PENDAHULUAN
a. Pendahuluan
Indonesia merupakan produsen terbesar kelapa sawit di dunia dengan
menguasai lebih dari 50% pasar. Kelapa Sawit sendiri merupakan produk komoditas
andalan Indonesia sepanjang 2002-2013, menyalip kelapa sebagai komoditas utama
dengan pertumbuhan rata-rata 13.4% pertahun. Peningkatan terbesar adalah pada
tahun 2001 dan 2002 yang disebut juga dengan palm booming karena meningkat
sebesar 42%. pertahun.
Proses produksi kelapa sawit menjadi CPO setiap 1 ton TBS rata-rata
menghasilkan 140 - 220 kg CPO (sekitar 22.5% dari setiap 100% TBS) yang siap di
distribusi ke pabrik pengolahan lanjutan ataupun siap ekspor. Hasil dari produksi
kelapa sawit menjadi CPO terbagi menjadi dua, yaitu olein makanan dan olein non-
makanan. Olein makanan dapat berupa mentega, mentega putih, margarine, minyak
goreng, dll. Sedangkan olein non-makanan dapat berupa biodiesel, bahan kosmetik,
sabun, surfaktan, dll.
Dalam hal ini kami akan membahas mengenai olein makanan berupa mentega
putih atau sering disebut dengan shortening. Shortening adalah lemak yang berasal
dari hewan atau tanaman. Shortening berfungsi untuk memotong benang-benang
gluten yang menyebabkan produk dimana dihasilkan tekstur yang lebih lembut dan
renyah.
Shortening jauh lebih padat/keras dibanding mentega biasa, karena kadar
airnya jauh lebih sedikit dibanding mentega. Rasanya pun tawar, tidak gurih seperti
mentega yang terbuat dari susu dan warnanya putih. Shortening umumnya digunakan
untuk membuat biskuit, pastry, dan merupakan bahan dasar pembuatan buttercream.
Di negara-negara tropis seperti Indonesia dan Malaysia, banyak
dikembangkan shortening yang berasal dari minyak sawit. Caranya adalah dengan
memisahkan stearin (bagian minyak sawit yang berbentuk padat) dengan olein
(bagian minyak sawit yang cair). Olein selanjutnya diolah menjadi minyak goreng,
sedangkan stearin ini diolah lebih lanjut menjadi shortening atau margarin. Namun
demikian karena tekstur stearin masih lembek dan mudah meleleh pada suhu kamar,
maka sering dilakukan reaksi hidrogenasi untuk membuat lemak tersebut lebih padat
1
lagi. Kadang-kadang untuk menghasilkan shortening khusus masih harus
ditambahkan lemak-lemak yang lain, seperti lemak susu atau lemak hewan.
b. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan defenisi shortening ( mentega putih )
2. Menjelaskan Sifat Fisik Mentega Putih
3. Menjelaskan jenis – jenis mentega putih
4. Menjelaskan Kegunaan Mentega Putih
5. Menjelaskan Kandungan Gizi dalam Mentega Putih dan Minyak Inti Sawit (
Bahan Dasar Pembuatan Mentega Putih )
6. Bagaimana proses pembuatan shortening
7. Menjelaskan rancangan alat yang digunakan dalam proses pembuatan
Mentega putih
8. Membedakan antara Mentega Putih dengan Margarin dan Mentega ( Butter )
c. Tujuan Makalah
1. Mengetahui bahan baku dari pembuatan mentega putih serta sifat kimia dan
sifat fisika dari bahan
2. Mampu menjelaskan kandungan gizi dalam mentega putih dan minyak inti
kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan mentega putih
3. Mampu menjelaskan perbedaan antara mentega putih dengan Margarine dan
mentega biasa ( Butter )
4. Mengetahui proses dalam pembuatan mentega putih
5. Mampu merancang alat yang digunakan dalam proses pembuatan mentega
putih
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pada proses shortening umumnya digunakan minyak dan lemak. Saat proses
shortening dilakukan, minyak dan lemak dicampurkan dengan formula tertentu.
Komposisi minyak dan lemak dalam campuran shortening tersebut akan menentukan
sifat-sifat yang dimiliki oleh produk shortening, seperti plasticity dan consistency.
