Anda di halaman 1dari 24

Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.

Thabrie Akma

1. UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN

I. PENGERTIAN
1. ARTI HUKUM
Pengaturan agar setiap anggota masyarakat dapat memeperoleh semaksimal keuntungan
dan kemanfaatan dalam masyarakat itu dengan tidak merugikan anggota masyarakat
lainnya.
2. PENGGOLONGAN HUKUM
Penggolongan hokum itu diantaranya dengan Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Adat,
Hukum Islam, Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Negara, Hukum Negara, Hukum
Atar Negara, dll.
3. ARTI BEBERAPA PENGGOLONGAN HUKUM
A. Hukum Pidana
Hukum Pidana hukum yang mengatur anggota masyarakat dalam rangka terjadinya suatu
kejahatan atau pelanggaran.
Contoh: Pembunuhan, Pencurian dll.
B. Hukum Perdata
Hukum Perdata ialah yang mengatur hubungan anggota masyarakat dalam rangka
terjadinya suatu ikatan hukum.
Contoh : Jual beli, Hutang piutang dll.
C. Hukum Adat
Hukum Adat ialah hukum yang mengatur hubungan anggota masyarakat dalam rangka
susunan adapt kebiasaan masyarakat setempat.
Contoh : Pengaturan tentang tanah, pengaturan tentang perkawinan dll.
D. Hukum Islam
Pengaturan-pengaturan menurut Agama Islam sejauh mengenai hubungan kekeluargaan
dalam Islam
Contoh : Hukum kewarisan, hukum perkawinan dll.
E. Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur cara-cara petugas-
petugas Negara mengurus pemerintah dan mengurus anggota masyarakat dalam Negara
itu.
Contoh: Bagaimanan pegawai pemerintah menjalankan tugasnya.

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 1


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

F. Hukum Tata Negara


Hukum Tata Negara ialah ketentuan yang mengatur bagaimana susunan Negara dan
peralatannya dan mengatur wewenang dari peralatan-peralatan Negara itu.
Contoh :Apakah Pemerintah Pusat, dan apakah Pemerintah Daerah?
Perbedaan antara Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara :
- Hukum Tata Negara, mengatur Negara dalam keadaan diam;
- Hukum Administrasi Negara, mengatur Negara dalam keadaan bergerak.
G. Masuk Penggolongan Hukum Apakah, Hukum Pertambangan Itu
Sayuti Thalib berpendapat bahwa hukum pertambangan dapat digolongkan kepada Hukum
Administrasi Negara.
Hukum Pertambangan mengatur hubungan mereka yang akan menambang dengan Negara
atau Pemerintah.

II. SEJARAH UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN INDONESIA


1. ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA
• Indonesia Mijn Wet Stbl. 1899, berlaku 1907;
• Tahun 1910, dirubah dengan menambah pasal 5a , dikenal 5a contrat;
• Mijn Politie Regelement (MPR) No.341, 1930 berlaku sampai sekarang; penggantinya
masih dalam proses.
2. ZAMAN INDONESIA MERDEKA
• Kekayaan alam Indonesia, diharapkan menjadi sumber pembiayaan; tapi masih dikuasai
oleh perusahaan Belanda;
• 1950 Mosi Mr.Teuku Mohammad Hassan dkk. Di DPR, untuk mengganti UU
Pertambangan produk Belanda;
• Dibentuk Panitia, Ketua : Mr.Muh.Rum, Kabinet Parlemter; kerja Panitia tersendat;
• Tahun 1959,telah tersusun draft;
• Belum diundangkan, sebab hamper seluruh usaha pertambangan milik Belanda;
• 1959, dikeluarkan UU No.10; tentang pembatalan hak-hak pertambangan yang ada
diIndonesia; sebanyak 2871 buah;
• 1961,dibatalkan lagi 4 buah;
• Tahun 1960;keluar UU No.37 Prp,tentang Pertambangan;
• Tahun 1960;keluar UU No 44 Prp,tentang Minyak & Gas Bumi;
• PP No.39-1960; tentang Penggolongan Bahan Galian;
• PP No.25-1964; tentang Penggolongan Bahan Galian;
• PP No.27-1980; tentang Penggolongan Bahan Galian;
• UU No.11-1960;tentang Ketentuan pokok Pertambangan;
Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 2
Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

