuntungan tertentu.

b) Untuk menguasai pasar tertentu, sehingga hasil/output perusahaan tetap

mempunyai bagian pasar tertentu.

c) Untuk mengusahakan dan mempertahankan supaya pekerjaan dan kesempatan kerja

yang sudah ada tetap pada tingkatnya dan berkembang.

4. Master Production Shedule (MPS)

Pada dasarnya istilah MPS yang digunakan untuk jadwal induk produksi merupakan

hasil dari aktivitas penjadwalan produksi induk (Master Production Scheduling = MPS).

Aktivitas penjadwalan produksi induk berkaitan dengan bagaimana menyusun dan

95
memperbaharui jadwal produksi induk, memproses transaksi MPS, memelihara catatan-

catatan MPS, mengevaluasi efektivitas dari MPS, dan memberikan laporan evaluasi dalam

periode waktu yang teratur untuk keperluan umpan-balik dan tinjauan ulang.

Sebagai suatu aktivitas proses, penjadwalan produksi induk (MPS) membutuhkan

lima input utama seperti gambar berikut :

Rough Cut Planning


(RCCP)

INPUT: PROSES : OUTPUT:


1. Data Permintaan Total Penjadwalan Jadwal Induk
2. Status Inventory Produksi Induk Produksi (MPS)
3. Rencana Produksi
4. Data Perencanaan
(MPS)
5. Informasi dari RCCP

Umpan Balik

Gambar 8. Proses Penjadwalan Produksi Induk

Dari Gambar 8 dapat dijelaskan beberapa hal berikut:

1) Data Permintaan Total merupakan salah satu sumber data bagi proses penjadwalan

produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan (sales

forecats) dan pesanan-pesanan (orders).

2) Status Inventory berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, stok yang

dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan-pesanan produksi

dan pembelian yang dikeluarkan (released production and purchase orders), dan firm

96
planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak inventory yang

tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus dipesan.

3) Rencana Produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus

menjumlahkan untuk menentukan tingkat produksi, inventory, dan sumber-sumber

daya lain dalam rencana produksi itu.

4) Data Perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang harus

digunakan, shrinkage factor, stok pengaman (safety stock), dan waktu tunggu (lead

time) dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari item (Item

Master File).

5) Informasi dari RCCP berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS

menjadi salah satu input bagi MPS. Pada dasarnya RCCP dan MPS merupakan aktivitas

perencanaan yang berada pada level yang sama (level 2) dalam Hirerarki perencanaan

prioritas dan perencanaan kapasitas pada sistem MRP II. RCCP menentukan kebutuhan

kapasitas untuk mengimplementasikan MPS, menguji kelayakan dari MPS, dan

memberikan umpan-balik kepada perencana atau penyusun jadwal produksi induk

(master Scheduler) untuk mengambil tindakan perbaikan apabila ditemukan adanya

ketidak sesuaian antara penjadwalan produksi induk dan kapasitas yang tersedia.

5. Rough Cut Capacity Planning

Tahap pertama dalam RCCP adalah identifikasi sumber daya yang utama, seperti :

work center, tenaga kerja atau material kritis. Kemudian menentukan penggunaan sumber

daya per unit untuk setiap item, jika diasumsikan bahwa sumber daya tersebut digunakan

97
dalam periode yang sama sesuai dengan jadwal pesanan yang telah disusun. Setelah

didapat hasil kapasitas yang diperlukan, maka beban sumber daya dibandingkan dengan

kapasitas yang tersedia, apakah terjadi undeload atau overload. Jika overload maka jadwal

harus diubah atau kapasitas harsu ditambah. Jika underload, kapasitas dapat dikurangi atau

jadwal ditambah.

Beberapa pendekatan yang digunakan:

- Pendekatan Bill of Labor

- Pendekatan CPOF (Capacity Planning Using Overall Factors)

- Pendekatan Resource Profile

Kelebihan dari pelaksanaan RCCP adalah:

 Teknik relatif sederhana

 Hanya meliputi batasan atau work center yang utama

 Tidak memerlukan faktor perhitungan yang sangat pesisi

Kelemahan RCCP adalah:

 Hanya memberikan nilai pendekatan untuk sumber daya yang diperlukan dalam

produksi

 Tidak menjamin kebutuhan kapasitas dalam tahap MRP

6. Material Reqruitment Planning (MRP)

MRP adalah sistem perencanaan kebutuhan material. Terdapat 2 fungsi dengan

diterapkan MRP, yaitu:

98
1) Pengendalian persediaan, yaitu dengan menjaga tingkat persediaan pada tingkat

minimum tetapi dapat memenuhi permintaan pada saat diperlukan.

2) Penjadwalan produksi, yaitu menentukan dengan tepat jadwal pembuatan item-item.

Syarat pendahuluan dari sistem MRP adalah:

1) Ada dan tersedianya MPS, dimana terdapat jadwal rencana dan jumlah pesanan dari

item/produk.

2) Item persediaan mempunyai identifikasi khusus.

3) Tersedianya struktur produk (Bill of Material) pada saat perencanaan

4) Tersedianya catatan (record) tentang status persediaan (inventory) untuk semua item,

yang menyatakan keadaan persediaan sekarang dan yang akan direncanakan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam MRP adalah:

1) Netting (perhitungan kebutuhan bersih)

2) Lotting (penentuan besarnya lot)

3) Exploding (penetapan besarnya waktu ancang)

4) Explosion (perhitungan selanutnya untuk level item dibawahnya)

Teknik penetapan ukuran lot dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:

1) Teknik ukuran lot untuk satu tingkat (single level) dengan kapasitas tak terbatas.

2) Teknik ukuran lot untuk satu tingkat (single level) dengan kapasitas terbatas.

3) Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat (mulitple level) dengan kapasitas tak terbatas.

4) Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat (multiple level) dengan kapasitas terbatas.

99
Metode-metode yang digunakan dalam MRP:

1. Lot-For-Lot (LFL)

Metode lot-for-lot atau dikenal juga kenal sebagai metode persediaan minimal

berdasarkan pada ide menyediakan persediaan (memproduksi) sesuai dengan yang

diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan seminimal mungkin.

Jika pesanan dapat dilakukan dalam jumlah berapa saja, maka pesanan sesuai

dengan jumlah yang sesungguhnya diperlukan (lot-for-lot) menghasilkan tidak adanya

persediaan. Biaya yang timbul berupa biaya pemesanan saja.

Bagan MRP dengan Metode LFL

Minggu 1 2 3 4 5 6 7 8
Kebutuhan bersih 30 40 50 40 60 30 40 30
Rencana penerimaan 30 40 50 40 60 30 40 30
Proyeksi persediaan 0 0 0 0 0 0 0 0

Biaya total persediaan dapat dibilang sebagai berikut:

Biaya pemesanan = 8 x Rp. 50.000,- = Rp. 400.000,-

Biaya penyimpanan = 0

Biaya total = Rp. 400.000,-

2. Part-Period Balancing (PBB)

Metode ini merupakan salah satu pendekatan dalam menentukan ukuran lot

untuk suatu kebutuhan material yang tidak seragam menjadi lo-lot yang dapat

memperkecil total biaya persediaan. Ukuran lot dicari dengan menggunakan

100
pendekatan periode bagian yang ekonomis (Economic Part Period, EDP), yaitu dengan

membagi biaya pemesanan (biaya set-up) dengan biaya penyimpanan per unit per

periode.

Biaya pemesanan (per pesanan)


EDP =
Biaya penyimpanan (per unit/per periode)

Kebutuhan diakumulasikan periode demi periode sampai mendekati nilai EDP.

Akumulasi persediaan mendekati nilai EDP tersebut merupakan ukuran lot yang dapat

memperkecil biaya persediaan. Dengan menggunakan data pada contoh sebelumnya,

maka nilai EDP dan penentuan besarnya lot dapat dijelaskan sebagai berikut:

EDP = Rp. 50.000,- / Rp. 500,- = 100 periode-bagian

Penentuan ukuran lot dengan menggunakan EDP


Periode Kebutuhan Lama Periode- Akumulasi
Penyimpanan Bagian Periode-
(periode) Bagian
1 30 0 0 0
1,2 40 1 40 40
1,2,3 50 2 100 140
4 40 0 0 0
4,5 60 1 60 60
4,5,6 30 2 60 120
7 40 0 0 0
7,8 30 1 30 30

Dalam tabel tersebut, apabila kebutuhan pada periode ke-2 diikutsertakan pada

pesanan yang akan diterima pada periode ke-1, maka akumulasi periode bagian (part-

period) sebesar 40. Apabila kebutuhan periode ke-3 juga diikutsertakan maka akumulasi

101
periode-bagian menjadi 140, yaitu berasal dari (40x1 + 50x2). Angka 140 merupakan

nilai yang terdekat dengan 100 (EDP) dibandingkan dengan 40, maka ini berarti

kebutuhan pada periode ke-2 dan ke-3 harus termasuk dalam pesanan yang akan

diterima pada periode 1.

Pada perhitungan untuk lot berikutnya diperoleh nilai akumulasi periode-bagian

sebesar 120, yang lebih dekat ke 100 daripada 60, berarti kebutuhan pada periode ke-5

dan ke-6 harus termasuk pada pesanan yang akan diterima pada periode ke-4. Pada lot

yang ketiga jumlah pesanannya mencakup kebutuhan untuk periode ke-7 dan ke-8.

Berdasarkan ukuran lot yang diperoleh itu, maka rencana kebutuhan material dan

jumlah biaya totalnya dapat dihitung sebagai berikut:

Bagan MRP dengan Metode EDP


Minggu 1 2 3 4 5 6 7 8
Kebutuhan bersih 30 40 50 40 60 30 40 30
Rencana penerimaan 120 130 70
Proyeksi persediaan 90 50 90 30 30

Biaya pemesanan = 3 x Rp. 50.000,- = Rp. 150. 000,-

Biaya penyimpanan = (90+50+90+30+30) x Rp. 500,- = Rp. 145.000,-

Biaya total = Rp. 295.000,-

3. Period Order Quantity (POQ)

Metode ini sering disebut juga dengan metode Uniform Order Cycle, merupakan

pengembangan dari metode EOQ untuk permintaan yang tidak seragam dalam

beberapa periode. Rata-rata permintaan dipergunakan dalam model EOQ untuk

102
mendapatkan rata-rata jumlah barang setiap kali pemesanan. Angka ini selanjutnya

dibagi dengan rata-rata jumlah permintaan per periode dan hasilnya dibulatkan ke

dalam angka integer. Angka terakhir menunjukkan jumlah periode waktu yang dicakup

dalam setiap kali pemesanan. Perhitungan di atas dapat diselesaikan satu rumus, yaitu:

2.S
POQ 
D.S

Dengan menggunakan contoh diatas, maka:

D = rata-rata kebutuhan = 320 unit / 8 minggu = 40 unit/ minggu

2(50.000)
POQ   2,24  2
40(500)

Berarti pemesanan dilakukan setiap 2 periode sekali dengan masing-masing jumlah

pemesanan sesuai dengan kebutuhan untuk 2 periode yang bersangkutan. Perencanaan

kebutuhan material dan biaya total dengan menggunakan metode POQ dapat dilihat

pada tabel berikut:

Bagan MRP dengan Metode POQ


Minggu 1 2 3 4 5 6 7 8
Kebutuhan bersih 30 40 50 40 60 30 40 30
Rencana penerimaan 70 90 90 70
Proyeksi persediaan 40 40 30 30

Biaya pemesanan = 4 x Rp. 50.000,- = Rp. 200. 000,-

Biaya penyimpanan = (40+40+30+30) x Rp. 500,- = Rp. 70.000,-

Biaya total = Rp. 270.000,-

103
4. Economic Order Quantity (EOQ)

Apabila menggunakan pendekatan EOQ, maka ukuran lotnya sebagai berikut:

2.D.S
EOQ 
H

Dimana : Q = Kuantitas pemesanan yang ekonomis

D = rata-rata penggunaan atau rata-rata kebutuhan

H = Biaya pemnyimpanan

Harga D diperoleh dengan jalan mengakumulasikan kebutuhan bersih dari kedelapan

periode yang terlibat, yaitu :

Total kebutuhan bersih dalam delapan minggu dibagi banyaknya periode.

320
D  40
8

Jika kita mengasumsikan bahwa periode yang ada sebanyak delapan, maka ukuran lot

dengan menggunakan teknik EOQ adalah:

2(40)(50.000)
EOQ   89,44 ~ 89
500

Selanjutnya ukuran lot diperoleh sebesar 89 unit, ini dipakai untuk memenuhi

kebutuhan bersih yang ada disepanjang horizon perencanaan dengan cara sebagai

berikut:

104
Bagan MRP dengan Metode EOQ
Minggu 1 2 3 4 5 6 7 8
Kebutuhan bersih 30 40 50 40 60 30 40 30
Rencana penerimaan 89 89 89 53
Proyeksi persediaan 59 19 58 18 47 17 30

Biaya pemesanan = 4 x Rp. 50.000,- = Rp. 200. 000,-

Biaya penyimpanan = (59+19+58+18+47+17+30) x Rp. 500,-= Rp. 124.000,-

Biaya total = Rp. 324.000,-

5. Fixed Order Quantity (FOQ)

Teknik FOQ menggunakan kuantitas pemesanan yang tetap, yang berarti ukuran

kuantitas pemesanannya (lot size) adalah sama. ukuran lot tersebut ditentukan secara

sembarang misalnya memilih jumlah kebutuhan bersih tertinggi sebagai ukuran lotnya.

Berikut ini merupakan contoh pemakaian teknik FOQ dengan ukuran lot 120.

Bagan MRP dengan Metode FOQ


Minggu 1 2 3 4 5 6 7 8
Kebutuhan bersih 30 40 50 40 60 30 40 30
Rencana penerimaan 120 120 120
Proyeksi persediaan 90 50 0 80 20 90 50 20

Biaya pemesanan = 3 x Rp. 50.000,- = Rp. 150. 000,-

Biaya penyimpanan = (90+50+0+80+20+90+50+20) x Rp. 500,- = Rp. 200.000,-

Biaya total = Rp. 350.000,-

105
6. Fixed Period Requirement (FPR)

Teknik FPR menggunakan konsep interval pemesanan yang konstan, sedangkan

ukuran kuantitas pemesanannya (lot size) boleh bervariasi. Ukuran kuantitas

pemesanan tersebut merupakan penjumlahan kebutuhan bersih dari setiap periode

yang tercangkup dalam interval pemesanan yang telah ditetapkan. Penerapan interval

pemesanannya dilakukan secara seimbang. Pada teknik FPR ini, jika saan pemesanannya

jatuh pada periode yang kebutuhan bersihnya sama denga nol maka pemesanan

dilaksanakan pada periode berikutnya. Sebagai contoh berikut ini merupakan

pemakaian FPR dengan interval pemesanan tiga periode.

Bagan MRP dengan Metode FPR


Minggu 1 2 3 4 5 6 7 8

Kebutuhan bersih 30 40 50 40 60 30 40 30

Rencana penerimaan 120 100 100

Proyeksi persediaan 90 50 0 60 0 70 30 0

Biaya pemesanan = 3 x Rp. 50.000,- = Rp. 150. 000,-

Biaya penyimpanan = (90+50+0+60+0+70+30+0) x Rp. 500,-= Rp. 150.000,-

Biaya total = Rp. 300.000,-

7. Capacity Requirement Planning (CRP)

Pada proses ini dilakukan penentuan beban kerja yang terjadi di setiap stasiun

kerja. Untuk merencanakan kebutuhan kapasitas diperlukan 3 hal, yaitu :

106
a. Rencana pembuatan produk (Planned Order Released), yang merupakan output dari

MRP.

b. Data stasiun kerja (Work Center Definition), berikut kapasitas yang tersedia.

c. Routing File, yang merupakan urutan proses operasi pembuatan suatu part/produk.

CRP memberi verifikasi bahwa kapsitas yang tersedia cukup untuk memproses

semua order yang dikerluarkan dalam horizon perencanaan. Verifikasi ini secara umum

merupakan pengesahan MRP. Jika CRP feasible, yaitu jika beban kerja tidak melebihi

kapasitas tersedia, maka MRP dinyatakan valid.

CRP menggunakan order kerja yang dikerluarkan oleh sistem MRP dan melakukan

simulasi deterministik yang merupakan lead time dari MRP untuk menentukan waktu

setiap order melalui stasiun kerja. Simulasi ini terus dilakukan sampai semua order yang

dikerluarkan diperhitungkan. Dari simulasi ini kapasitas yang tersedia pada stasiun

tersebut.

Beban kerja yang terjadi mungkin saja melebihi kapasitas yang tersedia, sehingga

jika terjadi pengaturan yang berupa penambahan kapasitas (Overtime) ataumengatur

kembali jadwal pengiriman atau due date produk.

8. Operation Scheduling

Penjadwalan operasi adalah penugasan waktu dimulai dan akhir untuk operasi

manufaktur. Penjadwalan operasi mencakup:

a. Penenutuan sekumpulan order yang siap untuk diproses pada stasiun kerja tertentu

pada waktu tertentu.

107
b. Penentuan urutan operasi yang dilakukan.

c. Menghitung waktu mulai dan selesainya operasi.

Penjadwalan operasi perlu dilakukan jika seluruh item yang berbeda diproses pada

stasiun kerja yang sama, atau dengan kata lain khususnya pada sistem manufaktur job

Shop. Untuk itu harus dipilih order mana yang harus diberi prioritas. Terdapat beberapa

tujuan dalam membuat penjadwalan operasi, yaitu:

a. Menentukan target due date

b. Minimasi Lead Time

c. Minimasi waktu set up total atau ongkos

d. Minimasi Work in Process Inventory

e. Minimasi jumlah job yang terlambat

f. Minimasi keterlambatan, dan sebagainya

B. PROSEDUR MRP

1. Menyiapkan data hasil peramalan atau jadwal induk produksi yang digunakan.

2. Menentukan komponen yang akan digunakan dalam perhitungan

3. Menentukan metode yang akan digunakan.

4. Menghitung jumlah kebutuhan material untuk setiap 1 unit produk untuk masing-masng

metode perhitungan yang digunakan.

108
PENJADUALAN PEKERJA
BAB VII.
(PERSONNEL SCHEDULING)

Penjadualan merupakan suatu masalah yang sangat kritis didalam penerapan industri

manufaktur. Untuk itu perlu pembahasan pengaturan bersama pada tuingkatan kerja

buruh di unit produksi. Kondisi yang sering terjadi adalah bentuk penerimaaan berdasarkan

urutan kerja, kondisi pekerja, dan waktu kerja lembur. Masalah penjadualan memiliki

karakteristik dapat membantu mengidentifikasikan atribut kondisi nyata.

Atribut pertama diterapkan pada permintaan yang berfluktuasi, dengan jangka waktu

pendek yang terjadi dalam seminggu. Atribut Kedua penjadualan pekerja merupakan

penerapan usaha manusia bekerja yang umumnya tidak dapat disimpan telah terrecord

dalam data personalia. Atribut ketiga dari masalah yang sesuai dan mudah dicapai pada

kondisi kritis pelanggan

Semua karakteristik atribut tersebut, membuat penjadualan pekerja menjadi

semakin sulit. Penyelesaian masalah tersebut, membutuhkan beberapa tahapan, yang.

mencakup pekerjaan identifikasi individual seperti time study pada setiap pekerjaan,

kebutuhan tenaga kerja, jumlah mesin yang beroperasi, dan waktu kerja yang tersedia

setiap minggu.

109
Istilah Pada Penjadualan Pekerja

1. Demand (permintaan) dalam kerja adalah jumlah kebutuhan pekerja selama periode

menjalankan pekerjaannya atau dapat diartikan sebagai profil kebutuhan tiap waktu

yang didefinisikan dalam angka dari orang yang diperlukan ditiap periode hari.

2. Shift adalah waktu pekerja yang dibutuhkan untuk pekerjaan diluar jam kerja normal

atau reguler dari minggu ke minggu.

3. Penjadualan adalah satuan dari shift yang mampu memuaskan berdasarkan kriteria

kebutuhan yang dijabarkan menjadi susunan waktu mulai kerja hingga berhenti setiap

hari.

A. Penjadualan Shift

Tujuan utama ketika jadual pekerja diterapkan adalah untuk menyediakan pekerja

pada hari kerja selama 6 hari atau 7 hari kerja dalam seminggu dan untuk meminimumkan

upah buruh. Masalah yang biasanya terjadi adalah kebutuhan pekerja tidak dapat dipenuhi

berdasarkan aturan 5 hari kerja / 40 jam kerja sesuai aturan perundang-undangan Tenaga

Kerja. Penerapan penjadualan shift yang berkeadilan bagi tenaga kerja dan

meminimumkan upah buruh bagi pabrik. Untuk itu perlu upaya penjadualan pekerja yang

bekerja penuh pada hari kerja dan penjadwalan libur bagi pekerja yang berkeadilan.

Semua pendekatan pada masalah tersebut, dimulai dari meramalkan kebutuhan

personnel selama periode 7 hari ( satu minggu). Penerapan tersebut dijabarkan menurut

pekerja dengan keahlian yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dibutuhkan. Contoh pada

penrapan perawat di Rumah sakit yang memiliki staff sejumlah 30 perawat, jika setiap hari

110
sabtu dan minggu adalah hari libur. Berapa jumlah kebutuhan perawat tiap hari selama 1

minggu dengan menerapkan shift yang berkeadilan ?

Secara rinci ditunjukkan pada Gambar 7.1.

5
4
3
2
1

Mg Sn Sl Rb Km Jm Sb
Shift # 1
Shift # 2
Shift # 3
Shift # 4
Shift # 5
Shift # 6
Total
Staff 2 4 5 5 5 5 4 30
Demand 2 4 4 5 5 4 4 28
Overstaff 0 0 1 0 0 1 0 2

Gambar 7.1. Penerapan Penjadualan Shift Pekerja

Pendekatan penjadualan pekerja dicetuskan oleh Tibrewala, Phillipe dan Browne

(1972) dengan melakukan perhitungan sebagai berikut. Perhitungan dimulai dengan

menyediakan sepasang hari kerja reguler (waktu kerja normal) yang dikenal RDOs = reguler

day off. RDOs harus ditempatkan secara berurutan yang dilakukan berdasarkan urutan

berikut:

Langkah 1. Dimulai dari yang membutuhkan tenaga kerja terbesar ke terbesar kedua,

ketiga dan seterusnya. Tempatkan semua hari dengan tenaga kerja yang sama

ke dalam penjadualan hingga didapatkan 2 hari off yang berurutan.

111
Langkah 2. Jika terdapat 2 hari off yang identik pilaih pasangan hari dengan kebutuhan

terkecil. Jika kondisi ini tiak dapatdiselesaikan lanjutkan ke langkah 3.

Langkah 3. Pilih pasangan hari off yang paling masuk akal, misalnya hari : sabtu minggu

Contoh :
Suatu penerapan penjadualan pekerja di suatu toko retail RTC (Retail Trade Center) dengan

kebutuhan 7 hari kerja dengan 5 hari kerja atau 40 jam kerja dengan kebutuhan (Minggu :

4, Senin : 8, Selasa : 7, Rabu: 7, Kamis : 7, Jumat : 7, dan Sabtu : 6) untuk 1 minggu.

Tabel 7.1. Tabel Data Hari dan kebutuhan Per Minggu


Hari Ming Sen Sel Rab Kms Jum Sab Total Pekerja
Demand 4 8 7 7 7 7 6 46

Total demand 46 orang, Jumlah orang yang dibutuhkan per hari untuk memenuhi 5

hari kerja (RDOs : 2 hari) adalah :46 orang / 5 harikerja = 9,2 shift dibulatkan menjadi 10

shift, maka proses iterasinya 10 kali .

