Anda di halaman 1dari 51

HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG SKIZOFRENIA

DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DI WILAYAH PUSKESMAS


SEDAYU II BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan


Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Disusun oleh

WARSIDAH
2213132

PROGRAM ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2017

1
2
3
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan
Pengetahuan Keluarga Tentang Skizofrenia dengan Kepatuhan Minum Obat di
Wilayah Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta”.Penyusunan skripsi ini
merupakan syarat dalam rangka menyelesaikan studi S1 Keperawatan di Stikes
Jendral Achmad Yani Yogyakarta. Penyusunan skripsi telah dapat diselesaikan,
atas bimbingan, arahan, dan bantuan berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan
satu persatu. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Kuswanto Hardjo, M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Jendral Achmad Yani Yogyakarta.
2. Anastasia Suci Sukmawati, M.Ng selaku dosen penguji yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk kenguji, mengoreksi, dan memberikan saran serta
masukan terhadap penyusunan proposal ini.
3. Fajriyati Nur Azizah.M.Kep.,Sp.Kep.J, selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberi bimbingan, pengarahan, dan masukan kepada saya dalam
penyusunan proposal.
4. Petugas Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta yang telah memberikan
kesempatan bagi saya untuk melakukan penelitian.
5. Keluarga Skizofrenia dan Skizofrenia di Wilayah Kerja Puskesmas Sedayu II
Bantul Yogyakarta
6. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan ini yang tidak bisa
disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan bantuannya.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya, sebagai
imbalan atas segala amal kebaikan dan bantuannya. Akhirnya besar harapan
penulis semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan memahami
ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, September 2017

Warsidah

4
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 6
D. Manfaat Penelitian 6
E. Keaslian Penelitian 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 11
1. Skizofrenia .11
2. Kepatuhan 22
3. Pengetahuan 25
4. Keluarga 29
5. Landasan Teori 30
B. Kerangka Teori 33
C. Kerangka Konsep 34
D. Hipotesis 34
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian 35
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 35
C. Populasi dan Sampel Penelitian 35
D. Variabel Penelitian 38
E. Definisi Operasional 38
F. Alat dan Metode Pengumpulan Data 39
G. Validitas dan Reliabilitas 42
H. Analisa dan Metode Statistika 43
I. Etika Penelitian 46
J. Pelaksanaan Penelitian 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 49
B. Pembahasan 55
C. Keterbatasn Peneliti 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
D. Kesimpulan 63
E. Saran 63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

5
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional 39

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner Pengetahuan Keluarga 40

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kuesioner Kepatuhan Minum Obat 41

Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi 45

Tabel 4.1 Karaktristik Keluarga Skizofrenia 50

Tabel 4.2 Karakteristik Pasien Skizofrenia 51

Tabel 4.3 Distribusi Pengetahuan Keluarga 51

Tabel 4.4 Distribusi Kepatuan Minum Obat 52

Tabel 4.5 Hubungan pengetahuan tentang gangguan jiwa dengan kepatuan


minum obat 53

Tabel 4.6 Pekerjaan pasien skizofreania berdasarkan tingkat kepatuan minum


obat 53
Tabel 4.7 Tingkat pendidikan pasien skizofreania berdasarkan kepatuan
minum obat 54
Tabel 4.8 Pengobatan pasien skizofreania berdasark tingkat kepatuan minum
obat 55

6
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori 33
Gambar 2.2 Kerangka Konsep 34

7
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran 2. Lembar Kuesioner Pengetahuan Keluarga
Lampiran 3. Lembar Kuesioner Kepatuhan Minum Obat
Lampiran 4. Identitas Pasien Skizofrenia
Lampiran 5. Identitas Keluarga Klien Skizofrenia
Lampiran 6. Surat Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 7. Surat Persetujuan Menjadi Responden

8
HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG SKIZOFRENIA
DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DI WILAYAH PUSKESMAS
SEDAYU II BANTUL YOGYAKARTA
Warsidah1, Fajriyati Nur Azizah2

INTISARI

Latar Belakang: Skizofrenia adalah penyakit yang mempengaruhi otak dan


menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang
aneh dan tergantung. Pengetahuan keluarga, dukungan keluarga dengan kepatuhan
minum obat pasien skizofrenia dapat membantu keluarga dalam perawatan pasien
skizofrenia.
Tujuan Penelitian : Mengetahui hubungan pengetahuan keluarga tentang
skizofrenia dengan kepatuhan minum obat di Wilayah Puskesmas Sedayu II
Bantul Yogyakarta.
Metode Penelitian:Penelitian ini adalah descriptive correlation menggunakan
rancangan peneliti cross sectional.jumlah sempel yang diperoleh sebanyak 96
orang dengan teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling.
Analisa data menggunakan uji Kendall’s Tau dengan tingkat kepercayaan 95%
(𝛼=0,05).
Hasil Penelitian : Pengetahuan keluarga pasien skizofrenia di wilayah kerja
Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta sebagian besar (45,8%) dalam kategori
baik, dan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas
Sedayu II Bantul Yogyakarta sebagian besar (76,4%) berada pada kategori patuh.
Hasil analisis bivariat didapatkan nilai p=0,00 dengan keeratan hubungan antara
pengetahuan keluarga tentang skizofrenia dan kepatuhan minum obat pasien
adalah sedang dengan nilai r=0,429.
Kesimpulan: Ada hubungan pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum
obat pasien skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta.
Penelitian ini menyarankan pentingnya peran keluarga untuk keberhasilan
pengobatan pasien skizofrenia.
Kata Kunci: Pengetahuan Keluarga, Kepatuhan Minum Obat, Skizofrenia

¹Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani


Yogyakarta
²Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jenderal Achamd Yani
Yogyakarta

9
THE RELATIONSHIP BETWEEN FAMILY KNOWLEDGE ABOUT
SCHIZOPHRENIA WITH MEDICATION COMPLIANCE AMONG
PATIENT WITH SCHIZOPHRENIA IN PUSKESMAS SEDAYU II
BANTUL YOGYAKARTA

Warsidah1, Fajriyati Nur Azizah2

ABSTRACT
Background: Schizophrenia is a disease that affects the brain and of causes the
emergence of thoughts, perceptions, emotions, movements, and behaviors.
strange and disturbed. knowledge of Family , family support with medication
adherence of patients with schizophrenic can help the family in the treatment of
schizophrenic patients.
Objective: To know the relationship between family knowledge about
schizophrenia with medication compliance among patient with schizophrenia in
Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta.
Methods: This research was descriptive correlation study with crosssectional
research design. Sample size was 96 respondents with schizophrenia and their
familys.Reseacher used purposive sampling to take a technical sampling.
Analysis of the test data used Kendall's tau test with 95% confidence level (α =
0,05).
Results: The most of family (45,8%) had good knowledge about schizophrenia
and 76% respondents with schizophrenia had medication adherence. Based on
bivariale analysis slowed relationship between family’s knowledge about
schizophrenia with medication adherence among patients with schizophrenia
(r=0,429).
Conclusion: There is a relationship between family’s knowledge about
schizophrenia with medication adherence among patients with schizophrenia in
Puskesmas Sedayu II Bantul, Yogyakarta. Family’s support is important to help
patient with skizofrenia to complete their medication.