III. UNDANG-UNDANG POKOK PERTAMBANGAN NO. 11 TAHUN 1967

Pasal 1. Penguasaan Bahan Galian


Segala bahan galian yang terdapat dalam wilayah Hukum Pertambangan Indonesia yang
merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah
kekayaan Nasional bangsa Indonesia dan oleh karenanya dikuasai dan dipergunakan
olehNegara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pasal 2. Istilah-istilah
Bahan galian:
Unsur-unsur kimia mineral-mineral. bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-batu
mulia, yang merupakan endapan-endapan alam.

Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia:


Seluruh kepulauan Indonesia. tanah di bawah perairan Indonesia dan paparan benua
(continental shelf) kepulauan Indonesia..

Kuasa Pertambangan:
Wewenang yang diberikan kepada Badan/Perseorangan untuk -me k-melaksanakan usaha
pertambangan

Pertambangan Rakyat :
Adalah suatu usaha pertambangan bahan galian dari semua golongan A, B dan C seperti
yang dimaksudkan dalam pasal 3 ayat (1) yang dilabikan oleh rakyat setempat secara kecil-
kecilan atau secara gotong royong dengan alat-alat sederhana untuk pencaharian sendiri.

Pasal 3. Penggolongan Bahan Galian


Dasar pikiran
1. Nilai penting dan pemanfaatan untuk Negara dan hajat hidup orang banyak.
• Pembangunan
• Perekonomian
• Hajat hidup orang bayak
2. Dari segi sifat dan keadaan bahan galian
Terdapat dialam (genesa) penggunaan di industri banyak tidaknya di Indonesia

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 3


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

Hubungan dengan pengusahaan


Siapa dan badan apa yang berhak mengusahakan :
GolÆ A Pemerintah dan BUMN
GolÆ B dan C Pemerintah,BUMN,Koperasi dan Swasta

Pemberian izin (wewenang)


Gol A dan B : Menteri
Gal C : Gubernur

Pasal 5 Pengusahaan Pertambangan


Penentuan siapa yang dapat mengusahakan pertambangan bahan tergantung pada golongan
bahan tersebut.
1. Bahan galian golongan A (strategis) hanya dapat diusahakan oleh :
• Instansi Pemerintah Pusat
• Perusahan Negara
• Pemerintah/Perusahaan Daerah
2. Bahan galian golongan B (Vital) dan C
• Disamping oleh mereka yang tersebut di atas
• Juga dapat diusahakan oleh Koperasi dan Swasta

Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia


Meliputi :
• Dataran. Kepulauan Indonesia;
• Tanah di bawah laut dalam Wilayah Perairan Indonesia (12 mil dari batas);
• Landas Kontinen. Indonesia (di luar perairan Indonesia, dulu berdasarkan Hukum Laut
1958);
™ Kedalaman 200 meter
™ Masih ditambang.

• Landasan kontinen menurut Konfinen Hukum Laut 1982, 200 mil dari garis pangkal dan
dapat diperluas menjadi 350 mil. hasil dalam 200 mil dimilild sepenuhnya oleh Negara
pantai. sedangkan hasil dari daerah yang 150 mil lagi diperhitungkan, semacam
pembayaran kepada Organisasi Dunia, pasal 76.

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 4


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

IV. RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN UMUM


Dasar perbedaan UU No.11/1967 dengan Rancangan Undang-undang Pertambangan Umum
adalah :
• Dalam Undang-undang No.11/1967 lebih menekannkan terhadap percepatan
terlaksananya pembangunan ekonomi nasional dalam mewujudkan masyarakat Indonesia
yang adil dan makmur.
• Rancangan Undang-undang Pertambangan Umum lebih ditekannkan pada pengelolaan
bahan galian secara efisien, transfaran, dan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
dan berkeadilan.
Tabel 1.
Perbedaan Antara UU NO.11 dengan RUU Pertambangan Umum

NO
UU NO 11/1967 RUU PERTAMBANGAN UMUM
BAB

pengertian bahan galian mempunyai penjelasan


Pengertian Bahan Galian mencakup
yang lebih khusus seperti bituminen padat, air
mineral bijih, batuan dan endapan
bawah tanah, panas bumi, serta mineral radioaktif
alam
yang mempunyai nilai ekonomis.