Pada shift #1 pada hari senin sampai jumat mempunyai kebutuhan tenaga kerja terbesar

dihari senin 8, selanjutnya selasa hingga jumat 7 sehingga langkah aturan 1 digunakan

dengan mencantumkan nilai–1, dan hari identik dipilih pasangan pada hari sabtu dan

minggu dengan kebutuhan terkecil 4 dan 6 untuk itu dicantumkan nilai 0, sehingga tabel

shift pertama ditunjukkan pada Tabel 9.2

Tabel 9.2 Penerapan iterasi Pertama pada Personil Scheduling

Mgu Snn Sls Rb Kms Jmt Sbt


4 8 7 7 7 7 6 Initial Demand
0 -1 -1 -1 -1 -1 0 shift # 1
4 7 6 6 6 6 6

112
Secara keseluruhan iterasi 10 kali ditunjukkan pada Tabel 9.3.

Tabel 9.3. Tabel Solusi Pemecahan Berdasarkan Tibrewala, Phillipe dan Browne (1972)
Mgu Snn Sls Rb Kms Jmt Sbt
4 8 7 7 7 7 6 Initial Demand
0 -1 -1 -1 -1 -1 0 shift # 1
4 7 6 6 6 6 6
0 -1 -1 -1 -1 -1 0 shift # 2
4 6 5 5 5 5 6
-1 -1 0 0 -1 -1 -1 shift # 3
3 5 5 5 4 4 5
-1 -1 -1 -1 0 0 -1 shift # 4
2 4 4 4 4 4 4
0 -1 -1 -1 -1 -1 0 shift # 5
2 3 3 3 3 3 4
0 0 -1 -1 -1 -1 -1 shift # 6
2 3 2 2 2 2 3
-1 -1 0 0 -1 -1 -1 shift # 7
1 2 2 2 1 1 2
-1 -1 -1 -1 0 0 -1 shift # 8
0 1 1 1 1 1 1
0 -1 -1 -1 -1 -1 0 shift # 9
0 0 0 0 0 0 1
0 0 -1 -1 -1 -1 -1 shift # 10
0 0 -1 -1 -1 -1 0

Nilai negatif pada baris akhir menyatakan hari mengganggur (idle days) yang diakibatkan

oleh kelebihan tenaga kerja (over staffing). Over staffing tersebut dapat dihindarui melalui

penerapan overtime sebanyak 1 kali. Overtime tersebut dapat ditawarkan kepada salah

satu pekerja yang mendapat libur di hari sabtu. Pengalokasian 1 orang pekerja pada

overtime akan menghemat atau mengurangi 1 orang yaitu pada shift # 10, dan akan

menghilangkan 4 idle days sehingga akan dihasilkan penjadualan tanpaidle time .

Pendekatan lain dilakukan oleh Monroe (1970) tujuan yang dilakukan pada

penjadualan shift hampir sama dengan Tibrewala et. al (1972) dengan menerapkan dua

hari libur (RDOs) yaitu meminimumkan jumlah pekerja berdasarkan penciptaan shift.

Sebelum pendekatan ini dimulai dengan meramalkan kebutuhan pekerja dengan contoh :

(Minggu : 4, Senin : 8, Selasa : 7, Rabu: 7, Kamis : 7, Jumat : 7, dan Sabtu : 6) untuk 1

113
minggu. Langkah pertama untuk menentukan jumlah pekerja minimum dilakukan dengan

memplot 10 orang. Selanjutnya untuk menentukan RDOs setiap hari dilakukan untuk hari

senin dibutuhkan RDO = 6, secara rinci ditunjukkan pada Tabel 9.4.

Tabel 9.4. RDOs Tiap Hari Dalam Satu Minggu


Mgu Snn Sls Rb Kms Jmt Sbt
10 10 10 10 10 10 10 Minimum Staff
4 8 7 7 7 7 6 Demand
6 2 3 3 3 3 4 RDOs

Jika setiap pekerja hanya bekerja 5 hari dalam satu minggu , maka diterapkan

prosedur Monroe dengan menerapkan hari RDOs berpasangan ditunjukkan pada Tabel 9.5.

Tabel 9.5. RDOs Tiap Hari Dalam Satu Minggu


Mgu Snn Sls Rb Kms Jmt Sbt Mgu Snn
6 2 2 2 2 2 4 {6} {2} RDOs
Mgu Snn Snn Sls Sls Rb Rb Kms Kms Jmt Jmt Sbt Sbt Mgu Mgu Snn DOs Berpasangan
1 1 1 1 1 1 3 {3} Trial #1
2 0 2 0 2 0 4 {2} Trial #2

Contoh :

Pada trial pertama estimasi dari jadual shift 1 akan didapat day off Berpasangan Mgu Snn

didapat nilai 1 dan seterusnya. Pada trial kedua dihitung dengan nilai rata-rata dari Mgu

Snn digunakan untuk mendapat nilai baru Mgu Snn berpasangan dan didapat nilai 2,

demikian seterusnya.

Algoritma Monroe secara bertahap ditunjukkan pada urutan berikut.

Langkah 1. Untuk setiap minggu hitung hari libur (RDOs) dengan mengurangi jumlah

kebutuhan harian staf . Jumlah kebutuhan staf harus kelipatan 5 jika

menerapkan 5 hari kerja dalanm stu minggu untuk dijadualkan. Jika bukan

114
termasuk dalam kasus yang sama kebutuhan staf ditambahkan satu (1) hari

atau lebih sampai kelipatan lima (5).

Langkah 2. dimulai dengan dua pertama dari satuminggu selanjutnya RDOs berpasangan

ditetapkan sampai pasangan kedua diulang pada waktu kedua.

Langkah 3. Untuk langkah trail pertama pada penjadualan berpasangan dari RDOs

dinyatakan nilainya mendekati setengah dari hari kedua RDOs hari pasangan

pertama libur (Day Off). Penugasan ini diperuntukkan pada pengurangan

RDOs kedua, dari sisa pada pasangan hari kedua libur (Day Off).

Langkah 4. Perhitungan rata-rata dari penugasan pertama dan kedua yang dihasilkan oleh

satu pasangan dari hari libur digunakan sebagai penugasan tial kedua untuk

pasangan pertama. Gunakan plangkah 3untuk semua pasangan hari libur.

Tabel 9.6. Aplikasi Tibrewala pada kebutuhan 42 waktu kerja dalam satu minggu

Mgu Snn Sls Rb Kms Jmt Sbt


0 8 7 7 7 7 6 Initial Demand
0 -1 -1 -1 -1 -1 0 shift # 1
0 7 6 6 6 6 6
0 -1 -1 -1 -1 -1 0 shift # 2
0 6 5 5 5 5 6
-1 -1 0 0 -1 -1 -1 shift # 3
-1 5 5 5 4 4 5
-1 -1 -1 -1 0 0 -1 shift # 4
-2 4 4 4 4 4 4
0 -1 -1 -1 -1 -1 0 shift # 5
-2 3 3 3 3 3 4
0 0 -1 -1 -1 -1 -1 shift # 6
-2 3 2 2 2 2 3
-1 -1 0 0 -1 -1 -1 shift # 7
-3 2 2 2 1 1 2
-1 -1 -1 -1 0 0 -1 shift # 8
-4 1 1 1 1 1 1
0 -1 -1 -1 -1 -1 0 shift # 9
-4 0 0 0 0 0 1
0 0 -1 -1 -1 -1 -1 shift # 10
-4 0 -1 -1 -1 -1 0

115
Aplikasi Monroe menerapkan jumlah 42 melalui nilai 45 dikurangkan dengan –3 sebagai

non conseccutive, sehingga hasilnya ditunjukkan pada Tabel 9.7

Tabel 9.7 Aplikasi Monroe


Mgu Snn Sls Rb Kms Jmt Sbt Mgu Snn
9 9 9 9 9 9 9 {9} {9} Staff
0 8 8 8 8 7 6 0 8 Kebutuhan
9 1 1 1 1 2 3 {9} {1} RDOs
Mgu Snn Snn Sls Sls Rb Rb Kms Kms Jmt Jmt Sbt Sbt Mgu Mgu Snn DOs Berpasangan

1 0 1 0 1 1 2 {7} Trial #1
4 -3 4 -3 4 -2 5 {4} Trial #2

Prosedur Monroe memeiliki kesan coba-coba, untuk mendapatkan jaminan kemungkinana

penyelesaian dengan meminimumkan hari libur berurutan perlu dilakukan oleh Mabert

dan Raendels dengan menggunakan formulasi linear programming yang didukung

perangkat lunak dari program komputer.

Contoh :

Pekerja dengan jadwual libur hari sabtu dan minggu, untuk waktu parttime – people

membutuhkan waktu kerja penuh 8 jam kerja, tetapi hanya bekerja 5 hari dalam 1 minggu.

Pekerja full time ada 5 orang dan berapa kebutuhan pekerja part time jika data kebutuhan

kerja ditunjukkan pada tabel 9.8

Tabel 9.8 . Data kebutuhan pekerja

Mg Sn Sl Rb Km Jm Sb
0 11 6 8 6 10 0

Tujuan : Maximize Z = X1

Kendala :

116
1. X1 + X2 + U1 = b1
2. X2 + X3 + U2 = b2
3. X3 + X4 + U3 = b3
4. X4 + X5 + U4 = b4
5. X5 + X6 + U5 = b5
6. X6 + X7 + U6 = b6
7. X1 + X7 + U7 = b7
8. X1+.X2+ X3 + X4 + X5 + X6 + X7 +d = b1
9. U1 - U2 - U3 - U4 - U5 - U6 - U7 ≤0
10. U1 + U2- U3 - U4 - U5 - U6 - U7 ≤0
11. U1 - U2 + U3 - U4 - U5 - U6 - U7 ≤0
12. U1 - U2 - U3 + U4 - U5 - U6 - U7 ≤0
13. U1 - U2 - U3 - U4 + U5 - U6 - U7 ≤0
14. U1 - U2 - U3 - U4 - U5 + U6 - U7 ≤0
15. U1 - U2 - U3 - U4 - U5 - U6 + U7 ≤0
d, Ui , Xi ≤0
Dimana :
X1 = No dari Minggu/Senin RDO berpasangan
X2 = No dari Senin/Selasa RDO berpasangan
X3 = No dari Selasa/Rabu RDO berpasangan
X4 = No dari Rabu/Kamis RDO berpasangan
X5 = No dari Kamis/Jumat RDO berpasangan
X6 = No dari Jumat/Sabtu RDO berpasangan
X7 = No dari Sabtu/Minggu RDO berpasangan

b1 = Kemungkinan RDO untuk Senin


b2 = Kemungkinan RDO untuk Selasa
b3 = Kemungkinan RDO untuk Rabu
b4 = Kemungkinan RDO untuk Kamis
b5 = Kemungkinan RDO untuk Jumat
b6 = Kemungkinan RDO untuk Sabtu
b7 = Kemungkinan RDO untuk Minggu

U1 = No dari hari Senin dan RDO berpasangan


U2 = No dari hari Selasa dan RDO berpasangan
U3 = No dari hari Rabu dan RDO berpasangan
U4 = No dari hari Kamis dan RDO berpasangan
U5 = No dari hari Jumat dan RDO berpasangan
U6 = No dari hari Sabtu dan RDO berpasangan
U7 = No dari hari Minggu dan RDO berpasangan
d = Nomor dari pekerja dimana yang akan ditugaskan dari RDO yang berpasangan

117
Hasil akhir dari proses perhitungan program komputer Linier programming ditunjukkan

pada tabel 9.9

Tabel 9.9 Hasil akhir linier programming pada Personnel Schedulling

Hari Mg Sn Sl Rb Km Jm Sb
Total Kebutuhan 0 11 6 8 6 10 0
Full Time 0 5 5 5 5 5 0
Part Time 0 6 1 3 1 5 0

Ada beberapa alternatif pada pendekatan penjadualan tenaga kerja, yaitu : 1. flexitime, 2.

flexitour, 3. glinding time, 4. variable day, 5. maxiflet, 6. job spliting, 7. stagered time, dan

8. flexishift.

1. Flexitime

Para pekerja memilih waktu kapan mereka akan mulai dan berhenti tanpa batas-

batas oleh manajemen. Peraturan dari bagian pusat pada setiap hari. Sebagian terbesar

ketentuan dari pusat yaitu dari pukul 10.00 pagi hingga 14.00 siang dengan toleransi

antara waktu mulai dan waktu berhenti dari 6 Am hingga 6 Pm berturut-turut.

2. Flexitour

Sebagaimana dalam flexitime, Para pekerja memilih waktu mulai dan waktu berhenti

diluar dari ketentuan pusat. Bagaimana Para pekerja harus mentaati / melakukan 8 jam

kerja dan perbaikan penjadwalan itu masih dalam masa percobaan.

118
3. Glinding time

Pekerja dapat mengubah waktu mulai dan waktu berhenti setiap hari, tetapi Para

pekerja harus bekerja saperti persetujuan semula dalam waktu yang panjang setiap hari.

4. Variable day

Pekerja dapat mengubah urutan / nomor dari jam kerja setiap hari. Untuk itu para

pekerja harus bekerja adalah jumlah kumpulan permas / perioda. Ini mengubah perioda

dari minggu menjadi tahunan dengan periodic credit / debit clearing.

5. Maxiflet

Jam harian pada maxiflet adalah jumlah variable total, seperti lamanya kerja yang

diperlukan dalam bekerja.

6. Job spliting

Para pekerja dapat mengajukan permohonan untuk bekerja kurang dari 30 jam setiap

minggu.

7. Stagered time

Alternatif dari waktu mulai dan jam kerja dapat dipilih dari daftar shift yang telah

tersedia.

8. Flexishift

Manajemen memberikan kombinasi dari 6 – 8 dan 10 jam setiap hari dengan waktu

mulai yang khusus dan jam kerja dapat dipilih dari kumpulan minggu-minggu kosong yang

tersedia.

119
PENJADUALAN DAN
BAB VIII. PENGURUTAN TUGAS
(SEQUENCING AND SCHEDULING)

A. Pengertian Penjadwalan

Penjadwalan pekerjaan merupakan bagian yang penting dari proses sebelum

pekerjaan turun ke bagian pabrikasi. Sistem penjadwalan yang kurang baik dapat

menghambat penyelesaian produksi yang pada akhirnya dapat menurunkan daya saing

perusahaan. Penjadwalan merupakan salah satu mata rantai kegiatan dari perencanaan

produksi yang juga berkaitan dengan proses pengurutan pekerjaan produk secara

menyeluruh pada beberapa mesin.

Masalah penjadwalan timbul akibat beberapa pekerjaan yang harus dilakukan pada

satu atau beberapa mesin, yang dikerjakan baik secara seri maupun paralel pada waktu

yang bersamaan. Setiap teknik penjadwalan tidak dapat digunakan untuk menjadwalkan

mesin dalam keadaan tertentu, melainkan harus sesuai dengan pola tertentu pula.

Beberapa sasaran atau tujuan dari penjadwalan adalah meningkatkan penggunaan

sumber daya dengan mengurangi waktu menganggur. Bedworth (1982), menyatakan

bahwa sumber daya dimanfaatkan melalui penjadwalan dengan tujuan minimasi

makespan. Tujuan penjadwalan yang lain adalah menekan persediaan barang dalam proses

dengan cara mengurangi rata-rata jumlah tugas yang antri sementara sumber daya sedang

sibuk dengan pekerjaaan yang lain. Baker (1974), menyampaikan makespan dari

120
penjadwalan adalah konstan, maka akibatnya mengurangi rata-rata flow time juga

mengurangi persediaan barang dalam proses.

Secara lebih rinci, tujuan penjadwalan adalah sebagai berikut: (1.) Menambah

produktivitas mesin sehingga dapat mengurangi waktu menganggur mesin, (2.)

Mengurangi persediaan barang dalam proses dengan jalan mengurangi jumlah rata -rata

tugas yang menunggu dalam antrian suatu mesin karena sibuk, (3.) Mengurangi

keterlambatan dengan cara mengurangi maksimum keterlambatan dan mengurangi

jumlah pekerjaan (job) yang terlambat, (4.) Mengoptimalkan penggunaan sumber daya

yang ada, dan (5.) Mengoptimalkan makespan atau total waktu pekerjaan.

B. Istilah Dalam Penjadwalan

Dalam setiap penjadwalan akan dijumpai beberapa istilah yang berhu bungan

dengan proses penjadwalan, antara lain:

1. Processing Time (Waktu Proses : t ij )

Merupakan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu operasi atau

proses ke-j dari pekerjaan ke-i yang didalamnya dapat mencakup waktu untuk persiapan

dan pengaturan proses (set-up).

Dimana i = 1,2,3...n pekerjaan dan j = 1,2,3...jumlah proses job ke-i

2. Makespan (Ms)

Merupakan jangka waktu penyelesaian suatu penjadwalan yakni penjumlahan

untuk penugasan satu mesin berlaku :

121
n
Ms =  ti
i 1

Dimana:
Ms = Makespan untuk n pekerjaan dalam penjadwalan
ti = Waktu proses dari pekerjaan – i

3. Ready Time (Rij )

Menunjukkan saat operasi ke-j pekerjaan ke-i dapat dikerjakan (siap untuk

dijadwalkan)

4. Waiting Time (Wij)

Adalah waktu tunggu untuk pekerjaan-i operasi ke-j setelah operasi sebelumnya

(pendahulu) diselesaikan.

Wi = ∑j=1 g ij
gi = jumlah operasi pada job – 1

5. Flow Time (Fi )

Waktu antara saat dimana pekerjaan ke-i telah siap dikerjakan sampai pekerjaan

tersebut diselesaikan.

Fi = ti + Wi = Ci - Ri

6. Completion Time (Ci )

Menunjukkan rentang waktu sejak pekerjaan pertama kali dimulai (t= 0) sampai

proses terakhir selesai. Rumusnya C i = Fi + Ri

7. Due Date (di )

Batas akhir waktu (dead line) suatu pekerjaan ke-i yang harus diselesaikan. Jika

tugas dilaksanakan melebihi waktu ini berarti terlambat dan dapat dikenai denda

122
8. Lateness (Li )

Merupakan deviasi antara completion time dengan due date suatu pekerjaan atau

penyimpanan waktu penyelesaian dari suatu pekerjaan. Suatu pekerjaan akan

mempunyai nilai Lateness positif, apabila pekerjaan selesai setelah due date dan nilai

lateness negatif apabila pekerjaan selesai sebelum due date.

Li = Ci – di ≤ 0 berarti penyelesaian job memenuhi batas akhir.

Li = Ci – di ≥ 0 berarti penyelesaian job melewati batas akhir.

9. Tardiness (Ti = max { 0, Li })

Merupakan keterlambatan suatu pekerjaan hingga saat due date atau pengukuran

dari nilai lateness yang positif. Bila pekerjaan mempunyai nilai lateness negatif maka

nilai tardiness-nya adalah nol. Tetapi bila nilai lateness positif maka nilai tardiness-nya

sama dengan nilai lateness-nya.

10. Slack Time (Si )

Merupakan waktu sisa yang tersedia bagi suatu pekerjaan yag diperoleh dari due

date dikurangi waktu proses.

Si = di – ti

Sebelum menyusun suatu penjadwalan mesin perlu diperhatikan beberapa faktor

dibawah ini:

a Pola kedatangan pekerjaan pada mesin.

b Jumlah mesin yang harus dilalui oleh pekerjaan tersebut.

123
c Pola aliran produksi.

d Kriteria yang dipilih untuk mengevaluasi hasil penjadwalan.

C. Klasifikasi Masalah Penjadwalan

Dalam proses penjadwalan sering kali ditemukan masalah yang menyebabkan

penjadwalan sulit untuk dilakukan. Sebelum memulai proses penjadwal an perlu dilihat

terlebih dahulu jenis pekerjaan tersebut, apakah harus diselesaikan secara seri ataupun

pararel. Klasifikasi masalah penjadwalan yang sering digunakan secara umum dapat

dibedakan menjadi beberapa keadaan sebagai berikut:

1. Berdasarkan jumlah mesin yang digunakan:

a. Penjadwalan mesin tunggal / Penjadwalan N pekerjaan pada satu mesin.

b. Penjadwalan mesin jamak / Penjadwalan N pekerjaan pada M mesin.

Penjadwalan N pekerjaan pada M mesin juga terbagi lagi menjadi 2 bagian yang

disesuaikan dengan keadaan permasalahan yaitu : a. M mesin pararel, dimana setiap

perkerjaan hanya dikerjakan pada satu mesin dan M mesin seri, dimana setiap pekerjaan

harus melewati beberapa mesin.

2. Berdasarkan pola kedatangan :

a. Pola kedatangan statis :

Yaitu job datang secara bersamaan dan siap dikerjakan pada mesin kerja. Jika

ada job lain yang datang di luar job tadi maka job tersebut ditolak / tidak dikerjakan.

Maka keputusan yang diambil dititik beratkan pada job yang telah ada.

124
b. Pola kedatangan dianamis :

Yaitu pola kedatangan job tidak menentu baik dalam jumlah maupun waktu

kedatangan, sehingga keputusan yang diambil harus tergantung pada kondisi yang

tidak menentu, maka proses kedatangan ini disebut proses stokastik.

3. Berdasarkan aliran produksi dalam shop :

Terdapat 2 type aliran produksi yang membatasi aturan masalah penjadwalan :

a. Type Flow Shop :

Pada type ini setiap pekerjaan (job) yang akan diproses memiliki lintasan

operasi searah dan setiap proses yang dilalui setiap job mengalami urutan poses yang

d sama tanpa mengalami pengulangan lintasan (setiap job diproses satu kali pada

setiap mesin).

pola aliran type ini dapat dilihat dari proses yang searah yaitu, beberapa mesin

diberi nomor sedemikian rupa sehingga operasi ke-j dari suatu job mendahului

operasi ke-k. Jadi mesin yang digunakan untuk operasi ke-j diberi nomor lebih kecil

dari mesin yang digunakan untuk operasi ke-k.

Type aliran ini dibagi atas dua keadaan yaitu :

 Pure Flow Shop

Merupakan pola aliran produksi type Flow Shop yang terjadi apabila semua

job mengalir dalam jalur produksi yang ada pada lintasan produksi atau pola

aliran prosesnya identik, aliran produksi tipe ini digambarkan pada Gambar 8.1.

125
Input (job baru)

MS-1 MS-2 MS-3 MS-m output

Gambar 8. 1. Blok Diagram Pure Flow Shop

 General Flow Shop

Pola aliran produksi type Flow Shop yang terjadi apabila suatu shop

menangani sejumlah job yang bervariasi. Dalam hal ini semua job tidak harus

dikerjakan pada semua mesin, mungkin juga ada mesin yang dilewati, lihat pada

Gambar 8.2.

Input Input Input Input Input

MS-1 MS-2 MS-3 MS-4 MS-m

Output Output Output Output Output

Gambar 8.2. Blok Diagram General Flow Shop

 Job Shop :

Pada pola job shop, job yang datang mempunyai pola aliran yang berbeda-

beda. Dalam hal ini pola aliran produksi yang terjadi tidak searah, sehingga job

yang akan dikerjakan pada suatu mesin dapat merupakan job baru atau job

dalam proses, sedangkan job yang keluar dari mesin dapat berupa barang jadi

atau barang dalam proses, yang mana dapat dilihat pada gambar 8.3.

126
Job-job baru

Job-job Job-job
Mesin K
Dalam proses Dalam proses

Job-job lengkap

Gambar 8.3. Blok Diagram Job Shop

Pola Job Shop ini memiliki beberapa jenis yaitu :


 Randomly Routed Job Shop:

Dalam pola aliran job shop ini setiap proses pekerjaan harus dikerjakan

tidak memiliki lintasan operasi yang tetap, sehingga setiap job yang datang

memiliki proses yang berbeda dan dapat mengalami pengulangan lintasan.

 General Job Shop

Pola aliran type job shop ini adalah kombinasi dari bentuk aliran

produksi type Flow Shop dan type Randomly Routed Job Shop.

