Anda di halaman 1dari 22

USULAN PENELITIAN

PENGARUH MEDIA TANAM DAN FREKUENSI PEMBERIAN AB-MIX


TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BUNCIS TEGAK (Phaseolus
vulgaris L.) DALAM SISTEM HIDROPONIK

Oleh:
Euis Nurhalimah
NIM A1L012076

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015

1
USULAN PENELITIAN

PENGARUH MEDIA TANAM DAN FREKUENSI PEMBERIAN AB-MIX


TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BUNCIS TEGAK (Phaseolus
vulgaris L.) DALAM SISTEM HIDROPONIK

Oleh:
Euis Nurhalimah
NIM A1L012076

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Melaksanakan Penelitian


Pada Pendidikan Strata Satu Fakultas Pertanian
Universitas Jenderal Soedirman

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015

2
USULAN PENELITIAN

PENGARUH MEDIA TANAM DAN FREKUENSI PEMBERIAN AB-MIX


TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BUNCIS TEGAK (Phaseolus
vulgaris L.) DALAM SISTEM HIDROPONIK

Oleh:
Euis Nurhalimah
NIM A1L012076

Diterima dan disetujui


Tanggal: .......................

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr.Ir. Saparso, M.P.


NIP 19610625 198803 1 002

Mengetahui:
Wakil Dekan Bidang Akademik,

Dr. Ir. Heru Adi Djatmiko, M.P.


NIP 19601108 198601 1 001

3
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kacang buncis merupakan salah satu sumber protein nabati yang murah dan

mudah dikembangkan. Buncis merupakan sumber protein, vitamin dan mineral

yang penting dan mengandung zat-zat lain yang berkhasiat untuk obat dalam

berbagai macam penyakit. Gum dan pektin yang terkandung dapat menurunkan

kadar gula darah, sedangkan lignin berkhasiat untuk mencegah kanker usus besar

dan kanker payudara. Serat kasar dalam polong buncis sangat berguna untuk

melancarkan pencernaan sehingga dapat mengeluarkan zat-zat racun dari tubuh

(Cahyono, B., 2007). Zat-zat gizi yang terdapat di dalam buncis dalam 100 g

bahan yang dapat dimakan dapat dilihat pada Tabel 1.

No Jenis zat gizi Jumlah kandungan gizi


1. Energi/kalori 35 kal
2. Protein 2,4 g
3. Lemak 0,2 g
4. Karbohidrat 7,7 g
5. Kalsium 6,5 g
6. Fosfor 4,4 g
7. Serat 1,2 g
8. Besi 1,1 g
9. Vitamin A 630,0 SI
10. Vitamin B1 0,08 mg
11. Vitamin B2 0,1 mg
12. Vitamin B3 0,7 mg
13. Vitamin C 19,0 mg
14. Air 89 g
Sumber: emma S.wirakusumah(1994) dalam Cahyono, B (2007)

Secara umum terdapat dua tipe buncis, yaitu tipe merambat (climbing

bean/pole) dan tipe tidak merambat atau dikenal dengan tipe tegak (dwarf bean).

4
Oleh karena itu, buncis memiliki beberapa nama dalam Bahasa Inggris,

seperti “bean”, “snap bean”, “reen bean”, “kidney bean”, “haricot bean”, dan

“dwarf bean” (Sofiari dan Djuariah, 2004).

Salah satu sayuran sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi

masyarakat Indonesia adalah buncis. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik

Republik Indonesia (2011), pada tahun 2008 produktivitas buncis mencapai

8.52 ton/ha. Kemudian pada tahun 2009 produktivitas buncis mengalami

peningkatan menjadi 9.48 ton/ha, namun pada tahun 2010 produktivitas

buncis mengalami sedikit penurunan menjadi 9.22 ton/ha. Kondisi tersebut

mendorong perlunya usaha peningkatan produktivitas buncis melalui budidaya

pertanian dengan mengoptimalkan sumberdaya lokal yang ada (Ramadhiana,

2011). Sumatera Utara merupakan salah satu sentra produksi sayuran di

Indonesia, terutama sayuran buncis yang berorientasi ekspor dan sekitar 95%

dihasilkan dari lahan kering dataran tinggi (Nainggolan, 2001). Produksi sayuran

buncis tersebut dari tahun ke tahun terus meningkat sebesar 45.643 ton/tahun

(Bangun dkk., 2001). Permintaan ini terus meningkat sejalan dengan peningkatan

jumlah penduduk dan kebutuhan akan sayuran bergizi tinggi.

