Percobaan 1 Analisa Lemak Pada Susu Menggunakan Metode Gerber
Percobaan 1 Analisa Lemak Pada Susu Menggunakan Metode Gerber
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
terurai yaitu menjadi asam lemak dan gliserol. Proses ini dapat berjalan dengan
menggunakan basa menghasilkan gliserol dan garam asam lemak atau sabun. Oleh
karna itu, proses hidrolisis yang menggunakan basa disebut penyabunan. Jumlah
mol basa yang digunakan dalam proses penyabunan ini tergantung pada jumlah
mol asam lemak. Untuk lemak dengan berat tertentu, jumlah mol asam lemak
untuk lemak dengan panjang rantai karbon pada asam lemak tersebut (Poedjiadi,
2007).
Lemak atau lipid terdapat didalam susu dalam bentuk jutaan bola kecil
yang bergaris tengah antara 1-20 mikron dengan garis tengah rata-rata 3 mikron.
Biasanya terdapat kira-kira 100x106 butiran lemak dalam setiap ml susu. Butiran-
butiran ini mempunyai daerah permukaan yang luas dan hal tersebut
menyebabkan susu mudah dan cepat menyerap flavor asing. Butiran-butiran ini
mempertahankan keutuhannya karena, pertama tegangan permukaan yang
disebabkan oleh ukurannya yang kecil dan kedua karena adanya suatu lapisan tipis
(membran) yang membungkus butiran tersebut, yang terdiri dari protein dan
fosfolipid. Pembungkusan tipis ini mencegah butiran lemak untuk bergabung dan
membentuk butiran yang lebih besar. Kalau didiamkan, butiran-butiran lemak ini
akan muncul ke permukaan susu untuk membentuk lapisan / krim. Bila susu atau
krim diaduk secara mekanis, lapisan tipis sekeliling masing-masing butiran itu
sekarang dapat bergabung memnbentuk lemak yang terpisah dari bagian susu
yang lain. Selain protein, vitamin A, zat warna karoten, enzim-enzim tertentu
seperti fosfotase, fosfolipid seperti lesitin dan sterol, kolesterol juga berada pada
lapisan tipis lemak susu. Kira-kira 98-99% dari lemak susu terbentuk trigliserida
dimana tiga molekul asam lemak diesterifikasikan terhadap gliserol.
Monogliserida dan gliserida berisi satu atau dua asam lemak yang dihubungkan
pada gliserol dan jumlahnya didalam susu, dapat mencapai 0,5% digliserida dan
0,04% monogliserida (Bucke, 2007).
Sekurang-kurangnya, 50 macam asam lemak yang berbeda telah
ditemukan dalam lemak sisi dimana 60-75% bersifat jenuh, 25-30% tidak jenuh
dan sekitar 4% erupakan asam lemak polyunsaturated. Asam lemak yang terdapat
paling banyak adalah miristat (C14), palmitat (C16) dan stearat (C18), asam lemak
5
tak jenuh yang terutama adalah oleat (C18-satu ikatan rangkap), linoleat (C18-dua
ikatan rangkap) dan linolenat (C18-polyunsaturated). Asam butirat (C4) dan
kopruat (C6) juga terdapat dalam jumlah kecil sebagai trigliserida (Buckle, 2007).
Komponen mikro dari lemak susu antara lain adalah fosfolipid, sterol,
tokoferol (vitamin E), karoten dan vitamin A dan D. Susu mengandung kira-kira
0,3% fosfolipid, terutama lesitin, spingomielin, dan sepalin. Pada waktu susu
dipisahkan menjadi skim milk dan krim kira-kira 70% dari fosfolipid terdapat
didalam krim. Fosfolipid fapat dengan cepat teroksidasi didalam udara dan
akibatnya itu menyebabkan penyimpangan cita rasa susu. Sterol utama yang
terdapat didalam susu adalah kolesterol yang mencapai jumlah 0,015% (Buckle,
2007).