 Job Shop Biasa :

Pola aliran type job shop ini tidak memiliki proses balik yaitu, satu

produk tidak pernah melewati satu mesin lebih dari satu kali.

4. Berdasarkan sifat informasi yang diterima :

Dibedakan atas :

a. Deterministik : informasi yang pasti.

b. Stokastik : informasi yang tak pasti.

127
Informasi yang dimaksud disini antara lain berupa kedatangan bahan, waktu

penyelesaian produk, jumlah operasi, susunan mesin, waktu proses, jumlah dan

kapasitas mesin dan sebagainya.

D. Kriteria Evaluasi Penjadwalan

Keberhasilan penjadwalan dapat diukur dengan besaran yang melibatkan informasi

dari berbagai pekerjaan yang merupakan fungsi dari sekumpulan waktu penyelesaian. N

pekerjaan yang akan dijadwalkan, maka tingkat keberhasilan dapat dilihat dari besaran-

besaran berikut :

1. Waktu penyelesaian rata-rata (Mean Flow Time)

Total waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semua pekerjaan (makespan)

didapat dari penjumlahan waktu proses semua pekerjaan.

n
Ms =  ti
i 1

Dimana :

Ms = Makespan untuk N pekerjaan dalam penjadwalan.

ti = Waktu proses dari pekerjaan i.

Apabila diasumsikan semua tugas tersedia pada semua waktu akan dimulai

penjadwalan (t = 0.0) maka flow time dari tugas akan sama dengan completion time.

Fi = Ci

Dimana :

128
Fi = Flow time tugas i.

Ci = completion time

Rata-rata Flow Time dari penjadwalan adalah :

n
F = 1n  Fi
ti

2. Waktu Keterlambatan Rata-rata (Mean Tardiness)

Jika diasumsikan semua due date diukur dari t = 0.0, maka keterlambatan (lateness)

dan keterlambatan (tardiness) dari masing-masing tugas dapat dihitung. Jadi

keterlambatan rata-rata (mean tardiness) :

n
1
𝑇̅=
n
 ti
t i

3. Maximum total waktu penyelesaian (Maximum flow time)

F max = max (Fi ): 1 < 1 < n

4. Maximum total waktu keterlambatan (Maximum tardiness)

T max= max (Ti ) : 1 < 1 < n

5. Jumlah pekerjaan yag mengalami keterlambatan (Number of tardiness)

n
Ni =   (Ti)
i 1

Dimana :

Tx = 1 jika N > 0

Tx = 0 jika N ≤ 0

129
6. Utilitas mesin rata-rata (Mean machine utility)

 ti
i 1
U=
m.F max

E. Prosedur Heuristik Pada Penjadwalan Job Shop

1. Prosedur heuristik

Heuristik adalah suatu pendekatan untuk memecahkan suatu masalah yang

sangat kompleks yang tidak dapat dipecahkan dengan suatu pendekatan optimal.

Jawaban yang dihasilkan cukup memuaskan dan fleksibel, tetapi tidak dapat menjamin

jawaban tersebut merupakan jawaban yang optimal.

Prosedur Heuristik adalah suatu prosedur yang memiliki prinsip :

a. Jadwal job 1

b. Kombinasi job 1 dengan suatu kombinasi lain sehingga menghasilkan suatu kombinasi

yang terbaik.

c. Kombinasikan 3 job, 4 job,...n job.

Jadwal dikatakan fleksibel apabila :

a. Seluruh operasi dari semua job telah ditugaskan.

b. Ketentuan presendensi dipenuhi (tidak ada overlap antar operasi)

130
2. Klasifikasi jadwal aktif.

a. Jadwal Semi Aktif

adalah suatu kumpulan jadwal dimana tidak satupun operasi dapat dikerjakan

lebih awal tanpa mengubah susunan operasi. Sedangkan notasi M1, M2 disebut

Mesin 1 dan Mesin 2. Contoh gambar jadwal semi aktif ditunjukan pada Gambar 8. 4.

A. M 222 112
2
M1 111 211
Jadwal Fleksibel

B. M
222 122
2
M1 211 111
Jadwal Semi aktif

Gambar 8.4. Jadwal Semi Aktif

Jadwal Semi Aktif dapat dibuat dari jadwal Fleksibel dengan melakukan Left Shift.

b. Jadwal aktif

Proses pengurutan pekerjaan dimana tidak ada operasi dapat dipindah-

kan/lebih awal tanpa menghambat (delay) operasi lainnya. Oleh karena itu

penjadwalan aktif menjamin tidak ada pelanggaran kendala teknologi (urutan

proses dan lain-lain), dapat dilihat pada Gambar 8.5.

131
C. M 222 122
2
M1 211 111

Jadwal Aktif

Gambar 8. 5. Jadwal Aktif

Jadwal aktif dibuat dari jadwal semi aktif dengan melakukan Local Left Shift.

c. Jadwal Non Delay

Proses pengurutan pekerjaan dimana tidak ada mesin yang dibiarkan

menganggur selama masih ada pekerjaan yang mengganti atau terdapat operasi

yang memerlukan mesin tersebut, dapat dilihat pada Gambar 8.6.

E.
D. M
M 113 433 333 223
3
2

M1 412 322 212 122

311 421 131 231


Jadwal Fleksibel

G. M 113 333 223 433


3

F. M 412 322 121 122


2

M1 311 421 131 231


Jadwal Non Delay

Gambar 6. Jadwal Non Delay

132
d. Jadwal Optimal

Kumpulan jadwal dimana tidak ada jadwal lain yang memiliki tingkat prefensi

lebih tinggi dari kumpulan jadwal optimal tersebut. Sebelum diketahui teknik

penjadwalan job shop, terlebih dahulu harus mengetahui Matrik Routing dan

Matrik Waktu dalam penjadwalan job shop.

Routing adalah urutan tipe mesin yang diperlukan untuk mengerjakan suatu

job. Dalam penjadwalan job shop, routing suatu tidak harus sama dengan routing

job yang lain dari sejumlah N job yang akan dijadwalkan. Routing dari beberapa job

yang akan dijadwalkan biasanya ditabulasikan dalam suatu matrik yang disebut

matrik routing. Matrik ini digambarkan pada Gambar 8.7.

Contoh:

1 2 3  2 3 1
   
1 2 3  1 3 2
1 2 3  1 2 3
   
Flow Shop atau Job Shop
Job Shop biasa

Gambar 8.7. Matrix Routing

Elemen rij dari Matrik Routing menyatakan tipe mesin yang diperlukan oleh job i

operasi ke-j. Matrik waktu dalam menggambarkan persoalan job shop diperlukan

besaran waktu untuk memproses tiap operasi dari tiap job. Besaran waktu ini

tersusun dalam sebuah matrik yang disebut matrik waktu. Matrix ini digambarkan

pada Gambar 8.8.

133
 t11 t12 ...... t1m 
 
 t 21 t 22 ...... t 2 m 
 : : 
 
t t nm t nm 
 n1 tn2

Gambar 8.8. Matrik Waktu

Elemen tij dari matrik waktu menyatakan besarnya waktu yang diperlukan oleh job

i operasi ke-j. Jika dihubungkan dengan matrik routing, maka type mesin yang

diperlukan oleh operasi ke-j job i adalah rij dan waktu prosesnya adalah t.

F. Pengukuran Waktu

Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati pekerja dan mencatat waktu-

waktu kerjanya baik setiap elemen pekerjaan ataupun siklus yang menggunakan alat-alat

kerja. Setelah selesai mengerjakan pengukuran waktu, dilakukan pengujian terhadap data

waktu yang telah diperoleh supaya dapat digunakan dalam pengolahan data selanjutnya.

1. Uji Keseragaman Data

Setelah melewati tahap pengumpulan data, maka dilanjutkan dengan uji

keseragaman data yang langakah-langkahnya adalah sebagai berikut :

a. Kelompokkan data pengamatan dalam sub grup.

b. Hitung rata-rata dari tiap sub grup ( X )

c. Hitung harga rata-rata dari harga rata-rata sub grup ( X )

d. Hitung standar deviasi (  ) yang sebenarnya dari semua data dengan rumus :

134
 X 
2
X
 =
i

N 1
dimana :
N : Jumlah pengamatan yang dilakukan
Xi : Data pengamatan pada ke-i, (i = 1,2,3,..n)

e. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata sub grup dengan rumus :


x =
n

dimana n adalah besar sub grup

f. Mencari nilai Z

Untuk Tingkat Kepercayaan = 95%, dan Tingkat ketelitian = 5%

Digunakan rumus :

1  Tingkat Kepercayaan
Nilai Z =
2

1  0,95 0,05
= = = 0,025
2 2

Nilai Z tabel = Z (0,025) = 1.96

Untuk melihat letak nilai Z dalam kurva dapat dilihat pada Gambar 8.9.

P(Z<1,96) = 0,975= 1-0,0025

0 1,96

Gambar 8.9. Letak Nilai Z Di Dalam Kurva

135
g. Tentukan Batas Kontrol Atas dan Batas Kontrol Bawah

BKA = X + Z.  x

BKB = X - Z.  x

dimana :
X = rata-rata waktu  x = standar deviasi
Hasil uji keseragaman data menunjukkan semua data berada dalam batas
kontrol.

2. Uji Kecukupan Data

Sesudah semua rata-rata sub grup berada dalam batas kontrol selanjutnya perlu

ditentukan banyaknya data diperlukan (N’) dengan menggunakan tingkat kepercayaan

95 % dan tingkat ketelitian 5 % dengan rumus sebagai berikut :

 39,2  2   2 


N’ =  
  
 

dimana :

N’ : Jumlah sampel yang dibutuhkan

N : Jumlah data pengamatan yang diambil

 : Jumlah data

Apabila besarnya data N’ < N, maka sampel yang diambil sudah mencukupi, dan dianggap

sampel yang diambil telah mewakili populasi yag diamati.

136
G. Teknik Pemecahan Penjadwalan Job Shop

Quant System (QS) sebagai perangkat lunak aplikasi yang telah ada dapat

memberikan solusi yang cukup baik untuk mengatasi masalah untuk perencanaan

pekerjaan yang bersifat “Job Shop” outputnya berupa urutan pengerjaan yang optimal

disetiap mesin yang tersaji dalam bentuk Tabel dan Gantt chart.

Pemecahan masalah penjadwalan pekerjaan mesin terdapat 2 pendekatan yaitu

pendekatan heuristik dan pendekatan optimasi. Model optimasi pada lintasan proses job

shop dikembangkan dengan fungsi objektif minimasi waktu penyelesaian setiap job yang

dijadwalkan.

Pendekatan pemecahan masalah Software Quant System menggunakan kaidah

heuristik. Quant System mudah diaplikasikan dan terdiri dari 27 modul untuk mendukung

pengambilan keputusan dalam manajemen operasi. Salah satu modul yang digunakan

adalah job shop yang merupakan model penjadwalan n job m mesin, dimana solusi yang

diperoleh selain memberikan nilai mendekati optimal, juga memperlihatkan informasi

jadwal yang baik berupa Gantt Chart.

Penerapan Quant System sebagai Software aplikasi dapat digunakan untuk

perencanaan job yang cukup baik dan dapat memberikan output Tabel rencana produksi

berupa penjadwalan produksi berdasarkan job, penjadwalan produksi berdasarkan mesin

dari Gantt Chart. Fleksibilitas dan kapasitas input data Quant System cukup besar :

137
1. Jumlah job maximum (Part Type) = 500

2. Jumlah operasi maximum = 500

3. Jumlah mesin maximum = 500

Selain itu dapat dimasukkan data tentang : Due dates, Priority Indexes dan

pembobotan dari masing-masing job. Memperhatikan hal tersebut diatas, penerapan

Quant Systems cukup andal digunakan sebagai Software bantu. Tujuan dari penjadwalan

yang dibahas dalam skripsi ini adalah minimasi makespan. Untuk mencapai hal ini maka

banyak terdapat aturan prioritas untuk memilih operasi mana yang akan dijadwalkan

terlebih dahulu, atau masalah pada job shop Scheduling adalah dengan menggunakan

beberapa kaidah penjadwalan sebagai berikut :

1. SPT (Shortest Process Time)

Untuk aturan ini dipilih adalah pekerjaan dengan waktu pengolahan mesin yang

terpendek. Aturan ini didasarkan atas gagasan bahwa suatu pekerjaan diselesaikan

cepat, mesin lainnya dibagian berikut akan menerima pekerjaan yang mengakibatkan

kecepatan mengalir yang tinggi dan pemanfaatan yang tinggi.

2. LPT (Long Processing Time)

LPT memilih operasi dari suatu pekerjaan yang memiliki waktu proses terpanjang.

3. Slack (Slack Time)

Slack time didefinisikan sebagai waktu tersisa hingga tinggal jatuh tempo (due

date) dikurangi waktu pengolahan yang tersisa. Dengan sebuah pekerjaan dengan slack

nol akan hanya mempunyai waktu pas untuk diselesaikan jika tidak waktu tunggu dalam

138
antrian. Dalam aturan ini, slack dibagi oleh banyaknya operasi untuk menormalkan

waktu slack.

4. FCFS (First Come First Served)

Kriteria “keadilan” yang dikenal, sesuai aturan dilakukan pekerjaan yang akan

datang lebih dahulu di pusat kerja akan diproses lebih dulu .

5. Random (Random Selection)

Aturan pemilihan pekerjaan berikut harus diproses secara acak. Aturan tersebut

tidak dipakai dalam praktek ini hanya menjadi perbandingan bagi aturan lainnya.

6. Earliest Due Date (EDD).

Pekerjaan dengan tanggal jatuh tempo paling awal menurut aturan diproses

terlebih dahulu. Penjadwalan ini dilakukan dengan mendahulukan pekerjaan yang due

date-nya paling kecil atau due date-nya paling cepat. Aturan ini dipakai untuk

meminimasikan waktu keterlambatan yang paling maksimum (maximum lateness).

7. MWKR (Most Work Remaining)

Memilih operasi dari suatu pekerjaan yang memiliki sisa waktu proses terbesar.

8. LWKR (Least Work Remaining)

Yaitu memilih operasi suatu pekerjaan yang memiliki sisa waktu proses terkecil.

Notasi-notasi yang digunakan dalam teknik ini adalah sebagai berikut :

139
PSt : Jadwal parsial yang mengandung sejumlah t operasi yang telah dijadwalkan.

St : Kumpulan operasi-operasi yang siap dijadwalkan pada stage ke-t.

Cj : Saat paling awal operasi J  St dapat mulai dikerjakan.

R j : Saat paling awal operasi J  St dapat diselesaikan (rj = C j + tij ).

Tij : Waktu proses pekerjaan i pada operasi j.

Proses kerja job secara sederhana dapat digambarkan pada Gambar 8.10.

INPUT DATA JOB SHOP MENU OUTPUT REPORT

Gambar 8. 10. Proses Kerja Shop Secara Sederhana

Langkah kerja aturan Soft ware Quant System yaitu :

Masukan data berupa :

1. Jumlah job / part (≤ 500 job).

2. Jumlah maksimum operasi tiap job (≤ 500 operasi).

3. Jumlah mesin (≤ 500 mesin).

4. Indeks prioritas tiap job, jika ada.

5. Batas waktu pengerjaan tiap job (satuan penanggalan), jika ada.

6. Bobot yang merupakan prioritas urutan pengerjaan dalam sistem jika ada.

7. Urutan operasi setiap job.

8. Waktu proses setiap operasi pada masing-masing mesin atau alat.

140
Hasil berupa :

1. Tabel penjadwalan berdasarkan job

2. Tabel penjadwalan berdasarkan mesin

3. Gantt Chart

1. Aturan Shortest Processing Time (SPT)

Penjadwalan ini dilakukan dengan mendahulukan pekerjaan yang memiliki waktu

proses terpendek, hal ini dapat digunakan untuk :

a Meminimasi rata-rata Flow Time (mean flow time).

b Meminimasikan kelambatan (mean lateness)

Perhitungan rata-rata flow time, pada dua tugas dengan waktu proses ti dan tj, jika

tugas-i didahulukan maka : F ,s = 1/n ( F i ,s+ F j,s) = ½ (ti + (ti + tj).

Untuk tugas-j mendahului i maka

F ,s = 1/n ( F j,s + F i,s = ½ (tj +(tj + ti), sehingga :

F ,s – F ,s = ½ (ti – tj), untuk ti<tj maka F ,s< F ,s.

Untuk N job mean flow time mempunyai formula sebagai berikut :

S = 1/n (n.t1 + (n – 1).t2 + ... + 2.t (n-1)+tn)

Untuk menghitung mean lateness digunakan formula :

n
L ,s =1/n*  ( Fi  di)
i 1

n n
=1/n*  Fi – 1/n *  di = F ,s – ds
i 1 i 1

141
Dalam hal ini F ,s dan F ,s’ berarti rata-rata flow time pada susunan jadwal s dan

s’ demikian pula untuk variabel yang lain. Rata-rata due date ( d ,s) konstan, sehingga

untuk meminimasikan rata-rata L ,s identik dengan meminimumkan F ,s yang berarti

pemakaian SPT dapat digunakan pula untuk meminimasikan kelambatan pekerjaan.

Pemakaian metode SPT dapat diberikan contoh seperti pada Tabel 8.1.

Tabel 8.1. Contoh Pemakaian SPT


Pekerjaan 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu Proses 5 8 6 3 10 14 7 3
Untuk pek 4 8 1 3 7 2 5 6
Compl. Time 3 6 11 17 24 32 42 56
Due Date 25 50 15 15 45 10 20 40
Lateness -22 -44 -4 2 -21 22 22 16
Sumber : Bedworth David, 1982

Urutan pekerjaan dengan aturan SPT adalah sebagai berikut :

4–8–1–3– 7– 2– 5– 6

F ,s =1/8 8 x3  7 x3  6 x5  5 x6  4 x7   3x8  2 x10  1x14 = 23,875 jam.

2. Aturan Shortest Processing Time (SPT) Dengan Pembobotan.

Penjadwalan dilakukan dengan berdasarkan nilai perbandingan antara waktu

proses dan bobot kepentingan pekerjaan tersebut untuk diproses. Urutan dimulai

dengan nilai perbandingan terkecil. Pemakaian metode SPT dengan pembobotan dapat

diberikan contoh seperti pada Tabel 8.2.

142
Tabel 8.2. Pemakaian SPT dengan Pembobotan

Pekerjaan waktu 1 2 3 4 5 6 7 8
Proses Bobot 5 8 6 3 10 14 7 3
Waktu Bobot 1 2 3 1 2 3 2 1
5 4 2 3 5 4,7 3,5 3
Urutan Pek. 3 4 8 7 2 6 1 5
Sumber : Bedworth David, 1982

Weighted mean flow time dapat dihilangkan dengan rumus :

 wi.Fi
i 1
F w,s= n

 wi
i 1

Mean flow time yang diperoleh adalah sebesar 27 jam dan weighted mean flow time

yang diperoleh adalah 27,47 jam.

3. Aturan Earlist Due Date (EDD).

Aturan ini berdasarkan waktu batas penyelesaian yang terkecil. Penjadwalan ini

dilakukan dengan mendahulukan pekerjaan yang due date-nya paling kecil atau due

date-nya paling cepat. Aturan ini dipakai untuk meminimasikan waktu kelambatan yang

paling maksimum (Max Lateness). Pemakaian metode EDD dapat diberikan contoh

seperti pada Tabel 8.3.

Tabel 8.3. Contoh pemakaian EDD


Pekerjaan waktu 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu Proses Due 5 8 6 3 10 14 7 3
date 15 10 15 25 20 40 45 50
Urutan Pek. Urutan 10 15 15 20 25 40 45 50
due date 2 1 3 5 4 6 7 8
Sumber : Bedworth David, 1982

143
4. Algoritma Hodgson.

Algoritma ini digunakan untuk meminimasi banyaknya pekerjaan yang terlambat

(Number of tardy task). Beberapa yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Lakukan penjadwalan dengan metode due date yang paling cepat. Jika semua

pekerjaan terlambat negatif maka penjadwalan selesai, jika tidak dilakukan langkah

dua (2).

b. Cari pekerjaan yang memiliki waktu terlambat positif pertama. Jika tidak ada

langsung ke langkah 4, jika ada lanjutkan ke langkah 3.

c. Jika keterlambatan pada posisi ke-i maka periksa pekerjaan dari urutan pertama

sampai ke=i tadi yang memiliki waktu proses terpanjang kemudian keluarkan dari

urutan tersebut. Setelah itu hitung kembali keterlambatan dan kembali ke langkah

2.

d. Masukkan pekerjaan yang dikeluarkan ke urutan paling akhir.

Algoritma diatas dapat diterangkan dengan contoh sebagai berikut melalui

langkah pertama, pada Tabel 8.4.

Tabel 8.4. Algoritma Hodgson


Urutan Pek. 2 1 3 5 4 6
Waktu Proses 8 5 6 10 3 14
Completion time 8 13 19 29 32 46
Due date 10 15 15 20 25 40
Lateness -2 -2 4 9 7 6
Sumber : Bedworth David, 1982

144
Pekerjaan 3 memiliki waktu terlambat positif yang pertama dan pekerjaan 2

memiliki waktu proses terpanjang dari pada 3 pekerjaan yang pertama, maka pekerjaan

2 dikeluarkan dari urutan . Langkah berikutnya dapat dilihat pada Tabel 8.5.

Tabel 8.5. Algoritma Hodgson


Urutan Pek. 1 3 5 4 6
Waktu Proses 5 6 10 3 14
Completion time 5 11 21 24 38
Due date 15 15 20 25 40
Lateness -10 -4 1 -1 -2
Sumber : Bedworth David, 1982

Pekerjaan terlambat positif, dan pekerjaan 5 memiliki waktu proses terpanjang

maka pekerjaan 5 dikeluarkan dari urutan. Langkah selanjutnya dapat dilihat pada

Tabel 8.6.

Tabel 8.6. Algoritma Hodgson


Urutan Pek. 1 3 4 6
Waktu Proses 5 6 3 14
Completion time 5 11 14 28
Due date 15 15 25 40
Lateness -10 -4 -11 -12
Sumber : Bedworth David, 1982

Berdasarkan Tabel 8.6 dapat dilihat bahwa tidak ada lagi pekerjaan yang terlambat

positif, sehingga urutan pekerjaan menjadi : 1– 3– 4–6–2–5

Kaidah untuk Metode Penjadwalan N Pekerjaan pada M Mesin

Masalah penjadwalan memang cukup kompleks, sebelumnya telah diuraikan

aturan-aturan yang sederhana tapi cukup efektif untuk menjadwalkan sejumlah

145
pekerjaan terhadap suatu mesin. Berikut ini akan diberikan beberapa metode yang

digunakan untuk kasus penjadwalan terhadap sejumlah mesin.

Penjadwalan N pekerjaan terhadap M mesin terbagi menjadi dua, yaitu M mesin

paralel dan M mesin seri. Untuk M mesin pararel, masing-masing tugas melewati hanya

satu dari mesin yang ada. sedangkan untuk M mesin seri, tiap tugas harus melewati tiap

mesin pada order yang sama, M mesin seri dan M mesin pararel ditinjukkan pada

Gambar 8.11 dan 8.12.

M mesin seri

Mesin 1 Mesin 2 Mesin m

N Pekerjaan

Gambar 8.11. M mesin seri

Mesin 1
M mesin seri
Mesin 2

N Pekerjaan Mesin m

Gambar 8.12. M mesin pararel

Metode untuk N Pekerjaan pada M Pararel mesin

1. Metode untuk meminimasikan Mean Flow Time

Metode ini bertujuan untuk mengurangi rata-rata flow time dengan algoritma

sebagai berikut :

146
a Ukuran pekerjaan menurut aturan SPT, artinya pekerjaan yang mempunyai

waktu proses terpendek didahulukan pengerjaannya.

b Jadwalkan pekerjaan pada tiap mesin yang waktu pengerjaannya terkecil.