3
Shortening atau mentega putih adalah lemak padat yang bersifat plastis yang
banyak digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan produk pangan seperti roti,
cake, biscuit dan pastry. Penggunaan shortening pada produk pangan bertujuan untuk
memperbesar volume, memperbaiki tekstur, meningkatkan cita rasa dan sebagai
bahan pembentuk krim. Pada umumnya shortening yang ada di Indonesia masih
merupakan produk impor dan terbuat dari lemak hewani. Penggunaan lemak hewani
sebagai bahan shortening mulai dihindari karena mengandung kolesterol yang tinggi
dan rektuksi agama dan kepercayaan tertentu.
Secara teknik minyak sawit dan minyak inti sawit memiliki potensi besar
untuk diolah tanpa melalui proses hidrogenasi menjadi shortening karena
mengandung triasilgliserol yang plastisitasnya dapat diatur sesuai kebutuhan,
disamping itu ketersedian minyak sawit dan minyak inti sawit sangat besar dengan
harga yang relatif murah. Sejak tahun 1934, shortening yang merupakan ester dari
asam lemak dengan gliserol telah dipasarkan dan senyawa shortening ini dikenal
dengan monogliserida dan digliserida.
Saat ini monogliserida dan digliserida untuk industri pangan diproduksi secara
gliserolisis kimia yang membutuhkan energi yang tinggi, dan menghasilkan produk
yang berwarna gelap, aroma yang tidak disukai serta menghasilkan produk samping
yang bersifat racun bagi manusia. Maka reaksi gliserolisis enzimatik merupakan salah
satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi dampak negatif yang
ditimbulkan dari reaksi gliserolisis kimia. Reaksi gliserolisis enzimatik banyak
memperoleh perhatian karena menghasilkan monogliserida dan digliserida yang lebih
4
aman, biaya produksi lebih murah dan menghasilkan produk samping yang lebih
sedikit.
Campuran umpan shortening harus terdiri dari dua fasa, yaitu fasa padatan
dan fasa cairan
Fasa padatan tersebut harus terdispersi dengan baik dan merata dalam
keseluruhan massa campuran. Hal tersebut ditentukan oleh gaya kohesi yang
terdapat dalam campuran. Jarak antara masing-masing partikel padatan harus
diusahakan untuk sekecil mungkin, sehingga fasa cairan dalam campuran
tidak dapat mengalir ataupun merembes keluar dari campuran.
5
Kedua fasa harus berada dalam proporsi tertentu yang sesuai. Dengan
demikian, partikel padatan dalam campuran tidak membentuk suatu struktur
kaku yang saling bertautan
Kekerasan fisik produk shortening merupakan sebuah fungsi dari tegangan (gaya)
yang diperlukan untuk melelehkan dan mengalirkan produk tersebut. Faktor utama yang
mempengaruhi hal tersebut ialah perbandingan volume antara fasa padatan dan fasa cairan
dalam produk shortening. Semakin tinggi kandungan fasa padatannya, maka semakin besar
pula kemungkinan terjadi suatu struktur kaku yang saling bertautan sehingga akan
membentuk sebuah produk shortening yang keras. Batas maksimum fasa padatan dalam
produk shortening adalah sebesar 52%-volume. Sedangkan batas minimumnya bervariasi,
tergantung pada ukuran partikel dan karakter yang dimiliki fasa padatan tersebut.Biasanya
batas minimumnya bernilai sekitar 5-25%-volume.
Faktor lain yang mempengaruhi kekerasan produk shortening adalah padatan yang
terbentuk selama proses pembuatan shortening. Suatu produk shortening mengandung
sebuah padatan lemak, yang merupakan kristal-kristal yang terbentuk secara sempurna
ataupun dalam bentuk polymorphic. Komposisi trigliserida dalam lemak dan metode
solidifikasi yang dilakukan akan menentukan proses kritalisasi yang akan terjadi dan
pembentukan polymorphic. Jika umpan yang digunakan terdiri dari trigliserida yang stabil
dalam kondisi β’, maka seluruh lemak dan minyak berbentuk polymorphicβ’ yang stabil,
serta terkristalisasi dalam bentuk jarum-jarum kecil. Produk shortening tersebut akan
menimbulkan kemampuan aeration yang baik dan cocok untuk digunakan dalam keperluan
pembuatan cake. Sedangkan jika umpan yang digunakan terdiri dari trigliserida yang stabil
dalam kondisi β, maka seluruh lemak dan minyak akan berbentuk polymorphic β yang
stabil, serta terkristalisasi dalam bentuk granular-granular yang besar. Produk shortening
yang demikian akan memiliki kemampuan aeration yang buruk dan cocok untuk keperluan
pembuatan biskuit. Pada Tabel 1 ditampilkan beberapa contoh minyak dan lemak yang
masing-masingnya memiliki kandungan trigliserida β’ dan β.