Prinsip uji kadar lemak susu dengan metode babcock, gerber, dan Te-Sa
adalah pemisahan lemak dengan cara menambahkan asam sulfat kedalam susu
dan kemudian diikuti pemusingan (sentrifus). Lemak yang terpisah tersebut
ditentukan jumlahnya berdasarkan skala yang ada pada tabel. Sebagai contoh
penentuan kadar lemak susu dengan metode gerber dilakukan denga cara
memasukkan 11 ml H2SO4 kedalam tabung gerber kedalam tabung tersebut segera
dimasukkan 11 ml susu dan 1 ml amyl alkohol. Kemudian tabung ditutup rapat
dan dikocok dengan kuat sehingga terbentuk warna ungu kehitaman. Setelah itu
tabung disentrifuse selama beberapa menit dan selanjutknya dipanaskan selama
beberapa menit dalam penangas air. Dengan cara ini lemak susu akan terpisah dan
jumlahnya dapat ditentukan dari skala tabung tersebut (Hadiwiyoto, 1983).
Prinsip penentuan kadar lemak susu menurut gerber sama saja dengan
metode babcock. Botol yang digunakan disebut butyrometer. Jadi penentuan kadar
lemak susu dengan metode ini juga menggunakan dasar penambahan asam sulfat
yang akan memisahkan asam lemak susu (Judkius, 1996).
Untuk mengetahui kadar lemak yang terdapat pada bahan pangan dapat
dilakukan dengan cara mengekstraksi lemak. Namun mengekstraksi lemak secara
murni sangat sulit dilakukan sebab pada waktu mengekstraksi lemak akan
terekstraksi pula zat-zat yang larut dalam lemak, seperti sterol, fosfolipid, asam
lemak bebas, pigmen karotenoid, klorofil, dan lain-lain (Lehninger, 1982).
6
Lemak susu (bersifat non polar) akan terpisah dari komponen susu
lainnya, yang bersifat polar karena densitasnya lebih rendah sehingga ia akan naik
ke permukaan (Sudarmadji, 1996).
Metode kering pada ekstraksi lemak mempunyai prinsip bahwa
mengeluarkan lemak dan zat terlarut dalam lemak terjadi dari sampel yang telah
kering benar dengan menggunakan pelarut anhydrous (Lehninger, 1982).
Penyebab kerusakan lemak antara lain :
a. Oksidasi dan ketengikan
Ketengikan disebabkan oleh adanya autoksidasi radikal asam lemak tidak
jenuh dalam lipid. Autoksidasi ini dimulai dengan pembentukan radikal-radikal
asam lemak bebas yang disebabkan oleh faktor seperti oksigen dari udara akan
membentuk peroksida aktif yang sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi
senyawa dengan rantai lebih pendek seperti aldehid, asam lemak dan karbon yang
bersifat volatile sehingga dapat menimbulkan bau tengik pada lipid (Winarno,
2004).
b. Hidrolisis
Lipid dapat terhidrolisis menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol.
Reaksi hidrolisis berlangsung karena adanya kondisi basa, kondisi asam maupun
enzim lipase. Jumlah asam lemak bebas yang meningkat pada bahan dapat
memudahkan terjadinya oksidasi sehingga akan menimbulkan cita rasa dan bau
tengik yang tidak dikehendaki (Winarno, 2004).
c. Penyerapan bau, lipid mudah sekali menyerap bau
Jika bahan pembungkus bahan dapat menyerap lipid maka lipid yang
terserap dapat teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan bau. Bau dari lipid yang
rusak ini akan mudah terserap oleh lipid lain yang ada dalam bungkusan sehingga
seluruh lipid akan menjadi rusak (Winarno, 2004).
Meskipun demikian senyawa-senyawa yang terbentuk dari ester-ester
asam lemak dan juga mengandung unsure atau gugus lain. Berdasarkan ini maka
telah dapat diklasifikasikan dengan beberapa senyawa sebagai berikut :
1. Lipid sederhana
Ester-ester ini dari senyawa asam lemak dengan bermacam-macam alkohol.
9
2. Lemak
Ester-ester dari asam lemak dengan alkohol gliserol.
3. Lilin
Ester-ester dari asam lemak dengan alkohol non-gliserol.
4. Senyawa lipida
Senyawa dari asam lemak dengan alkohol juga mengandung gugus-gugus yang
lain.
