Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

a. Pendahuluan
Indonesia merupakan produsen terbesar kelapa sawit di dunia dengan
menguasai lebih dari 50% pasar. Kelapa Sawit sendiri merupakan produk komoditas
andalan Indonesia sepanjang 2002-2013, menyalip kelapa sebagai komoditas utama
dengan pertumbuhan rata-rata 13.4% pertahun. Peningkatan terbesar adalah pada
tahun 2001 dan 2002 yang disebut juga dengan palm booming karena meningkat
sebesar 42%. pertahun.
Proses produksi kelapa sawit menjadi CPO setiap 1 ton TBS rata-rata
menghasilkan 140 - 220 kg CPO (sekitar 22.5% dari setiap 100% TBS) yang siap di
distribusi ke pabrik pengolahan lanjutan ataupun siap ekspor. Hasil dari produksi
kelapa sawit menjadi CPO terbagi menjadi dua, yaitu olein makanan dan olein non-
makanan. Olein makanan dapat berupa mentega, mentega putih, margarine, minyak
goreng, dll. Sedangkan olein non-makanan dapat berupa biodiesel, bahan kosmetik,
sabun, surfaktan, dll.
Dalam hal ini kami akan membahas mengenai olein makanan berupa mentega
putih atau sering disebut dengan shortening. Shortening adalah lemak yang berasal
dari hewan atau tanaman. Shortening berfungsi untuk memotong benang-benang
gluten yang menyebabkan produk dimana dihasilkan tekstur yang lebih lembut dan
renyah.
Shortening jauh lebih padat/keras dibanding mentega biasa, karena kadar
airnya jauh lebih sedikit dibanding mentega. Rasanya pun tawar, tidak gurih seperti
mentega yang terbuat dari susu dan warnanya putih. Shortening umumnya digunakan
untuk membuat biskuit, pastry, dan merupakan bahan dasar pembuatan buttercream.
Di negara-negara tropis seperti Indonesia dan Malaysia, banyak
dikembangkan shortening yang berasal dari minyak sawit. Caranya adalah dengan
memisahkan stearin (bagian minyak sawit yang berbentuk padat) dengan olein
(bagian minyak sawit yang cair). Olein selanjutnya diolah menjadi minyak goreng,
sedangkan stearin ini diolah lebih lanjut menjadi shortening atau margarin. Namun
demikian karena tekstur stearin masih lembek dan mudah meleleh pada suhu kamar,
maka sering dilakukan reaksi hidrogenasi untuk membuat lemak tersebut lebih padat

1
lagi. Kadang-kadang untuk menghasilkan shortening khusus masih harus
ditambahkan lemak-lemak yang lain, seperti lemak susu atau lemak hewan.

b. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan defenisi shortening ( mentega putih )
2. Menjelaskan Sifat Fisik Mentega Putih
3. Menjelaskan jenis – jenis mentega putih
4. Menjelaskan Kegunaan Mentega Putih
5. Menjelaskan Kandungan Gizi dalam Mentega Putih dan Minyak Inti Sawit (
Bahan Dasar Pembuatan Mentega Putih )
6. Bagaimana proses pembuatan shortening
7. Menjelaskan rancangan alat yang digunakan dalam proses pembuatan
Mentega putih
8. Membedakan antara Mentega Putih dengan Margarin dan Mentega ( Butter )

c. Tujuan Makalah
1. Mengetahui bahan baku dari pembuatan mentega putih serta sifat kimia dan
sifat fisika dari bahan
2. Mampu menjelaskan kandungan gizi dalam mentega putih dan minyak inti
kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan mentega putih
3. Mampu menjelaskan perbedaan antara mentega putih dengan Margarine dan
mentega biasa ( Butter )
4. Mengetahui proses dalam pembuatan mentega putih
5. Mampu merancang alat yang digunakan dalam proses pembuatan mentega
putih

2
BAB II
PEMBAHASAN

a. Defenisi Shortening (Mentega Putih)


Komponen utama yang terkandung di dalam minyak dan lemak adalah
trigliserida dan asam lemak. Sebenarnya minyak dan lemak adalah senyawa kimia
yang sama, hanya saja berbeda fasanya. Minyak berada dalam fasa cairan, sedangkan
lemak berada dalam fasa padatan. Minyak dan lemak dapat diperoleh dari berbagai
sumber, baik sumber nabati (dari tumbuhan) maupun sumber hewani (dari binatang).
Faktor utama yang mempengaruhi sifat fisik yang dimiliki oleh minyak dan lemak
adalah kandungan trigliserida dan asam lemak di dalamnya.

Gambar 2.1.Struktur Molekul Asam Lemak (kiri) dan Trigliserida (kanan)

Pada proses shortening umumnya digunakan minyak dan lemak. Saat proses
shortening dilakukan, minyak dan lemak dicampurkan dengan formula tertentu.
Komposisi minyak dan lemak dalam campuran shortening tersebut akan menentukan
sifat-sifat yang dimiliki oleh produk shortening, seperti plasticity dan consistency.

Gambar 2.2. Mentega Putih

3
Shortening atau mentega putih adalah lemak padat yang bersifat plastis yang
banyak digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan produk pangan seperti roti,
cake, biscuit dan pastry. Penggunaan shortening pada produk pangan bertujuan untuk
memperbesar volume, memperbaiki tekstur, meningkatkan cita rasa dan sebagai
bahan pembentuk krim. Pada umumnya shortening yang ada di Indonesia masih
merupakan produk impor dan terbuat dari lemak hewani. Penggunaan lemak hewani
sebagai bahan shortening mulai dihindari karena mengandung kolesterol yang tinggi
dan rektuksi agama dan kepercayaan tertentu.
Secara teknik minyak sawit dan minyak inti sawit memiliki potensi besar
untuk diolah tanpa melalui proses hidrogenasi menjadi shortening karena
mengandung triasilgliserol yang plastisitasnya dapat diatur sesuai kebutuhan,
disamping itu ketersedian minyak sawit dan minyak inti sawit sangat besar dengan
harga yang relatif murah. Sejak tahun 1934, shortening yang merupakan ester dari
asam lemak dengan gliserol telah dipasarkan dan senyawa shortening ini dikenal
dengan monogliserida dan digliserida.

Gambar 2.3. Struktur Monogliserida dan Digliserida

Saat ini monogliserida dan digliserida untuk industri pangan diproduksi secara
gliserolisis kimia yang membutuhkan energi yang tinggi, dan menghasilkan produk
yang berwarna gelap, aroma yang tidak disukai serta menghasilkan produk samping
yang bersifat racun bagi manusia. Maka reaksi gliserolisis enzimatik merupakan salah
satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi dampak negatif yang
ditimbulkan dari reaksi gliserolisis kimia. Reaksi gliserolisis enzimatik banyak
memperoleh perhatian karena menghasilkan monogliserida dan digliserida yang lebih

4
aman, biaya produksi lebih murah dan menghasilkan produk samping yang lebih
sedikit.

b. Sifat Fisik Mentega Putih


Shortening dapat didefinisikan sebagai sebuah lemak yang dapat dikonsumsi
(dimakan) yang digunakan untuk mencegah terjadinya pembentukan matriks gluten
dalam produk pangan, umumnya untuk baked goods. Produk shortening biasanya
digunakan dalam proses shorten atau tenderize suatu produk pangan sebelum
dipanggang. Dengan sifatnya yang tidak larut dalam air, maka shortening akan
mencegah terjadinya penggabungan untaian-untaian gluten dalam produk
panggangan. Hal tersebut akan mengakibatkan untaian gluten yang terbentuk akan
menjadi lebih pendek dan produk panggangan yang dihasilkan menjadi lebih lembut.