Contoh : Penjadwalan 10 pekerjaan pada 3 mesin dapat dilihat pada Tabel 8.7.

Tabel 8.7. Meminimasikan Mean Flow Time


Pekerjaan Waktu Proses
1 5
2 6
3 3
4 8
5 7
6 2
7 3
8 5
9 4
10 2
Sumber : Bedworth David

Berdasarkan data diatas dengan menggunakan waktu pengerjaan yang

terpendek didapat pengurutan sebagai berikut :

6 – 10 – 3 – 7 – 9 – 1 – 8 – 2 – 5 – 4

Sesuai dengan langkah 2, diperoleh hasil seperti pada Gambar 8.13.

mesin 3
3 1 5

2 10 9 2

1 6 7 8 4

2 4 6 8 10 12 14 16 18 waktu

Gambar 8.13. Meminimasikan Mean Flow Time

147
2. Metode untuk meminimasikan Makespan dan Mean Flow Time

Metode ini bertujuan untuk mengurangi total waktu penyelesaian semua tugas

(makespan) dan sekaligus mean flow time dengan mengikuti langakah sebagai berikut :

(1.) Urutan N tugas dengan LPT (Longest Processing Time), jadi pekerjaan dengan waktu

pekerjaan yang terlama yang didahulukan, (2.) Jadwalkan tiap tugas sesuai dengan LPT

pada mesin yang beban kerjanya terkecil, dan (3.) Setelah semua tugas selesai

dijadwalkan, maka dilakukan pengurutan dengan menggunakan metode SPT (reverse).

Berdasarkan data di atas dengan menggunakan aturan waktu pengerjaan yang

terlama didapat pengurutan yang dimulai dari tugas :

4 – 5 – 2 – 1 – 8 – 9 – 3 – 7 – 6 – 10

Kemudian disesuaikan dengan langkah 2 diperoleh hasil seperti pada Gambar 8.14.

mesin
3 2 1 3 10

2 5 8 7

1
4 9 6

2 4 6 8 10 12 14 16 18
waktu

Gambar 8.14. Meminimasikan Makespan dan Mean Flow Time

148
Hasil penjadwalan setelah langakah 3 dapat dilihat pada Gambar 8.15.

mesin 3
2 1 3 10

2 5 8 7

1 6 9 14

2 4 6 8 10 12 14 16 18
waktu

Gambar 8.15. Meminimasikan Makespan dan Mean Flow Time

3. Metode Earliest Due Date (EDD)

Inti dari metode ini adalah mendahulukan pekerjaan yang due date-nya kecil

dengan tujuan untuk mengurangi lamanya waktu maksimum pekerjaan yang terlambat

(Maximum Tardiness).

Algoritma yaitu : (1.) Urutan tugas dengan cara EDD, dan (2.) Jadwalkan masing-

masing tugas sesuai dengan urutan pada mesin yang beban kerja paling kecil.

Contohnya dapat dilihat pada Tabel 8.8.

Tabel 8.8. Algoritma Metode EDD


Tugas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Wkt. Proses 5 6 3 8 7 2 3 5 4 2
Due Date 8 9 14 12 11 5 8 10 15 7
Sumber : Bedworth David, 1982

Urutan secara EDD adalah ;

6 – 10 – 1 – 7 – 2 – 8 – 5 – 4 – 3 – 9

149
Hasil penjadwalan tugas sesuai dengan pengurutan EDD pada Gambar 8.16.

mesin
3
1 5 16

2
10 2 4

1
6 7 8 3

2 4 6 8 10 12 14 16 18 waktu

Gambar 8.16. Algoritma Metode EDD

4. Metode Slack Time

Metode ini digunakan untuk mengurangi keterlambatan pada M mesin. Algoritma

dari metode ini adalah sebagai berikut (1.) Urutan pekerjaan sesuai dengan Slack Time

yang paling kecil , dan (2.) Jadwalkan pekerjaan pada mesin-mesin sesuai dengan urutan

slack time paling kecil.

Contoh, dapat dilihat pada Tabel 8.9.

Tabel 9. Algoritma Metode Slack Time


Tugas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Wkt. Proses 5 6 3 8 7 2 3 5 4 2
Due date 8 9 14 12 11 5 8 10 15 7
Slack time 3 3 11 4 4 3 5 5 11 5
Sumber : Bedworth David, 1982

Urutannya menjadi : 1 – 2 – 6 – 4 – 5 – 7 – 8 – 10 – 3 – 9
Hasil penjadwalan sesuai dengan langkah 2 dapat dilihat pada Gambar 8.17.

150
mesin
3 6 4 10 9

2 2 7 8
2 4 6 8 10 12 14 16 18 waktu

1 1 5 3

Gambar 17. Algoritma Metode Slack Time

5. Metoda untuk mengurangi rata-rata keterlambatan

Algoritma ini diserahkan oleh Dagramici dan Sukris, digunakan untuk mengurangi

rata-rata keterlambatan pada masalah M pararel mesin. Algoritma ini menggenerasi tiga

penjadwalan yang berbeda, yaitu menggunakan algoritma SPT, EDD dan algoritma Slack

Time. Metode ini menerapkan aturan Irwin – Wilkerson untuk tiap mesin.

Ulangi tiap langkah dibawah ini sebanyak tiga kali untuk tiap algoritma. Pilih

penjadwalan dari langkah 3 dengan rata-rata keterlambatan yang paling kecil.

Langkahnya adalah sebagai berikut :

a. Aturlah pekerjaan-pekerjaan yang belum terjadwal menurut aturan yang digunakan.

b. Ambil pekerjaan dari urutan dan tempatkan pada mesin yang mempunyai waktu

terpendek. Ulangi langkah 2 sampai semua pekerjaan selesai ditempatkan.

c. Periksa masing-masing secara terpisah dan minimasikan rata-rata keterlambatan

dari pekerjaan-pekerjaan tersebut.

d. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan aturan Irwin – wilkerson.

151
6. Metode untuk mengurangi banyaknya pekerjaan yang terlambat

Beberapa langkah adalah sebagai berikut :

a. Jadwalkan semua pekerjaan dengan metoda EDD.

b. Untuk masing-masing mesin, review pekerjaan-pekerjaan yang dimulai dari

pekerjaan yang paling awal dari urutan sampai satu pekerjaan yang terlambat

ditemukan. Misalnya pekerjaan pada mesin j ada pada posisi i.

c. Periksa pekerjaan i pada mesin j dan identifikasikan salah satu pekerjaan yang

mempunyai waktu proses terpanjang.

Pindahkan pekerjaan tersebut dan letakkan pada urutan paling belakang dari

mesin j. Perbaiki completion time untuk semua pekerjaan setelah ada perubahan ini dan

ulangi langkah 2.

Pada contoh EDD yang lalu, terdapat 3 pekerjaan yang terlambat, yaitu pekerjaan

4, 5, dan 9. Dengan memakai langkah 2 dan 3, tidak ada yang dapat dilakukan terhadap

mesin 1 dan 2 untuk mesin 3, pekerjaan 5 adalah pekerjaan pertama yang terlambat dan

yang paling lama prosesnya. Jadi pekerjaan 5 diletakkan dibelakang urutan pekerjaan.

Meskipun pekerjaan 5 lebih terlambat tetapi pekerjaan 9 menjadi tidak terlambat,

sehingga pekerjaan yang terlambat menjadi 2 pekerjaan.

H. Pemilihan Alternatif Penjadwalan

Dalam menentukan alternatif penjadwalan yang akan dipilih tergantung dari kriteria

mana yang dipentingkan. Biasanya ada 3 kriteria yang digunakan, yaitu :

152
1. Makespan

Yaitu total waktu selesainya semua pekerjaan.

2. Mean flow time

Yaitu menunjukkan rata-rata penyelesain tugas.

3. Keterlambatan

Yaitu menunjukkan banyak pekerjaan yang terlambat, waktu maksimum pekerjaan

yang terlambat dan rata-rata keterlambatan.

Uraian di atas terlihat bahwa masing-masing metode mempunyai keunggulan

sendiri. Untuk menentukan bentuk penjadwalan yang makespan kecil, mean flow time

kecil dan keterlambatan rendah. Dipilih metode penjadwalan harus ditentukan lebih

dulu segi mana yang lebih diutamakan.

1. Gant Chart

Bagan Gant merupakan bantuan gambaran yang digunakan dalam muatan dan

penjadwalan operasi job shop. Nama ini diambil dari Gantt (1917). Bagan ini membantu

menggambarkan penggunaan sumber, seperti pusat kerja dan over time. Bagan

penjadwalan Gantt digunakan untuk memonitor perkembangan pekerjaan. Ini

menunjukkan pekerjaan mana dalam jadwal dan yang mana lebih dulu atau belakangan

atau memperlihatkan informasi jadwal yang baik berupa Gantt Chart. Bagan Gantt

berbentuk tabel dengan waktu berderet di atas dan sumber daya yang langka seperti

153
mesin, orang, jam mesin, diletakkan di sisi. dalam hal dianggap bahwa mesin adalah

sumber daya langka yang harus dijadwalkan.

Setelah bagan Gantt dibentuk, dievaluasi dengan prestasi kerja dan mesin. Salah

satu cara untuk mengevaluasi prestasi mesin adalah berdasarkan waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan semua pekerjaan rentang pembikinan (the

makespan).

Ukuran lain untuk prestasi bagan Gantt adalah pemanfaatan mesin. Pemanfaatan

ini dapat diukur dengan menjumlahkan waktu menganggur (iddle time) untuk mesin,

sehingga dapat menghitung presentase pemanfaatan atau menganggur seperti contoh

Gantt Chartnya dapat dilihat pada Tabel 8.10.

Tabel 10. Contoh Data untuk Gantt Chart


Pekerjaan Jam mesin Jatuh tempo
1 A/2,B/3,C/4 4
2 C/6,A/4 3
3 B/3,C/3,A//1 4
4 C/4,B//3,A/3 4
5 A/3,B/3 2

Pekerjaan harus dijadwalakan dalam urutan 1,4,5,2,3. Setelah data tersebut didapat,
dibuat Gantt Chart yang akan digambarkan pada Gambar 8.18.
Produk
M3 1 5 8 2 3
2 7 8 11 15 19 20
M2 1 4 5 3
5 8 11 14

M1 4 1 2 3
3 Waktu

Gambar 8.18. Contoh Gantt Chart

154
Setelah dibuat Gantt Chart, maka dapat dilihat waktu menganggur untuk tiap

mesin pada Tabel 8.11. Waktu menganggur tiap pekerjaan dapat dilihat pada Tabel

8.12.

Tabel 8.11. Waktu Menganggur Untuk Tiap Mesin


Mesin Waktu menganggur jam
A 5
B 8
C 4

Tabel 8.12. Waktu Menganggur Untuk Tiap Pekerjaan


Pekerjaan Pekerjaan menganggur (jam) Waktu pengiriman
1 0 9
2 9 10
3 14 20
4 1 11
5 3 11

155
LINE BALANCING
BAB IX.
(KESEIMBANGAN LINTASAN)

Masalah keseimbangan lintasan berkembangan dari masalah lintasan

produksi yang beroperasi secara besar-besaran, dimana aktivitas-aktivitas yang

dibutuhkan dalam proses tersebut harus dibagi secara merata kepada masing-

masing stasiunnya. Masalah utama dalam keseimbangan lintasan adalah

peningkatan efisiensi kerja dan penugasan operator yang tepat dan merata.

Ada beberapa definisi yang perlu dijelaskan sehubungan dengan masalah

keseimbangan lintasan, antara lain: Keseimbangan lintasan produksi, stasiun

produksi, dan cycle time (waktu siklus). Keseimbangan lintasan produksi adalah

suatu keadaan operasi saling berkaitan dan mempunyai waktu penyelesaian yang

relatif sama dengan diharapkan penyelesaian produk dari operasi pertama ke

operasi selanjutnya berjalan lancar dengan kecepatan yang tetap.

Line balanced adalah suatu teknik untuk menyeimbangkan lintasan produksi

suatu produk yang harus diselesaikan dalam periode waktu tertentu sehingga

diperoleh keseimbangan lintasan produksi yang terpadu pada aspek waktu

penyelesaian pada setiap tingkat operasi.

Yang dimaksud dengan stasiun prodiuksi/stasiun kerja adalah sekelompok

pekerjaan dari suatu lintasan produksi yang memerlukan keahlian khusus, yang

156
dapar diselesaikan oleh seorang operator atau satu peralatan /mesin sesuai

dengan cycle time yang ditetapkan.

Cycle time (waktu siklus) adalah waktu penyelesaian yang didasarkan pada

rata-rata produksi dari suatu lintasan produksi. Misalnya jika rata-rata produksi

per-jam 10 unit, maka cycle time -nya adalah 6 menit per-unit.

1. Precedence Diagram

Precedence diagram merupakan gambaran secara grafis dari suatu urutan

pekerjaan yang memperlihatkan keseluruhan operasi pengerjaan dan

kebergantungan masing-masing operasi tersebut. Contoh diagram dapat dilihat

pada Gambar 9.1

Operasi diberi tanda lingkaran dengan nomer didalam lingkaran yang

membedakan macam pekerjaan dan angka diluar lingkaran menyatakan waktu

pengerjaan masing-masing pekerjaan atau operasinya. Sedangkan

kebergantungan setiap operasi digambarkan dengan anak panah. Sebagai

gambaran, pada Gambar 9.1 dapat dilihat bahwa operasi nomer 5 baru dapat

dikerjakan apabila operasi nomer 1 dan 2 sudah selesai dikerjakan. Demikian juga

dengan operasi nomer 6 dan 3 baru dapat dikerjakan apabila operasi nomer 2

selesai dikerjakan. Operasi nomer 5, 6 dan 3 tidak memiliki hubungan

kebergantungan satu sama lain (kemungkinan dapat dikerjakan bersama-sama

atau pada saat yang bersamaan). Demikian seterusnya sampai operasi terakhir

157
nomer 9, operasi ini akan menunggu sampai selesainya operasi nomer 8 dan nomer

4 selesai dikerjakan.

1 5 7 8

2 6 9

3 4

Gambar 9.1. Contoh Presedence Diagram

2. Tinjauan Beberapa Metoda Keseimbangan lintasan

Di dalam keseimbangan lintasan assembling ada dua macam pendekatan

yang dapat digunakan yaitu:

a. Mengoptimalkan jumlah stasiun kerja jika diberikan tingkat produksi tertentu.

Suatu pendekatan yang berusaha mencapai keseimbangan lintasan assembling

berdasarkan waktu siklus tertentu. Untuk selanjutnya berusaha untuk

menentukan jumlah tenaga kerja dan meminimalkan waktu menganggur pada

setiap tempat kerja.

b. Meminimumkan waktu siklus dari beberapa stasiun kerja. suatu pendekatan

yang didasarkan pada jumlah tempat kerja tertentu. Selanjutnya berusaha

untuk mencapai total waktu menganggur yang minimal dengan jalan menekan

158
waktu per-siklus yang dibebankan pada setiap tempat kerja dengan adanya

penambahan tenaga kerja.

Waktu menganggur (idle time) adalah waktu yang terluang bila seorang

pekerja, mesin, peralatan kerja dan fasilitas produksinya menganggur menunggu

pekerjaan berikutnya. Idle time biasanya dinyatakan sebagai persen keseimbangan

waktu senggang yang biasanya dinyatakan sebagai ukuran ketidakseimbangan

lintasan produksi.

Secara matematis kriteria keseimbangan waktu senggang dapat dirumuskan

sebagai berikut:

n
Waktu menganggur = n Ws   Wi
i 1
n
n Ws   Wi
i 1
Keseimbangan waktu senggang = x 100%
n Ws

dimana: n = Jumlah stasiun kerja.

Ws = Waktu stasiun terbesar.

Wi = Waktu sebenarnya pada setiap stasiun.

(I = 1,2,3,…,n)

Hal ini yang perlu diperhatikan adalah efisiensi stsiun kerja yaitu jumlah

waktu aktifitas distasiun tersebut dikali 100 kemudian dibagi dengan cycle time nya

(Integrated Prod. Control System, h.364). atau ditulis dengan notasi:

t i x 100
E
Tc x Jst

159
k
t i   tj
j 1

dimana: E = Efisiensi stasiun kerja

ti = Waktu stasiun kerja 1

Jst = Jumlah stasiun kerja dalam satu lintasan

k = Jumlah aktivitas dalam stasiun ke 1

Tc = Cycle time

Terdapat beberapa metada yang digunakan untuk menyelesaikan masalah

keseimbangan lintasan assembling adalah sebagai berikut:

a. Metoda Probabilistik

Metoda ini digunakan untuk menghitung adanya variasi waktu elemen

kerja dalam lintasan perakitaan, yang diakibatkan oleh perubahan kecepatan

kerja dari para operator. Pendekatan variasi elemen kerja lintasan perakitan

ditentukan melalui distribusi waktu elemen kerja yang diasumsikan

berdistribusi normal.

b. Metoda Analisis

Untuk mengoptimalkan lintasan perakitan dapat digunakan metode ini,

dasar pemecahan adalah dengan operation research seperti penggunaan

program linear dinamis.

160
c. Metoda Heuristik

Metoda ini dikembangkan oleh Fred M. Tonge, prinsip daasar dari

pendekatan heuristik adalah penyederhanaan persoalan kombinasi yang

kompleks sehingga dapat dipecahkan secara sederhana.

Beberapa metoda heuristik yang biasa digunakan untuk memecahkan

masalah lintasan assembling adalah:

 Ranked Positional Weight (RPW) Method

Metoda Helgesoon, Birne dan Dar El mansoor metoda ini lebih dikenal

dengan teknik Ranked Positional Weight (RPW).

Prosedur yang harus dilakukan dalam perhitungan keseimbangan lini

dengan metoda RPW :

Langkah 1: Hitung bobot posisi (RPW) setiap elemen kerja dengan cara

menjumlah waktu elemen tersebut dengan waktu semua

elemen-elemen sesudahnya dalam diagram precedence.

Langkah 2: Susun elemen-elemen ini dalam daftar (tabel) urutkan sesuai

RPW-nya dari yang paling besar sampai terkecil.

Langkah 3: Tempatkan elemen-elemen tersebut kedalam station kerja

dengan memperhatikan urutan RPW nya.

161
0.11

6
0.7 0.27
0.32
0.2 3 9
7
1
0.1 0.6 0.5 0.12

0.4 4 8 11 12
2
0.3 0.38

5 10

Gambar 9.2. Diagram Preseden dengan RPW

Bobot Posisi :

1. 0,2 + 0,7 + 0,1 + 0,11 + 0,32 + 0,6 + 0,27 + 0,38 + 0,5 + 0,12 = 3,30 (1)
2. 0,4 + 0,1 + 0,3 + 0,6 + 0,27 + 0,38 + 0,5 + 0,12 = 2,67........................(3)
3. 0,7 + 0,11 + 0,32 + 0,6 + 0,27 + 0,38 + 0,5 + 0,12 = 3,00 ...................(2)
4. 0,1 + 0,6 + 0,27 + 0,38 + 0,5 + 0,12 = 1,97 ...........................................(4)
5. 0,3 + 0,38 + 0,5 + 0,12 = 1,30 .................................................................(6)
6. 0,11 + 0,27 + 0,5 + 0,12 = 1,00...............................................................(8)
7. 0,32 + 0,27 + 0,5 + 0,12 = 1,21...............................................................(7)
8. 0,6 + 0,27 + 0,38 + 0,5 + 0,12 = 1,87 .....................................................(5)
9. 0,27 + 0,5 + 0,12 = 0,89...........................................................................(10)
10. 0,38 + 0,5 + 0,12 = 1,00...........................................................................(9)
11. 0,5 + 0,12 = 0,62.......................................................................................(11)
12. 0,12 ............................................................................................................(12)

162
Tabel 9.1. Contoh Urutan Tugas (Elemen Pekerjaan)
Elemen RPW ti Tugas Langsung Yang Mendahului
1 3,30 0,20 -
3 3,00 0,70 1
2 2,67 0,40 -
4 1,97 0,10 1,2
8 1,87 0,60 3,4
5 1,30 0,30 2
7 1,21 0,32 3
6 1,00 0,11 3
10 1,00 0,38 5,8
9 0,89 0,27 6,7,8
11 0,62 0,50 9,10
12 0,12 0,12 11

Tabel 9.2. Contoh Penempatan Elemen Pekerjaan Berdasar Metode RPW


Station Elemen Ti ti Station Efisiensi Station
I 1 0,20
0,90 90%
3 0,70
II 2 0,40
4 0,10
0,91 91%
5 0,30
6 0,11
III 8 0,60
0,92 92%
7 0,32
IV 10 0,38
0,65 60%
9 0,27
V 11 0,50
0,62 62%
12 0,12

Efisiensi Lini =
t i

4,00
 80%
Ct (Sk) 1,00 (5)

Bobot prioritas lebih dahulu berdasar nilai RPW paling besar untuk

menghindari idle yang terlalu besar

163
 Kilbridge and Westers Method

Metoda ini menggunakan urutan proses atau tingkat ketergantungan setiap

operasi metoda ini kurang efektif apabila digunakan untuk lintasan assembling

yang berukuran besar dan kompleks. Akan tetapi metoda ini memberikan balance

delay yang lebih kecil jika dibandingkan dengan metoda Hegelson dan Bime.

Prosedur yang harus dilakukan:

Langkah 1: Buat diagram preseden dalam suatu kolom vertikal dimana

setiap elemen tugas dari urutan yang identik diletakkan

dalam satu kolom.

Langkah 2: Daftar elemen sesuai dengan urutan kolomnya, kolom 1

pada bagian atas daftar jika ada elemen yang dapat

ditempatkan dalam lebih dari satu kolom, tulis semua kolom

yang mungkin ditempatinya dalam daftar (gambarkan juga

dalam diagram garis putus-putus). Daftar tabel seharusnya

memuat T atau jumlah ti untuk setiap kolomnya.

Langkah 3: Tempatkan elemen-elemen dalam station kerja mulai

dengan elemen-elemen kolom, teruskan prosedur

penempatan dalam urutan kolom sampai waktu siklus

dicapai. Prosedur penempatan dilakukan sampai semua

elemen dialokasikan kedalam stasiun-stasiun kerja.

164
I H. II III IV V VI

0.11
Sta
6
2
0.7 0.27
0.32
0.2 3 9
7
1
0.1
Sta
0.6 0.5 0.12
0.4 38 Sta
4 11 12
2
4
0.3 0.38
Sta
5 10 5
Sta
1
Gambar 9.3. Contoh Diagram Preseden dengan Metode Kilbridge and
Wester’s

Tabel 9.3. Contoh Urutan Pekerjaan (Elemen Kerja)


Elemen Tugas Kolom Ti  ti Kolom
1 I 0,20
0,6
2 I 0.40
3 II 0,70
4 II 0,10 1,1
5 II,III 0,30
6 III 0,11
7 III 0,32 1,03
8 III 0,60
9 IV 0,27
0,65
10 IV 0,38
11 V 0,50 0,5
12 VI 0,12 0,12

165
Tabel 9.4. Contoh Penempatan Elemen Pekerjaan Berdasar Metode
Kilbridge and Wester’s
Stasiun Elemen ti  tI Eff Stasiun
1 0,2
2 0,4
I 1,00 100%
4 0,1
5 0,3
3 0,7
II 0,81 81%
6 0,11
7 0,32
III 0,92 92%
8 0,6
9 0,27
IV 0,65 65%
10 0,38
11 0,5
V 0,62 62%
12 0,12

STA I STA II STA III STA IV STA V


1,2,4,5 3,6 7,8 9,10 11,12
T= 1,00 T= 0,81 T= 0,92 T= 0,60 T= 0,62
CT= 1,00 CT= 1,00 CT= 1,00 CT= 1,00 CT= 1,00

Effisiensi lini =
t i

4,00
 80%
CT (Sk) 1.00 (5)

 Largest Candidate Rule

Prosedur yang harus dilakukan:

Langkah 1 : Daftar semua elemen kerja dalam suatu urutan elemen kerja

dengan ti terbesar berada pada urutan pertama, dst dengan

waktu terbesar kedua dst.