Keywords: Knowledge family, medication adherence, Schizophrenia Patients

¹Nursing Student of Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

² Lecturer, Nursing Departemen of Jenderal Achamd Yani Yogyakarta

10
BAB I
PENDAHULUAN
A.LatarBelakang
Kesehatan jiwa dan gangguan jiwa sering kali sulit didefinisikan, orang
dianggap sehat jika mereka mampu memainkan peran dalam masyarakat dan
perilaku mereka pantas dan adaptif. Sebaliknya, seseorang dianggap sakit jika
gagal memainkan peran dan memikul tanggung jawab atau perilakunya tidak
pantas. Kebudayaan setiap masyarakat sangat mempengaruhi definisi sehat dan
sakit (Videbeck, 2008). Menurut World Health Organization (2013) dikutip dari
Yosep (2008) masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah
menjadi masalah yang sangat serius, paling tidak ada satu dari empat orang di
dunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta
orang didunia mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang
signifikan di dunia, termasuk di indonesia. Data WHO (World Health
Organization, 2016). Terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang
terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di
indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan
keanekaragaman penduduk maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah
yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas
manusia untuk jangka panjang (Dinkes RI, 2016).
Kepala Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) angka
skizofrenia cukup tinggi. Secara nasional posisi DIY ada di nomor 2 untuk angka
Skizofrenia setelah propinsi Aceh. DIY tinggi karena pencatatanya baik dan
detail, sehingga lebih terarah setelah kejadian bencana Gempa Merapi,
Skizofrenia terintegrasi di DIY, 23 Juli 2016. Berdasarkan data riset kesehatan
dasar atau Riskesda pada tahun 2013, prevalensi jumlah penduduk DIY yang
sudah menderita gangguan jiwa berat sebesar 2,7%. Secara rinci, jumlah tertinggi
penderita gangguan jiwa berat berada di daerah Kabupaten Kulonprogo 4,67 %,
Kabupaten Bantul 4%, dan kota Yogyakarta 2,14%, dan Kabupaten Gunungkidul
2,05 %. Untuk penderita Skizofrenia terendah ada di kabupaten Sleman 1,52%.

11
Di DIY itu 2,7 persen. Beberapa langkah yang dilakukan untuk pemerintah DIY
adalah dengan cara mengintensifkan sosialiasi ke masyarakat. Kedua adalah aktif
dalam memberikan pendampingan sebab banyak masyarakat dan juga keluarga
yang belum memahami bahwa orang dengan gangguan kejiwaan berat dapat
sembuh dan juga kembali produktif (Dinkes, DIY 2016).
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa berat berupa sinderom
kompleks yang dapat menimbulkan efek merusak pada diri penderita dan orang
lain. Gangguan skizofrenia terdapat ciri khas yaitu disorganisasi pada
pembicaraan, pikiran, dan gerakan psikomotorik (Berzn,et al. Dalam Pieter dkk,
2011). Gejala-gejala yang serius dan pola perjalanan penyakit yang kronis
berakibat disabilitas pada penderita skizofrenia. Hasil penelitian menunjukkan
25% penderita skizofrenia membutuhkan bantuan dan 25% penderita skizofrenia
dengan kondisi berat (Keliat,2011).
Penelitian yang dilakukan Purwanto (2010) tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan kekambuhan skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Darah
Surakarta menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan pasien tentang
skizofrenia dengan kekambuhan pasien, ada hubungan antara kepatuhan minum
obat dengan kekambuhan pasien skizofrenia. Kejadian kekambuhan mengalami
peningkatan jika tidak memiliki pengetahuan tentang skizofrenia, tidak patuh
dalam minum obat dan tidak mendapat dukungan keluarga. Yoga (2011), tentang
hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat di Polikelinik
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum
obat dengan kekambuhan pasien skizofrenia. Semakin tinggi dukungan keluarga
dan pengawasan minum obat maka kepatuhan pasien dalam minum obat juga
semakin tinggi.Natalia (2013), tentang hubungan pengetahuan keluarga dengan
kepatuhan minum obat pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Prof. dr. V.L
Ratumbuysang Manado menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia di
Poliklinik Rumah Sakit Prof. dr. V.LRatumbuysang Manado. Kejadian
kekambuhan mengalami peningkatan jika tidak memiliki pengetahuan tentang

12
skizofrenia, tidak patuh dalam minum obat dan tidak mendapat dukungan
keluarga. Erwina, Putri, dan Wenny (2015), faktor-faktor yang berhubungan
dengan kepatuhan minum obatpasien skizofrenia di RSJ. Prof. dr. HB. Saanin
Padang. Penelitian dilakukan di RSJ. Prof. dr. HB. Saanin Padang menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan (p< 0,05) antara efek samping obat dan
dosis obat dengan kepatuhan berobat pasien, dan tidak ada hubungan yang
bermakna (p>0,05) antara lama pengobatan dan biaya pengobatan dengan
kepatuhan berobat pasien.
Keluarga sebagai orang yang dekat dengan pasien, harus mengetahui
prinsip lima benar dalam minum obat yaitu pasien yang benar, obat yang benar,
dosis yang benar, cara/rute pemberian yang benar, dan waktu pemberian obat
yang benar dimana kepatuhan terjadi bila aturan pakai dalam obat yang
diresepkan serta pemberiannya dirumah sakit di ikuti dengan benar. Ini sangat
penting terutama pada penyakit-penyakit menahun termasuk salah satunya adalah
penyakit gangguan jiwa. Faktor pendukung pada klien, adanya keterlibatan
keluarga sebagai pengawas minum obat pada keluarga dengan klien dalam
kepatuhan pengobatan. Menjelaskan sekitar 25% pasien skizofrenia, psikosis
maupun gangguan mental berat gagal dalam mematuhi program pengobatan.
Kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia dapat dipengaruhi oleh efikasi
minum obat,dukungan terhadap pasien,efek samping obat dan sikap pasien.
Fakhruddin (2012).
Kekambuhan pada pasien skizofrenia adalah timbulnya kembali gejala-
gejala yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan. Tingginya angka
kekambuhan dan penurunan kualitas hidup pasien sehingga menghambat
pembentukan konsep diri termasuk harga diri, rasa penguasaan dan self-efficacy
(Vauth, 2007). Insiden kekambuhan pasien skizofrenia juga merupakan insiden
yang tinggi, berkisar 60-75% setelah suatu episode psikotik jika tidak diberikan
terapi.

Kepatuhan (Compliance), juga dikenal sebagai ketaatan (adherence)


adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter yang

13
mengobatinya. Contoh dari kepatuahan adalah mematuhi perjanjian, mematuhi
dan menyelesaikan program pengobatan, menggunakan medikasi secara tepat, dan
mengikuti anjuran perubahan perilaku atau diet. Perilaku kepatuhan tergantung
pada situasi klinis tertentu, sifat penyakit dan program pengobatan (Kaplan &
Sandock,2010). Ketidakpatuhan akan mengakibatkan pengunaan suatu obat yang
kurang. Dengan cara demikian, pasien kehilangan manfaat terapi yang diantisipasi
dan kemungkinan mengakibatkan kondisi yang diobati secara bertahap menjadi
buruk(Kaplan & Sandock, 2010).
Dalam meningkatkan kepatuhan komunikasi merupakan cara antara tim
medis dan pasien dalam berbicara mengenai obat yang ditulis. Keefektifan
komunikasi akan menjadi penentuan utama kepatuhan pasien. Beberapa klien
menjadi kurang responsif terhadap dosis yang sama dari obat tertentu dari waktu
ke waktu, dikenali dengan istilah toleransi, sehingga membutuhkan dosis yang
lebih tinggi dari obat yang diberikan selama ini untuk mendapatkan efek
teraupetik yang sama seperti diawal pengobatan. Pengembangan toleransi
terhadap beberapa obat, seperti BZ dan opioid, juga berhubungan dengan
ketergantungan fisik terhadap obat, membutuhkan penurunan dosis yang semakin
kecil secara bertahap selama proses penghentian untuk menghindari gejala-gejala
putus obat yang tidak nyaman.Menghentikan secara tiba-tiba obat-obat
psikotropika termasuk didalamnya antidepresan, BZ (Benzodiagopine) dan
antipsikotik antipikal dapat memicu sindrom putus obat, yang ditandai dengan
gejala memperkuat atau memperkambuh kembali gejala-gejala awal, gejala
ketidaknyamanan fisik dan psikologis, penarikan fisiologis, penurunan obat secara
bertahap dapat mencegah terjadinya sindrom ini (Prasetiawati, 2012).Penyebab
ketidakpatuhan terhadap terapi obat adalah sifat penyakit yang kronis sehingga
pasien merasa bosan minum obat, berkurangnya gejala, tidak pasti tentang tujuan
terapi, harga obat yang mahal, tidak mengerti tentang insteruksi penggunaan obat,
dosis yang tidak akurat dalam mengkonsumsi obat, dan efek samping yang tidak
menyenangkan (Saragih, 2011).