Shortening memiliki kestabilan yang sangat baik dalam masa simpannya,


sehingga tidak diperlukan proses refrigerasi saat penyimpanan. Selain itu, produk
shortening memiliki smoke point yang lebih rendah dan harga yang lebih murah
dibandingkan dengan butter.Oleh karena alasan-alasan tersebut, maka sejak pertama
kali digunakan shortening sudah sangat digemari oleh konsumen dan sangat popular
di kalangan konsumen.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisik pada produk shortening adalah


plasticity, consistency, dan struktur. Dari ketiga faktor tersebut, plasticity produk
shortening merupakan faktor utama dan faktor yang paling diperhatikan dalam
proses. Kondisi kritis proses yang sangat menentukan plasticity produk shortening
antara lain:

 Campuran umpan shortening harus terdiri dari dua fasa, yaitu fasa padatan
dan fasa cairan
 Fasa padatan tersebut harus terdispersi dengan baik dan merata dalam
keseluruhan massa campuran. Hal tersebut ditentukan oleh gaya kohesi yang
terdapat dalam campuran. Jarak antara masing-masing partikel padatan harus
diusahakan untuk sekecil mungkin, sehingga fasa cairan dalam campuran
tidak dapat mengalir ataupun merembes keluar dari campuran.

5
 Kedua fasa harus berada dalam proporsi tertentu yang sesuai. Dengan
demikian, partikel padatan dalam campuran tidak membentuk suatu struktur
kaku yang saling bertautan

Kekerasan fisik produk shortening merupakan sebuah fungsi dari tegangan (gaya)
yang diperlukan untuk melelehkan dan mengalirkan produk tersebut. Faktor utama yang
mempengaruhi hal tersebut ialah perbandingan volume antara fasa padatan dan fasa cairan
dalam produk shortening. Semakin tinggi kandungan fasa padatannya, maka semakin besar
pula kemungkinan terjadi suatu struktur kaku yang saling bertautan sehingga akan
membentuk sebuah produk shortening yang keras. Batas maksimum fasa padatan dalam
produk shortening adalah sebesar 52%-volume. Sedangkan batas minimumnya bervariasi,
tergantung pada ukuran partikel dan karakter yang dimiliki fasa padatan tersebut.Biasanya
batas minimumnya bernilai sekitar 5-25%-volume.

Faktor lain yang mempengaruhi kekerasan produk shortening adalah padatan yang
terbentuk selama proses pembuatan shortening. Suatu produk shortening mengandung
sebuah padatan lemak, yang merupakan kristal-kristal yang terbentuk secara sempurna
ataupun dalam bentuk polymorphic. Komposisi trigliserida dalam lemak dan metode
solidifikasi yang dilakukan akan menentukan proses kritalisasi yang akan terjadi dan
pembentukan polymorphic. Jika umpan yang digunakan terdiri dari trigliserida yang stabil
dalam kondisi β’, maka seluruh lemak dan minyak berbentuk polymorphicβ’ yang stabil,
serta terkristalisasi dalam bentuk jarum-jarum kecil. Produk shortening tersebut akan
menimbulkan kemampuan aeration yang baik dan cocok untuk digunakan dalam keperluan
pembuatan cake. Sedangkan jika umpan yang digunakan terdiri dari trigliserida yang stabil
dalam kondisi β, maka seluruh lemak dan minyak akan berbentuk polymorphic β yang
stabil, serta terkristalisasi dalam bentuk granular-granular yang besar. Produk shortening
yang demikian akan memiliki kemampuan aeration yang buruk dan cocok untuk keperluan
pembuatan biskuit. Pada Tabel 1 ditampilkan beberapa contoh minyak dan lemak yang
masing-masingnya memiliki kandungan trigliserida β’ dan β.

Gambar 2.4. Minyak dan Lemak dengan Kandungan Trigliserida β’ dan β

6
c. Jenis – Jenis Shortening
Berdasarkan kandungan kimia dan sifat fisiknya, produk shortening dapat
diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:

1. Compound shortening
Compund shortening adalah sebuah produk shortening yang dibuat dari campuran
hard fat stock dengan soft oil atau hydrogenated fat. Pada temperatur tinggi produk
compound shortening memiliki stabilitas yang baik. Akan tetapi, akibat proses
produksinya yang mahal, compound shortening sudah hampir tidak pernah lagi
diproduksiSolid shortening atau shortening padat dibagi menjadi beberapa jenis,
meskipun demikian pembagian ini tidak seragam antara satu pabrikan dengan yang
lainnya.
2. Solid shortening
Solid shortening merupakan jenis produk shortening yang paling sering digunakan
pada masa sekarang. Biasanya solid shorteningakan diklasifikasikan lebih lanjut
berdasarkan sifat plasticity yang dimilikinya. Kebanyakan produk solid shortening
memiliki kestabilan yang baik dan tektur yang lembut.Solid shortening tidak mudah
meleleh saat digunakan dalam proses baking atau memasak lainnya, sehingga solid
shortening mempunyai kemampuan untuk menjebak udara dalam sebuah produk
olahan, di mana hal tersebut akan mempengaruhi tekstur akhir produk yang
dihasilkan. Pada umumnya, solid shortening sudah dibuat dengan formulasi tertentu
agar memiliki sifat placticity pada rentang suhu yang kecil, sehingga pada temperatur
yang rendah akan berfasa padatan dan saat temperatur yang tinggi akan berfasa
cairan. Solid Shortening terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah :
a. White Fat : shortening yang murni hanya lemak tanpa tambahan
emulsifier, contohnya shortening yang digunakan untuk membuat roti tawar
b. Baker’s Fat : shortening dengan tambahan emulsifier, contohnya shortening untuk
membuat buttercream atau biscuit cream filling.
c. Cake Fat : shortening dengan tambahan emulsifier, warna dan aroma untuk
membuatcake
d. Pastry Fat : shortening yang khusus untuk membuat lapisan pada produk puff
pastry
Ada satu jenis shortening yang tidak termasuk dalam pembagian shortening di atas,
yaitu Frying Shortening atau Frying Fat (minyak goreng padat). Frying shortening

7
dibedakan tersendiri semata-mata karena penggunaannya yang unik yaitu hanya untuk
menggoreng dengan sistem Deep Frying.
3. Pumpable and Fluid Shortening
Pumpable dan fluid shortening merupakan sebuah cairan minyak yang di dalamnya
terdapat padatan lemak tersuspensi.Hanya saja, pumpable dan fluid shortening
memiliki perbedaan secara fisik.Pumpable shortening biasanya berupa cairan keruh,
sedangkan fluid shortening berupa cairan bening.

d. Kandungan Gizi dalam Mentega Putih


Gambar 2.5 Jumlah 100 gr Mentega putih (Shortening)

