Anda di halaman 1dari 9

‫ْـــــم‬

ِ ‫الرحِ ي‬ َّ ‫الرحْ َم ِن‬ َّ ِ‫ْــــــــــــــم هللا‬


ِ ‫بِس‬
KEUTAMAAN MEMAKMURKAN MASJID
Masjid merupakan salah satu sarana yang penting untuk pembinaan umat islam yang sekaligus
juga untuk mengagungkan nama Allah swt.
Masalah pembangunan masjid telah mendapat perhatian yang sangat besar oleh Rasulullah
saw sendiri, sehingga saat beliau singgah di kota Quba sewaktu dalam perjalanan hijrah dari
kota Mekah ke Madinah, dengan dibantu oleh sahabat-sahabatnya, beliau mendirikan sebuah
masjid yang dinamai Masjid Quba.
Juga ketika Rasulullah saw sampai di kota Madinah, beliau mendirikan Masjid Nabawi. Sebagai
orang islam, seharusnya kita memiliki perhatian dan cinta yang besar kepada masjid
sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw diatas.
Kecintaan yang besar kepada masjid ini akan membuat kita memiliki rasa tanggung jawab yang
besar terhadap usaha untuk memakmurkan masjid. Rasa cinta kepada masjid ini bisa kita
wujutkan sebagaimana kalau kita cinta kepada kekasih ataupun sesuatu (rumah sendiri
misalnya).
Mari kita buat gerakan
“MEMAKMURKAN MASJID”
َ‫سى أُولَئِكَ أ َ ْن يَ ُكونُوا مِ نَ ْال ُم ْهتَدِين‬ َ َ‫َّللاَ فَع‬
َّ ‫ش إِال‬ َ ‫الزكَاة َ َولَ ْم يَ ْخ‬
َّ ‫صالة َ َوآت َى‬ َّ ‫ام ال‬ َ َ‫اَّلل َو ْاليَ ْو ِم اآلخِ ِر َوأَق‬
ِ َّ ِ‫َّللا َم ْن آ َمنَ ب‬
ِ َّ ‫اج َد‬ِ ‫س‬ َ ‫إِنَّ َما يَ ْع ُم ُر َم‬
Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut
(kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan
termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. [At-Taubah 9 : 18]
‫يرا‬ ً ِ‫علَ ْي َها ْالقَ ْو ُل فَ َد َّم ْرنَاهَا ت َ ْدم‬
َ ‫سقُوا فِي َها فَ َح َّق‬ َ َ‫َو ِإذَا أ َ َر ْدنَا أ َ ْن نُ ْهلِكَ قَ ْريَةً أ َ َم ْرنَا ُمتْ َرفِي َها فَف‬
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-
orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan
kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan
(ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. [Al-Israa` 17:16]
Wahai saudara-qu seiman, siapa yg mengetahui ajal masing-2 dari kita..??
ِ ‫ُك ُّل نَ ْف ٍس ذَائِقَة ُ ْال َم ْو‬
‫ت‬
(Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati), jangan menunggu usia kita tua, “ahh nanti saja..
nanti saja..!! pada akhirnya tanpa sadar ajal menjemput kita..
Ibnu Umar rodhiallohu ‘anhuma melanjutkan dengan berwasiat,
“Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada
pada pagi hari jangan menunggu datangnya sore.”
Pada akhirnya masjid-2 kaum muslimin sepi dari ummatnya sendiri, dan janganlah kau letih
dalam beramal di dunia ini, bersemangatlah berharaplah kehidupan yg terbaik setelah kematian
karena Allah menjadikan kehidupan dunia sebagai penjara bagi kaum muslimin. Nabi ‫صلي هللا‬
‫ عليه وسلم‬bersabda:
‫ال ُّد ْن َيا سِجْ نُ ْال ُمؤْ مِ ِن َو َجنَّة ُ ْالكَاف ِِر‬
“Dunia adalah penjara untuk mukmin dan surga bagi kafir.” (HR. Muslim)
dan kewajiban kita sebagai seorang muslim menjaga diri kita dan keluarga dari hal-hal yg
terlarang dalam agama. Sebagaimana Allah berfirman:
َ‫َّللاَ َما أ َ َم َر ُه ْم َويَ ْفعَلُونَ َما يُؤْ َم ُرون‬ َّ َ‫صون‬ ُ ‫علَ ْي َها َمالئِكَة غِالظ ِش َداد ال يَ ْع‬ َ ُ ‫ارة‬َ ‫اس َو ْالحِ َج‬ ً ‫س ُك ْم َوأ َ ْهلِي ُك ْم ن‬
