Anda di halaman 1dari 38

KATA PENGANTAR

Dengan ini kami panjatkan puji syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, yang telah memberinya rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas makalah
kami ini yang berjudul “Makalah dan Asuhan Keperawatan Mobilisasi dan
Ambulasi“ bisa terselesaikan dengan tepat waktu.
Adapun maksud dan tujuan makalah ini untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menempuh mata kuliah kebutuhan dasar manusia tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan mobilisasi disamping itu, juga untuk
menambah wawasan kami dalam ilmu pengetahuan terutama dibidang mobilisasi
dan ambulasi.
Penulis menyadari bahwa penyusun makalah ini masih jauh dari sempurna
dan masih banyak kekurangannya atau karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Denpasar, 12 Februari 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar belakang...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1 Definisi mobilisasi dan ambulansi............................................................3

2.2 Tujuan mobilisasi dan ambulasi................................................................4

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dan ambulasi....................5

2.4 Tindakan-tindakan dan alat dalam ambulasi.............................................7

2.5 Jenis-jenis mobilitas dan imobilitas........................................................10

3.1 Pengkajian Keperawatan.........................................................................13

3.2 Diagnosis Keperawatan...........................................................................22

3.3 Intervensi Keperawatan...........................................................................23

3.4 Implementasi...........................................................................................28

3.5 Evaluasi...................................................................................................31

3.6 Dokumentasi Keperawatan......................................................................31

BAB IV PENUTUP...............................................................................................33

iii
4.1 Kesimpulan..............................................................................................33

4.2 Saran........................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................35

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf
halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan
mobilisasi masyarakat/mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi
peningkatan penggunaan alat-alat transportasi/kendaraan bermotor khususnya
bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan”
arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan
kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut
sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur.
Masyarakat sering sekali mendefinisikan kesehatan dan kebugaran fisik
mereka berdasarkan aktivitas mereka karena kesejahteraan mental dan efektivitas
fungsi tubuh sangat bergantung pada status mobilitas mereka. Misalnya, saat
seseorang berdiri tegak, paru-paru lebih mudah untuk mengembang, aktivitas usus
(peristaltik) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu mengosongkan kemih secara
komplit. Selain itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan otot befungsi
sebagaimana mestinya.
Mobilitas, kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah, berirama, dan
terarah di lingkungan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan.
Individu harus bergerak untuk melindungi diri dari trauma dan untuk memenuhi
kebutuhan dasar mereka. Mobilitas amat penting bagi kemandirian individu yang
tidak mampu bergerak secara total sama rentan dan bergantungnya dengan
seorang bayi.
Kemampuan untuk bergerak juga mempengaruhi harga diri dan citra tubuh.
Bagi sebagian besar orang, harga diri bergantung pada rasa kemandirian atau
perasaan berguna atau merasa dibutuhkan. Orang yang mengalami gangguan
mobilitas dapat merasa tidak berdaya dan membebani orang lain. Citra tubuh
dapat terganggu akibat paralisis, amputasi, atau kerusakan motorik lain. Reaksi
orang lain terhadap gangguan mobilitas dapat juga mengubah atau mengganggu
harga diri dan citra tubuh secara bermakna. Ambulasi adalah salah satu cara untuk

1
mencegah terjadinya gangguan mobilitas karena dengan ambulasi dapat
memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis (thrombosis vena
profunda/DVT). Mengurangi komplikasi immobilisasi pasca operasi,
mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien pasca operasi.
(kozier, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa masalah
sebagai berikut:
1. Apa definisi dari mobilisasi dan ambulasi?
2. Apa tujuan dari mobilisasi dan ambulasi?
3. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi mobilisasi dan ambulasi?
4. Bagaimanakah tindakan-tindakan dalam ambulasi?
5. Bagaimanakah jenis-jenis mobilitas dan imobilitas?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah di atas sebagai
berikut:
1. Mengetahui definisi mobilisasi dan ambulasi.
2. Mengetahui tujuan mobilisasi dan ambulasi.
3. Mengetahui factor – factor yang mempengaruhi mobilisasi dan ambulasi.
4. Tindakan-tindakan dan alat dalam ambulasi.
5. Mengetahui macam – macam kelainan postur.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penulisan ini dapat dimanfaatkan untuk meperluas teori
tentang konsep dasar dari mobilisasi dan ambulansi.
2. Manfaat Praktis
Bagi Mahasiswa untuk membantu dalam pengembangan wawasan tentang konsep
dasar mobilisasi dan ambulansi dan membantu sebagai refrensi dalam pembuatan tugas
tentang konsep dasar mobilisasi dan ambulansi dalam mata kuliah konsep dasar manusia
II.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi mobilisasi dan ambulansi


Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan
dengan bebas (Kosier, 1989). Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk sekelas
mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya
sekelas mungkin berjalan (Soelaiman, 1993). Mobilisasi dini merupakan suatu
aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk
mempertahankan kemandirian (Carpenito, 2000). Mobilisasi adalah kemampuan
seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan
kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan
untuk aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas
dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk
menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu
12 jam (Asmadi, 2008)
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu
yang mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerakan fisik. Individu
yang mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain :
lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari
3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomik akibat perubahan
fisiologik (kehilangan fungsi motorik, klien dengan stroke, klien penggunaan
kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi), dan pembatasan
gerakan volunteer (Potter, 2005).
Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien
pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat
tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien
(Asmadi, 2008). Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan
untuk semua pasien. Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas.
Keuntungan dari latihan berangsur-angsur dapat ditingkatkan seiring dengan

3
pengkajian data pasien menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas.
Menurut Kozier 2005 ambulasi adalah aktivitas berjalan.