Kalori (kkal) 884 kkal


Jumlah lemak 100 gr
Lemak jenuh 91 gr
Lemak tak jenuh ganda 1 gr
Lemak tak jenuh
tunggal 2,2 gr

e. Proses Pembuatan Shortening


Gambar 2.6. Block Flow Diagram Proses Produksi Shortening

1. Hidrogenasi
Hidrogenasi adalah proses adisi hidrogen terhadap ikatan rangkap pada rantai
asam lemak, di mana terjadi penambahan atom hidrogen pada atom karbon yang
memiliki ikatan rangkap. Proses ini merupakan proses modifikasi terhadap sifat
fisik dan kimia yang dimiliki oleh minyak dan lemak..Modifikasi yang terjadi
adalah peristiwa konversi asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh,
akibat terjadinya penghilangan ikatam rangkap yang terkandung di dalam minyak
dan lemak alami. Tujuan dari dilakukannya proses hidrogenasi adalah:

8
Untuk melakukan konversi minyak cair menjadi lemak semi-padat atau lemak
dengan tingkat plasticity tertentu sehingga dapat digunakan pada beberapa
aplikasi
Meningkatkan stabilitas minyak dan lemak terhadap stabilitas oksidasi
Proses hidrogenasi dapat terjadi dengan mengkontakkan minyak/lemak alami
(sebagai umpan proses hidrogenasi) bersuhu tinggi dengan gas hidrogen
bertekananan tinggi. Dalam melaksanakan proses hidrogenasi terdapat tiga
komponen utama yang harus ada, yaitu panas, katalis logam, dan gas hidrogen
bertekanan. Ketiga komponen tersebut harus diletakkan pada tempat dan waktu yang
bersamaan. Pada awal proses hidrogenasi, dengan bantuan energi panas atom logam
reaktif (katalis logam) akan berikatan dengan gas hidrogen bertekanan. Kemudian
katalis logam yang sudah berikatan dengan hidrogen akan asam lemak tidak jenuh
membentuk suatu senyawa kompleks. Pada saat terbentuk senyawa kompleks, atom
hidrogen yang ada pada senyawa kompleks akan membentuk ikatan dengan atom
karbon asam lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh akan berubah
menjadi asam lemak jenuh. Pada akhirnya setelah atom hidrogen yang ada pada
senyawa kompleks telah berikatan dan masuk ke dalam molekul asam lemak,
senyawa kompleks yang terbentuk tersebut akan terkonversi kembali menjadi katalis
logam dan asam lemak jenuh. Proses hidrogenasi terus dilakukan hingga tercapainya
titik akhir hidrogenasi. Titik akhir hidrogenasi terjadi pada saat (hampir) seluruh
asam lemak tidak jenuh telah terkonversi menjadi asam lemak jenuh. Jika titik akhir
hidrogenasi telah tercapai, maka minyak terhidrogenasi akan didinginkan dan katalis
logam dipisahkan dengan filtrasi.

Gambar 2.7. Mekanisme Proses Hidrogenasi

9
Proses hidrogenasi harus dilaksanakan pada temperatur yang tinggi, sekitar 140-
2250C, serta menggunakan gas hidrogen dengan tekanan sekitar 60 psig. Perlu diketahui
bahwa proses hidrogenasi merupakan reaksi kimia eksoterm, di mana dalam reaksinya
akan dihasilkan panas reaksi. Selama proses hidrogenasi dilaksanakan, biasanya juga
dilakukan pengadukan pada larutan minyak panas, katalis logam, dan gas hidrogen
bertekanan tersebut. Fungsi dari pengadukan adalah agar hidrogen dapat larut dalam
larutan dan berikatan dengan katalis dan bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh dalam
minyak umpan, minyak dan katalis tercampur, serta melepaskan panas reaksi yang
dihasilkan dari proses pemutusan ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh.

Gambar 2.8. Efek Kondisi Pemrosesan Terhadap Proses Hidrogenasi

Dalam melakukan proses hidrogenasi terdapat beberapa persyaratan yang harus


dipenuhi agar proses hidrogenasi dapat terjadi dengan baik. Persyaratan-persyaratan
tersebut meliputi kondisi umpan (minyak/lemak alami), kondisi hidrogen, dan
katalis.Minyak alami yang dijadikan sebagai umpan haruslah minyak yang sudah
terafinasi, terpucatkan (bleached), memiliki angka sabun yang rendah, dan memiliki
kadar air yang rendah (kering). Gas hidrogen bertekanan yang digunakan adalah gas
hidrogen yang bebas sulfur (S), karbon dioksida (CO2), dan ammonia (NH3). Katalis
logam yang dipakai merupakan atom logam reaktif yang memiliki aktivitas yang lama
dan selektivitas tinggi, serta mudah untuk difiltrasi.Katalis logam yang sering dipakai
adalah tembaga (Cu) atau seng (Zn).

Pada akhir proses hidrogenasi akan didapatkan produk akhir berupa minyak
yang telah terhidrogenasi, zat yang terdiri dari stiffened fat molecules. Sifat plasticity
yang timbul dari molekul jenuh dalam minyak terhidrogenasi akan menyebabkan
minyak menjadi lebih stabil, di mana hal itu berarti minyak menjadi tidak mudah dan
cepat memisah dan rusak seperti yang terjadi pada minyak tidak jenuh. Produk yang

10
dihasilkan dapat berupa minyak yang terhidrogenasi dengan sempurna atau sebagian
terhidrogenasi. Namun, pada umumnya untuk proses pembuatan shortening produk
akhir yang diinginkan adalah minyak yang terhidrogenasi dengan sempurna. Minyak
yang terhidrogenasi akan berfasa padatan atau semi-solid pada temperatur kamar dan
memiliki umur simpan yang relatif panjang.

Gambar 2.9. Perubahan yang Terjadi Akibat Proses Hidrogenasi

Sebelum Sesudah
Asam lemak tidak
jenuh Asam lemak jenuh
Berfasa padatan atau semi-
Berfasa cairan solid
Memiliki susunan Memiliki susunan molekul
moleku berjenis
Berjenis cis cis/trans
Dalam aplikasi dunia nyata, proses hidrogenasi dapat dilakukan melalui dua macam
cara, yaitu batch dan continuous. Proses hidrogenasi yang dilakukan secara batch
mempunyai sistem proses dan susunan peralatan yang berbeda dengan proses
hidrogenasi yang dilaksanakan secara continuous. Masing-masing proses hidrogenasi
tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan yang berbeda satu dengan lain. Berikut
penjelasan mengenai masing-masing proses hidrogenasi:

Proses hidrogenasi batch

Gambar 2.10. Peralatan Proses Hidrogenasi Batch

11
Peralatan proses hidrogenasi batch biasanya dilengkapi dengan instrumentasi
yang lengkap dan sistem kontrol yang baik. Pada umumnya, peralatan hidrogenasi
terbuat dengan bahan stainless steel yang tahan terhadap tekanan. Selain vessel yang
berfungsi sebagai reaktor proses hidrogenasi, komponen utama lain yang harus
tersedia adalah pompa cairan, kompresor hidrogen, sistem pemanas dan pendingin
reaktor, dan filter. Volume minyak yang dapat diproses dalam satu kali batch-nya
bervariasi, bergantung pada design peralatan yang digunakan.