Usaha peningkatan produktivitas buncis dapat dilakukan dengan cara

ekstensifikasi, perluasan areal penanaman kacang buncis dan peningkatan mutu

intensifikas. Salah satu cara mengatasi permasalahan luas lahan adalah dengan

bertanam secara hidroponik. Hidroponik merupakan pertanaman yang dapat

dilakukan di lahan yang tidak terlalu luas.

5
Hidroponik adalah teknik budidaya tanaman yang menggunakan media

tumbuh selain tanah, dengan kata lain dapat juga diartikan sebagai budidaya tanpa

tanah (soiless culture) (Untung, 2000). Menurut Resh (1981) dalam Cheriany

(2014), keuntungan dari sistem hidroponik adalah kemudahan sterilisasi media,

penanganan nutrisi tanaman, menghemat luasan lahan, mudah penanganan gulma

dan serangan hama penyakit, kemudahan hal penyiraman, kualitas produk bagus,

menghemat pupuk, dan panen lebih besar.

Media tanam merupakan salah satu faktor penting dalam lingkungan hidup

tanaman yaitu tempat melekatnya akar tanaman dan juga tempat akar tanaman

menyerap unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman (Silvina, 2008). Media

tanam yang sesuai, baik media tanam tunggal maupun campuran, sangat

menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman karena dapat menyediakan air

dan unsur hara serta menyangga keseluruhan tanaman. Tanaman yang tumbuh

dalam wadah memiliki ketersediaan air yang kurang dan unsur hara serta

drainase yang terbatas (Dole dan Wilkins, 2005). Menurut Agoes (1994) dalam

Silvina (2008), medium tanaman yang baik adalah yang dapat mendukung

pertumbuhan dan kehidupan tanaman serta memenuhi syarat sebagai berikut:

dapat menjadi tempat berpijak tanaman, mampu mengikat air dan unsur hara yang

dibutuhkan tanaman, mempunyai aerase dan drainase yang baik, dapat

mempertahankan kelembaban di sekitar perakaran, tidak menjadi sumber penyakit

bagi tanaman, tidak mudah lapuk, mudah didapat dan harganya relatif murah.

Keberhasilan budidaya hidroponik selain ditentukan oleh media tanam yang

digunakan oleh larutan nutrisi yang diberikan, karena hidroponik berbeda dengan

6
penanaman di tanah. Media tanam hidroponik tidak memberikan unsur hara

seperti pada tanah. Oleh karena itu, tanaman harus mendapat hara melalui larutan

nutrisi yang diberikan secara terus menerus.

Larutan nutrisi yang digunakan pada hidroponik harus sesuai dengan

kebutuhan tanaman. Nutrisi ini adalah pupuk hidroponik lengkap yang

mengadung semua unsur hara makro dan mikro yang diperlukan tanaman sebagai

sumber makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangannya

(Akasiska, 2014). Oleh karena itu, dibutuhkan takaran unsur hara yang tepat agar

diperoleh pertumbuhan dan hasil tanaman baik.

Hal diatas menjadi alasan mengapa media dan pemberian pupuk AB-Mix

sangat penting untuk diteliti. Penelitian ini akan mengkaji beberapa media tanam

dan frekuensi pemberian nutrisi AB-Mix yang terbaik untuk tanaman buncis tegak

(Phaseolus vulgaris L.) pada sistem hidroponik.

B. Tujuan Penelitian

1. menentukan media tanam yang paling baik untuk pertumbuhan dan hasil

buncis tegak dalam sistem hidroponik.

2. Menentukan frekuensi pemberian AB-Mix yang paling baik untuk

pertumbuhan dan hasil buncis tegak dalam sistem hidroponik.

3. Mengetahui kombinasi media tanam dan frekuensi pemberian AB-Mix

yang paling baik untuk pertumbuhan dan hasil buncis tegak dalam sistem

hidroponik.