14
Berdasarkan studi pendahuluan 28 November 2016 yang didapat di Dinkes
Daerah Bantul Yogyakarta pada tahun 2015 menunjukkan prevalensi penderita
gangguan jiwa sebesar 1.112.452 orang (Dinkes Bantul, 2015). 35.169 orang di
daerah Puskesmas Sedayu II Bantul dan di dapat data dari Puskesmas Sedayu II
di Desa Argorejo terdapat 28 pasien yang tertangani dari jumlah 64 pasien dan
Argodadi terdapat 32 pasien yang tertangani dari jumlah 62 pasien di perkirakan
dari dua desa tersebut yang masuk di Puskesmas Sedayu II sekitar kurang lebih
50% sudah tertangani. Petugas Puskesmas mengatakan bahwa pasien skizofren
yang sudah tertangani sudah ada yang bisa membuat keterampilan yang setiap
bulannnya di adakan oleh Puskesmas. Sedangkan pada pasien yang belum
tertangani, keluarga masih bersikap acuh tak acuh dan mengganggap tidak
masalah asalkan klien tidak menggangu warga sekitar. Oleh sebab itu, keluarga
cenderung mendiamkansaja dan tidak dibawa ke Puskesmas atau layanan
kesehatan lainnya.
Dari lima keluarga pasien skizofrenia yang pernah ditemui oleh peneliti,
dua diantaranya mengatakan bahwa pasien skizofrenia sadar bahwa dia sakit dan
membutuhkan obat. Satu keluarga mengatakan nahwa anggota keluarganya sudah
sembuh dan tidak perlu minum obat sepanjang klien mampu mengontrol dirinya
sendiri. Tiga klien skizofrenia yang ditemui mengatakan sudah bosan minum obat
tablet dan minta diganti dengan suntikan. Keluarga berusaha untuk membujuk dan
merayu klien untuk minum obat, ketika klien enggan untuk meminumnya.
Bahkan, keluarga terkadang mencampurkan obat dengan minuman
teh supaya klien mau untuk minum obat.

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang yang diuraikan di atas, maka rumusan
masalah penelitian adalah “adakah hubungan pengetahuan keluarga tentang
skizofrenia dengan kepatuhan minum obat di Wilayah Puskesmas Sedayu II
Bantul Yogyakarta”.

15
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum
obat pasien skizofrenia di wilayah Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui tingkat pengetahuan keluarga pasien skizofrenia di wilayah
Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta
b. Mengetahui tingkat kepatuhan minum obat pasien skizofrenia di wilayah
Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta
c. Mengetahui keeratan hubungan pengetahuan keluarga tentang gangguan
jiwa dan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien
skizofrenia di wilayah Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta.

C. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Hasil penelitian ini bisa dijadikan masukan dan bahan wawasan untuk
menambah pengetahuan dalam pemberian pendidikan kesehatan tentang
kepatuhan minum obat pasien skizofrenia.
2. Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat meningkatkan keluasan wawasan, pengetahuan, serta
kemampuan pemahaman peneliti dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien skizofrenia.
b. Bagi Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk meningkatkan
profesionalisme dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang
kepatuhan minum obat pasien skizofrenia.
c. Bagi Masyarakat
Penelitian ini memberikan informasi kepada masyarakat tentang perlu dan
pentingnya pengetahuan tentang kepatuhan minum obat pada pasien
skizofrenia.

16
d. Bagi Mahasiswa Prodi S1 Keperawatan Stikes Ahmad Yani Yogyakarta
Menambah literatur tentang kepatuhan minum obat pasien skizofrenia
dan memberikan informasi khususnya pada peneliti selanjutnya
mengenai kepatuhan dan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum
obat pasien skizofrenia.

D. Keaslian Penelitian
1. Yoga (2011), telah meneliti hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan
pasien minum obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatra
Utara. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi.
Insterumen penelitian terdiri dari kuesioner karakteristik responden,
kuesioner dukungan kelurga, dan kuesioner kepatuhan minum obat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 65,6% responden memberikan dukungan
keluarga yang baik 65,6%, 12,5% cukup, dan 21,9% kurang. Sementara itu
62,5% pasien gangguan jiwa patuh minum obat dan 37,5% tidak patuh
minum obat. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa dukungan keluarga
berhubungan secara positif dengan dengan kepatuhan minum obat (r= 0,566;
p = 0,01). Hasil ini bermakna bahwa ada hubungan yang signifikan antara
dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat. Kesimpulannya
semakin tinggi dukungan keluarga dan pengawasan minum obat maka
kepatuan pasien dalam minum obat juga semakin tinggi. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat membantu perawat dan keluarga untuk memberikan
informasi yang benar dan dukungan perawat pasien dengan gangguan jiwa.
Perbedaan yang dilakukan oleh penulis dengan peneliti sebelumnya adalah
pada variabel bebas mengunakan pengetahuan, dan penelitian dilakukan di
wilayah Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta dan mengunakan
ujiKendall’s tauPersamaan dengan peneliti sebelumnya pada variabel bebas
dukungan keluarga, variabel terikat kepatuhan minum obat.

17
2. Natalia (2013), telah meneliti hubungan pengetahuan keluarga dengan
kepatuhanminum obat pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Prof. dr.
V.L. RatumbuysangManado. Desain penelitian yang digunakan adalah
deskriptif korelatif dengan rancangan penelitian Cross Sectional. Sebagai
desain penelitian. Instrument dibuat dalam bentuk kuesioner dan dibagi dalam
2 bagian, yaitu bagian untuk mengukur pengetahuan keluarga tentang
pengobatan pasien skizofrenia dan bagianuntuk mengukur kepatuhan minum
obat pasien skizofrenia dengan menggunakan skala guttman. Jumlah sampel
yang di teliti sebanyak 50 orang dengan menggunakan proposivesampling
sebagai teknik pengambilan data. Jenis kelamin responden dibagi menjadi 2
kategori, yaitu laki-laki dan perempuan. Dalam penelitian ini sejalan dengan
penelitian Murmauli (2012), diperoleh jeniskelamin perempuan yang lebih
dominan dibandingkan laki-laki. Umur responden pada penelitian Murmauli
(2012) dikategorukan 2 yaitu dewasa muda (25-40) tahun dan dewasa tua
(>40 tahun) dan yang dominan yaitu umur 25-40 tahundengan presentasi
58,1% tapi ini berbeda dengan penelitian ini kategori umur yangpaling
dominan adalah 36-55 tahun yaitu dewasa tua. Pada pendidikan responden
yang dominan pada kategori SMA yaitu 34% dan diikuti kategori SD dengan
15% . Rendahnya tingkat pendidikan dapat dilihat dari mahalnya biaya
pendidikan di Indonesia. maka hasil penelitian terhadap 50 responden tentang
hubungan pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien
skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Prof. dr. V.L Ratumbuysang Manado,
dapat disimpulkan bahwa pengetahuan keluarga tentang kepatuhan minum
obat paling tinggi berada pada kategori kurang dan kepatuhan minum obat
tertinggi yaitu tidak patuh, sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia di
Poliklinik Rumah Sakit V.LRatumbuysang Manado. Perbedaan yang
dilakukan oleh penulis dengan peneliti sebelumnya adalah ada pada tempat
dilakukan penelitian di wilayah Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta dan
menggunakan ujiKendall’s tauPersaman denga peneliti sebelumnya pada

18
variabel bebas pengetahuan keluarga dan variabel terikat kepatuhan minum
obat.
3. Erwina, Putri, Wenny (2015) dengan judul faktor-faktor yang berhubungan
dengan kepatuhan minum obatpasien skizofrenia di RSJ. Prof. dr. HB. Saanin
Padang. Penelitian dilakukan di RSJ. Prof. dr. HB. Saanin Padang, dengan
jumlah responden sebanyak 75 orang, desaincross sectional, data
diambilmenggunakan kuisioner. Lebih dari separuh (54,7%) responden
dengan efek obat yang tidak mengganggu, sebagian besar (82,7%) dosis obat
yang diterima responden tepat, lebih dari separuh (72%) responden dengan
lama pengobatan lebih dari 1 tahun, sebagian besar responden (96%)
menggunakan biaya pengobatan asuransi kesehatan dan lebih dari separuh
(57,3%) responden tidak patuh pada pengobatan.Hasil didapatkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara efek samping obat dan
dosis obat dengan kepatuhan berobat pasien, dan tidak ada hubungan yang
bermakna (p > 0,05) antara lama pengobatan dan biaya pengobatan dengan
kepatuhan berobat pasien. Faktor yang paling berpengaruh adalah dosis obat.
Disarankan untuk perawat agar selalu memonitor pasien dalam minum obat
dan bagi pasien agar selalu mengkomunikasi efek yang dirasakan selama
mengkonsumsi obat. Perbedaan yang dilakukan oleh penulis dengan peneliti
sebelumnya adalah pada variabel bebas menggunakan penegtahuan , dan
tempat penelitian dilakukan di wilayah Puskesmas Sedayu II Bantul
Yogyakarta dan menggunakan uji Kendall’s tau. Persamaan dengan peneliti
adalah variabel terikat kepatuhan minum obat.
4. Arisyanudin (2015), telah meneliti hubungan pengetahuan keluarga tentang
gangguan jiwa dan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien
skizofrenia di wilayah Puskesmas Gamping 1 Sleman Yogyakarta. Desain
penelitian yang digunakan uji chi-square. Sebagai desain penelitian
insterumen dibuat dalam bentuk kuesioner dan dibagi dalam 3 bagian, yaitu
bagian untuk mengukur pengetahuan keluarga tentang pengobatan pasien
skizofrenia, bagian kedua yaitu untuk mengukur dukungan keluarga dan
bagian untuk mengukur kepatuhan munum obat pasien skizofrenia. Hasil