ُ َّ‫َارا َوقُو ُدهَا الن‬ َ ُ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا قُوا أ َ ْنف‬
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras,
yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan. [At-Tahriim 66:6]
Pewujudan cinta kepada masjid ini bisa kita tempuh dengan cara memakmurkan masjid
diantaranya:
1. SELALU MERASA RINDU KEPADA MASJID.
Rasa cinta seseorang pada sesuatu biasanya membuat seseorang merasa rindu pada sesuatu
itu karena memang hatinya telah terikat dan terpaut kepadanya. Karena itu, kecintaan kita
kepada masjid seharusnya membuat hati kita terpaut kepadanya sejak kita keluar dari masjid
hingga kembali lagi ke masjid.
Bilamana seseorang telah memiliki ikatan hati yang begitu kuat dengan masjid, maka dia akan
menjadi salah satu kelompok orang yang kelak akan dinaungi oleh Allah di akhirat, seperti
sabda Rasulullah Saw yang artinya:
“Ada tujuh golongan orang yang akan dinaungi Allah yang pada hari itu tidak ada naungan
kecuali dari Allah: Seseorang yang hatinya selalu terpaut dengan masjid ketika ia keluar hingga
kembali kepadanya” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bilamana hati seseorang telah memiliki rasa cinta dan terpaut kepada masjid, maka pewujudan
dan pembinaan diri yang dilakukan untuk memakmurkan masjid akan memberikan pengaruh
yang sangat besar terhadap seluruh aktivitasnya di luar masjid.
2. RAJIN MENDATANGI MASJID
Khusus kepada kaum laki-laki, diharapkan agar rajin mendatangi masjid untuk melakukan solat
lima waktu yang lebih utama dilaksanakan secara berjamaah di masjid.
Disamping untuk melaksanakan solat berjamaah, kedatangan seorang muslim ke masjid juga
untuk memakmurkan masjid dengan melakukan berbagai aktiviti lainnya yang bermanfaat bagi
dia sendiri, keluarga dan masyarakatnya islam lainnya.
Kedatangan seorang muslim ke masjid guna memakmurkannya, maka kita tidak meragukan
lagi tentang keimanannya, Rasulullah Saw bersabda yang ertinya:
“Apabila kamu sekalian melihat seseorang biasa ke masjid, maka saksikanlah bahwa ia benar-
benar beriman” (HR. Tirmidzi dari Abu Sa”id Al Khudri)
3. MENGHORMATI MASJID
Ada banyak hal yang boleh kita lakukan untuk menunjukkan penghormatan kita kepada masjid.
Pertama, melaksanakan Solat Tahiyyatul Masjid ketika memasukinya masjid. Rasulullah Saw
bersabda yang artinya:
“Apabila salah seorang diantara kamu datang ke masjid, maka hendaklah ia solat dua rakaat
sebelum duduk” (HR. Jamaah dari Abu Qatadah)
Kedua, tidak menyalah gunakanan masjid. Masjid merupakan sarana untuk mengagungkan
Allah S.W.T dengan segala aktiviti yang tidak bertentangan dengan segala ketentuan-Nya.
Karena itu kalau kita cinta kepada masjid, jangan sampai masjid itu digunakan untuk hal-hal
yang memang tidak dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya,
Misalnya, menggunakan masjid untuk tempat berseteru, bertengkar atau melakukan jual beli di
masjid, larangan ini terdapat dalam hadits yang artinya:
“Apabila kamu melihat orang berjual beli di masjid, maka katakanlah kepadanya: semoga Allah
tidak menguntungkan perdagangan kamu” (HR. Nasa”I dan Tirmidzi).
Ketiga, membersihkan dan menjaga masjid. Kecintaan kita terhadap masjid juga harus kita
tunjukan dengan cara menjaga masjid agar selalu terpelihara fungsi dan kegunaanya.