5. Pospolipida
Ester-ester yang mengandung asam lemak dan asam pospat dan biasanya
mengandung nitrogen
6. Glikolipida
Ester-ester yang mengandung asam lemak dan dengan karbohidrat dan senyawa
nitrogen tetapi mengandung asam pospat.
7. Turunan lipida
Suatu senyawa zat yang mempunyai sifat-sifat umum seperti lipida.
8. Alkohol
Kebanyakan rantai yang normal merupakan alkohol-alkohol yang tinggi dan sterol
(Sastrohamidjojo, 2009).
Protein susu terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu casein yang dapat
diendapkan oleh asam dan enzim rennin dan protein whey yang dapat mengalami
denaturasi oleh panas pada suhu kira-kira 65C (Buckle, 1985).
Casein adalah protein utama susu yang jumlahnya mencapai kira-kira
80% dari total protein. Casein terdapat dalam bentuk casein kalsium senyawa
kompleks dari kalsium fosfat dan terdapat dalam bentuk partikel. Partikel
kompleks koloid yang disebut micelles. Dengan mikroskop electron, partikel-
partikel casein dalam susu segar nampak sebagai bulatan-bulatan yang terpisah
dengan garis tengah sekitar 10-200 milimikron. Pasterurisasi nampaknya tidak
mengubah penyebaran casein. Homogenisasi susu menyebabkan sebagian dari
partikel-partikel casein dalam susu dapat dipisahkan dengan sentrifuge dengan
kecepatan tinggi atau dengan penambahan asam. Pengasaman susu oleh kegiatan
bakteri juga menyebabkan mengendapnya casein (Buckle, 1985).
10
karbon yang bersifat volatile sehingga dapat menimbulkan bau tengik pada lipid
(Winarno, 2004).
2. Hidrolisis
Lipid dapat terhidrolisis menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol.
Reaksi hidrolisis berlangsung karena adanya kondisi basa, kondisi asam maupun
enzim lipase. Jumlah asam lemak bebas yang meningkat pada bahan dapat
memudahkan terjadinya oksidasi sehingga akan menimbulkan cita rasa dan bau
tengik yang tidak dikehendaki (Winarno, 2004).
3. Penyerapan bau, lipid mudah sekali menyerap bau
Jika bahan pembungkus bahan dapat menyerap lipid maka lipid yang
terserap dapat teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan bau. Bau dari lipid yang
rusak ini akan mudah terserap oleh lipid lain yang ada dalam bungkusan sehingga
seluruh lipid akan menjadi rusak (Winarno, 2004).
4. Kerusakan Oleh Enzim
Lemak nabati dan minyak nabati hasil ekstraksi dari biji-bijian atau buah yang
disimpan dalam jangka waktu yang panjang dan terhindar dari proses oksidasi,
ternyata mengandung bilangan asam yang tinggi. Hal ini terutama disebabkan
oleh kontaminasi mikroba (Ketaren, 2008).
5. Kerusakan Oleh Mikroba
Kerusakan lemak oleh mikroba biasanya terjadi pada lemak yang masih
dalam jaringan dan dalam bahan pangan berlemak. Mikroba yang merusak lemak
dengan menghasilkan cita rasa tidak enak, disamping itu akan menghasilkan
perubahan warna yang tidak bagus (Amalia, 2012).
Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total yang
dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih dari 40% dari
konsumsi energi) dapat menimbulkan penyakit obesitas, darah tinggi dan
ateroskerosis (penggumpalan lemak pada dinding arteri). Lemak kemudian
mengental, mengeras dan akhirnya mempersempit saluran arteri sehingga
mengurangi suplai oksigen maupun darah ke organ-organ tubuh. Timbunan lemak
yang mengeras pada dinding arteri disebut plak. Bila plak menutupi saluran arteri
sepenuhnya, jaringan yang disuplai oleh arteri akan mati (Amalia, 2012).
12
(Amalia, 2012).