Langkah 2 : Tempatkan elemen-elemen kerja yang layak pada station 1

mulai dari daftar paling atas. Elemen yang layak adalah elemen

yang mengikuti urutan-urutan kerja (precedence) serta tidak

166
menyebabkan jumlah waktu elemen-elemen kerja tersebut

lebih besar dari waktu siklus.

Langkah 3 : Teruskan proses penempatan tersebutpada langkah 2 sampai

elemen-elemen keseluruhan yang layak ditempatkan pada

station 1.

Langkah 4 : Ulangi langkah 2 dan 3 untuk station lain dalam lini sampai

semua elemen ditempatkan.

Contoh:

Suatu manufaktur elektrik assembly membuatproduk baru tahun depan

sebanyak 120.000 unit yang akan dikerjakan selama 50 minggu, setiap

minggu bekerja selama 40 jam dan setiap minggu bekerja 5 hari. Uraian

tugas berikut waktu elementalnya adalah sebagai berikut :

Tabel 9.5. Uraian Tugas Berikut Waktu Elemental Elektrik Assembly


No Uraian Tugas ti Tugas yang mendahului
1 Place frame on work holder and 0,2 -
clamp
2 Assemble plug 1 grammet to power 0,4 -
card
3 Assemble brackets to frame 0,7 1
4 Wire power card to motor 0,1 1,2
5 Wire power card to swich 0,3 2
6 Assemble mechanic plate to bracket 0,11 3
7 Assemble blade to bracket 0,32 3
8 Assemble motor to bracket 0,6 3,4
9 Align blade and attach to motor 0,27 6,7,8
10 Assemble switch to motor bracket 0,38 5,8
11 Attach cover inspect and test 0,5 9,10
12 Place into the pan for packing 0,12 11

167
a) Berapa banyak station kerja dibutuhkan untuk meleksanakan pekerjaan

tersebut, sehingga dicapai effisinsi lini yang tinggi ?

b) Hitung effisiensi lini dan effisiensi station kerja, gunakan metoda

Candidate Rule ?

0.11

6
0.7 0.27
0.32
0.2 3 9
7
1
0.1 0.6 0.5 0.12
0.4 4 8 11 12
2
0.3 0.38

5 10

Gambar 9.4. Diagram Preseden Elektrik Assembly Berdasar Metode


Largest Candidate Rule

Jawab :
Laju produksi = 120.000 unit/th = 120.000/50 x 40 unit/jam
= 60 unit/jam
= 1 unit/menit
Waktusiklus = Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi 1
unit pada tiap stasiun kerja
= 1/laju produksi = 1/1 = 1,00 menit
Maka secara grafis berdasarkan CT = 1,00 dapat dihitung jumlah
stasiun kerja = 5

168
Tabel 9.6. Urutan Pekerjaan Berdasarkan Waktu (t I) Tertinggi Elektrik
Assembly
Elemen kerja ti Tugas yang mendahului
3 0,7 1
8 0,6 3,4
11 0,5 9,10
2 0,4 -
10 0,38 5,8
7 0,32 3
5 0,3 2
9 0,27 6,7,8
1 6,2 -
12 0,12 11
6 0,11 3
4 0,1 1,2

Tabel 7. Penempatan Elemen Pekerjaan Elektrik Assembly Berdasar


Metode Largest Candidate Rule
Stasiun Elemen tI  tI Eff Stasiun
2 0,4
5 0,3
I 1,00 100%
1 0,2
4 0,1
3 0,7
II 0,81 81%
6 0,11
8 0,6
III 0,98 98%
10 0,38
7 0,32
IV 0,59 59%
9 0,27
11 0,5
V 12 0,11 0,63 63%

169
BAB X. PERAWATAN

A. Pengertian Umum dan Peranan Perawatan

Pada dasarnya perawatan (maintenance) adalah proses kegiatan yang dilakukan

yang diarahkan pada tujuan untuk menjamin kelangsungan fungsional suatu sistem

produksi, sehingga dari sistem itu dapat diharapkan menghasilkan output sesuai dengan

yang dikehendaki. Secara sistematis kegiatan perawatan (maintenance) untuk memeriksa,

menemukan dan mengoreksi penyimpangan dalam rangka mengusahakan supaya

pelaksanaan yang telah direncanakan, ditargetkan atau distandarkan agar menghasilkan

output sesuai yang dikehendaki.

Atribut dalam sistem perawatan dapat berupa kuantitas output, kualitas (mutu)

output, harga atau ongkos, dan sebagainya. Pada dasarnya terdapat dua prinsip utama

dalam sistem perawatan, yaitu : menekan (memperpendek) periode kerusakan

(breakdown period) sampai batas minimum dengan mempertimbangkan aspek ekonomis

dan menghindari kerusakan (breakdown) tidak terencana secara tiba-tiba. Perawatan

adalah suatu kegiatan yang dikerjakan untuk mempertahankan kondisi mesin dan

peralatannya agar tetap dalam kondisi siap operasi dimana kegiatan tersebut termasuk

didalamnya kegiatan inspeksi, reparasi, overhaul, service, modifikasi dan penggantian

komponen, selain itu perawatan adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang

dilakukan untuk menjaga suatu barang atau memperbaiki sampai suatu kondisi yang bisa

170
diterima, serta British Standard Institut menyatakan bahwa perawatan adalah kombinasi

dari beberapa tindakan yang ditujukan untuk mempertahankan kinerja fasilitas atau mesin.

Peranan perawatan sangat menentukan dalam kegiatan produksi dari suatu

perusahaan yang menyangkut kelangsungan perusahaan, kelancaran atau kemacetan

produksi agar dapat diproduksi dan diserahkan kepada konsumen tepat pada waktunya

dan menjaga agar perusahaan dapat bekerja secara efisien dengan berupaya menekan atau

mengurangi kendala yang ada menjadi sekecil mungkin.

B. Pentingnya Perawatan

Untuk mendukung kesiapan peralatan dan mesin serta keandalan produksi atau

operasional, maka perawatan yang terprogram perlu direncanakan. Tujuan perawatan

adalah mempertahankan kemampuan alat atau fasilitas produksi guna memenuhi

kebutuhan sesuai dengan target atau rencana, menjaga agar kualitas produk berada pada

tingkat yang diharapkan guna memenuhi apa yang dibutuhkan produk itu sendiri dan

menjaga agar kegiatan produksi tidak mengalami gangguan, untuk mengurangi pemakaian

dan penyimpangan diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan

selama jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan,

melaksanakan kegiatan perawatan secara efektif dan efisien secara keseluruhan untuk

mencapai tingkat biaya serendah mungkin, memperhatikan dan menghindari semua

kegiatan operasi mesin serta peralatan yang dapat membahayakan keselamatan kerja dan

mengadakan suatu kerjasama yang erat dengan semua fungsi utama dari perusahaan

171
dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan yaitu tingkat keuntungan atau

return of invesment yang sebaik mungkin dan total biaya yang terendah. Sedangkan

menurut Patner perawatan adalah meliputi seluruh kegiatan yang diambil untuk menjaga

kondisi mesin atau equipment yang bisa diterima.

Kegiatan perawatan dilakukan untuk memelihara mesin dan peralatan agar selalu

berada pada tingkat kinerja tertentu dengan biaya seminim mungkin, dengan kata lain

kondisi mesin atau peralatan diupayakan dapat memaksimalkan kinerja dengan biaya

serendah mungkin. Untuk mencapai kondisi tersebut, maka secara spesifik tujuan

perawatan yang utama, yaitu : membantu mengurangi biaya pengeluaran yang berlebihan

atau diluar batas, untuk mendapatkan tingkat biaya perawatan seminimum mungkin

dengan melakukan kegiatan perawatan (maintenance) secara efektif, efisien dan secara

keseluruhan, memaksimalkan umur atau usia kegunaan alat dari setiap sistem, menjamin

ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi dan mendapatkan laba

investasi (return of investment) semaksimum mungkin, meminimalkan frekuensi gangguan

terhadap proses operasi untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang

diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, menjamin keselamatan pekerja atau

pemakai yang menggunakan sarana tersebut dan menjaga kualitas pada tingkat yang tepat

untuk kebutuhan produk itu sendiri dan agar kegiatan produksi tidak terganggu.

Bagian perawatan berkaitan erat dengan produksi karena kegagalan perawatan

(maintenance) sangat mengganggu kelancaran proses produksi dan mutu produk yang

172
dihasilkan. Oleh karena itu kegiatan perawatan (maintenance) diharapkan dapat

mengantisipasi kerusakan sedini mungkin.

C. Jenis Perawatan

Kegiatan perawatan yang dilakukan dalam suatu perusahaan pabrik dapat dibedakan

atas 2 (dua) macam, yaitu : Perawatan Tak Terencana (Unplanned Maintenance) dan

Perawatan Terencana (Planned Maintenance).

1. Perawatan Tak Terencana (Unplanned Maintenance)

Yang dimaksud dengan perawatan tak terencana adalah perawatan yang tidak

direncanakan terlebih dahulu, disebabkan peralatan dan fasilitas produksi tidak memiliki

rencana serta jadwal perawatan. Kegiatan perawatan ini disebut juga perawatan darurat

(breakdown maintenance atau emergency maintenance) yang didefinisikan sebagai

perawatan yang perlu dilaksanakan tindakan untuk mencegah akibat yang fata l, seperti :

kerusakan besar pada peralatan, hilangnya produksi dan keselamatan kerja.

2. Perawatan Terencana (Planned Maintenance)

Perawatan terencana merupakan kegiatan perawatan yang mengacu pada rencana

yang telah disusun dan dilaksanakan serta didokumentasikan berdasarkan orientasi

kemasa depan perawatan dapat menjadi 2 aktivitas, yaitu : Perawatan Pencegahan

(Preventive Maintenance) dan Perawatan Perbaikan (Corrective Maintenance).

173
a. Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)

Dalam perawatan pencegahan terdapat unsur penjagaan untuk menjaga agar

peralatan dan mesin tidak mengalami kerusakan yang parah secara mendadak,

sedangkan maksud dari perencanaan meliputi beberapa aspek, yaitu : peralatan atau

mesin, cara perawatan dan biaya perawatan. Perawatan pencegahan merupakan

kegiatan yang direncanakan. Kegiatan ini terdiri dari pemeriksaan, pelumasan dan

penggantian suku cadang (spare parts). Tujuan dari perawatan pencegahan adalah

untuk menghindari atau menghambat terjadinya kerusakan, mengetahui kerusakan

sebelum menimbulkan gangguan dan mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan

(breakdown).

Kerusakan mesin yang berlarut- larut serta memerlukan waktu perbaikan yang

lama sangat tidak diinginkan. Untuk itulah dilakukan perawatan secara berencana. Biaya

pelayanan pemeliharaan macam ini dalam satuan man-hours per tahunnya dapat

disusun dengan mengkalikan antara waktu kerja dengan jumlah mesin yang diperbaiki

dan frekuensi per tahunnya (waktu x frekuensi x jumlah unit)

Tujuan dari perawatan berencana adalah menghindari ongkos produksi yang

tinggi dan memantapkan hasil produksi dipasaran dengan jalan menghindarkan

beberapa kerusakan yang mendadak dan tidak terduga.

Perawatan peralatan dan mesin bisa juga dilakukan tidak menunggu sampai alat

atau mesin rusak. Akibat dari sifat kerja atau kelalaian saat bekerja dan kekuatan

komponen mesin pada jangka waktu tertentu akan mengakibatkan aus serta tidak

174
sesuai dengan standar lagi. Ini menyebabkan mesin berjalan tidak normal, macet yang

kemudian akan mengakibatkan kerusakan sehingga berhenti. Untuk itu maka mesin

perlu di set-up ulang atau dikalibrasi ulang. Dengan cara pemantauan dan pencatatan

yang dilakukan selam mesin berjalan dapat diketahui komponen mesin yang sering

menyebabkan kerusakan dan berapa lama umur penggunaannya sehingga dapat

dijadwal dan direncanakan perbaikan mesin.

Suatu program perawatan pencegahan yang tersusun baik mencakup beberapa

ciri, yaitu: (a) Mengidentifikasi semua hal yang akan dimasukan kedalam program

perawatan, (b) Pemeriksaan dan perawatan dilakukan berdasarkan jadwal dan terus-

menerus, (c) Jadwal yang dibuat berdasarkan waktu perawatan harian, mingguan

bulanan, tahunan atau sesuai dengan kebutuhan dan (d) Teknisi perawatan merupakan

tenaga ahli yang paham dengan baik keadaan peralatan atau mesin yang ditanganinya.

Kegiatan pemeliharaan dan perawatan untuk mencegah timbulnya beberapa

kerusakan tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang menyebabkan

fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu proses produksi dan mencegah

menurunnya fungsi peralatan dan fasilitas. Di dalam prakteknya perawatan pencegahan

dibedakan atas : perawatan rutin (routine maintenance) dan perawatan periodik

(periodic maintenance).

Perawatan rutin adalah aktifitas pemeliharaan dan perawatan yan g dilakukan

secara rutin (setiap hari). Contoh : pembersihan fasilitas atau peralatan, pelumasan

(lubrication) serta pemeriksaan terhadap peralatan yang akan dipakai maupun

175
peralatan yang sudah dipakai dalam atau selama proses produksi. Sedangkan,

perawatan periodik adalah aktifitas pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara

berkala atau periodik dalam jangka tertentu, misalnya setiap minggu sekali, lalu

meningkat setiap satu bulan sekali dan akhirnya setiap satu tahun sekali. Perawatan

periodik dapat dilakukan juga dengan memakai lamanya jam kerja mesin sebagai jadwal

kegiatan, misalnya setiap seratus jam sekali, lalu meningkat setiap limaratus jam sekali

dan seterusnya. Contoh : mesin-mesin perkakas (mesin bor radial, bubut, sekrap, frais,

dll), mesin bending atau tekuk (untuk lembaran baja dan pipa) serta penggantian

bearing (pelor roda).

b. Perawatan Perbaikan (Corrective Maintenance)

Corrective Maintenance adalah kegiatan pemeliharaan atau perawatan yang

dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau peralatan

yang tidak berfungsi dengan baik. Kegiatan perawatan perbaikan yang dilakukan sering

disebut reparasi. Perbaikan yang dilakukan karena adanya kerusakan yang dapat terjadi

akibat tidak dilakukannya preventive maintenance atau telah dilakukan preventive

maintenance tetapi pada suatu waktu tertentu komponen tersebut tetap rusak. Dalam

hal ini kegiatan perawatan perbaikan sifatnya hanya menunggu sampai kerusakan

terjadi dahulu, baru kemudian diperbaiki atau dibetulkan.

Perawatan Perbaikan termasuk kegiatan perawatan yang sudah direncanakan

berupa penggantian komponen yang sudah tidak berfungsi. Perawatan korektif dapat

berupa perbaikan yang nyata yang tidak ditemukan pada saat pemeriksaan seperti

176
penggantian komponen secara serentak juga overhaul (perbaikan menyeluruh)

terencana.

D. Komponen Kritis

Program perawatan untuk peralatan maupun mesin harus dilakukan secara

terencana. Namun demikian, disadari pula bahwa tidak mungkin membuat suatu program

yang merencanakan sistem perawatan untuk semua mesin di pabrik atau tidak mungkin

semua kerusakan dapat diatasi. Tetapi dengan adanya program perawatan setidaknya akan

dapat mengatasi masalah yang ada. Usaha yang mendasar dalam merencanakan

perawatan preventif dengan cara memberikan perhatian serius pada unit atau komponen

yang kritis. Suatu komponen atau unit dapat dikualifikasikan kritis apabila : kerusakan unit

itu dapat membahayakan kesehatan atau mengancam keselamatan penggunanya,

kerusakan unit dapat mempengaruhi kualitas dari produk, kerusakan unit dapat

menimbulkan kemacetan produksi dan biaya investasi untuk unit itu sangat mahal.

Selain itu untuk mengetahui komponen kritis dari suatu mesin dilakukan perhitungan

frekuensi kumulatif, persentase dari kerusakan dan persentase kumulatif kerusakan dari

mesin yang diteliti.

Untuk frekuensi kumulatif adalah penjumlahan dari frekuensi kerusakan komponen

yang dimaksud dengan banyak kerusakan sebelumnya sebagai contoh perhitungan adalah

sebagai berikut :

Fkn = Fn + Fk (n-1)

177
Dimana : Fkn = Kumulatif dari kerusakan komponen ke-n

Fn = Frekuensi kerusakan komponen ke-n

Fk (n-1) = Jumlah dari kerusakan mesin sebelumnya (Kumulatif dari

kerusakan komponen sebelumnya).

Perhitungan persentase dari total persentase kerusakan komponen yang dimaksud

dari total kerusakan komponen. Dapat dilihat pada rumus di bawah ini :

Fkn
Xkn  x100%
F
Dimana : Xkn = Persentase dari kerusakan komponen ke-n (%)

F = Frekuensi kerusakan

Untuk persentase kumulatif dari kerusakan adalah jumlah persentase dari

kerusakan peralatan yang dimaksud dengan kumulatif atau jumlah persentase dari

kerusakan sebelumnya. Dengan rumus perhitungan adalah sebagai berikut :

KXkn = Xkn + Xk(n-1)

Dimana : KXkn = Persentase kumulatif dari kerusakan peralatan ke-n.


Xkn = Persentase dari kerusakan peralatan ke-n.
Xk(n-1) = Kumulatif persentase dari kerusakan peralatan sebelumnya.

E. Keandalan (Reliability)

1. Definisi Keandalan

Definisi keandalan adalah “kemungkinan (probabilitas) bahwa suatu item akan tetap

memenuhi unjuk kerjanya (performance) atas persyaratan fungsional tanpa kegagalan

178
pada suatu kondisi operasi tertentu dan pada suatu periode tertentu“. Definisi lain

keandalan ( Hetzer, 1993 ) “Ukuran dari tingkat keberhasilan prestasi suatu objek dalam

suatu kondisi operasi yang dibutuhkan atau dapat dikatakan kehandalan adalah

kemungkinan suatu bagian mesin atau produk akan berfungsi secara baik dalam waktu

yang ditentukan“.

Keandalan berhubungan dengan peluang bersyarat yang diberikan dengan tingkat

keyakinan bahwa suatu peralatan atau komponen akan melakukan fungsinya sebagaiman

mestinya atau kerusakan pada waktu keadaan operasi yang tetap dilaksanakan pada

periode waktu yang dipergunakan.

Berdasarkan definisi keandalan menurut pendapat Kapur, diketahui masalah

keandalan sangat berhubungan erat dengan empat parameter berikut ini :

a. Waktu

Konsep keandalan selalu berpijak pada masalah peluang, dimana suatu peralatan akan

berfungsi secara memuaskan selama periode waktu tertentu.

b. Performansi standar

Umumnya menyatakan kemampuan dari suatu peralatan untuk memenuhi tugas yang

diberikan. Dlam beberapa hal penurunan performansi masih diijinkan sampai tingkat

toleransi tertentu, dimana sebagai pembatas adalah pemenuhan permintaan akan

sistem secara keseluruhan.

179
c. Peluang

Parameter ini menunjukkan kuantitas dan kualitas suatu sistem untuk mempertahankan

performansi standarnya.

d. Kondisi lingkungan

Kadangkala suatu peralatan berhadapan dengan faktor tertentu dari lingkungan yang

akan mempengaruhi terjadinya suatu kerusakan seperti temperatur, kelembaban,

goncangan, zat kimia dan lain-lain.

Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keandalan dari suatu

sistem, yaitu : membuat desain sistem dengan komponen-komponen yang mempunyai

keandalan yang baik, membuat desain sistem sedemikian rupa sehingga agar mudah

melakukan perawatan, yaitu untuk perbaikan dan inspeksi, mempergunakan komponen

yang pararel dalam stage tertentu (system redudancy), mempersiapkan persediaan di

antara stage yang penting, merencanakan perawatan pencegahan seperti : apakah suatu

komponen kritis hanya diperbaiki saja atau perlu diganti sebelum ia mengalami kerusakan

yang lebih parah, meningkatkan jumlah tenaga perawatan sehingga rata -rata waktu

menganggur dari sistem dapat dikurangi dan menyediakan persedian spare parts dengan

maksud memperkecil rata-rata waktu menganggur.

2. Fungsi Distribusi Keandalan

Pada dasarnya statistika sangat berperan didalam teori kehandalan karena

keputusan dalam bidang perawatan berhubungan dengan permasalahan peluang.

180
Sementara masa transisi peralatan dari kondisi baik ke kondisi rusak tidak dapat diketahui

secara pasti (Jardine, 1973).

Para pakar menggambarkan prilaku kerusakan mesin atau peralatan dengan

berbagai cara. Salah satunya melalui probability density function, pdf, fungsi kepadatan

peluang. Fungsi ini menggambarkan besarnya peluang terjadinya kerusakan mesin pada

waktu t yang disimbolkan dengan f ( t ).

Cara lainnya melalui Cummulative Distribution Function (CDF), fungsi distribusi

kumulatif. Fungsi ini sering disebut sebagai ketidakhandalan atau fungsi kerusakan

peralatan. Makna dari ini adalah peluang terjadinya kerusakan sebelum waktu t.

t
F (t )   f (t )dt


Apabila variabel X dikaitkan dengan waktu kerusakan suatu peralatan, maka

keandalan sebagai fungsi waktu t dapat dinyatakan sebagai :

P( X  t )  R(t ), t  0

Disini R(t) menggambarkan kemungkinan peralatan dapat berfungsi setelah

beroperasi setelah t satuan waktu. Secara matematis fungsi keandalan dapat dinyatakan

sebagai : R(t )  1  F (t )

R(t )  1  P( X  t )

F(t) adalah fungsi distribusi peralatan. Kemudian apabila waktu kerusakan peralatan

sebagai variabel acak mempunyai fungsi kepadatan f(t), maka :

181
R(t )  1  F (t )

1
R (t )  1   f (t )dt



R (t )   f (t )dt
1

jika fungsi keandalan dapat diketahui, ekspektasi suatu sistem akan berhasil dapat

diturunkan. Misalnya :

U  R (t ) dU   f (t )dt

V t dV  dt

Selanjutnya dengan menggunakan teori integral parsial akan diperoleh persamaan sebagai

berikut :

 u.dv  u.v   v.dt


sehingga

  

 R(t )dt  t.R(t )   t.( f (t ))dt  t.R(t )   t. f (t )dt


0 0 0

Karena pada t mendekati atau sama dengan  , keandalan suatu sistem sama dengan nol,

maka lim 𝑡. 𝑅 (𝑡) = 0 dengan demikian maka akan diperoleh fungsi distribusi kerusakan
𝑡→∞

f(t) yang disebut mean time to failure (MTTF), waktu rata-rata untuk gagal juga sering

disebut mean time between failure (MTBF). Adapun persamaan MTTF sebagai berikut :

182
 
MTTF  E (t )   t. f (t )dt   R(t )dt
0 0

Beberapa jenis fungsi distribusi kemungkinan yang sering digunakan untuk

menganalisa masalah perawatan, diantaranya :

a. Distribusi Weibull


 1
F (t )  1  exp  
  (Jardine,1973)

dimana :  adalah parameter skala.

 adalah parameter bentuk.

fungsi keandalannya adalah sebagai berikut :


 1
Rt   1  F t   exp  
 

b. Distribusi Normal

 1 1  
1
1
F (t )   x exp  x dt
0  2  2  

dimana  adalah harga rata-rata distribusi.

 adalah standar deviasi.

fungsi keandalannya adalah sebagai berikut :

Rt   1  F t 

Bentuk integral dari fungsi distribusi normal sukar diatasi, tetapi dengan menggunakan

bantuan tabel normal, maka kesulitan tersebut dapat diatasi.

