Anda di halaman 1dari 2

DEFINISI

Soeroso (2010, h.19) menjelaskan bahwa bentuk kejahatan yang bisa dikategorikan sebagai
kekerasan gender antara lain pelecehan seksual. Fakih (2008, h.21) menggambarkan bentuk-
bentuk yang dapat dikategorikan sebagai pelecehan seksual di antaranya adalah menyampaikan
lelucon jorok secara vulgar kepada seseorang dengan cara yang dirasakan sangat ofensif,
menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor, menginterogasi seseorang
tentang kehidupan atau kegiatan seksualnya atau kehidupan pribadinya, meminta imbalan seksual
dalam rangka janji untuk mendapatkan kerja atau untuk mendapatkan promosi atau janji-janji
lainnya, dan menyentuh atau menyenggol bagian tubuh tanpa ada minat atau tanpa seizin dari yang
bersangkutan.
Meyer dkk. (1987) menyatakan secara umum ada tiga aspek penting dalam mendefinisikan
pelecehan seksual yaitu aspek perilaku (apakah hal itu merupakan proposisi seksual), aspek
situasional (apakah ada perbedaan di mana atau kapan perilaku tersebut muncul) dan aspek
legalitas (dalam keadaan bagaimana perilaku tersebut dinyatakan ilegal). Berdasarkan aspek
perilaku, Farley (1978) mendefinisikan pelecehan seksual sebagai rayuan seksual yang tidak
dikehendaki penerimanya, di mana rayuan tersebut muncul dalam beragam bentuk baik yang
halus, kasar, terbuka, fisik maupun verbal dan bersifat searah. Bentuk umum dari pelecehan
seksual adalah verbal dan godaan secara fisik (Zastrow dan Ashman, 1989; Kremer dan Marks,
1992), di mana pelecehan secara verbal lebih banyak dari pada secara fisik.
Dampak pelecehan seksual itu sendiri dapat berbeda-beda, tergantung berat dan lamanya
pelecehan seksual. Dampak psikologisnya serupa dengan korban perkosaan. Balas dendam pelaku,
serangan balasan, atau victim blaming adalah hal yang memperburuk kondisi psikologis korban.
Umumnya akan diposisikan serupa korban perkosaan. Sistem yang seharusnya membantu dan
melindungi; besar kemungkinan justru memposisikan pada posisi yang lebih rentan mengalami
pelecehan seksual lagi. Pengalaman reviktimisasi bisa terjadi pada mereka yang melaporkan
pelecehan seksual atas dirinya. Korban pelecehan seksual bisa mengalami perubahan secara tidak
langsung pada kehidupan sosialnya seperti kehilangan kehidupan pribadi karena menjadi “yang
bersalah”, menjadi objek pembicaraan; kehancuran karakter/reputasi;
kehilangan rasa percaya pada orang
kehilangan rasa percaya pada lingkungan
mengalami stress luar biasa dalam berelasi
dikucilkan.
Di samping itu juga terdapat dampak psikologis/fisiologis, yaitu:
depresi
serangan panic
kecemasan
gangguan tidur, penyalahan diri, kesulitan konsentrasi, sakit kepala, kehilangan motivasi, lupa
waktu, merasa dikhianati, kemarahan dan violent pada pelaku, merasa powerles, helpless, hingga
pikiran bunuh diri. (journal.unair.ac.id).

Fakih, M. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Insist Press
Soeroso, M.H. 2010. Kekerasan dalam Rumah Tangga. Dalam Perspektif
YuridisViktimologis. Jakarta: Sinar Grafika.
Farley, L. 1978. Sexual Shakedown: The Sexual Harassment of Women on The Job. New
York: McGraw Hill.
Meyer, M.C., Berchtold, I.M., Oestrich, J., & Collins, F. Sexual Harassment. 1987. New
York: Princeton Petrocelly Book Inc.
Zastrow, C., & Ashman, K.K. 1989. Understanding Human Behavior and The Social
Environtment. 1989. Chicago: Nelson-Hall Publishers.

Anda mungkin juga menyukai