Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemtarifan Pelayanan Kesehatan

2.1.1 Pengertian Pemtarifan Pelayanan Kesehatan

Pemtarifan kesehatan adalah besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk

menyelenggarakan dan memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan

oleh perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Azwar, 1996). Dari

pengertian tersebut terdapat dua sudut pandang yang ditinjau dari :

1. Penyelenggara pelayanan kesehatan (provider) yaitu besarnya dana untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan yang berupa dana investasi serta dana

operasional.

2. Pemakai jasa pelayanan yaitu besarnya dana yang dikeluarkan untuk dapat

memanfaatkan suatu upaya kesehatan.

Dalam membicarakan pemtarifan kesehatan yang paling penting adalah

bagaimana memanfaatkan tarif tersebut secara efektif dan efisien baik ditinjau

dari aspek ekonomi maupun sosial dengan tujuan dapat dinikmati oleh seluruh

masyarakat yang membutuhkan. Dengan demikian suatu pemtarifan kesehatan

dikatakan baik, bila jumlahnya mencukupi untuk menyelenggarakan pelayanan

kesehatan yang dibutuhkan dengan penyebaran dana sesuai kebutuhan serta

pemanfaatan yang diatur dengan baik, efektif, dan efisien.

Sistem pembiyaan yang tepat untuk suatu negara adalah sistem yang

mampu mendukung tercapainya cakupan semesta. Cakupan semesta (universal

coverage) merupakan sistem kesehatan di mana setiap warga masyarakat memiliki

akses yang sama terhadap pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan

Universitas Sumatera Utara


10

rehabilitatif, yang bermutu dan dibutuhkan, dengan tarif yang terjangkau.

Cakupan semesta mengandung dua elemen inti: (1) Akses pelayanan kesehatan

yang adil dan bermutu bagi setiap warga; dan (2) Perlindungan risiko finansial

ketika warga menggunakan pelayanan kesehatan (WHO, 2005).

2.1.1 Jenis-Jenis Pemtarifan Pelayanan Kesehatan

Tarif pelayanan kesehatan masyarakat adalah tarif untuk

menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat

dengan tujuan utama lebih ke arah peningkatan kesehatan dan pencegahan (aspek

preventif-promotif). Sumber pemtarifan dari pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah (propinsi dan kabupaten/kota) berasal dari pajak (umum dan

penjualan), deficit financial (pinjaman luar negeri) serta asuransi sosial. Sedang

pemtarifan dari sektor swasta bersumber dari perusahaan, asuransi kesehatan

swasta, sumbangan sosial, pengeluaran rumah tangga serta communan self help.

Menurut Murti (1999), Sistem Pemtarifan kesehatan terdiri atas :

1. Out of Pocket Payment (OOP).

Out of Pocket Payment (OOP) adalah pasien membayar langsung

kepada dokter atau pemberi pelayanan kesehatan lainnya untuk pelayanan

kesehatan yang sudah diterima. Aspek positif metode ini, pasien menjadi

lebih menghargai nilai ekonomi dari pelayanan kesehatan yang diterima

sehingga menghindari penggunaan pelayanan kesehatan secara berlebihan.

Aspek negatifnya adalah pasien dan keluarga akan sangat rentan untuk

mengalami pengeluaran bencana (catastrophic expenditure) karena harus

Universitas Sumatera Utara


11

membayar tarif kesehatan yang mahal dan tak terduga pada saat sakit,

sehingga bisa menyebabkan pasien dan keluarganya jatuh miskin.

2. Pajak (Taxation)

Sistem pemtarifan pajak ini adalah dengan menarik pajak umum

(general taxatin) dari warga yang digunakan untuk memtarifi pelayanan

kesehatan. Pemerintah membayar sebagian dari tarif pelayanan kesehatan

pasien yang diberikan pada fasilitas kesehatan.

3. Asuransi (Insurance).

Sistem asuransi menarik premi yang dibayarkan oleh individu-

individu peserta asuransi. Penerapan pemtarifan kesehatan dengan sistem

asuransi akan menggeser tanggung jawab perorangan menjadi tanggung jawab

kelompok. Sistem asuransi juga akan mengubah sistem pembayaran dari

setelah pelayanan diberikan menjadi sebelum pelayanan diberikan serta

sesudah sakit menjadi sebelum sakit. Sistem asuransi ini menguntungkan

masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan dan menjadi sarana sektor

swasta untuk berperan dalam upaya kesehatan nasional.

4. Medical Saving Account.

Medical Saving Account mengharuskan warga menabung uang untuk

memtarifi pelayanan kesehatannya sendiri. Sejauh ini hanya Singapura yang

menggunakan sistem ini. Sistem ini memproteksi generasi berikutnya dari

tarif-tarif akibat generasi kini.

Universitas Sumatera Utara


12

2.2 Asuransi Kesehatan

2.2.1 Pengertian Asuransi Kesehatan

Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris yaitu insurance, dengan akar kata

in-sure yang berarti memastikan. Dalam konteks asuransi kesehatan, pengertian

asuransi kesehatan adalah memastikan seseorang yang menderita sakit akan

mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan tanpa harus mempertimbangkan

keadaan kantongnya. Dalam hal ini ada pihak yang menjamin atau menanggung

tarif pelayanan orang tersebut yang dikenal dengan asadur.

Asuransi Sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat

wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko

sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya. Prinsip

asuransi sosial meliputi : (UU SJSN No. 40 Tahun 2004).

a. Kegotongroyongan antara yang kaya dan miskin, yang sakit dan sehat,

yang kaya dan miskin, yang berisiko tinggi dan rendah

b. Kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif

c. Iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan

d. Bersifat nirlaba

Menurut sifat kepesertaannya, asuransi dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

Asuransi yang bersifat wajib dan sekarela. Sifat kepesertaan ini terkait dengan

kewajiban membayar premi yang bersifat wajib atau sukarela. Sistem asuransi

dengan kepesertaan wajib disebut asuransi sosial, sedangkan asuransi yang

kepesertaannya sukarela, digolongkan sebagai asuransi komersial karena tidak ada

kewajiban seseorang untuk ikut atau membeli asuransi.

