Anda di halaman 1dari 19

PENDAHULUAN

Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang menggunakan teknik invasif


dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani melalui sayatan
yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka 1. Pembedahan dilakukan karena
beberapa alasan, salah satunya adalah kuratif dan menurut jenisnya dibedakan menjadi dua
jenis yaitu bedah mayor dan bedah minor. Setiap tindakan yang termasuk bedah mayor
selalu berhubungan dengan adanya insisi (sayatan).
Laparatomi merupakan suatu proses insisi bedah ke dalam rongga abdomen yang
dilakuakan dengan berbagai indikasi seperti trauma abdomen, infeksi pada rongga
abdomen, perdarahan saluran cerna, sumbatan pada usus halus dan usus besar serta masa
pada abdomen9. Tindakan laparotomi dapat menimbulkan berbagai komplikasi pasca bedah
antara lain gangguan perfusi jaringan, infeksi pada luka yang menyebabkan buruknya
integritas kulit serta terjadinya dehisensi luka operasi.
Dehisensi adalah keadaan dimana terbukanya kembali sebagian atau seluruhnya luka
operasi yang sering pada organ kulit 3. Dehisensi luka post laparotomy merupakan komplikasi
utama yang serius. kejadiannya berkisar antara 0,25% sampai 3% dari seluruh operasi
laparotomi yang dilakukan, dengan angka kematian berkisar antara 10-20%. Terjadinya
dehisensi luka berkaitan dengan berbagai kondisi seperti anemia, hipoalbumin, malnutrisi,
keganasan, obesitas dan diabetes, usia lanjut, prosedur pembedahan spesifik seperti
pembedahan pada kolon atau laparotomi emergency. Dehisensi luka juga dapat terjadi
karena perawatan luka yang tidak adekuat serta faktor mekanik seperti batuk-batuk yang
berlebihan, ileus obstruktif dan hematom serta teknik operasi yang kurang baik.
Penanganan dehisensi luka secara umum dibedakan menjadi penanganan operatif dan
penanganan non operatif. Penanganan operatif dilakukan pada sebagian besar penderita
luka operasi terbuka. Sedangkan penanganan non operatif dilakukan diberikan kepada
penderita yang sangat tidak stabil dan tidak mengalami eviserasi.7
Berikut ini akan disajikan sebuah laporan kasus dehisensi luka post laparatomy.

Page | 1
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kulit
Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ tipis yang luas, tebal kulit bervariasi antara 0,5 – 1,5 mm
tergantung pada letak, umur, gizi, jenis kelamin, dan suku. Luas permukaan kulit pada
orang dewasa sekitar 1,5 – 2 m². Fungsi kulit antralain; pengontrol suhu tubuh,
pelindung atau proteksi, penerima rangsang, untuk ekskresi, untuk penyimpanan, dan
penunjang penampilan. Kulit dibagi menjadi lapisan epidermis, dermis, dan
hipodermis atau subkutis.4
a) Lapisan Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Tebal epidermis
berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan
kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Pada
epidermis terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Fungsi Epidermis antara lain
proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan
mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
Epidermis terdiri atas lima lapisan : (1). Stratum Korneum, (2) Stratum Lusidum, (3)
Stratum Granulosum, (4) Stratum Spinosum, dan (5) Stratum Basale (Stratum
Germinativum).4,5
b) Dermis
Dermis terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling
tebal terdapat pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan : (1).
Lapisan papiler, dan (2). Lapisan retikuler. Dermis mempunyai banyak jaringan
pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel
rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Fungsi Dermis antara lain sebagai
struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces
dan respon inflamasi.
c) Hipodermis atau Subkutis
Hipodermis terdiri dari lapisan lemak. Fungsi Subkutis / hipodermis antara lain
untuk melekatkan kulit ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol
bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
Vaskularisasi kulit yaitu melalui arteri yang memberi nutrisi pada kulit
membentuk pleksus terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu

Page | 2
antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini
memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu
cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient
dari dermis melalui membran epidermis. Vaskularisasi dikulit diatur oleh 2 pleksus,
yaitu pleksus superfisialis dan pleksus profunda.5

Gambar 1. Anatomi Kulit


B. Fisiologi Penyembuhan Luka
Penyembuhan dan perbaikan luka adalah proses penggantian sel-sel mati yang
berbeda dari sel asalnya. Sel-sel baru membentuk jaringan granulasi, yang nantinya
menjadi jaringan parut fibrosa. Menurut jenisnya, penyembuhan luka terbagi menjadi;
penyembuhan primer, dan penyembuhan sekunder.1
Fase penyembuhan luka, terdiri atas;
1) Fase inflamasi
Fase ini dimulai setelah 5 – 10 menit dan berlangsung selama 3 hari setelah cedera.
Proses yang terjadi yaitu, haemostatis; vasokontriksi sementara dari pembuluh darah
yang rusak terjadi pada saat sumbatan trombosit dibentuk dan diperkuat juga oleh
serabut fibrin untuk membentuk bekuan.