Kita sangat dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan memelihara masjid terutama disetiap
ruangan ibadat ini, termasuk ruangan ditempat wuduk atau tandas agar selalu terjaga
mempunyai aroma yang menyegarkan (tidak memberikan aroma yang tidak sedap).
Membuang segala kotoran dari dalam masjid, Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
“Dihadapkan padaku semua pahala yang diperbuat umatku, sampai-sampai kepada satu
kotoran yang dikeluarkan oleh seseorang dari dalam masjid” (HR. Abu Daud, Tirmdizi dari Anas
ra)
Hadists yang memerintahkan kaum muslimin untuk membersihkan masjid juga dari Aisyah ra,
artinya:
“Rasulullah Saw memerintahkan membangun masjid di kampung dan membersihkan serta
memberinya wangi-wangian” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)
Jangan datang ke masjid dengan bau-bau yang tidak menyedapkan. Rasulullah Saw bersabda
yang artinya:
“Barangsiapa yang datang ke masjid dengan bau-bau yang tidak menyedapkan, maka
janganlah sekali-kali mendekati masjid kami, sebab malaikat merasa terganggu oleh apa-apa
yang mengganggu manusia.” (HR. Ahmad dan Bukhari dan Jabir ra)
Untuk menciptakan suasana masjid agar selalu terasa nyaman, disamping harus dijaga
kebersihanya (lantainya dipakirkan, karpetnya divacuum kerana debu), juga sinar terang dan
bau udara masjid harus dijaga sebaik mungkin.
Jemaah dilarang untuk melakukan hal-hal yang dapat mengotorinya, misalnya membuang sisa
makanan sembarangan dan juga dilarang merokok di dalam masjid.
4. BERSEDIA BERKORBAN UNTUK MASJID
Setelah masjid didirikan, masjid perlu dibina dan dikembangkan agar tetap berfungsi sebagai
tempat untuk tempat beribadat, menyebarkan dakwah dan pendidikan.
Untuk memakmurkan masjid sebagaimana yang dikehendaki mestinya, diperlukan
pengorbanan yang sangat besar, baik pengorbanan harta, tenaga, waktu, dan ketrampilan
seseorang demi untuk mengagungkan rumah Allah ini.
Sewaktu Rasulullah saw membangun masjid, beliau telah menunjukkan pengorbanannya yang
besar.
Dengan tenaga yang dimiliki misalnya, beliau membawa batu bata sendiri sewaktu membangun
masjid. Sehingga para sahabat yang melihat Rasulullah saw yang sangat letih, bertambah
semangat untuk membantu Rasulullah membangun masjid.
Sehubungan itu, masjid merupakan salah satu yang penting untuk pembinaan umat islam,
maka
Disamping tempat untuk Beribadat dan dakwah,
Tempat diskusi tentang agama dan musyawarah,
Tempat mengajar anak-anak tentang islam dan
Tempat menuntut ilmu islam,
Maka tempat ibadah ini juga boleh digunakan untuk saling membantu diantara umat islam
dibidang sosial dan ekonomi.
Sebagai contoh dari Rasulullah saw yang boleh kita tiru dalam kehidupan kita sehari-hari,
sewaktu ada sahabat jama”ah masjid mengalami kesulitan ekonomi, beliau korbankan hartanya
untuk membantu sahabat itu hingga kesulitannya dapat diatasi.
Dari huraian di atas, menjadi jelas bagi kita bahawa, masjid merupakan tempat yang harus kita
cintai dengan cara memakmurkan masjid.
Oleh karena itu, perhatian kita kepada masjid harus selalu kita tingkatkan dari waktu ke waktu
agar masjid kita tetap berfungsi sebagai rumah Allah, selalu ramai didatangi orang untuk
beribadat, selalu terpelihara kebersihannya dan selalu terjaga kemulianya.
Wallahu a`lam