Universitas Sumatera Utara


13

Jaminan kesehatan adalah salah satu bentuk perlindungan kesehatan untuk

menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang

layak. Jaminan kesehatan dilaksanakan dengan tujuan menjamin agar peserta

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

kebutuhan dasar kesehatan. Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan

perseorangan yaitu pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai

lainnya. Manfaat jaminan kesehatan ini diberikan kepada fasilitas kesehatan milik

pemerintah atau swasta yang menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara

Jaminan Sosisal. Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan

prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. (UU SJSN No. 40 Tahun 2004).

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disebut dengan

BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan

program jaminan sosial. (Undang-Undang BPJS No. 24 Tahun 2011).

Peserta

Premi Pelayanan

Imbal Jasa

Badan Asuransi Penyedia Pelayanan

Gambar 2.1 Gambar Bentuk Asuransi

Universitas Sumatera Utara


14

Dari ilustrasi diatas dapat dilihat ada dua elemen utama terselenggaranya

asuransi yaitu ada pembayaran premi/iuran dan manfaat pelayanan. Kedua elemen

yang mengikat peserta dan asuradur. Peserta membayar premi kepada badan

asuransi yang bekerja sama dengan penyedia pelayanan kesehatan, dengan premi

yang dibayarkan tersebut maka peserta mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai

dengan kontrak kesepakatan, perusahaan asuransi berperan sebagai perantara.

Pada hakikatnya dalam asuransi, secara umum, para pihak memiliki hak dan

kewajiban sebagaimana layaknya sebuah kontrak.

2.2.2 Manfaat Asuransi Kesehatan

Prinsip asuransi sesungguhnya sangat sederhana, yaitu sejumlah besar

orang sepakat menanggung risiko perorangan menjadi risiko bersama, agar

kerugian menjadi lebih ringan. Manfaat asuransi adalah mengeliminasi beban

finansial yang dihadapi peserta ketika jatuh sakit untuk membeli pelayanan

kesehatan. Keadaan sakit merupakan sesuatu yang tidak pasti (uncertainty), tidak

teratur dan mungkin jarang terjadi. Tetapi bila peristiwa tersebut benar-benar

terjadi, implikasi tarif pengobatan dapat demikian besar dan membebani ekonomi

rumah tangga. Kejadian sakit yang mengakibatkan bencana ekonomi bagi pasien

atau catastrophic illnes (Murti, 1999). Manfaat Asuransi Kesehatan menurut

Murti (1999), adalah :

1. Membebaskan dari kesulitan membayar dana tunai

2. Tarif kesehatan dapat dikendalikan

3. Mutu pelayanan dapat dijaga

4. Tersedianya data kesehatan

Universitas Sumatera Utara


15

2.2.3 Sejarah Asuransi Kesehatan di Indonesia

Pemerintah Indonesia sudah mulai memperkenalkan asuransi sejak tahun

1947, dua tahun setelah Indonesia merdeka. Asuransi Kesehatan berkembang

dimulai dengan asuransi sosial dalam bidang kecelakaan dan penyakit akibat

kerja, pada waktu itu pemerintah mewajibkan semua perusahaan untuk

mengasuransikan karyawannya terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja,

namun situasi keamaan negeri pasca kemerdekaan yang belum stabi, maka upaya

tersebut belum memungkinkan untuk terlaksana dengan baik.

Upaya pengembangan asuransi kesehatan yang lebih sistematis mulai

diwujudkan di tahun 1968 dengan tujuan sebagai jaminan pemeliharaan kesehatan

yang ditujukan untuk pegawai negeri termasuk pensiunannya, ABRI, beserta

dengan seluruh anggota keluargannya dan lebih dikenal dengan nama Asuransi

Kesehatan Nasional. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang

lebih baik , pada tahun 1984 pemerintah mengeluarkan sebuah peraturan yang

berisi penerima layanan kesehatan adalah PNS, ABRI, dan pejabat negara dengan

seluruh anggota keluarganya

Program asuransi kesehatan awalnya dikelola oleh suatu badan di

Departemen Kesehatan yang dikenal dengan Badan Penyelenggara Dana

Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), karena masalah birokrasi dan manajemen

yang kurang baik sehingga kurang memuaskan para pemangku kepentingan, maka

asuransi kesehatan dikelola oleh Perusahaan Umum (Perum) yang dikenal dengan

Perum Husada Bakti (PHB).

Universitas Sumatera Utara


16

Sebagai salah satu asuransi kesehatan di Indonesia, pada tahun 1992 status

perusahaan umum atau perum dikonversi menjadi Perusahaan Perseroan atau PT

(Persero) yang disingkat dengan PT Askes (Persero), dengan beberapa

pertimbangan seperti dengan status persero askes memiliki keleluasaan lebih

banyak dalam mengelola asset dan memperluas kepesertaan kepada sektor swasta,

fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan serta adanya kontribusi pemerintah yang

bernegosiasi bahwa persero harus melakukan kepentingan pelayanan kepada

peserta asuransi dan membuat manajemen menjadi lebih mandiri.

Pada awalnya asuransi kesehatan mewajibkan iuran sebesar 5% dari upah,

selanjutnya iuran diturunkan menjadi 2% yang harus dibayar oleh pegawai negeri,

sementara pemerintah sebagai majikan tidak membayar iuran. Di tahun 2004,

pemerintah mulai membayar 5% dari gaji yang secara bertahap dinaikkan menjadi

2% untuk memulai SJSN, sehingga total iuran asuransi kesehatan bagi pegawai

negeri menjadi 4% sampai tahun 2013.

Tahun 2005, menteri kesehatan menunjuk PT. Askes persero sebagai

penyelenggara sebuah program jaminan kesehatan yang dikhususkan bagi

masyarakat yang tidak mampu. Askes bertugas untuk mengelola sistem

keanggotaan serta pelayanan dasar kesehatan beserta rujukannya. Askes berusaha

memfokuskan badan usaha mereka untuk membantu pelayanan kesehatan bagi

masyarakat yang tidak mampu sehingga seluruh lapisan masyarakat bisa

merasakan pelayanan yang sama.