14
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.3 Flowsheet
16
10 mL H2SO4 91%-92%
Larutan Bening
ditambah 1 mL Amylalkohol
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
17
18
4.2 Reaksi
4.2.1 Struktur Minyak
O
H2C O C (CH2)7 C C (CH2)7 CH3
H H
O
HC O C (CH2)7 C C (CH2)7 CH3
H H
O
H2C O C (CH2)7 C C (CH2)7 CH3
H H
H C O C R1 H2C OH OH C R1
O O
H C O C R2 HC OH + OH C R2
O O
H C O C R3 H2C OH OH C R3
4.3 Pembahasan
Dalam percobaan mengenai penentuan kadar lemak pada susu dengan
metode Gerber ini, dilakukan dengan menggunakan sampel susu sapi murni dalam
kemasan botol yang akan dianalisa kadar lemaknya dengan metode Gerber, yaitu
dengan menggunakan alat butyrometer. Percobaan diawali dengan menyiapkan
sampel susu sapi, susu sapi dimasukkan ke dalam buret agar dapat dihitung atau
diukur volume susu yang diambil secara akurat. Setelah itu, alat butyrometer yang
digunakan dimasukkan dengan 10 mL H2SO4 dengan konsentrasi 91-92%. Alat
butyrometer berfungsi kadar lemak, sedangkan larutan H2SO4 91-92% sendiri
berfungsi sebagai asam yang akan mendestruksi atau mengurai protein dan laktosa
dalam susu. Setelah itu, kemudian susu dimasukkan secara perlahan melalui buret
ke dalam butyrometer yang berisi H2SO4, hal ini agar susu tidak langsung bereaksi
19
dengan H2SO4. Dan terbentuk 2 fase, yaitu fase atas berupa susu dan fase bawah
adalah H2SO4. Dan terdapat cincin coklat diantara fase tersebut yang merupakan
bagian dari protein yang terdenaturasi oleh H 2SO4. Setelah itu, ditambahkan
dengan amylalkohol (C5H11OH) sebanyak 1 mL, fungsi dari amyalkohol ini adalah
untuk mengendapkan protein dari susu dan mencegah pengarangan pada laktosa
dalam susu. Pada fase atas larutan yang merupakan amylalkohol ditambahkan
amylalkohol pada sampel dan terjadi penarikan lemak pada susu sehingga pada
sampel terpisah lemak dan yang bukan lemak yang ditandai dengan adanya
lapisan supernatan dengan terbentuknya gumpalan setelah fase amylalkohol.
Kemudian alat butyrometer ditutup dengan sumbatan busa dan dibalik, kemudian
dikocok selama 2 menit, pada saat dikocok, campuran tersebut berubah menjadi
larutan coklat gelap. Dimana dalam proses pengocokan ini, terjadi perombakan
dan penguraian protein dan laktosa pada susu oleh H2SO4, H2SO4 pula bereaksi
eksoterm sehingga alat butyrometer terasa panas, karena reaksi eksoterm sendiri
merupakan reaksi yang melepaskan kalor dari sistem ke lingkungan. Perombakan
protein dan laktosa dengan H2SO4 ini menyebabkan lepasnya lemak susu, karena
pada susu, lemak berada dalam sistem koloid dimana lemak terdispersi dalam
protein yang membentuk missel. Lemak yang keluar akan berbentuk cairan akibat
panas yang dihasilkan. Warna hitam yang dihasilkan dari proses pengocokan ini
disebabkan oleh terdestruksinya protein yang menyebabkan perubahan senyawa
organik menjadi senyawa anorganik yaitu karbon yang pada dasarnya berwarna
hitam. Setelah diaduk/dikocok selama 2 menit, ditambahkan 15 tetes aquades
untuk menambah volume agar pengamatan dapat dilakukan berdasarkan skala
yang ada pada alat butyrometer. Kemudian diinkubasikan selama 30 menit agar
lemak yang ada dapat naik dan membentuk suatu fase lemak yang berwarna
kuning agar dapat dibaca pada alat butyrometer. Setelah 30 menit terbentuklah
fase lemak dalam hal ini adalah lemak susu yang sudah terbebass dari protein
susu, dalam hal ini adalah lemak susu yang berwarna kuning gelap, berada pada
fase atas dan menunjukkan bahwa kadar lemak pada sampel susu sapi adalah
sebesar 3%. Berdasarkan Badan Standarisasi nasional (BSN) kadar lemak dalam
susu segar berdasarkan SNI adalah 3,00 % (SNI 01-3141-1998).