Penyelidikan umum tidak hanya bertujuan untuk


Penyelikan umum bertujuan untuk
mendapatkan tanda-tanda adanya bahan galian,
mengetahui tanda-tanda adanya
ttetapi juga untuk mengetahui gambaran umum
endapan bahan galian
kualitas bahan galian tersebut.
I KETENTUAN UMUM
Ekplorasi bertujuan untuk mengetahui lokasi,
Ekplorasi bertujuan untuk
bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumberdaya
menetapkan secara teliti adanya dan
terukur dari bahan galian tersebut dengan sesuai
sifat letak bahan galian
dengan teknim pengambilan contoh
Pengolahan dan pemurnian
Pengolahan dan pemurnian merupakan bagian dari
merupakan pekerjaan yang bertujuna
konstruksi yang berupa tahapan usaha
untuk meningkatkan mutu dari bahan
pertambangan
galian
Kuasa pertambangan berubah menjadi Izin usaha Pertambangan
Bahan Galian Vital dan Strategis
PENGGOLONGAN Tidak terdapat penggolongan jenis Bahan Galian,
pengaturan usaha oleh
DAN PELAKSANAAN dan pengelolaan Bahan Galian dilakukan oleh
II mentri,sedangkan Bahan Galian
PENGUASAAN BAHAN Pemerintah pusat dan Daerah yang terdapat dalam
Industri dikelola oleh Pemerintah
GALIAN wilayah hukum pertambangan Indonesia
Daerah
KEWENANGAN
PENGELOLAAN Yang berwenang adalah Pemerintah Pusat,Propinsi
III TIDAK DIBAHAS
PERTAMBANGAN dan Pemerintah Kota
UMUM
PENGUSAHAAN DAN
Bahan Galian dibagi menjadi bituminen padat, air
PENGGOLONGAN
IV Penggolongan Bahan Galian A,B,C. bawah tanah, panas bumi, serta mineral radioaktif
USAHA
yang mempunyai nilai ekonomis
PERTAMBANGAN
Ijin usaha pertambangan dikeluarkan
oleh menteri dengan didasari oelh Usaha pertambangan diberikan kepada
IJIN USAHA pertimbangan-pertimbangan ekonomi BUMN,BUMD,PT,Koperasi dan Perorangan dengan
V
PERTAMBANGAN dan perkembangan pertambangan perwenangan menteri yang kemudian mendapat
yang dapat menguntungkan bagi persetujuan oleh Pemerintah daerah
negara
Merupakan bentuk usaha patungan
antar pemodal asing dengan Merupakan bentuk usaha patungan antar pemodal
PENANAMAN MODAL
perorangan atau badan hukum asing dengan perorangan atau badan hukum
VI ASING DALAM USAHA
Indonesia yang lebih lanjut diatur Indonesia yang lebih lanjut diatur dalam peraturan
PERTAMBANGAN
dalam peraturan pemerintah yang pemerintah yang dikonsultasikan pasa DPR
dikonsultasikan pada DPR

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 5


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

Hak-hak, ketentuan waktu kegiatan serta luas


wilayah usaha pertambangan yang dimiliki oleh
pemegang IUP dan PUP dalam melaksanakan
HAK PEMEGANG IUP
VII Tidak diatur kegiatan pertambangan meliputi kegiatan
DAN PUP
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi dan operasi produksi sesuai dengan jenis
bahan galian
KEWAJIBAN
VIII PEMEGANG IUP DAN Tidak diatur Kewajiban dari pemegang IUP dan PUP
PUP
PENGGUNAAN LAHAN
UNTUK KEGIATAN Perbedaan terletak pada kegiatan usaha pertambangan harus memiliki kriteria dalam
USAHA pemilikan dan pemakaian hak atas tanah milik negara dan juga pungutan, serta peyelesaian
IX
PERTAMBANGAN DAN dan ketentuan hak tanah diatur undang-undang, kemudian ada beberapa tempat yang tidak
PUNGUTAN- dapat dilaksanakannya usaha pertambangan
PUNGUTAN NEGARA