Gemar Memakmurkan Masjid, Sifat Orang Beriman


Memakmurkan masjid adalah menetapinya untuk melaksanakan ibadah di dalamnya dalam rangka
mencari keridhaan-Nya, misalnya shalat, berdzikir kepada Allah Ta'ala dan mempelajari ilmu agama
By Abdullah Taslim, Lc., MA. 10 January 2016
32 7616 0
masjid_1
Keutamaan Memakmurkan Masjid Memakmurkan Mesjid Dalil Memakmurkan Masjid Hadits Tentang
Memakmurkan Masjid Hadits Memakmurkan Masjid

Allah Ta’ala berfirman:

ِ َّ ‫اج َد‬
{ ‫َّللا‬ ِ ‫س‬ َ ِ‫ع َلى أ َ ْنفُ ِس ِه ْم بِ ْال ُك ْف ِر أُولَئِكَ َحب‬
ِ َّ‫طتْ أ َ ْع َمالُ ُه ْم َوفِي الن‬
َ ‫ ِإنَّ َما يَ ْع ُم ُر َم‬. َ‫ار ُه ْم خَا ِلدُون‬ ِ َّ ‫اج َد‬
َ َ‫َّللا شَا ِهدِين‬ ِ ‫س‬ َ ‫َما َكانَ ل ِْل ُم ْش ِركِينَ أ َ ْن يَ ْع ُم ُروا َم‬
ْ َ
َ‫سى أولَئِكَ أ ْن يَ ُكونُوا مِ نَ ال ُم ْهتَدِين‬ ُ َ َ‫َّللا فَع‬ َ ‫الزكَاة َ َولَ ْم يَ ْخ‬
َ َّ ‫ش إِال‬ َّ ‫صالة َ َوآت َى‬َّ ‫ام ال‬ َ ْ
َ َ‫اَّلل َواليَ ْو ِم اآلخِ ِر َوأق‬
ِ َّ ِ‫} َم ْن آ َمنَ ب‬

“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut
(kepada siapapun) selain Allah, maka merekalah yang termasuk golongan orang-orang yang
selalu mendapat petunjuk (dari Allah Ta’ala)” (QS At-Taubah: 18).

Ayat yang mulia ini menunjukkan besarnya keutamaan memakmurkan masjid yang didirikan
karena Allah Ta’ala, dalam semua bentuk pemakmuran masjid, bahkan perbuatan terpuji ini
merupakan bukti benarnya iman dalam hati seorang hamba.

Imam al-Qurthubi berkata: “Firman Allah Ta’ala ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa
mempersaksikan orang-orang yang memakmurkan masjid dengan keimanan adalah
(persaksian yang) benar, karena Allah Ta’ala mengaitkan keimanan dengan perbuatan (terpuji)
ini dan mengabarkan tentanganya dengan menetapi perbuatan ini. Salah seorang ulama Salaf
berkata: Jika engkau melihat seorang hamba (yang selalu) memakmurkan masjid maka
berbaiksangkalah kepadanya”1.

Ada hadits dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang menyebutkan hal ini, diriwayatkan
oleh Imam at-Tirmidzi (5/12 dan 277), Ibnu Majah (no. 802), Ahmad (3/68 dan 76) dan al-Hakim
(1/322 dan 2/363) dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “Jika engkau melihat seorang hamba yang selalu mengunjungi masjid
maka persaksikanlah keimanannya”, kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
membaca ayat tersebut di atas.

Akan tetapi hadits ini lemah karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Darraj bin Sam’an
Abus samh al-Mishri, dia meriwayatkan hadits ini dari Abul Haitsam Sulaiman bin ‘Amr al-Mishri,
dan riwayatnya dari Abul Haitsam lemah, sebagaimana penjelasan Imam Ibnu hajar al-
‘Asqalani2.

Hadits ini dinyatakan lemah oleh Imam adz-Dzahabi dan Syaikh al-Albani karena rawi di atas3.

Karena hadits ini lemah, maka tentu tidak bisa dijadikan sebagai sandaran dan argumentasi
yang menunjukkan keutamaan di atas, tapi cukuplah firman Allah Ta’ala di atas dan hadits-
hadits lain yang shahih dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang menunjukkan
keutamaan tersebut.

Misalnya, hadits riwayat Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi


Wasallam bersabda: “Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam
naungan (Arsy)-Nya pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya…
(di antaranya): Seorang hamba yang hatinya selalu terikat dengan masjid”4.

Imam an-Nawawi berkata: “Artinya: dia sangat mencintai masjid dan selalu menetapinya untuk
melaksanakan shalat berjamaah”5.

Hakikat memakmurkan masjid

Makna memakmurkan masjid adalah menetapinya untuk melaksanakan ibadah di dalamnya


dalam rangka mencari keridhaan-Nya, misalnya shalat, berdzikir kepada Allah Ta’ala dan
mempelajari ilmu agama. Juga termasuk maknanya adalah membangun masjid, menjaga dan
memeliharanya6.
Dua makna inilah yang diungkapkan oleh para ulama Ahli tafsir ketika menafsirkan ayat dia
atas. Imam Ibnul Jauzi berkata: “Yang dimaksud dengan memakmurkan masjid (dalam ayat di
atas) ada dua pendapat:

Selalu mendatangi masjid dan berdiam di dalamnya (untuk beribadah kepada Allah Ta’ala)
Membangun masjid dan memperbaikinya”7.
Maka hakikat memakmurkan masjid adalah mencakup semua amal ibadah dan ketaatan
kepada Allah Ta’ala yang diperintahkan atau dianjurkan dalam Islam untuk dilaksanakan di
masjid.