Tahun 2008, Askes berubah nama menjadi Jamkesmas yang berarti

Jaminan Kesehatan Masyarakat. Jamkesmas memiliki beberapa prinsip dalam

Universitas Sumatera Utara


17

menjalankan sistemnya seperti pelayanan kesehatan dilaksanakan secara

terstruktur dan berjenjang, prinsip yang dijalankan mengacu pada asuransi

kesehatan sosial, serta diselenggarakan di seluruh Indonesia secara serentak

dengan asas gotong royong sehingga dapat terjadi subsidi silang. Pengelolaanya

pun dilakukan secara transparan dan hati-hati.

PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero) yang sekarang telah

bertransformasi menjadi BPJS merupakan salah satu asuransi kesehatan terbaik di

Indonesia yang dikelola oleh negara yang beralih dari badan usaha milik negara

menjadi badan hukum publik. BPJS Kesehatan mulai 1 Januari 2014 dan BPJS

Ketenagakerjaan mulai 1 Juli 2015. Seluruh peserta jaminan kesehatan yang

berasal dari ASKES, JAMKESMAS, JAMSOSTEK, akan berganti nama menjadi

peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

2.3 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

2.3.1 Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial telah diatur dengan Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang

terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Untuk program Jaminan

Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, implementasinya telah

dimulai sejak 1 Januari 2014. Program tersebut selanjutnya disebut sebagai

program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan melalui mekanisme

asuransi sosial yang bertujuan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dalam

Universitas Sumatera Utara


18

sistem asuransi sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

Perlindungan ini diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau

iurannya dibayar oleh pemerintah. (PKM. No. 28 Tahun 2014)

Dalam JKN prinsipnya diadopsi dan diperbaiki dari ASKES yang benar-

benar komprehensif dalam artian pengobatan semua jenis penyakit dijamin, baik

yang murah maupun mahal yang disediakan dalam bentuk layanan, bukan

penggantian uang terhadap semua penduduk Indonesia, termasuk warga negara

asing yang tinggal/bekerja di Indonesia.

2.3.2 Penyelenggara Pelayanan Kesehatan di era JKN

Penyelenggara pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang

dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat

kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat

pertama, kecuali pada keadaan gawat darurat, kekhususan permasalahan

kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan

fasilitas. (PMK. No. 28 Tahun 2014)

Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan

yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berupa Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL)

antara lain: (PMK. No. 28 Tahun 2014)

Universitas Sumatera Utara


19

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dapat berupa:

a. Puskesmas atau yang setara;

b. Praktik Dokter;

c. Praktik Dokter Gigi;

d. Klinik Pratama atau yang setara; dan

e. Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara

FKTP yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan harus

menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan paripurna,

berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan

kebidanan, dan Pelayanan Kesehatan Darurat Medis, termasuk pelayanan

penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan

kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan bagi

Fasilitas Kesehatan yang tidak memiliki sarana penunjang wajib membangun

jejaring dengan sarana penunjang. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan

berupa:

a. Klinik Utama atau yang setara;

b. Rumah Sakit Umum; dan

c. Rumah Sakit Khusus.

Universitas Sumatera Utara


20

2.3.3 Metode Pembayaran di Rumah Sakit

Terdapat dua metode pembayaran yang digunakan di rumah sakit yaitu

metode pembayaran retrospektif dan metode pembayaran prospektif. Metode

pembayaran retrospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan atas layanan

kesehatan yang diberikan kepada pasien berdasar pada setiap aktifitas layanan

yang diberikan, semakin banyak layanan kesehatan yang diberikan semakin besar

tarif yang harus dibayarkan. Contoh pola pembayaran retrospektif adalah Out of

Pocket (OOP) dan Fee For Services (FFS). (PMK. No. 27 Tahun 2014)

Metode pembayaran prospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan

atas layanan kesehatan yang besarannya sudah diketahui sebelum pelayanan

kesehatan diberikan. Contoh pembayaran prospektif adalah global budget,

Perdiem, Kapitasi dan case based payment yaitu Indonesia Case Base Groups

(INA-CBG’s) (PMK. No. 27 Tahun 2014)

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembayaran Prospektif

Kelebihan Kekurangan
Provider Pembayaran lebih adil sesuai Kurangnya kualitas Koding akan
dengan kompleksitas pelayanan menyebabkan ketidaksesuaian
Proses Klaim Lebih Cepat proses grouping
(pengelompokan kasus)
Pasien Kualitas Pelayanan baik Pengurangan Kuantitas
Pelayanan
Dapat memilih Provider dengan Provider merujuk ke luar / RS
pelayanan terbaik lain
Pembayar Terdapat pembagian resiko Memerlukan pemahaman
keuangan dengan provider mengenai konsep prospektif
dalam implementasinya
Tarif administrasi lebih rendah Memerlukan monitoring Pasca
Mendorong peningkatan sistem Klaim
informasi
Sumber : PERMENKES 27 Tahun 2014

Universitas Sumatera Utara


21

Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembayaran Retrospektif

Kelebihan Kekurangan
Provider Risiko keuangan sangat Tidak ada insentif untuk yang
kecil memberikan Preventif Care
Pendapatan Rumah Sakit "Supplier induced-demand”
tidak terbatas
Pasien Waktu tunggu yang lebih Jumlah pasien di klinik sangat
singkat banyak "Overcrowded clinics"
Lebih mudah mendapat Kualitas pelayanan kurang
pelayanan dengan
teknologi terbaru
Pembayar Mudah mencapai Tarif administrasi tinggi untuk
kesepakatan dengan proses klaim
provider meningkatkan risiko keuangan
Sumber : PERMENKES 27 Tahun 2014