Gambar 2. Fase Imflamasi.

Page | 3
2) Fase Proliferatif
Pembentukan jaringan granulasi adalah pusat dari peristiwa selama fase proliferatif.
Jaringan granulasi terdiri dari sel-sel inflamasi, fibroblas, kolagen, neovascular,
glikosaminoglycans dan proteoglycans. Pembentukan jaringan granulasi terjadi 3 – 5
hari setelah cedera.

Gambar 3. Fase Proliteratif

3) Fase Maturasi
Pada fase ini terjadi proses pematangan luka. Yang terdiri atas penyerapan kembali
jaringan yang berlebihan, pengerutan yang sesuai dengan gaya gravitasi dan akhirnya
perupaan ulang jaringan yang baru.1,2

Gambar 4. Fase Maturasi.

C. Dehisensi Luka
1. Definisi
Dehisensi luka adalah keadaan dimana terbukanya kembali sebagian atau seluruhnya
luka operasi. Keadaan ini sebagai akibat kegagalan proses penyembuhan luka operasi
2. Klasifikasi

Page | 4
a) Dehisensi luka operasi dini; terjadi kurang dari 3 hari paska operasi yang biasanya
disebabkan oleh teknik atau cara penutupan dinding perut yang tidak baik.
b) Dehisensi luka operasi lambat : terjadi kurang lebih antara 7 hari sampai 12 hari
paska operasi. Pada keadaan ini biasanya dihubungkan dengan usia, adanya infeksi,
status gizi dan faktor lainnya.3,10
3. Manifestasi Klinik
Dehisensi luka seringkali terjadi tanpa gejala khas, biasanya penderita sering merasa
ada jaringan dari dalam rongga abdomen yang bergerak keluar disertai keluarnya
cairan serous berwarna merah muda dari luka operasi (85% kasus). Pada pemeriksaan
didapatkan luka operasi yang terbuka. Terdapat pula tanda-tanda infeksi umum seperti
adanya rasa nyeri, edema dan hiperemis pada daerah sekitar luka operasi, dapat pula
terjadi pus atau nanah yang keluar dari luka operasi10.
4. Etiologi
a) Faktor mekanik : Adanya tekanan dapat menyebabkan jahitan jaringan semakin
meregang dan mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Faktor mekanik
tersebut antara lain batuk-batuk yang berlebihan, ileus obstruktif dan hematom
serta teknik operasi yang kurang.
b) Faktor metabolik : Hipoalbuminemia, diabetes mellitus, anemia, gangguan
keseimbangan elektrolit serta defisiensi vitamin dapat mempengaruhi proses
penyembuhan luka.
c) Faktor infeksi : Secara klinis biasanya terjadi pada hari ke 6 - 9 paska operasi
dengan gejala suhu badan yang meningkat disertai tanda peradangan disekitar
luka.10
5. Faktor Resiko
Faktor resiko dapat terbagi menjadi, preoperasi, operasi, dan post operasi.
Faktor risiko preoperasi meliputi jenis kelamin (laki-laki lebih rentan dibandingkan
wanita), usia lanjut (>50 tahun), operasi emergensi, obesitas, diabetes mellitus, gagal
ginjal, anemia, malnutrisi, terapi radiasi dan kemoterapi, keganasan, sepsis, penyakit
paru obstruktif serta pemakaian preparat kortikosteroid jangka panjang (Afzal, 2008;
Spiloitis et al, 2009; Makela, 2005; Singh, 2009).
Faktor risiko operasi antara lain; jenis insisi , cara penjahitan, tehnik penjahitan,
dan jenis benang. Sedangkan faktor pascaoperasi antara lain; peningkatan tekanan
intra abdomen, perawatan pascaoperasi yang tidak optimal, nutrisi pascaoperasi yang
tidak adekuat, terapi radiasi dan penggunaan obat antikanker 8.
6. Penatalaksanaan