Perbedaan terletak pada pengawasan yang dilakukan dan ditaati oleh aparat daerah
PENGAWASAN
X setempat dan jua penjelasan pelaporan pelaksanaan usaha pertambangan 6 bulan sekali
PERTAMBANGAN
pada pemerintah, permasalahan pembinaan dan pengawasan

Perbedaanya berdasarkan besarnya denda dan lamanya kurungan penjara ayng dijatuhkan
XI KETENTUAN PIDANA
pada pemilik kuasa pertambangan

KETENTUAN
Perbedaan terletak pada peraturan pelaksanaan pengalihan kuasa pertambangan serta hak
XII PERALIHAN DAN
dan kuasa pertambangan perusahaan
PENUTUP

V. UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN


DAERAH
Inti dari Undang-Undang N0.22
1. dalam penyelenggaraan otonomi daerah , dipandang perlu untuk lebih menekankan
pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan,
serta memperhatikan potensi dan keanakeragaman daerah;
2. dalam menghadapi perkembangan baik didalam negeri dan, serta persaingan global,
dipandang perlu meyelenggarakan Otonomi daerah dengan memberikan kewenangan
yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional, yang
diwujjudkan dengan peraturan, pembagian , dan pemanfaatan sumberdaya nasional,
serta perimbangan keuangan pusat atau daerah, sesuai dengan prinsip demokrasi,
peran-serta masyarakat , pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman
Daerah yang dilaksanakan dalam kerangka Negara kesatuan Republik Indonesia.

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 6


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

VI. KEPMEN ESDM NO. 1453.K/29/29/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN


TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN DI BIDANG
PERTAMBANGAN

BAB I PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN


Pasal 1
zUsaha pertambangan umum baru dapat dilaksanakan apabila telah mendapatkan Kuasa
Pertambangan (KP), Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B) dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral/Gubernur/
Bupati/Walikota sesuai lingkup kewenangan masing-masing.

zUsaha Pertambangan dalam rangka KK dan PKP2B harus dilakukan oleh Badan hukum
yang bergerak di bidang usaha pertambangan umum.

zPersyaratan, prosedur dan format permohonan perizinan KP, KK dan PKP2B sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 1 sampai dengan III Keputusan Menteri ini.

BAB IV PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN


Pasal 8
z Penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang pertambangan umum oleh Propinsi atau
Kabupaten/ Kota diselaraskan dengan potensi sumber daya mineral, sumberdaya
manusia, pendanaan dan organisasi penyelengaraannya.
z Organisasi penyelenggaraannya pemerintah dibidang pertambangan umum disusun
berdasarkan fungsi-fungsi :
™ pengaturan;
™ pemrosesan perizinan;
™ pembinaan usaha
™ pengawasan eksploitasi, produksi, keselamatan dan kesehatan kerja (K3), lingkungan
dan konservasi;
™ pengelolaan informasi pertambangan
™ pengevaluasian dan pelaporan kegiatan
z Pemangku jabatan yang melaksanakan fungsi-fungsi organisasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) agar didasarkan atas kompetensi sebagaimana tercantum dalam Lampiran
VIII Keputusan Menteri ini.

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 7


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


Pasal 9
z Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan usaha pertambangan umum terhadap pemegang
KP, KK dan PKP2B dilakukan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Gubernur,
Bupati/Walikota sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
zPembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi aspek :
™ eksplorasi;
™ produksi dan pemasaran;
™ keselamatan dan kesehatan kerja (K3);
™ lingkungan;
™ Konservasi;
™ tenaga kerja;
™ barang modal;
™ jasa pertambangan;
™ pelaksanaan penggunaan produksi dalam negeri;
™ penerapan standar pertambangan;
™ investasi, divestasi dan keuangan
z Pelaksanaan pengawasan langsung di lapangan terhadap aspek produksi dan pemasaran,
konservasi, K3 serta lingkungan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Gubernur,
Bupati/Walikota sesuai lingkup dan kewenangan masing-masing dilakukan sekurang-
kurangnya 6 (enam) bulan sekali.