2.2 Tujuan mobilisasi dan ambulasi


A. Tujuan mobilisasi
1. Untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Untuk mencegah terjadinya trauma
3. Untuk mempertahankan tingkat kesehatan
4. Untuk mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari
5. Untuk mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
B. Tujuan ambulasi
Sedangkan Menurut Asmadi (2008) tujuan ambulasi adalah, mencegah
dampak Immobilisasi pasca operasi meliputi:
a) Sistem Integumen: kerusakan integritas kulit seperti Abrasi, sirkulasi
yang terlambat yang menyebabkan terjadinya Atropi akut dan perubahan
turgor kulit.
b) Sistem Kardiovaskuler: Penurunan Kardiak reserve, peningkatan beban
kerja jantung, hipotensi ortostatic, phlebotrombosis.
c) Sistem Respirasi: Penurunan kapasitas vital, Penurunan ventilasi volunter
maksimal, penurunan ventilasi/perfusi setempat, mekanisme batuk yang
menurun.
d) Sistem Pencernaan: Anoreksi-Konstipasi, Penurunan Metabolisme.
e) Sistem Perkemihan: Menyebabkan perubahan pada Eliminasi Urine,
infeksi saluran kemih, hiperkalsiuria
f) Sistem Muskulo Skeletal: Penurunan masa otot, osteoporosis,
pemendekan serat otot
g) Sistem Neurosensoris: Kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan saraf
pada bagian distal, nyeri yang hebat.
Tujuan ambulasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah
flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi
immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltik usus,
mempercepat pasien pasca operasi.

4
Ambulasi sangat penting dilakukan pada pasien pasca operasi karena jika
pasien membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan
ambulasi pasien akan semakin sulit untuk memulai berjalan (Kozier, 2010).

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dan ambulasi


A. Mobilisasi
1. Gaya
Gaya hidup seseorang tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi
tingkat pendidikan seseorang akan diikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan
kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tentang
mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang
sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda
dengan seorang pramugari atau seorang pemabuk.
2. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan
memengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan
untuk mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani
operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban.
Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit
tertentu misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit
kardiovaskuler.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam
melakukan aktivitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki
setiap hari akan berbeda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai
mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
4. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang
yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan orang
sehat apalagi dengan seorang pelari.

5. Usia dan status perkembangan

5
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit selama masa pertumbuhannya
akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering
sakit.
6. Tipe persendian dan pergerakan sendi
Dalam sistem musculoskeletal dikenal 2 macam persendian yaitu sendi yang
dapat digerakkan (diartrosis) dan sendi yang tidak dapat digerakkan (sinartrosis).
B. Ambulasi
a. Kesehatan Umum
Penyakit, kelemahan, penurunan aktivitas, kurangnya latihan fisik dan lelah
kronik menimbulkan efek yang tidak nyaman pada fungsi musculoskeletal.
b. Tingkat Kesadaran
Pasien dengan kondisi disorienrtasi, bingung atau mengalami perubahan
tingkat kesadaran tidak mampu melakukan ambulasi dini pasca operasi.
c. Nutrisi
Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atropi otot, penurunan jaringan
subkutan yang serius, dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien
juga akan mengalami defisisensi protein, keseimbangan nitrogen dan tidak ada
kuatnya asupan vitamin C.
d. Emosi
Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaan dan penghargaan pada diri
sendiri akan mempengaruhi pasien untuk melaksanakan prosedur ambulasi.
e. Tingkat Pendidikan
Pendidikan menyebabkan perubahan pada kemampuan intelektual,
mengarahkan pada keterampilan yang lebih baik dalam mengevaluasi informasi.
Pendidikan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengatur kesehatan
mereka, untuk mematuhi saran-saran kesehatan.
f. Pengetahuan
Hasil penelitian mengatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan bertahan lama dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan. (Kozier,
2010).

6
2.4 Tindakan-tindakan dan alat dalam ambulasi
a. Duduk diatas tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan klien pada posisi terlentang
3) Pindahkan semua bantal
4) Posisi menghadap kepala tempat tidur
5) Regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala
tempat tidur di belakang kaki yang lain.
6) Tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di bawah bahu klien,
sokong kepalanya dan vetebra servikal.
7) Tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan tempat tidur.
8) Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan perawat
dari depan kaki ke belakang kaki.
9) Dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tempat tidur.
b. Duduk di tepi tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan pasien pada posisi miring, menghadap perawat di sisi tempat
tidur tempat ia akan duduk.
3) Pasang pagar tempat tidur pada sisi 2. yang berlawanan.
4) Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi
pasien.
5) Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan.
6) Balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan pasien
dan menjauh dari sudut tempat tidur.
7) Regangkan kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala tempat tidur
di depan kaki yang lain
8) Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah bahu
pasien, sokong kepala dan lehernya
9) Tempat tangan perawat yang lain di atas paha pasien.
10) Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur.
11) Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai
atas pasien memutar ke bawah.
12) Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat ke belakang
tungkai dan angkat pasien.
13) Tetap di depan pasien sampai mencapai keseimbangan.
14) Turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai
c. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Kursi