2.4 Indonesia Case Bases Groups (INA-CBG’s)

2.4.1 Pengertian Indonesia Base Case Groups (INA-CBG’s)

Rumah sakit merupakan organisasi yang kompleks yang memberikan

pelayan yang bersifat heterogen kepada pasien, keadaan ini cukup menyulitkan

dalam perhitungan besaran pembayaran baik secara langsung dari pasien yang

dilayani (out of pocket) maupun dari Badan Penyelenggara Asuransi. Sehingga

casemix merupakan salah satu solusi untuk pemecahan masalah ini. Casemix

adalah pembayaran dengan tarif per diagnosisi, bukan tarif/harga satuan jenis

pelayanan dalam rangka penyembuhan penyakit. Dalam pembayran casemix,

rumah sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan pelayanan apa saja

yang telah diberikan kepada seorang pasien, akan tetapi rumah sakit hanya

menyampaikan diagnosis pasien waktu pulang dan memasukkan kode untuk kasus

tersebut. Menurut (Jacobs, 1997) casemix adalah suatu indeks atau alat ukur rata-

rata penggunaan sumber daya untuk kelompok khusus yang sejenis. Besaran yang

Universitas Sumatera Utara


22

dihasilkan memperlihatkan perkiraan sumber daya yang digunakan untuk masing-

masing kasus.

Sistem casemix adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan

mengacu pada ciri klinis yang mirip/sama dan penggunaan sumber daya/tarif

perawatan yang mirip/sama, pengelompokan dilakukan dengan menggunakan

software grouper. Sistem casemix saat ini banyak digunakan sebagai dasar sistem

pembayaran kesehatan di negara-negara maju dan sedang dikembangkan di

negara-negara berkembang. (PMK. No 27 Tahun 2014)

2.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pembayaran Indonesia Case Base


Groups (INA-CBG’s)

Menurut Thabrany (2014), pembayaran casemix ini membawa

konsekuensi rumah sakit dan tim dokter harus bekerja secara efisien agar surplus,

lewat casemix pendapatan sebuah rumah sakit ditentukan dari keberhasilan tim,

bukan orang per orang. Sehingga seluruh elemen rumah sakit harus bekerja sama

dengan baik untuk menghindari risiko. Adapun kelebihan dan kekurangan sistem

pembayaran Indonesia Case Base Groups (INA-CBG‟s) menurut Thabrany

(2014), yaitu :

Kelebihan sistem pembayaran Indonesia Case Base Groups (INA-CBG‟s):

1. Memudahkan administrasi pembayaran bagi rumah sakit dan pihak

pembayar

2. Memudahkan pasien memahami besaran tarif yang harus dibayar

3. Memudahkan perhitungan pendapatan rumah sakit

4. Memberikan intensif kepada rumah sakit dan tenaga kesehatan untuk

menggunakan sumber daya seefisien mungkin

Universitas Sumatera Utara


23

5. Mendorong kerja tim rumah sakit yang berpotensi meningkatkan kualitas

layanan dan menurunkan risiko kesalahan medis.

Kekurangan sistem pembayaran Indonesia Case Base Groups (INA-CBG’s) :

1. Penerapannya membutuhkan pembayar pihak ketiga yang cukup dominan

2. Penerapannya membutuhkan sistem informasi kesehatan, seperti rekam

medis, teknologi, jaringan computer, dll.

3. Membatasi dokter dari upaya coba-coba produk obat, medis, yang

ditawarkan oleh perusahaan farmasi atau alat kesehatan.

4. Menimbulkan goncangan bagi para dokter yang biasa menentukan sendiri

besaran jasa medisnya.

5. Membutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh elemen rumah sakit.

2.4.3 Manfaat Indonesia Case Base Groups (INA-CBG’s)

Casemix memberikan informasi tentang klasifikasi kasus-kasus dengan

diagnosa yang sejenis disertai standar-standar pelayanan yang digunakan sehingga

memudahkan dalam perhitungan tarif yang tercermin pada casemix (unit cost per

jenis penyakit). Menurut Thabrany (2014), jika ditinjau dari beberapa aspek,

casemix mempunyai manfaat antara lain :

1. Dari aspek perencanaan, casemix dapat menyediakan informasi yang

akurat tentang tarif kesehatan yang dibutuhkan per penyakit.

2. Dari aspek pemtarifan, casemix dapat digunakan sebagai dasar persamaan

persepsi dan alat ukur untuk penetapan kerjasama dengan Bapel.

Universitas Sumatera Utara


24

3. Dari aspek pemeliharaan, casemix dapat digunakan sebagai alat ukur dari

output rumah sakit dan menjadi dasar dari negosiasi tarif dengan pasien

ataupun badan penyelenggara

4. Dari mutu pelayanan kesehatan, casemix membantu meningkatkan mutu

melalui penyediaan informasi bagi para tenaga medis dan tenaga kesehatan

lain tentang jenis perawatan, rata-rata lama hari rawat serta tarif pelayanan

kesehatan.

2.4.4 Sejarah Indonesia Case Base Groups (INA-CBG’s) di Indonesia

Di Indonesia, metode pembayaran prospektif dikenal dengan Casemix

(case based payment). Sistem casemix pertama kali dikembangkan di Indonesia

pada Tahun 2006 dengan nama INA-DRG (Indonesia- Diagnosis Related Group).

Implementasi pembayaran dengan INA-DRG dimulai pada 1 September 2008

pada 15 rumah sakit vertikal, dan pada 1 Januari 2009 diperluas pada seluruh

rumah sakit yang bekerja sama untuk program Jamkesmas. (PMK. No 27 Tahun

2014)

Pada tanggal 31 September 2010 dilakukan perubahan nomenklatur dari

INA-DRG (Indonesia Diagnosis Related Group) menjadi INA-CBG (Indonesia

Case Based Group) seiring dengan perubahan grouper dari 3M Grouper ke UNU

(United Nation University) Grouper. Dengan demikian, sejak bulan Oktober 2010

sampai Desember 2013, pembayaran kepada Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK)

Lanjutan dalam Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) menggunakan INA-

CBG.

Universitas Sumatera Utara


25

Sejak diimplementasikannya sistem casemix di Indonesia telah dihasilkan

4 kali perubahan besaran tarif, yaitu tarif INA-DRG Tahun 2008, tarif INA-CBG

Tahun 2013, tarif INA-CBG Tahun 2014, dan tarif INA-CBG Tahun 2016. Tarif

INA-CBG mempunyai 1.077 kelompok tarif terdiri dari 789 kode grup/kelompok

rawat inap dan 288 kode grup/kelompok rawat jalan, menggunakan sistem koding

dengan ICD-10 untuk diagnosis serta ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan.