183
c. Distribusi Eksponensial Negatif

1
F t  
1
exp 
  

dimana  adalah parameter.

fungsi keandalannya sebagai berikut :


1 1  1
R   x exp dt  exp  
1
    
1
dimana :   (laju kerusakan)

d. Distribusi Hiper-eksponential

F t   1  kxexp 2.k ..t   1  k x exp 2.1  k ..t 

dimana k bersifat konstan dan  adalah rata-rata waktu antar kerusakan. Dan fungsi

kehandalannya adalah sebagai berikut :

Rt   (kx exp 2.k ..t )  1  k x exp 2 x1  k ..t 

Kurva fungsi keandalannya masing-masing distribusi dapat dilihat pada gambar 10.1. di

bawah ini:

R(t)

Gambar 10.1. Kurva fungsi keandalan untuk distribusi Weibull.

184
R(t)

Gambar 10.2. Kurva fungsi keandalan untuk distribusi normal.

R(t)

Gambar 10.3. Gambar fungsi keandalan untuk distribusi eksponensial negatif.

R(t)

Gambar 10.4. Gambar fungsi keandalan untuk distribusi hiper eksponensial.

185
3. Laju Kerusakan (Failure Rate)

Untuk mengenal laju kerusakan dapat membayangkan sebuah test atau percobaan

yang dilakukan, dimana percobaan tersebut dilakukan dalam jumlah yang besar terhadap

komponen-komponen yang identik dioperasikan dan waktu untuk gagal (time of failure)

setiap komponen dicatat. Perkiraan laju kegagalan setiap komponen untuk titik waktu

adalah rasio dari jumlah item yang gagal dalam interval waktu terhadap populasi awal pada

waktu operasi dimulai. Maka laju kegagalan sebuah perawatan pada waktu t adalah

peluang peralatan tersebut akan gagal dalam interval waktu selanjutnya dengan syarat

peralatan tersebut berfungsi pada waktu awal interval. Rata-rata kerusakan untuk

distribusi adalah sebagai berikut:

a. Weibull

 1
t
ht    
  

b. Normal

ht  

exp  1    / 2 2
2

 2

 exp 1   
1
/ 2 )dt

c. Negative Eksponential

ht    
1

d. Hyper Eksponential

ht  
 
2 K 2  1  K  exp 2t 1  2 K 
2

K  1  K exp 2t 1  2 K 

186
Untuk ketiga jenis distribusi; weibull, normal, negative eksponensial, masing-

masing fungsi membentuk kurva seperti dibawah ini :

h(t)  3
 2
  3/ 2

 1

  1/ 2

Gambar 10.5. Kurva fungsi laju kerusakan distribusi Weibull.

h(t)

 1 2

  0,2   0,3

Gambar 10.6. Kurva fungsi laju kerusakan distribusi Normal.

h(t)
1

Gambar 10.7. Kurva fungsi laju kerusakan distribusi negative eksponensial.

187
Karakteristik Fungsi Laju Kerusakan

Sesuai dengan teori tentang fungsi, fungsi laju kerusakan mempunyai karakteristik

tertentu. Dikaitkan dengan perubahan waktu, karakteristik ini dapat digolongkan menjadi

3 ( tiga ) bagian. Misalnya untuk setiap harga t 2>t1, maka apabila :

(a) h(t2) > r(t1), maka h(t) adalah monoton naik.

(b) h(t2) > h(t1), maka h(t) adalah monoton turun.

(c) h(t2) > h(t1), maka h(t) adalah monoton tetap.

Jika diperhatikan bentuk kurva fungsi laju kerusakan distribusi Weibull, Normal dan

Eksponensial maka dapat disimpulkan bahwa : (a) Fungsi laju kerusakan berdistribusi

Weibull dengan β > 1 dan fungsi kerusakan berdistribusi normal adalah monoton naik, (b)

Fungsi laju kerusakan berdistribusi Weibull dengan β = 1 dan fungsi kerusakan

eksponensial adalah monoton tetap, (c) Fungsi laju kerusakan berdistribusi Weibull dengan

β < 1 monoton turun.

Bagi sistem yang mempunyai fungsi tingkat kerusakan monoton naik berarti

dengan bertambahnya waktu, tingkat kerusakan semakin meningkat. Fenomena seperti itu

yang menyebabkan mesin perlu dilakukan perawatan untuk mencegah terjadinya

kerusakan lebih berat yang tentunya akan memerlukan biaya perawatan yang lebih mahal.

Kurva Bak Mandi

Kurva bak mandi (Bath Tub Curve) atau kurva laju kerusakan merupakan suatu kurva

yang menunjukkan pola laju kerusakan sesaat yang umum bagi suatu produk. Pada

188
umumnya laju kerusakan suatu sistem selalu berubah sesuai dengan bertambahnya waktu.

Bentuk umum dari kurva tersebut adalah sebagai Gambar 10.8. berikut :

(t)
I II III

t0 t1 t2 t

Gambar 10.8. Kurva Bak Mandi (Bath Curve)

Fase I : Early Failures (Kerusakan Awal)

Kegagalan ini dapat terjadi pada awal kondisi yang disebabkan oleh beberapa hal,

yaitu : penggunaan material atau part yang tidak berkualitas, tenaga kerja yang bekerja di

bawah standar, inspeksi yang kurang baik dan beberapa kesalahan yang diakibatkan oleh

manusia.

Kegagalan awal ini dapat ditanggulangi dengan melakukan pengujian terlebih

dahulu terhadap material atau part yang diuji memiliki kualitas yang baik, sehingga dapat

digunakan sesuai dengan kondisi dan waktu operasi yang telah ditentukan serta tidak

sering menimbulkan masalah yang dapat mengganggu kelancaran proses produksi.

189
Fase II : Random Failures (Kerusakann Acak)

Kegagalan acak ini dapat terjadi pada saat mesin sedang dalam keadaan operasi.

Kegagalan ini terjadi secara acak disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, yaitu :

kerusakan yang disebabkan oleh manusia, kerusakan alamiah (lingkungan sekitar pabrik

yang berdebu, dll) dan kerusakan yang tidak diketahui penyebabnya.

Fase III : Wearout Failures (Kerusakan Melebihi Umur Pakai)

Kegagalan ini disebabkan oleh umur mesin yang sudah tua, sehingga sering

menyebabkan kerusakan sebelum dilakukan penggantian komponen. Laju kerusakan akan

cenderung meningkat pada periode waktu. Dengan adanya peningkatan tersebut,

menunjukkan bahwa sudah waktunya untuk melakukan penggantian material atau part,

karena umur penggunaan sudah berakhir. Kegagalan yang terjadi dapat diseb abkan oleh

beberapa faktor, yaitu : kelelahan yang terjadi diakibatkan aus pada mesin, kelelahan

akibat umur pemakaian penggunaan, kelelahan akibat timbulnya korosi pada peralatan dan

perawatan yang kurang baik.

4. Ketersediaan (Availability)

Availability merupakan peluang dimana komponen atau sistem dapat melakukan

fungsi yang diharapkan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan jika dioperasikan dan

dirawat dengan kondisi yang ditentukan.

Sedangkan aktualnya, tingkat ketersediaan mengandung dua komponen utama

yaitu kemampuan untuk dipelihara (maintenability) dan keandalan (reliability). Untuk

190
tingkat keandalan yang rendah dapat diimbangi dengan usaha peningkatan perawatan,

sehingga tingkat kecepatan aksi pemeliharaan berpengaruh terhadap tingkat ketersediaan

sistem.

Dalam perhitungan availability terdapat beberapa jenis waktu yang terkait, yang

masing-masing mempunyai definisi seperti di bawah :

Total Time (Waktu Total)

Dalam perhitungan availabilitas didasarkan pada waktu operasi, waktu perbaikan, waktu

administrasi dan logistik.

Operating Time (Waktu Operasi)

Waktu selama peralatan atau sistem dapat menjalankan fungsinya sehingga operator

dapat bekerja dengan baik.

Free Time (Waktu Menganggur)

Waktu dimana peralatan atau sistem tidak dapat menjalankan fungsinya.

Down Time (Waktu Rintangan)

Waktu total dimana suatu sistem atau peralatan berada dalam keadaan yang tidak dapat

diterima untuk menjalankan fungsinya.

Secara matematis tingkat ketersediaan merupakan rasio waktu operasional dibagi

waktu total, yang merupakan penjumlahan waktu operasional ditambah dengan waktu

henti.

191
uptime
Availabilitas 
uptime  downtime

dimana :

Uptime : merupakan waktu selama mesin dapat bekerja.

Downtime : merupakan waktu dimana mesin tidak dapat melaksanakan pekerjaannya.

5. Distribusi Weibull

Dalam distribusi Weibull terdapat parameter skala  dan parameter bentuk β.

Untuk menaksir parameter ini dapat dilakukan dengan cara regresi linier. Misalkan t 1, t2,

t3,.....,tn adalah sejumlah data waktu antar kerusakan sistem yang disusun menurut urutan

terkecil, untuk setiap ti (i=1, 2, 3, .....,n) berlaku hubungan sebagai berikut :

i  0.3
F t  
n  0.4

Untuk pendekatan plot Weibull digunakan persamaan garis :

yi  a  bx

yi  ln ti


xi  ln lnln F ti 
1

dimana :

a  ln 

b 1 

192
Setelah itu, dengan menggunakan metode least square, nilai konstanta a dan b

dapat diperoleh sebagai berikut :

N   xi. yi    xi  yi 
b
 
N  xi 2   xi 
2

a
 yi  b  xi
N N

Dengan diketahui kedua konstanta a dan b, maka parameter distribusi Weibull

dapat ditentukan, yaitu:

1

b

  expa 

Dalam pembuatan plot distribusi ini, F(t) menggunakan rumus :

i  0.3
F t  
n  0.4

Pengujian Kecocokan Distribusi

Untuk mengetahui bahwa distribusi pengamatan sesuai dengan yang diharapkan,

maka perlu dilakukan pengujian kecocokkan distribusi dengan metode statistik

pengujian S Mann.

193
Pengujian S-Mann

Pengujian ini dikhususkan untuk menguji apakah sampel acak memiliki distribusi

Weibull. Pengujian ini dikembangkan oleh Mann.

Test statistik uji S-Mann ini adalah sebagai berikut :

X i 1  X i

f 1
i  f 1
Mi
2
M 
f 1 X X
i 1 i M1 i
i

Dimana:

r r 1
k1  ;k2
2 2

Mi  Zi  1  Zi

  i  0.5 
Zi  ln  ln1  
  n  0.25 

Keterangan :

M = Nilai dari Mann’test

r = Banyaknya data

ti = Time to Failure atau Time to Repair ke i

ti+1 = Nomor data kerusakan (1,2,3,..,n)

N = Banyaknya kerusakan

Jika M > F erit, maka Hi diterima, dan berdistribusi Weibull. Untuk nilai F didapatkan dari

tabel distribusi F.

194
6. Mengoptimalkan Pencegahan Kerusakan untuk Meminimalkan Downtime

Pada masalah ini digunakan untuk meminimalkan total biaya p er unit waktu.

Permasalahan yang terjadi biasanya pada masalah biaya dan keinginan untuk memperoleh

ketahanan yang maksimal atau meminimalkan total downtime per unit waktu terhadap

kegunaan alat. Permasalahan diatas adalah untuk menentukan jadwal penggantian yang

seharusnya untuk meminimalkan total downtime per unit waktu. Permasalahan yang

mendasar adalah meningkatnya penggantian pencegahan, dapat mengakibatkan

meningkatnya downtime terhadap penggantian tersebut, tetapi resiko pengurangan

downtime berpengaruh terhadap kegagalan. Dan untuk diharapkan adanya keseimbangan

terhadap keduanya. Untuk menghitung downtime terhadap penggatian pencegahan (Tp)

dengan menggunakan rumus pada (2.40).


Tp Rt p   T f 1  Rt p  
Dt p  
t p   
 T p Rt p   M t p   T f 1  Rt p 

dimana :
D(tp) = Downtime minimal yang diharapkan.
Tf = Waktu yang dibutuhkan untuk penggantian kerusakan.
Tp = Waktu yang dibutuhkan untuk penggantian pencegahan.
tp = Interval waktu.
R(tp) = Fungsi kepadatan peluang terhadap waktu kerusakan peralatan.

Adapun rumus untuk menghitung R(t p) adalah sebagai berikut :

  t  
Rt   exp    
     T 1

195
7. Kebijakan Penggantian (Replacement )

Pada umumnya, kebijakan penggantian dan perawatan dapat diklasifikasikan atas

persoalan deterministik dan probalistik. Penggantian deterministik terjadi jika waktu dan

hasil tindakan penggantian tersebut diasumsikan telah diketahui secara pasti. Sebagai

contoh adalah peralatan yang memiliki ongkos operasi yang meningkat sejalan dengan

pertambahan waktu penggunaan. Untuk mengatasi kondisi tersebut, dilakukan tindakan

pada waktu yang telah direncanakan. Setelah melakukan penggantian, maka peralatan

kembali ke kondisi awal yang telah diketahui sebelumnya.

Penggantian deterministik digambarkan pada Gambar 10.9 :

Biaya Operasi

Replacement

Waktu

Gambar 10.9. Tindakan penggantian pada biaya operasi yang meningkat.

Sedangkan penggantian probabilstik terjadi jika waktu dan hasil tindakan

penggantian tidak dapat diketahui dengan pasti, melainkan bersifat “mungkin“ tergantung

pada kondisi tertentu. Dengan demikian, waktu antar kerusakan adalah suatu variable acak

(random variable) yang mungkin memiliki distribusi kerusakan tertentu. Untuk

196
memperkirakan kondisi mesin, diperlukan tindakan perawatan pendahulu, yaitu tindakan

pemeriksaan (inspection).

Dalam menentukan kapan tindakan penggantian komponen dilakukan, penentuan

siklus waktu tindakan tersebut adalah suatu hal yang harus dipertimbangkan. Karena

terdapat berbagai kriteria tujuan pelaksanaan perawatan yang harus ditentukan terlebih

dahulu, seperti kriteria maksimasi keuntungan, minimasi waktu kerusakan mesin,

maksimasi ketersediaan mesin dan sebagainya.

Tindakan penggantian mengasumsikan bahwa setelah dilakukan penggantian,

komponen akan kembali ke kondisi semula. Tindakan penggantian baru dapat dilakukan

bila telah memenuhi kondisi berikut ini: (1)Total ongkos penggantian dari karena kegagalan

harus lebih besar daripada total ongkos penggantian pencegahan. Hal ini dapat disebabkan

karena penggantian kerusakan, waktu yang diperlukan untuk melakukan penggantian lebih

besar (karena waktu pelaksanaan penggantiannya tidak terencana) atau kerusakan yang

terjadi telah menyebar ke komponen lainnya, dan (2)Laju kegagalan atau kerusakan

komponen harus meningkat. Hal ini disebabkan karena penggantian yang dilakukan pada

kerusakan yang tidak meningkat hanya akan merupakan tindakan pemborosan yang tidak

diperlukan. Karena itu, laju kerusakan yang mengikuti distribusi eksponensial negatif

dimana laju kerusakannya menurun terhadap waktu, dan laju kerusakan yang mengikuti

distribusi eksponensial dimana laju kerusakannya konstan, tidak memerlukan tindakan

penggantian. Dengan demikian pengetahuan mengenai laju kerusakan peralatan yang akan

diteliti sangat penting dalam menentukan kebijakan penggantian.

197
Berdasarkan waktu pelaksanaan, maka tindakan penggantian pencegahan dapat

dibagi menjadi 2, yaitu: (1)Interval waktu penggantian, adalah tindakan penggantian

pencegahan dilakukan pada interval waktu yang tetap, dengan mengabaikan beberapa

kerusakan atau tindakan penggantian kerusakan yang terjadi dalam interval waktu

tersebut. (2)Dan umur komponen, adalah tindakan penggantian pencegahan dilakukan

pada interval waktu yang tetap, apabila tidak terjadi kerusakan dalam interval tersebut.

Dan apabila terjadi kerusakan, maka penggantian kerusakan tersebut sesuai dengan

interval yang telah ditentukan.

Model Interval Waktu Penggantian

Peralatan sering mengalami kerusakan secara mendadak dan apabila terjadi

kerusakan peralatan tersebut harus segera diganti dengan yang baru. Bukanlah suatu hal

yang tidak masuk akal apabila kita menganggap penggantian perbaikan (failure

replacement) lebih mahal dibandingkan dengan penggantian pencegahan (preventive

maintenance), karena kerusakan tidak dapat diperkirakan kapan akan terjadi. Usaha untuk

mengurangi jumlah kerusakan dapat dilakukan dengan menjadwalkan pelaksanaan

penggantian pencegahan pada interval waktu tertentu. Dalam hal ini, pengeluaran untuk

pelaksanaan penggantian pencegahan harus dapat diimbangi oleh keuntungan yang

diperoleh, seperti pengurangan jumlah kerusakan serta downtime yang diakibatkan oleh

kerusakan.

Pada model ini, peralatan diasumsikan akan dioperasikan dalam jangka waktu yang

sangat panjang dan interval waktu antar pelaksanaan penggantian pencegahan relatif

198
pendek. Dengan demikian, kita hanya memperhatikan 1 siklus operasi dan

mengembangkan model hanya untuk siklus tersebut. Kebijaksanaan penggantian

pencegahan berdasarkan interval waktu penggantian adalah penggantian pencegahan

yang dilakukan pada interval waktu yang tetap, tanpa mempedulikan berapa kerusakan

yang terjadi dalam periode tersebut. Dengan model ini, diharapkan dapat menghasilkan

suatu interval waktu pelaksanaan penggantian pencegahan yang optimal dalam

meminimasi ekspektasi total downtime per satuan waktu.

Pada dasarnya downtime didefinisikan sebagai waktu suatu komponen sistem tidak

dapat digunakan (tidak berada dalam kondisi yang baik), sehingga membuat fungsi sistem

tidak berjalan. Pada dasarnya, prinsip utama dalam manajemen sistem pemeliharaan

adalah menekan periode kerusakan (breakdown period) sampai batas minimum, sehingga

keputusan penggantian komponen sistem berdasarkan downtime minimum menjadi

sangat penting.

8. Analisis Pareto

Analisis Pareto adalah suatu cara untuk membobot beragam jenis kejadian atau

masalah yang terdapat dalam suatu proses produksi, yang didasarkan dan bertitik tolak

pada kenyataan bahwa segala permasalahan dapat digolongkan pada yang vital atau kritis

yang jumlahnya banyak dan tidak dianggap penting yang jumlahnya sedikit.

Analisis Pareto digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi beberapa

macam kerusakan. Langkah-langkah yang digunakan untuk melaksanakan analisis tersebut

adalah : (1) identifikasi beberapa macam kerusakan, (2) Tentukan frekuensi kerusakan

199
untuk berbagai kategori, (3) daftar kerusakan menurut frekuensinya secara berurutan dari

yang paling besar sampai yang paling kecil, (4) Hitunglah persentase frekuensi untuk setiap

kategori dan frekuensi kumulatifnya, (5) Buatlah skala untuk diagram Pareto yang pada sisi

kirinya menunjukkan frekuensi kejadian yang sebenarnya di dalam sampel dan pada sisi

kanannya berlaku untuk frekuensi kumulatif dan (6) Tebarkan balok frekuensi Pareto ini

dan persentase frekuensi kumulatifnya.

Jika diagram Pareto tersebut dibuat dengan mengikuti beberapa langkah yang

ditunjukkan di atas, ia akan mengalihkan perhatian kepada ketaksesuaian yang paling tinggi

frekuensinya meskipun tidak harus yang paling penting. Bila daftar ini berisi beberapa

kejadian yang dapat dibobotkan maka harus menggunakan modifikasi hitungan dan

pengurutan frekuensi ini mengikuti langkah dua dan tiga.

200
BAB XI. JASA DAN PENGAWASAN PROYEK

Berapa istilah yang harus dipahami


1. Proyek adalah suatu sistem skala besar yang terdiri dari tugas-tugas atau aktivitas-

aktivitas yang harus dikoordinasikan dan dijadwalkan agar tujuan dari proyek

dapat dicapai dengan sukses

2. Aktivitas adalah setiap bagian dari proyek yang menggunakan waktu atau sumber-

sumber dan terdefinisi mulai dan akhirnya.

3. Node (Event) atau kejadian/simpul adalah titik mulai atau berakhirnya suatu aktivitas

4. Network (Jaringan kerja) adalah suatu pernyataan grafis dari rencana proyek yang

memperlihatkan hubungan antara berbagai macam aktivitas

5. Sumber adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan proyek,

contoh : tenaga, peralatan, uang dan waktu.

6. Waktu kegiatan, digunakan 3 Estimasi Waktu Penyelesaian

a. Waktu Optimistik (a) : waktu kegiatan bila semua kegiatan lancar tanpa

hambatan dan penundaan

b. Waktu Realistik (m) : waktu kegiatan yang akan terjadi bila suatu

kegiatan dilaksanakan dalam kondisi normal, dan

dengan penundaan yang dapat diterima

201
c. Waktu Pesimistik (b) : waktu kegiatan yang akan terjadi bila suatu

kegiatan dilaksanakan terjadi hambatan dan

penundaan yang lebih dari semestinya

d. Waktu kegiatan yang diharapkan atau Expected Time (ET)

a  4( m )  b
ET 
b
7. Jalur kritis adalah jalur terpanjang dari Network, dan waktu kritis merupakan waktu

penyelesaian minimum dari awal sampai proyek selesai.

METODA-METODA PENGAWASAN PROYEK

 Metoda yang paling terkenal dan digunakan secara meluas dalam perencanaan

penjadwalan dan pengawasan adalah PERT/CPM

D. PERT : Project Evaluation and Review Technique

CPM : Critical Path Mothod

Secara mendasar adalah sama, kedua istilah tersebut dapat digunakan dengan

saling dapat ditukarkan tanpa perbedaan konsep dasarnya.