7
1) Bantu pasien ke posisi duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi kursi pada
sudut 45 derajat terhadap tempat tidur. Jika menggunakan kursi roda,
yakinkan bahwa kusi roda dalam posisi terkunci.
2) Pasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai kebijakan lembaga.
3) Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan antislip.
4) Regangkan kedua kaki perawat.
5) Fleksikan panggul dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat dengan
pasien
6) Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila pasien
dan tempatkan tangan pada skapula pasien.
7) Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan
panggul dan kaki, pertahankan lutut agak fleksi.
8) Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau sejajarkan dengan lutut
perawat.
9) Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan pasien secara
langsung ke depan kursi
10) Instruksikan pasien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi
untuk menyokong.
11) Fleksikan panggul perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke kursi.
12) Kaji klien untuk kesejajaran yang tepat.
13) Stabilkan tungkai dengan selimut mandi
14) Ucapkan terima kasih atas upaya pasien dan puji pasien untuk kemajuan
dan penampilannya.
d. Membantu Berjalan
1) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau
memegang telapak tangan perawat.
2) Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien.
3) Bantu pasien berjalan
e. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Brancard
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang
tidak dapat atau tidak boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke branchard.
1) Atur posisi branchard dalam posisi terkunci
2) Bantu pasien dengan 2 – 3 perawat
3) Berdiri menghadap pasien
4) Silangkan tangan di depan dada
5) Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien.
6) Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher/bahu dan bawah
pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan

8
pinggul pasien, sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan di bawah
pinggul dan kaki.
7) Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard
f. Melatih Berjalan dengan menggunakan Alat Bantu Jalan
Kruk dan tongkat sering diperlukan untuk meningkatkan mobilitas pasien.
Melatih berjalan dengan menggunakan alat bantu jalan merupakan kewenangan
team fisioterapi. Namun perawat tetap bertanggungjawab untuk menindaklanjuti
dalam menjamin bahwa perawatan yang tepat dan dokumentasi yang lengkap
dilakukan.
Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi
a. Kruk adalah alat yang terbuat dari logam atau kayu dan digunakan
permanen untuk meningkatkan mobilisasi serta untuk menopang
tubuh dalam keseimbangan pasien. Misalnya: Conventional,
Adjustable dan lofstrand
b. Canes (tongkat) yaitu alat yang terbuat dari kayu atau logam setinggi
pinggang yang digunakan pada pasien dengan lengan yang mampu
dan sehat. Meliputi tongkat berkaki panjang lurus (single stight-
legged) dan tongkat berkaki segi empat (quad cane).
c. Walkers yaitu alat yang terbuat dari logam mempunyai empat
penyangga yang kokoh digunakan pada pasien yang mengalami
kelemahan umum, lengan yang kuat dan mampu menopang tubuh.

2.5 Jenis-jenis mobilitas dan imobilitas


a. Jenis Mobilitas
1) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area
tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang
dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami

9
mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol
motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis,
yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem
musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan
tulang.
b) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya
terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang
belakang, poliomilitis karena terganggunya sistem saraf motorik
dan sensorik. (Potter, 2010)
b. Jenis Immobilitas
1) Imobilisasi fisik
Imobilisasi fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan

2) Imobilisasi intelektual
Imobilisasi intelektual merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya pikir.
3) Imobilitas emosional
Imobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-
tiba dalam menyesuaikan diri.
4) Imobilitas sosial
Imobilitas sosial merupakan keadaan individu yang mengalami
hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan
penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam
kehidupan sosial. (Potter, 2010)
Etiologi Imobilisasi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan

10
penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti
pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga
menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat
menyebabkan orang usia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di
rumah maupun di rumah sakit (Kozier, 2010).
Penyebab secara umum:
 Kelainan postur
 Gangguan perkembangan otot
 Kerusakan sistem saraf pusat
 Trauma langsung pada sistem mukuloskeletal dan neuromuskular
 Kekakuan otot
Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau
kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat
harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik.
Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau
penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan gerakan otot merefleksikan
kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktivitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan
otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang
seimbang.

11
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi
yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional
tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktivitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi
dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan
kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah. (Potter, 2010)

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN MOBILISASI DAN AMBULASI

3.1 Pengkajian Keperawatan


a. Aspek biologis
1) Usia
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktivitas, terkait
dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur
tubuh yang sesuai dengan tahap perkembangan individu.
2) Riwayat keperawatan
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada
sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan
aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.
3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh,
dan dampak immobilisasi terhadap sistem tubuh.
b. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji diantaranya adalah bagaimana respons
psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya,
mekanisme koping yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas
dan lain-lain.
c. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi
dampak yang terjadi akibat gangguan aktivitas yang dialami klien terhadap
kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran
diri baik di rumah, kantor maupun sosial dan lain-lain.
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai
yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti
apakah klien menunjukan keputusannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien
dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain.

13
e. Kemunduran muskuloskeletal
Indikator primer dari keparahan immobilitas pada sistem muskuloskeletal
adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak
sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan
untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
f. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau
meyakinkan tentang perkembangan komplikasi immobilitas. Hanya sedikit
petunjuk diagnostik yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-
tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans
positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri
tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat,
tremor tangan, berkeringat, kesulitan dalam mengikuti perintah dan sinkop.
g. Kemunduran respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis
dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperatur dan denyut
jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan
gas arteri mengindikasikan adanya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
h. Perubahan-perubahan integumen
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi
inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema
yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang
tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan.
i. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik
berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas
kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk
pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada
abdomen bagian bawah.

