Anda di halaman 1dari 33

PANDUAN

ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


RUMAH SAKIT PANTI WALUYO
PURWOREJO

JL.A. YANI NO. 21 PURWOREJO


( 0275 ) 322096
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PANTI PANTI WALUYO PURWOREJO
NOMOR: 0193/RSPWP-Per.Dir/VI/2018
TENTANG
PANDUAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
RUMAH SAKIT PANTI PANTI WALUYO PURWOREJO

DIREKTUR RUMAH SAKIT PANTI PANTI WALUYO PURWOREJO

Menimbang a. bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan dapat


: menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya
pencemaran;
b. bahwa Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib
digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk
menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya;
c. bahwa untuk mencegah terjadinya penularan dapat dicegah dengan
pemakaian APD yang efektif dan efisien;
d. bahwa untuk itu diperlukan Panduan Alat Pelindung Diri (APD)
sebagai dasar dalam mencegah terjadinya penularan penyakit di
Rumah Sakit Panti Waluyo;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
a,b,c dan d, perlu ditetapkan dengan Peraturan Direktur Rumah
Sakit Panti Panti Waluyo Purworejo;

Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


2. Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran
3. Undang-Undang RI nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.Per-
8/Men/VII/2010, tentang Alat Pelindung Diri
6. Surat Keputusan Pengurus Yakkum nomor : 0130G-Ps/ORTALA-
RSPWP/VII/2015 tentang Penetapan Struktur Organisasi dan Tata
Kerja Rumah Sakit Panti Waluyo Purworejo.
7. Surat Keputusan Pengurus Yakkum Nomor: 0172-
Ps/PUK.RSPWP/VII/2016, tentang Pengangkatan dr. Regowo,
M.Kes sebagai Direktur Rumah Sakit Panti Waluyo Purworejo,
periode 2016 - 2021

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu : PERATURAN DIREKTUR TENTANG PANDUAN ALAT PELINDUNG
DIRI (APD) RUMAH SAKIT PANTI PANTI WALUYO PURWOREJO;
Kedua : Panduan Alat Pelindung Diri (APD) Rumah Sakit Panti Waluyo
sebagaimana dimaksud dalam diktum kesatu tercantum dalam
Lampiran Peraturan ini;
Ketiga : Panduan Alat Pelindung Diri (APD) Rumah Sakit Panti Waluyo ini
digunakan sebagai acuan dalam mencegah terjadinya penularan
penyakit dan terjadinya kecelakaan kerja di Rumah Sakit Panti Waluyo
Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan;

Ditetapkan di : Purworejo
Pada Tanggal : 25 Juni 2018
Direktur Rumah Sakit Panti Waluyo Purworejo

Dr. Regowo, M. Kes


DAFTAR ISI

Lembar Legalisasi .......................................................................................................... 1


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 2
A. Latar Belakang ........................................................................................ 2
B. Tujuan ..................................................................................................... 3
C. Ruang Lingkup ........................................................................................ 4
D. Prinsip ..................................................................................................... 4
E. Tugas dan Tanggung Jawab ................................................................... 4
BAB II RUANG LINGKUP TINDAKAN ...................................................................... 5
A. Perlengkapan Perlindungan Diri .............................................................. 5
B. Apa Perlengkapan Diri? .......................................................................... 5
BAB III TATA LAKSANA KEGIATAN ......................................................................... 7
A. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri ................................................................. 7
B. Sewaktu Melakukan Prosedur ................................................................. 21
C. Membuat Tempat Kerja Lebih Aman ....................................................... 21
D. Pemakaian APD di Sarana Pelayanan Kesehatan .................................. 22
BAB IV PENCATATAN DAN PELAPORAN ................................................................ 26
BAB V MONITORING DAN EVALUASI ..................................................................... 27
BAB VI REFERENSI .................................................................................................. 28
LAMPIRAN : PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT PANTI PANTI WALUYO PURWOREJO
NOMOR : 0193/RSPWP-Per.Dir/VI/2018
TENTANG PANDUAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) RUMAH
SAKIT PANTI PANTI WALUYO PURWOREJO

PANDUAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) RUMAH SAKIT PANTI PANTI WALUYO
PURWOREJO
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit dan
hal itu terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Sejak awal tahun 1900 Institusi
rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada tiga elemen yaitu struktur, proses, dan
outcome dengan berbagai macam program regulasi yang berwenang misalnya antara lain
penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, ISO, Indikator Klinis dan lain sebagainya.
Namun harus diakui, pada pelayanan yang berkualitas masih terjadi Kejadian Tidak
Diduga (KTD) (Dep Kes R.I 2006).
Walaupun patient safety adalah prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit,
keselamatan petugas pelayanan kesehatan pun sangatlah penting dalam menjamin
semua petugas kesehatan terhindar dari bahaya penyakit akibat kerja. Dengan kondisi
seperti ini layaklah petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien juga memerlukan perlindungan terhadap infeksi/ mikroorganisme dengan
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan
yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga
keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya
Petugas pelayanan kesehatan setiap hari dihadapkan kepada tugas yang berat untuk
bekerja dengan aman dalam lingkungan yang membahayakan. Kini, resiko pekerjaan
yang umum dihadapi oleh petugas pelayanan kesehatan adalah kontak dengan darah
dan duh tubuh sewaktu perawatan rutin pasien. Pemaparan terhadap patogen ini
meningkatkan resiko mereka terhadap infeksi yang serius dan kemungkinan kematian.
Petugas kesehatan yang bekerja di kamar bedah dan kamar bersalin dihadapkan kepada
resiko pemaparan terhadap patogen yang lebih tinggi daripada bagian – bagian lainnya
(Gershon dan Vlavov 1992). Karena resiko yang tinggi ini, panduan dan praktik
perlindungan infeksi yang lebih baik diperlukan untuk melindungi staf yang bekerja di area
ini. Lagi pula, anggota staf yang tahu cara melindungi diri mereka dari pemaparan darah
dan duh tubuh dan secara konsisten menggunakan tindakan–tindakan ini akan membantu
melindungi pasien – pasiennya juga.
Sementara kesadaran terhadap keseriusan AIDS dan Hepatitis C meningkat, dan
bagaimana mereka dapat tertular di tempat kerja, banyak petugas kesehatan tidak
merasakan diri mereka dalam resiko. Terlebih lagi, mereka yang beresiko tidak secara
teratur menggunakan perlengkapan pelindung, seperti sarung tangan, atau paraktik–
praktik lain (cuci tangan) yang disediakan untuk mereka.
Agar menjadi efektif, APD harus digunakan secara benar. Misalnya, gaun dan duk telah
terbukti dapat mencegah infeksi luka hanya bila dalam keadaan yang kering. Sedangkan
dalam keadaan basah, kain beraksi sebagai spons yang menarik bakteri dari kulit atau
peralatan melalui bahan kain sehingga dapat mengkontaminasi luka operasi. Sebagai
konsekuensinya, pengelola rumah sakit, penyedia dan para petugas kesehatan harus
mengetahui tidak hanya kegunaan dan keterbatasan dari APD tertentu, tetapi juga peran
APD sesungguhnya dalam mencegah penyakit infeksi sehingga dapat digunakan secara
efektif dan efisien.
Sebagai konsekuensinya, pengelola rumah sakit, penyedia dan para petugas kesehatan
harus mengetahui tidak hanya kegunaan dan keterbatasan dari APD tertentu, tetapi juga
peran APD sesungguhnya dalam mencegah penyakit infeksi sehingga dapat digunakan
secara efektif dan efisien.
B. Tujuan Panduan Alat Pelindung Diri (APD)
1. Tujuan Umum
Sebagai pedoman bagi petugas medis Rumah Sakit Panti Waluyo untuk
menggunakan APD.
2. Tujuan Khusus
1) Sebagai panduan penggunaan APD di Rumah Sakit ;
2) Agar Penggunaan APD efektif dan sesuai dengan kritertia yang ditetapkan RS;
3) Menghindari terjadinya kejadian yang tidak diharapkan yang disebabkan
kesalahan penggunaan APD.

C. Ruang Lingkup
1. Panduan ini diterapkan kepada seluruh kegiatan yang memerlukan penggunaan APD
di RS.Panti Waluyo
2. Pelaksana Pedoman ini adalah seluruh Pegawai dan Pengunjung RS.Panti Waluyo
D. Prinsip
1. Setiap pegawai RS Panti Waluyo harus dapat menggunakan APD dengan baik dan
benar;
2. Setiap tindakan atau kegiatan yang dapat menimbulkan potensi bahaya di rumah
sakit harus dilakukan dengan menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD);
3. Penggunaan APD disesuaikan dengan jenis tindakan dan kegiatan disetiap instalasi
RS.Panti Waluyo ;
4. Kejadian tidak diharapkan yang disebabkan oleh kelalaian dalam mengganakan APD
di rumah sakit, bukan merupakan tanggung jawab rumah sakit.
E. Tugas dan Tanggung Jawab
1. Perawat/ Bidan/ koordinator APD di Instalasi :
1) Menyiapkan kelengkapan Alat Perlindungan Diri di instalasi;
2) Memberikan penyuluhan tentang hal–hal yang berkaitan penggunaan APD
kepada Pengunjung.
3) Mencegah terjadinya Kejadian yang tidak diharapkan yang disebabkan
kesalahan penggunaan APD
2. Kepala Instalasi/ Kepala Ruangan
1) Memastikan Penggunaan APD sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan;
2) Mengidentifikasi setiap kelalaian yang timbul dalam pelaksanaan penggunaan
APD dan memastikan terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah
terulangnya kembali insiden tersebut.
3. Direktur
1) Menetapkan kebijakan untuk mengembangkan atau mengatasi setiap masalah
yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan Kegiatan Penggunaan APD di Rumah
Sakit.
BAB II
RUANG LINGKUP KEGIATAN