6
c. Jenis – Jenis Shortening
Berdasarkan kandungan kimia dan sifat fisiknya, produk shortening dapat
diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Compound shortening
Compund shortening adalah sebuah produk shortening yang dibuat dari campuran
hard fat stock dengan soft oil atau hydrogenated fat. Pada temperatur tinggi produk
compound shortening memiliki stabilitas yang baik. Akan tetapi, akibat proses
produksinya yang mahal, compound shortening sudah hampir tidak pernah lagi
diproduksiSolid shortening atau shortening padat dibagi menjadi beberapa jenis,
meskipun demikian pembagian ini tidak seragam antara satu pabrikan dengan yang
lainnya.
2. Solid shortening
Solid shortening merupakan jenis produk shortening yang paling sering digunakan
pada masa sekarang. Biasanya solid shorteningakan diklasifikasikan lebih lanjut
berdasarkan sifat plasticity yang dimilikinya. Kebanyakan produk solid shortening
memiliki kestabilan yang baik dan tektur yang lembut.Solid shortening tidak mudah
meleleh saat digunakan dalam proses baking atau memasak lainnya, sehingga solid
shortening mempunyai kemampuan untuk menjebak udara dalam sebuah produk
olahan, di mana hal tersebut akan mempengaruhi tekstur akhir produk yang
dihasilkan. Pada umumnya, solid shortening sudah dibuat dengan formulasi tertentu
agar memiliki sifat placticity pada rentang suhu yang kecil, sehingga pada temperatur
yang rendah akan berfasa padatan dan saat temperatur yang tinggi akan berfasa
cairan. Solid Shortening terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah :
a. White Fat : shortening yang murni hanya lemak tanpa tambahan
emulsifier, contohnya shortening yang digunakan untuk membuat roti tawar
b. Baker’s Fat : shortening dengan tambahan emulsifier, contohnya shortening untuk
membuat buttercream atau biscuit cream filling.
c. Cake Fat : shortening dengan tambahan emulsifier, warna dan aroma untuk
membuatcake
d. Pastry Fat : shortening yang khusus untuk membuat lapisan pada produk puff
pastry
Ada satu jenis shortening yang tidak termasuk dalam pembagian shortening di atas,
yaitu Frying Shortening atau Frying Fat (minyak goreng padat). Frying shortening
7
dibedakan tersendiri semata-mata karena penggunaannya yang unik yaitu hanya untuk
menggoreng dengan sistem Deep Frying.
3. Pumpable and Fluid Shortening
Pumpable dan fluid shortening merupakan sebuah cairan minyak yang di dalamnya
terdapat padatan lemak tersuspensi.Hanya saja, pumpable dan fluid shortening
memiliki perbedaan secara fisik.Pumpable shortening biasanya berupa cairan keruh,
sedangkan fluid shortening berupa cairan bening.
1. Hidrogenasi
Hidrogenasi adalah proses adisi hidrogen terhadap ikatan rangkap pada rantai
asam lemak, di mana terjadi penambahan atom hidrogen pada atom karbon yang
memiliki ikatan rangkap. Proses ini merupakan proses modifikasi terhadap sifat
fisik dan kimia yang dimiliki oleh minyak dan lemak..Modifikasi yang terjadi
adalah peristiwa konversi asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh,
akibat terjadinya penghilangan ikatam rangkap yang terkandung di dalam minyak
dan lemak alami. Tujuan dari dilakukannya proses hidrogenasi adalah:
8
Untuk melakukan konversi minyak cair menjadi lemak semi-padat atau lemak
dengan tingkat plasticity tertentu sehingga dapat digunakan pada beberapa
aplikasi
Meningkatkan stabilitas minyak dan lemak terhadap stabilitas oksidasi
Proses hidrogenasi dapat terjadi dengan mengkontakkan minyak/lemak alami
(sebagai umpan proses hidrogenasi) bersuhu tinggi dengan gas hidrogen
bertekananan tinggi. Dalam melaksanakan proses hidrogenasi terdapat tiga
komponen utama yang harus ada, yaitu panas, katalis logam, dan gas hidrogen
bertekanan. Ketiga komponen tersebut harus diletakkan pada tempat dan waktu yang
bersamaan. Pada awal proses hidrogenasi, dengan bantuan energi panas atom logam
reaktif (katalis logam) akan berikatan dengan gas hidrogen bertekanan. Kemudian
katalis logam yang sudah berikatan dengan hidrogen akan asam lemak tidak jenuh
membentuk suatu senyawa kompleks. Pada saat terbentuk senyawa kompleks, atom
hidrogen yang ada pada senyawa kompleks akan membentuk ikatan dengan atom
karbon asam lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh akan berubah
menjadi asam lemak jenuh. Pada akhirnya setelah atom hidrogen yang ada pada
senyawa kompleks telah berikatan dan masuk ke dalam molekul asam lemak,
senyawa kompleks yang terbentuk tersebut akan terkonversi kembali menjadi katalis
logam dan asam lemak jenuh. Proses hidrogenasi terus dilakukan hingga tercapainya
titik akhir hidrogenasi. Titik akhir hidrogenasi terjadi pada saat (hampir) seluruh
asam lemak tidak jenuh telah terkonversi menjadi asam lemak jenuh. Jika titik akhir
hidrogenasi telah tercapai, maka minyak terhidrogenasi akan didinginkan dan katalis
logam dipisahkan dengan filtrasi.
9
Proses hidrogenasi harus dilaksanakan pada temperatur yang tinggi, sekitar 140-
2250C, serta menggunakan gas hidrogen dengan tekanan sekitar 60 psig. Perlu diketahui
bahwa proses hidrogenasi merupakan reaksi kimia eksoterm, di mana dalam reaksinya
akan dihasilkan panas reaksi. Selama proses hidrogenasi dilaksanakan, biasanya juga
dilakukan pengadukan pada larutan minyak panas, katalis logam, dan gas hidrogen
bertekanan tersebut. Fungsi dari pengadukan adalah agar hidrogen dapat larut dalam
larutan dan berikatan dengan katalis dan bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh dalam
minyak umpan, minyak dan katalis tercampur, serta melepaskan panas reaksi yang
dihasilkan dari proses pemutusan ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh.
Pada akhir proses hidrogenasi akan didapatkan produk akhir berupa minyak
yang telah terhidrogenasi, zat yang terdiri dari stiffened fat molecules. Sifat plasticity
yang timbul dari molekul jenuh dalam minyak terhidrogenasi akan menyebabkan
minyak menjadi lebih stabil, di mana hal itu berarti minyak menjadi tidak mudah dan
cepat memisah dan rusak seperti yang terjadi pada minyak tidak jenuh. Produk yang
10
dihasilkan dapat berupa minyak yang terhidrogenasi dengan sempurna atau sebagian
terhidrogenasi. Namun, pada umumnya untuk proses pembuatan shortening produk
akhir yang diinginkan adalah minyak yang terhidrogenasi dengan sempurna. Minyak
yang terhidrogenasi akan berfasa padatan atau semi-solid pada temperatur kamar dan
memiliki umur simpan yang relatif panjang.
Sebelum Sesudah
Asam lemak tidak
jenuh Asam lemak jenuh
Berfasa padatan atau semi-
Berfasa cairan solid
Memiliki susunan Memiliki susunan molekul
moleku berjenis
Berjenis cis cis/trans
Dalam aplikasi dunia nyata, proses hidrogenasi dapat dilakukan melalui dua macam
cara, yaitu batch dan continuous. Proses hidrogenasi yang dilakukan secara batch
mempunyai sistem proses dan susunan peralatan yang berbeda dengan proses
hidrogenasi yang dilaksanakan secara continuous. Masing-masing proses hidrogenasi
tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan yang berbeda satu dengan lain. Berikut
penjelasan mengenai masing-masing proses hidrogenasi:
11
Peralatan proses hidrogenasi batch biasanya dilengkapi dengan instrumentasi
yang lengkap dan sistem kontrol yang baik. Pada umumnya, peralatan hidrogenasi
terbuat dengan bahan stainless steel yang tahan terhadap tekanan. Selain vessel yang
berfungsi sebagai reaktor proses hidrogenasi, komponen utama lain yang harus
tersedia adalah pompa cairan, kompresor hidrogen, sistem pemanas dan pendingin
reaktor, dan filter. Volume minyak yang dapat diproses dalam satu kali batch-nya
bervariasi, bergantung pada design peralatan yang digunakan.