14
j. Perubahan-perubahan gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen
bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosongan rektum yang tidak sempurna,
anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
k. Faktor Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam
rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak
adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat
menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas
termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidur dan posisi yang tinggi, dan cairan
pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat
meningkatkan mobilitas.

Pengkajian Masalah
Sistem Muskuloskeletal
Mengukur lingkar lengan dan tungkai Penurunan lingkar otot akibat penurunan
Mempalpasi dan mengamati sendi massa otot
tubuh Kekauan atau nyeri sendi
Melakukan pengukuran goniometrik
pada rentang pergerakan sendi Penurunan rentang pergerakan sendi,
kontraktur sendi
Sistem Kardiovaskuler
Mengauskultasi jantung Peningkatan frekuensi jantung
Mengukur tekanan darah Hipotensi ortostatik
Mempalpasi dan mengobservasi Edema tergantung perifer, peningkatan
sakrum, tungkai, dan kaki pembengkakan vena perifer
Kelemahan denyut nadi perifer
Mempalpasi perifer Edema
Mengukur lingkar otot betis Tromboflebitis
Mengamati otot betis apakah ada
kemerahan, nyeri tekan, dan
pembengkakan

Sistem Pernafasan
Mengamati pergerakan dada Pergerakan dada asimetris, dispnea
Mengauskultasi dada Penurunan bunyi napas, ronki basah,
mengi, dan peningkatan frekuensi
pernapasan

Sistem Metabolisme Penurunan berat badan akibat atrofi otot


Mengukur tinggi dan berat badan dan kehilangan lemak subkutan

15
Edema umum akibat penurunan kadar
Mempalpasi kulit protein darah

Sistem Perkemihan
Mengukur asupan dan haluaran cairan Dehidrasi
Menginspeksi urine
Urine pekat, keruh; berat jenis urine
Mempalpasi kandung kemih tinggi
Distensi kandung kemih akibat retensi
urine
Sistem Pencernaan
Mengamati feses Feses kering, kecil, keras
Mengauskultasi bising usus Penurunan bising usus karena penurunan
motilitas usus
Sistem Integumen
Menginspeksi kulit Kerusakan integritas kulit

Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang
tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
 Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
 Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
 Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji sistem persendian
 Pemeriksaan fisik sendi terdiri dari inspekstang pergerakan aktif, dan
jika pergerakan aktif tidak memungkinkan, kaji rentang pergerakan
pasif. Perawat harus mengkaji hal-hal berikut:
 Apakah ada pembengkakan atau kemerahan sendi, yang dapat
menunjukan keberadaan cedera atau inflamasi.
 Apakah ada deformitas, seperti pembesaran atau kontraktur tulang,
dan simetrisitas tulang yang terkena.
 Perkembangnan otot yang berhubungan dengan tiap sendi dan
ukuran relatif serta simetrisitas otot di setiap sisi tubuh.
 Apakah ada nyeri tekan yang dilaporkan atau yang dipalpasi.

16
 Krepitasi (teraba atau terdengar sensasi krek atau gesekan yang
dihasilkan oleh pergerakan sendi).
 Peningkatan suhu pada sendi. Palpasi sendi dengan menggunakan
bagian punggung jari dan bandingkan dengan suhu pada sendi
simetrisnya.
 Derajat pergerakan sendi. Minta klien menggerakkan bagian tubuh
tertentu. Jika diindikasikan, ukur besarnya pergerakan dengan
menggunakan goniometer, sebuah peralatan yang mengukur sudut
sendi dalam ukuran derajat.
Pengkajian rentang gerak tidak boleh menyebabkan terlalu letih dan
pergerakan sendi perlu dilakukan secara halus, pelan dan berirama. Tidak ada
sendi yang harus digerakkan secara paksa. Pergerakan yang tidak sama dan
tersentak-sentak dan pemaksaan dapat menyebabkan cedera pada sendi dan otot
serta ligamen yang ada di sekitarnya.
d. Mengkaji sistem otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk memantau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (misalnya cara berjalan spastic
hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor
neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).

f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer


Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien (Kozier, 2010)
Kategori Tingkat Kemampuan Aktivitas

17
TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS

0 Mampu merawat sendiri secara penuh


1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan

4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau


berpartisipasi dalam perawatan

Rentang gerak (range of motion-ROM)

GERAK SENDI DERAJAT RENTANG


NORMAL

Bahu Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari posisi 180


samping ke atas kepala, telapak tangan
menghadap ke posisi yang paling jauh.
Siku Fleksi: angkat lengan bawah ke arah depan dan 150
ke arah atas menuju bahu.
Pergelangan Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah bagian 80-90
tangan dalam lengan bawah.
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan dari 80-90
posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke arah 70-90
belakang sejauh mungkin
Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu 0-20
jari ketika telapak tangan menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke arah 30-50
kelingking telapak tangan menghadap ke atas.
Tangan dan Fleksi: buat kepalan tangan 90
jari Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 30
belakang sejauh mungkin
Abduksi: kembangkan jari tangan 20
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari posisi 20
abduksi