Pengelompokan kode diagnosis dan prosedur dilakukan dengan menggunakan

grouper UNU (UNU Grouper). UNU-Grouper adalah Grouper casemix yang

dikembangkan oleh United Nations University (UNU). (PMK. No. 27 Tahun

2014)

2.4.5 Struktur Kode dalam Indonesia Case Base Groups (INA-CBG’s)

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 27 Tahun 2014 Dasar

pengelompokan dalam INA-CBG’s menggunakan sistem kodifikasi dari diagnosis

akhir dan tindakan/prosedur yang menjadi output pelayanan, dengan acuan ICD-

10 untuk diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur. Pengelompokan

menggunakan sistem teknologi informasi berupa Aplikasi INA-CBG sehingga

dihasilkan 1.077 Group/Kelompok Kasus yang terdiri dari 789 kelompok kasus

rawat inap dan 288 kelompok kasus rawat jalan. Setiap group dilambangkan

dengan kode kombinasi alfabet dan numerik dengan contoh sebagai berikut :

Gambar 2.2 Struktur Kode INA-CBG

Universitas Sumatera Utara


26

Keterangan :

1. Digit ke-1 merupakan CMG (Casemix Main Groups)

2. Digit ke-2 merupakan tipe kasus

3. Digit ke-3 merupakan spesifik CBG kasus

4. Digit ke-4 berupa angka romawi merupakan severity level

Struktur Kode INA-CBGs terdiri atas :

a. Case-Mix Main Groups (CMGs)

 Klasifikasi tahap pertama

 Dilabelkan dengan huruf Alphabet (A to Z)

 Berhubungan dengan sistem organ tubuh

 Pemberian Label Huruf disesuaikan dengan yang ada pada ICD 10

untuk setiap sistem organ

 Terdapat 30 CMGs dalam UNU Grouper (22 Acute Care CMGs,

 2 Ambulatory CMGs, 1 Subacute CMGs, 1 Chronic CMGs, 4 Special

CMGs dan 1 Error CMGs)

 Total CBGs sampai saat ini sebanyak 1220.

 31 CMGs yang ada dalam INA-CBGs terdiri dari :

Universitas Sumatera Utara


27

Tabel 2.3 Casemix Main Groups (CMG)

No Case-Mix Main Groups (CMG) CMG Kode


1 Central nervous system Groups G
2 Eye and Adnexa Groups H
3 Ear, nose, mouth & throat Groups U
4 Respiratory system Groups J
5 Cardiovascular system Groups I
6 Digestive system Groups K
7 Hepatobiliary & pancreatic system Groups B
8 Musculoskeletal system & connective tissue Groups M
9 Skin, subcutaneous tissue & breast Groups L
10 Endocrine system, nutrition & metabolism Groups E
11 Nephro-urinary System Groups N
12 Male reproductive System Groups V
13 Female reproductive system Groups W
14 Deleiveries Groups O
15 Newborns & Neonates Groups P
16 Haemopoeitic & immune system Groups D
17 Myeloproliferative system & neoplasms Groups C
18 Infectious & parasitic diseases Groups A
19 Mental Health and Behavioral Groups F
20 Substance abuse & dependence Groups T
21 Injuries, poisonings & toxic effects of drugs Groups S
22 Factors influencing health status & other Z
contactswith health services Groups
23 Ambulatory Groups-Episodic Q
24 Ambulatory Groups-Package QP
25 Sub-Acute Groups SA
26 Special Procedures YY
27 Special Drugs DD
28 Special Investigations I II
29 Special Investigations II IJ
30 Special Prosthesis RR
31 Chronic Groups CD
32 Errors CMGs X
Sumber : PERMENKES 27 Tahun 2014

b. Case-Based Groups (CBGs):

Sub-group kedua yang menunjukkan tipe kasus (1-9)

Universitas Sumatera Utara


28

Tabel 2.4 Case-Based Groups (CBGs)

Tipe Kasus Group


a. Prosedur Rawat Inap Group-1
b. Prosedur Besar Rawat Jalan Group-2
c. Prosedur Signifikan Rawat Jalan Group-3
d. Rawat Inap Bukan Prosedur Group-4
e. Rawat Jalan Bukan Prosedur Group-5
f. Rawat Inap Kebidanan Group-6
g. Rawat Jalan kebidanan Group-7
h. Rawat Inap Neonatal Group-8
i. Rawat Jalan Neonatal Group-9
j. Error Group-0
Sumber : PERMENKES 27 Tahun 2014

c. Kode CBGs

Sub-group ketiga menunjukkan spesifik CBG’s yang dilambangkan

dengan numerik mulai dari 01 sampai dengan 99.

d. Severity Level

Sub-group keempat merupakan resource intensity level yang menunjukkan

tingkat keparahan kasus yang dipengaruhi adanya komorbiditas ataupun

komplikasi dalam masa perawatan. Keparahan kasus dalam INA-CBG terbagi

menjadi :

1. “0” Untuk Rawat jalan

2. “I - Ringan” untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1 (tanpa

komplikasi maupun komorbiditi)

3. “II - Sedang” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 2 (dengan

mild komplikasi dan komorbiditi)

4. “III - Berat” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 3 (dengan

major komplikasi dan komorbiditi)

Universitas Sumatera Utara


29

Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013,

mengamanatkan tarif ditinjau sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun. Upaya

peninjauan tarif dimaksudkan untuk mendorong agar tarif makin merefleksikan

actual cost dari pelayanan yang telah diberikan rumah sakit. Selain itu untuk

meningkatkan keberlangsungan sistem pentarifan yang berlaku, mampu

mendukung kebutuhan medis yang diperlukan dan dapat memberikan reward

terhadap rumah sakit yang memberikan pelayanan dengan outcome yang baik.

Untuk itu keterlibatan rumah sakit dalam pengumpulan data koding dan data

costing yang lengkap dan akurat sangat diperlukan dalam proses updating tarif.