Page | 5
Penatalaksanaan dehisensi luka dibedakan menjadi penatalaksanaan non operatif atau
konservatif dan penatalaksanaan operatif.
a) Penanganan Nonoperatif/ Konservatif
Penanganan non operatif diberikan kepada penderita yang sangat tidak stabil dan
tidak mengalami eviserasi. Hal ini dilakukan dengan penderita berbaring di tempat
tidur dan menutup luka operasi dengan kassa steril atau pakaian khusus steril.
Penggunaan jahitan penguat abdominal dapat dipertimbangkan untuk mengurangi
perburukan luka operasi terbuka. Selain perawatan luka yang baik, diberikan nutrisi
yang adekuat untuk mempercepat penutupan kembali luka operasi. Diberikan pula
antibiotik yang memadai untuk mencegah perburukan dehisensi luka.
b) Penanganan Operatif
Penanganan operatif dilakukan pada sebagian besar penderita dehisensi. Ada
beberapa jenis operasi yang dilakukan pada dehisensi luka yang dilakukan antara
lain rehecting atau penjahitan ulang luka operasi yang terbuka, mesh repair,
vacuum pack, abdominal packing, dan Bogota bag repair.
Jenis operasi rehecting atau penjahitan ulang paling sering dilakukan hingga
saat ini. Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan keadaan stabil, dan penyebab
terbukanya luka operasi murni karena kesalahan tekhnik penjahitan. Pada luka yang
sudah terkontaminasi dilakukan tindakan debridement terlebih dahulu sebelum
penutupan kembali luka operasi.
Tindakan awal yang dilakukan adalah eksplorasi melalui dehisensi luka jahitan
secara hati-hati dan memperlebar sayatan jahitan lalu mengidentifikasi sumber
terjadinya dehisensi jahitan. Tindakan eksplorasi dilakukan dalam 48-72 jam sejak
diagnosis dehisensi luka operasi ditegakkan. Tehnik yang sering digunakan adalah
dengan melepas jahitan lama dan menjahit kembali luka operasi dengan cara satu
lapisan sekaligus dan dapat dipertimbangkan penggunaan drain luka
intraabdominal. Jika terdapat tanda- tanda sepsis akibat luka, buka kembali jahitan
luka operasi dan lakukan perawatan luka operasi. secara terbuka dan pastikan
kelembaban jaringan terjaga. Prinsip pemilihan benang untuk penjahitan ulang
adalah benang monofilament nonabsorbable yang besar. Jahitan penguat luar
diangkat setidaknya setelah 3 minggu.
Selain Rehecting, metode yang biasa dilakukan antara lain mesh repair, yaitu
penutupan luka dengan bahan sintetis yaitu mesh yang berbentuk semacam kasa
halus elastis yang berfungsi sebagai pelapis pada jaringan yang terbuka tersebut

Page | 6
dan bersifat diserap oleh tubuh. Namun mesh repair menimbulkan angka
komplikasi yang cukup tinggi. Dilaporkan terdapat sekitar 80% pasien dengan mesh
repair mengalami komlplikasi dengan 23% mengalami enteric fistulation.
Selain itu digunakan pula vacuum pack. Tekhnik ini menggunakan sponge
steril untuk menutup luka operasi yang terbuka kembali setelah itu ditutup dengan
vacuum bag dengan sambungan semacam suction di bagian bawahnya.
Tekhnik lain yang digunakan adalah Bogota bag. Tekhnik ini dilakukan pada
dehisensi yang telah mengalami eviserasi. Bogota bag adalah kantung dengan
bahan dasar plastik steril yang merupakan kantong irigasi genitourin dengan daya
tampung 3 liter yang digunakan untuk menutup luka operasi yang terbuka kembali.
Plastik ini dijahit ke kulit atau fascia pada dinding abdomen anterior7,10.

Page | 7
LAPORAN KASUS

STATUS KOAS

Bagian Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Tadulako Palu

I. IDENTITAS

Nama : Tn. WG Tanggal Masuk : 11 Desember 2013


Umur : 29 Tahun Pekerjaan : Petani
JK : Laki-laki Ruangan : Teratai
RM : 54 69 92 Rumah Sakit : RS. Undata Palu

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Luka bernanah pada bekas operasi

Anamnesis terpimpin :

Luka bernanah pada bekas operasi mulai muncul 3 hari sebelum masuk RS. Sebelumnya
pasien sudah menjalani operasi usus buntu 4 minggu yang lalu. Jahitan luka di lepas 2 minggu
yang lalu. Awalnya luka kering kemudian 2 minggu berikutnya (3 hari sebelum masuk RS.)
mulai muncul nanah dan terasa nyeri di daerah luka. Pada luka juga keluar cairan berwarna
merah muda dari luka operasi. Luka operasi kemudian terbuka. Luka bekas operasi tidak
bengkak dan tidak meradang.

