MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu : PERATURAN DIREKTUR TENTANG PANDUAN ALAT PELINDUNG
DIRI (APD) RUMAH SAKIT PANTI PANTI WALUYO PURWOREJO;
Kedua : Panduan Alat Pelindung Diri (APD) Rumah Sakit Panti Waluyo
sebagaimana dimaksud dalam diktum kesatu tercantum dalam
Lampiran Peraturan ini;
Ketiga : Panduan Alat Pelindung Diri (APD) Rumah Sakit Panti Waluyo ini
digunakan sebagai acuan dalam mencegah terjadinya penularan
penyakit dan terjadinya kecelakaan kerja di Rumah Sakit Panti Waluyo
Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan;
Ditetapkan di : Purworejo
Pada Tanggal : 25 Juni 2018
Direktur Rumah Sakit Panti Waluyo Purworejo
PANDUAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) RUMAH SAKIT PANTI PANTI WALUYO
PURWOREJO
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit dan
hal itu terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Sejak awal tahun 1900 Institusi
rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada tiga elemen yaitu struktur, proses, dan
outcome dengan berbagai macam program regulasi yang berwenang misalnya antara lain
penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, ISO, Indikator Klinis dan lain sebagainya.
Namun harus diakui, pada pelayanan yang berkualitas masih terjadi Kejadian Tidak
Diduga (KTD) (Dep Kes R.I 2006).
Walaupun patient safety adalah prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit,
keselamatan petugas pelayanan kesehatan pun sangatlah penting dalam menjamin
semua petugas kesehatan terhindar dari bahaya penyakit akibat kerja. Dengan kondisi
seperti ini layaklah petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien juga memerlukan perlindungan terhadap infeksi/ mikroorganisme dengan
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan
yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga
keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya
Petugas pelayanan kesehatan setiap hari dihadapkan kepada tugas yang berat untuk
bekerja dengan aman dalam lingkungan yang membahayakan. Kini, resiko pekerjaan
yang umum dihadapi oleh petugas pelayanan kesehatan adalah kontak dengan darah
dan duh tubuh sewaktu perawatan rutin pasien. Pemaparan terhadap patogen ini
meningkatkan resiko mereka terhadap infeksi yang serius dan kemungkinan kematian.
Petugas kesehatan yang bekerja di kamar bedah dan kamar bersalin dihadapkan kepada
resiko pemaparan terhadap patogen yang lebih tinggi daripada bagian – bagian lainnya
(Gershon dan Vlavov 1992). Karena resiko yang tinggi ini, panduan dan praktik
perlindungan infeksi yang lebih baik diperlukan untuk melindungi staf yang bekerja di area
ini. Lagi pula, anggota staf yang tahu cara melindungi diri mereka dari pemaparan darah
dan duh tubuh dan secara konsisten menggunakan tindakan–tindakan ini akan membantu
melindungi pasien – pasiennya juga.
Sementara kesadaran terhadap keseriusan AIDS dan Hepatitis C meningkat, dan
bagaimana mereka dapat tertular di tempat kerja, banyak petugas kesehatan tidak
merasakan diri mereka dalam resiko. Terlebih lagi, mereka yang beresiko tidak secara
teratur menggunakan perlengkapan pelindung, seperti sarung tangan, atau paraktik–
praktik lain (cuci tangan) yang disediakan untuk mereka.
Agar menjadi efektif, APD harus digunakan secara benar. Misalnya, gaun dan duk telah
terbukti dapat mencegah infeksi luka hanya bila dalam keadaan yang kering. Sedangkan
dalam keadaan basah, kain beraksi sebagai spons yang menarik bakteri dari kulit atau
peralatan melalui bahan kain sehingga dapat mengkontaminasi luka operasi. Sebagai
konsekuensinya, pengelola rumah sakit, penyedia dan para petugas kesehatan harus
mengetahui tidak hanya kegunaan dan keterbatasan dari APD tertentu, tetapi juga peran
APD sesungguhnya dalam mencegah penyakit infeksi sehingga dapat digunakan secara
efektif dan efisien.
Sebagai konsekuensinya, pengelola rumah sakit, penyedia dan para petugas kesehatan
harus mengetahui tidak hanya kegunaan dan keterbatasan dari APD tertentu, tetapi juga
peran APD sesungguhnya dalam mencegah penyakit infeksi sehingga dapat digunakan
secara efektif dan efisien.