2.4.6 Tarif Pelayanan yang Diberikan Untuk FKRTL Dalam INA-CBG’s

Tarif Pelayanan yang diberikan untuk FKRTL dalam INA-CBG‟s adalah

pelayanan-pelayanan yang diperoleh oleh pasien yang akan diklaim oleh BPJS,

yang terdiri atas : (PERMENKES 27 Tahun 2014)

a. Aministrasi pelayanan;

b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis dasar di unit gawat darurat;

a. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis

dan subspesialis;

b. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non-bedah sesuai dengan

indikasi medis;

c. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

d. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;

e. Rehabilitasi medis termasuk rehabilitasi psikososial;

Universitas Sumatera Utara


30

f. Pelayanan darah;

g. Pelayanan kedokteran forensik klinik;

h. Pelayanan jenazah (pemulasaran jenazah) pada pasien yang meninggal di

fasilitas kesehatan (tidak termasuk peti jenazah);

i. Pelayanan keluarga berencana termasuk tubektomi interval, sepanjang

tidak termasuk ditarifi oleh pemerintah;

j. Perawatan inap non-intensif; dan

k. Perawatan inap di ruang intensif.

2.4.7 Regionalisasi dalam tarif INA-CBGs

Regionalisasi dalam tarif INA-CBGs dimaksudkan untuk mengakomodir

perbedaan tarif distribusi obat dan alat kesehatan di Indonesia.Dasar penentuan

regionalisasi digunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari Badan Pusat Statistik

(BPS), pembagian regioalisasi dikelompokkan menjadi 5 regional.Kesepakatan

mengenai pembagian regional dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) Kesehatan dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia

(PERSI) (PMK. No. 27 Tahun 2014). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No

52 Tahun 2016 Tarif INA- CBG terdiri dari 5 regional yaitu :

a. Tarif regional 1 meliputi :

Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa

Yogyakarta, dan Jawa Timur;

b. Tarif regional 2 meliputi :

Provinsi Sumatra Barat, Riau, Sumatra Selatan, Lampung, Bali, dan Nusa

Tenggara Barat;

Universitas Sumatera Utara


31

c. Tarif regional 3 meliputi ;

Provinsi Nangro Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Jambi, Bengkulu,

Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara,

Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan

dan Gorontalo;

d. Tarif regional 4 meliputi :

Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara dan

Kalimantan Tengah; dan

e. Tarif regional 5 meliputi :

Provinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua

Barat

2.4.8 Tarif Rawat Jalan dan Tarif Rawat Inap dalam INA-CBG’s

Tarif Rawat Jalan dan Tarif Rawat Inap dalam INA-CBG’s dikelompokkan

dalam enam tarif. Pengelompokan ini didasarkan pada jenis rumah sakit untuk

mengakomodir perbedaan tarif distribusi obat dan alat kesehatan di Indonesia

(PMK. No. 52 Tahun 2016)

a. Tarif Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto

Mangunkusumo;

b. Tarif Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, tarif

Rumah Sakit Kanker Dharmais, tarif Rumah Sakit Anak dan Bunda

Harapan Kita;

c. Tarif rumah sakit pemerintah dan swasta kelas A;

d. Tarif rumah sakit pemerintah dan swasta kelas B;

Universitas Sumatera Utara


32

e. Tarif rumah sakit pemerintah dan swasta kelas C; dan

f. Tarif rumah sakit pemerintah dan swasta kelas D.

2.4.9 Pembayaran Tambahan (top up payment) dalam INA-CBG’s

Pembayaran Tambahan (top up payment) untuk Beberapa Pelayanan

dalam INA-CBG‟s (PMK. No. 52 Tahun 2016)

a. special drugs;

b. special procedure;

c. special prosthese;

d. special investigation;

e. sub acute cases; dan

f. chronic cases

2.5 Low Back Pain (LBP)

2.5.1 Pengertian Low Back Pain (LBP)

Low Back Pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut

bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga

bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha

(Rakel, 2002). LBP atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan

muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik (Maher

et,al, 2002).

Menurut Suma‟mur 2009, Low Back Pain (LBP) berhubungan dengan

faktor risiko seperti usia, obesitas (kegemukan), kebiasaan merokok atau

kurangnya kesegaran/kebugaran jasmani, selain itu suma‟mur juga mengatakan

bahwa pada umumnya pekerjaan mengangkat, membawa, menarik atau

Universitas Sumatera Utara


33

mendorong beban berat atau yang dilakukan dengan posisi tubuh yang tidak

alami/dipaksakan lebih rentan mengalami keluhan Low Back Pain (LBP)

Low Back Pain (LBP) umumnya akan memberikan rasa nyeri pada

seseorang yang mengalaminya. Rasa nyeri dapat digambarkan sebagai sensasi

tidak menyenangkan yang terjadi bila mengalami cedera atau kerusakan pada

tubuh.Nyeri dapat terasa panas, gemetar, kesemutan/tertusuk, atau ditikam. Nyeri

akan menjadi suatu masalah gangguan kesehatan dikarenakan dapat menganggu

aktivitas yang akan dilakukan. (Septiawan, 2012).

Low back pain (LBP) merupakan rasa nyeri yang dirasakan pada

punggung bawah yang sumbernya adalah tulang belakang daerah spinal

(punggung bawah), otot, saraf, atau struktur lainnya di sekitar daerah tersebut.Low

back pain (LBP) dapat disebabkan oleh penyakit atau kelainan yang berasal dari

luar punggung bawah misalnya penyakit atau kelainan pada testis atau ovarium

(Suma‟mur, 2009).

2.5.2 Penyebab Low Back Pain (LBP)

Beberapa faktor yang menyebabakan terjadinya Low Back Pain (LBP) ,

antara lain:

a. Kelainan Tulang Punggung (Spine) Sejak Lahir

Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae.Menurut

Soeharso (1978) kelainan-kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat

berupa tulang vertebra hanya setengah bagian karena tidak lengkap pada saat

lahir.Hal ini dapat menyebabkan timbulnya low back pain yang disertai

dengan skoliosis ringan.

