Psikologi Forensik Diana Putri Arini, M.A.,M.Psi.,Psikolog Sejarah Psikologi Forensik
• Hans Schmidt (1915) didakwa membunuh dan
memutilasi seorang wanita dan membuang sisa tubuhnya ke sungai Hudson. Dia mengklaim bahwa Tuhan telah memerintahkan pembunuhan itu sebagai bentuk pengorbanan dan penebusan dosa. • Dia memohon pembebasan karena ketidakwarasan. • Benjamin Cardozo (hakim saat itu) berkata “ ada kalanya dan ada beberapa dimana kata ‘salah’ seharusnya tidak terbatas pada kesalahan hukum. Sebagai contoh, jika seseorang mengalami delusi bahwa Tuhan telah menampakkan diri dan Hans Schmidt (Priest) memerintahkan kejahatan, maka terdakwa tidak mungkin perbuatannya salah. Ilmu psikologi berbagi pandangan berimpilikasi penilaian bahwa proses Hukum berisi aturan dan sanksi hukum bersifat terapeutik (membantu) ketika seseorang melanggar hak dan nonterepeutik (tidak membantu) orang lain ataupun melanggar aturan terhadap penungkatan kesejahteraan sosial. yang akan berpengaruh ketika dimasyarkatkan kelak. Isu-isu dalam Psikologi Forensik
1. Riset dapat diterapkan secara langsung pada sebuah kasus
• ilmu forensic dibawa kesebuah persidangan hukum mengambil bentuk kesaksian ilmiah ahli. Kesaksian melibatkan ilmu fisika, kedokteran atau ilmu sosial lainnya. • Contoh : psikolog forensik menawarkan pendapatnya bahwa saksi mendapatkan pengaduan di dalam kasus pidana yang kenyataan mengalami perkosaan. Kesimpulan saksi bisa menjadi profiling pelaku. • Disis lain dapat diterapkan secara generic menjelaskan kepada juri/hakim bagaimana korban perkosaan typical. Kesaksian ahli sosial melibatkan ‘sindroma’ atau ‘profil’. Contoh profil orangtua pelaku penganiayaan, pelaku kekerasan seksual, dan profil seorang terdakwa yang tidak kompatibel dengan tindak kejahatan yang dilakukan. 2. Kualitas bukti psikologi atau perilaku lain disebut bukti ilmiah ‘lunak’ adalah bukti bahwa pendekatan tersebut jauh lebih mendekati pemahaman lazim anggota juri daripada ilmu eksak seperti fisika, kimia dan biologi. Contoh: pembuktian ilmiah lunak adalah battered women syndrome (sindrom perempuan teraniaya) dimana ‘seorang wanita yang mestinya meninggalkan penganiaya, tetapi justu memilih cara kekerasan dengan membunuh penganiayanya kasus ini bisa dibebaskan dari tanggung jawab kriminal. • Kebingungan dan kecurigaan tentang batasan bukti dan kesaksian psikologi berasal dari perbedaan mendasar antara profesi hukum dan psikologi. “hukum sifatnya normatif, sementara ilmu pengetahuan sifatnya bebas nilai.” • Penalaran hukum banyak bersifat deduktif sementara metode ilmiah lebih banyak sifatnya induktif. • Temuan hukum didasarkan pada kepastian dan standar pembuktian tanpa keraguan yang masuk akal, sementara temuan ilmiah didasarkan pada probabilitas dan kontingensi. Contoh sidang kasus Jessica: Peristiwa dalam Perkembangan Psikologi Forensik • Tahun 1908, Hugo Mustrberg yang dianggap bapak psikologi forensic, menganjurkan ditingkatkannya keterlibtana psikologi di pengadilan dan sistem hukum. Di dalam temuannta dia menemukan faktor psikologis yang mempengaruhi hasil persidangan seperti pengakuan bersalah palsu, kekuatan sugesti dalam pemeriksaan silang, • Tahun 1908, Lightner Witmer mengajar kuliah psikologi kejahatan menekankan aktivitas klinis dalam konteks hukum. • Tahun 1909, psikolog Grance M. Fernald bekerjasama dengan psikiater William Healy mendirikan Chicago Juvenile Psychopatic Institute, berfokus pada asesmen dan intervensi terhadap masalah kenakalan remaja yang mengungkap masalah dan menjadi modal kadjian psikologi forensic. • 1921, psikolog forensic diizinkan untuk melakukan pemeriksaan psikologis dan sebagai saksi ahli dalam persidangan. • 1952, psikolog forensuk diizinkan untuk melakukan pemeriksaan psikologis dalam proses penegakkan hukum kepada mereka yang mengalami gangguan kejiwaan. Sejumlah kepercayaan public terhadap peran psikolog forensuk saat itu membuat terbentuknya American Psychology-Law Society. • 1970- sekarang, penerbitan hasil riset terkait perkembangan psikologi forensic terus dipublikasikan oleh jurnal-jurnal ilmiah. Dampak Psikologi Forensik Pada Bukti Ahli
• Selama 60 tahun terakhir, psikolog memberikan kesaksian ahli di dalam
pengadilan hukum baik pidana maupun perdata. Argumen dan penjelasan amicus curiae (sahabat pengadilan) didalam kasus melibatkan isu yang memiliki makna penting bagi masyarakat. • The American Psychological Association telah mengajukan banyak amicus brief tentang kasus yang memiliki makna penting bagi masyarakat. Seperti topic aborsi, tindakan afirmatif, penganiayaan anak, komitmen perdata, pembelaan ketidakwarasan, hukuman mati, gay parenting, pelecehan seksual, orientasi seksual. • Tetapi tidak semua representasi oleh psikolog didasarkan ilmi pengetahuan yang adekuat dan tidak semuanya merefleksikan profesi psikologi secara positif. • Pada tahun 1960-an psikoanalisis Bruno Bettelheim menetapkan anak- anak austistik dihasilkan oleh ‘refrigerator moms’. Ibu yang menurut Bettelhemin tidak kompeten untuk menjalin pertalian emosional dengan anak-anaknya akhirnya sama sekali tidak mampu membangun kelekatan emosional. • Pendapat Bruno Bettelheim tidak berdasarkan analisis ilmiah atau bukti pendukung apapun. Pernyataan itu memiliki dampak signifikan bagaimana masyarakat melihat perawatan anak. • Hal ini membuat ibu merasa tidak cakap, self esteem menurun dan bahkan depresi. Walau tidak sengaja, pernyataan Bettleheim memiliki dampak besar. • Psikolog Margareth Hagen (1997) menuliskan buku berjudul Whores of the Court: The Fraud of Psychiatric Testimony and the Rape of American Justice. Didalam buku dijelaskan terbuangnya sumber daya akibat bisnis kesaksian ahli dan keputusan yang menggelikan karena kesaksian ahli menyuntikkan teori psikologi fantastis dalam setting hidup-mati. • Hagen mendeksripsikan psikiatri modern sebagai ‘junk science’ (ilmu pengetahuan sampah) yang terlalu banyak dipengaruhi oleh orang- orang aneh yang menemukan banyak sindroma dan disfungsi dan memasukkan kedalam sistem hukum Amerika.