7
C. Manfaat Penelitian

1. Menjadi acuan yang berkelanjutan dalam penggunaan media tanam dan

frekuensi pemberian AB-Mix terbaik dalam budidaya buncis tegak secara

hidroponik.

2. Memberikan informasi ilmiah tentang pengaruh media tanam dan frekuensi

pemberian AB-Mix dalam budidaya buncis tegak secara hidroponik.

8
II. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Pemikiran

Sayuran adalah bahan makanan hasil pertanian yang dikonsumsi oleh

seluruh lapisan masyarakat semua tingkat umur. Kacang-kacangan adalah salah

satu jenis sayuran yang penting sebagai sumber protein nabati (Suwarno dalam

Minardi, 2002). Salah satu jenis kacang yang sangat digemari oleh masyarakat

adalah kacang buncis, karena rasanya manis, enak, serta merupakan sumber

protein nabati yang penting dan banyak mengandung vitamin (Sunaryo dalam

Minardi, 2002).

Hidroponik merupakan metode bercocok tanam atau budidaya tanaman

tanpa menggunakan tanah, melainkan dengan menggunakan media selain

tanah seperti sabut kelapa, serat mineral, pasir, serbuk kayu, dan lain-lain sebagai

pengganti media tanah (Achmad, 2012). Tanaman pada sistem tanam hidroponik,

memerlukan unsur-unsur untuk pertumbuhannya. Biasanya nutrisi yang

digunakan nutrisi AB-Mix. Nutrisi ini adalah pupuk hidroponik lengkap yang

mengadung semua unsur hara makro dan mikro yangdiperlukan tanaman sebagai

sumber makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

Menurut Mas’ud (2009), Rata-rata hasil produksi tanaman yang

dibudidayakan secara hidroponik lebih tinggi dibandingkan dengan organik dan

konvensional. Pada tanaman selada yang ditanam secara hidroponik menghasilkan

rata-rata bobot segar sebesar 137,31 g per tanaman, sedangkan pada tanaman

selada konvensional menghasilkan 51,81 g per tanaman.

9
Media tanam dan nutrisi dalam hidroponik sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman. Media yang digunakan dalam budidaya

hidroponik dapat menyerap nutrisi, air, dan oksigen serta dapat mendukung akar

tanaman hingga dapat berfungsi seperti tanah. Kemampuan mengikat kelembaban

suatu media tergantung dari ukuran partikel, semakin besar luas permukaan

jumlah pori, maka semakin besar pula kemampuan menahan air. Bentuk partikel

media yang tidak beraturan lebih banyak menyerap air dibanding yang berbentuk

bulat rata. Substrat yang berpartikel kecil dengan kemampuan besar menahan air

tidak selaku ideal dijadikan media, tetapi syarat media yang baik juga harus

memperlancar lalulintas oksigen dan substrat (lingga, 2009).

Menurut Hendra (2014), setiap tanman memiliki kebutuhan hara yang

berbeda-beda. Kepekatan larutan berkaitan dengan ketersediaan hara makin pekat

larutan makin kaya unsur hara, demikian sebaliknya. Tingkat kepekatan larutan

dinyatakan dalam satuan ppm (Part per milion). kepekatan larutan nutrisi untuk

tanaman kacang-kacangan yaitu 2,0-4,0 mS/cm. Oleh karena itu, dibutuhkan

penelitian untuk menentukan unsur hara yang tepat untuk tanaman kacang-

kacangan.

Media tanam berhubungan dengan pemberian nutrisi. Permukaan media

tanam yang kasar dan bentuknya teratur perlu disiram lebih sering dibandingkan

yang bentuknya tidak teratur, porus, atau partikelnya kecil-kecil. Partikel halus,

seperti pasir atau serbuk gergaji cukup 2-3 kali disiram dalam sehari, sedangkan

10
partikel kasar, seperti batu apung diairi satu jam sekali sepanjang hari (lingga,

2009).

Jenis media tanam seperti akar pakis, serbuk gergaji, arang sekam, sabut

kelapa maupun gambut memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan

media seperti pasir malang, batu bata. Jenis media tanam tersebut memiliki

kemampuan menyerap air dan nutrisi yang tinggi, aerasi optimal, kemampuan

menyangga pH tinggi, lebih ringan dan sangat cocok untuk perkembangan

perakaran dibandingkan dengan media pasir malang dan batu batayang terlalu

cepat mengutuskan air, sehingga nutrisi yang diberikan sering terlindi dan media

tersebut tidak bagus untuk perkembangan sistem perakaran (........cari di

bahan.....).