Universitas Sumatera Utara


34

b. Low Back Pain karena Trauma

Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP

(Bimariotejo, 2009). Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan

pekerjaan otot atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat

menderita nyeri pinggang bawah yang akut.Gerakan bagian punggung

belakang yang kurang baik dapat menyebabkan kekakuan dan spasme yang

tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan terjadinya trauma punggung

sehingga menimbulkan nyeri.Kekakuan otot cenderung dapat sembuh

dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu.Namun pada kasus-kasus

yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak mengakibatkan

gangguan yang lebih lanjut (Idyan, 2008).

c. Low Back Pain karena Perubahan Jaringan

Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan

jaringan pada tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut

tidak hanya pada daerah punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga

disepanjang punggung dan anggota bagian tubuh lain (Soeharso, 1978).

d. Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat

Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan

berjalan dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat

menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu

valgum, genu varum, coxa valgum dan sebagainya (Soeharso, 1987).

Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam waktu

yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP (Shocker, 2008).

Universitas Sumatera Utara


35

Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya

penekanan pada tulang belakang akibat penumpukan lemak, kelainan postur

tubuh dan kelemahan otot (Bimariotejo, 2009).

2.5.3 Faktor Resiko Low Back Pain (LBP)

Faktor resiko nyeri pinggang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan,

etnis, merokok, pekerjaan, paparan getaran, angkat beban yang berat yang

berulang-ulang, membungkuk, duduk lama, geometri kanal lumbal spinal dan

faktor psikososial (Bimariotejo, 2009). Penelitian (Yanra, 2013) tentang gambaran

penderita nyeri punggung bawah (Low Back Pain) di Poliklinik Bedah RSUD

Raden Mattaher Jambi yang menunjukkan sebagian besar responden Low Back

Pain / nyeri punggung bawah berjenis kelamin perempuan. Hasil penelitian ini

juga sama dengan penelitian Altinel, Levent, et al (2007) di Turki didapatkan

bahwa prevalensi nyeri punggung bawah pada perempuan adalah 63,2% dan pada

laki-laki sebesar 33,8%.

Sifat dan karakteristik nyeri yang dirasakan pada penderita LBP

bermacam-macam seperti nyeri terbakar, nyeri tertusuk, nyeri tajam, hingga

terjadi kelemahan pada tungkai (Idyan, 2008). Nyeri ini terdapat pada daerah

lumbal bawah, disertai penjalaran ke daerah-daerah lain, antara lain sakroiliaka,

koksigeus, bokong, kebawah lateral atau posterior paha, tungkai, dan kaki

(Bimariotejo, 2009)

Universitas Sumatera Utara


36

2.5.4 Pencegahan Low back pain

Pencegahan Low back pain sudah terjadi (Kaufmann dan Nettina dalam

Trimunggara2010) :

a. Latihan Punggung Setiap Hari

1. Berbaringlah terlentang pada lantai atau matras yang keras. Tekukan satu

lututdan gerakkanlah menuju dada lalu tahan beberapa detik. Kemudian

lakukan lagi pada kaki yang lain. Lakukanlah beberapa kali.

2. Berbaringlah terlentang dengan kedua kaki ditekuk lalu luruskanlah ke

lantai. Kencangkanlah perut dan bokong lalu tekanlah punggung ke lantai,

tahanlah beberapa detik kemudian relaks. Ulangi beberapa kali.

3. Berbaring terlentang dengan kaki ditekuk dan telapak kaki berada flat

dilantai. Lakukan sit up parsial,dengan melipatkan tangan di tangan dan

mengangkat bahu setinggi 6 -12 inci dari lantai. Lakukan beberapa kali.

b. Berhati-Hatilah Saat Mengangkat

1. Gerakanlah tubuh kepada barang yang akan diangkat sebelum

mengangkatnya.

2. Tekukan lutut , bukan punggung, untuk mengangkat benda yang lebih

rendah.

3. Peganglah benda dekat perut dan dada.

4. Tekukan lagi kaki saat menurunkan benda.

5. Hindari memutarkan punggung saat mengangkat suatu benda.

Universitas Sumatera Utara


37

c. Lindungi Punggung Saat Duduk dan Berdiri

1. Hindari duduk di kursi yang empuk dalam waktu lama

2. Jika memerlukan waktu yang lama untuk duduk saat bekerja, pastikan

bahwa lutut sejajar dengan paha. Gunakan alat Bantu (seperti

ganjalan/bantalan kaki) jika memang diperlukan.

3. Jika memang harus berdiri terlalu lama,letakkanlah salah satu kaki pada

bantalan kaki secara bergantian. Berjalanlah sejenak dan mengubah

posisi secara periodik.

4. Tegakkanlah kursi mobil sehingga lutut dapat tertekuk dengan baik tidak

teregang.

5. Gunakanlah bantal di punggung bila tidak cukup menyangga pada saat

duduk dikursi.

d. Tetaplah Aktif dan Hidup Sehat

1. Berjalanlah setiap hari dengan menggunakan pakaian yang nyaman dan

sepatu berhak rendah.

2. Makanlah makanan seimbang, diit rendah lemak dan banyak

mengkonsumi sayur dan buah untuk mencegah konstipasi.

3. Tidurlah di kasur yang nyaman.

4. Hubungilah petugas kesehatan bila nyeri memburuk atau terjadi trauma.

e. Coping Dengan Nyeri Leher

Kekakuan leher, nyeri leher dan bahu bisa disebabkan oleh akut injury,

regangan kronik, arthritis dan masalah otot dan tulang lainnya. Nyeri yang muncul

dapat berhubungan dengan aktifitas sehari-hari dan cara tidur. Untuk mengurangi

Universitas Sumatera Utara


38

nyeri diperlukan peningkatan mobilitas leher dan bahu.Tetapi perlu diperhatikan

latihan peregangan leher dilakukan bila tidak menimbulkan nyeri.Bila terasa

semakin tegang, kaku atau tertarik maka latihan leher harus dihentikan untuk

mencegah bahaya.