12
Gambar 2.11. Reaktor Batch Proses Hidrogenasi
13
Hanya saja, untuk yang continuous peralatan proses harus diintegrasikan dengan
beberapa peralatan lain. Fungsi pengintegrasian alat-alat tersebut adalah untuk
memastikan umpan yang masuk ke dalam reaktor sudah sesuai dengan spesifikasi
yang seharusnya sehingga maintenance terhadap proses dapat hanya dilakukan
beberapa kali dalam jangka waktu yang lama, memastikan produk yang dihasilkan
langsung dapat diproses lebih lanjut dalam proses pengolahan selanjutnya, dan
memaksimalkan pemakaian sumber daya-sumber daya yang digunakan dalam
proses.
2. Melt Oil/Fat
Pasca proses hidrogenasi, minyak ataupun lemak nabati maupun
hewani akan terkonversi menjadi minyak dengan fasa semi padat pada temperatur
kamar atau minyak dengan tingkat plastisitas tertentu. Produk pasca proses
hidrogenasi ini memiliki umur simpan yang lebih baik dan bersifat lebih stabil
karena lebih tahan terhadap oksidasi. Hal ini dapat terjadi dikarenakan perubahan
14
asam lemak tidak jenuh di dalam minyak menjadi asam lemak jenuh melalui
penghilangan ikatan rangkap di dalam asam lemak tidak jenuh.
15
Gambar 2.14. Proses dan peralatan proses melt oil
Upaya untuk memperoleh campuran minyak atau lemak yang menghasilkan produk
shortening yang baik mengharuskan dilakukannya proses pelelehan minyak/lemak. Hal ini
disebabkan tidak semua minyak atau lemak berada dalam fasa cair pada kondisi temperatur
ruang. Proses pelelehan minyak/lemak dilakukan juga untuk memudahkan proses berikutnya,
yaitu proses pencampuran (blend) dimana fasa cair sangat dibutuhkan untuk memeroleh
campuran yang lebih homogen. Jika minyak sawit digunakan sebagai bahan utama
pembuatan shortening, proses pelelehan berfungsi untuk melelehkan fasa padat (stearin) dari
minyak sawit. Untuk memastikan minyak atau lemak yang dicampurkan untuk membuat
produk shortening meleleh, proses pelelehan ini biasanya dilakukan pada temperatur 70oC.
3. Blending
Proses pelelehan dari satu jenis minyak/lemak ataupun berbagai jenis campuran
minyak/lemak akan diikuti proses lanjutan, yaitu blending atau pencampuran. Yang
dimaksud dengan pencampuran adalah pencampuran dari satu jenis atau lebih
minyak/lemak dan juga pencampuran beberapa aditif lainnya, seperti plastisizer,
emulsifier, dan antioksidan.Setiap bahan yang ditambahkan merupakan bahan yang larut
di dalam lemak.Biasanya bahan-bahan ini ditambahkan dalam jumlah yang
kecil.Penambahan jenis-jenis aditif di atas bergantung kepada kebutuhan atau tujuan
aplikasi dari shortening dan bukan merupakan sesuatu yang wajib ditambahkan karena
biasanya shortening secara keseluruhan hanya terdiri dari minyak atau lemak.
16
Untuk membuat produk shortening ini, jumlah emulsifier yang ditambahkan dapat
mencapai 10%.
Plastic Shortening
Minyak/Lemak
1 2 3
Minyak ikan
50%
terhidrogenasi
17
Stearin 42%
Minyak sawit
18%
terhidrogenasi
Olein
100%
terinteresterifikasi
Formulasi
Minyak/Lemak
1 2 3 4 5
Anhydrous milk
60%
fat
Minyak kacang
kedelai 40%
18
yang berlebihan, sedangkan daerah sekitar pusat tabung kristalisasi, kristal kurang
berkembang dengan baik. Daya kecepatan perputaran pengadukan yaitu 30 rpm
dan 15 rpm. Biasanya daya per unit volume untuk 30 rpm digunakan dalam skala
besar, sedangkan 15 rpm digunakan untuk skala laboratorium (Jatmika dan
Guritno, 1996).