PERT merupakan metoda analitik yang dirancang untuk membantu dalam

penjadwalan dan pengawasan, komplex yang memerlukan kegiatan tertentu dan kegiatan

202
ini mungkin tergantung pada kegiatan lain. Dan analisa jaringan kerja (Network) secara

umum dapat membantu

1. Perencanaan suatu proyek yang kompleks

2. Penjadwalan kerja menjadi berurutan yang praktis dan effisien

3. Mengadakan pembagian kerja dari tenaga kerja & dana yang ada

4. Penjadwalan ulangan untuk mengatasi hambatan & penundaan

5. Menentukan trade off (kemungkinan pertukaran) antara waktu dan biaya

6. Menentukan probalitas penyelesaian suatu proyek

1 2

0 3 4 5 8

6 7

Gambar Networking – PERT/CPM

 Metode Diagram Gantt atau Bar Chart adalah kegiatan yang menunjukkan :

- uraian kegiatan

- saat mulainya kegiatan

- waktu pelaksanaan kegiatan dinyatakan dengan panjang balok

203
Kegiatan
A

E
● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
Waktu

DUMMY – Kegiatan semu adalah kegiatan yang tidak memerlukan waktu pelaksanaan

dan tidak menghabiskan sejumlah resources lain seperti tenaga kerja, dana dll

Dummy berguna untuk membatasi mulainya aktivitas kerja

1 3 4

Didalam sistem Networking harus dimulai dari satu event dan berakhir pada satu event

204
2

1 4

3
A
t
a
2
u

1 4

Persyaratan urutan pengerjaan

 Sebelum kegiatan dimulai, kegiatan sebelumnya harus sudah selesai terlebih dahulu

(biasanya kegiatan ini tidak dapat dimulai sebelum kegiatan lain diselesaikan), dan

mungkin kegiatan lain dapat dilakukan secara bersamaan dan/atau tidak saling

bergantungan  untuk itu diperlukan urutan pelaksanaan pekerjaan

 Waktu mulai dan waktu berakhir

205
a. Barliest Start Time (ES) adalah waktu paling awal (tercepat) suatu kegiatan dapat

dimulai, dengan memperhatikan waktu kegiatan yang diharapkan dan persyaratan

urutan pengerjaan

b. Latest start time (LS) adalah waktu paling lambat untuk dapat memulai suatu

kegiatan tanpa penundaan keseluruhan proyek

c. Earliest Finish Time (EF) adalah waktu paling awal suatu kegiatan dapat

diselesaikan, atau sama dengan ES + waktu kegiatan yang diharapkan  ES + ET

d. Latest Finish Time (LF) adalah waktu paling lambat untuk dapat menyelesaikan

suatu kegiatan tanpa penundaan penyelesaian proyek secara keseluruhan atau

sama dengan LS + waktu kegiatan yang diharapkan LS + ET

 Tanda panah adalah simbol aktivitas/kegiatan yang menggambarkan urutan logik

urutan kegiatan, panjang panah tidak menyatakan lamanya waktu kegiatan (berbeda

dengan diagram Gantt)

 Tanda waktu dan event

0 4 5
1 2 3
4 5

7 Waktu Paling Awal


4
11 Waktu Paling Lambat

1, 2, 3, 4 – Nomer kejadian (Event)

206
 Pertama Node peristiwa diteliti apakah ada kegiatan yang Node akhirnya bernomor

lebih kecil dari Node awal

 Saat akhir kegiatan dicatat dalam kotak kanan atas atau pada lambang simpul/node

yang menandai akhir kegiatan, dengan cara menjumlahkan saat akhir kegiatan yang

mendahului dengan lama waktu yang diperlukan untuk kegiatan bersangkutan.

4+4
4 4 1 2
1 2
4 4 4 8

 Bila Node merupakan batas akhir dari beberapa kegiatan, dicatat nilai dari semua

7 + 9 = 16 Diplih yang
7 terbesar
4 16 5+3=8
10
9

3
5
8

Gambar

207
20

00 30 40 50 80

1 10
60 70
7

Beberapa buku menggunakan tanda/symbol lain :

Lsij Sij
Esr

Earlist L:atest Slack

Start time Finish time


For activity For activity

Slack merupakan waktu suatu kegiatan dapat ditunda mulainya tanpa menunda

proyek secara keseluruhan. Slack dihitung dari perbedaan LF – EF – waktu yang

diharapkan (ET)

Metode CPM

Kegiatan Waktu Kegiatan yang mendahului

208
00 – 10 (A1) 2 0

10 – 20 (A2) 4 A1

20 – 50 (A3) 1 A2

00 – 30 (B) 2 0

00 – 60 (C1) 1 0

60 – 70 (C2) 3 C1

30 – 70 (D) 8 B

30 – 40 (E1) 5 B

40 – 50 ( E2) 4 E1

50 – 80 (F) 3 A3, E2

70 – 80 (G) 5 C2, D

Tentukan lintas kritisnya ?

Sebagai catatan ada buku yang menggunakan I dan II

4 1
1 4 9
9

Dalam penerapan CPM identifikasi lintasan kritis tidak boleh terlambat dimulai

atau diakhiri.

Lintasan krititas dapat dihitung ke arah belakang yang dimulai dari Node paling

akhir dalam kotak kanan bawah. Dan dicatat nilainya = kotak kanan atas Node

209
terakhir. Selanjutnya saat akhir kegiatan dikurangi waktu kegiatan. Pada Node yang

merupakan awal beberapa kegiatan.

Maka dengan pedoman tersebut lintasan kritis dapat ditentukan dengan demikian
maka dalam lintasan kritis itu semua kegiatan tidak boleh terlambat dimulai dan akhiri
(lihat gambar)

20

00 30 40 50 80

1 10
60 70
7 10

PERT / BIAYA

Prosedur umum pert untuk mencari biaya minimum :


Asumsi penggunaan sumber tidak terbatas
1. Cari waktu normal proyek (jadwal normal proyek)

210
Yaitu waktu proyek dimana setiap aktivitas dilaksanakan dengan jadwal norma l /
kondisi normal
- Cari waktu minimum T M dimana tiap node dapat terjadi
- Proyek mulai dengan waktu = 0
- TM = max [ (TM) i + J i ]
(TM)i = waktu kejadian minimum dari node langsung sebelumnya
Ji = waktu dari node sebelumnya ke node yang sedang dihitung

Gambar

211
Node i (TM)i Ji (TM)i + Ji = TM
1 - - - -
2 1 0 6,A 6 6
3 1 0 5,C 5
3 2 6 0,P 6 6
4 2 6 4,B 10
4 3 6 7,D 13
5 1 0 18,G 18  13
5 3 6 8,F 14  18 waktu /jadwal
5 4 13 4,E 17 normal proyek

2. Tentukan jalur kritis dari jadwal normal

Slack : menyatakan jadwal yang longgar dari aktivitas yang tidak kritis
Jalur kritis dengan slack yang = 0
 Untuk jaringan kerja yang rumit
Cari waktu minimum T L untuk seluruh jadwal
Caranya sama dengan T M, tapi arahnya mundur dan waktu T I adalah untuk yang minimum
TL = Mn[(TL)I k – Jk]

Node i (TL)k Jk (TL)k – Jk = TL


5 1 18 18G 0
5 3 18 8F 10 0
5 4 18 4E 14
4 2 14 4B 10 7
4 3 14 7D 7
3 2 7 0P 7 2
3 1 7 5C 2
2 1 7 6C 1 1
Hitung perubahan biaya persatuan waktu
Chost Change/unit time (CCUT) = Cash Cost – normal Cost

Trade off waktu & biaya


Trade off optimal tidak selalu seperti garis lurus. KadangX bisa conrex atau concave
Tetapi secara prinsip
- Pengurangan waktu dalam suatu proyek juga diikuti kenaikan cost semakin singkat
waktu penyelesaian
- Bila hubungan tidak linier lebih sulit komputer biasanya menggunakan approximasi
linier gambar bawah

Approximasi linier diambil pendekatan garis lurus

212
Slope = garis trade off
Menunjukkan waktu/biaya tambahan (incremental cost)

Incremental Cost = kenaikan biaya per unit pengurangan waktu


Cc – Cn
Ic = -------------  CCUT
Tn – Tc

213
BAB XII. MANAJEMEN KUALITAS

10.1. Pengertian Kualitas

Kualitas dan pelayanan merupakan masalah yang sangat penting dalam dunia

industri. Kesuksesan suatu manajemen dari suatu perusahaan dapat dilihat dari cara

perusahaan meningkatkan kualitas yang terus menerus dan mengelola manajemen dengan

baik untuk tujuan memuaskan pelanggan. Persaingan yang ketat dalam dunia industri

membuat perusahaan perlu meningkatkan daya saing. Perusahaan perlu memperhatikan

produksi dan pelayanan sesuai dengan keinginan pelanggan, karena kepuasan yang

diberikan kepada pelanggan memberikan dampak baik bagi perusahaan. Produk terbaik

berarti produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan.

Beberapa pakar kualitas memberikan pengertian yang beragam tentang kualitas

sesuai dengan sudut pandang masing-masing dan pada dasarnya adalah upaya

peningkatan perolehan hasil atau output yang diharapkan oleh pelanggan. Cara pandang

setiap pakar yang berbeda mempunyai konsep dan tujuan yang hampir sama bahkan

sejalan dengan perkembangan dunia industri.

American National Standard mendefinisikan kualitas sebagai teknik dan kegiatan

operasional yang mempertahankan kualitas suatu produk atau jasa yang akan memenuhi

kebutuhan tertentu.

214
Japan Industry Standard mendefinisikan sebagai sitem dan cara dimana sifat

produk atau jasa yang dijhasiklkan secara ekonomis untuk memenuhi tuntutan pembeli ,

karena pengendalian kualitas modern menggunakan teknik-teknik statistic dan

pengendalian seperti ini sering disebut pengendalian kualitas statistic (SQC).

Demming (1970) mendefinisikan sebagai penerapan teknik statistic di setiap proses

produksi yang diarahkan untuk menuju pembuatan suatu produk dengan cara yang paling

ekonomis, sehinggga mencapai manfaat semaksimal mungkin dan memiliki pasar

Untuk menjawab tentang pentingnya masalah kualitas yang perlu dilakukan upaya

melalui pendekatan yang berfokus kepada pelanggan, produk bebas cacat, sehingga

mampu memberikan jaminan mutu untuk memberikan kepuasan pada pelanggan

(konsumen)

Untuk itu selama proses produksi dan pelayanan perlangsung perlu dilakukan

kontrol atau pengawasan, dan sekarang pengertian tersebut, dijabarkan lebih luas dan

diartikan sebagai pemeriksaaan yang merupakan proses memperoleh informasi mengenai

kemajuan atau tingkat efektivitas pencapaian hasil atau sasaran

10.2. Fungsi Kontrol Kualitas

Pada awalnya perlakuan kontrol dalam suatu industri digunakan hanya sebatas

bidang teknis tertentu, namun sesuai dengan perkembangan fungsi kontrol digunakan

lebih luas lagi sebagai alat evaluasi untuk memperoleh gambaran suatu karakteristik

215
langsung dari sebuah proses tentang performance atau kemampuan dan reliability atau

keandalan.

Berbagai faktor secara sistematis suatu data perolehan dari perlakuan kontrol yang

berupa karakteristik performance dan reliability tersebut dirumuskan untuk analisa

berdasarkan logika, sehingga dapat memaksimumkan kekuatan dan meminimumkan

kelemahan dalam suatu proses yang ditujukan agar output atau perolehan hasil dari sebuah

proses dapat dijamin kualitas produknya.

Perlakuan kontrol seperti ini sering disebut kontrol kualitas atau yang lebih dikenal

dengan quality control sebagai wujud adanya suatu pengendalian kualitas terhadap

produk. Sejarah pengendalian kualitas terus berkembang sesuai dengan keinginan yang

diharapkan, sehingga perlakuan kontrol digunakan secara menyeluruh terkoordinasi dalam

suatu industri.

Pengendalian kualitas secara terpadu sering dikoordinasikan hampir setiap divisi

yang mengarah pada suatu tujuan yakni Total Quality Control (T.Q.C.) atau kontrol kualitas

secara menyeluruh. Istilah TQC diciptakan oleh AV Feigenbaum dan karena itu TQC sering

disebut sistem pengendalian kualitas Feigenbaum.

Pada pengendalian proses statistikal atau STATISTICAL PROSESS CONTROL (S.P.C.)

adalah suatu terminology yang mulai digunakan sejak tahun 1970 menjabarkan

penggunaan teknik-teknik statistical dalam memantau dan meningkatkan kemampuan

suatu proses yang menghasilkan produk berkualitas.

216
10.3. Kualitas Dalam Konteks Pengendalian Proses Statistikal

Pengendalian kualitas didefinisikan sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan

dan penurunan variasi karakteristik dari suatu barang dan atau jasa yang akan dihasilkan

agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan guna meningkatkan kepuasan

pelanggan internal maupun pelanggan eksternal .

Pemahaman pengendalian kualitas dalam konteks pengendalian proses statistikal

adalah bagaimana sebaiknya suatu output barang atau jasa yang dapat memenuhi

spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh bagian perancangan produk dari suatu

industri. Spesifikasi dan tolerasnsi yang ditetapkan ini dibatasi dalam suatu range atau

interval kontrol performance suatu produk atau jasa yang dihasilkan, sehingga mampu

mengurangi kecacatan, kerusakan dari proses produksi .

Beberapa unsur untuk mengukur tingkat kecacatan atau tingkat kerusakan harus

dilakukan melalui :

1) Penetapan standar

2) Penilaian kesesuaian

3) Perlakuan tindakan koreksian

4) Perbaikan kerusakan

10.4. Pengukuran Karakteristik Kerusakan

Pengukuran karakteristik kerusakan suatu sistem produksi dapat dilakukan melalui

peta kontrol dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal dengan pemisahan

variasi yang disebabkan oleh penyebab umum atau common sense variation.

217
Secara umum semua proses menampilkan variasi, tetapi harus dikendalikan

prosesnya dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus tersebut, sehingga variasi

kerusakan yang melekat pada suatu output atau perolehan hasil dari proses yang hanya

disebabkan variasi penyebab umum.

Peta kontrol pada pengendalian kerusakan suatu proses perlu dipahami secara

benar dan digunakan untuk kepentingan beberapa hal, yaitu :

1. Penentuan tingkat kerusakan yang terjadi dalam pengendalian statistikal,

sehinggga peta kontrol digunkan untuk mencapai suatu kondisi yang

terkendali secara statistikal

2. Pemantauan proses terus menerus sepanjang waktu agar proses tetap

stabilsecara statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab umum.

3. Penentuan capability process atau kemampuan memproses setelah proses

berada pada pengendalian statistikal, batas batas dari variasi proses yang

dapat ditentukan

Pada dasarnya setiap peta kontrol dicirikan dengan

a). garis tengah atau center line yang dinotasikan CL

b). Sepasang batas kontrol atau control limit yaitu : 1. Batas Kontrol Atas

(BKA) dan 2. Batas Kontrol Bawah (BKB)

c). tebaran nilai dari karakteristik kualiatas tingkatan kerusakan yang

mengggambarkan kondisi proses operasi .

218
Namur jika semua nilai tebaran pada peta kontrol berada jauh diluar batas

control, menunjukkan kecenderungan tertenrtu, atau memiliki pola yang anaeh,

maka proses produksi dianggap berada dalam kondisi diluar kontrol atau tidak

berada dalam pengendalian statistikal, untuk itu perlu tindakan korektif dengan

tujuan memperbaiki proses produksi.

10.4. Pengendalian Kualitas Berdasarkan Six Sigma

Konsep Six Sigma pada awalnya di kembangkan oleh perusahaan Motorola di

Amerika Serikat (1980) dan memperoleh sukses sehingga sekarang sering disebut Six Sigma

Motorola. Six Sigma menurut Bob Galvin,(1988) merupakan suatu metoda atau teknik

pengendalian dan peningkatan kualitas yang merupakan terobosan baru dalam bidang

menejemen kualitas.

Saat ini Konsep Six Sigma sudah banyak di gunakan secara luas di dunia industri

karena banyak kalangan menejemen yang frustasi terhadap sistem-sistem pengendalian

kualitas yang ada. Sistem menejemen kualitas seperti ISO 9000, yang lain -lain hanya

menekankan pada upaya peningkatan terus-menerus berdasarkan kesadaran mandiri dari

menejemen, tanpa memberikan solusi baik bagaimana terobosan yang seharusnya

dilakukan untuk menghasilkan peningkatan kualitas secara dramatik menuju ke tingkat

kegagalan yang mendekati nol.

Kemampuan proses dari model kualitas tradisonal berbeda dengan Six Sigma dalam

dua hal yang mendasar, (1) Model kualitas tradisional hanya diterapkan pada proses

219
pabrikan, sedangkan Six Sigma dapat diterapkan di semua proses bisnis dan (2) Model

kualitas tradisional menetapkan bahwa proses yang baik adalah proses yang tidak memiliki

standar deviasi lebih dari seperenam total penyebaran yang diijinkan. Sedangkan Six Sigma

mensyaratkan standart deviasi tidak lebih dari seperduabelas dari total penyebaran yang

diizinkan.

Perbedaan ini jauh lebih mendasar daripada yang mungkin di sadari oleh banyak

orang. Six Sigma dapat digunakan pada semua proses bisnis, tidak hanya memperlakukan

produksi sebagai bagian dari suatu sistem yang lebih besar. Six Sigma meninggalkan fokus

sempit, yaitu fokus ke dalam dari pendekatan tradisional. Pada konsep Six Sigma organisasi

di gerakkan oleh pelanggan, pelanggan memperdulikan lebih dari sekedar seberapa

baiknya suatu produk di produksi, harga, jasa, syarat pembayaran, gaya, ketersediaan,

frekuensi diperbarui dan peningkatan, dukungan teknis dan lainya merupakan hal yang juga

perlu untuk diperhatikan.

Penerapan Six Sigma dapat menguntungkan pelanggan dan menguntungkan

investor. Penerapan Six Sigma operasi menjadi lebih efektif sehingga biaya dan siklus

desain produk akan menjadi lebih pendek, pemilik akan mendapatkan manfaatnya pula.

Ketika karyawan menjadi lebih produktif pembayaran mereka juga akan meningkat. Ruang

lingkup Six Sigma memberikan manfaat pada semua pihak yang berkepentingan dalam

organisasi.

Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila menerima nilai yang diharapkan. Apabila

produk diproses pada tingakat kualitas Six Sigma maka perusahaan dapat mengharapkan

220
3,4 kegagalan dari satu juta kesempatan (DPMO = Defect per Million Opportunity) atau

mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada

dalam produk yang dibuat. Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri,

tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan

pelanggan (pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai maka kinerja sistem industri

akan semakin membaik, sehingga 6 sigma akan lebih baik dari 4 sigma.

Enam aspek kunci yang perlu diperhatikan didalam menerapkan konsep Six Sigma

yaitu: (1) Identifikasi kebutuhan pelanggan, (2) Identifikasi produk yang akan dibuat

(produk kita), (3) Identifikasi kebutuhan untuk membuat produk yang diinginkan

pelanggan, (4) Mendefinisikan proses untuk membuat produk tersebut, (5) Menghindarkan

kesalahan proses dan menghilangkan semua pemborosan, (6) Meningkatkan proses secara

terus menerus untuk mencapai tingkat kualitas Six Sigma

Apabila digunakan didalam bidang manufakturing maka aspek tersebut bisa di terjemahkan

menjadi :(1) Identifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan (sesuai

ekspektasi dan kebutuhan pelanggan) (2) Mengklarifikasikan semua karakteristik kualitas

sebagai CTQ (critical-to-quality) individual (3) Menentukan apakah setiap CTQ dapat

dikendalikan melalui pengendalian material, mesin, proses kerja ,dll. (4) Menentukan batas

toleransi maksimum untuk setiap CTQ sesuai yang diinginkan pelanggan. (menentukan nilai

BKA dan BKB) (5) Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ (menentukan

nilai maksimum standart deviasi untuk setiap CTQ (6) Mengubah desain produk atau proses

sedemikian rupa agar mampu mencapai nilai target Six Sigma Effectifitas dari upaya

221
peningkatan proses dan keberhasilan aplikasi Six Sigma dapat diukur melalui Cp (Capability

process) yang terus-menerus meningkat. Untuk Six Sigma memiliki Cp minimum 2. Berbagai

target pencapaian tingkat sigma, indeks kemampuan proses, Cp, dan variasi maksimum

proses untuk CTQ ditunjukkan pada Tabel 1

Pendekatan pengendalian proses Six Sigma mengijinkan adanya pergeseran nilai

rata-rata setiap CTQ individual dari proses industri sebesar +/- 1,5 sigma sehingga

menghasilkan 3,4 DPMO.

Tabel 1. Nilai Kapabilitas Proses Pada Berbagai Pencapaian Tingkat Sigma .

Peningkatan Kualitas Kapabilitas Proses Maksimum Variasi Proses


(target pencapaian (Cp) (Maks Standart Deviasi)
tingkat sigma)
3,0 Sigma 1,00 0,1667 x (BKA-BKB)
3,1 Sigma 1,03 0,1613 x (BKA-BKB)
3,2 Sigma 1,07 0,1563 x (BKA-BKB)
3,3 Sigma 1,10 0,1515 x (BKA-BKB)
3,4 Sigma 1,13 0,1471 x (BKA-BKB)
3,5 Sigma 1,17 0,1429 x (BKA-BKB)
3,6 Sigma 1,20 0,1389 x (BKA-BKB)
3,7 Sigma 1,23 0,1351 x (BKA-BKB)
3,8 Sigma 1,27 0,1316 x (BKA-BKB)
3,9 Sigma 1,30 0,1282 x (BKA-BKB)
4,0 Sigma 1,33 0,1250 x (BKA-BKB)
4,1 Sigma 1,37 0,1220 x (BKA-BKB)
4,2 Sigma 1,40 0,1190 x (BKA-BKB)
4,3 Sigma 1,43 0,1163 x (BKA-BKB)
4,4 Sigma 1,47 0,1136 x (BKA-BKB)
4,5 Sigma 1,50 0,1111 x (BKA-BKB)

222
4,6 Sigma 1,53 0,1087 x (BKA-BKB)
4,7 Sigma 1,57 0,1064 x (BKA-BKB)
4,8 Sigma 1,60 0,1042 x (BKA-BKB)
4,9 Sigma 1,63 0,1020 x (BKA-BKB)
5,0 Sigma 1,67 0,1000 x (BKA-BKB)
5,1 Sigma 1,70 0,0980 x (BKA-BKB)
5,2 Sigma 1,73 0,0962 x (BKA-BKB)
5,3 Sigma 1,77 0,0943 x (BKA-BKB)
5,4 Sigma 1,80 0,0926 x (BKA-BKB)
5,5 Sigma 1,83 0,0909 x (BKA-BKB)
5,6 Sigma 1,87 0,0893 x (BKA-BKB)
5,7 Sigma 1,90 0,0877 x (BKA-BKB)
5,8 Sigma 1,93 0,0862 x (BKA-BKB)
5,9 Sigma 1,97 0,0847 x (BKA-BKB)
6,0 Sigma 2,00 0,0833 x (BKA-BKB)
Proses 6 sigma dengan distribusi normal bergeser 1,5 sigma ditunjukkan pada gambar 1

(vincent 311)

1,5 1,5
SIGMA SIGMA
LSL US
L

-6 1,5 1,5 +6
SIGMA SIGMA SIGMA SIGMA

Gambar 1 Konsep Six Sigma Motorola dengan Distribusi Nornal Bergeser 1,5 Sigma

223
10.5. Langkah-langkah penerapan proyek peningkatan kualitas Six Sigma

Penerapan peningkatan kualitas Six Sigma harus melibatkan secara intensif antara

menejemen dari tingkat atas sampai bawah dan akan ditangani langsung oleh black belt

sebagai pemimpin tim menejemen proyek. Keterlibatan menejemen sangat penting karena

berdasarkan survei menunjukkan bahwa sekitar 68% tingkat kegagalan proses dapat di

kendalikan oleh menejemen, sedangkan sekitar 32% yang dapat dikendalikan oleh pekerja.

Penerapan peningkatan kualitas mengikuti empat tahap yaitu (1) identifikasi, (2)

karakterisasi, (3) optimasi (4) institusionalisasi, yang terdiri dari delapan langkah:

Recognize, Define, Pengukuran, Analize, Improve, Kontrol, Standardize, and integrate

10.5. 1 Tahap Pertama (Identifikasi)

Tujuan dari tahap identifikasi adalah mengidentifikasikan bisnis-bisnis kunci dari

perusahaan. Tanggung jawab dari tahap ini ada pada menejemen dan master black belt.

Menejemen perlu memahami bahwa fokus dari Six Sigma bukan hanya pada banyaknya

kegagalan persejuta kesempatan, tetapi terutama pada metodologi sistematik untuk

mengurangi variasi dalam proses dari bisnis-bisnis kunci yang berkaitan langsung dengan

pelanggan. Pertumbuhan bisnis tergantung pada bagaimana baiknya perusahaan

memenuhi kebutuhan pelanggan dalam hal kualitas, harga kompetitif, dan penyerahan

tepat waktu. Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini dengan suatu tingkat

kepastian yang diketahui di kendalikan oleh kapabilitas proses (Cp), dan banyaknya variasi

224
dalam proses itu ( proses dapat bermacam-macam, dari proses administrasi pada bidang

jasa sampai pada proses penjualan dalam bidang manufakturing). Variasi memiliki dampak

langsung pada hasil bisnis dalam bentuk biaya ( yang berpengaruh langsung pada harga

yang ditawarkan), waktu siklus (yang berpengaruh pada penyerahan barang tepat waktu),

dan banyaknya kegagalan yang berpengaruh langsung pada tingkat kualitas yang

ditawarkan. Semua ini memiliki dampak langsung terhadap pelanggan.