B. Tujuan Panduan Alat Pelindung Diri (APD)
1. Tujuan Umum
Sebagai pedoman bagi petugas medis Rumah Sakit Panti Waluyo untuk
menggunakan APD.
2. Tujuan Khusus
1) Sebagai panduan penggunaan APD di Rumah Sakit ;
2) Agar Penggunaan APD efektif dan sesuai dengan kritertia yang ditetapkan RS;
3) Menghindari terjadinya kejadian yang tidak diharapkan yang disebabkan
kesalahan penggunaan APD.
C. Ruang Lingkup
1. Panduan ini diterapkan kepada seluruh kegiatan yang memerlukan penggunaan APD
di RS.Panti Waluyo
2. Pelaksana Pedoman ini adalah seluruh Pegawai dan Pengunjung RS.Panti Waluyo
D. Prinsip
1. Setiap pegawai RS Panti Waluyo harus dapat menggunakan APD dengan baik dan
benar;
2. Setiap tindakan atau kegiatan yang dapat menimbulkan potensi bahaya di rumah
sakit harus dilakukan dengan menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD);
3. Penggunaan APD disesuaikan dengan jenis tindakan dan kegiatan disetiap instalasi
RS.Panti Waluyo ;
4. Kejadian tidak diharapkan yang disebabkan oleh kelalaian dalam mengganakan APD
di rumah sakit, bukan merupakan tanggung jawab rumah sakit.
E. Tugas dan Tanggung Jawab
1. Perawat/ Bidan/ koordinator APD di Instalasi :
1) Menyiapkan kelengkapan Alat Perlindungan Diri di instalasi;
2) Memberikan penyuluhan tentang hal–hal yang berkaitan penggunaan APD
kepada Pengunjung.
3) Mencegah terjadinya Kejadian yang tidak diharapkan yang disebabkan
kesalahan penggunaan APD
2. Kepala Instalasi/ Kepala Ruangan
1) Memastikan Penggunaan APD sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan;
2) Mengidentifikasi setiap kelalaian yang timbul dalam pelaksanaan penggunaan
APD dan memastikan terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah
terulangnya kembali insiden tersebut.
3. Direktur
1) Menetapkan kebijakan untuk mengembangkan atau mengatasi setiap masalah
yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan Kegiatan Penggunaan APD di Rumah
Sakit.
BAB II
RUANG LINGKUP KEGIATAN
GAMBAR
3. Sarung Tangan
Sarung tangan melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari
mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting
untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu
pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi silang. Umpamanya, sarung
tangan pemeriksaan harus dipakai kalau menangani darah, duh tubuh, sekresi dan
eksresi (kecuali keringat), alat atau permukaan yang terkontaminasi dan kalau
menyentuh kulit nonintak atau selaput lendir.
INGAT ! Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci
tangan atau pemakaian antiseptik yang digosokkan pada tangan.
Bila sarung tangan rumah tangga tidak tersedia, gunakan dua lapis sarung
tangan periksa atau sarung tangan bedah yang telah diproses untuk memberikan
perlindungan yang cukup bagi petugas kebersihan, petugas laundry, pekarya
serta petugas yang menangani dan membuang limbah medis.
d. Hal yang Harus Diperhatikan Pada Pemakaian Sarung Tangan
1) Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk
sarung tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran
tangan dapat mengganggu keterampilan dan mudah robek.
2) Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan resiko sarung tangan
robek.
3) Tarik sarung tangan ke atas manset gaun (jika anda memakainya) untuk
melindungi pergelangan tangan.
4) Gunakan pelembab yang larut dalam air ( tidak mengandung lemak ) untuk
mencegah kulit tangan kering / berkerut.
5) Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan merusak
sarung tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks.
6) Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena
dapat menyebabkan iritasi pada kulit.
7) Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu
panas atau terlalu dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di
dekat pemanas, AC, cahaya ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin
rontgen, karena dapat merusak bahan sarung tangan sehingga mengurangi
efektifitasnya sebagai pelindung.
e. Reaksi Alergi Terhadap Sarung Tangan
Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin banyak dilaporkan oleh
berbagai petugas di fasilitas kesehatan, termasuk bagian rumah tangga, petugas
laboratorium dan dokter gigi. Jika memungkinkan, sarung tangan bebas lateks
(nitril) atau sarung tangan lateks rendah allergen harus digunakan, jika dicurigai
terjadi alergi (reaksi alergi terhadap nitril juga terjadi, tetapi lebih jarang). Selain
itu, pemakaian sarung tangan bebas bedak juga direkomendasikan. Sarung
tangan dengan bedak dapat menyebabkan reaksi lebih banyak, karena bedak
pada sarung tangan membawa partikel leteks ke udara. Jika hal ini tidak
memungkinkan, pemakaian sarung tangan kain atau vinil di bawah sarung
tangan lateks dapat membantu mencegah sensitisasi kulit. Meskipun demikian,
tindakan ini tidak akan dapat mencegah sensitisasi pada membran mukosa mata
dan hidung. (Garner dan HICPAC 1996).
Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang muncul adalah warna
merah pada kulit, hidung berair dan gatal – gatal pada mata, yang mungkin
berulang atau semakin parah misalnya menyebabkan gangguan pernafasan
seperti asma. Reaksi alergi terhadap lateks dapat muncul dalam waktu 1 bulan
pemakaian. Tetapi pada umumnya reaksi baru terjadi setelah pemakaian yang
lebih lama, sekitar 3 – 5 tahun., bahkan sampai 15 tahun (Baumann 1992),
meskipun pada orang yang rentan. Belum ada terapi atau desensitisasi untuk
mengatasi alergi lateks, satu – satunya pilihan adalah menghindari kontak.
GAMBAR
4. Masker
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mul ut, bagian bawah dagu, dan
rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar
sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta
untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau
mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka
masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.
Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kassa,
kertas dan bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang di
buat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau
efektif sebagai filter. Masker yang dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan
perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar ( > 5 µm ) yang tersebar melalui
batuk atau bersin ke orang yang berada di dekat pasien ( kurang dari 1 meter ).
Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk benar – benar
menutup pas secara erat (menempel sepenuhnya pada wajah) sehingga mencegah
kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan demikian, masker tidak dapat secara
efektif menyaring udara yang dihisap (Chen dan Welleke 1992) dan tidak dapat
direkomendasikan untuk tujuan tersebut.
GAMBAR
Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengah masker
merupakan bagian yang paling banyak terkontaminasi (Rothrock, Mc. Ewen dan
Smith 2003)
Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit
menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah
partikel mencapai membran mukosa dari petugas kesehatan.
a. Masker Dengan Efisiensi Tinggi
Masker dengan efisiensi tinggi merupakan jenis masker khusus yang
direkomendasikan, bila penyaringan udara dianggap penting misalnya pada
perawatan seseorang yang telah diketahui atau dicurigai menderita flu burung
atau SARS. Masker dengan efisiensi tinggi misalnya N95 melindungi dari partikel
dengan ukuran ≤ 5 mikron yang di bawa oleh udara. Pelindung ini terdiri dari
banyak lapisan bahan penyaring dan harus dapat menempel dengan erat pada
wajah tanpa ada kebocoran. Dilain pihak pelindung ini juga lebih mengganggu
pernafasan dan lebih mahal daripada masker bedah. Sebelum petugas memakai
masker N95 perlu diadakan fit test pada setiap pemakaiannya.
Ketika sedang merawat pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui airborne maupun droplet, seperti misalnya flu burung
atau SARS, petugas kesehatan harus menggunakan masker efisiensi tinggi.
Pelindung ini merupakan perangkat N-95 yang telah disertifikasi oleh US National
Institute for Occupational Safety dan Health (NIOSH), disetujui oleh European
CE, atau standard nasional/ regional yang sebanding dengan standar tersebut
dari Negara yang memproduksinya. Masker efisiensi tinggi dengan tingkat
efisiensi lebih tinggi dapat juga digunakan. Masker efisiensi tinggi, seperti
khususnya N-95, harus di uji pengepasannya (fit test) untuk menjamin bahwa
perangkat tersebut pas dengan benar pada wajah pemakainya.
GAMBAR
7. Topi
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk ke dalam luka selam pembedahan. Topi harus cukup besar untuk
menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan
pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah
atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.
8. Gaun Pelindung
Gaun pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau
seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui droplet / airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama
adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi.
Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki
ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot
darah, cairan tubuh, sekresi atau eksresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi
ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien.
Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian
yang potensial tercemar, lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya
organisme. Gaun pelindung harus dianggap sebagai alat pelindung diri. Gaun
pelindung khusus untuk pekerjaan dengan sumber – sumber bahaya tertentu seperti :
a. Terhadap Radiasi Panas
Gaun pelindung untuk radiasi panas, radiasi harus dilapisi bahan yang bisa
merefleksikan panas, biasanya Alumunium dan berkilau. Bahan – bahan pakaian
lain yang bersifat isolasi terhadap panas adalah : 1000⁰ C, katun, asbes (kalau
sampai 500 ⁰C).
b. Terhadap Radiasi Mengion
Gaun pelindung harus dilapisi dengan timbal biasanya berupa apron. Pakaian ini
sering digunakan di bagian radiologi.
c. Terhadap cairan dan bahan – bahan kimia.