Proses hidrogenasi dengan peralatan hidrogenasi batch dimulai dengan


memasukkan campuran minyak alamidan katalis logam ke dalam reaktor proses
hidrogenasi. Kemudian reaktor dan campuran umpan dipanaskan hingga mencapai
suhu reaksi dengan uap panas yang dialirkan melalui kumparan kontrol suhu.Saat
temperatur reaksi sudah tercapai, maka hidrogen bertekanan dimasukkan ke dalam
reaktor. Dengan demikian, proses hidrogenasi akan terjadi di dalam reaktor tersebut.
Selama reaksi hidrogenasi terjadi, suhu dan tekanan di dalam reaktor dijaga selalu
tetap dengan menggunakan sistem kontrol yang sudah tersedia.Seperti misalnya,
suhu dikontrol dengan melewatkan air pendingin melalui kumparan kontrol suhu
yang tersedia pada reaktor. Jika tidak dijaga, suhu reaktor akan terus naik
diakibatkan oleh reaksi hidrogenasi yang menghasilkan panas dalam keberjalanan
reaksinya.

Sementara reaksi berlangsung, reaktor diaduk dengan menggunakan agitator


turbin, yang digerakkan oleh motor pneumatik.Efektivitas agitasi ditingkatkan
dengan penggunaan beberapa baffle yang diposisikan di beberapa bagian
reaktor.Selain dilengkapi dengan agitator dan baffle, peralatan proses hidrogenasi
juga dilengkapi dengan filter. Filter berfungsi untuk memisahkan katalis logam
yang tercampur dengan produk akhir (minyak terhidrogenasi). Filteraid sering
digunakan untuk meningkatkan operasi ini.

12
Gambar 2.11. Reaktor Batch Proses Hidrogenasi

Dalam proses hidrogenasi digunakan gas hidrogen yang bertekanan. Gas


hidrogen merupakan flammable gas sehingga dibutuhkan penangan safetyyang lebih
dalam menjalankan reaksi tersebut agar proses dapat berjalan dengan aman dan
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Sebuah peralatan proses hidrogenasi
batch harus dipastikan bahwa seluruh komponennyaberjalan dengan baik, terutama
komponen-komponen listriknya untuk menghindari terjadinya konsleting. Selain itu
juga, biasanya peralatan proses dibuat dengan bahan yang tahan api dan diletakkan
dalam zona keamanan area satu.

Keuntungan menjalankan proses hidrogenasi secara batch adalah


pengoperasian proses yang lebih praktis dan mudah dikontrol, serta fleksibilitas
dalam menjalankan proses yang baik. Sedangkan kelemahannya adalah kapasitas
produksi yang rendah.

Proses hidrogenasi continuous

Gambar 2.12.Skema Peralatan Proses untuk Proses Hidrogenasi Continuous

Secara umum, peralatan proses yang dibutuhkan untuk menjalankan proses


hidrogenasi secara continuous hampir sama dengan yang dijalankan secara batch.

13
Hanya saja, untuk yang continuous peralatan proses harus diintegrasikan dengan
beberapa peralatan lain. Fungsi pengintegrasian alat-alat tersebut adalah untuk
memastikan umpan yang masuk ke dalam reaktor sudah sesuai dengan spesifikasi
yang seharusnya sehingga maintenance terhadap proses dapat hanya dilakukan
beberapa kali dalam jangka waktu yang lama, memastikan produk yang dihasilkan
langsung dapat diproses lebih lanjut dalam proses pengolahan selanjutnya, dan
memaksimalkan pemakaian sumber daya-sumber daya yang digunakan dalam
proses.

Keuntungan dari proses hidrogenasi secara continuous adalah kapasitas


produksi yang dimiliki lebih tinggi dibandingkan dengan proses secara batch,
efisiensi penggunaan energi dan sumber daya lain tinggi dan dapat ditingkatkan
dengan recycle, dan biaya produksi yang dibutuhkan lebih murah. Sedangkan
kelemahan yang dimiliki adalah fleksibilitas dalam pengoperasian rendah,
pengoperasian proses lebih kompleks, dan proses secara continuous membutuhkan
sistem kontrol yang lebih baik dan mahal dibandingkan proses secara batch.

Gambar 2.13.Reaktor Proses Hidrogenasi Continuous

2. Melt Oil/Fat
Pasca proses hidrogenasi, minyak ataupun lemak nabati maupun
hewani akan terkonversi menjadi minyak dengan fasa semi padat pada temperatur
kamar atau minyak dengan tingkat plastisitas tertentu. Produk pasca proses
hidrogenasi ini memiliki umur simpan yang lebih baik dan bersifat lebih stabil
karena lebih tahan terhadap oksidasi. Hal ini dapat terjadi dikarenakan perubahan

14
asam lemak tidak jenuh di dalam minyak menjadi asam lemak jenuh melalui
penghilangan ikatan rangkap di dalam asam lemak tidak jenuh.

Dalam proses pembuatan shortening, minyak yang telah berada dalam


fasa semi padat kemudian akan diproses lebih lanjut menjadi melt oil/fat (lelehan
minyak/lemak). Sumber minyak atau lemak untuk membuat produk shortening
bermacam-macam, biasanya digunakan minyak yang berasal dari tumbuhan,
seperti minyak sawit (olein dan stearin), minyak kacang kedelai, minyak biji
kapas, dan beberapa jenis lemak hewan.Produk shortening ini biasanya dibuat
atau diproduksi dari satu jenis minyak/lemak saja atau dapat juga diproduksi dari
berbagai variasi campuran jenis minyak/lemak.Hal ini sangat tergantung kepada
jenis shortening dan fungsi yang diinginkan dan aplikasi shortening terhadap
produk pangan tertentu.

Trigliserida sebagai penyusun utama minyak/lemak biasanya tersusun


atas tiga bentuk kristal utama, yaitu bentuk alfa, beta, dan beta prime. Bentuk
kristal beta merupakan bentuk kristal yang paling stabil, berukuran cukup besar
dan kasar. Sebaliknya, kristal beta prime berukuran lebih kecil dan halus. Dalam
pembuatan shortening ini, bentuk kristal beta prime merupakan bentuk kristal
yang cukup diinginkan untuk aplikasi produk shortening. Bentuk kristal beta
prime ini akan menghasilkan produk shortening yang lebih halus, aerasi yang
baik, dan juga memiliki sifat pembentuk krim yang baik. Berkebalikan dengan
beta prime, bentuk kristal beta yang berukuran lebih besar dan kasar akan
menghasilkan produk shortening dengan granula berukuran besar dan aerasi yang
relatif buruk. Oleh karena hal inilah, seringkali berbagai variasi minyak atau
lemak dicampurkan untuk mendapatkan bentuk kristal beta prime. Bentuk kristal
beta prime banyak ditemukan pada minyak sawit atau jenis minyak yang banyak
mengandung asam lemak palmitat, seperti minyak biji kapas. Jenis minyak lain,
seperti lemak kakao dan minyak kacang kedelai, cenderung lebih memiliki bentuk
kristal beta.

15
Gambar 2.14. Proses dan peralatan proses melt oil
Upaya untuk memperoleh campuran minyak atau lemak yang menghasilkan produk
shortening yang baik mengharuskan dilakukannya proses pelelehan minyak/lemak. Hal ini
disebabkan tidak semua minyak atau lemak berada dalam fasa cair pada kondisi temperatur
ruang. Proses pelelehan minyak/lemak dilakukan juga untuk memudahkan proses berikutnya,
yaitu proses pencampuran (blend) dimana fasa cair sangat dibutuhkan untuk memeroleh
campuran yang lebih homogen. Jika minyak sawit digunakan sebagai bahan utama
pembuatan shortening, proses pelelehan berfungsi untuk melelehkan fasa padat (stearin) dari
minyak sawit. Untuk memastikan minyak atau lemak yang dicampurkan untuk membuat
produk shortening meleleh, proses pelelehan ini biasanya dilakukan pada temperatur 70oC.