2.5.5 Teknologi Intervensi Fisioterapi

Pada kondisi nyeri punggung bawah karena spondilosis dan scoliosis,

modalitas fisioterapi yang dipergunakan adalah Micro WaveDiathermy (MWD),

Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan Core Stability Exercise.

1. Micro Wave Diathermy (MWD)

Micro Wave Diathermy adalah salah satu terapi heating yang

mengunakan stressor fisis berupa energi elektronik yang dihasilkan oleh arus

bolak balik frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm (Periatna

pembuluh darah. Dengan adanya vasodilatasi pembuluh darah maka akan terjadi

beberapa mekanisme dalam tubuh seperti peningkatan konsentrasi peningkatan

aliran darah ke otot. Dengan adanya peningkatan konsentrasi aliran darah ke otot

maka suplai oksigen dan nutrisi akan semakin banyak dan akan memperbaiki

metabolism jaringan sekitar yang diberikan terapi menggunakan MWD.

Menurut Sujanto (2007), dalam penggunaan MWD terdapat efek

fisiologis dan efek terapeutik. Dimana efek fisiologis tersebut mencakup

perubahan pada temperatur, jaringan ikat, jarinagan otot, jaringan saraf.Sedangkan

efek terapeutik lebih ke arah jaringan lunak, kontraktur jaringan dan gangguan

konduktivitas.Efek panas yang dihasilkan oleh MWD selain dapat mengurangi

nyeri, MWD juga dapat memberikan rileksasi pada otot sehingga dapat

Universitas Sumatera Utara


39

mengurangi spasme otot, karena sirkulasi darah serta pasokan O2 pada daerah

nyeri tersebut menjadi lancar. Setelah berkurangnya spasme otot ini maka akan

lebih mudah untuk melakukan gerakan – gerakan pada terapi latihan yang akan

dilakukan.

2. TENS (Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation)

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah

perangsangan saraf secara elektris melalui kulit. Dua pasang elektroda yang

berperekat dipasang pada punggung, di kedua sisi dari tulang punggung.

Mekanisme analgesia TENS adalah stimulasi elektrik akan mengurangi nyeri

dengan menghambat nosiseptif pada pre sinaps. Pada pemberian TENS juga akan

terjadi peningkatan beta – endorphin dan met – enkephalin yang memperlihatkan

efek antinosiseptif (Susilo, 2010).

TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk

merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit. Pada kasus LBP karena

spondilosis dan scoliosis ini menggunakan TENS dengan mekanisme segmental,

karena dengan mekanisme ini akan memblokir nyeri, yang nanti nya akan

menghasilkan efek anagesia dengan jalan mengaktifkan serabut A beta yang

selanjutnya akan menginhibisi neuron nosiseptif di kornu dorsalis medula spinalis.

3. Terapi Latihan

William Flexion Exercise banyak ditujukan pada pasien-pasien kronik

LBP dengan kondisi degenerasi corpus vertebra sampai pada degenerasi diskus.

Program latihan ini telah berkembang dan banyak ditujukan pd laki-laki dibawah

usia 50-an dan wanita dibawah usia 40-an yang mengalami lordosis lumbal yang

Universitas Sumatera Utara


40

berlebihan, penurunan space diskus antara segmen lumbal & gejala-gejala kronik

LBP.

2.6 Teknologi Intervensi Fisioterapi di Rumah Sakit Siti Hajar Medan

Teknologi Intervensi Fisioterapi atau disebut juga dengan pasif modalitas

adalah alat yang digunakan untuk mengurangi nyeri dan membantu pasien

melanjutkan aktivitas sehari-harinya. Klinik Fisioterapi Rumah Sakit Siti Hajar

Medan tidak ada memberikan obat-obat untuk pasien fisioterapi, pelayanan hanya

dalam bentuk terapi fisik dengan menggunakan pasif modalitas. Pemakaian

peralatan ini dikatakan pasif karena dalam pelaksanaanya pasien tidak terlibat

dalam pelayanan, di antara pasif modalitas yang ada di Klinik Fisioterapi Rumah

Sakit Siti Hajar Medan adalah ;

a. Sinar

Sinar infra merah dapat meningkatkan sirkulasi mikro,

membersihkan darah, memperbaiki tekstur kulit dan mencegah rematik.

b. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

Penggunaan energi listrik untuk merangsang saraf melalui kulit dan

terbukti dapat menghilangkan nyeri.

c. Ultrasound

Terapi menggunakan gelombang suara untuk mengurangi

ketegangan otot, rasa nyeri, memacu pertumbuhan kolagen.

Universitas Sumatera Utara


41

d. Traksi

Terapi dengan menggunakan mesin mekanis sebagai peregang atau

penarik untuk merelaksasi otot, cervical, mengurangi penekanan pada akar

syaraf.

e. Exercise

William Flexion Exercise banyak ditujukan pada pasien-pasien

kronik LBP dengan kondisi degenerasi corpus vertebra sampai pada

degenerasi diskus.

f. Message

Memperlancar peredaran darah dan getah bening dengan teknik

yang benar dan sesuai.

Universitas Sumatera Utara


42

2.7 Kerangka Pikir Penelitian

Rumah Sakit adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang akan memberikan

pelayanan kepada pasien, dari pelayan yang diberikan maka rumah sakit akan

menetapkan tarif pelayanan / tarif riil rumah sakit dan mengajukan tarif klaim

kepada BPJS, namun di Rumah Sakit Siti Hajar Medan terdapat selisih antara tarif

riil rumah sakit dengan tarif klaim INA-CBG‟s, sehingga akan diidentifikasi

faktor penyebab perbedaan tarif riil dengan tarif klaim, dan akan dilihat apakah

rumah sakit berisiko untung atau rugi. Oleh karena itu, kerangka pikir disusun

sebagai berikut:

Rumah Sakit

Pelayanan

TarifYang Tarif Klaim


Ditetapkan INA-CBG‟s
(RS) (BPJS)

Identifikasi
Selisih/ Faktor
Ada Perbedaan Tarif Penyebab
Perbedaan

Untung Rugi

Gambar 2.3 Kerangka Pikir Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai