Anda di halaman 1dari 9

Muhammad Rifqi 1710811210037, Thanio Patra Sandika 1710811310043, Ersan Ilmi

Noorrahman 1710811310010

Di dalam pipa kaca, zat warna akan mengalir dalam satu garis lurus seperti benang yang sejajar
dengan sumbu pipa. Apabila katub dibuka sedikit demi sedikit, kecepatan akan bertambah besar
dan benang warna mulai bergelombang yang akhirnya pecah dan menyebar pada seluruh aliran di
dalam pipa (gambar 1.3).

Kecepatan rerata pada mana benang warna mulai pecah disebut kecepatan kritik.
Penyebaran dari benang warna disebabkan oleh percampuran dari partikel-partikel zat cair selama
pengaliran. Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kecepatan kecil, percampuran
tidak terjadi dan partikel-partikel zat cair bergerak dalam lapisan – lapisan yang sejajar, dan
menggelincir terhadap lapisan sampingnya. Keadaan ini disebut aliran laminer. Pada kecepatan
yang lebih besar, benang warna menyebar pada seluruh penampang pipa, dan terlihat bahwa
percampuran dari partikel-partikel zat cair terjadi; keadaan ini disebut aliran turbulen.
Menurut Reynolds, ada tiga faktor yang mempengaruhi keadaan aliran yaitu kekentalan zat
cair µ (mu), rapat massa zat cair ρ (rho), dan diameter pipa D. Hubungan antara µ, ρ, dan D yang
mempunyai dimensi sama dengan kecepatan adalah µ/ ρ D.
Reynolds menunjukkan bahwa aliran dapat diklasifikasikan berdasarkan suatu angka
tertentu. Angka tersebut diturunkan dengan membagi kecepatan aliran di dalam pipa dengan nilai
µ / ρ D, yang disebut dengan angka Reynolds. Angka Reynolds mempunyai bentuk berikut ini:

Dengan v (nu) adalah kekentalan kinematik. Dari percobaan yang dilakukan untuk aliran air
melalui pipa dapat disimpulkan bahwa pada angka Reynolds rendah gaya kental dominan sehingga
Muhammad Rifqi 1710811210037, Thanio Patra Sandika 1710811310043, Ersan Ilmi
Noorrahman 1710811310010

aliran adalah laminer. Dengan bertambahnya angka Reynolds baik karena bertambahnya
kecepatan atau berkurangnya kekentalan zat cair atau bertambah besarnya dimensi medan aliran
(pipa), akan bisa menyebabkan kondisi aliran laminer menjadi tidak stabil. Sampai pada suatu
angka Reynolds di atas nilai tertentu aliran berubah dari laminer menjadi turbulen.
Berdasarkan pada percobaan aliran di dalam pipa, Reynolds menetapkan bahwa untuk
angka Reynolds di bawah 2.000, gangguan aliran dapat diredam oleh kekentalan zat cair, dan aliran
pada kondisi tersebut adalah laminer. Aliran akan turbulen apabila angka Reynolds lebih besar
4.000. Apabila angka Reynolds berada di antara kedua nilai tersebut (2000<Re<4000) aliran
adalah aliran transisi. Angka Reynolds pada kedua nilai di atas (Re=2000 dan Re=4000) disebut
dengan batas kritik bawah dan atas
1.5. Hukum Tahanan Gesek
Reynolds menetapkan hukum tahanan gesek dengan melakukan pengukuran kehilangan
tenaga di dalam beberapa pipa dengan panjang berbeda dan untuk berbagai debit aliran. Percobaan
tersebut memberikan hasil berupa suatu grafik hubungan antara kehilangan tenaga hf dan
kecepatan aliran V. Gambar 1.4. menunjukkan kedua hubungan tersebut yang dibuat dalam skala
logaritmik untuk diameter pipa tertentu.

Bagian bawah dari grafik tersebut merupakan garis lurus, dengan kemiringan 45°, yang
menunjukkan bahwa hf sebanding dengan V, yang merupakan sifat aliran laminer. Sedang bagian
atas merupakan garis lurus dengan kemiringan n, dengan n antara 1,75 dan 2,0 yang tergantung
pada nilai Re dan kekasaran. Hal ini menunjukkan bahwa hf sebanding dengan Vn, nilai pangkat
yang besar berlaku untuk pipa kasar sedang yang kecil untuk pipa halus. Dari grafik tersebut
terlihat bahwa kehilangan tenaga pada aliran turbulen lebih besar dari aliran laminer. Hal ini
disebabkan karena adanya turbulensi yang dapat memperbesar kehilangan tenaga.
1.6. Aliran Laminer Dalam Pipa
Muhammad Rifqi 1710811210037, Thanio Patra Sandika 1710811310043, Ersan Ilmi
Noorrahman 1710811310010

Di dalam mempelajari aliran zat cair, beberapa faktor yang penting diketahui adalah
distribusi kecepatan aliran, tegangan geser dan kehilangan tenanga selama pengaliran. Ketiga
faktor tersebut untuk aliran laminer akan diberikan dalam sub bab ini, sedang untuk aliran turbulen
akan dipelajari dalam bab II.
Persamaan distribusi kecepatan, tegangan geser dan kehilangan tenaga untuk aliran laminer
dan mantap akan diturunkan untuk aliran melalui pipa lingkaran. Penurunan persamaan-persamaan
tersebut didasarkan pada hukum Newton II.
Gambar 1.5. menunjukkan pipa miring dengan diameter D, di mana aliran adalah mantap
dan laminer. Pada aliran laminer untuk zat cair riil, kecepatan aliran pada dinding batas adalah nol.
Dianggap bahwa distribusi kecepatan pada setiap tampang adalah simetris terhadap sumbu pipa,
sehingga semua titik yang berjarak sama dari sumbu pipa mempunyai kecepatan sama.

I. ALIRAN ZAT CAIR RIIL I


Dipandang suatu silinder kecil dengan jari-jari r, tebal δr, dan panjang δs. Luas tampang lintang
silinder adalah 2πr δr . Gaya-gaya yang bekerja pada silinder adalah:
1. Gaya tekanan pada kedua ujung:
a. Ujung 1 : 2πr δr p
𝑑𝑝
b. Ujung 2 : 2πr δr {𝑝 + ( 𝑑𝑠 )δs}
Muhammad Rifqi 1710811210037, Thanio Patra Sandika 1710811310043, Ersan Ilmi
Noorrahman 1710811310010

2. Gaya tegangan geser pada jarak r dari pusat adalah 2𝜋𝑟𝛿𝑠𝜏 dan pada jarak r +𝛿r adalah:
𝑑𝜏
Fr= 2𝜋𝑟𝛿𝑠[𝜏 + (𝑑𝑟) 𝛿𝑟]

3. Gaya berat silinder : W = 2πr δr δs γ


Hukum newton II tentang gerak :
F=M.a
Oleh karena diameter pipa adalah konstan sehingga kecepatan aliran di sepanjang pipa
adalah konstan, maka percepatan adalah nol, a=0, sehingga:
𝑑𝑝 𝑑𝜏
2𝜋𝑟𝛿𝑟𝑝 − 2𝜋𝑟𝛿𝑟 (𝑝 + 𝑑𝑠 𝛿𝑠) + 2𝜋𝑟𝛿𝑠𝜏 − 2𝜋𝛿𝑠 (𝜏 + 𝑑𝑟 𝛿𝑟)
+ 2𝜋𝑟𝛿𝑟𝛿𝑠𝛾 sin 𝛼 = 0
Persamaan di atas dibagi dengan 2πr δr δs, sehingga menjadi:

Persamaan di atas dikalikan dengan r dr dan kemudian diintegrasikan terhadap r.


𝒅
𝒓 𝒅𝒓 (𝒑 + 𝜸𝒉) + 𝒅(𝝉𝒓) = 𝟎
𝒅𝒔
𝒅
(𝒑 + 𝜸𝒉) ∫ 𝒓 𝒅𝒓 + ∫ 𝒅 (𝝉 𝒓) = ∫ 𝟎
𝒅𝒔

1 𝑑
𝑟2 (𝑝 + 𝛾ℎ) + 𝜏𝑟 = 𝐴 (1.3.a)
2 𝑑𝑠

atau
𝐴 1 𝑑
𝜏= − 𝑟2 (𝑝 + 𝛾ℎ) (1.3.b)
𝑟 2 𝑑𝑠

dengan A adalah konstanta integrasi.


Dari persamaan Newton untuk kekentalan, tegangan geser 𝜏 diberikan oleh persamaan berikut
:
𝑑𝑣
𝜏 =−µ (1.4)
𝑑𝑟

tanda negatip menunjukkan bahwa v berkurang dengan pertambahan r. Substitusi persamaan (1.4)
ke dalam persamaan (1.3.a) didapat :
Muhammad Rifqi 1710811210037, Thanio Patra Sandika 1710811310043, Ersan Ilmi
Noorrahman 1710811310010

1 𝑑 𝑑𝑣
𝑟2 (𝑝 + 𝛾ℎ) − µ 𝑟=𝐴
2 𝑑𝑠 𝑑𝑟

1 𝑑
𝑟 (𝑝+ 𝛾ℎ) 𝑑𝑟 𝐴 𝑑𝑟
2 𝑑𝑠
𝑑𝑣 = −
𝜇 𝜇𝑟

Kondisi batas dari persamaan tersebut adalah dv/dr = 0 untuk r = 0 (lihat distribusi kecepatan
pada gambar 1.7), sehingga didapat koefisien A = 0. Integrasi persamaan tersebut menghasilkan :
𝑑
(𝑝+ 𝛾ℎ) 𝑟2
𝑑𝑠
𝑣= +𝐵 (1.5)
𝜇 4

Kondisi batasnya adalah v = 0 untuk r = a (gambar 1.7). Apabila nilai tersebut dimasukkan
ke dalam persamaan di atas akan diperoleh :
𝑎2 𝑑
0= (𝑝 + 𝛾ℎ) + 𝐵
4𝜇 𝑑𝑠

𝑎2 𝑑
B = − 4𝜇 (𝑝 + 𝛾ℎ)
𝑑𝑠

Substitusikan di atas ke dalam persamaan (1.5) akan didapat :


𝑑
(𝑝+ 𝛾ℎ)
𝑣= 𝑑𝑠
(−𝑎2 + 𝑟 2 )
4𝜇

(𝑎2 + 𝑟 2 ) 𝑑
𝑣= − (𝑝 + 𝛾ℎ) (1.6.a)
4𝜇 𝑑𝑠

Dari persamaan tersebut terlihat bahwa kecepatan maksimum terjadi di pusat pipa, r = 0, yang
mempunyai bentuk :
𝑎2 𝑑
𝑉𝑚𝑎𝑥 = − 4𝜇 (𝑝 + 𝛾ℎ) (1.6.b)
𝑑𝑠

𝑑 𝑉𝑚𝑎𝑥
(𝑝 + 𝛾ℎ) = − 2 (1.6.c)
𝑑𝑠 𝑎 /4𝜇

Apabila persamaan (1.6.c) disubstitusikan ke dalam persamaan (1.6.a) akan didapat :


(𝑎2 + 𝑟 2 ) 𝑉𝑚𝑎𝑥 (𝑎2 −𝑟 2 )
𝑣= − × − 𝑎2 /4𝜇 = 𝑉𝑚𝑎𝑥
4𝜇 𝑎2

𝑟2
𝑣 = 𝑉𝑚𝑎𝑥 (1 − 𝑎2 ) (1.6.d)

Kecepatan rerata dihitung berdasarkan debit aliran dibagi dengan luas penampang.
∫ 𝑣 𝑑𝐴
𝑣= (1.6.e)
𝐴

dengan A = 𝐴 = 𝜋𝑎2 dan dA = 2𝜋𝑟 𝑑𝑟


Muhammad Rifqi 1710811210037, Thanio Patra Sandika 1710811310043, Ersan Ilmi
Noorrahman 1710811310010

𝑎 𝑎 (𝑎2 − 𝑟 2 ) 𝑑
∫0 𝑣 𝑑𝐴 = -∫0 (𝑝 + 𝛾ℎ)2𝜋𝑟 𝑑𝑟
4𝜇 𝑑𝑠

2𝜋 𝑑 𝑎
= − 4µ 𝑑𝑠 (𝑝 + 𝛾ℎ) ∫0 (𝑎2 − 𝑟 2 ) 𝑟 𝑑𝑟

2𝜋 𝑑 𝑎
= − 4µ 𝑑𝑠 (𝑝 + 𝛾ℎ) ∫0 (𝑎2 𝑟 − 𝑟 3 ) 𝑟 𝑑𝑟

2𝜋 𝑑 1 1 𝜋 𝑎4 𝑑
= − 4µ 𝑑𝑠 (𝑝 + 𝛾ℎ)[2 𝑎2 𝑟 2 − 𝑟 4 ] 𝑎0 = − 8 (𝑝 + 𝛾ℎ)
4 µ 𝑑𝑠

Substitusi bentuk tersebut ke dalam persamaan (1.6.e) didapat kecepatan rerata :


𝜋𝑎4 𝑑
(𝑝+ 𝛾ℎ)
8µ 𝑑𝑠
𝑉= − 𝜋𝑎2

𝑎2 𝑑
𝑉 = − 8µ 𝑑𝑠 (𝑝 + 𝛾ℎ) (1.6.f)

Hubungan antara kecepatan rerata dan kecepatan maksimum dapat diperoleh dari substitusi
persamaan (1.6.c) ke dalam persamaan (1.6.f) :
𝑎2 𝑣𝑚𝑎𝑥
𝑉 = − 8µ × − 𝑎2 /4µ

𝑉𝑚𝑎𝑥 = 2𝑉 (1.6.g)
Apabila pipa adalah horizontal (h = konstan), maka dh/ds = 0, sehingga persamaan (1.6.a,b,
dan f) menjadi :
(𝑎2 −𝑟 2 ) 𝑑𝑝
𝑣= − (1.7.a)
4µ 𝑑𝑠

𝑎2 𝑑𝑝
𝑣𝑚𝑎𝑥 = − 4µ 𝑑𝑠 (1.7.b)

𝑎2 𝑑𝑝
𝑉 = − 8µ 𝑑𝑠 (1.7.c)

Apabila panjang pipa adalah L dan penurunan tekanan dp = -Δp (tanda negatif menunjukkan
penurunan tekanan), maka persamaan (1.7.a,b, dan c) menjadi :
(𝑎2 −𝑟 2 ) 𝛥𝑝
𝑣= (1.8.a)
4µ 𝐿

𝑎2 𝛥𝑝
𝑣𝑚𝑎𝑥 = (1.8.b)
4µ 𝐿

𝑎2 𝛥𝑝
𝑉 = (1.8.c)
8µ 𝐿

Persamaan (1.6), (1.7) dan (1.8) adalah bentuk kecepatan aliran melalui pipa.
Muhammad Rifqi 1710811210037, Thanio Patra Sandika 1710811310043, Ersan Ilmi
Noorrahman 1710811310010

Tegangan geser dapat diturunkan dengan cara berikut ini. Untuk h konstan dan konstanta
integrasi A = 0 maka persamaan (1.3.b) menjadi :
1 𝑑𝑝
𝜏 = − 2 𝑟 𝑑𝑠 (1.9.a)

Persamaan (1.7.c) dapat ditulis dalam bentuk :


𝑑𝑝 8µ𝑉
= − (1.9.b)
𝑑𝑠 𝑎2

Substitusi persamaan (1.9.b) ke dalam persamaan (1.9.a) akan diperoleh :


1 8µ 4µ𝑉𝑟
𝜏 = 𝑟 𝑉=
2 𝑎2 𝑎2
𝑟
𝜏 = 4µ𝑉 𝑎2 (1.10)