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 8


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

PROSEDUR PERMOHONAN KP, KK DAN PKP2B KEPMEN ESDM NO. 1453 K/29MEM/2000
z PROSEDUR PERMOHONAN KP PADA WILAYAH KEWENANGAN BUPATI/WALIKOTA

MESDM GUBERNUR

2a 2b

BUPATI/
WALIKOTA

1 2

PEMOHON

Keterangan :
1. Permohonan diajukan ke Bupati/Walikota
2. Bupati/Walikota memproses permohonan, setelah Surat Keputusan terbit disampaikan ke
Pemohon
2a. Tembusan Surat keputusan disampaikan ke MESDM
2b. Tembusan Surat Keputusan disampaikan ke Gubernur
z PROSEDUR PERMOHONAN KP PADA WILAYAH KEWENANGAN GUBERNUR

MESDM

2a

GUBERNUR
2b
1
BUPATI/
2 WALIKOTA

PEMOHON

Keterangan :
1. Permohonan diajukan ke Gubernur
2. Gubernur memproses permohonan, setelah Surat Keputusan terbit disampaikan ke
Pemohon
2a.Tembusan Surat keputusan disampaikan ke MESDM
2b.Tembusan Surat Keputusan disampaikan Bupati/Walikota

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 9


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

z PROSEDUR PERMOHONAN KK/PKP2B (PMDN/PMA) PADA WILAYAH KEWENANGAN


BUPATI / WALIKOTA

4b
DINAS PENANAMAN
MODAL

3b 3a
DPRD
BUPATI/WALIKOTA KABUPATEN/KOTA
4a

1 2 5

PEMOHON 6

DESDM

PROPINSI

Keterangan :
1. Permohonan diajukan ke Bupati/Walikota
2. Bupati/Walikota memberikan persetujuan prinsip.
3a. Bupati/Walikota melakukan konsultasi kepada DPRD Kabupaten/Kota (Standar Kontrak
disusun oleh Pemerintah).
3b. Permohonan Rekomendasi Dinas Penanaman Modal
4a. DPRD Kabupaten/Kota memberikan Rekomendasi
4b. Dinas Penanaman Modal mendirikan Rekomendasi.
5. Bupati/Walikota bersama pemohon menandatangani Kontrak.
6. Kontrak ditembuskan kepada Propinsi dan DESDM

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 10


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

z PROSEDUR PERMOHONAN KK/PKP2B (PMDN/PMA) PADA WILAYAH KEWENANGAN


GUBERNUR

4b
BKPMD

3b 3a

GUBERNUR DPRD PROPINSI


4a

1 2 5

PEMOHON 6

DESDM

KABUPATEN/KOTA

Keterangan :
1. Permohonan diajukan ke Gubernur
2. Gubernur memberikan persetujuan prinsip.
3a. Gubernur melakukan konsultasi kepada DPRD Propinsi (Standar Kontrak disusun oleh
Pemerintah).
3b. Permohonan Rekomendasi ke BKPMD
4a. DPRD Propinsi memberikan Rekomendasi
4b. BKPMI memberikan Rekomendasi.
5. Gubernur bersama pemohon menandatangani Kontrak.
6. Kontrak ditembuskan kepada Kabupaten/Kota dan DESDM

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 11


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

2. K3 PERTAMBANGAN

I . Sejarah Keselamatan Kerja

“Adam dan Hawa di Sorga, Peraturan Keselamatan Kerja, jangan dekati pohon larangan”.
• 1700 Tahun Sebelum Masehi
Babilonia, Hamurabi “ Bila seorang ahli bangunan membuat rumah untuk seseorang,
pembuatan tidak sempurna Î Roboh Î ahli bangunan dibinasakan, bila anak
pemilik korban jadi korban Î anak ahli bangunan dibunuh.
• Mozai 1300 Tahun Sebelum Masehi
Ahli bangunan bertanggung jawab atas keselamatan pekerja “Bila membangun
rumah baru Î agar pekerja tidak jatuh tiap ujung atap rumah harus diberi pagar
pengaman
• 80 Tahun Sesudah Masehi Roma
Plinius pekerja tambang harus memakai tutup hidung atau masker
• Tahun 1450, Dominico Fontana
Membuat Obelist, Dist, Pieter, Roma “Mengharuskan pekerja memakai topi baja”.