Tidak ada demam, tidak ada batuk. Selama proses penyembuhan luka pasien jarang
duduk dan lebih sering berbaring. Selain itu, pasien jarang mengkosumsi lauk seperti ikan atau
telur dan hanya sering makan bubur. keluhan lain yaitu kencing bercampur darah sejak 4 hari
sebelum masuk, tidak nyeri saat berkemih, dan berkemih rasa puas. Pasien juga mengeluhkan

Page | 8
nyeri ulu hati dan di daerah pusat tembus belakang, mual(+), muntah(+). Riwayat trauma (-).
BAB lancar.

Riwayat menggunakan obat : Tidak ada

Riwayat peyakit dahulu : Tidak ada riwayat DM, tidak ada riwayat Ht, Riwayat Anemia

disangkal

Riwayat penyakit keluarga : DM dan Hipertensi disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIS


BB : 62 Kg
TB : 165 cm
GCS : E4V5M6

Status Generalisata : Sakit Sedang/ Composmentis/ Gizi Kurang


Tanda Vital :
TD : 130/80 mmHg
Pernapasan : 20 x/menit
Nadi : 96 kali/menit
Suhu aksilla : 36.7 °C

Kepala :
Normocephal
Mata : Konjungtiva Anemis (+)/(+), Sklera Ikterik (-)/(-)

Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)


Thorax
- Inspeksi : Normothoraks, pergerakan simetris
- Palpasi : Vocal fremitus kanan=kiri, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+)/(+), batas paru hepar SIC VI midclavicula dextra
- Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler (+)/(+), Rh (-)/(-), Wh (-)/(-)
Jantung
- Inspeksi : Pulsasi Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di SIC V midclacicula sinistra
- Perkusi : Pekak
Batas jantung atas SIC II parasternal sinistra
Batas jantung bawah SIC V midclavicula sinistra
Batas jantung kanan SIC IV parasternal dekstra
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler

Page | 9
Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar, tampak vulnus scizum di linea median abdomen
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Palpasi : Nyeri tekan disekitar luka
- Perkusi : Timpani
Pemeriksaan tambahan : Nyeri ketuk CVA dekstra (+)
Genitalia : Terpasang Folley Cateter F 16, warna urin merah gelap
Ekstremitas
o Superior : Akral hangat (+)/(+), deformitas (-)/(-)
o Inferior : Akral hangat (+)/(+), deformitas (-)/(-)
Status Lokalis
- Regio : Abdomen
- Inspeksi : Tampak vulnus scizum di median abdomen, pus (-), darah (-), jembatan
jaringan (-)
- Palpasi : ukuran luka 10x2cm memenjang di linea median abdomen

Gambar 1 Gambar 2
Luka post operasi di abdomen Urin pasien

IV. RESUME
Tn. WG, 29 Tahun, masuk dengan keluhan luka bernanah pada bekas operasi muncul 3 hari
sebelum masuk RS. Sebelumnya pasien sudah menjalani operasi usus buntu 4 minggu yang lalu,
dan Jahitan luka di lepas 2 minggu yang lalu. Dua minggu kemudian muncul nanah dan terasa
nyeri di daerah luka serta mengeluarkan cairan berwarna merah muda dari luka operasi. Luka
operasi kemudian terbuka. Selama proses penyembuhan luka pasien jarang duduk dan lebih
sering berbaring. Selain itu, pasien jarang mengkosumsi lauk seperti ikan atau telur dan hanya
sering makan bubur. keluhan lain yaitu kencing bercampur darah sejak 4 hari sebelum masuk,
tidak nyeri saat berkemih, dan berkemih rasa puas. Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati dan di
daerah pusat tembus belakang, mual (+), muntah (+). BAB lancar. Riwayat Anemia disangkal.