19
penelitian menunjukkan bahwa dari 16 responden mendapatkan hasil (53,4%)
pengetahuan keluarga pasien skizofrenia mempunyai pengetahuan yang
cukup, dari jumlah 16 responden (53,4%) dukungan keluarga pasien
skizofrenia mempunyai dukungan dalam kategori sedang, dan dari
jumlah17responden (56,7%) kepatuhan minum obat yang dikatagorian tidak
patuh dan 13 (43,3%) dikatakan patuh minum obat. Hasil ini bermakna
bahwa ada hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga tentang kepatuhan
minum obat pasien skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas Gamping I
Sleman Yogyakarta. Perbedaan yang dilakukan oleh penulis dengan peneliti
sebelumya adalah pada variabel yang menggunakan 3 variabel dan peneliti
menggunakan dua variabel dan mengunakan uji Kendall’s tau,tempat
dilakukan peneliti di wilayah Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta.
Persamaan dengan peneliti adalah variabel bebas dan variabel terikatnya.

20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Gambaran Umun Lokasi
Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta terletak di wilayah Sedayu
Bantul, tepatnya berlokasi di Jalan Wates Km 12 Kelurahan Argorejo Sedayu
Bantul. Dan terdiri dari dua kelurahan yaitu Argorejo dan Argodadi.
Argorejo terdapat 13 dusun dan Argodadi terdapat 14 dusun. Pusekesmas
Sedayu II Bantul Yogyakarta, terdapat pendaftaran, ruang rekam medis, kasir,
ruang tindakan, ruang pemeriksaan umum, ruang tensi, ruang kesehatan
mulut dan gigi, KIA KB Imunisasi (jadi satu ruangan), Laboratorium,
Farmasi, Fisioterapi, ruang Laktasi, ruang konsultasi gizi, promkes.
Di Kelurahan Argodadi dan Argorejo terdapat satu Puskesmas yaitu
Puskesmas Sedayu II Bantul yang melayani masyarakat dibidang kesehatan.
Salah satu pelayanan kesehatan yang dilakukan Puskesmas Sedayu II Bantul
adalah melaksanakan program pengobatan dan pencegahan tentang
Gangguan jiwa/Skizofrenia dengan cara bekerjasama dengan kader desa
dengan menskrining masyarakat/keluarga yang memiliki pasien gangguan
jiwa maupun keluarga yang sehat, keluarga yang memiliki pasien gangguan
jiwa dilakukan penjelasan tentang menangani gangguan jiwa dan pemantauan
kepatuhan minum obat bagi pasien skizofrenia. Sedangkan bagi keluarga
yang sehat di lakukan penyuluhan tentang cara pencegahan dan mengonterol
emosi serta kecemasan. Penyuluhan dilakukan setiap satu tahun sekali oleh
ibu-ibu kader di daerah Argodadi dan Argorejo dan di dampingi oleh petugas
Puskesmas Sedayu II Bantul.
2. Karakteristik Keluarga dan Pasien
Penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan keluarga
tentang skizofrenia dengan kepatuhan minum obat di wilayah Puskesmas
Sedayu II Bantul Yogyakarta dengan sampel penelitian ini sebanyak 96
responden. Karakteristik pasien meliputi umur, pendidikan, jenis kelamin,

59
pendidikan,pekerjaan dan lama, merawat pasien skizofrenia yang disajikan
pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik Keluarga Skizofrenia di Wilayah
Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta (n=96)
Karakteristik n Persentase
Keluarga
Umur keluarga 21-30 tahun 26 27,1
31-40 tahun 39 40.6
41-50 tahun 16 16.7
>50 tahun 15 15,6

Jenis kelamin Laki-laki 50 52,1


keluarga perempuan 46 47.9
Pendidikan pasien Tidak Sekolah 16 16,7
SD 24 25,0
SMP 13 13,5
SMA 20 20.8
D3/S1 23 24,0
Pekerjaan PNS 3 3,1
Wiraswasta 29 30,2
Petani 21 21,9
Karyawan 23 24,0
Tidak bekarja 3 3,1
Buruh 6 6,2
IRT 11 11,5
Lama merawat 1-5 Tahun 37 38,5
>5 Tahun 59 61,5
Data primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa keluarga yang berumur


31-40 tahun tahun sejumlah 39 orang (40,6%), jenis kelamin laki-laki 50
orang (52,1%), tingkat pendidikan keluarga di tinggkat SD 24orang
(2,5,0%), dan pekerjaan kaluarga di bidang wiraswata 29 orang (30,2%),
lama keluarga merawat pasien skizofrenia adalah>5 tahun 59 orang
(61,5%).

60
4.2 Karaktristik Pasien Skizofrenia di Wilayah Kerja Peskemas
Sedayu II Bantul Yogyakarta (n=96)

Karakteristik n Persentase
Pasien
Umur pasien 21-30 Tahun 44 45,8
31-40 Tahun 35 36,5
41-50 Tahun 14 14,6
>50Tahun 3 3,1
Jenis kelamin Laki-laki 53 55,2
Perempuan 43 44,8
Pendidikan Tidak sekolah 19 19,8
pasien SD 27 28,1
SMP 22 22,9
SMA 18 18,8
D3/S1 10 10,4
Pekerjaan pasien Wiraswasta 9 9,4
Petani 21 31,2
Tidak bekerja 53 86,5
Buruh 6 6,2
IRT 7 7,3
Lama 1-5 Tahun 37 38,5
pengobatan >5 Tahun 59 61,5
Data primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa umur pasien sebagian


besar 21-30 tahun 44 orang (45,8%), jenis kelamin pasien laki-laki 53 orang
(55,2%), dari tingkat pendidikan SD 27 orang (28,1%), pasien tidak bekerja
didapat 53 orang (86,5%), dan lama pengobatan pasien didapat >5 tahun 59
orang (61,5%).
3. Distribusi Pengetahuan Keluarga Tentang Kepatuhan Minum Obat
Pasien Skizofrenia
Tabel 4.3 Distribusi Pengetahuan Keluarga Tentang Pasien Skizofrenia
di wilayah kerja Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta

Variabel n %
Pengetahuan keluarga Baik 44 45,8
Cukup 38 39,6
kurang 14 14,6
Total 96 100,0
Data primer, 2017

61
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pengetahuan keluarga
tentang pasien skizofrenia sebagian besar yaitu 44 orang (45,8%) dengan
kategori baik.

4. Distribusi Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia Di Wilayah


Kerja Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta
Skala yang digunakan untuk mengukur kepatuhan minum obat pasien
skizofrenia menggunakan skala pengukuran katagori nominal yaitu patuh,
dan tidak patuh yang disajikan pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Distribusi Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia Di
Wilayah Kerja Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta
Variabel n %
Kepatuhan minum Patuh 73 76,0
obat
Tidak patuh 23 24,0
Total 96 100,0
Data primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa kepatuhan minum obat


pasien skizofrenia sebagian besar yaitu 73 orang (76,0%) dengan kategori
patuh.