3. Blending
Proses pelelehan dari satu jenis minyak/lemak ataupun berbagai jenis campuran
minyak/lemak akan diikuti proses lanjutan, yaitu blending atau pencampuran. Yang
dimaksud dengan pencampuran adalah pencampuran dari satu jenis atau lebih
minyak/lemak dan juga pencampuran beberapa aditif lainnya, seperti plastisizer,
emulsifier, dan antioksidan.Setiap bahan yang ditambahkan merupakan bahan yang larut
di dalam lemak.Biasanya bahan-bahan ini ditambahkan dalam jumlah yang
kecil.Penambahan jenis-jenis aditif di atas bergantung kepada kebutuhan atau tujuan
aplikasi dari shortening dan bukan merupakan sesuatu yang wajib ditambahkan karena
biasanya shortening secara keseluruhan hanya terdiri dari minyak atau lemak.

Gambar 2.15. Proses dan peralatan proses blending


Salah satu aditif yang cukup sering ditambahkan adalah emulsifier. Emulsifier
dapat ditambahkan sekitar 1-2% dari total shortening yang diproduksi. Biasanya
penambahan emulsifier ini digunakan untuk membuat produk shortening yang lebih
fluid atau dengan kata lain memiliki kadar padatan yang rendah, yaitu sekitar 25-30%.

16
Untuk membuat produk shortening ini, jumlah emulsifier yang ditambahkan dapat
mencapai 10%.

Proses pencampuran biasanya dilakukan secara batch di dalam tangki


pencampuran, namun dengan proses pengadukan yang kontinu. Proses pencampuran
biasanya dilakukan pada rentang temperatur 50-55oC. Pencampuran dilakukan hingga
semua bahan beserta minyak/lemak tercampur secara homogen.

Untuk lebih mengefisiensikan proses, biasanya proses pelelehan minyak/lemak


dan proses pencampuran dilakukan pada satu peralatan yang sama, seperti yang terlihat
pada diagram alir proses pembuatan shortening yang disajikan pada Gambardi bawah
ini.

Gambar 2.16. Diagram alir proses pembuatan shortening


Nomor 1 dari diagram alir proses di atas merupakan peralatan oil blend tank,
dimana campuran minyak/lemak ditambahkan dan dicampurkan sekaligus dilelehkan
pada temperatur kondisi yang sesuai. Setelah minyak/lemak dan beberapa aditif yang
perlu ditambahkan telah tercampur secara homogen, maka minyak/lemak kemudian
dialirkan menuju proses selanjutnya, yaitu proses pre-kristalisasi dan proses kristalisasi.

Berikut merupakan beberapa formula pencampuran minyak/lemak untuk


menghasilkan produk shortening dengan plastisitas yang baik.

Gambar 2.17. Formula pembuatan plastic shortening

Plastic Shortening
Minyak/Lemak
1 2 3

Minyak sawit 50%

Minyak ikan
50%
terhidrogenasi

17
Stearin 42%

Minyak sawit
18%
terhidrogenasi

Minyak rapeseed 40%

Olein
100%
terinteresterifikasi

Sedangkan Gambar 2.18.yang disajikan di bawah ini menunjukkan beberapa formulasi


pembutan shortening bebas lemak trans dan hasil baking test terhadap roti dengan
penggunaan masing-masing formula shortening.

Gambar 2.18. Formulasi Pembuatan Shortening

Formulasi
Minyak/Lemak
1 2 3 4 5

Minyak sawit 40%

Anhydrous milk
60%
fat

Stearin 50% 60% 60% 60%

Minyak rapeseed 50% 40%

Minyak kacang
kedelai 40%

Minyak biji kapas 40%

Hasil baking test


(%volume roti per 99% 101% 97% 96% 95%
volume standar)

4. Prekristalisasi dan Kristalisasi


Kristalisasi minyak pada dasarnya adalah proses pendinginan minyak sampai
mencapai suhu tertentu dimana terbentuk kristal. Kecepatan pengaduk pada saat
mulai terbentuk kristal perlu diatur agar jangan terlalu lambat atau terlalu cepat.
Jika pengadukan terlalu lambat akan terjadi pendinginan tidak merata sehingga
daerah sekitar dinding pendingin dari alat kristalisasi terjadi pembentukan kristal

18
yang berlebihan, sedangkan daerah sekitar pusat tabung kristalisasi, kristal kurang
berkembang dengan baik. Daya kecepatan perputaran pengadukan yaitu 30 rpm
dan 15 rpm. Biasanya daya per unit volume untuk 30 rpm digunakan dalam skala
besar, sedangkan 15 rpm digunakan untuk skala laboratorium (Jatmika dan
Guritno, 1996).

Ukuran Kristal
Jika suhu dinaikkan, lemak akan menahan gerakan molekul menghalangi
terbentuknya kristal, tapi jika suhu diturunkan maka akan terbentuk kristal.
Lemak akan mengkristal dimulai dari fase cair dalam bentuk α dan diikuti
perubahan ke bentuk β′ kemudian ke bentuk intermediat atau modifikasi β akan
membentuk polimorf yang tinggi. β’ kristal berukuran kecil, seragam sehingga
akan menghasilkan shortening dengan tesktur halus dan plastisitas, resistensi
terhadap panas serta sifat creaming yang baik. Kristal β menghasilkan shortening
dengan tesktur yang kasar dan sifat baking yang buruk, tapi baik untuk minyak
goreng dan pie crust. Tipe kristal ditentukan oleh proses plastisisasi dan
tempering.

Supercooling
Karakteristik supercooling dari trigliserida merupakan faktor yang paling kritis
pada plastisisasi lemak/minyak.Lemak masih dapat mempertahankan bentuk
cairnya jika didinginkan dibawah titik lelehnya (solidifikasi dan plastisisasi harus
dikontrol).Derajat supercooling dan suhu supercooling produk menentukan suhu
penanganan produk.Supercooling akan mempengaruhi konsistensi dan titik leleh
dari produk yang disolidifikasi. Solidifikasi lemak yang mengalami supercooling
akan menghasilkan produk yang keras dan plastis (daya olesnya rendah).
Fenomena ini dapat dicegah dengan melakukan pengadukan.

Lemak memiliki karakteristik yang bersifat plastis (mudah dibentuk, dicetak atau
diempukkan) dan berbentuk padat, biasanya dilunakkan dengan cara pencampuran
dengan udara. Lemak yang plastis mengandung kristal gliserida yang padat dan
sebagian trigliserida cair. Apabila lemak didinginkan maka panas akan hilang sehingga
memperlambat gerakan molekul-molekul asam lemak yang ada di trigliserida dalam
lemak, maka molekul-molekul tersebut akan saling tarik menarik karena jarak antar

19
molekul lebih kecil dan saling berikatan antara trigliserida satu dengan lainnya yang
akan membentuk kristal.

Polimorfisme dan Struktur Kristal


Lemak mengeras dalam bentuk lebih dari satu jenis kristal. Trigliserida
menunjukkan tiga jenis kristal utama, yaitu α, β’ dan β, dengan meningkatnya derajat
stabilitas dan titik leleh. Konformasi molekul dan packing dalam kristal masing-masing
polimorf telah dilaporkan. Dalam bentuk α, sumbu rantai asam lemak dari trigliserida
berorientasi secara acak dan bentuk α yang mengungkapkan kebebasan gerak molekul
dengan struktur heksagonal subcell.