Ukuran Kristal
Jika suhu dinaikkan, lemak akan menahan gerakan molekul menghalangi
terbentuknya kristal, tapi jika suhu diturunkan maka akan terbentuk kristal.
Lemak akan mengkristal dimulai dari fase cair dalam bentuk α dan diikuti
perubahan ke bentuk β′ kemudian ke bentuk intermediat atau modifikasi β akan
membentuk polimorf yang tinggi. β’ kristal berukuran kecil, seragam sehingga
akan menghasilkan shortening dengan tesktur halus dan plastisitas, resistensi
terhadap panas serta sifat creaming yang baik. Kristal β menghasilkan shortening
dengan tesktur yang kasar dan sifat baking yang buruk, tapi baik untuk minyak
goreng dan pie crust. Tipe kristal ditentukan oleh proses plastisisasi dan
tempering.
Supercooling
Karakteristik supercooling dari trigliserida merupakan faktor yang paling kritis
pada plastisisasi lemak/minyak.Lemak masih dapat mempertahankan bentuk
cairnya jika didinginkan dibawah titik lelehnya (solidifikasi dan plastisisasi harus
dikontrol).Derajat supercooling dan suhu supercooling produk menentukan suhu
penanganan produk.Supercooling akan mempengaruhi konsistensi dan titik leleh
dari produk yang disolidifikasi. Solidifikasi lemak yang mengalami supercooling
akan menghasilkan produk yang keras dan plastis (daya olesnya rendah).
Fenomena ini dapat dicegah dengan melakukan pengadukan.
Lemak memiliki karakteristik yang bersifat plastis (mudah dibentuk, dicetak atau
diempukkan) dan berbentuk padat, biasanya dilunakkan dengan cara pencampuran
dengan udara. Lemak yang plastis mengandung kristal gliserida yang padat dan
sebagian trigliserida cair. Apabila lemak didinginkan maka panas akan hilang sehingga
memperlambat gerakan molekul-molekul asam lemak yang ada di trigliserida dalam
lemak, maka molekul-molekul tersebut akan saling tarik menarik karena jarak antar
19
molekul lebih kecil dan saling berikatan antara trigliserida satu dengan lainnya yang
akan membentuk kristal.
20
besar untuk dikristalisasi lebih lanjut.Biasanya silinder ini disebut B-Unit, ditempatkan
sejajar dengan A-Unit yang menyediakan agitator yang membuat konten pada suhu agitasi.
Meskipun begitu, beberapa pembentukan kisi kristal dalam produk jadi dianggap
perlu untuk membuat produk tersebut memiliki bentuk sesuai keinginan.Secara teoretis,
pembentukan kisi tersebut dapat benar-benar dicegah dengan mengikuti prosedur yang
ada selama waktu tunda diB-Unit,dengan demikian proses tersebut akan menghasilkan
formasi kristal-kristal tunggal yang saling terikat oleh minyak cair.Produk ini kemudian
akan mencapai tingkat kekenyalan yang maksimum dan akan menjadi pekat atau kental.
Dengan demikianwaktu dan ruangan dapat dihemat dan produk dapat segera
dikirim kepada konsumen biasanya sekitar satu hari setelah dipaketkan.Tujuan lain dari
penemuan ini adalah untuk menyediakan sebuah metode yang telah dikembangkan
untuk mengontrol kristalisasi dalam suatu proses manufaktur Shortening, dengan
demikian sebuah produk dengan tingkat kekentalan akhir yang diharapkan mungkin
lebih mudah diperoleh.Tujuan yang lebih jauh dari penemuan tersebut adalah untuk
menyediakan suatu proses manufaktur untuk shortening yang berada dalam suhu
ruangan dan dengan sedikit perubahan temperatur setelah dipaketkan.