Page | 10
Pada pemeriksaan fisis status generalisata sakit sedang/ composmentis/ gizi Kurang.
Konjungtiva tampak anemis (+)/(+). Pada abdomen, dinding perut tampak datar, tampak vulnus
scizum di linea mediana abdomen ukuran luka 10x2cm, peristaltik (+) kesan normal, dan nyeri
tekan disekitar luka, nyeri ketuk CVA dekstra (+). Pada genitalia terpasang Folley Cateter F 16,
denagn warna urin merah gelap
V. DIAGNOSIS SEMENTARA
Dehisensi luka + Susp Uretrolithiasis
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium
Darah Rutin (11 Desember 2013)
RBC : 3.61 x 1012/L (3.6 - 6.5) (N)
9
WBC : 12.8 x 10 /L (5 - 10) (↑)
Hb : 8.8 g/dL (12 - 18) (↓)
Hct : 25.4 % (35 - 52) (↓)
Plt : 781x109/L (150 - 450) (↑)

Kimia Darah (11 Desember 2013)


GDS : 111 mg/dL (70 - 200) (N)
Ureum : 42 mg/dL (8 - 53) (N)
Kreatinin : 0.8 mg/dL (0.3 - 0.6) (↑)
Urinalisis (11 Desember 2013)
Protein : +2 positif
Glukosa : Negatif
Sedimen : Leukosit (+) penuh
Eritrosit (+) penuh
Silinder (-)
Epiel (-)
Kristal (-)
- Radiologi : (-)
- Rencana pemeriksaan tambahan : USG Abdomen

VII. DIAGNOSIS AKHIR


Dehisensi luka post operasi laparatomi dan appendectomy
VIII. PENATALAKSANAAN
- Medikamentosa :
IVFD RL 500 cc/24 jam
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ iv

Page | 11
- Non Medikamentosa :
Tirah baring
Diet TKTP (Lunak)

- Prosedur Tindakan
Rawat Luka dan menutup luka operasi dengan kassa steril
Pro rehecting luka post operasi

IX. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

FOLLOW UP

No Tanggal Follow Up Tanda


& Jam Tangan
1 12/12-13 S : Nyeri perut (+), warna urin merah gelap (+)
06.30 O : TTV : TD 120/80 mmHg, N 88 x/m, S 36.5 oC, P 20 x/m
Mata : K. Anemis (+)/(+), S. Ikterik (-)/(-)
Thoraks : BP vesikuler (+)/(+), Rh (-)/(-), Wh (-)/(-)
Status Lokalis
Regio : Abdomen
I : Dinding perut datar, V. Scisum (+) linea median dengan

Page | 12
ukuran 7 x 2 x 0,7 cm, darah (+), pus (+), udem (-),
hematom (-)
A : Peristaltik (+) kesan normal
P : Timpani
P : NT (+) di paraumbilikus
Genitalia : Terpasang Folley Cateter F 16, warna urin merah
Gelap
Ekstremitas : Akral hangat, deformitas (-)
Balance Cairan
Input
Oral 2000 cc
Infus 1000 cc
Air Metabolisme 310 cc +
Total 3310 cc
Output
Urin 1500 cc
IWL 930 cc
Feses 200 cc +
Total 2630 cc
Balance Cairan = 3310 – 2630 = 1670

A : Dehisensi luka
P : Diet TKTP
IVFD RL 500cc/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV

2 13/12-13 S : Nyeri perut (-), warna urin merah gelap (+), kateter urin
06.30 kadang tersumbat
O : TTV : TD 110/70 mmHg, N 88 x/m, S 36.5 oC, P 18 x/m
Mata : K. Anemis (+)/(+), S. Ikterik (-)/(-)
Thoraks : BP vesikuler (+)/(+), Rh (-)/(-), Wh (-)/(-)
Status Lokalis
Regio : Abdomen
I : Dinding perut datar, V. Scisum (+) linea median dengan
ukuran 7 x 2 x 0,7 cm, darah (+), pus (+), udem (-),
hematom (-)
A : Peristaltik (+) kesan normal
P : Timpani
P : NT (+) di paraumbilikus
Genitalia : Terpasang Folley Cateter F 16, warna urin merah
Gelap
Ekstremitas : Akral hangat, deformitas (-)
Hasil Lab Tanggal 13/12-13
Darah Rutin
RBC : 3.01 x 1012/L
WBC : 13.14 x 109/L
Hb : 7.3 g/dL
Plt : 629x109/L
Serologi
HBSAg Negatif
Kimia Darah