Bentuk β’dan bentuk β adalah sebuah rantai konformasi diperpanjang dengan


ortorombik dan triklinik struktur subcell, masing-masing.Pada sumbu rantai asam
lemak bentuk β’ berorientasi sebaliknya, sedangkan dalam bentuk β semua sumbu
rantai asam lemak berorientasi dalam satu jalan.Kristal dari bentuk α merupakan kristal
yang rapuh dengan ukuran 5 μm dan membutuhkan suhu yang cukup rendah untuk
eksis. Kristal β’ adalah jarum kecil dengan ukuran panjang jarang lebih dari 1 μm.
Kristal β besar dan kasar, ukurannya sekitar 25-50 μm dan dapat tumbuh hingga lebih
dari 100 μm selama periode penyimpanan produk diperpanjang. Bentuk β bertanggung
jawab atas kegagalan kualitas produk di margarin yang ''berpasir'' dan ''kasar''.Dalam
kasus yang berat ini dapat mengakibatkan pemisahan minyak biasanya digambarkan
dengan istilah oiling out. Suhu penyimpanan yang terlalu tinggi, formulasi campuran
minyak yang tidak memadai, atau kondisi proses mendukung kegagalan produk ini.

Dalam pemadatan atau solidifikasi pada shortening, kebanyakan pabrik modern


menggunakan votator. Dalam proses ini, lemak yang meleleh disuplai dari tangki
penyimpanan ke pompa positive-displacement dan tekanan dipaksa di bawah sekitar 300 psi
melalui bagian pertama dari sistem pendingin kontinyu. Udara, nitrogen, atau gas inert
lainnya untuk dimasukkan ke dalam produk dicampurkan ke sisi pompa pengisap.Lemak
cair tersebut pertama dipaksa melalui precooler di mana suhunya berkurang menjadi sedikit
di atas titik solidifikasi, misalnya pada 110-115˚F, dan kemudian dipaksa melalui satu atau
lebih silinder dingin dikenal sebagai votatorA-Unit.Dalam votatorA-Unit suhu berkurang
menjadi sekitar 65-75˚F. Pendinginan berlangsung cepat sehingga lemak meninggalkan A-
Unit yang supercooled. Kristalisasi terjadi pada fluid mass saat dinukleasi oleh kristal yang
terkikis dari dinding votator silinder. Massa ternukleasi ini dimasukkan ke pemanas silinder

20
besar untuk dikristalisasi lebih lanjut.Biasanya silinder ini disebut B-Unit, ditempatkan
sejajar dengan A-Unit yang menyediakan agitator yang membuat konten pada suhu agitasi.

Meskipun begitu, beberapa pembentukan kisi kristal dalam produk jadi dianggap
perlu untuk membuat produk tersebut memiliki bentuk sesuai keinginan.Secara teoretis,
pembentukan kisi tersebut dapat benar-benar dicegah dengan mengikuti prosedur yang
ada selama waktu tunda diB-Unit,dengan demikian proses tersebut akan menghasilkan
formasi kristal-kristal tunggal yang saling terikat oleh minyak cair.Produk ini kemudian
akan mencapai tingkat kekenyalan yang maksimum dan akan menjadi pekat atau kental.

Proses yang ditujukkan dalam B-Unit sebaiknya dikontrol secara berhati-hati


untuk menyiapkan sebuah produk yang tahan terhadap periode tempering yang panjang,
sehingga akan mencapai bentuk yang diinginkan. Shortening yang meninggalkan B-
Unit tersebut diambil oleh pompa roda gigi kedua yang memberikan gaya tekanan
sekitar 300-400 poundsmelalui katup untuk membuatnya homogen dan sebuah Packet
filler. Shortening yang telah terpaket tersebut setelah itu dikenakan periode tempering.

Dengan demikianwaktu dan ruangan dapat dihemat dan produk dapat segera
dikirim kepada konsumen biasanya sekitar satu hari setelah dipaketkan.Tujuan lain dari
penemuan ini adalah untuk menyediakan sebuah metode yang telah dikembangkan
untuk mengontrol kristalisasi dalam suatu proses manufaktur Shortening, dengan
demikian sebuah produk dengan tingkat kekentalan akhir yang diharapkan mungkin
lebih mudah diperoleh.Tujuan yang lebih jauh dari penemuan tersebut adalah untuk
menyediakan suatu proses manufaktur untuk shortening yang berada dalam suhu
ruangan dan dengan sedikit perubahan temperatur setelah dipaketkan.

Berdasarkan proses penemuannya, setelah pengenalan udara atau gas inert, dan
precooling untuk suhu di atas titik pengkristalan,dan sebelumnya untuk
memperkenalkan Voltator A-Unit, yang tergabung dengan recyle stream yang bekerja
secara mekanis, dan bentuk produk yang terkristalisasi,B-Unit dapat dikatakan bahwa
suhu dari feed stream-nya dikurangi sampai dibawah seeding point-nya dan stream
tersebut memiliki inti berupa kristal kerasyang sangat banyak. Stream campuran
merupakan pencampuran Voltator A-Unit dengan minyak yang sudah di supercooled
sedikit sejak proses kristalisasi selesai secaraterpisah sebelum mencapai unit ini. Slurry
meninggalkan A-Unit pada suhu sekitar 70˚F seperti pada proses konvensional. Walau
bagaimanapun, ada sedikit panas tersembunyidalam slurry sejak proses kristalisasi,

21
pada titik ini prosesnya hampir selesai. Slurry mencapai B-Unit, dengan demikian
proses kristalisasi selesaisecara menyeluruh, akan tetapi suhu produk meningkat selama
pelepasan panas laten di dalam unit ini, jumlahnya kecil yaitu sekitar 5˚F.Sebuah bagian
dari stream dari B-Unit dipaksa masuk melalui katup, Packet filler,dan bagian-bagian
lain dari stream dari B-Unit kemudiandialihkan kembali menuju recycle stream untuk
dicampurkan dengan feed stream sebelumnya untuk kemudian dikirim ke Votator A-
Unit.Produk yang telah dipaketkan tersebut mencapai kekentalan akhir dalam jangka
waktu yang sangat singkat karena stabil dan kristal yang kuat secara mekanik
telahdimasukkan sebelumnya.

Secara ringkas, shortening diproduksi dalam votator atau kombinator. Campuran


minyak pertama-tama dilelehkan lalu diumpankan ke dalam scraped-surface heat
exchanger (A-Unit) di mana minyak sangat dingin (supercooled), yaitu dengan suhu
17˚C-28˚C dan sebagian mengkristal.Selama campuran mengkristal, viskositasnya pun
meningkat.Mush atau bubur tersebut melewati agitator (B-Unit) di manakristalisasi
selesai. Kristalisasi dilanjutkan pada B-Unit di mana temperatur bergantung pada
temperatur prekristalisasi.Plastik setengah cair terbentuk dan diekstrusi ke unit
packaging.Gambar A-Unit dan B-Unit ditampilkan pada gambar 12 dan 13.

Kristalisasi pada bentuk β prime (β’)


β’ adalah bentuk kristal yang diinginkan dalam shortening karena akan meningkatkan
plastisitas. Hal ini juga mengimobilisasi sejumlah besar minyak cair, yang jika bebas,
akan membuat produk melempem. Palm oil dan palm stearin memiliki stabilitas yang
sangat tinggi dalam bentuk β’ dibandingkan minyak tumbuhan lainnya.