Oleh karena itu, tentu saja shalat berjamaah lima waktu di masjid bagi laki-laki adalah termasuk
bentuk memakmurkan masjid, bahkan inilah bentuk memakmurkan masjid yang paling utama.

Imam Ibnu Katsir menukil dengan sanad beliau ucapan shahabat yang mulia, ‘Abdullah bin
‘Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata: “Barangsiapa yang mendengar seruan adzan untuk
shalat (berjamaah) kemudian dia tidak menjawabnya dengan mendatangi masjid dan shalat
(berjamaah), maka tidak ada shalat baginya dan sungguh dia telah bermaksiat (durhaka)
kepada Allah dan Rasul-Nya”. Kemudian ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhu membaca ayat
tersebut di atas8.

Sebaliknya, semua perbuatan yang bertentangan dengan petunjuk Allah Ta’ala dan Rasul-Nya,
meskipun dihadiri oleh banyak orang dan menjadikan masjid penuh dan ramai, maka semua ini
tidaklah termasuk memakmurkan masjid. Seperti pelaksanaan acara-acara bid’ah9 yang
dilakukan di beberapa masjid kaum muslimin oleh orang-orang yang jahil, apalagi jika dalam
acara tersebut terdapat unsur kesyirikan (menyekutukan Allah Ta’ala) dan hal-hal yang
bertentangan dengan aqidah Islam yang lurus.

Imam Ibnu Katsir berkata: “Bukanlah yang dimaksud dengan memakmurkan masjid-masjid
Allah hanya dengan menghiasi dan mendirikan fisik (bangunan)nya saja, akan tetapi
memakmurkannya adalah dengan berdzikir kepada Allah dan menegakkan syariat-Nya di
dalamnya, serta membersihkannya dari kotoran (maksiat) dan syirik (menyekutukan Allah
Ta’ala)”10.

Demikian pula, perbuatan yang dilakukan oleh sebagian dari orang-orang awam ketika
mendirikan masjid, dengan berlebih-lebihan menghiasi dan meninggikannya, sehingga
mengeluarkan biaya yang sangat besar, bukan untuk memperluas masjid sehingga bisa
menampung jumlah kaum muslimin yang banyak ketika shalat berjamaah, tapi hanya untuk
menghiasi dan mempertinggi bangunan fisiknya.

Perbuatan ini jelas-jelas bertentangan dengan petunjuk Allah Ta’ala yang diturunkan-Nya
kepada Rasul-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam, sebagaimana yang dinyatakan dalam beberapa
hadits shahih berikut:

Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Tidaklah terjadi hari kiamat sampai manusia berbangga-bangga dengan masjid”11.

Arti “berbangga-bangga dengan masjid” adalah membanggakan indahnya bangunan, hiasan,


ukiran dan tinggi bangunan masjid, supaya terlihat lebih indah dan megah dibandingkan dengan
masjid-masjid yang lain12.

Hadits ini menunjukkan bahwa perbuatan ini diharamkan dalam Islam karena perbuatan ini
dikaitkan dengan keadaan di akhir jaman sebelum terjadinya hari kiamat, yang waktu itu
tersebar berbagai macam kerusakan dan keburukan, sebagaimana yang diterangkan dalam
hadits-hadits shahih lainnya13.

Dalam hadits lain, dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Aku tidak diperintahkan untuk menghiasi (atau
meninggikan bangunan) masjid (secara berlebihan)”. ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhu
berkata: (Artinya) menghiasinya seperti orang-orang Yahudi dan Nashrani menghiasi (tempat-
tempat ibadah mereka)14.

Hadits ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut di atas haram hukumnya dalam Islam,
karena menyerupai perbuatan orang-orang Yahudi dan Nashrani dan ini dilarang oleh
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sabda beliau Shallallahu’alaihi Wasallam:
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk (bagian) dari mereka”15.

Bahkan perbuatan ini bertentangan dengan petunjuk sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi


Wasallam dan termasuk bid’ah, ditambah lagi dengan pemborosan harta untuk biaya hiasan
dan peninggian bangunan tersebut, serta hilangnya kekhusyu’an dalam ibadah akibat dari
hiasan-hiasan yang melalaikan hati tersebut, padahal khusyu’ adalah ruh ibadah16.

