Tempat Kerja
DIANA PUTRI ARINI, M.A.,M.PSI.,PSIKOLOG
Apa yang dimaksud adil???
Keadilan distributive (distributive justice) merujuk pada bagaimana reward/penghargaan yang
ada didistribusikan atau dibagi diantara para anggota kelompok atau masyarakat, atau hubungan
antara kontribusi yang dibuat orang-orang dan apa balasan yang mereka dapatkan.
penghargaan yang diterima kelompok seharusnya didistribusikan secara proporsional dengan
kontribusi masing-masing orang.
Diskriminasi tenaga kerja secara umum dapat diuraikan berdasarkan elemen-elemen berikut:
ras, jenis kelamin, gender, umur, agama, disabilitas, asal Negara, dan orientasi seksual.
Sejarah isu keadilan pegawai
tahun 1960-an munculnya gerakan hak sipil yang mempertimbangkan mengenai kualifikasi
pendidikan seperti mensyaratkan pendidikan SMA untuk pekerjaan buruh tidak terampil yang
mempengaruhi secara negative kesempatan mencari kerja pelamar minoritas.
Isu gender mengenai standar pakaian dan penampilan berbeda berlaku bagi pria dan wanita
Tahun 1970-an muncul gerakan hak perempuan.
Tahun 1980-an isu tindakan afirmatif menjadi focus perhatian
Tahun 1990-an, kontroversi timbul mengenai kesempatan kerja pada orang yang tidak memiliki
dokumen dan menggunakan bahasa inggris menimbulkan diskriminasi asal Negara.
UU Diskriminasi Kerja di Indonesia:
Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memberi
penjelasan diskriminasi sebagai setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung
ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,
kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang
berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau
penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun
kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap Warga Negara
Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Kemudian terdapat Pasal 38 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang
mengatur hak atas pekerjaan yang layak sesuai bakat, kecakapan, dan kemampuan bagi setiap
warga negara; hak atas syarat ketenagakerjaan yang adil, hak upah dan perjanjian kerja yang
setara; serta upah yang adil sesuai prestasi dan jaminan kelangsungan kehidupan keluarga.
The Equal Pay Act / Upah yang setara
UU Ketenagakerjaan menjamin setiap pekerja berhak untuk mendapatkan perlakuan yang
sama tanpa diskriminasi dari majikannya. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Pengupahan
yang Setara (No. 100) yang mensyaratkan upah yang sama untuk pekerjaan dengan nilai yang
sama dan melarang diskriminasi dalam hal-hal terkait upah karena jenis kelamin. Perbedaan
upah, berdasarkan penilaian pekerjaan yang objektif, tidak dianggap sebagai diskriminasi.
Undang-Undang Penyandang Disabilitas (UU Nomor 8 Tahun 2016) mewajibkan pemberi kerja
untuk mempekerjakan setidaknya satu anggota staf penyandang disabilitas jika dia memiliki 100
atau lebih pekerja yang dipekerjakan di suatu perusahaan. Pengusaha yang mempekerjakan
pekerja penyandang disabilitas berkewajiban memberikan perlindungan kepada pekerja sesuai
dengan jenis dan tingkat keparahan disabilitasnya.
Penempatan tenaga kerja harus dilakukan atas dasar tujuan yang transparan dan bebas serta
tujuan yang tidak diskriminatif.
Bentuk Diskriminasi:
1. Negative stereotyping
keyakinan kebanyakan atau seluruh anggota kelompok menjadi sasaran diskriminasi terkait
disabilitas memiliki karakteristik negative tertentu yang sama bahwa sekedar fakta memiliki
sebuah disabilitas dipercaya masyarakat untuk mengeneralisasikan potensi dan keterbatasan di
banyak bidang diluar disabilitasnya.
2. Stigmatization
Ketidakpercayaan, ketakutan, rasa malu dan bahkan penghindaran terhadap orang dengan
disabailitas mental.
Stigmatisasi cenderung mengikari akses mereka ke berbagai sumber daya dan kesempatan
seperti pekerjaan dan perumahan. Stigmatisasi merugikan secara psikologis, mengakibatkan
self esteem menurun, isolasi, keputusasaan, hilangnya martabat danpeluang untuk
berpartisipasi penuh di masyarakat.
3. Psychological discomfort
perasaan muak atau jijik yang dialami sebagian orang ketika berinteraksi atau berhadapan dengan
disabilitas.
Psychological discomfort merujik konsep paternalism dan pity yang digunakan sebagai cara untuk
mengungkapkan simpati yang tulus terkait kelompok tertentu dan memosisikan mereka sebagai rendah
secara ekonomis.
Orang-orang disabilitas diangagp sebagai anak-anak bergantung yang tak berdaya sebaiknya tidak usah
dilihat orang lain.
4. Overt Discrimination
diskriminasi terbuka terang-terangan merujik pada diskriminasi yang jelas dan dapat terobservasi dengan
mudah.
Hal ini ditunjukkan dengan pelecehan, bahasa, gurauan, kekerasan fisik dan tindakan criminal lainnya.
Hal ini juga terlihat dalam bentuk perlakuan tidak sama di keluarga, pekerjaan, politik, agama, dan sector
institusional.
Pelecehan seksual di tempat kerja
Sexual harassment - ajakan seksual yang tidak disambut, permintaan pertolongan seksual dan
perbuatan verbal atau fisik yang bersifat seksual.
1) diterimanya perbuatan tersebut secara eksplisit atau implisit sebagai syarat suatu pekerjaan
2) diterima atau ditolaknya perbuatan tersebut dijadikan dasar keputusan pekerjaan yang
mempengaruhi individu tersebut
3) perbuatan memiliki maksud atau efek secara tidak wajar mengangg kinerja seorangindividu
atau menciptakan lingkuan kerja yang mengintimidasi, bermusuhan atau ofensif
Dua tipe pelecehan seksual :
1. Quid pro quo sexual harassment
- pelecehan seksual merujuk pada situasi pemekerjaan dikaitkan apakah mereka menuruti
tuntutan seksual, pelecehan yang menjanjikan reward, atau ancaman hukuman, tergantung
dengan respon korbannya.
4. Atribution style
kecenderungan individu untuk merespon secara agresif terhadap situasi negative tergantung
pada penilaian mereka terhadap situasi negative.