Biasanya terbuat dari bahan plastic atau karet
9. Apron
Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk
sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus
mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung
pada pasien, membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada resiko
tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak
tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit
petugas kesehatan.
GAMBAR
GAMBAR
MASKER
a. Eratkan tali atau karet elastic pada bagian tengah kepala dan leher
b. Pastikan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung
c. Pastikan dengan erat pada wajah dan di bawah dagu sehingga melekat
dengan baik
d. Periksa ulang pengepasan masker
KACAMATA ATAU PELINDUNG WAJAH
Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas
SARUNG TANGAN
Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi
SARUNG TANGAN
a. Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi
b. Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lepaskan
c. Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan
yang masih memakai sarung tangan
d. Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah
sarung tangan yang belum di lepas di pergelangan tangan
e. Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama
f. Buang sarung tangan di tempat sampah infeksius
KACA MATA ATAU PELINDUNG WAJAH
a. Ingatlah bahwa bagian luar kaca mata atau pelindung wajah telah
terkontaminasi
b. Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang kaca mata
c. Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam
tempat sampah infeksius
GAUN PELINDUNG
a. Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah
terkontaminasi
b. Lepas tali
c. Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung
saja
d. Balik gaun pelindung
e. Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah
disediakan untuk diproses ulang atau buang di tempat sampah infeksius
MASKER
a. Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi – JANGAN
SENTUH !
b. Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas
c. Buang ke tempat sampah infeksius
Semua alat pelindung diri harus di rawat sedemikian rupa sehingga alat itu tetap
memberikan perlindungan yang berhasil guna. Terhadap faktor – faktor yang
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini berarti bahwa prosedur
yang cocok untuk melaporkan kerusakan pemeriksaan rutin, pembangunan
perbaikan dan pembersihan harus dilaksanakan. Alat pelindung diri harus di
lokasi dimana alat – alat itu kemungkinan besok akan di pakai dan di simpan baik
– baik supaya tidak memburuk dan rusak. Perawatan dan kontrol terhadap alat
pelindung diri penting agar fungsi alat pelindung diri tetap baik.
Alat pelindung diri harus tetap dipelihara agar selalu dalam kondisi yang baik,
tetap bersih dan terawat. Pada saat tidak dipakai harus di simpan baik untuk
mencegah kerusakan dan hilang. Penggunaan Alat Pelindung Diri merupakan
usaha untuk mengurangi resiko secara maksimal, namun apabila pemakaian
tidak tepat dapat membahayakan atau menyebabkan kecelakaan kerja.
Perawatan Alat Pelindung Diri (APD) dilakukan dengan maksud agar semua
pelindung diri tetap memberikan perlindungan yang efektif terhadap faktor –
faktor yang berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk mencegah
kerusakan dan hilang, sarana pelindung diri harus di simpan dengan baik sesuai
dengan ketentuan.
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Rumah Sakit
1. Rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan Ketaatan Pemakaian APD di
masing-masing bagian gugus tugas
2. Pencatatan dan pelaporan ketaatan pemakaian APD mengacu pada pedoman yang
dikeluarkan oleh Komite K3 dan Komite PPI RS.Panti Waluyo
3. Pencatatan dan Pelaporan ketaatan pemakaian APD dilakukan oleh masing-masing
penanggung jawab ruangan dan dilaporkan pada ketua komite K3 dan PPI
4. Panitia Mutu dan ketua komite K3 dan PPI RS Panti Waluyo melakukan pencatatan
kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada Direktur Rumah
Sakit secara berkala.
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
1. Seluruh jajaran manajemen RS Panti Waluyo secara berkala melakukan monitoring dan
evaluasi program Ketaatan Pemakaian APD yang dilaksanakan oleh Panitia Mutu dan
Komite K3 dan PPI RS.Panti Waluyo .
2. Panitia Mutu dan Komite K3 dan PPI RS Panti Waluyo secara berkala (paling lama 2
tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur terkait pemakaian APD
yang dipergunakan di RS.Panti Waluyo .
3. Panitia Mutu dan Komite K3 dan PPI RS Panti Waluyo melakukan evaluasi kegiatan
setiap triwulan dan membuat tindak lanjutnya
Direktur,