A. Perlengkapan Perlindungan Diri


Pelindung pembatas sekarang umumnya diacu sebagai Perlengkapan Perlindungan Diri
(PPD), telah digunakan bertahun–tahun lamanya untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang terdapat pada petugas yang bekerja pada suatu tempat perawatan
kesehatan. Akhir–akhir ini, dengan timbulnya AIDS dan HCV dan munculnya kembali
Tuberkulosis di banyak Negara, penggunaan PPD manjadi sangat penting untuk
melindungi petugas.
PPD seperti sarung tangan pemeriksaan yang bersih dan tidak steril sangat penting
dalam mengurangi resiko penularan, namun yang lainnya (seperti pakaian, topi, dan
sepatu tertutup) terus dipakai tanpa bukti yang meyakinkan tentang efektivitasnya (Larson
dkk 1995). Kenyataannya, beberapa praktik yang biasa, seperti semua petugas di ruang
operasi, bukan hanya tim bedah saja, harus memakai masker, akan meningkatkan biaya,
sedangkan perlindungan yang diberikan sangat minimal, kalaupun ada, perlindungan bagi
pasien dan staf (Mitcell 1991). Tambahan lagi, demi efektivitasnya, PPD harus digunakan
dengan tepat. Umpamanya, gaun bedah dan kain penutup telah menunjukkan dapat
mencegah infeksi luka hanya kalau kering. Kalau basah, kain yang bersifat spons yang
mengisap bakteri dari kulit atau peralatan dapat menembus kain yang kemudian dapat
mengkontaminasi luka bedah.
Sebagai akibatnya, administrator rumah sakit, penyelia, dan petugas pelayanan
kesehatan harus menyadari bukan hanya keuntungan dan keterbatasan PPD yang
khusus, melainkan juga peranan PPD dalam mencegah infeksi, agar dapat digunakan
secara efektif dan efisien.
B. Apa Perlengkapan Pelindung Diri Itu?
Alat Pelindung Diri adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi
seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh tenaga kerja dari bahaya
di tempat kerja. APD dipakai setelah usaha rekayasa (engineering) dari cara kerja yang
aman.
Kelemahan penggunaan APD:
1) Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna
2) Sarung APD tidak di pakai karena kurang nyaman
Peralatan pelindung pribadi meliputi sarung tangan, masker/ respirator, pelindung mata
(perisai muka, kacamata), kap, gaun, apron, dan barang lainnya. Di banyak Negara kap,
masker, gaun dan duk terbuat dari kain atau kertas. Penahan yang sangat efektif, terbuat
dari kain yang di olah atau bahan sintetis yang dapat menahan air atau caran lain (darah
atau duh tubuh) untuk menembusnya. Bahan–bahan tahan cairan ini, tidak tersedia
secara luas karena mahal. Di banyak Negara, kain katun yang enteng (dengan hitungan
benang 140/ inci²) adalah bahan yang sering dipakai untuk pakaian bedah (masker, kap
dan gaun) dan duk. Sayangnya, katun enteng itu tidak memberikan tahanan efektif,
karena basah dapat menembusnya dengan mudah, yang membuat kontaminasi. Kain dril,
kanvas dan kain dril yang berat, sebaliknya, terlalu rapat untuk ditembus uap (tidak dapat
disterilkan), sangat sukar di cuci dan makan waktu untuk dikeringkan. Kalau dipakai kain,
warnanya harus putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat terlihat.
Kap, masker, dan tirai yang terbuat dari kertas tidak boleh dipakai ulang
karena tidak ada cara untuk membersihkannya.
Kalau Anda tidak dapat mencucinya, jangan dipakai ulang !
BAB III
TATA LAKSANA KEGIATAN

A. Jenis - Jenis Alat Pelindung Diri


1. Alat Pelindung Kepala
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan Topi harus cukup besar
untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah
perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi
pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.
Berdasarkan fungsinya dapat di bagi 3 bagian :
a. Topi Pengaman (Safety Helmet)
Untuk melindungi kepala dari benturan atau pukulan benda – benda.
b. Topi/ Tudung
Untuk melindungi kepala dari api, uap – uap korosif, debu, kondisi iklim yang
buruk.
c. Tutup Kepala
Untuk menjaga kebersihan kepala dan rambut atau mencegah lilitan rambut dari
mesin.
Alat pelindung kepala ini dapat dilengkapi dengan alat pelindung diri yang lain,
yaitu:
1) Kaca Mata (goggles)
2) Penutup muka
3) Penutup telinga
4) Respirator, dll

GAMBAR

2. Alat Pelindung Telinga


Alat pelindung telinga ada 2 jenis:
a. Sumbatan telinga (ear plug)
Sumbat telinga yang baik adalah memakai frekuensi tertentu saja. Sedangkan
frekuensi untuk bicara biasanya tidak terganggu.
b. Tutup telinga (ear muff )
Tutup telinga jenisnya sangat beragam. Tutup telinga mempunyai daya pelindung
(Attenuasi) berkisar antara 25 – 30 DB. Untuk keadaan khusus dapat
dikombinasikan antara tutup telinga dengan sumbat telinga, sehingga dapat
mempunyai daya lindung yang lebih besar.
GAMBAR

3. Sarung Tangan
Sarung tangan melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari
mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting
untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu
pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi silang. Umpamanya, sarung
tangan pemeriksaan harus dipakai kalau menangani darah, duh tubuh, sekresi dan
eksresi (kecuali keringat), alat atau permukaan yang terkontaminasi dan kalau
menyentuh kulit nonintak atau selaput lendir.
INGAT ! Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci
tangan atau pemakaian antiseptik yang digosokkan pada tangan.

Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen kunci


dalam meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu lingkungan
bebas infeksi (Garner dan Favero 1986). Selain itu, pemahaman mengenai kapan
sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi diperlukan dan kapan sarung
tangan tidak perlu digunakan, penting untuk diketahui agar dapat menghemat biaya
dengan tetap menjaga keamanan pasien dan petugas.

a. Jenis Sarung Tangan


Ada 3 jenis sarung tangan:
1) Sarung tangan bedah
Dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau pembedahan
2) Sarung tangan pemeriksaan
Dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu melakukan
pemeriksaan atau pekerjaan rutin
3) Sarung tangan rumah tangga
Diapakai sewaktu memproses peralatan, menangani bahan–bahan
terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi
Sarung tangan bedah yang baik terbuat dari bahan lateks, karena elastis,
sensitive dan tahan lama, dan dapat disesuaikan dengan ukuran tangan. Karena
meningkatnya masalah alergi lateks, sedang dikembangkan bahan serupa, yang
disebut “nitril“ yang merupakan bahan sintetik seperti lateks.
Bahan ini tidak menimbulkan reaksi alergi. Di beberapa negara jenis sarung
tangan pemeriksaan yang tersedia adalah dari vinil, suatu bahan sintetik yang
lebih murah daripada lateks. Namun, vinil tidak elastis, sehingga kurang pas dan
mudah robek. Sarung tangan pemeriksaan yang berkualitas baik yang terbuat
dari kabel tebal, kurang fleksibel dan sensitive, dan dapat memberi perlindungan
maksimum sebagai pelindung pembatas.
b. Kapan Pemakaian Sarung Tangan Diperlukan
Meskipun efektifitas pemakaian sarung tangan dalam mencegah kontaminasi
dari petugas kesehatan telah terbukti berulang kali (Tenorio et al. 2001) tetapi
pemakaian sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan untuk mencuci
tangan. Sebab sarung tangan bedah lateks dengan kualitas terbaik sekalipun,
mungkin mengalami kerusakan kecil yang tidak terlihat, sarung tangan mungkin
robek pada saat digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat melepas
sarung tangan ( Bagg. Jenkins dan Barker 1990; Davis 2001)
INGATLAH UNTUK: Mencuci tangan atau menggunakan antiseptik cair yang
digosokkan di tangan sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas
sarung tangan.