Persamaan (1.10) adalah distribusi tegangan geser pada tampang pipa yang berbentuk garis lurus
dengan 𝜏 = 0 pada pusat pipa dan maksimum di dinding pipa.
Kehilangan tenaga selama pengaliran melalui pipa diturunkan dengan menggunakan gambar
1.6. Seperti terlihat dalam gambar tersebut, kehilangan tenaga tanpa pada pengaliran antara titik 1
dan 2 adalah :
𝑃1 𝑉12 𝑃2 𝑉22
ℎ𝑓 = ( 𝛾 + )-(𝛾 + )
2𝑔 2𝑔

karena V1 = V2, maka :


𝑃1 𝑃2 𝛥𝑝
ℎ𝑓 = − =
𝛾 𝛾 𝛾

Apabila nilai Δp dari persamaan (1.8.c) disubstitusikan ke dalam bentuk di atas, akan diperoleh :

Gambar 1.6. Kehilangan tenaga

𝑉 8µ𝐿 8µ𝑉𝐿
ℎ𝑓 = 𝛾 =
𝑎2 𝑔𝑎2
Muhammad Rifqi 1710811210037, Thanio Patra Sandika 1710811310043, Ersan Ilmi
Noorrahman 1710811310010

32𝑣𝑉𝐿
ℎ𝑓 = (1.11)
𝑔𝐷 2

dengan v (nu) adalah kekentalan kinematic. Persamaan ini dikenal sebagai persamaan Poiseuille.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa aliran laminar tidak dipengaruhi oleh bidang batas
atau kekerasan dinding. Gambar 1.7. menunjukkan distribusi kecepatan dan tegangan geser di
dalam pipa lingkaran. Tegangan geser pada dinding pipa biasanya diberi notasi 𝜏𝑜.

Gambar 1.7. Distribusi kecepatan dan tegangan geser

Contoh 1
Tentukan koefisien koreksi energy α dan momentum β untuk aliran laminar melalui pipa
lingkaran.
Penyelesaian
Bentuk koefisien koreksi energy dan momentum telah dipelajari dalam buku Hidraulika I
(Bambang Triatmodjo, 1993). Dalam contoh soal ini akan dihitung nilai tersebut untuk aliran
laminar melalui pipa.
a. Koefisien koreksi energi
3
∫ 𝐴𝑉 𝑑𝐴
𝛼= (1)
𝐴𝑉 3

Luas tampang lintang lingkaran :


A = π 𝑟2
Bentuk diatas didiferensialkan :
𝑑𝐴 = 2 π 𝑟 𝑑𝑟
Persamaan (1) menjadi :
𝑟
∫0 𝑣 3 2𝜋𝑟 𝑑𝑟
𝛼= 𝜋𝑎2 𝑉 3

Distribusi kecepatan pada aliran laminer :


Muhammad Rifqi 1710811210037, Thanio Patra Sandika 1710811310043, Ersan Ilmi
Noorrahman 1710811310010

(𝑎2 −𝑟 2 ) 𝑑𝑝
𝑣=− (2)
4µ 𝑑𝑠

Kecepatan aliran rerata :


𝑎2 𝑑𝑝
𝑉 = − 8µ 𝑑𝑠 (3)

Substitusikan persamaan (2) dan (3) ke dalam persamaan (1) akan didapat :
𝑎 1 𝑑𝑝 3
∫0 [ − 4µ(𝑎2 −𝑟 2 ) 𝑑𝑠 ] 2𝜋𝑟 𝑑𝑟
𝛼= 𝑎2 𝑑𝑝 3
𝜋𝑎2 (− )
8µ 𝑑𝑠

atau :
8 𝑎 3
𝛼 = 𝑎8 ∫0 (𝑎2 −𝑟 2 ) 𝑑 (𝑟 2 )
4
8 (𝑎2 − 𝑟 2 ) 𝑎 2
= 𝑎8 [− ] = − 𝑎8 [ (𝑎2 − 𝑎2 )4 − (𝑎2 − 0)4 ]
4 0
𝛼=2
Jadi koefisien koreksi energi α untuk aliran laminar di dalam pipa adalah 2.

b. Koefisien koreksi momentum


2
∫ 𝐴𝑉 𝑑𝐴
𝛽= 𝐴𝑉 2

Anda mungkin juga menyukai