Langkah pertama: Recognize. Identifikasi proses dari bisnis-bisnis kunci yang berkaitan

langsung dengan pelanggan, yang dilakukan oleh menejemen dan master black belt, akan

memudahkan perusahaan untuk mengakui bagaimana proses-proses bisnis kunci itu

mempengaruhi provitabilitass dan kemudian mendefinisikan apa yang menjadi critical to

business process. Dengan demikian menejemen dan master black belt harus mengetahui

dan mengakui keadaan sesungguhnya dari proses-proses bisnis kunci.

Langkah kedua: Define. Lankah ini untuk mendefinisikan rencana tindakan yang harus

dilakukan untuk melaksanakan peningkatan dari setiap tahap proses bisnis kunci. Tanggung

jawab dari definisi proses bisnis kunci berada pada menejemen dan master black belt.

Setiap tindakan harus mengikuti prinsip RHUMBA : Realistic, Humanistic, Understandable,

dapat diukur, Behavioral dan Attainable. Rencana tindakan yang baik dapat dituangkan

dalam formulkir 5W-2H. Termasuk dalam langkah definisi ini adalah menetapkan sasaran

dari aktivitas peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tingkat menejemen puncak, sasaran-

sasaran yang ditetapkan akan menjadi tujuan strategis dari organisasi, seperti

meningkatkan return of invesment dan pangsa pasar. Pada tingkat operasional sasaran

225
mungkin untuk meningkatkan output produksi, produktivitas, menurunkan cacat produk,

biaya operasional, dll. Pada tingkat proyek, sasaran juga dapat serupa dengan tingkat

operasional seperti menurunkan tingkat cacat produk, menurunkan down time mesin,

meningkatkan output dari setiap proses produksi dll.

10.5. 2 Tahap Kedua (Karakterisasi)

Tujuan dari tahap karakterisasi adalah menilai dimana suatu proses pada waktu

tertentu haarus diukur dan membantu menetapkan tujuan yang harus dicapai oleh

perusahaan melalui proyek peningkatan kualitas Six Sigma. Dengan kata lain bahwa tujuan

dari tahap ini adalah memahami tingkat kinerja yang ada sekarang.

Tanggung jawab karakterisasi ada pada black belt Suatu tujuan yang baik harus mengikuti

prinsip SMART (Specific, Pengukuranble, Achievable, Result oriented,Timely). Dalam tahap

ini biasanya dipilih satu atau lebih karakteristik kunci dari prosuk dan membuat suatu

diskripsi terperinci dari setiap langkah dalam proses pembuatan produk itu. Langkah proses

bisa menggunakan diagram alir proses, setelah itu dilakukan pengukuran yang diperlukan,

mencatat hasil pada kartu pengendalian proses dan melakukan analisis tentang kapabilitas

proses jangka pendek dan jangka panjang. Pada tahap karakterisasi ini terdapat dua

langkah, yaitu : (1) pengukuran,(2) analisa

Langkah ketiga; Pengukuran. Terdapat tiga hal penting didalam pengukuran ini, yaitu : (1)

memilih karakteristik critical-to-quality CTQ kunci yang berhubungan langsung dengan

226
kebutuhan pelanggan, (2) mendefinisikan standar pengukuran (3) melakukan validasi

terhadap sistem pengukuran itu. Tanggung jawab langkah ini ada pada black belt.

Langkah keempat :Analisa. Terdapat tiga hal penting dalam langkah analisis ini yaitu : (1)

menetapkan kapabilitas proses (2) mendefinisikan target-target kinerja (3)

mengidentifikasikan sumber-sumber variasi. Analisis dilakukan untuk mengidentifikasikan

kesenjangan yang terjadi antara kinerja sekarang dengan target yang diharapkan. Alat-alat

analisis bisa menggunakan statistika deskriptif dan statistika induktif. Analisis terhadap

kapabilitas proses hanya boleh dilakukan apabila proses berada dalam keadaan stabil.

10.5.3 Tahap ketiga (Optimisasi)

Tujuan dari tahap optimisasi adalah mengidentifikasikan langkah apa yang

dibutuhkan untuk dilaksanakan dalam meningkatkan suatu proses dan menurunkan

sumber utama penyebab variasi. Dengan kata lain tujuan dari tahap ini adalah mencapai

terobosan peningkatan dramatik. Dalam tahap optimisasi variabel-variabel proses kunci

diidentifikasikan melalui perancangan percobaan yang umumnya menggunakan prinsip-

prinsip taguchi experiment. Hasil-hasil dari tahap ini dapat digunakan untuk memodifikasi

batas-batas proses yang lebih baik, memodifikasi langkah-langkah tertentu dari proses

atau memilih material dan peralatan yang lebih baik,

Tahap optimisasi terdiri dari dua langkah, yaitu : (1) improve, (2) kontrol

Langkah kelima : Improve. Dalam lankgah ini black belt sebagai penanggung jawab harus

kreatif dalam mencari cara-cara baru untuk meningkatkan prosses agar menjadi lebih baik,

227
effisien dan lebih cepat. Dengan kata lain langkah improvement akan meningkatkan

elemen-elemen sistem untuk mencapai sasaran kinerja, Penggunaan menejemen proyek

dan alat-alat menejemen akan sangat intensif dalam langkah ini Alat-alat menejemen

seperti diagram sebab akibat, diagram jaringan dan alat-alat pengendalian proses

statistikal dapat diterapkan pada langkah ini untuk mengetahui penyebab potensial yang

menyebabkan variasi proses. Dalam improve ada tiga hal yang harus dikerjakan, yaitu : (1)

mengetahui penyebab potensial yang menyebabkan variasi proses, (2) menemukan

hubungan variabel-variabel kunci penyebab variasi, dan (3) menetapkan batas-batas

toleransi operasional.

Langkah keenam : Kontrol. Pengendalian sistem yang baru harus dilakukan oleh black belt.

Organisasi dapat menggunakan sistem menejemen kualitas ISO 9001 dan sistem

menejemen lingkungan ISO 14001 sebagai suatu sistem yang menjamin bahwa prosedur-

prosedur terdokumentasi telah diterapkan secara benar. Pengendalian dilakukan terhadap

setiap rencana tindakan yang diterapkan, agar mencapai hasil target peningkatan sigma

yang diharapkan. Dengan demikian langkah kontrol akan mengendalikan karakteristik

sistem yang kritis terhadap nilai untuk pelanggan. Terdapat tiga hal p okok yang haarus

dilakukan dalam langkah pengendalian, yaitu: (1) melakukan validasi terhadap sistem

pengukuran, (2) menentukan kapabilitas proses yang telah tercapai sekarang dan (3)

menetapkan rencana-rencan pengendalian proses.

10.5.4 Tahap Ke empat (Institusionalisasi)

228
Tahap institusionalisasi terdiri dari dua langkah, yaitu : (1) Standarisasi, (2)

integrate. Tujuan dari institusionalisasi adalah mentranformasikan bagaimana praktek

bisnis dilakukan mengikuti prinsip-prinsip Six Sigma. Dengan kata lain tujuan dari

institusionalisasi adalah mengintegrasikan Six Sigma kedalam cara praktek bisnis yang di

kelola sehari-hari.

Langkah ketujuh : Standarisasi. Tujuan dari tahap ini adalah menstandarisasikan sistem

yang telah terbukti menjadi terbaik dalam bisnis kelas dunia. Langkah ini merupakan

tanggung jawab menejemen. Hasil-hasil yang memuaskan dari proyek peningkatan kualitas

Six Sigma harus distandarisasikan dan selanjutnya melakukan peningkatan terus-menerus

pada jenis masalah yang lain melalui proyek Six Sigma.

Langkah kedelapan : Integrate. Tujuan dari langkah ini adalah mengintegrasikan metode-

metode standar dan proses ke dalam siklus desain, dimana salah satu prinsip dari desain

untuk Six Sigma (DFSS) adalah bahwa proses desain harus menggunakana komponen-

komponen yang ada. Proses-proses dan praktek-praktek yang telah terbukti terbaik dalam

kelasnya. Pemahaman langkah ini oleh menejemen adalah sangat penting untuk menilai

kembali bagaimana mereka mengakui dan menghargai proyek Six Sigma yang telah

berhasil.

10.6. Alat-alat pemecahan masalah

10.6.1 Lembar Pemeriksaan

229
Lembar pemeriksaan adalah alat yang terdiri dari daftar item dan beberapa

indikator dari seberapa sering setiap item pada daftar tersebut terjadi. Dalam bentuk yang

paling sederhana, daftar pemeriksaan adalah alat-alat yang membuat proses pengumpulan

data menjadi lebih mudah dengan menyediakan penjelasan pra tertulis dari kejadian yang

mungkin terjadi. Lembar pemeriksaan dapat digunakan untuk proses, kerusakan lokasi

kerusakan dan juga diagram sebab akibat.

10.6.2 Analisis Pareto

Analisis Pareto adalah proses dalam memperingkat kesempatan untuk menentukan

yang mana dari banyak kesempatan potensial ada, yang harus di kejar terlebih dahulu. Ini

juga dikenal sebagai "memisahkan sedikit yang penting dari banyak yang sepele". Analisis

pareto digunakan pada berbagai tahap dalam suatu program peningkatan kualitas untuk

menentukan langkah mana yang akan diambil berikutnya.

Pareto Diagram merupakan bentuk yang special dari grafik batang yang membantu

anda untuk menemukan masalah yang harus dipecahkan. Membuat pareto diagram

berdasarkan check sheet atau formulir data lainnya membantu untuk mengarahkan kepada

masalah yang sebenarnya. Selanjutnya lebih terkonsentrasi pada batang yang paling tinggi

daripada menanggulangi batang yang lebih rendah

Langkah-langkah pembuatan pareto diagram : (1) Pilih masalah yang akan dibandingkan

menurut tingkatannya dengan menggunakan: (a) Brainstorming dan (b) Menggunakan data

yang sudah ada. (2) Pilih acuan atau standart sebagai bahan perbandingan dalam

230
perhitungan. (3) Pilih periode waktu dalam mempelajari. (4) Kumpulkan data dari setiap

kategori. (5) Bandingkan antara frekuensi atau biaya dari setiap kategori dengan kategori

keseluruhan. (6) Urutkan kategori-kategori tersebut dari kiri kekanan secara horisontal,

dimulai dari frekuensi atau biaya yang paling tinggi sampai yang paling rendah. Untuk

kategori yang berisikan jumlah frekuensi yang sedikit, maka kategori atau frekuensinya

dapat digabung dengan yang lain dan diletakkan pada sisi paling kanan diagram. (7) Pada

bagian atas setiap klasifikasi atau kategori, gambarlah kotak persegi yang tingginya

mewakili frekuensi atau biaya dalam klasifikasi tersebut.

Fungsi dari diagram pareto adalah untuk : (1) Untuk mengidentifikasi masalah yang paling

utama melalui skala perhitungan berbeda. (2) Menganalisa pengelompokan data yang

berbeda, seperti berdasarkan produk, mesin, shift, dll. (3) Untuk mengukur dampak

perubahan proses yang dibuat, seperti perbandingan antara sebelum dan sesudah

kejadian. (4) Untuk menjabarkan penyebab yang utama menjadi lebih spesifik.

10.6.3 Diagram Sebab dan Akibat

Peningkatan proses melibatkan pengambilan tindakan pada penyebab variasi.

Kebanyakan aplikasi praktis, jumlah kemungkinan penyebab untuk masalah tertentu dapat

sangat besar. Ishikawa mengembangkan metode sederhana dari menyajikan penyebab

secara grafik masalah kualitas tertentu. Metode ini sering disebut dengan beberapa nama

diantaranya: diagram Ishikawa, diagram tulang ikan, dan diagram sebab akibat.

231
Diagram sebab akibat adalah alat yang digunakan untuk mengatur dan

menunjukkan secara grafik semua pengetahuan yang dimiliki sebuah kelompok

sehubungan dengan masalah tertentu.

Beberapa langkah yang dilakukan adalah : (1) Mengembangkan bagan aliran dari wilayah

yang akan diperbaiki. (2) Mendefinisikan masalah yang akan diselesaikan. (3) Melakukan

sumbang saran untuk menemukan semua kemungknan penyebab masalah. (4) Mengatur

hasil sumbang saran dalam kategori yang rasional. (5) Membuat diagram sebab akibat yang

secara akurat menampilkan hubungan dari semua data dalam setiap kategori.

Setelah langkah tersebut selesai, maka diagram sebab akibat dibuat dengan

sederhana dengan langkah sebagai berikut: (1) Menggambarkan sebuah kotak pada

sudut tangan kanan jauh dari selembar kertas yang besar dan menggambarkan

sebuah panah horisontal yang menunjuk pada kotak tersebut. Didalam kotak tulis

keterangan dari masalah yang sedang di hadapi. (2) Tulis nama kategori
MASALAH diatas dan

dibawah garis horisontal, bayangkan ini sebagai cabang utama dari sebuah pohon. (3)
SEBAB AKIBAT
Gambarkan rincian data penyebab dari setiap kategori, bayangkan sebagai ranting
Penggolongan besar dari tiap penyebab utama yang akan diidentifikasi
dan dahan pada
(menggunakan 4W cabang.
+ 1H) Diagram sebab akibat yang baik akan memiliki ranting-

ranting seperti pada gambar 2

232
MASALAH

Telusuri tiap
penyebab

MASALAH

Gambar 2. Pembuatan diagram tulang ikan

10.6.4 Kuisioner

Kuisioner merupakan cara untuk mengumpulkan data dalam penelitian dengan

menggunakan daftar pertanyaan secara tertulis. Kuisioner berisikan rangkaian pertanyaan

mengenai sesuatu hal yang ingin di ketahui.

Tujuan pembuantan kuisioner adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dengan

tujuan survei dengan tingkat kehandalan (reliability) dan keabsahan (validitas) yang tinggi.

Berdasarkan bentuk dari struktur pertanyaannya kuisioner dibedakan menjadi 3 jenis yaitu:

233
1. Kuisioner terbuka

Responden bebas memberikan jawaban atas pertanyaan yang diterimanya

2. Kuisioner tertutup

Kuisioner ini memberikan pilihan jawaban atas pertanyaan yang diberikan sehingga

responden tidak memiliki kebebasan dalam menjawab.

3. Kombinasi kuisioner terbuka dan tertutup

Jawaban kuisioner ini sudah di tentukan tetapi kemudian disusul dengan pertanyaan

terbuka.

234
DAFTAR PUSTAKA

1. Sukanto, Reksohadiprodjo & Indriogito Sudarmo. 1997. “Management Produksi”.


BPFE. Jogjakarta.
2. T. Hani Handoko. 1996. “Dasar – Dasar Management Produksi & Opaerasi”. BPFE.
Jogjakarta.
3. Nasution A. Hakim. 1999. “Perencanaan & Pengendalian Produksi”. Gramedia.
Jakarta.
4. Scroeder, Roger G. 1977. “Management Operasi Jilid I”. Erlangga. Jakarta.
5. Apple, James M. 1990. “Tata Letak Pabrik & Pemindahan Bahan”. ITB. Bandung.
6. Diktat Kuliah. Ir. Kohar Sulistiyadi.

235
BIOGRAFI PENULIS I
Prof. Dr. Ir. Kohar Sulistyadi, MSIE adalah staf pengajar dan peneliti
pada Fakultas Teknik Universitas Sahid.
Lahir di Semarang, 25 Desember 1956.
Menuntut Pendidikan (Strata –1), dan (Strata–2), di Institut Teknologi
Bandung, di Bandung, dan menyelesaiakan Pendidikan (Strata –3), pada
Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, di Bogor.

Mempunyai pengalaman Di bidang explorasi Geologi untuk seluruh Indonesia selama 12 tahun dari tahun
1979 - 1990. Di bidang Industri menjadi konsultan perancangan sistem kerja dan sistem produksi di
Industri meubel; peningkatan kualitas industri garment dan industri sepatu.

Pengalaman Pendidikan mengajar dibidang Teknik Industri di Universitas Sahid Jakarta, Universitas
Indonesia, dan S-2 Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta, serta Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta. pada 1 Desember 2008 telah memperoleh Gelar Guru Besar Penuh (Profesor)
di bidang Perancangan Sistem Kerja dan Sistem Produksi.

Karier di Pendidikan diawali sebagai Pembantu Dekan I tahun 1992 – 1996, Dekan Fakultas Teknik
Universitas Sahid Jakarta pada tahun (2003-2007), selanjutnya menjadi Kepala Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat pada tahun (2008 – 2009) dan merangkap Ketua Prodi Magister
Manajemen . Rektor Universitas Sahid Surakarta pada tahun (2009 – 2016). Selain itu diminta menjadi
Dewan Kehormatan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Surakarta; Dewan Pertimbangan
Kamar Dagang Industri (KADIN) Surakarta; dan anggota Dewan Pakar Dewan Pariwisata Indonesia
(DEPARI) – Jawa Tengah. Selanjutnya menjadi Direrktur Executif Yayasan Sahid Jaya (2016-
Sekarang); Komiisaris Indipenden Hotel Sahid Jakarta Indonesia Tbk; dan Plt Rektor Universitas Sahid
Jakarta (2017)

Mendapat beberapa riset hibah bersaing dan didanai oleh DP2M DIKTI pada tahun 2006 -2008 dengan
judul Pemodelan Sistem Revitalisasi Agrowisata (Studi Kasus Taman Buah Mekarsari); Serta riset hibah
bersaing dan didanai oleh SIMLITABMAS DIKTI untuk tahun 2011-2013; Selanjutnya riset hibah
Penelitian Produk Terapan dengan judul Pengembangan Model Pengelolaan Ekowisata Kawasan
Ungaran – Salatiga, Pengembangan Model Pengelolaan Ekowisata Pesisir Kepulauan Seribu (2017 -
2020) dan riset Stranas dengan judul Model Pengembangan Industri Rumahan Responsif Gender
Berbasis Sumberdaya Alam Unggulan di Kabupaten Kendal (2017 - 2020)

Beberapa Karya Ilmiah Nasional telah diseminarkan dan dipublikasikan di Universitas Sahid Jakarta
dan Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta; Universitas Trisakti - Jakarta; BPPT - Jakarta
Universitas Islam Djakarta - Jakarta.. Beberapa karya ilmiah lain telah diseminarkan di Institut
Teknologi Bandung - Bandung, Institut Pertanian Bogor - Bogor; Universitas Gajah Mada –
Yogyakarta; Institut Teknologi Surabaya - Surabaya, dan Universitas Brawijaya – Malang.

Untuk Karya Ilmiah Internasional telah dipublikasikan pada tahun 2015: Understanding Indonesian
Youth Comunication Behaviors In The New Era Digital, Proceeding Internatrional Conferencde On
Transformation In comunication (ICOTIC). 2016 : Model Development of Home Industries Into Increase
Business Sclae Using Analytic Hierarchy Process (AHP) : A Case Study in Kendal Regency Central Java,
Indonesia. 2017: Developing Organization Citizenship Behavior of Employees in the Hospitality Industry
through Organizational Culture, Emotional Intelligence and Work Motivation. 2017: Gender-Responsive
Of Micro Enterprise Development Strategy using SAST (Strategic Assumption Surfacing And Testing)
And ISM (Interpretative Structural Modeling)

236
BIOGRAFI PENULIS II
Dr. Ir. Iman Basriman, MSi. adalah staf dosen di Fakultas Teknologi
Industri Pertanian, Universitas Sahid
Lahir di Bandung, 16 Mei 1963

Menuntut pendidikan Sarjana (S1) dan Magister (S2) di Institut Pertanian


Bogor, dan menyelesaikan Doktor (S3) di Universitas Pajajaran Bandung.

Pengalaman mengajar di bidang teknologi industri pangan di Program S1


Teknologi Pangan, dan Program S2 Magister Manajemen Universitas Sahid Jakarta.
Karier di pendidikan di Universitas Sahid Jakarta, dimulai sebagai Sekretaris Jurusan Teknologi
Pangan pada tahun 1989-1992, Pembantu Dekan III Fakultas Teknik tahun 1992 – 1996,
Pembantu Dekan II Fakultas Teknik Tahun 1999 – 2000, Kepala Biro Administrasi Akademik,
Perencanaan dan Sistem Informasi, Universitas Sahid Jakarta, tahun 2000 – 2007, Dekan Fakultas
Teknologi Industri Pertanian, tahun 2007- 2017, Wakil Rektor I Bidang Akademik dan
Perencanaan 2017-sekarang, Konsultan Akreditasi Institusi dan Program Studi BAN PT, tahun
2010-sekarang, Auditor Internal Akademik ISO 9001, 2008 dan 2015 tahun 2010-sekarang. Selain
itu menjabat sebagai Wakil Ketua Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI)
Cabang Jakarta, Tenaga Ahli (TA) Bimtek Pemagangan Menghadapi MEA: Penyusunan Modul
Quality Income & Packaging, tahun 2015, TA untuk Program Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia, Kemenperin RI, 2016.
Mendapat beberapa hibah riset dan pengabdian pada masyarakat dari Dikti dengan judul
Perancangan Model Strategi Pengembangan Agroindustri Unggulan Daerah tahun 2009,
Pengembangan Usaha Pengrajin Tempe Melalui Diversifikasi Produk di Lenteng Agung Jakarta
Selatan tahun 2015, Pemberdayaan Kelompok Usaha Masyarakat Nelayan Kelurahan Kalibaru
Cilincing Jakarta Utara tahun 2011, dari PHRI dan Depbudpar dengan judul Studi Pemanfaatan
Sampah Organik Hotel Sebagai Pupuk Organik dan Pakan Ternak tahun 2005.
Karya ilmiah yang telah dipublikasikan meliputi buku elektronik pada tahun 2015 berjudul
Quality, Income and Packaging diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi. Jakarta; buku pada tahun 2011dengan judul
Pengemasan dan Penyimpanan Pangan (Teori dan Aplikasinya pada Industri) diterbitkan oleh PT
Kreasi Prima Jaya Jakarta; artikel ilmiah dalam jurnal ilmiah tahun 2017 dengan judul Pengaruh
Jenis Starter terhadap Mutu Zeagurt Probiotik, dalam jurnal Konversi, Vol. 6 (1) : 19-29, tahun
2007 dengan judul Produksi Lovastatin oleh Isolat Lokal Aspergillus terreus, dalam Jurnal Ilmiah
Universitas Sahid Jakarta, Edisi Ketiga hal 59-70; tahun 2006 dengan judul Pemilihan Relokasi
Pelataran Parkir Mobil Barang (PPMB) di Kota Kediri Berdasarkan Metode Analitic Heirarchy
Process (AHP), dalam Jurnal Ilmiah Universitas Sahid Jakarta, Edisi Kedua : 50-59, dalam seminar
tahun 2015 Pembicara dalam Lokakarya Quality, Income, Packaging, Bidang Pelatihan dan
Produktivitas, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta; tahun 2015 Pembicara dalam
Seminar Nasional Penelitian Pangan dan Hasil Pertanian 2015. “Peranan Penelitian Pangan dan
Hasil Pertanian dalam Mendukung Kedaulatan Pangan”; tahun 2014 Pembicara dalam Seminar
dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI: “Peningkatan Daya Saing Industri Perkebunan yang
Berkelanjutan dalam Menghadapi Pasar Bebas ASEAN 2015”, Pekanbaru.

237

Anda mungkin juga menyukai