Media tanam hidroponik dibagi menjadi dua, yaitu medium organik dan

medium anorganik. Arang sekam dan coco peat merupakan contoh dari media

tanam organik. Menurut Prihmantoro (2002) medium arang sekam harganya

ralatif murah, tetapi media ini hanya dapat digunakan sebanyak dua kali periode

tanam. Sabut kelapa dapat mempertahankan kelembababn karena mampu

menyimpan air 6 sampai 8 kali dari beratnya (Keteren dan Jatmiko dalam

Wuryaningsih, 1998).

B. Hipotesis

1. Diduga penggunaan media arang sekam dan coco peat (1:1) dapat

meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman buncis pada sistem budidaya

hidroponik.

11
2. Diduga frekuensi pemberian nutrisi AB-Mix dengan interval 2 hari dapat

meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman buncis pada sistem budidaya

hidroponik.

3. Diduga kombinasi penggunaan media campuran arang sekam dan coco peat

(1:1) dan frekuensi pemberian AB-mix dengan interval 2 hari dapat

meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman buncis pada sistem budidaya

hidroponik.

12
III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan desember 2015 sampai dengan

Februari 2015 di screen house lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

Jenderal Soedirman, Desa Karangwangkal, Kecamatan Purwokerto Utara,

Kabupaten Banyumas, dengan ketinggian tempat 110 m dpl.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Benih buncis tegak

varietas Balitsa 2, cocopeat (serbuk kelapa), arang sekam, pupuk AB-Mix dan air.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tangki, ember, pengaduk, gelas

ukur, polibag, label, timbangan, pH meter, EC meter, termometer, kamera, alat

tulis, penggaris, gelas siram dan peralatan lain yang mendukung.

C. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Faktorial dalam Rancangan

Acak Kelompok (RAK). Faktor pertama, yaitu perlakuan media tanam:

M1 = Media tanam coco peat

M2 = Media tanam arang sekam

M3 = Media tanam coco peat : arang sekam (1:1)

Faktor kedua yaitu frekuensi pemberian AB-Mix:

13
P0 = tidak diberi perlakuan (kontrol)

P1 = Frekuensi 2 hari

P2 = Frekuensi 4 hari

P3 = Frekuensi 6 hari

Berdasarkan perlakuan yang dicoba terdapat 12 kombinasi perlakuan, yang

masing-masing diulang 3 kali sehingga diperoleh 36 unit percobaan. Setiap unit

percobaan terdiri dari 3 tanaman, sehingga jumlah tanaman yang ditanam adalah

108 tanaman. Denah percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1.

D. Variabel dan Pengukuran

Variabel dan pengukuran yang diamati dalam penelitian ini adalah:

1. Pengamatan media tanam

a. pH

Pengukuran pH media tanam dilakukan dengan menggunakan media air.

Media tanam dilarutkan dalam media air, hasil larutan diukur dengan pH

meter. Pengukuran pH pada media dilakukan pada saat tanaman berumur 4

MST.

b. EC (mS/cm)

Pengukuran EC dilakukan dengan menggunakan alat TDS meter. Cara

penggunaan TDS meter yaitu dengan mencelupkan sensor alat kedalam

larutan. EC diukur setiap pembuatan larutan hara atau saat larutan akan

diberikan ketenaman.

2. Pengamatan pertumbuhan tanaman

14
a. Tinggi tanaman (cm)

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan sebanyak 8 kali yaitu setiap satu

minggu sekali dari tanaman berumur 7 hari setelah tanam sampai 57 hari

setelah tanam. Pengukuran menggunakan penggaris atau meteran, diukur

dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tanaman.

b. Jumlah cabang (cabang)

Perhitungan jumlah cabang dilakukan saat tanaman berumur 2 – 5 MST.

c. Jumlah daun (daun)

Penghitungan jumlah daun dilakukan pada saat tanaman berumur 2 – 4

MST. Jumlah daun dihitung berdasarkan jumlah daun yang telah

membuka dengan sempurna dengan menggunakan cara hitung manual.