Tergantung keadaan, sarung tangan periksa atau serbaguna bersih harus


digunakan oleh semua petugas ketika :
1) Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain, membran
mukosa atau kulit yang terlepas
2) Melakukan prosedur medis yang bersifat invasive misalnya menusukkan sesuatu
ke dalam pembuluh darah, seperti memasang infus
3) Menangani bahan–bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau menyentuh
permukaan yang tercemar
4) Menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan Penularan Melalui Kontak (yang
diperlukan pada kasus penyakit menular melalui kontak yang telah diketahui atau
dicurigai), yang mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sarung
tangan bersih, tidak steril ketika memasuki ruangan pasien. Petugas
kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut sebelum meninggalkan
ruangan pasien dan mencuci tangan dengan air dan sabun atau dengan handrub
berbasis alkohol.
Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya
menghindari kontaminasi silang ( CDC 1987 ). Pemakaian sepasang sarung
tangan yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika
berpindah dari satu pasien ke pasien yang lain atau ketika melakukan perawatan
di bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih,
bukan merupakan praktek yang aman. Doebbeling dan Colleagues (1988)
menemukan bakteri dalam jumlah bermakna pada tangan petugas yang hanya
mencuci tangan dalam keadaan masih memakai sarung tangan dan tidak
mengganti sarung tangan ketika berpindah dari satu pasien ke pasien lainnya.
c. Hal yang Harus Dilakukan Bila Persediaan Sarung Tangan Terbatas
Bila sumber daya terbatas dan jumlah sarung tangan periksa tidak memadai,
sarung tangan bedah sekali pakai (disposable) yang sudah digunakan dapat
diproses ulang dengan cara :
1) Dekontaminasi dengan meredam dalam larutan klorin 0,5 % selam 10 menit
2) Dicuci dan bilas, serta dikeringkan
3) Sterilkan dengan menggunakan autoklaf atau disinfeksi tingkat tinggi
(dengan di kukus)
Dahulu perebusan telah direkomendasikan sebagai cara untuk disinfeksi tingkat
tinggi sarung tangan bedah. Namun sulit untuk mengeringkan sarung tangan
tanpa mengkontaminasinya. Karena pengukusan lebih mudah dilakukan dan
sama–efektif, maka cara ini yang sekarang direkomendasikan untuk disinfeksi
tingkat tinggi sarung tangan bedah.
Jangan memproses ulang sarung tangan yang retak, mengelupas atau
memiliki lubang atau robekan yang dapat terdeteksi ( Bagg, Jenkins dan
Barker 1990 )

Bila sarung tangan rumah tangga tidak tersedia, gunakan dua lapis sarung
tangan periksa atau sarung tangan bedah yang telah diproses untuk memberikan
perlindungan yang cukup bagi petugas kebersihan, petugas laundry, pekarya
serta petugas yang menangani dan membuang limbah medis.
d. Hal yang Harus Diperhatikan Pada Pemakaian Sarung Tangan
1) Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk
sarung tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran
tangan dapat mengganggu keterampilan dan mudah robek.
2) Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan resiko sarung tangan
robek.
3) Tarik sarung tangan ke atas manset gaun (jika anda memakainya) untuk
melindungi pergelangan tangan.
4) Gunakan pelembab yang larut dalam air ( tidak mengandung lemak ) untuk
mencegah kulit tangan kering / berkerut.
5) Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan merusak
sarung tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks.
6) Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena
dapat menyebabkan iritasi pada kulit.
7) Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu
panas atau terlalu dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di
dekat pemanas, AC, cahaya ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin
rontgen, karena dapat merusak bahan sarung tangan sehingga mengurangi
efektifitasnya sebagai pelindung.
e. Reaksi Alergi Terhadap Sarung Tangan
Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin banyak dilaporkan oleh
berbagai petugas di fasilitas kesehatan, termasuk bagian rumah tangga, petugas
laboratorium dan dokter gigi. Jika memungkinkan, sarung tangan bebas lateks
(nitril) atau sarung tangan lateks rendah allergen harus digunakan, jika dicurigai
terjadi alergi (reaksi alergi terhadap nitril juga terjadi, tetapi lebih jarang). Selain
itu, pemakaian sarung tangan bebas bedak juga direkomendasikan. Sarung
tangan dengan bedak dapat menyebabkan reaksi lebih banyak, karena bedak
pada sarung tangan membawa partikel leteks ke udara. Jika hal ini tidak
memungkinkan, pemakaian sarung tangan kain atau vinil di bawah sarung
tangan lateks dapat membantu mencegah sensitisasi kulit. Meskipun demikian,
tindakan ini tidak akan dapat mencegah sensitisasi pada membran mukosa mata
dan hidung. (Garner dan HICPAC 1996).
Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang muncul adalah warna
merah pada kulit, hidung berair dan gatal – gatal pada mata, yang mungkin
berulang atau semakin parah misalnya menyebabkan gangguan pernafasan
seperti asma. Reaksi alergi terhadap lateks dapat muncul dalam waktu 1 bulan
pemakaian. Tetapi pada umumnya reaksi baru terjadi setelah pemakaian yang
lebih lama, sekitar 3 – 5 tahun., bahkan sampai 15 tahun (Baumann 1992),
meskipun pada orang yang rentan. Belum ada terapi atau desensitisasi untuk
mengatasi alergi lateks, satu – satunya pilihan adalah menghindari kontak.
GAMBAR