20
Lemak diekstraksi dengan campuran pelarut etil eter dan petroleum eter
dalam labu mononnier. Labu mononnier digunakan pula untuk
menghidrolisis sampel sebelum diekstrak.
2. Ekstraksi non-solvent
a. Metode babcock
Sejumlah sampel susu dipipet kedalam botol babcock. Asam sulfat
dicampur guna mendigesti protein menghasilkan panas, dan merusak
laisan yang mengelilingi droplet lemak, sehingga melepaskan lemak lalu
disentrifugasi dalam keadaan masih panas (55-60C) yang menyebabkan
lemak cair naik ke leher botol berskala. Dengan H2SO4 pekat ditambahkan
dengan sampel dalam botol babcock dimana asam mengurai protein
menghasilkan panas dan melepaskan lemak, lemak dipisahkan dengan
penambahan air panas dan proses sentrifugasi. Volume lemak dapat
diketahui langsung melalui botol babcock.
b. Metode gerber
Mirip dengan babcock namun dengan penggunaan asam sulfat, isoamil
alkohol juga bentuk botol yang sedikit berbeda. Metode ini lebih cepat dan
sederhana dibanding metode babcock, isoamil alkohol digunakan sebagai
pencegah pengarangan gula akibat panas dari asam sulfat.
c. Metode detergen
Sampel dicampur dedalam kombinasi surfaktan dalam botol babcock.
surfaktan akan menggantikan membran yang mengelilingi emulsi dalam
sampel susu menyebabkan lemak terpisah sampel disentrifugasi sehingga
lemak berada diatas botol sehingga kadar bisa ditentukan. Dimana lapisan
hasil sentrifugasi ringan dan ada di permukaan.
Standar ini merupakan revisi SNI 01-3141-1998. standar ini menetapkan
persyaratan mutu, pengambilan contoh, pengujian, pengemasan dan pelebelan
susu sapi segar. Persyaratan mutu itu meliputi:
Berat jenis (T= 27,5C) minimum= 1,0270 g/ml
Kadar lemak minimum 3,0%
Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 7,8%
22
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada percobaan yang dilakukan, didapatkan hasil kadar lemak pada
sampel susu sapi murni yaitu sebesar 3%.
Pada hasil reaksi setelah sampel susu murni ditambahkan dengan larutan
H2SO4 dan fase tengah adalah larutan berwarna coklat dan fase atas yaitu
berwarna putih. Serta dengan penambahan amil alkohol larutan menjadi
berwarna coklat menjadi kehitaman.
Didapatkan dari hasil percobaan, banyakjumlah tetesan aquades pada
butyrometer adalah 15 tetes agar minyak dapat terbaca pada skala
butyrometer.
5.2 Saran
Sebaiknya pada percobaan berikutnya dapat digunakan sampel lain seperti
susu kambing atau susu kerbau agar dapat diketahui perbedaannya.
24
25
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, G. 2012. Penetapan Kadar Lemak Pada Susu Kental Manis Metode
Sokletasi. Medan: USU.
Bresnick, Stephen. 2003. Intisari Kimia Organik. Jakarta: Hipokrates.
Buckle, K.A. 1985. Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press.
Fessenden & Fessenden. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Hadiwiyanto, S. 1983. Teknik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Yogyakarta:
Liberty.
Judkins, H.F. 1966. Milk Produk and Processing. New York: John Press.
Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.
Lehninger, A.L. 1982. Dasar Dasar Biokimia Jilid I. Jakarta: UI Press.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Poedjiadi, Anna. 2007. Dasar Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Sastrohamidjojo. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Sarwono, B. 1996. Beternak Kambing Unggul. Yogyakarta: Penebar Swadaya.
Sinaga, Sartika. S. 2008. Pengaruh Penambahan Sari Buah Mengkudu Terhadap
Perubahan Bilangan Peroksida, Bilangan Iodin dan Bilangan Asam dari
Minyak Goreng Bekas: USU.
Sudarmadji, S. B. Haryono dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian . Yogyakarta: Liberty dan PAU Pangan dan Gizi UGM.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama
Yazid, Estein. 2006. Penentuan Praktikum Biokimia. Yogyakarta: Andi Offset.