Berdasarkan keterangan di atas, maka yang sesuai dengan sunnah Rasulullah


Shallallahu’alaihi Wasallam dalam mendirikan masjid adalah memilih yang sederhana dalam
bangunan dan hiasan masjid.

Imam Ibnu Baththal dan para ulama lain berkata: “Dalam hadits di atas terdapat dalil (yang
menunjukkan) bahwa (yang sesuai dengan) sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
dalam mendirikan masjid adalah (bersikap) sederhana dan tidak berlebih-lebihan dalam
menghiasinya. Sungguh ‘Umar bin al-Khattab radhiallahu’anhu di jaman (kekhalifahan) beliau,
meskipun banyak negeri musuh yang ditaklukkan dan ada kelapangan harta, tapi beliau
radhiallahu’anhu tidak merubah Masjid Nabawi dari keadaannya semula… Lalu di jaman
(kekhalifahan) ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu’anhu yang waktu itu harta lebih banyak, tapi beliau
radhiallahu’anhu hanya memperindah (menambah luas) Masjid Nabawi tanpa menghiasinya
(secara berlebihan)”17.

Bercermin pada Masjidil haram dan Masjid Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam

Sebaik-baik masjid yang ada di muka bumi ini adalah dua masjid yang berada di dua kota suci
dan paling dicintai oleh Allah Ta’ala, yaitu Mekkah dan Madinah.

Masjidul haram dan Masjid Nabawi adalah dua masjid yang paling dirindukan oleh orang-orang
yang beriman dan paling pantas untuk dimakmurkan dengan berbagai macam ibadah yang
disyariatkan dalam Islam, seperti thawaf dan sa’i ketika melaksanakan ibadah haji atau ‘umrah
di Masjidil haram, melaksanakan shalat di kedua masjid tersebut, dan ibadah-ibadah agung
lainnya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:


“Shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih utama daripada seribu (kali) shalat di masjid lain
kecuali Masjidil haram”18. Dalam riwayat lain dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu’anhu ada
tambahan: “… Dan shalat di Masjidil haram lebih utama daripada seratus seribu (kali) shalat di
masjid lain”19.

Bahkan kerinduan untuk mengunjungi dan memakmurkan dua masjid mulia ini merupakan bukti
benarnya iman yang ada di hati seorang hamba.

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:


“Sesungguhnya iman akan selalu kembali (berkumpul) di kota Madinah sebagaimana ular yang
selalu kembali ke lubang (sarang)nya”20. Dalam riwayat lain dari ‘Abdullah bin ‘Umar
radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “… Agama Islam
akan selalu kembali (berkumpul) di dua masjid (Masjidul haram dan Masjid Nabawi)
sebagaimana ular yang selalu kembali ke lubang (sarang)nya”21.

Khusus yang berhubungan dengan “memakmurkan masjid”, sebagian dari para ulama
mengatakan bahwa ibadah ‘umrah secara bahasa asalnya diambil dari kata “memakmurkan
Masjidil haram”22, ini menunjukkan bahwa masjid inilah yang paling pantas untuk selalu
dikunjungi dan dimakmurkan dengan ibadah-ibadah yang disyariatkan dalam Islam.
Dan memang pada kenyataannya, dari dulu sampai sekarang, kedua masjid inilah yang selalu
menjadi teladan dalam ‘kemakmuran masjid’ karena banyaknya kegiatan-kegiatan ibadah
agung yang dilaksanakan di dalamnya. Seperti maraknya majelis ilmu yang bermanfaat di
beberapa tempat di dalam dua masjid tersebut, dengan nara sumber para ulama yang
terpercaya dalam ilmu mereka. Demikian pula halaqah-halaqah tempat para penghafal al-
Qur’an maupun orang-orang yang belajar membacanya dengan benar, di hampir setiap sudut
masjid. Belum lagi kegiatan ibadah seperti shalat-shalat sunnah, berdzikir kepada Allah Ta’ala,
membaca al-Qur’an hanya marak dilakukan di siang dan malam hari, dalam rangka mencari
keutamaan yang berlipat ganda yang Allah Ta’ala khususkan bagi dua masjid mulia ini.

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:


“Barangsiapa yang mendatangi masjidku ini, tidak lain kecuali untuk mempelajari atau
mengamalkan kebaikan maka dia akan mendapatkan kedudukan seperti orang yang berjihad di
jalan Allah”23.