18
Derajat kekuatan otot
SKALA PERSENTASE KEKUATAN KARAKTERISTIK
NORMAL (%)

0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di
palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan
topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi
dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan tahanan penuh
KATZ INDEX
AKTIVITAS KEMANDIRIAN KETERGANTUNGAN
(1 poin) (0 poin)
TIDAK ADA pemantauan,Dengan pemantauan, perintah,
perintah ataupun didampingi pendampingan personal atau
perawatan total
MANDI (1 poin) (0 poin)
Sanggup mandi sendiri tanpaMandi dengan bantuan lebih dari
bantuan, atau hanya memerlukansatu bagian tuguh, masuk dan
bantuan pada bagian tubuhkeluar kamar mandi. Dimandikan
tertentu (punggung, genital, ataudengan bantuan total
ekstermitas lumpuh)
BERPAKAIAN (1 poin) (0 poin)
Berpakaian lengkap mandiri.Membutuhkan bantuan dalam
Bisa jadi membutuhkan bantuanberpakaian, atau dipakaikan baju
untuk memakai sepatu secara keseluruhan
TOILETING (1 poin) (0 poin)
Mampu ke kamar kecil (toilet),Butuh bantuan menuju dan keluar
mengganti pakaian,toilet, membersihkan sendiri atau
membersihkan genital tanpamenggunakan telepon
bantuan
PINDAH (1 poin) (0 poin)
POSISI Masuk dan bangun dari tempatButuh bantuan dalam berpindah

19
tidur / kursi tanpa bantuan. Alatdari tempat tidur ke kursi, atau
bantu berpindah posisi bisadibantu total
diterima
KONTINENSIA (1 poin) (0 poin)
Mampu mengontrol secara baikSebagian atau total inkontinensia
perkemihan dan buang air besar bowel dan bladder
MAKAN (1 poin) (0 poin)
Mampu memasukkan makananMembutuhkan bantuan sebagian
ke mulut tanpa bantuan.atau total dalam makan, atau
Persiapan makan bisa jadimemerlukan makanan parenteral
dilakukan oleh orang lain.
Total Poin :
6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang; <2 = Ganggaun fungsi berat; 0 =
Rendah (Sangat tergantung)

Indeks ADL BARTHEL (BAI)


NO FUNGSI SKOR KETERANGAN
1 Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali/ tak teratur (perlu pencahar).
pembuangan tinja Kadang-kadang tak terkendali (1x seminggu).
1 Terkendali teratur.

2
2 Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali atau pakai kateter
berkemih 1 Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1x/24
jam)
2 Mandiri
3 Membersihkan diri (seka 0 Butuh pertolongan orang lain
muka, sisir rambut, 1 Mandiri
sikat gigi)
4 Penggunaan jamban, 0 Tergantung pertolongan orang lain
masuk dan keluar 1 Perlu pertolongan pada beberapa kegiatan
(melepaskan, memakai tetapi dapat mengerjakan sendiri beberapa
celana, membersihkan, kegiatan yang lain.
menyiram) 2 Mandiri
5 Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu ditolong memotong makanan
2 Mandiri

20
6 Berubah sikap dari 0 Tidak mampu
berbaring ke duduk 1 Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk
2 Bantuan minimal 1 orang.
3 Mandiri
7 Berpindah/ berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa (pindah) dengan kursi roda.
2 Berjalan dengan bantuan 1 orang.
3 Mandiri
8 Memakai baju 0 Tergantung orang lain
1 Sebagian dibantu (misalnya: memakai baju)
2 Mandiri.
9 Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
10 Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri

Skor BAI :
20 : Mandiri
12 - 19 : Ketergantungan ringan
9 - 11 : Ketergantungan sedang
5 - 8 : Ketergantungan berat
0 - 4 : Ketergantungan total

Pemeriksaan Penunjang
 Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
 CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cedera ligamen atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang di daerah yang sulit dievaluasi.
 MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah teknik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (misalnya: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. dll.

21
 Pemeriksaan Laboratorium: Hb↓ pada trauma, Ca↓ pada immobilisasi
lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot. (Potter,
2010)

3.2 Diagnosis Keperawatan


Adapun diagnosis keperawatan yang muncul pada gangguan pemenuhan
kebutuhan ambulasi dan mobilisasi yaitu:
a. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan sensori
persepsi
b. Nyeri akut yang berhubungan dengan cedera fisik
c. Kerusakan intergritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi fisik
d. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan umum
e. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan ganggaun muskuloskeletal
f. Konstipasi yang berhubungan dengan: penurunan aktivitas, penurunan
motilitas kolon sekunder akibat peningkatan produksi adrenalin
g. Ketidakefektifan koping yang berhubungan dengan: Pribadi yang rentan
dalam krisis situasi, ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi peran
yang biasa dilakukan, ketergantungan pada orang lain, harga diri rendah
(kronik, situasional)
h. Risiko disuse syndrome yang berhubungan dengan paralisis, immobilisasi
mekanis, anjuran imobilisasi, nyeri hebat, dan perubahan tingkat kesadaran
i. Defisiensi aktivitas pengalihan yang berhubungan dengan: Tirah baring
dalam waktu yang lama
j. Disrefleksia otonom yang berhubungan dengan: Cedera medulla spinalis T7
atau diatasnya
k. Inkontenensia Urine: fungsional/total yang berhubungan dengan: gangguan
neurologis
l. Insomnia yang berhubungan dengan; kurang aktivitas fisik, nyeri dan
ketidaknyamanan, ketidakmampuan untuk mengubah posisi secara mandiri
atau mengambil posisi tidur yang biasa dilakukan
m. Retensi urine yang berhubungan dengan: Penurunan tonus otot kandung
kemih, ketidakmampuan untuk merelaksasi otot perineal, malu
menggunakan pispot, kurang privasi, posisi yang tidak alami untuk
berkemih. (NANDA, 2012)