5. Hubungan Pengetahuan Tentang Gangguan Jiwa Dengan Kepatuhan


Minum Obat Pasien Skizofrenia
Hubungan pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa dengan
kepatuhan minum obat pasien skizofreniayang diuji menggunakan uji
korelasi Kendall’s Tau dapat di lihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hubungan Pengetahuan Tentang Gangguan Jiwa Dengan
Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia di wilayah kerja
Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta

62
Pengetahuan Kepatuhan minum obat
keluarga Patuh Tidak patuh Total
n % n % n % R p
Baik 40 90,9 4 9,1 44 100,0 0,429 0,00
Cukup 30 78,9 8 21.1 38 100,0
kurang 3 21,4 11 78,6 14 100,0
Total 73 23 96
Data primer, 2017
Keterangan :
r :Koefisien korelasi
p : Signifikansi

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa hubungan pengatahuan tentang


gangguan jiwa dengan kepatuhan minum obat diperoleh nilai p sebesar 0,00
(p>0,05) yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia.
Koefisien korelasi bertanda positif sebesar 0,429 mempunyai arti bahwa
semakin baik tingkat pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa maka
semakin tinggi kepatuhan minum obat pasien skizofrenia dengan kekuatan
hubungan berada pada rentang 0,400-0,599 dalam kategori sedang.

6. Pekerjaan Pasien Skizofrenia Di Wilayah Kerja Puskesmas Sedayu II


Bantul Yogyakarta Berdasarkan Tingkat Kepatuhan Minum Obat

Tabel 4.6Crosstabulation PekerjaanPada Pasien Skizofrenia Di Wilayah


Kerja Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta Berdasarkan Tingkat
Kepatuhan Minum Obat
Pekerjaan pasien Kepatuhan pasien Total

Patuh Tidak patuh


f % F %
Wiraswasta 7 77,8 2 22,2 9
Petani 14 66,7 7 33,3 21
Tidak bekerja 41 77,4 12 22,6 53
Buruh 6 100,0 0 0 6
IRT 5 71,4 2 28,6 7
Total 73 76,0 23 24,0 96

Data primer, 2017

63
Dari hasil responden pekerjaan pasien skizofrenia didapat paling
banyak adalah pasien yang tidak bekerja dengan jumlah patuh minum obat
sebanyak 41 orang (77,4%) dan di tingkat tidak patuh sebanyak 12 orang
(22,6%).

7. Tingkat Pendidikan PasienSkizofrenia di Wilayah Kerja Puskesmas


Sedayu II Bantul Yogyakartaberdasarkan Kepatuhan Minum Obat

Tabel 4.7 CrosstabulationTingkat Pendidikan Pada Pasien Skizofrenia


Di Wilayah Kerja Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta
Berdasarkan Kepatuhan Minum Obat

Pendidikan Kepatuhan pasien Total


Patuh Tidak patuh
F % f %
Tidak sekolah 19 100,0 0 0 19
SD 16 59,3 11 40,7 27
SMP 17 77,3 5 22,7 22
SMA 12 66,7 6 33,3 18
S1/D3 9 90,0 1 10,0 10
Total 73 76,0 23 24,0 96

Data primer, 2017

Dari hasil tabulasi silang tingkat pendidikan terbanyak pasien yang


patuh minum obat adalah pada tingkat SD yaitu sebanyak 16 orang (59,3%)
dan tidak patuh minum obat sebanyak 11 orang (40,7%).

8. Lama Pengobatan Pasien Skizofrenia Di Wilayah Kerja Puskesmas


Sedayu II Bantul Yogyakarta Berdasarkan Tingkat Kepatuhan Minum
Obat

64
Tabel 4.8Crosstabulation Lama Pengobatan Pasien Skizofrenia Di
Wilayah Kerja Puskesmas Sedayu II Bantul YogyakartaBerdasarkan
Tingkat Kepatuhan Minum Obat
Lama pengobatan Kepatuhan minum obat Total
Patuh Tidak patuh
1-5 tahun 32 86,5 5 13.5 37
>5 tahun 41 69,5 18 30,5 59
Total 73 79,0 23 24,50 96
Data primer, 2017
Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa pasien skizofrenia
dengan lama pengobatan >5 tahun sebanyak 41 orang69,5% dikatakan patuh
minum obat dan 30,5% responden dikatakan tidak patuh minum obat.

B. PEMBAHASAN
1. Pengetahuan keluarga
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan
keluarga tentang skizofrenia dengan kepatuhan minum obat di wilayah kerja
Puskesmas Sedayu II Bantul sebagian besar tergolong dalam kategori baik
yaitu (45,8%), Hasil ini sesuai dengan teori (Friedman, 2010) yang
mengatakan bahwa sebagian besar keluarga memiliki pengetahuan keluarga
yang baik dalam merawat angota keluarga yang sedang sakit. Keluarga adalah
lingkungan pasien tempat mulakukan aktivitas dan intraraksi dalam
kehidupan. Keluarga merupakan tempat belajar, berinteraksi, dan
bersosialisasi sebelum berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Selain itu
keluarga berfungsi untuk menjaga kesehatan anggota keluarga baik kesehatan
jasmani,rohani, maupun sosial, sehingga keluarga menjadi unsur penting
dalam perawatan/pemulihan bagi pasien skizofrenia (Riyan, 2017).
Jika dilihat pada karakteristik keluarga, distribusi umur responden
menunjukkan sebagian besar responden adalah dewasa yang berusia 31-40
tahun (40,6 %). Umur 31-40 tahun merupakan kelompok umur dewasa. Pada
umur tersebut, individu telah memiliki tanggung jawab terhadap anggota
keluarga atau orang lain. Umur seseorang umumnya berhubungan dengan

65
tingkat pengetahuan seseorang. Faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan antara lain umur pada keluarga penderita mempengaruhi
terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin bertambah umur
akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya
(Notoatmodjo, 2010). Umur yang dimiliki oleh responden seharusnya
membantu responden untuk lebih mudah memahami dan menerima suatu
informasi yang selanjutnya disusun menjadi pengetahuan.
Pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien
skizofrenia dapat membantu keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia,
beberapa keluarga pasien skizofrenia yang mengatakan bahwa pasien tidak
patuh minum obat karena berbagai alasan diantaranya karena responden yang
sangat sibuk dengan pekerjaannya dan tidak bisa menunggu pasien selama
24jam terus dan tidak tahu pentingnya minum obat secarateratur bagi pasien
skizofrenia. Hasil penelitian(Arisyanudin, 2015) yang menunjukkan bahwa
keluarga berpengatahuan kurang sehingga dapat mempengaruhi kepatuahan
minum obat pasien skizofrenia.
Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal
usaha dalam memberikan kesembuhan bagi pasien skizofrenia agar pasien
atau penderita gangguan jiwa bisa bersosialisasi lagi dengan lingkungan
sekitar, dan keluarga juga bisa saling mengingatkan orang lain agar tidak
membedakan pasien skizofrenia agar dapat meningkatkan kesehatan mental
pasien skizofrenia dan keluarga, juga dapat tidak menjadi sumber masalah
bagi anggota keluarga yang mengalami ketidak stabilan mental sebagai
minimnya pengetahuan mengenai persoalan kejiwaan bagai kelarga yang
memiliki pasien skizofrenia (Notoatmojo, 2010).
Keluarga merupakan salah satu peran dan fungsi keluarga dalam
memberikan fungsi afektif untuk pemenuhan kebutuhan psikososial anggota
keluarganya dalam memberikan kasih sayang. Salah satu wujut dari fungsi
afektif tesebut adalah memberikan dukungan pada anggota keluarga yang
mengalami gangguan mental/skizofrenia (Friedman, 2010). Keluarga
berperan dalam menentukan cara atau perawatan yang diperlukan penderita

66
dirumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit akan sia-sia jika tidak
diteruskan dirumah yang kemuduian mengakibatkan penderita harus dirawat
kembali atau kambuh (Keliat dalam Puspitasari, 2009).