d. Bobot segar akar dan tanaman (gr)

Setelah dilakukan destruksi akar dipisahkan dari tanaman dan ditimbang

sebagai bobot segar akar. Setelah tanaman didestruksi dan akarnya

dipisahkan tanaman ditimbang sebagai bobot segar akar. Polong yang sudah

dipanen ditimbang sebagai berat basah polong

e. Bobot kering akar, tanaman, buah (gr)

Setelah dilakukan destruksi akar dipisahkan dari tanaman, tanaman dan akar

dioven selama 2 hari 2 malam pada suhu 65-850C atau sampai bobotnya

tetap lalu ditimbang sebagai bobot kering akar dan bobot kering tanaman.

Polong yang sudah dipanen ditimbang sebagai berat basah polong lalu

dioven selama 2 hari 2 malam pada suhu 65-850C kemudian ditimbang

sebagai berat keing polong/buah.

15
3. Pengamatan hasil tanaman

a. Panjang polong (cm)

Panjang polong diukur dari pangkal polong hingga ujung polong dengan

menggunakan meteran. Polong yang diukur adalah polong yang dtelah

dipanen dari tanaman sampel dari masing-masing perlakuan.

b. Bobot polong (g)

bobot polong dihitung berdasarkan hasil panen polong tiap tanaman sampel

dari tiap ulangan pada masing-masing perlakuan, yang ditimbang dengan

timbangan analitik.

c. Jumlah polong (polong)

Jumlah polong dihitung berdasarkan jumlah polong yang dipanen dari tiap

tanaman sampel dari masing-masing perlakuan.

d. Jumlah bunga (bunga)

Dihitung dari bunga yang nampak mahkotanya. Perhitungan dilakukan dari

pertama kali berbunga 3 MST-7 MST.

e. Presentase bunga jadi (%)

Presentase bunga jadi di hitung dari bunga yang menjadi polong kecil.

∑𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎 𝑗𝑎𝑑𝑖
% bunga jadi = ∑𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥100%

4. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F pada taraf

kesalahan 5%. Apabila berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut menggunakan

DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan taraf kesalahan 5%.

16
5. Garis Besar Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan nutrisi

Nutrisi yang digunakan adalah nutrisi AB-Mix yang terdiri dari larutan stok A

dan larutan stok B. Cara membuat larutan yaitu siapkan ember berisi 4 liter air

larutkan formula A, lalu aduk sambil tambahkan air hingga menjadi 5 liter.

Lakukan dengan cara yang sama dalam ember yang terpisah untuk membuat

larutan stok B. Ukur masing-masing pH larutan, pada umumnya tanaman

menghendaki pH 5,5-6,5. Setelah pH sesuai, larutan diencerkan sebelum

digunakan. 5 liter larutan stok A ditambah 5 liter larutan stok B dapat

diencerkan menjadi 1000 liter larutan yang siap digunakan.

2. Penyiapan media tanam

Arang sekam dan coco peat yang akan digunakan sebagai media tanam buncis

disiapkan. Media yang sudah diperoleh dikering anginkan. Media dimasukan

dalam polibag sesuai perlakuan. Polibag untuk pertanaman berukuran 25X30.

Media arang sekam sebanyak 27 polibag, media coco peat 27 polibag dan

media berisi arang sekam dan polibag (1:1) sebanyak 27 polibag. Selanjutnya

media disiram dengan larutan AB-Mix sebanyak 200 ml. Lalu media

didiamkan selama 3 hari sebelum ditanami.

3. Penanaman

Benih tanaman buncis tegak tidak membutuhkan penyemaian terlebih dahulu,

penanaman langsung dari benih. Cara penanamannya dengan membuat

lubang tanam ± 5 cm. Masukan benih kedalam lubang, untuk 1 lubang 1

benih buncis lalu lubang yang sudah ditanami buncis ditutup.