4. Masker
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mul ut, bagian bawah dagu, dan
rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar
sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta
untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau
mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka
masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.
Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kassa,
kertas dan bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang di
buat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau
efektif sebagai filter. Masker yang dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan
perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar ( > 5 µm ) yang tersebar melalui
batuk atau bersin ke orang yang berada di dekat pasien ( kurang dari 1 meter ).
Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk benar – benar
menutup pas secara erat (menempel sepenuhnya pada wajah) sehingga mencegah
kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan demikian, masker tidak dapat secara
efektif menyaring udara yang dihisap (Chen dan Welleke 1992) dan tidak dapat
direkomendasikan untuk tujuan tersebut.
GAMBAR

Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengah masker
merupakan bagian yang paling banyak terkontaminasi (Rothrock, Mc. Ewen dan
Smith 2003)

Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit
menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah
partikel mencapai membran mukosa dari petugas kesehatan.
a. Masker Dengan Efisiensi Tinggi
Masker dengan efisiensi tinggi merupakan jenis masker khusus yang
direkomendasikan, bila penyaringan udara dianggap penting misalnya pada
perawatan seseorang yang telah diketahui atau dicurigai menderita flu burung
atau SARS. Masker dengan efisiensi tinggi misalnya N95 melindungi dari partikel
dengan ukuran ≤ 5 mikron yang di bawa oleh udara. Pelindung ini terdiri dari
banyak lapisan bahan penyaring dan harus dapat menempel dengan erat pada
wajah tanpa ada kebocoran. Dilain pihak pelindung ini juga lebih mengganggu
pernafasan dan lebih mahal daripada masker bedah. Sebelum petugas memakai
masker N95 perlu diadakan fit test pada setiap pemakaiannya.
Ketika sedang merawat pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui airborne maupun droplet, seperti misalnya flu burung
atau SARS, petugas kesehatan harus menggunakan masker efisiensi tinggi.
Pelindung ini merupakan perangkat N-95 yang telah disertifikasi oleh US National
Institute for Occupational Safety dan Health (NIOSH), disetujui oleh European
CE, atau standard nasional/ regional yang sebanding dengan standar tersebut
dari Negara yang memproduksinya. Masker efisiensi tinggi dengan tingkat
efisiensi lebih tinggi dapat juga digunakan. Masker efisiensi tinggi, seperti
khususnya N-95, harus di uji pengepasannya (fit test) untuk menjamin bahwa
perangkat tersebut pas dengan benar pada wajah pemakainya.
GAMBAR

b. Pemakaian Masker Efisiensi Tinggi


Petugas Kesehatan harus:
1) Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah
lapisan utuh dan tidak cacat. Jika bahan penyaring rusak atau kotor, buang
masker tersebut. Selain itu, masker yang ada keretakan, terkikis, terpotong
atau terlipat pada sisi dalam masker, juga tidak dapat digunakan.
2) Memeriksa tali – tali masker untuk memastikan tidak terpotong atau rusak.
Tali harus menempel dengan baik di semua titik sambungan.
3) Memastikan bahwa klip hidung yang terbuat dari logam (jika ada) berada
pada tempatnya dan berfungsi dengan baik.
c. Fit Test untuk Masker Efisiensi Tinggi
Fungsi masker akan terganggu / tidak efektif, jika masker tidak dapat melekat
secara sempurna pada wajah, seperti pada keadaan di bawah ini :
1) Adanya janggut, cambang atau rambut yang tumbuh pada wajah bagian
bawah atau adanya gagang kacamata.
2) Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi
perlekatan bagian wajah masker.
3) Apabila klip hidung dari logam dipencet, dijepit, karena akan menyebabkan
kebocoran. Ratakan klip tersebut di atas hidung setelah anda memasang
masker, menggunakan kedua telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri
bagian atas masker.
4) Jika mungkin, dianjurkan fit test dilakukan setiap saat sebelum memakai
masker efisiensi tinggi.
KEWASPADAAN
Beberapa masker mengandung komponen lateks dan tidak bisa digunakan
oleh individu yang alergi terhadap lateks. Petugas harus diberi cukup waktu
untuk menggunakan dan mengepaskan masker dengan baik sebelum
bertemu dengan pasien.
5. Alat Pelindung Mata
Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara
melindungi Mata. Pelindung mata mencakup kacamata ( goggles ) plastik bening,
kaca mata pengaman, pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata
dengan lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung
pada bagian sisi mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan
pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan
adanya percikan cairan secara tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak tersedia
pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau
kacamata biasa serta masker.
Ada beberapa jenis alat pelindung mata diantaranya :
a. Kaca Mata Biasa (Spectacle Goggles)
Kaca mata terutama pelindung mata dapat dengan mudah atau tanpa pelindung
samping.
Kaca mata dengan pelindung samping lebih banyak memberikan perlindungan.
b. Goggles
Mirip kacamata, tetapi lebih protektif dan lebih kuat terikat karena memakai ikat
kepala. Dipakai untuk pekerjaan yang amat membahayakan bagi mata.
GAMBAR

6. Alat Pelindung Pernafasan


Ada 3 jenis alat pelindung pernafasan:
a. Respirator yang Sifatnya Memurnikan Udara

1) Respirator yang mengandung bahan kimia


a) Topeng gas dengan kamister
b) Respirator dengan cartridge
2) Respirator dengan filter mekanik
a) Bentuk hampir sama dengan respirator cartridge kimia, tapi terdapat
saringan udara yang berfungsi sebagai penyaring/ filter
b) Biasanya di gunakan pada pencegahan debu
3) Respirator yang mempunyai filter mekanik dan bahan kimia
b. Respirator yang Dihubungkan Dengan Supply Udara Bersih. Supply udara
berasal dari :
1) Saluran udara bersih atau kompresor
2) Alat pernafasan yang mengandung udara ( SCBA )
Biasanya berupa tabung gas yang berisi:
1) Udara yang dimampatkan
2) Oksigen yang dimampatkan
3) Oksigen yang dicairkan
c. Respirator dengan Supply Oksigen
Biasanya berupa “Self Breathing Apparatus yang harus diperhatikan pada
respirator jenis tersebut di atas:
1) Pemilihan yang tepat sesuai dengan jenis bahaya
2) Pemakaian yang tepat
3) Pemeliharaan dan pencegahan terhadap penularan penyakit
GAMBAR

