Anda di halaman 1dari 3

METODE TERAPI MEDIKAMENTOSA GUIDELINE WHO

PADA NYERI KANKER

Metode ini terbagi menjadi 3 tahap berdasarkan atas derajat nyeri yang
dirasakan pasien yaitu ringan, sedang dan berat. Obat pada tahap pertama yang
digunakan adalah obat non opioid. Obat tahap kedua adalah obat opioid lemah
dan obat tahap ketiga adalah opioid kuat. Terapi medikamentosa merupakan
metode utama dalam terapi nyeri kanker.
Obat analgesik untuk nyeri derajat ringan

Obat yang digunakan pada tahap ini adalah obat obatan non opioid (NSAID).
Obat jenis NSAID mengatasi nyeri melalui penyekatan biosistesis prostaglandin.
Obat yang paling sering digunakan adalah aspirin. Obat obatan NSAID memiliki
efek terhadap nyeri akibat metastasis tumor ke tulang, karena nyeri metastasis
tulang berkaitan dengan produksi prostaglandin oleh sel tumor. dosis umum yang
digunakan untuk aspirin adalah 500 - 600 mg diminum setiap 4 – 6 jam. Jika
melebihi dosis efek analgesik tidak akan lebih kuat karena obat ini memiliki efek
plafon. Bagi pasien dengan nyeri tulang yang tidak tahan terhadap aspirin dapat
menggunakan NSAID lain seperti ibuprofen, indometasin dan diklofenak,
sedangkan bagi pasien dengan nyeri non tulang yang tidak tahan aspirin dapat
menggunalan parasetamol.

Obat analgesik untuk nyeri derajat sedang

Obat tahap kedua ini digunakan apabila obat non opioid tidak bisa mengatasi rasa
nyeri. Obat yang digunakan pada derajat sedang adalah obat opioid lemah. Obat
tersebut dapat dipakai tunggal maupun dikombinasi dengan obat non opioid. Obat
opioid lemah yang sering digunakan adalah kodein. Dosis yang biasa digunakan
adalah 30 – 60 mg diminum setiap 4- 6 jam. Efek buruk kodein adalah konstipasi,
mual dan muntah. Obat lain yang digunakan untuk derajat sedang adalah
propoksifen dan tramadol.

Obat analgesik untuk nyeri derajat berat

Obat pada tahap ketiga ini digunakan apabila obat opioid lemah sudah tidak
mempan mengatasi nyeri akibat kanker. Obat opioid andalan utama untuk terapi
nyeri kanker adalah morfin. Dosis yang biasa digunakan adalah 5 – 10 mg
diminum setiap 4 – 6 jam. Jika setelah 24 jam tidak cukup mengatasi nyeri dosis
ditambah 50% dari dosis semula, namun jika pasien terlalu mengantuk dan tidak
nyeri, pemberian obat kedua harus dikurangi 50%. Pada morfin tidak mengenal
efel plafon, jadi semakin tinggi dosis efektifitas obat juga semakin meningkat.
Bila dokter memberikan resep analgetik opioid, jangan lupa untuk meresepkan
obat pencahar ringan sebagai pencegahan dari konstipasi yang dialami sebagai
efek samping obat opioid. Bagi pasien yang tidak tahan morfin dapat
menggunakan obat sediaan temple fentanil perkutan, metadon dan dihidromorfon.

Anda mungkin juga menyukai