2. Kepatuhan minum obat


Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori tidak patuh
(24,0%) dan patuh minum obat sejumlah (76,0%). Bahwa kepatuhan pasien
adalah sejauh mana perilaku pasien skizofrenia sesuai dengan ketentuan yang
diberikan oleh profesional kesehatan (Niven, 2008). Ketidakpatuhan akan
mengakibatkan penggunaan obat tidak sesuai dengan dosis/aturan yang ada.
Pasien skizofrenia akan kehilangan manfaat terapi dan kemungkinan
mengakibatkan kondisi semakin memburuk dan dapat mengakibatkan
kekambuhan pasien skizofrenia.
Kepatuhan sebagai ketaatan pasien dalam melaksanakan tindakan
terapi. Kepatuhan pasien berarti bahwa pasien beserta keluarga harus
meluangkan waktu dalam melakukan pengobatan secara teratur termasuk
menjalani program farmakoterapi. Mematuhi program pengobatan pada tahap
awal serangan dapat meminimalisasi deteriorasi (kemunduran mental) karena
dalam keadaan psikotik yang lama akan menimbulkan deteriorasi kronik.
Apabila responden mengalami keadaan detoriorasi kronik, akan
ketergantungan dalam memenuhi keadaan dasarnya, responden menjadi
menyusahkan keluarga, orang lain, masyarakat, dan lingkungan sekitar
(Sarangih, 2011).
Untuk mengetahui perawatan ulang atau frekuensi kekambuhan, perlu
adanya pendidikan kesehatan jiwa yang ditujukan kepada pasien, keluarga
yang merawatnya, atau orang lain yang bertanggung jawab merawatnya.
Sebagai upaya meningkatkan pengetahuan pasien tentang skizofrenia dan
kepatuhan minum obat. Banyak metode dikembangkan didunia pendidikan.
Metode pendidikan kesehatan yang digunakan dalam menyampaikan pesan
yang digunakan dalam menyampaikan pesan yang bertujuan meningkatkan
pengetahuan tentang skizofrenia, kepatuhan dalam minum obat adalah

67
ceramah dan tanya jawab, cerama dan tanya jawab adalah metode yang cukup
efektif sebagai penyampaian pesan (Agung, 2010 dalam Purnamasari, 2013).

3. Hubungan Pengetahuan Keluarga tentang Skizofrenia dengan Kepatuhan


Pasien Skizofreniapada Minum Obat
Berdasarkan hasil korelasi Kendall’s Tau di peroleh nilai p sebesar
0,00 (p>0,05)dan kolerasi bertanda positif sebesar0,429yang berarti ada
hubungan yang signifikan antara pengetahuan keluarga dengan kepatuhan
minum obat pasien skizofrenia dengan kekuatan hubungan berada pada
rentang 0,400-0,599 dalam kategori sedang. Hasil penelitian ini sesuai dengan
Arisyanudin (2015) pada penelitiannya yang berjudul hubungan pengetahuan
dan dukungan keluarga tentang pasien skizofrenia di wilayah kerja
Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pengetahuan keluarga dengan kepatuhan
minum obat pasien skizofrenia.
Menurut tabel 4.4, menunjukkan koefesien korelasi sebesar
0,429sehingga keeratan hubungan pengetahuan keluarga tentang kepatuhan
minum obat pasien skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas Sedayu II Bantul
Yogyakarta dalam kategori sedang 0,400-0,599. Hasil ini sejalan dengan
peneliti sebelumnya yang dilakukan oleh Arisyanudin (2015) tentang
hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum
obat di wilayah kerja Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta menunjukan
hasil korelasi 0,400-0,599.
Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan oleh dokter
serta pemberiannya diikuti dengan benar dan tepat waktu peminuman obat.
Jika terapi ini dilanjutkan, penting agar pasien skizofrenia mengerti bahwa
pentingnya minum obat bagi kesembuhan pasien skizofrenia dan dapat
melanjutkan terapi itu dengan benar dan tanpa pengawasan oleh keluarga atau
orang terdekat. Oleh karena itu diperlukan peran keluarga dan orang terdekat
untuk selalu memonitor dan mendampingi pasien skizofrenia dalam
mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dosis dan waktu yang dianjurkan

68
dokter hingga pada akhirnya pasien skizofrenia patuh dan teratur dalam
mengkonsumsi obatnya sendiri (Butar,2012).
Notoatmojo (2010) menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untukterbentuknya tindakan
seseorang untuk melakukan sesuatu. Perilaku yang didasari oleh pengatahuan
atau pendidikan yang diperoleh. Perilaku seseorang didasrkan atas
pengetahuan yang mereka miliki, jika seseorang memiliki pengetahuan yang
baik maka akan mempengaruhi mereka dalam berperilaku baik dan
menujukkan perilaku positif, sedangkan orang berpengetahuan yang kurang
maka akan mempengaruhi mereka dalam berperilaku tidak baik maka akan
mempenaruhi mereka untuk berperilaku cenderung pada perbuatan negatif.
Begitu pula pada keluarga yang memiliki pengetahuan kurang tentang
gangguan jiwa skizofrenia akibatnya keluarga akan menganggap gangguan
jiwa adalah penyakit diguna-guna dan tidak perlu berobat ketenaga medis dan
penyakit yang memalukan yang membawa aib bagi keluarga.
Anggota keluarga yang menderita skizofrenia memerlukan perawatan
seperti pemenuhan kebutuhan sehari-hari, masalah activity daily living, serta
pemberian pengobatan. Keluarga mempunyai peran besar dalam merawat
pasien skizofrenia karena penderita skizofrenia mengalami kemunduran
secara kognitif (Felicia, 2011). Sejalan dengan Notoadmodjo (2003) aplikasi
dari suatu tindakan perawatan merupakan hasil dari tahu dan paham.
Sehingga, sebelum domain pengetahuan dalam diri seseorang sampai pada
tahap tingkat aplikasi, ini memungkinkan seseorang yang sudah pada domain
kognitif tahu dan paham, namun belum mampu mengaplikasikan ilmu
tersebut. Keluarga merupakan pemberi perawatan utama bagi pasien
skizofrenia di rumah. Pasca perawatan di rumah sakit, keluarga merupakan
penanggungjawab utama yang mengelola pasien agar tetap stabil dan tidak
jatuh pada kondisi kekambuhan. Keberhasilan perawatan di rumah sakit tidak
akan berarti apabila tidak dilanjutkan dengan kemampuan perawatan yang
baik dari keluarga, mengingat pasien skizofrenia tidak hanya membutuhkan

69
terapi medis saja untuk sembuh melainkan membutuhkan perhatian dan juga
semangat secara emosi dari keluarga (Felicia, 2011).
Untuk mengurangi perawatan ulang atau frekuensi kekambuhan, perlu
adanya pendidikan kesehatan jiwa yang ditujukan kepada pasien dan keluarga
yang merawat pasien skizofrenia, atau orang lain yang merawat pasien
skizofrenia. Sebagai upaya meningkatkan pengetahuan bagi pasien, keluarga
dan orang lain yang merawat pasien skizofrenia agar dapat mengetahui betapa
pentinggnya kepatuhan minum obat bagi pasien skizofrenia. Banyak metode
telah dikembangkan didunia pendidikan. Metode pendidikan kesehatan yang
digunakan dalam menyampaikan pesan yang bertujuan meningkatkan
pengetahuan tentang skizofrenia, menyampaikan/ penyuluhan pendidikan
kepatuhan minum obat kepada pasiean, keluarga atau orang tedekat dengan
metode ceramah dan tanya jawab. Ceramah dan tanyajawab adalah metode
yang cukup efektif sebagai penyampaian kepada pasien, keluarga dan orang
terdekat penderita skizofrenia (Purwanto, 2010).

4. Tingkat pekerjaan pasien skizofrenia Skizofrenia di Wilayah Kerja


Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta berdasarkan tingkat kepatuhan
minum obat
Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti didapatkan
hasil tingkat pekerjaan pasien skizofrenia sejumlah (86,5%) responden tidak
bekerja, penelitian ini sama dengan penelitian (Anggraini, 2015). Dengan
hasil 90,2% responden tidak bekerja, dengan judul hubungan antara
kemandirin dengan kulaitas hidup klien skizorenia di klinik keperawatan RSJ
Grhasia DIY, diketahui tidakbekerjayang menunjukan bahwa sebagian besar
pasien skizofrenia diketahui tidak memiliki pekerjaan dan sebagian besar
pasien skizofrenia masih membutuhkan bantuan dari orang lain dalam
melakukan kegiatan dan kontak sosial dengan lingkungan sekitar.