7. Topi
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk ke dalam luka selam pembedahan. Topi harus cukup besar untuk
menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan
pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah
atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.
8. Gaun Pelindung
Gaun pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau
seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui droplet / airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama
adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi.
Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki
ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot
darah, cairan tubuh, sekresi atau eksresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi
ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien.
Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian
yang potensial tercemar, lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya
organisme. Gaun pelindung harus dianggap sebagai alat pelindung diri. Gaun
pelindung khusus untuk pekerjaan dengan sumber – sumber bahaya tertentu seperti :
a. Terhadap Radiasi Panas
Gaun pelindung untuk radiasi panas, radiasi harus dilapisi bahan yang bisa
merefleksikan panas, biasanya Alumunium dan berkilau. Bahan – bahan pakaian
lain yang bersifat isolasi terhadap panas adalah : 1000⁰ C, katun, asbes (kalau
sampai 500 ⁰C).
b. Terhadap Radiasi Mengion
Gaun pelindung harus dilapisi dengan timbal biasanya berupa apron. Pakaian ini
sering digunakan di bagian radiologi.
c. Terhadap cairan dan bahan – bahan kimia.
Biasanya terbuat dari bahan plastic atau karet
9. Apron
Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk
sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus
mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung
pada pasien, membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada resiko
tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak
tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit
petugas kesehatan.
GAMBAR

10. Pelindung Kaki


Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau
benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu,
sandal. “ sandal jepit “ aau sepatu yang terbuat dari bahan lunak ( kain ) tidak boleh
dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak
perlindungan., tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau
tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih.
Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar
bedah. Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas
dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui
sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi. Kemudian dilepas
tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran. (Summers et.al. 1992)
GAMBAR

11. Peranan Duk


Di banyak negara duk biasanya dibuat dari linen persegi yang dijahit dari berbagai
ukuran. Dipakai untuk menciptakan medan operasi di seputar suatu sayatan,
membungkus instrumen dan barang – barang lainnya untuk sterilisasi, penutup meja
di ruang operasi dan membuat hangat pasien selama prosedur bedah ( OR Manager
1990a ). Jenis utama duk ialah:

a. Duk Kecil/ Lap


Dipakai untuk mengeringkan tangan, membuat medan operasi segiempat (untuk
ini diperlukan beberapa duk kecil), dan membungkus instrumen kecil serta
semprit. Biasanya dibuat dari kain katun lebih tebal dari pada linen lainnya, yang
menjadikannya lebih tahan air.
b. Duk Seprai
Dipakai untuk membatasi medan operasi dan menciptakan ruang kerja, maupun
untuk membungkus perangkat instrumen. Biasanya dibuat dari katun ringan dan
hanya memberikan sedikit perlindungan.
c. Duk Bolong
Mempunyai lobang yang bundar di tengahnya yang ditempatkan pada medan
operasi yang dipersiapkan. Duk ini terutama digunakan untuk prosedur –
prosedur bedah minor (sayatan kecil).
d. Duk Pembungkus
Duk luas yang menjadi penutup meja sewaktu bungkus instrumen dibuka. Duk
penutup ini harus cukup luas untuk menampung isi suatu bungkusan sewaktu di
buka, dan dapat menutupi seluruh permukaan meja.
e. Pemakaian Duk Untuk Prosedur Bedah
Duk kecil yang steril terbuat dari kain dapat ditempatkan di sekeliling sayatan
bedah yang ditempatkan di sekeliling sayatan bedah yang dipersiapkan, untuk
menciptakan suatu area kerja. Walaupun area ini sering disebut “medan steril“,
sesungguhnya tidak steril. Sebagaimana dipertunjukkan pada gambar, duk kain
membiarkan kebasahan merembes dan membantu menyebarkan organisme dari
kulit ke dalam sayatan walau setelah pembersihan area bedah dengan antiseptik.
Jadi, baik tangan yang bersarung tangan ( steril atau didisinfeksi tingkat tinggi )
maupun instrumen steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi dan barang – barang
lainnya hanya menyentuh duk setelah ia diletakkan di tempatnya. Karena duk
kain tidak efektif sebagai pembatas, duk kecil yang kering dan bersih dapat
digunakan jika duk kecil steril tidak tersedia.