22
Gambar 2.19. Diagram Pre-cr ystallizer (A-Unit)Gambar 13.B-Unit

Diagram alir proses kristalisasi pada shortening contohnya adalah sebagai berikut.

Gambar 13. Diagram Alir Proses Kristalisasi

5. Tempering
Proses tempering dilakukan untuk mendapatkan tekstur shortening yang cukup
baik, tekstur yang tidak mudah meleleh dengan perubahan suhu.Terumata suhu
ketika produk keluar dari gudang penyimpanan hinga pendstribusian sampai ke
tangan konsumen.

Metode yang ada saat ini adalah dengan melakukan tempering di suhu 75-
85°F selama 24 jam atau lebih. Hal ini ditujukan agar mendapatkan tekstur
shortening yang baik (tidak mudah melelh pada temperature pemakaian).
Optimasi temperature tempering dan waktu tempering merupakan hal yang perlu
diperhatikan dalam proses pembuatan shortening.

Perlakuan yang saat ini dilakukan di industri adalah untuk membuat campuran
trigliserida cair membeku dengan cepat di bawah titik beku lemak. Proses ini
dilakukan dalam Votator unit. Dalam votator unit lemak cair dipompa melewati
tubes dingin yang dilengkapi dengan internal rotating blades untuk

23
menghomogenasikan minyak dan lapisan lemak padat yang terbentuk.Setelah itu,
lemak dingin (supercooled fat) dialirkan untuk dikristalisasi dengan reaktor
beragitator.

Dalam votator unit terjadi kristalisasi sebagain dan diteruskan menjadi


kristalisasi lanjutan di unit B. kristalisasi lanjutan di unit B dilakukan hingga titik
kristalisasi maksimum yang bisa dicapai bahan. Setelah titik kristalisasi
maksimum tercapai, terjadi perubahan fisik pada bahan, yaitu terbentuknya ikatan
kohesif antar kristal dalam bahan, atau yang lebih dikenal dengan transformasi
polimorfisme.

Tempering merupakan tahap yang penting. Tanpa tempering, shortening yang


dihasilkan tidak akan mencapai nilai standard viskositas, creaming volume, dan
ketahanan terhadap temperature ambient. Sampai sekarang belum diketahui secara
pasti faktor apa saja yang mempengaruhi proses temperingshortening. Tetapi,
beberapa ahli mengasumsikan shortening harus melalui proses tempering dalam
waktu yang cukup lama untuk menghasilkan kualitas produk yang baik. Oleh
karena itu, sebelum dikemas shortening ditempering pada ruangan khusus selama
48 jam untuk menjaga kualitas produk.

Beberapa ahli menemukan bahwa optimasi proses tempering dengan


melakukan pendinginan pada trigliserida cair agar proses kristalisasi berjalan
cepat, kemudian trigliserida cair dipanaskan secara seragam dengan pemanasan
cepat. Dengan proses ini, polimorfisme trigliserida akan berjalan lebih baik.
Karena setiap bentuk akhir Kristal yang terbentuk hanya perlu dilakukan
pemanasan trigliserida yang tidak terlalu lama. Untuk beberapa jenis triglierida
tahap tempering dapat dihilangkan.Proses tempering ini diganti dengan
pemanasan di bawah titik kristalisasi molekul trigliserida. Pemanasan ini
dilakukan dalam reaktor yang tidak berpengaduk agar tidak menganggu proses
pembentukan Kristal itu sendiri. Dalam bahasan Ini akan dibahas lebih lanjut
tentang pembentukan lapisan tipis trigliserida untuk menjaga Kristal dalam
kondisi kesetimbangan termal dan menaikkan suhu kristalisasi dengan dielectric
heating untuk menjaga keseragaman kristal yang terbentuk. Untuk memperbaiki
jenis kristal yang dibentuk, pertama triglisrida dibuat cair terlebih dahulu.
Kemudian dinginkan tepat pada suhu kristalisasi mulai.Kemudian panaskan lagi

24
trigliserida agar tercipta kondisi yang seragam.Pada industri, pendinginan ini
dilakukan dalam unit Votator hingga suhu 60-65°F, sementara pemanasan
dilakukan dalam unit B hingga suhu 75-85°F.

6. Shipment
Permintaan akans hortening semakin hari semakin bertambah. Oleh
karena itu dibutuhkan pengemasan yang mampu memastikan kualitas shortening
terjaga bahkan sampai konsumn yang berada di luar negeri sekalipun.Waktu
pengiriman produk juga harus memperhatikan tanggal kadaluarsa dari produk,
sehingga ketika produk mencapai tangan konsumen dapat dipastikan bahwa
produk masih dalam batas aman untuk dikonsumsi.

Shortening saat ini lebih sering dikirim dengan packaging sesuai kebutuhan,
ukuran karton berkapasitas 10 kg, 15 kg, 20 kg, atau kemasan kaleng yang
mampu menjaga lebih lama kualitas produk.Beberapa perusahaan juga
menawarkan jasa khusus untuk pengepakan sesuai dengan kebutuhan
konsumen.Seperti yang dilakukan oleh Marina Palm Oil Shortening dan Saratoga
Farms Shortening pada Gambar 2.20.

25
Gambar 2.20.Palm Oil Shortening pada Marina Palm Oil

f. Membedakan Mentega Putih dengan Margarin dan Mentega (Butter)


Perbedaan utama antara margarin dan shortening adalah margarin
mengandung kadar air sedangkan shortening tidak mengandung kadar air sama
sekali. Tetapi perbedaan ini tidak kasat mata artinya orang tidak dapat merasakan
kadar air dalam produk.

Perbedaan yang kasat mata antara shortening dan margarin adalah warnanya.
Umumnya margarin berwarna kuning sehingga dipasaran dikenal sebagai “mentega
kuning”, sedangkan shortening berwarna putih sehingga di pasaran dikenal sebagai
“mentega putih”. Secara umum tabel di bawah ini memperlihatkan perbedaan antara
Shortening dan Margarin.

Meskipun demikian ada beberapa pengecualian, contohnya ada margarin


tanpa garam, margarin yang tidak diberi warna atau margarin putih, dan ada
shortening yang diberi warna seperti pastry shortening, dan ada shortening yang
diberi pewarna dan aroma seperti BOS.

Selain margarine, terdapat juga perbedaan antara shortening dan butter.


Dalam kehidupan sehari-hari shortening dan butter sering digunakan dalam
pembuatan produk-produk makanan melalui proses pemanggangan. Shortening dan
butter banyak digunakan sebagai bahan campuran dan pelapis makanan pada saat
akan dipanggang. Kedua bahan tersebut dikenal sebagai bahan yang dapat
menggantikan fungsi bahan yang satu dengan yang lain. Shortening dianggap
sebagai bahan substitusi butter dan begitu juga sebaliknya. Bila diamati dengan
mata telanjang pun, penampilan fisik yang dimiliki shortening dan butter sangatlah
mirip (bahkan nyaris terlihat sama). Namun, sebenarnya shortening dan butter
merupakan dua bahan yang sangat berbeda.