II . Definisi /Batasan

PENGERTIAN
1. Secara Filosofis
Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin baik secara jasmani maupun rohaniah tenaga
kerja khususnya dan manusia pada umunya serta menjamin kebutuhan dan kesempurnaan
hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur.
2. Secara Keilmuan
Suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan atau
menanggulangi terjadinya kecelakaan ditempat kerja termasuk peledakan, kebakaran dan
penyakit akibat kerja.
3. Secara Praktis
Merupakan salah satu usaha atau upaya perlindungan terhadap tenaga kerja.

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 12


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

III . Filosofi Dasar Terjadinya Kecelakaan dan Pencegahannya

Gambar 1
Lima Langkah Pencegahan Terjadinya Kecelakaan

Sasaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja


™ Mencegah terjadinya kecelakaan;
™ Mencegah timbulnya penyakit akibat pekerjaan;
™ Mencegah / mengurangi kecelakaan;
™ Mencegah / mengurangi cacat tetap;
™ Mengamankan material, konstruksi pemakaian, pemeliharaan bangunan-bangunan,
alat-alat kerja, mesin-mesin, pesawat-pesawat, instalasi-instalasi dsb;
™ Meningkatkan produktivitas kerja tanpa memeras tenaga kerja dan menjamin
kehidupan produktifnya;
™ Mencegah pemborosan tenaga keria, modal, alat-alat dan sumber-sumber produksi
lainnya sewaktu kerja tersebut;

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 13


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

™ Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman sehingga dapat
menimbulkan kegembiraan dan semangat kerja
™ Memperlancar, meningkatkan dan mengamankan produksi, industri serta
pembangunan

IV . Teori Domino

DOMINO SEQUENCE (HW. Heinrich, 1959)

This theorem shows that:


1. Industrial injuries result from accidents
2. Accidents are caused directly by
a. The unsafe acts of person or
b. Exposure to unsafe mechanical conditions
3. Unsafe actions and conditions are caused by faults of person
4. Faults of persons are created by environment or acquired by inheritance

Chronologically, this theorem is stated must be reversed

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 14


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

Gambar 2
Teori Domino

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 15


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

IV . Statistika Kecelakaan

ƒ Meliputi kecelakaan yang diderita pada waktu menjalankan pekerjaan yang berakibat
kematian, kelainan-kelainan, penyakit-penyakit akibat kerja
ƒ Dapat pula mencakup kecelakaan Yang dialami tenaga kerja Selama dalam perjalanan
ke atau dari perusahaan
ƒ Berguna mentlai kecelakaan bertambah atau berkurang, dan efektifnya usaha
pencegahan
ƒ Sebagai alat pembanding darl tahun ke tahun, satu perusahaan ke lain perusahaan,
satu daerah ke daerah lain, satu negara ke negara lain
ƒ Untuk kepastian pencegahan kecelakaan, memberikan keterangan lengkap, sebab
frekuensi, perusahaan dan pekerjaan faktor lain mempengaruhi resiko kecelakaan
(pencegahan kecelakaan)
ƒ Untuk keputusan administrasi dan kornpensasi mesti menunjukkan banyaknya
kecelakaan menurut tingkat besarnya, lamanya cacat dan besarnya uang yang dibayar
untuk kompensasi

Perhitungan Angka-angka Kecelakaan

™ FREQUENCY RATE
THE NUMBER OF DESABLING INJURIES PERMILLION MAN HOURS WORKED
FORMULA: FR =

Number of disabling injuries x 1, 000, 000

Number of man hours worked

™ SEVERITY RATE
The number of days charged for disabling (lost – time), injuries per million man hours
worked
The time charge
1) The number of actual calendar days including holidays or plant shutdowns)
2) Specific time chargers taken from a table is tablished by the American standards
Association are used fornel other lost time cases (deaths, permanent total, and
permanent partial disablities)

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 16


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

Formula: SR =

Total days Charged X 1000

Number of man hours worked

VI . Model Penyebab dan Penanggulangan

Gambar 3.
Model Penyebab Kecelakaan

PENCEGAHAN KECELAKAAN

‰ Penelitian bersifat teknik


‰ Penelitian Psikologis
‰ Penelitian secara statistik
‰ Riset medis
‰ Latihan – latihan
‰ Penggairahan
‰ Asuransi
‰ Usaha K – 3 pada tingkat perusahaan
‰ Pengawasan
‰ Standarisasi
‰ Peraturan perundangan