Khususnya di Masjidil haram, kegiatan ibadah thawaf dan sa’i yang bisa dikatakan tidak pernah
terputus dilakukan, baik ketika musim haji ataupun di waktu lain untuk ‘umrah. Bahkan kegiatan
thawaf sunnah hanya terhenti ketika dikumandangkan iqamah untuk pelaksanaan shalat
berjamaah lima waktu.

Bagi orang yang pernah melaksanakan ibadah ‘umrah dan mengunjungi dua masjdi tersebut di
bulan Ramadhan, tentu akan selalu terkenang dengan sifat dermawan yang ditunjukkan di dua
masjid tersebut, utamanya di Masjid Nabawi, berupa suguhan berbagai macam makanan lezat
untuk berbuka puasa yang memenuhi seluruh masjid dari depan sampai belakang, mulai dari
kurma, air zam-zam, roti, yogurt, Haisah24 dan lain-lain. Khusus untuk di halaman Masjid,
makanan berupa nasi ‘Arab denga lauk ayam bakar, daging kambing dan lain-lain.

Bahkan lebih dari itu, para penyedia makanan untuk berbuka puasa tersebut menugaskan
beberapa orang, biasanya anak-anak kecil, untuk memanggil dan membujuk orang-orang yang
berada di masjid tersebut atau orang-orang yang lewat untuk bersedia berbuka puasa di tempat
yang mereka sediakan.

Subhanallah! Mereka benar-benar ingin mengamalkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi


Wasallam: “Barangsiapa yang memberi makan orang lain untuk berbuka puasa maka dia akan
mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahalanya
sedikitpun”25.

Dan masih banyak kegiatan-kegiatan ibadah agung lain yang marak terlihat di dua masjid mulia
ini dan tentu tidak bisa dipaparkan semua.

Masjid yang tidak boleh dimakmurkan bahkan wajib dijauhi dan dihancurkan

Allah Ta’ala berfirman:

َّ ‫سولَهُ مِ ْن قَ ْب ُل َولَيَ ْح ِلفُ َّن ِإ ْن أ َ َر ْدنَا ِإال ْال ُح ْسنَى َو‬


{ ُ‫َّللا‬ ُ ‫َّللاَ َو َر‬
َّ ‫ب‬َ ‫ار‬ َ ‫ارا َو ُك ْف ًرا َوت َ ْف ِريقًا بَيْنَ ْال ُمؤْ مِ نِينَ َو ِإ ْر‬
َ ‫صادًا ِل َم ْن َح‬ ِ ‫َوالَّذِينَ ات َّ َخذُوا َمس ِْجدًا‬
ً ‫ض َر‬
‫وم فِي ِه‬ ُ َ َ َ
َ ‫مِن أ َّو ِل يَ ْو ٍم أ َح ُّق أ ْن تَق‬
ْ ‫على التق َوى‬ ْ َّ َ َ ‫ِس‬ ُ َ َ ُ َ
َ ‫ ال تَق ْم فِي ِه أبَدًا ل َمس ِْجد أس‬. َ‫}يَ ْش َه ُد إِنَّ ُه ْم لكَا ِذبُون‬

“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk
menimbulkan keburukan (pada orang-orang mu’min), untuk kekafiran dan untuk memecah
belah antara orang-orang mu’min serta menunggu/membantu kedatangan orang-orang yang
memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sungguh bersumpah: “Kami tidak meng-
hendaki selain kebaikan”, dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah
pen-dusta. Janganlah kamu shalat dalam mesjid itu selama-lamanya!” (QS At-Taubah: 107-
108).

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menyebutkan keberadaan masjid-masjid yang didirikan untuk tujuan
yang buruk dan bukan untuk mencari keridhaan Allah Ta’ala. Inilah yang disebut sebagai
“Masjid dhirar”.
Maka Allah Ta’ala melarang Rasul-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam dan seluruh umat Islam
untuk shalat di masjid seperti itu selama-lamanya26.