GAMBAR

Cara mempersiapkan medan operasi dan memasang duknya tergantung dari


jenis tindakan yang akan dilakukan. Berikut ini panduan cara memasang duk
untuk menghindari pemborosan duk steril dan penggunaan yang tidak perlu:
1) Semua duk harus ditempatkan di sekeliling area yang kering sama sekali,
dan dipreparasi secara luas.
2) Kalau dipakai duk yang steril, sarung tangan steril atau didisinfeksi tingkat
tinggi harus dipakai sewaktu menempatkan duk di tempatnya, (hati – hati
jangan sampai menyentuh tubuh pasien dengan tangan yang bersarung
tangan)
3) Duk harus ditangani sesedikit mungkin dan jangan sekali – sekali digosok
atau dilipat. Selalu memegang duk di atas area yang harus dipasang duk,
dan buang duk itu kalau jatuh ke bawah.
f. Prosedur Bedah Minor (Insersi Implan Norplant Atau Pengangkatannya
Atau Laparotomi Mini)
1) Pakailah duk bolong sehingga sekurang – kurangnya 5 cm dari kulit terbuka
di sekeliling sayatan. (Kalau tidak ada duk steril, bagaimanapun, duk yang
bersih dan kering dapat dipakai )
2) Tempatkan lubang duk di atas bidang insisi yang telah disiapkan dan jangan
pindahkan duk steril, setelah menyentuh kulit.
3) Jika duk bolong tidak steril, pakai sarung tangan steril atau DTT setelah
menempatkan duk pada pasien untuk menghindari sarung tangan
terkontaminasi.
g. Prosedur Bedah Mayor ( Laparotomi Atau Seksio Sesarea)
1) Pakai lembaran duk yang luas untuk menutupi tubuh pasien kalau diperlukan
untuk membuat tubuhnya panas. Duk itu tidak perlu steril karena tidak akan
dekat tempat insisi (Belkin 1992). Tapi harus bersih dan kering.
2) Setelah membersihkan kulit dengan antiseptik, tempatkan duk kecil untuk
mempersegikan tempat insisi (biarkan sekurang–kurangnya 5 cm dari kulit
terbuka di sekeliling sayatan).
3) Mulai dengan menempatkan duk kecil yang terdekat dengan anda untuk
mengurangi kontaminasi. Dengan memegang satu sisi dari duk, biarkan sisi
yang lain menyentuh kulit abdomen kira – kira 5 cm di luar tempat sayatan.
Perlahan – lahan letakkan sisa duk pada abdomen. Setelah terletak pada
tempatnya, jangan sekali – kali memindahkannya mendeteksi insisi. Boleh,
kalau ditarik menjauhi insisi.
4) Pasang tiga duk lainnya untuk menjadikan area kerja menjadi persegi empat,
seperti dipertunjukkan pada gambar.
5) Pakai duk klip untuk menguatkan sudut – sudut duk kecil

B. Sewaktu Melakukan Prosedur


Jangan memakai tubuh pasien atau area yang memakai duk untuk menempatkan
instrumen. Menempatkan instrumen steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi di atas
duk, sekalipun semula steril, akan terkontaminasi. Dengan meletakkan instrumen di
atas duk, akan sukar ditemukan dan bisa menyebabkan jatuhnya instrumen dari meja
operasi kalau pasien bergerak. Kalau meja instrumen (Mayo) tidak ada, baki plastik
atau metal yang steril atau didisinfeksi tingkat tinggi dapat ditempatkan di atas duk
yang menutupi pasien dan digunakan untuk menempatkan instrumen selama
prosedur/ tindakan.
Kalau duk robek atau terpotong sewaktu prosedur/ tindakan, harus ditutup dengan
duk yang baru. Jangan, menempatkan duk baru di atas duk yang sudah basah. Cara
ini tidak terbukti efektif untuk menciptakan pembatas ( OR Manager 1990b )
Kalau duk menjadi using dan diperlukan duk baru, usahakan duk pengganti
yang memiliki benang yang rapat.

C. Membuat Tempat Kerja Lebih Aman


Di samping terbatasnya kesuksesan program pendidikan yang ditujukan kepada
perubahan perilaku petugas pelayanan kesehatan dalam menggunakan PPD lainnya,
perlindungan utama harus terus berlanjut menjadi focus kegiatan di masa depan.
Untuk lebih sukses, usaha untuk membuat lingkungan kerja lebih aman harus
diarahkan kepada semua kader petugas pelayanan kesehatan bukan hanya dokter
dan perawat. Umpamanya di beberapa negara, kecuali petugas ruang operasi,
petugas rumah tangga mengalami perlukaan tusukan jarum paling tinggi, disebabkan
kesalahan membuang jarum bekas ke tempat sampah. Memperbaiki kepatuhan
setelah usaha pendidikan dan perubahan perilaku dapat ditingkatkan kalau:
1. Ada dukungan konsisten dari administrator rumah sakit dalam usaha–usaha
keamanan yang dianjurkan (umpamanya, kekurangan yang ditemukan segera
diperbaiki, praktik – praktik yang berbahaya segera dilenyapkan, dan para
petugas secara aktif didorong untuk mencari solusi–solusi yang mudah dan
murah.
2. Para penyelia secara teratur memberikan umpan balik dan menghargai perilaku
yang tepat (umpamanya, cuci tangan jika kontak di antara pasien ke pasien)
3. Contoh teladan, khususnya dokter dan staf senior dan staf fakultas lainnya,
secara aktif mendukung pencegahan infeksi yang dianjurkan dan menjadi contoh
/ model perilaku yang tepat. (Lipscomb dan Rosenstock 1997).
Lagi pula, dengan membuat rekomendasi yang tepat, mudah digunakan dan
dipantau akan meningkatkan kepatuhan petugas dan keamanan kerja petugas
kesehatan lebih baik. Akhirnya, karena perawatan kesehatan merupakan profesi
yang penting dan berguna, merupakan tanggung jawab dari semua profesi
perawatan kesehatan untuk membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman
untuk pasien dan para pekerjanya.
D. Pemakaian APD di Sarana Pelayanan Kesehatan:
Bagaimana Mengenakan, Menggunakan dan Melepas APD?
1. Faktor – Faktor Penting Yang Harus Diperhatikan Pada Pemakaian APD
a. Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum
memasuki ruangan
b. Gunakan dengan hati – hati jangan menyebarkan kontaminasi
c. Lepas dan buang secara hati – hati ke tempat sampah infeksius yang telah
disediakan di ruang ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan
d. Segera lakukan pencucian tangan dengan 6 langkah higiene tangan
2. Urutan mengenakan APD:
a. Cuci tangan
b. Pelindung kaki
c. Apron, gaun pelindung
d. Topi
e. Masker
f. Kacamata atau pelindung wajah/googles
g. Sarung tangan
GAUN PELINDUNG
a. Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian
pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung.
b. Ikat di bagian belakang leher dan pinggang.