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 17


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

VII . Kecelakaan Tambang dan Penggolongan Penggolongan Cidera


(KEPMEN P.E. No. 555.K / 26 / M.PE / 1995 tentang K3
PERTAMBANGAN UMUM)

Pasal 26
Persyaratan:
1. Pekerja Tambang harus memenuhi persyaratan yang sesuai dengan sifat pekerjaan yang
akan diberikan kepadanya dan harus sehat jasmani dan rohani
2. Dilarang bagi pekerja tambang wanita bekerja pada tambang bawah tanah kecuali yang
bertugas dalam pekerjaan kesehatan atau melaksanakan tugas belajar, penelitian dan
mendapatkan rekomendasi dari Kepala Teknik Tambang
3. Dialrang menugaskan pekerja tambang bekerja seorang diri pada tempat yang terpencil
atau dimana ada bahaya yang tidak diduga (kecuali tersedia alat komunikasi yang langsung
dengan pekerja lain yang berdekatan).
4. Dilarang mempekerjakan pekerja tambang dalam keadaaan sakit atau karena sesuatu
sebab tidak mampu bekerja secara normal.
5. Apabila dari hasil penyelidikan Pelaksana Inspeksi Tambang, Kepala Teknik Tambang atau
Kepala Bagian Tambang bawah tanah ternyata ditemukan pekerja tambang melanggar
Keputusan Menteri ini dengan sengaja, maka pekerja tambang tersebut dapat dikenakan
sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 27
Pemeriksaan Kesehatan:
1 Para pekerja tambang berhak untuk mendapatikain pemeriksaan kesehatannya yang
menjadi kewajiban perusahaan.
2 Pekerja tambang harus diperiksa kesehatannya (pemeriksaan menyeluruh) secara berkala
oleh Dokter yang berwenang
3 Pekerja tambang bawah tanah harus diperiksa kesehatannya sekurang-kurangnya dua kali
setahun.
4 Pekerja tambang yang bakerja di tempat yang dapat membahayakan paru-paru, harus
dilakukan pemeriksaan kesehatan secara khusus.
5. Berdasarkan ketentuan yang berlaku .Kepala pelaksana Inspeksi Tambang dapat
menetapkan pemeriksaan kesehatan pekerja tambang yang menangani bahan berbahaya
oleh dokter yang berwenang.

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 18


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

Pasal 32
Kewajiban
1. Pekerja Tambang harus mematuhi Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2. Pekerja Tambang wajib melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tata cara kerja yang aman.
3. Pekerja Tambang selama waktu bekerja wajib untuk :
ƒ Memperhatikan atau menjaga keselamatan dirinya serta orang lain yang mungkin
terkena dampak perbuatannya dan
ƒ Segera mengambil tindakan dan atau melaporkan kepada pengawas tentang keadaan
yang menurut pertimbangannya akan dapat menimbulkan bahaya
4. Pekerja Tambang yang melihat atau mendengar adanya penyimpangan pelaksanaan
pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib dengan segera melaporkan kepada
pengawas yang bertugas.
5. Pekerja Tambang wajib menggunakan dan merawat alat-alat pelindung diri dalam
melaksanakan tugasnya.
6. Memberikan keterangan yang benar apabila diminta keterangan olek Pelaksana Inspkesi
Tambang atau Kepala Teknik Tambang
7. Pekerja Tambang berhak menyatakan keberatan kerja kepada atasannya apabila
persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja tidak dipenuhi.