Berdasarkan proses penemuannya, setelah pengenalan udara atau gas inert, dan
precooling untuk suhu di atas titik pengkristalan,dan sebelumnya untuk
memperkenalkan Voltator A-Unit, yang tergabung dengan recyle stream yang bekerja
secara mekanis, dan bentuk produk yang terkristalisasi,B-Unit dapat dikatakan bahwa
suhu dari feed stream-nya dikurangi sampai dibawah seeding point-nya dan stream
tersebut memiliki inti berupa kristal kerasyang sangat banyak. Stream campuran
merupakan pencampuran Voltator A-Unit dengan minyak yang sudah di supercooled
sedikit sejak proses kristalisasi selesai secaraterpisah sebelum mencapai unit ini. Slurry
meninggalkan A-Unit pada suhu sekitar 70˚F seperti pada proses konvensional. Walau
bagaimanapun, ada sedikit panas tersembunyidalam slurry sejak proses kristalisasi,
21
pada titik ini prosesnya hampir selesai. Slurry mencapai B-Unit, dengan demikian
proses kristalisasi selesaisecara menyeluruh, akan tetapi suhu produk meningkat selama
pelepasan panas laten di dalam unit ini, jumlahnya kecil yaitu sekitar 5˚F.Sebuah bagian
dari stream dari B-Unit dipaksa masuk melalui katup, Packet filler,dan bagian-bagian
lain dari stream dari B-Unit kemudiandialihkan kembali menuju recycle stream untuk
dicampurkan dengan feed stream sebelumnya untuk kemudian dikirim ke Votator A-
Unit.Produk yang telah dipaketkan tersebut mencapai kekentalan akhir dalam jangka
waktu yang sangat singkat karena stabil dan kristal yang kuat secara mekanik
telahdimasukkan sebelumnya.
22
Gambar 2.19. Diagram Pre-cr ystallizer (A-Unit)Gambar 13.B-Unit
Diagram alir proses kristalisasi pada shortening contohnya adalah sebagai berikut.
5. Tempering
Proses tempering dilakukan untuk mendapatkan tekstur shortening yang cukup
baik, tekstur yang tidak mudah meleleh dengan perubahan suhu.Terumata suhu
ketika produk keluar dari gudang penyimpanan hinga pendstribusian sampai ke
tangan konsumen.
Metode yang ada saat ini adalah dengan melakukan tempering di suhu 75-
85°F selama 24 jam atau lebih. Hal ini ditujukan agar mendapatkan tekstur
shortening yang baik (tidak mudah melelh pada temperature pemakaian).
Optimasi temperature tempering dan waktu tempering merupakan hal yang perlu
diperhatikan dalam proses pembuatan shortening.
Perlakuan yang saat ini dilakukan di industri adalah untuk membuat campuran
trigliserida cair membeku dengan cepat di bawah titik beku lemak. Proses ini
dilakukan dalam Votator unit. Dalam votator unit lemak cair dipompa melewati
tubes dingin yang dilengkapi dengan internal rotating blades untuk
23
menghomogenasikan minyak dan lapisan lemak padat yang terbentuk.Setelah itu,
lemak dingin (supercooled fat) dialirkan untuk dikristalisasi dengan reaktor
beragitator.
24
trigliserida agar tercipta kondisi yang seragam.Pada industri, pendinginan ini
dilakukan dalam unit Votator hingga suhu 60-65°F, sementara pemanasan
dilakukan dalam unit B hingga suhu 75-85°F.
6. Shipment
Permintaan akans hortening semakin hari semakin bertambah. Oleh
karena itu dibutuhkan pengemasan yang mampu memastikan kualitas shortening
terjaga bahkan sampai konsumn yang berada di luar negeri sekalipun.Waktu
pengiriman produk juga harus memperhatikan tanggal kadaluarsa dari produk,
sehingga ketika produk mencapai tangan konsumen dapat dipastikan bahwa
produk masih dalam batas aman untuk dikonsumsi.
Shortening saat ini lebih sering dikirim dengan packaging sesuai kebutuhan,
ukuran karton berkapasitas 10 kg, 15 kg, 20 kg, atau kemasan kaleng yang
mampu menjaga lebih lama kualitas produk.Beberapa perusahaan juga
menawarkan jasa khusus untuk pengepakan sesuai dengan kebutuhan
konsumen.Seperti yang dilakukan oleh Marina Palm Oil Shortening dan Saratoga
Farms Shortening pada Gambar 2.20.
25
Gambar 2.20.Palm Oil Shortening pada Marina Palm Oil
Perbedaan yang kasat mata antara shortening dan margarin adalah warnanya.
Umumnya margarin berwarna kuning sehingga dipasaran dikenal sebagai “mentega
kuning”, sedangkan shortening berwarna putih sehingga di pasaran dikenal sebagai
“mentega putih”. Secara umum tabel di bawah ini memperlihatkan perbedaan antara
Shortening dan Margarin.