17
4. Pemeliharaan

a. Pemupukan dan penyiraman

Pembererian nutrisi pada sistem hidroponik dilakukan bersamaan dengan

penyiraman (fertigasi). Jumlah nutrisi yang diberikan tergantung dari umur

tanaman dan kondisi cuaca. Pemberian unsur hara AB-mix dengan takaran

250 ml pada umur 0-4 minggu dan 750 ml pada umur 4-6 minggu dan 1000

ml setelah tanaman berumur 6 minggu sampai panen. Frekuensi penyiraman

tergantung perlakuan yaitu perlakuan 1 hari 2 kali, 1 hari 1 kali, 2 hari 1

kali.

b. Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan bila diperlukan yaitu apabila

terlihat gejala serangan hama atau penyakit.

c. Pengecekan larutan nutrisi

Kondisi nutrisi dikontrol dengan menggunakan EC meter. Nutrisi yang

diberikan untuk tanaman kacang-kacangan mempunyai EC antara 2-4

ms/cm.

5. Panen dan Pascapanen

Tanaman buncis dipanen berumur 50 hari setelah tanam. Ciri polong siap

panen yaituwarna polong masih agak muda dan suram, permukaan kulit agak

kasar, biji pada polong belum menonjol, polong belum berserat, bila

dipatahkan bunyi letupan. Pemanenan dilakukan pada pagi hari. Pemanenan

dilakukan setiap 3 hari sekali sebanyak 7 kali panen. Hal ini di maksudkan

agar diperoleh polong dengan tingkat kemasakan yang seragam.

18
6. Pengambilan data

Pengambilan data menggunakan sampel yang dipilih secara acak sebanyak 3

sampel tanaman per petak. Pengambilan data mengacu pada variabel

pengamatan yang digunakan.

7. Analisis Data

Data yang diperoleh, diuji dengan menggunakan uji F dengan kelitian 95%.

Apabila berbeda nyata, dilanjutkan dengan DMRT (Duncan Multiple Rank Test)

pada tingkat kesalahan 5%.

6. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

bulan ke -
No Kegiatan
1 2 3 4
1 Persiapan
2 Penanaman
3 Pemberian AB-Mix
4 Pengamatan
5 Panen
6 Analisis data
7 Penyusunan laporan

19
DAFTAR PUSTAKA

Cheriany, Anggita. Perbandingan Produksi Kacang Panjang'Merah'(Vigna


sinensis L.) Antara Metode Budidaya Sistem Hidroponik, Organik, dan
Konvensional. Diss. Fakultas Pertanian, 2014.
(Cahyono, B., 2007).
Sofiari dan Djuariah, 2004
dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2011
Ramadhiana, 2011).
Nainggolan, 2001
(Bangun dkk., 2001
Untung, 2000
Menurut Resh (1981) dalam Cheriany (2014)
(Silvina, 2008
Dole dan Wilkins, 2005
Agoes (1994) dalam Silvina (2008
Akasiska, 2014
Sunaryo dalam Minardi, 2002)
Achmad, 2012
Mas’ud (2009
lingga, 2009
Hendra (2014
lingga, 2009).

Prihmantoro (2002
Keteren dan Jatmiko dalam Wuryaningsih, 1998

20
Lampiran 1. Denah Penelitian

BLOK I BLOK II BLOK III

K B D G E L
F E H K J K
I D A J B C
G L E L F I
H C I B D A
A J C F G H

A = Media Cocopeat dan tanpa pemberian AB-Mix

B = Media Arang sekam dan tanpa pemberian AB-Mix

C = Media Arang sekam + Coco peat (1:1) dan tanpa pemberian AB-Mix

D = Media Cocopeat dan frekuensi pemberian ABmix 2 hari sekali

E = Media Arang sekam dan frekuensi pemberian ABmix 2 hari sekali

F = Media Arang sekam + Coco peat (1:1) dan dan frekuensi pemberian ABmix

2 hari sekali

G = Media Cocopeat dan frekuensi pemberian ABmix 4 hari sekali

H = Media Arang sekam dan frekuensi pemberian ABmix 4 hari sekali

I = Media Arang sekam + Cocopeat (1:1) dan frekuensi pemberian ABmix 4 hari

sekali

J = Media Cocopeat dan frekuensi pemberian ABmix 6 hari sekali

K = Media Arang sekam dan frekuensi pemberian ABmix 6 hari sekali

21
L = Media Arang sekam + Cocopeat (1:1) dan frekuensi pemberian ABmix 6

hari sekali

22

Anda mungkin juga menyukai