Inilah masjid yang tidak boleh dikunjungi dan dimakmurkan bahkan wajib dijauhi dan
dihancurkan27, karena didirikan untuk tujuan yang buruk, seperti memecah belah kaum
muslimin, menyebarkan ajaran sesat dan amalan bid’ah, serta tujuan-tujuan buruk lainnya28.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Termasuk dalam kandungan (ayat) di atas adalah orang
yang mendirikan bangunan yang menyerupai masjid-masjid kaum muslimin, (tapi) bukan untuk
melaksanakan ibadah-ibadah yang disyariatkan (dalam Islam), seperti kuburan-kuburan yang
dikeramatkan dan lain-lain. Terlebih lagi jika di dalamnya terdapat keburukan, kekafiran,
(upaya) memecah belah kaum mu’minin, tempat yang disediakan untuk orang-orang munafik
dan ahli bid’ah yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, dan hal-hal yang mendukungnya.
Maka bangunan (masjid) ini serupa dengan “Masjid dhirar”29.

Penutup

Semoga Allah Ta’ala menjadikan tulisan ini bermanfaat dan menjadi motivasi bagi kita semua
untuk selalu bersegera dalam kebaikan dalam rangka mencari keridhaan-Nya.

Akhirnya, kami menutup tulisan ini dengan memohon kepada Allah Ta’ala dengan nama-nama-
Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar Dia Ta’ala menjadikan
kita semua termasuk orang-orang yang selalu memakmurkan masjid-masjid Allah Ta’ala dan
meraih kesempurnaan iman dengan taufik-Nya. Sesungguhnya Dia Ta’ala maha mendengar
lagi maha mengabulkan do’a.

‫ وآخر دعوانا أن الحمد هلل رب العالمين‬،‫وصلى هللا وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين‬

Kota Kendari, 6 Muharram 1437 H

***

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim, Lc., MA.

Artikel Muslim.or.id

______

1 Kitab “Tafsir al-Qurthubi” (8/83).

2 Dalam kitab “Taqriibut tahdziib” (hlmn 201).

3 Lihat kitab “Tamaamul minnah” (hlmn 291-292).

4 HSR al-Bukhari (no. 1357) dan Muslim (no. 1031).

5 Lihat penjelasan Imam an-Nawawi dalam “Syarah shahih Muslim” (7/121).

6 Lihat kitab “Aisarut tafaasiir” (2/66).

7 Kitab “Zaadul masiir” (3/408).

8 Kitab “Tafsir Ibni Katsir” (2/449).

9 Yaitu semua perbuatan yang diada-adakan dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada
Allah, yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.

10 Kitab “Tafsir Ibni Katsir” (1/216).

11 HR Ahmad (3/134), Abu dawud (no. 449), Ibnu Khuzaimah (2/282), Ibnu Hibban (4/493) dan
lain-lain, dinyatakan shahih oleh Imam Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, as-Suyuthi dan Syaikh al-
Albani (Shahiihul jaami’ no. 7421).

12 Lihat kitab “’Aunul Ma’buud” (2/84) dan “Taudhiihul ahkaam” (2/137).


13 Lihat penjelasan Syaikh ‘Abdullah al-Bassam dalam kitab “Taudhiihul ahkaam” (2/138).

14 HR Abu dawud (no. 448) dan Ibnu Hibban (4/493) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh
Imam Ibnu Hibban, as-Suyuthi dan Syaikh al-Albani (Shahiihul jaami’ no. 5550).

15 HR Abu dawud (no. 4031) dan Ahmad (2/50), dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani.

16 Lihat kitab “Taudhiihul ahkaam” (2/139-140).

17 Dinukil oleh Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitab “Fathul Baari” (1/540).

18 HSR al-Bukhari (1/398) dan Muslim (no. 1394).

19 HR Ahmad (3/343) dan Ibnu Majah (no. 1406), dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani.

20 HSR al-Bukhari (2/663) dan Muslim (no. 147).

21 HSR Muslim (no. 146).

22 Lihat kitab “Fathul Baari” (3/597).

23 HR Ahmad (3/343) dan Ibnu Majah (no. 1406), dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani.

24 Makanan khas ‘Arab yang terbuat dari campuran dan adonan kurma kering, tepung, keju
dan minyak samin (lihat kitab “’Aunul Ma’buud” 13/260).

25 HR Ibnu Majah (no. 227), dinyatakan shahih oleh Imam al-Bushiri dan Syaikh al-Albani.

26 Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (2/510).


27 Lihat kitab “Majmu’ul fataawa” (27/140 dan kitab “Zaadul ma’aad” (3/480).

28 Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan fi tafsiiri kalaamin Mannaan” (hlmn 351).

29 Kitab “Iqtidhaa-ush shiraathil mustaqiim” (1/431).

Anda mungkin juga menyukai