Page | 13
Albumin 3.19 gr/dL (3.5-5.2)
SGOT 25 UI/I (10-50)
SGPT 25 UI/I (10-50)
A : Dehisensi luka + Hematuria ec susp. BSK
P : Diet TKTP
IVFD Aminofluid : RL 1000cc/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
Oral VIP albumin 3x4
Transfusi WB 2 bag dengan premedikasi NaCl 0.9%, Inj.
Furosemid ½ amp (20mg), Inj. Dexamethason 30 mg
Rencana USG Abdomen

3 14/12-13 S : Nyeri perut (-), warna urin merah cerah (+)


06.30 O : TTV : TD 110/80 mmHg, N 88 x/m, S 36.6 oC, P 20 x/m
Mata : K. Anemis (+)/(+), S. Ikterik (-)/(-)
Thoraks : BP vesikuler (+)/(+), Rh (-)/(-), Wh (-)/(-)
Status Lokalis
Regio : Abdomen
I : Dinding perut datar, V. Scisum (+) linea median dengan
ukuran 7 x 2 x 0,7 cm, darah (+), pus (+), udem (-),
hematom (-)
A : Peristaltik (+) kesan normal
P : Timpani
P : NT (+) di paraumbilikus, vesica urinary teraba
Genitalia : Terpasang Folley Cateter F 16, warna urin merah
cerah
Ekstremitas : Akral hangat, deformitas (-)
Hasil USG :
Penemuan
Dyspepsia
Meteorismus
Susp. Peritonitis
Hydronerphrosis dekstra

A : Dehisensi luka + Hematuri ec Susp. BSK (Uretrolithiasis)


P : Diet TKTP
IVFD Aminofluid : RL 1000cc/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
Oral VIP albumin 3x4
Transfusi WB 2 bag belum dilakukan
4 15/12-13 S : Nyeri perut (-), warna urin merah cerah (+)
06.30 O : TTV : TD 110/80 mmHg, N 80 x/m, S 36.6 oC, P 20 x/m
Mata : K. Anemis (+)/(+), S. Ikterik (-)/(-)
Thoraks : BP vesikuler (+)/(+), Rh (-)/(-), Wh (-)/(-)
Status Lokalis
Regio : Abdomen
I : Dinding perut datar, V. Scisum (+) linea median dengan
ukuran 7 x 2 x 0,7 cm, darah (+), pus (+), udem (-),
hematom (-)
A : Peristaltik (+) kesan normal
P : Timpani

Page | 14
P : NT (+) di paraumbilikus, vesica urinary teraba
Genitalia : Terpasang Folley Cateter F 16, warna urin merah
Gelap
Ekstremitas : Akral hangat, deformitas (-)
A : Dehisensi luka + Hematuri ec Susp. BSK
P : Diet TKTP
IVFD Aminofluid : RL 1000cc/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
Oral VIP albumin 3x4
Rencana transfusi WB 2 bag (hari ini 1 labu)

5 16/12-13 S : Nyeri perut (+), warna urin merah gelap (+)


06.30 O : TTV : TD 110/80 mmHg, N 88 x/m, S 36.6 oC, P 20 x/m
Mata : K. Anemis (+)/(+), S. Ikterik (-)/(-)
Thoraks : BP vesikuler (+)/(+), Rh (-)/(-), Wh (-)/(-)
Status Lokalis
Regio : Abdomen
I : Dinding perut datar, V. Scisum (+) linea median dengan
ukuran 7 x 2 x 0,7 cm, darah (+), pus (+), udem (-),
hematom (-)
A : Peristaltik (+) kesan normal
P : Timpani
P : NT (+) di paraumbilikus, vesica urinary teraba

Genitalia : Terpasang Folley Cateter F 16, warna urin merah


Gelap
Ekstremitas : Akral hangat, deformitas (-)
A : Dehisensi luka + Hematuri ec Susp. BSK
P : Diet TKTP
IVFD Aminofluid : RL 1000cc/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
Oral VIP albumin 3x4
Rencana transfusi WB 2 bag (baru 1 labu)
Mobilisasi jalan

6 17/12-13 S : Nyeri perut (-), warna urin merah gelap (+)


06.30 O : TTV : TD 110/80 mmHg, N 88 x/m, S 36.6 oC, P 20 x/m
Mata : K. Anemis (+)/(+), S. Ikterik (-)/(-)

Page | 15
Thoraks : BP vesikuler (+)/(+), Rh (-)/(-), Wh (-)/(-)
Status Lokalis
Regio : Abdomen
I : Dinding perut datar, V. Scisum (+) linea median dengan
ukuran 7 x 2 x 0,7 cm, darah (+), pus (+), udem (-),
hematom (-)
A : Peristaltik (+) kesan normal
P : Timpani
P : NT (+) di paraumbilikus, vesica urinary teraba