3.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan (NIC)

22
. Keperawatan (NOC)
(NANDA)
1 Hambatan Mobilitas Tujuan/Kriteria Promosi Mekanika
Fisik yang Evaluasi: Tubuh: memfasilitasi penggunaan
berhubungan dengan Memperlihatkan postur dan pergerakan dalam
gangguan sensori penggunaan alat bantu aktivitas sehari-hari untuk
persepsi secara benar dengan mencegah keletihan dan
pengawasan ketegangan atau cedera
Meminta bantuan muskuloskeletal.
untuk aktivitas Promosi Latihan Fisik: Latihan
mobilisasi, jika Kekuatan: Memfasilitasi
diperlukan pelatihan otot resistif secara rutin
Melakukan aktivitas untuk mempertahankan atau
kehidupan sehari-hari meningkatkan kekuatan otot.
secara mandiri dengan Terapi latihan fisik: Ambulasi:
alat bantu. Meningkatkan dan membantu
Menyangga berat dalam berjalan untuk
badan mempertahankan atau
Berjalan dengan mengembalikan fungsi tubuh
menggunakan langkah- autonom dan volunter selama
langkah yang benar pengobatan dan pemulihan dari
sejauh kondisi sakit atau cedera.
Berpindah dari dan ke Terapi Latihan Fisik:
kursi atau kursi roda Keseimbangan: Menggunakan
Menggunkan kursi aktivitas, postur dan gerakan
roda secara efektif tertentu untuk mempertahankan,
meningkatkan atau memulihkan
keseimbangan.
Terapi Latihan Fisik: Mobilitas
Sendi: Menggunakan gerakan
tubuh aktif dan pasif untuk
mempertahankan atau
mengembalikan fleksibiltas sendi.
Terapi Latihan Fisik:
Pengendalian Otot:
Menggunakan aktivitas tertentu
atau protokol latihan yang sesuai
untuk meningkatkan atau
mengembalikan gerakan tubuh
yang terkendali.
Pengaturan Posisi: Mengatur
posisi pasien atau bagian tubuh
pasien secara hati-hati untuk
meningkatkan kesejahteraan
fisiologis dan psikologis.

23
Pengaturan Posisi: Kursi
Roda: Mengatur posisi pasien
dengan benar di kursi roda pilihan
untuk mencapai rasa nyaman,
meningkatkan integritas kulit, dan
menumbuhkan kemandirian
pasien.
Bantuan Perawatan Diri:
Berpindah: Membantu individu
untuk mengubah posisi
tubuhnya.
2 Nyeri akut yang Tujuan/Kriteria evaluasi Pemberian Analgesik:
 Memperlihatkan teknik Menggunakan agens-agens
berhubungan dengan
cedera fisik relaksasi secara farmakologi untuk mengurangi
individual yang efektif atau menghilangkan nyeri
untuk mencapai Manajemen Medikasi:
kenyamanan Memfasilitasi penggunaan obat
 Mempertahankan resep atau obat bebas secara aman
tingkat nyeri dengan dan efektif
skala 0-10 Manajemen Nyeri: Meringankan
 Melaporkan atau mengurangi nyeri sampai
kesejahteraan fisik dan pada tingkat kenyamanan yang
psikologis dapat diterima oleh pasien
 Mengenali faktor Bantuan Analgesia yang
penyebab dan dikendalikan oleh pasien
menggunakan tindakan PCA(Pateint-Controlled
untuk memodifikasi Analgesia): Memudahkan
faktor tersebut pengendalian pemberian dan
 Melaporkan nyeri pengaturan analgesik oleh pasien
kepada penyedia layanan Manajemen sedasi: Memberikan
kesehatan sedatif, memantau respons pasien
 Menggunakan tindakan dan memberikan dukungan
meredakan nyeri dengan fisiologis yang dibutuhkan selama
analgesik dan prosedur diagnostik atau
nonanalgesik secara terapeutik.
tepat
 Tidak mengalami
gangguan dalam
frekuensi pernafasan,
frekuensi jantung, atau
tekanan darah
 Mempertahankan selera
makan yang baik
 Melaporkan pola tidur
yang baik