70
5. Lama pengobatan pasien Skizofrenia di Wilayah Kerja Puskesmas Sedayu II
Bantul Yogyakarta berdasarkan tingkat kepatuan minum obat
Dari hasil penelitian didapatkan hasil lama pengobatan pasien
skizofrenia>5tahun sebanyak69,5%. Penelitian ini sama dengan penelitian
Sulistyowati (2012) dengan judul penelitianhubungan pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga dengan kekambuhan skizofrenia di Desa Paringan
Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogodengan hasil lamanya menderita
skizofrenia mayoritas menderita selama>5tahun yaitu sebesar 56,67%.Lama
pengobatan pasien skizofrenia berpengaruh bagi pasien skizofrenia. Pasien
cenderung bosan untuk minum obat, karena merasa bahwa dirinya sudah
sembuh dan tidak butuh obat lagi. Meskipun, terkadang ada beberapa pasien
skizofrenia yang masih merasa bahwa dirinya dalam kondisi sakit dan
membutuhkan obat setiap hari.

6. Pendidikan pasien Skizofrenia di Wilayah Kerja Puskesmas Sedayu II Bantul


Yogyakarta berdasarkan kepatuhan minum obat
Dari penelitian didapatkan hasil bahwa sebagian besar pendidikan
pasien yaitu di tingkat SD (28,1%), penelitian ini sejalan dengan penelitian
Sari (2013) yaitu sebagian besar pendidikan respon dengan skizofrenia yang
diteliti pada kategori SD sebanyak 30%. Tingkat pendidikan berpengaruh
pada kepatuhan minum obat pasien skizofrenia. Hal ini dikarenakan semakin
tingginya pengetahuan pasien skizofrenia tentang penyakitnya, maka pasien
skizofrenia akan semakin patuh untuk minum obat dan memiliki keinginan
untuk sembuh.
Hasil penelitian Butar (2012) menyatakan bahwa responden dengan
pengetahuan baik tentang pengobatan, menunjukan kepatuhan yang
meningkat sehingga hasilnya akan meningkatkan hasil terapi. Kepatuhan
terjadi apabila pendidikan pasien dan keluarga tidak rendah, dan dapat
mengikuti aturan pemakaian obat yang diresepkan dengan benar.
Harapannya, pasien dapat mengetahui dan meneruskan terapinya dengan
benar dan tanpa pengawasan. Oleh karena itu,diperlukan peran keluarga

71
untuk selalu memonitor pasien dalam mengkonsumsi obat secara teratur dan
rutin setiap hari.

C. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini masih terdapat adanya keterbatasan yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian, keterbatasan tersebut adalah pengumpulan data
yang hanya menggunakan teknik pembagian kuesioner saja, sehingga responden
hanya dapat memberikan informasi yang terbatas sesuai pilihan jawaban yang
telah disediakan.

72
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengetahuan keluarga pasien skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas Sedayu
II Bantul Yogyakarta 45,8% mempunyai pengetahuan baik tentang
skizofrenia.
2. Kepatuhan minum obat pasien skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas
Sedayu II Bantul Yogyakarta 76 % dengan katagori patuh minum obat.
3. Sebagian besar pasien skizofenia di wilayah kerja Puskesmas Sedayu II
Bantul tidak bekerja yaitu sejumlah 86,5%.
4. Ada hubungan pengetahuan keluarga tentang skizofrenia dengan kepatuhan
minum obat pasien skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas Sedayu II Bantul
Yogyakarta.
5. Keeratan hubungan pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum obat di
wilayah kerja Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta dalem katagori sedang
dengan nilai koefisien 0,429.

B. SARAN

1. Bagi Perawat
Perawat diharapkan mampu memberikan informasi yang lebih dalam
lagi kepada keluarga yang memiliki angota keluarga yang menderita
skizofrenia agar pasien skizofrenia mau dan teratur minum obat dengan rutin
tepat waktu dan dapat bersosialisasi dengan masyarakat dan lingkungan
skitar, terutama bagi keluarga yang memiliki pasien skizofrenia yang
memiliki pengetahuan rendah tentang penyakit gangguan jiwa/skizofrenia,
agar pasen skizofrenia dapat terhindar dari ketidakpatuhan minum obat.

73
2. Bagi Keluarga
Keluarga diharapkan memberikan perhatian khusus tentang
pengobatan pasien dan memberikan dukungan demi keberasilan proses
pengobatan pasien skizofreniatentang kepatuhan minum obat agar pasien
skizofrenia bisa sembuh dan bisa bersosialisasi di masyarakat dan lingkungan
sekitar.
3. Bagi Pasien Skizofrenia
Meningkatkan kesadaran tentang pentingga minum obat dan kontrol
rutin ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan peran/dukungan keluarga juga
dibutuhkan bagi kesembuhan pasien skizofrenia.

74
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, W.N. ( 2009 ). Keefektifan Cognitive Behaviour Therapy (CBT)


Sebagai Terapi Tambahan Pasein Skizofrenia Kronos Di Panti
Rehabilitasi Budi Markati Boyolali. Tesis: Program Pendidikan
Dokter Spesialis Psikiatrik Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik (Edisi
Revisi), Rineka Cipta, Jakarta.
Arisyanudin, P. (2015). Hubungan Pengetahuan Keluarga Tentang Gangguan
Jiwa dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat
Pasien Skizofrenia di Wilayah Puskesmas Gamping I Sleman
Yogyakarta. Skripsi tidak diterbitkan, Stikes Ahmad Yani,
Yogyakarta.
Butar, B.O.D (2012). Hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kepatuhan
pasien skizofrenia di rumah sakit daerah provinsi Sumatra utara
medan. Skripsi tidak di terbitkan. Sumatra utara : Universitas
Sumatra Utara Medan.
Dinkes, RI. (2016). Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa Masyarakat,
hhtp//www.depkes.go.id/, di unduh pada kamis, 28 Juli 2017 pukul
18:03.
Dinkes, DIY. (2014). DI Yogyakarta Tertinggi Ke-2 Nasional untuk Jumlah
Penderita Skizofrenia, hhtp://www.harianbernas.com, diunduh
pada kamis, 28 Juni 2017 pukul 20:40.
Dini Anggraini, 2015 Hubungan Antara Kemandirian Dengan Kualitas Hidup
Klien Skizofrenia di Klinik Keperawatan Rsj Grhasia DIY, program
studi ilmu keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan ‘aisyiyah
yogyakarta, Skripsi tidak di terbitkan. Aisyiyah yogyakarta.
Erwina, I., Putri, D.E., Wenny, B.P. ( 2015), Faktor-Faktor yang Berhubungan
Dengan Kepatuhan Minum Obatpasien Skizofrenia di RSJ. Prof.
dr. HB. Saanin Padang, Jurnal Keperawatan, Volume 11, No 1, :
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas, Padang.
Fakhruddin, (2012). Hubungan dukungan sosial dengan kepatuhan minum obat
penderita skizofrenia kabupaten acah barat daya, Tesis yogyakarta:
UGM.
Felicia Risca dkk. 2011, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan
Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo Semarang, Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
(JIKK), Vol.I No.4, Hal 205-207

75
Friedman, & Marilyn,M. (2010), Buku Ajar Keperawatan Keluarga : Riset, Teori
Dan Pratek, EGC, Jakarta.
Irwan,M., Fajriansyah, A., Sinuhadji,B., Tegar, I.M., (2008), Penatalaksanaan
Skizofrenia, Facuty Of Medicine, Pekan Baru Riau.
Kaplan, dan Sandock. (2010) Buku Ajar Psikiatri Klinis, (Edisi 2), EGC, Jakarta.
Keliat, B.A. (2010). Model Pratik Keperaatan Profesional Jiwa, Edisi 1. EGC,
Jakarta
Kristianingrum dan Budiyani (2011). Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia di Poli Klinik
Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo Semarang, fakultas
keperawatan semarang.
Muslim,R. (2001). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan PPDGJ-III,
Jakarta.
Natalia purnama sari, 2013. Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan
Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah
Sakit Prof.V.L. Ratumbuysa Menado, Skripsi Tidak Dipublikaikan,
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi Menado.
Narvaez, J.M.; Twamley, E.W.; McKibbin, C.L.; Heaton, R.K.; Patterson,
T.L.2008. Subjective and Objective Quality of Life in
Schizophrenia. Schizophrenia Research 98: 201-208. Diakses
tanggal 07 Oktober 2017.
Niven, (2008). Psikologi Kesehatan Pengantar Untuk Perawat Dan Profesional,
EGC Jakarta.
Notoatmodjo . S. (2010). Metode Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Novita Sulistyowati, 2012 Hubungan Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga
Dengan Kekambuhan Skizofrenia di Desa Paringan Kecamatan
Jenangan Kabupaten Ponorogo, Skripsi Tidak Dipublikasikan,
Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga.
Nursalam, (2010). Konsep dan Penerapan Metodologi Menelitian Ilmu
Keparawatan, Salemba Medika, Jakarta.
Pieter, Z.H. dkk., (2011). Pengantar Psikopatologi untuk Keperawatan, Kecana
Pranada Media Grup, Jakarta.
Purnamasari, N., Tololiu, T., & Pangemanan, D.H.C. (2013), Hubungan
Pengetahuan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Passien