Pasal 39
Kecelakaan Tambang harus memenuhi 5 (lima) unsur sebagai berikut :
1. Benar – benar terjadi;
2. Mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang yang diberi izin oleh Kepala Teknik
Tambang;
3. Akibat kegiatan usaha pertambangan
4. Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cidera atau setiap saat orang yang
diberi izin dan
5. Terjadi didalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 19


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

Pasal 40
Penggolongan Cidera Akibat Kecelakaan Tambang
Cidera akibat kecelakaan tambang harus dicatat dan digolongkan dalam kategori sebagai
berikut :
a. Cidera Ringan
Cidera akibat kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tambang tidak mampu
melakukan tugas semula lebih 1 hari dan kurang dari 3 minggu, termasuk hari minggu dan
hari libur
b. Cidera Berat
1. Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu
melakukan tugas semula selama lebih dari 3 minggu termasuk hari Minggu dan hari-hari
libur.
2. Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang cacat tetap
(invalid) yang tidak mampu menjalankan tugas semula dan,
3. Cidera akibat kecelakaan tambang tidak tergantung dari lamanya pekerja tambang tidak
mampu melakukan tugas semula, tetapi mengalami cidera seperti salah satu dibawah
ini:
a) Keretakan tengkorak kepala, tulang punggung, pinggul, lengan bawah, lengan atas,
paha, atau kaki.
b) Pendarahan didalam, atau pingsan disebabkan kekurangan oksigen;
c) Luka berat atau luka terbuka/terkoyak yang dapat mengakibatkan ketidakmampuan
tetap dan
d) Persendian yang lepas dimana sebelumnya tidak pernah terjadi
c. Mati
Kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tambang mati dalam waktu 24 jam
terhitung dari waktu terjadinya kecelakaan tersebut

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 20


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

VIII . Biaya Akibat Kecelakaan

Tabel 2
Biaya Dari Kecelakaan

Material,
Compensation Legal / Time / Productivity
Equipment and Miscellaneous
And Benefits Litigation And Production
Property
Medical and Legal fees Product Replacement Loss of customers Consultant fees
Rehabilitation and
Penalties, Observing the accident returned products PR Activities
Pension and Lump fines, and and accompanying victim
sum payments citations to hospital Transportation cost
Equipment for victims
Replaced wages Expert witness Investigator’s Time replacement Capital
expenditures
Death Benefits Settlements Cleanup and salvage

Long term Disbility Union Laboratory Cost Rental costs for


grievances replacement
Repair of Equipment and equipment
Facilities
Process /
Retraining Replacement Material
Workers downtime and
loss
Decreased efficiency of
replacements Emergency
Supplies
Overtime clean-up
materials
Product Rejects

Light Duty Cost

Clean up Materials

Set-up / Start-up Cost

STATUTORY DAYS CHARGED


(MSHA)

Disability Lost Workdays Charged

Death …………………………………………………………….. 6,000


Permanent Total Disability …………………………………….…… 6,000
Dismemberment or Total loss of use
Arm above below …………………………………………... 4,500
Arm at or below elbow and above wirst …………………… 3.600
Hand at wrist ………………………………………………. 3.000
Leg above knee ……………………………………………. 4.500
Leg at or below knee ………………………………….…… 3.000
Foot ankle …………………………………………………. 2.400
Loss of Sight :
One eye (whether or not there sight in the other eye)….…… 1.800
Both eyes (in one accident) ………………………………… 6.000
Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 21
Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

Complete industrial loss of hearing :


One ear (whether or not there is hearing in the other ear)….. 600
Both ears (in one accident) ………………………………… 3.000
Unrepaired Hernia …………………………………………….……. 50

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 22


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

XI.ANATOMI KECELAKAAN

1. Pendorong terjadinya kecelakaan


a. Pengawasan pelaksanaan K.K.
b. Mental Karyawan
c. Phisik Karyawan
2. Penyebab langsung
a. Tindakan tidak aman
b. Kondisi tidak aman
3. Kecelakaan
a. Jatuh, terbentur, terjepit
b. Terbakar, kena ledakan dll
4. Akibat kecelakaan
a. Produksi tertunda
b. Kualiatas menurun
c. Luka, mati
d. Kerusakan alat dsb

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 23


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Undang-Undang dan K3 Pertambangan H.Thabrie Akma

X.PENCEGAHAN KECELAKAAN

‰ Penelitian bersifat teknik


‰ Penelitian Psikologis
‰ Penelitian secara statistik
‰ Riset medis
‰ Latihan – latihan
‰ Penggairahan
‰ Asuransi
‰ Usaha K – 3 pada tingkat perusahaan
‰ Pengawasan
‰ Standarisasi
‰ Peraturan perundangan

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 24


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004

Anda mungkin juga menyukai