24
 Melaporkan
kemampuan untuk
mempertahankan
perfoma peran dan
hubungan interpersonal
3 Kerusakan Tujuan/Kriteria evaluasi
Pemeliharaan akses
 Pasien/keluarga
intergritas kulit yang dialisis: memelihara area akses
berhubungan dengan menunjukkan rutinitas pembuluh darah arteri
imobilisasi fisik perawatan kulit atau Kewaspadaan Lateks:
perawatan luka yang Menurunkan risiko reaksi
optimal sistematik terhadap lateks
 Drainase purulen atau Pemberian Obat:
bau luka minimal Mempersiapkan, memberikan dan
 Tidak ada lepuh atau mengevaluasi keefektifan obat
maserasi pada kulit resep dan obat nonresep
 Nekrosis, selumur, Perawatan Area Insisi:
lubang, perluasan lukaMembersihkan, memantau dan
ke jaringan di bawah meningkatkan proses
kulit atau pembentukanpenyembuhan pada luka yang
ditutup dengan jahitan, klip atau
saluran sinus berkurang
atau tidak ada staples
 Eritema kulit dan Manajemen Area Penekanan:
Meminimalkan penekanan pada
eritema di sekitar luka
minimal bagian tubuh
Perawatan Ulkus Dekubitus:
Memfasilitasi penyembuhan ulkus
dekubitus
Manajemen Pruritus: Mencegah
dan mengobati gatal
Surveilans Kulit: Mengumpulkan
dan menganalisis data pasien
untuk mempertahankan integritas
kulit dan membaran mukosa
Perawatan Luka: Mencegah
komplikasi luka dan
meningkatkan penyembuhan luka.
4 Intoleran Aktivitas Tujuan/kriteria evaluasi Terapi Aktivitas: Memberi
yang berhubungan  Mengidentifikasi anjuran tentang dan bantuan
dengan kelemahan aktivitas atau situasi dalam aktivitas fisik, kognitif,
umum yang menimbulkan sosial, dan spritual yang spesifik
kecemasan yang dapat untuk meningkatkan rentang,
mengakibatkan intoleran frekuensi, atau durasi aktivitas
aktivitas individu atau kelompok
 Berpartisipasi dalam Manajemen Energi: Mengatur
aktivitas fisik yang penggunaan energi untuk

25
dibutuhkan dengan mengatasi atau mencegah
peningkatan normal kelelahan dan mengoptimalkan
denyut jantung, fungsi
frekuensi pernafasan dan Manajemen Lingkungan:
tekanan darah serta Memanipulasi lingkungan sekitar
memantau pola dengan pasien utnuk memperoleh manfaat
batas normal terapeutik, stimulasi sensorik, dan
 Mengungkapkan secara kesejahteraan psikologis
verbal pemahaman Terapi Latihan Fisik: Mobilitas
tentang kebutuhan Sendi: Menggunakan gerakan
oksigen, obat dan atau tubuh aktif atau pasif untuk
peralatan yang dapat mempertahankan atau
meningkatkan toleransi memperbaiki fleksibilitas sendi
terhadap aktivitas Terapi Latihan Fisik:
 Menampilkan aktivitas Pengendalian Otot:
kehidupan sehari-hari Menggunakan aktivitas atau
(AKS) dengan beberapa protokol latihan yang spesifik
bantuan (misalnya untuk meningkatkan atau
eliminasi dengan memulihkan gerakan tubuh yang
bantuan ambulasi untuk terkontrol
ke kamar mandi) Promosi Latihan Fisik: Latihan
 Menampilkan Kekuatan: Memfasilitasi latihan
manajemen otot resistif secara rutin untuk
pemeliharaan rumah mempertahankan meningkatkan
dengan beberapa bantuankekuatan otot
(misalnya, membutuhkanBantuan Pemeliharaan
bantuan untuk Rumah: Membantu pasien dan
kebersihan setiap keluarga untuk menjaga rumah
minggu) sebagai tempat tinggal yang
bersih, aman dan menyenangkan
Manajemen Alam
Perasaan: Memberi rasa
keamanan, stabilitas, pemulihan
dan pemeliharaan pasien yang
mengalami disfungsi alam
perasaan baik depresi maupun
peningkatan alam perasaan
Bantuan Perawatan
Diri: Membantu individu untuk
melakukan AKS
Bantuan Perawatan diri:
AKSI: Membantu dan
mengarahkan individu untuk
melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari instrumental (AKSI)

26
yang diperlukan untuk berfungsi
di rumah atau di komunita.
5 Defisit Perawatan Tujuan/kriteria evaluasi Mandi: Membersihkan tubuh
Diri yang  Menerima bantuan atau yang berguna untuk relaksasi,
berhubungan dengan perawatan total dari kebersihan dan penyembuhan
ganggaun pemberi asuhan, jika Pemeliharaan Kesehatan Mulut:
muskuloskeletal diperlukan Pemeliharaan dan promosi hgiene
 Mengungkapkan secara oral dan kesehatan gigi untuk
verbal kepuasan tentang pasien yang berisiko mengalami
kebersihan tubuh dan lesi mulut dan gigi
higiene oral Perawatan Ostomi:
 Mempertahankan Pemeliharaan eliminasi melalui
mobilitas yang stoma dan perawatan jaringan
diperlukan untuk ke sekitar
kamar mandi dan Bantuan Perawatan Diri,
menyediakan Mandi/Hygine: Membantu pasien
perlengkapan mandi untuk memenuhi hygine pribadi
 Mampu menghidupkan
dan mangatur pancaran
dan suhu air
 Membersihkan dan
mengeringkan tubuh
 Melakukan perawatan
mulut
 Menggunakan deodoran

3.4 Implementasi
A. Terapi
1) Penatalaksanaan Umum
a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan
pramuwerdha.
b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah
ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
sendiri, semampu pasien.
c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang
diperlukan untuk mencapai target terapi.