26
dan air. Hal tersebut akan mengakibatkan butter meleleh pada temperatur yang lebih
rendah dan dengan laju pelelehan yang lebih cepat dibandingkan shortening.
Shortening cenderung akan mempertahankan tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi
dalam produk jadi. Akan tetapi, butter akan menyebar dengan lebih baik dan
membentuk lapisan yang lebih tipis saat dilelehkan.Selain itu, perbedaan komposisi
kimia yang dimiliki oleh shorteningdan butter juga berdampak pada kandungan
energi yang dimiliki oleh masing-masing bahan.Dalam satu sendok makan butter
hanya terkandung energi sebanyak 100 kalori, sedangkan untuk shortening
terkandung energi sebesar 110 kalori.
Perbedaan lain antara shortening dan butter adalah komponen penyusun yang
terkandung di dalamnya. Butter memiliki kandungan asam lemak jenuh dan
kolesterol yang sangat tinggi di dalamnya, sedangkan shortening hanya
mengandung asam lemak jenuh di dalamnya. Menurut studi di bidang kedokteran,
kandungan asam lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi dalam makanan akan
menimbulkan efek yang tidak sehat bagi tubuh manusia. Asam lemak jenuh dan
kolesterol dapat mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah arteri pada tubuh
manusia.
Shortening Butter
Minyak nabati dan
Bahan baku Dairy product
lemak hewani
tinggi lemak, masih
Kandungan dan
100% lemak mengandung partikel
komposisi kimia
padatan lain dan air
lebih mudah dan
lebih cepat meleleh,
tetapi pada saat
memiliki kestabilan meleleh akan
Pelelehan
yang lebih baik menyebar dengan
lebih merata dan
membentuk lapisan
yang tipis
Kandungan
energi (dalam
110 kalori 100 kalori
satu sendok
makan)
Komponen asam lemak jenuh
asam lemak jenuh
penyusun lemak dan kolesterol
27
mempunyai tekstur mempunyai tekstur
Produk jadi
yang lebih halus dan yang agak kasar dan
yang dihasilkan
volume yang besar kurang mengembang
28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Shortening atau mentega putih adalah lemak padat yang bersifat plastis yang
banyak digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan produk pangan seperti
roti, cake, biscuit dan pastry. Penggunaan shortening pada produk pangan
bertujuan untuk memperbesar volume, memperbaiki tekstur, meningkatkan cita
rasa dan sebagai bahan pembentuk krim. Pada umumnya shortening yang ada di
Indonesia masih merupakan produk impor dan terbuat dari lemak hewani.
Penggunaan lemak hewani sebagai bahan shortening mulai dihindari karena
mengandung kolesterol yang tinggi dan rektuksi agama dan kepercayaan
tertentu.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami buat , semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca .Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan di masa depan.
29
Daftar Pustaka
Anonimus. 1997. Study Tentang Perkebunan dan Pemasaran Minyak Kelapa Sawit
Indonesia. Internasional Contact Busines System. Inc.
Elisabeth, J., A. Jatmika, dan K. Sinaga. 1999. Sintesis Minyak Sawit Merah Kaya Asam
Lemak Omega-3 dengan Metode Asidolisis Enzimatik. Jurrnal PPKS Vol. 7(1):43-46.
Elisabeth, J., T. Hayati, dan D. Siahaan. 1998. Minyak dan Lemak dalam Pola Konsumsi
Pangaan. Warta PPKS Vol. 8(1) 41-49.
Elisabeth, J., T. Hayati, dan D. Siahaan. 2004. Minyak dan Lemak dalam Pola Konsumsi
Pangaan. Warta PPKS Vol. 8(1) 41-49.
Gravrilla, A.I., Avram, R., and Chipurici, P. 2000. Mono and Diglycerides Synthesis and
Uses. Faculty of Industry Chemistry. Polithehnica University of Bucharest. Romania.
Jatmika, A. 1998. Aplikasi Enzim Lipase Dalam Pengolahan Minyak Sawit dan Minyak
Inti Sawit Untuk Produk Pangan. Warta PPKS. Medan.
Mizer, D.A, Mary, P. Bethsorer 1987. Food Preparation for The Profesional. John Wiley
And Sons. New York.
O’Brien, R.1998. Fats and Oil. Tehnomic Publishing Company, Inc. Lancaster. New
York.
30