Berdasarkan kandungan dan komposisi kimia yang dikandung, shortening


dan butter berbeda satu sama lain secara signifikan. Shortening merupakan bahan
yang terdiri dari 100% lemak.Umumnya, shortening dibuat dari lemak hewani dan
minyak nabati. Sedangkan butter adalah bahan yang hanya memiliki kandungan
lemak yang tinggi. Biasanya butter dibuat dari bahan-bahan dairy, sehingga di
dalamnya masih terkandung partikel-partikel padatan lain (partikel bukan lemak)

26
dan air. Hal tersebut akan mengakibatkan butter meleleh pada temperatur yang lebih
rendah dan dengan laju pelelehan yang lebih cepat dibandingkan shortening.
Shortening cenderung akan mempertahankan tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi
dalam produk jadi. Akan tetapi, butter akan menyebar dengan lebih baik dan
membentuk lapisan yang lebih tipis saat dilelehkan.Selain itu, perbedaan komposisi
kimia yang dimiliki oleh shorteningdan butter juga berdampak pada kandungan
energi yang dimiliki oleh masing-masing bahan.Dalam satu sendok makan butter
hanya terkandung energi sebanyak 100 kalori, sedangkan untuk shortening
terkandung energi sebesar 110 kalori.

Perbedaan lain antara shortening dan butter adalah komponen penyusun yang
terkandung di dalamnya. Butter memiliki kandungan asam lemak jenuh dan
kolesterol yang sangat tinggi di dalamnya, sedangkan shortening hanya
mengandung asam lemak jenuh di dalamnya. Menurut studi di bidang kedokteran,
kandungan asam lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi dalam makanan akan
menimbulkan efek yang tidak sehat bagi tubuh manusia. Asam lemak jenuh dan
kolesterol dapat mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah arteri pada tubuh
manusia.

Shortening Butter
Minyak nabati dan
Bahan baku Dairy product
lemak hewani
tinggi lemak, masih
Kandungan dan
100% lemak mengandung partikel
komposisi kimia
padatan lain dan air
lebih mudah dan
lebih cepat meleleh,
tetapi pada saat
memiliki kestabilan meleleh akan
Pelelehan
yang lebih baik menyebar dengan
lebih merata dan
membentuk lapisan
yang tipis
Kandungan
energi (dalam
110 kalori 100 kalori
satu sendok
makan)
Komponen asam lemak jenuh
asam lemak jenuh
penyusun lemak dan kolesterol

27
mempunyai tekstur mempunyai tekstur
Produk jadi
yang lebih halus dan yang agak kasar dan
yang dihasilkan
volume yang besar kurang mengembang

memiliki bau yang


Flavor tidak berbau
khas
proses
Proses pemanggangan
Kegunaan pemanggangan,
(baking)
penggorengan, dll
Gambar 2.21 .Perbedaan Shortening dan Butter

Produk jadi yang dihasilkan dengan menggunakan shorteningakan


mempunyai tekstur yang lebih halus dibandingkan dengan produk jadi yang
menggunakan butter. Hal tersebut dikarenakan oleh kemampuan shortening dalam
memerangkap udara dalam adonan selama proses mixing lebih baik. Selain
menghasilkan produk jadi dengan tekstur yang lebih halus, shortening juga akan
menghasilkan produk jadi yang lebih mengembang.

Saat proses pemanggangan dilakukan, butter menciptakan sebuah flavor


yang khas, yang tidak dihasilkan pada saat pemakaian shortening. Oleh karena itu,
butter biasanya lebih sering digunakan untuk pembuatan produk-produk jadi
dengan rasa yang gurih dan aroma yang harum. Hal tersebut juga menyebabkan
penggunaan dan aplikasi butter dalam kehidupan sehari-hari lebih luas
dibandingkan shortening. Tidak jarang untuk mendapatkan produk jadi yang lebih
lezat dan menarik, shortening dan butter digunakan secara bersama-sama dengan
proporsi tertentu untuk masing-masing bahan tersebut.

g. Kegunaan Mentega Putih


Shortening digunakan untuk membuat berbagai macam produk seperti:
 Roti tawar dan roti burger
 Buttercream untuk filling, menghias kue
 Biskuit dan wafer
 Cream biscuit dan wafer
 Puff Pastry
 Cake
 Pia

28
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Shortening atau mentega putih adalah lemak padat yang bersifat plastis yang
banyak digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan produk pangan seperti
roti, cake, biscuit dan pastry. Penggunaan shortening pada produk pangan
bertujuan untuk memperbesar volume, memperbaiki tekstur, meningkatkan cita
rasa dan sebagai bahan pembentuk krim. Pada umumnya shortening yang ada di
Indonesia masih merupakan produk impor dan terbuat dari lemak hewani.
Penggunaan lemak hewani sebagai bahan shortening mulai dihindari karena
mengandung kolesterol yang tinggi dan rektuksi agama dan kepercayaan
tertentu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisik pada produk shortening adalah


plasticity, consistency, dan struktur.Diagram blok pembuatan shortening yaitu:

B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami buat , semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca .Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan di masa depan.

29
Daftar Pustaka

Anonimus. 1997. Study Tentang Perkebunan dan Pemasaran Minyak Kelapa Sawit
Indonesia. Internasional Contact Busines System. Inc.

Alexandersen, Klaus A. Margarine Processing Plants and Equipment.


Alfa Laval. 2013. Oil Processing Machine.
Armfield. 2013. Edible & Essential Oils Processing Equipment.
Dolceta, I.C., Vita, S.F., March, R. 2000. Area Preserving Curve Shortening Flows:
From Phase Transitions to Image Processing.

Elisabeth, J., A. Jatmika, dan K. Sinaga. 1998. Lipase-Catalizzed Incorporation of N-3


PUFA into Palm Oil. International Oil Palm Conference.

Elisabeth, J., A. Jatmika, dan K. Sinaga. 1999. Sintesis Minyak Sawit Merah Kaya Asam
Lemak Omega-3 dengan Metode Asidolisis Enzimatik. Jurrnal PPKS Vol. 7(1):43-46.

Elisabeth, J., T. Hayati, dan D. Siahaan. 1998. Minyak dan Lemak dalam Pola Konsumsi
Pangaan. Warta PPKS Vol. 8(1) 41-49.

Elisabeth, J., T. Hayati, dan D. Siahaan. 2004. Minyak dan Lemak dalam Pola Konsumsi
Pangaan. Warta PPKS Vol. 8(1) 41-49.

Gravrilla, A.I., Avram, R., and Chipurici, P. 2000. Mono and Diglycerides Synthesis and
Uses. Faculty of Industry Chemistry. Polithehnica University of Bucharest. Romania.

Hamilton, R.J., 1989. Esterification and Interesterification. FORIM. Kuala Lumpur.


Hasanuddin, A. 2001. Kajian Teknologi Pengolahan Minyak Kelapa Sawit Mentah untuk
Produksi emulsifer Mono-diasilgliserol dan Konsentrat Karotenoid. Makalah Fal Safah
Sains(PPS 702). Institut Pertanian Bogor.

Jatmika, A. 1998. Aplikasi Enzim Lipase Dalam Pengolahan Minyak Sawit dan Minyak
Inti Sawit Untuk Produk Pangan. Warta PPKS. Medan.

Mizer, D.A, Mary, P. Bethsorer 1987. Food Preparation for The Profesional. John Wiley
And Sons. New York.

O’Brien, R.1998. Fats and Oil. Tehnomic Publishing Company, Inc. Lancaster. New
York.

30

Anda mungkin juga menyukai