27
d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan
dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/
kondisi penyetara lainnya.
e) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau
dihentkan bila memungkinkan.
f) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung
serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis
terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif,
aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik,
isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi
terbatas.
h) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu
berdiri dan ambulasi.
i) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
2) Tata laksana Khusus
a) Tata laksana faktor risiko imobilisasi
b) Tata laksana komplikasi akibat imobilisasi.
c) Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter
spesialis yang kompeten.
d) Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang
mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk
mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas
permanen.
3) Penatalaksanaan lain yaitu:
a) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan
untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-
posisi tersebut, yaitu:
 Posisi fowler (setengah duduk)
 Posisi litotomi
 Posisi dorsal recumbent
 Posisi supinasi (terlentang)
 Posisi pronasi (tengkurap)
 Posisi lateral (miring)
 Posisi sim

28
 Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
b) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa
dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat
tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.
c) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk
melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta
meningkatkan fungsi kardiovaskular.
d) Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot
dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik
(dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif,
sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan
meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.
e) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan
untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu:
1) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
2) Fleksi dan ekstensi siku
3) Pronasi dan supinasi lengan bawah
4) Pronasi fleksi bahu
5) Abduksi dan adduksi
6) Rotasi bahu
7) Fleksi dan ekstensi jari-jari
8) Infersi dan efersi kaki
9) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
10) Fleksi dan ekstensi lutut
11) Rotasi pangkal paha
12) Abduksi dan adduksi pangkal paha

f) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif


Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak
terjadinya imobilitas.
g) Melakukan Postural Drainase

29
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari
paru dengan menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri. Postural
drainase dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas
tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis,
sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada penderita dengan produksi
sputum yang banyak, postural drainase lebih efektif bila diikuti dengan perkusi
dan vibrasi dada.
h) Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan
cara berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk mengekspresikan
kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan lain-lain. (Potter, 2010)

3.5 Evaluasi
Tujuan yang diterapkan selama fase perencanaan dievaluasi sesuai dengan
hasil tertentu yang diharapkan, dan juga diterapkan pada fase tersebut. Saat hasil
yang diharapkan tidak terpenuhi, pertimbangkan pertanyaan berikut ini:
1) Beritahu saya mengapa Anda tidak mampu meningkatkan aktivitas
yang telah kita rencanakan.
2) Aktivitas apa yang menghambat Anda melakukan tugas tersebut saat
ini.
3) Beritahu saya bagaimana perasaan Anda terkait ketidakmampuan
berpakaian sendiri dan membuat makanan sendiri.
4) Latihan apa yang Anda rasakan paling membantu
5) Tujuan apa yang Anda inginkan untuk disusun pada aktivitas Anda.
(Potter, 2010)

3.6 Dokumentasi Keperawatan


Dokumentasi keperawatan merupakan tindakan mencatat setiap data yang
didapat oleh perawat dalam sebuah dokumen yang sistematis. Proses mencatat
tidak hanya menulis data pada format yang tersedia. Dokumentasi keperawatan
menitikberatkan pada proses dan hasil pencatatan (Potter & Perry, 2006). Hal
tersebut berarti bahwa mulai dari proses mencatat sampai mempertahankan
kualitas catatan harus diperhatikan, karena dokumen keperawatan memegang
peranan yang sangat penting.

30
Selama fase implementasi, perawat mendokumentasikan tindakan
keperawatan seperti: pemberian obat, perawatan luka, pengaturan posisi, infus IV,
kateterisasi urine, dll. (Iyer, 2004)

31
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan
dengan bebas. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk
aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam
dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk
menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu
12 jam.

Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien
pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat
tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dan ambulasi :

A. Mobilisasi
1. Gaya
2. Proses penyakit dan injuri
3. Kebudayaan
4. Tingkat energi
5. Usia dan status perkembangan
6. Tipe persendian dan pergerakan sendi
B. Ambulasi
1. Kesehatan umum
2. Tingkat kesadaran
3. Nutrisi
4. Emosi
5. Tingkat pendidikan
6. Pengetahuan

Tindakan-tindakan dan alat dalam ambulasi:

a. Duduk di atas tempat tidur


b. Duduk di tepi tempat tidur
c. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Kursi
d. Membantu Berjalan
e. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Brancard

32
f. Melatih Berjalan dengan Alat Bantu Jalan

Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilisasi dan Ambulansi, meliputi:

1. Pengkajian Keperawatan meliputi


a. Aspek biologis
b. Aspek psikologis
c. Aspek sosial kultural
d. Aspek spiritual
e. Kemunduran muskuloskeletal
f. Kemunduran kardiovaskuler
g. Kemunduran respirasi
h. Perubahan-perubahan integument
i. Perubahan fungsi urinaria
j. Perubahan gastrointestinal
k. Faktor lingkungan
2. Diagnosis Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi
5. Evaluasi

4.2 Saran
Segala usaha telah kami lakukan. Namun dalam pembuatan makalah ini
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat memerlukan kritik dan saran
saudara (i) demi kesempurnaan kedepannya.

33
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawaran. Edisi 4. Jakarta:
EGC
Potter & Perry. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Potter & Perry. 2010. Fundamental keperawatan. Edisis 7. Jakarta: Elsevier

Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba
Medika.

Herdman, T.H. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA. Jakarta: EGC

Wilkinson, M. Judith, Ahern, R. Nanchy. 2011. Buku Saku


Diagnosis Keperawatan Diagnosis NANDA Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC. Edisi 9. Jakarta: EGC
Iyer, P.W, Camp, N.H. 2004. Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC

34

Anda mungkin juga menyukai