Genitalia : Terpasang Folley Cateter F 16, warna urin merah


Gelap
Ekstremitas : Akral hangat, deformitas (-)
A : Dehisensi laparotomi + Hematuri ec Susp. Urolithiasis
P : Diet TKTP
IVFD Aminofluid : RL 1000cc/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
Oral VIP albumin 3x4
Rencana transfusi WB 2 bag sudah dilakuakan
Pasien pulang atas permintaan sendiri dengan bukti surat
pernyataan

DISKUSI

Pada laporan kasus kali ini, pasien yang diangkat kasusnya adalah Tn. WG, 29 Tahun, masuk RS
Undata tanggal 11/12-13. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama pasien saat masuk yaitu luka
bernanah pada bekas operasi. Keluhan ini muncul 3 hari sebelum masuk RS. Sebelumnya pasien
sudah menjalani operasi usus buntu 4 minggu yang lalu, dan Jahitan luka di lepas 2 minggu yang lalu.
Dua minggu kemudian muncul nanah dan terasa nyeri di daerah luka serta mengeluarkan cairan
berwarna merah muda dari luka operasi. Luka bekas operasi kemudian terbuka. Selama proses

Page | 16
penyembuhan luka pasien jarang duduk dan lebih sering berbaring. Selain itu, pasien jarang
mengkosumsi lauk seperti ikan atau telur dan hanya sering makan bubur. keluhan lain yaitu kencing
bercampur darah sejak 4 hari sebelum masuk RS, tidak nyeri saat berkemih, dan berkemih rasa puas.
Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati dan di daerah pusat tembus belakang, mual (+), muntah (+).
Dari anamnesis diatas, pasien mengalami masalah penyulit pasca bedah, khususnya luka
operasi dan gangguan berkemih. Dari anamnesis didapatkan bahwa luka bekas operasi pasien
terbuka. Hal ini dapat dicurigai sebagai dehisensi luka; keadaan dimana terbukanya kembali
sebagian atau seluruhnya luka operasi. Sedangkan masalah lain yang dialami adalah
gangguan berkemih yaitu urin bercampur darah, yang etiologinya dicurigai oleh batu yang
terbentuk disaluran kemih.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan, status generalisata sakit sedang/ composmentis/ gizi
Kurang. Konjungtiva tampak anemis (+)/(+). Pada pemeriksaan status lokalis yaitu regio abdomen,
dinding perut tampak datar, tampak vulnus scizum di linea mediana abdomen ukuran luka 10x2cm,
peristaltik (+) kesan normal, dan nyeri tekan disekitar luka, nyeri ketuk CVA dekstra (+), dan pada
genitalia terpasang Folley Cateter F 16, denagn warna urin merah gelap.
Dari pemeriksaan fisis diatas, pasien tergolong gizi kurang dan suspek anemia. Seperti yang
sudah dijelaskan, status gizi kurang baik dan anemia merupakan faktor resiko dan etiologi dehisensi
luka dan pemeriksaan status lokalis menggambarkan luka post operasi yang terbuka. Nyeri ketuk
CVA dekstra (+) membantu menegakkan kecurigaan adanya uretrolithiasis yang dicurigai merupakan
etiologi dari hematuria.
Sehingga berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, diagnosis sementra pasien ini
adalah dehisensi luka + suspek uretrolithiasis. Dehisensi luka yang terjadi yaitu sebagai
akibat kegagalan proses penyembuhan luka operasi dan menurut klasifikasinya, dehisensi
yang dialami termasuk dehisensi luka operasi lambat; terjadi kurang lebih antara 7 hari
sampai 12 hari paska operasi. Pada keadaan ini biasanya dihubungkan dengan usia, adanya
infeksi, status gizi dan faktor lainnya. Pada status lokalis tampak luka dengan lapisan epidermis
terbuka, dan tampak cairan berwarna kuning jernih. Ukuran panjang luka 10 cm, lebar 2 cm, dan
kedalaman ± 0.7 cm.
Berdasarkan diagnosis sementra, dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui etiologi
dan menyingkirkan penyebab lain dari dehisensi dan suspek uretrolithiasis pada pasien ini. Untuk itu
dilakukan pemeriksaan darah rutin, kimia darah, dan urinalisis. Pada pemeriksaan darah rutin
didapatkan peningkatan WBC ( 12.8 x 10 9/L) yang menendakan adanya infeksi, penurunan Hb (8.8
g/dL) yang menandakan anemia, dan peningkatan Plt ( 781x10 9/L) yang dicurigai akibat perdarahan.
Pada pemeriksaan kimia darah hanay dilakukan pemeriksaan GDS, Ureum, dan Kreatinin yang
hasilnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan kimia darah harusnya juga dibutuhkan pemeriksaan