MASKER
a. Eratkan tali atau karet elastic pada bagian tengah kepala dan leher
b. Pastikan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung
c. Pastikan dengan erat pada wajah dan di bawah dagu sehingga melekat
dengan baik
d. Periksa ulang pengepasan masker
KACAMATA ATAU PELINDUNG WAJAH
Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas
SARUNG TANGAN
Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi

3. Cara Melepas APD


Kecuali masker, lepaskan APD di pintu atau di anteroom. Masker dilepaskan
setelah meninggalkan ruangan pasien dan menutup pintunya.
URUTAN MELEPASKAN APD
1. Sarung tangan
2. Cuci tangan
3. Kacamata atau pelindung wajah/googles
4. Topi
5. Apron, gaun pelindung
6. Masker
7. Pelindung kaki
8. Cuci tangan

SARUNG TANGAN
a. Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi
b. Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lepaskan
c. Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan
yang masih memakai sarung tangan
d. Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah
sarung tangan yang belum di lepas di pergelangan tangan
e. Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama
f. Buang sarung tangan di tempat sampah infeksius
KACA MATA ATAU PELINDUNG WAJAH
a. Ingatlah bahwa bagian luar kaca mata atau pelindung wajah telah
terkontaminasi
b. Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang kaca mata
c. Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam
tempat sampah infeksius
GAUN PELINDUNG
a. Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah
terkontaminasi
b. Lepas tali
c. Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung
saja
d. Balik gaun pelindung
e. Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah
disediakan untuk diproses ulang atau buang di tempat sampah infeksius

MASKER
a. Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi – JANGAN
SENTUH !
b. Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas
c. Buang ke tempat sampah infeksius

Semua alat pelindung diri harus di rawat sedemikian rupa sehingga alat itu tetap
memberikan perlindungan yang berhasil guna. Terhadap faktor – faktor yang
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini berarti bahwa prosedur
yang cocok untuk melaporkan kerusakan pemeriksaan rutin, pembangunan
perbaikan dan pembersihan harus dilaksanakan. Alat pelindung diri harus di
lokasi dimana alat – alat itu kemungkinan besok akan di pakai dan di simpan baik
– baik supaya tidak memburuk dan rusak. Perawatan dan kontrol terhadap alat
pelindung diri penting agar fungsi alat pelindung diri tetap baik.
Alat pelindung diri harus tetap dipelihara agar selalu dalam kondisi yang baik,
tetap bersih dan terawat. Pada saat tidak dipakai harus di simpan baik untuk
mencegah kerusakan dan hilang. Penggunaan Alat Pelindung Diri merupakan
usaha untuk mengurangi resiko secara maksimal, namun apabila pemakaian
tidak tepat dapat membahayakan atau menyebabkan kecelakaan kerja.
Perawatan Alat Pelindung Diri (APD) dilakukan dengan maksud agar semua
pelindung diri tetap memberikan perlindungan yang efektif terhadap faktor –
faktor yang berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk mencegah
kerusakan dan hilang, sarana pelindung diri harus di simpan dengan baik sesuai
dengan ketentuan.
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Rumah Sakit
1. Rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan Ketaatan Pemakaian APD di
masing-masing bagian gugus tugas
2. Pencatatan dan pelaporan ketaatan pemakaian APD mengacu pada pedoman yang
dikeluarkan oleh Komite K3 dan Komite PPI RS.Panti Waluyo
3. Pencatatan dan Pelaporan ketaatan pemakaian APD dilakukan oleh masing-masing
penanggung jawab ruangan dan dilaporkan pada ketua komite K3 dan PPI
4. Panitia Mutu dan ketua komite K3 dan PPI RS Panti Waluyo melakukan pencatatan
kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada Direktur Rumah
Sakit secara berkala.
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI

1. Seluruh jajaran manajemen RS Panti Waluyo secara berkala melakukan monitoring dan
evaluasi program Ketaatan Pemakaian APD yang dilaksanakan oleh Panitia Mutu dan
Komite K3 dan PPI RS.Panti Waluyo .
2. Panitia Mutu dan Komite K3 dan PPI RS Panti Waluyo secara berkala (paling lama 2
tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur terkait pemakaian APD
yang dipergunakan di RS.Panti Waluyo .
3. Panitia Mutu dan Komite K3 dan PPI RS Panti Waluyo melakukan evaluasi kegiatan
setiap triwulan dan membuat tindak lanjutnya

Direktur,

Dr. Regowo, M.Kes


BAB VI
REFERENSI

1. Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Pedoman Pelayanan Pusat Sterilisasi di Rumah


Sakit,2001,Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Social RI
2. Tietjen Linda et.al (2004). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas
pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
3. DepKes RI DirJen Pelayanan medik, 2001. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial.
Jakarta
DAFTAR APD RS.PANTI WALUYO
NO RUANG APD
1 IPSRS 1. Masker
2. Sarung Tangan
3. Topi
4. Sepatu
5. Safety Belt / Tali pengikat
2 Gizi 1. Haircover
2. Masker
3. Scoret
4. Sarung Tangan
5. Sepatu
6. Gaun
3 Rawat Inap & Jalan 1. Masker
2. Handschoen
3. Appron Scoret
4. Topi
5. Googles
4 Linen 1. Topi
2. Scoret
3. Gaun
4. Sarung tangan
5. Sepatu
5 Kamar Operasi 1. Masker
2. Topi
3. Gaun/Appron
4. Sarung Tangan
5. Googles
6. Sepatu
6 Fisioterapi 1. Sarung tangan
2. Masker
7 Farmasi 1. Masker
2. Gaun
3. Topi
4. Sarung Tangan
5. Googles
8 UGD 1. Masker
2. Handschoen
3. Gaun
4. Appron
5. Sepatu
6. Googles
9 EDP 1. Masker
2. Appron/Scoret
3. Handschoen

10 Laboratorium 1. Sarung tangan


2. Masker
3. Gaun
4. Googles
11 Radiologi 1. Masker
2. Appron
3. Googles
4. Handschoen
12 CS 1. Sarung Tangan
2. Masker
3. Appron

Anda mungkin juga menyukai