76
Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Prof, V.L. Ratumbuysang
Menado, Journal keperawatan ( e-Kp ) Vol. No 1.
Purwanto. (2010 ). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan
Pasien Skizofren Di Rumah Sakit Daerah Surakarta. Skripsi tidak
tidak diterbitkan. Surakarta: Fakultas Kesehatan Unifersitas
Muhammadiyah Surakarta.
Prasetiawati., Tika. (2012), Intervesi Psikoeduksi Tentang Skizofrenia pada
Caregiver Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Terhadap
Peningkatan Pengetahuan Stigma Tentang Gangguan Skizofrenia Di
Yogyakarta, Tesis, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.
Samsul Hidayat, Riyan, et al. Psikoedukasi Keluarga Pada Pasien Pasca Pasung
Di Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah. Diss. Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2017. Di akses pada tanggal 14 septeber
2017
https://scholar.google.co.id/scholar?q=PSIKOEDUKASI+KELUAR
GA+PADA+PASIEN+PASCA+PASUNG+DI+KABUPATEN+SU
KOHARJO+PROPINSI+JAWA+TENGAH&btnG=&hl=id&as_sdt
=0%2C5&as_ylo=2013.
Sarangih, S. (2011). Panduan Penggunaan Obat, Rosemata Publising: Jakarta.
Sugiyono, (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualittatif dan R&D, Alfabeta ,
Bandung.
Sugiyono, (2013). Stastistik Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung.
Stuart, G.W. (2013). Buku Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart, Jilid 1: Edisi
Indonesia, Budi Anna Keliat, Jakarta.
Townsed, M.C. (2009). Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri, Rencana Asuhan & Medikasi Psikotropik, Edisi 5, EGC,
Jakarta.
Vauth R, et al. (2007). Self-Efficacy And Empowerment As Outcomes Of
SelfStigmatizing And Coping In Schizophrenia, Journal Pubmed
NCBI.
Videbeck, L. S. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, EGC Jakarta.

WHO. ( 2013 ). Improving health system and service for mental health : WHO
Library Cataloguing-in-publication data.
WHO. ( 2016 ). Improving health system and service for mental health : WHO
Library Cataloguing-in-publication data.

Wawan, A. dan Dewi,M. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Manusia, Nuha Medika, Yogyakarta.

77
Wardani, I.Y., (2009). Pengalaman Keluarga Menghadapi Ketidakpatuhan
Anggota Keluarga dengan Skizofrenia dalam Mengikuti Regimen
Terapeutik, Pengobatan, Tesis FIK UI, Tidak dipublikasikan,
Depok.

Yoga, (2011). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pasien Minum


Obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera
Utara, Skripsi. Sumatra utara: Fakultas Keperawatan Unifersitas
Sumatera Utara.
Mubarak, W.I. dkk, (2009). Promosi Kesehatan Sebuah Pengetahuan Proses
Belajar Mengajar dalam Pendidikan, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Yosep, I dan Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advanced
Mental Health Nursing, Bandung, Refika Aditama.
Yosep, I. (2008). Keperawatan jiwa, Bandung, Refika aditaman.

78
LAMPIRAN

79
Lampiran 2. Lembar Kuesioner Pengetahuan Keluarga

KELUARGA KUESIONER PENGETAHUAN

Petujuk pengisian : berilah tanda ( √ ) pada kolom jawaban yang sudah


tersedia

Pengertian

No Pertanyaan Jawaban
B S
1 Skizifrenia kemungkinan besar disebabkan oleh masalah
otak.
2 Penderita skizofrenia akan menunjukan perilaku yang tidak
sesuai dengan realita.
3 Obat yang digunakan untuk gejala mendegar suara suara
yang tidak nyata disebut anti-psikotik.
4 Terapi yang tepat untuk gejala skizofrenia adalah obat
tradisional.
Penyebab

No Pertanyaan Jawaban
B S
5 Penyebab skizofrenia yaitu adanya kerusakan didalam otak.

6 Semakin parah skizofrenia orang tuanya, semakin besar


kemungkinan anak-anaknya untuk mengalami gangguan
yang sama.
7 Penyakit skizofrenia dapat disebabkan karena infeksi virus
ketika penderita masih berada dikandungan
8 Kecelakaan pada proses persalinan adalah awal penyebab
terjadinya penyakit skizofrenia pada anak.

80
9 Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami
gangguan jiwa adalah adanya permasalahan yang berat dalam
hidup penderita.

Tanda Dan Gejala

No Pertanyaan Jawaban
B S
10 Gejala dari skizofrenia biasanya muncul pada masa remaja
awal atau dewasa awal.
11 Gejala umum dari skizofrenia adalah berfikir bahwa ada
orang lain yang mengawali atau mengikuti.
12 Seorang dokter biasanya menyatakan seseorang menderita
skizofrenia berdasarkan wawancara.
13 Seseorang yang sangat yakin bahwa dirinya adalah seorang
nabi yang sedang diutus oleh tuhan. Gejala ini disebut
dengan waham.

81
Lampiran 3. Lembar Kuesioner Kepatuhan Minum Obat

KUESIONER KEPATUHAN MINUM OBAT

Petujuk pengisian : berilah tanda ( √ ) pada kolom jawaban yang sudah


tersedia

Perilaku Minum Obat

No Pertanyaan Jawaban
Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak
kadang pernah
1 Saya minum obat
sesuai petunjuk dokter.
2 Saya menyembuyikan
obat ketika saya malas
minum obat.
3 Saya berpura-pura
minum obat dengan
cara meletakkan obat
dibawah lidah.
4 Saya memperlihatkan
lidah saya kepada
keluarga untuk
memastikan bahwa
obat sudah ditelan.
5 Saya membawa obat
ketika saya berpergian
atau meninggalka
rumah.
6 Saya memberikan ke

82
dokter ketika saya rutin
minum obat.
7 Ketika saya merasa
sudah baik, saya tetap
rutin untuk minum
obat.

Minum Obat Sesuai Dosis

No Pertanyaan Jawaban
Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak
kadang pernah
8 Saya minum obat
sesuai dengan aturan
saya sendiri.
9 Saya minum obat tanpa
pengawasan dari
keluarga.
10 Saya minum obat
sesuai dari dosis yang
terulis.
11 Saya patuh
melaksanakan rawat
jalan di puskesmas.
12 Saya menghentikan
minum obat sebelum
waktunya.
13 Saya kesulitan untuk
mengikuti aturan
minum obat.

83
Lampiran 4. Lembar Identitas Pasien

Nama klien :
Alamat: Tanggal :
Karakteristik klien dengan Skizofren

Tangal lahir/ Umur


Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
Tingkat Pendidikan Tidak ekolah
SD
SMP
SMA
D3/SI
Lainnya, sebutkan

Pekerjaan Tidak bekerja


Karyawan
Wiraswasta
PNS
Petani
Lainya, sebutkan

Lama pengobatan

84
Lampiran 5. Lembar Identitas Keluarga Pasien

Nama keluarga :
Alamat : Tanggal :
Karakteristik Keluarga Klien Skizofrenia

Tangal lahir/ Umur


Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
Tingkat Pendidikan Tidak ekolah
SD
SMP
SMA
D3/SI
Lainnya, sebutkan

Pekerjaan Tidak bekerja


Karyawan
Wiraswasta
PNS
Petani
Lainya, sebutkan

Lama merawat pasien skizofernia

85
105
106
107
108

Anda mungkin juga menyukai