Page | 17
akadar albumin, dimana pada hipoalbuminemia juga dapat memperlambat penyembuhan luka. Pada
pemeriksaan Urinalisis, ditemukan leukosit dan eritrosit dalam urin dalam jumah banyak, yang
menandakan adanya infeksi dan kerusakan jaringan traktus urinarius. Sebagai tambahan anjuran
pemeriksaan, juga perlu dilakukan foto polos abdomen dan USG abdomen, untuk mengetahui
etiologi hematuria pada pasien ini.
Dari hasil pemeriksaan penunjang diatas, maka diagnosa akhir pasien ini adalah Dehisensi luka
post operasi laparatomi dan appendectomy + Susp Uretrolithiasis. Berdasarkan diagnosa akhir,
penaganan pada pasien ini yaitu meliputi medikamentosa dan nonmedikamentosa. Untuk
medikamentosa dilakukan infus dengan cairan RL 500 c/24 jam, dan injeksi antibiotik ceftriaxon 1 gr/
12 jam, sedangkan untuk non medikamentosa, pasien disarankan tirah baring dan diet TKTP (lunak).
Untuk prosedur tindakan, dilakukan perawatan luka, dan rencana transfusi serta rehecting jika
kondisi stabil.
Dari hasil follow up, tanggal 13/12-13, didapatkan kadar albumin darah menurun (3.19 gr/dL),
dan pada penanganan ditambahkan terapi cairan aminofluid 500 cc/ 24 jam dan Oral VIP Albumin
3x4. Tanggal 14/12-13 hasil USG didapatkan dyspepsia, meteorismus, suspek peritonitis, dan
hydronerphrosis dekstra. Tanggal 15/12-13 pasien post transfusi 1 bag PRC dan tanggal 16/12-13 1
bag lagi. Tanggal 16 dan 17/12-13 keadaan luka pasien masih tidak ada perbaikan dibanding saat
masuk (V. Scisum (+) linea median dengan ukuran 7 x 2 x 0,7 cm, darah (-), pus (-), udem (-),
hematom (-)) dan tanggal 17/12-13 pasien pulang atas permintaan sendiri dengan bukti surat
pernyataan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lisa Y. Hasibuan, Hardisiswo Soedjana, Bisono, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarata, 2010; Luka, hal 95-98.
2. Daniel Sampepajung, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarata,
2010; Masa Pulih, hal 358-363.
3. Warko Karnadihardja, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarata,
2010; Penyulit Pascabedah, hal 364-373.
4. Bisono, David S., Perdanakusuma, E. Mujianto Halimun (alm), Theddeus O>H>

PrasetonoBuku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarata,
2010; Kulit, hal 395-396.

Page | 18
5. Syarif M. Wasitaatmadja, Anatomi & Faal Kulit. Dalam : Adhi Juanda, Mochtar
Hamzah, Siti Aisah, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5 th ed. Jakarta: FK-UI; 2007,
hal 3-8.
6. Brannon, Heather. 2007. Skin Anatomy. Diakses Desember 2011 dari:
http://dermatoloy. about.com/cs/skinanatomy/a/anatomy.html
7. Sintia Dewi. 2011. Dehisensi Luka Pasca Operasi Laparotomi dan Penanganannya di
RSUD Margono Soekarjo PurwokertoPeriode Januari 2008 -November 2011. Diakses Januari
2014 dari: http://www.scribd.com/doc/136456518/84467857-Referat-Dehisensi-
Sintia-Dewi
8. Makela J, Kiviniemi H, Juvonen T, et al. 2005. Factors influencing wound dehiscence
after midline laparotomy. American journal of surgery. 170 (4): 387-390
9. Anonim. 2009. Laparotomi. Diakses Desember 2011 dari:
http://www.scribd.com/doc/74673683/LP-Laparatomi
10. Spiloitis J, Tsiveriotis K, Datsis A, et al. 2009. Wound dehiscence: is still a problem in
the 21th century: a retrospective study. World Journal of Emergency Surgery 4:12

Page | 19

Anda mungkin juga menyukai