Oleh:
Oleh :
13 306 036
Disetujui Oleh :
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmatnya penulis dalam melaksanakan hingga menyusun laporan kerja praktek
ini. Laporan ini merupakan hasil akhir dari kegiatan kerja praktek yang
dilaksanakan penulis pada tanggal 13 Maret sampai 12 April 2107 di PT. Bukit
Asam (Persero), Tbk dengan topik Operasi penggalian batubara dengan Bucket
Wheel Excavator (BWE) System di temporary stockpile site penambangan Muara
Tiga Besar Utara (MTBU) PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Ir. Mahrizal Masri, MT, selaku Rektor Institut Teknologi Medan
2. Bapak Ir. Syafriadi, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Mineral Institut
Teknologi Medan.
3. Bapak Ir. M. Eka Onwardana, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik
Peertambangan Institut Teknologi Medan.
4. Orang tua dan keluarga yang selalu mendukung penulis.
5. Pihak Management PT. Bukit Asam (Persero), Tbk Tanjung Enim yang
telah mengijinkan untuk melakukan penelitian lapangan.
6. Bapak M. Syobri, selaku Manager Penambangan Muara Tiga Besar.
7. Bapak Firdaus, selaku Asisten Manager BWE System sekaligus pembimbing
lapangan.
8. Seluruh karyawan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk Tanjung Enim.
9. Rekan-rekan mahasiswa di kampus dan di lapangan yang membantu selama
kegiatan kerja praktek.
Penulis berharap kiranya laporan ini dapat berguna dikemudian hari bagi pembaca
demi perkembangan ilmu dan pengetahuan. Penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun guna penyempurnaan ditulisan-tulisam yang akan datang.
Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Latar Belakang
Salah satu perusahaan pertambangan nasional skala BUMN adalah PT. Bukit Asam
(Persero), Tbk yang bergerak dibidang pertambangan batubara dengan 3 blok
penambangan utama yaitu Tambang Air Laya (TAL), Banko Barat dan Muara Tiga
Besar (MTB). Metode penambangan yang digunakan adalah metode tambang terbuka
(open pit mining) dengan sistem continuous mining dan conventional mining.
Continuous mining system di PT. Bukit Asam (Persero), TBK menggunakan alat
tambang utama berupa Bucket Wheel Excavator (BWE) sebagai alat gali, Belt
Conveyor sebagai alat angkut material, Spreader sebagai alat hampar tanah di disposal
dan Staker Reclaimer sebagai alat tumpuk batubara di stockpile yang selanjutnya
disebut sebagai BWE System.
BWE system beroperasi di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk pertama kali adalah tahun
1985 dengan efektifitas alat hanya 30 tahun. Oleh karena efektifitas alat yang sudah
menurun maka kini unit BWE system yang awalnya berjumlah 5 buah beroperasi di
TAL kini sudah dialihkan ke MTB sebanyak 2 unit dan beroperasi di temporary
stockpile untuk memindahkan batubara dari temporary stockpile ke stockpile sebelum
diangkut dengan train loading station. Kondisi ini menjadi latar belakang penulis
untuk melakukan pengamatan terhadap aktivitas penambangan dengan menggunakan
BWE system di lokasi penambangan Muara Tiga Besar dan kaitannya terhadap
produktivitas efektif BWE.
Maksud dan Tujuan
Maksud
Tujuan
Metodologi pengamatan
Penambangan bawah tanah beroperasi sampai tahun 1938 dan setelah itu tidak
diteruskan. Tambang Air Laya dibuka tahun 1942 dan telah mengalami beberapa kali
perubahan peralatan mesin diantaranya penggunaan unit mesin Bucket Wheel
Excavator ditahun 1956. Pengembangan tambang pertama kali dilakukan oleh bangsa
Belanda, kemudian diambil alih oleh bangsa Jepang dan akhirnya diambil alih
Pemerintah Indonesia.
Wilayah ijin usaha pertambangan (WIUP) daerah penelitian terletak yang terletak di
Tanjung Enim, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera
Selatan. Wilayah ijin usaha pertambangan (WIUP) terletak pada posisi 10345’ BT –
103 50’ BT dan 3 42’ 30’’ LS – 4 47’ 30’’ atau garis bujur 9.583.200 – 9.593.200
dan lintang 360.600 – 367.000 dalam sistem koordinat internasional. (Lihat gambar
2.1)
Sumber: satker eksplorasi rinci PT. Bukit Asam (Persero), Tbk
Wilayah tersebut meliputi wilayah Tanjung Enim seluas ukuran lebih kurang 15.500
Ha yang terdiri dari IUP Tambang Air Laya seluas 7.700 Ha, IUP Tambang Muara
Tiga Besar seluas 3.300 Ha dan IUP Tambang Banko Barat seluas 4.500 Ha. (Lihat
gambar 2.2)
Daerah lokasi
penelitian
Lokasi penambangan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah lokasi
penambangan Muara Tiga Besar yang berjarak sekitar 240 km dari kota Palembang.
(Lihat tabel 2.1)
Tabel 2.1 Kesampaian Daerah Penelitian
Kondisi geologi pada daerah penelitian terdiri atas beberapa formasi batuan berumur
antara Miosen sampai pliosen. Selain itu di beberapa lokasi penambangan juga
terdapat intrusi batuan beku andesit berupa retas menerobos formasi formasi diatasnya
dan mengakibatkan kenaikan kualitas batubara setempat sehingga batubara yang
dihasilkan memiliki kalori relatif lebih tinggi.
Formasi batuan di daerah Muara Enim diendapkan pada cekungan Sumatera Bagian
Selatan dari yang tua sampai yang muda dapat dipisahkan menjadi beberapa formasi,
yaitu:
Formasi Air Benakat diendapkan selaras diatas Formasi Gumai yang berumur Miosen
Tengah. Formasi ini tersusun oleh batulempung, batulanau, batugamping dan
karbonan yang diendapkan pada lingkungan laut neritik dan berangsur menjadi laut
dangkal.
Formasi Muara Enim diendapkan selaras di atas Formasi Air Benakat. Formasi ini
berumur Miosen Atas yang tersusun oleh batulempung, batulanau, dan batupasir
tufaan serta batubara. Formasi ini merupakan hasil pengendapan lingkungan laut
neritik sampai rawa.
3. Formasi Kasai
Formasi Kasai diendapkan selaras di atas Formasi Muara Enim. Formasi ini tersusun
oleh batupasir tufaan, batulempung dan sisipan batubara tipis. Lingkungan
pengendapan ini adalah darat sampai transisi.
Potensi batubara di daerah penelitian terdapat pada Formasi Muara Enim, terjadi pada
saat fase akhir regresi. Formasi ini tersusun atas beberapa batuan di antaranya adalah
batulabau, batulempung dan batupasir yang merupakan batuan yang tidak terlalu
keras.
2.3.2 Stratigrafi
Proses intrusi Batuan Beku Andesit yang lebih dekat ke Airlaya tidak berpengaruh
kuat terhadap pembentukan pola struktur tambang di Muara Tiga Besar (MTB). Waktu
geologi pada daerah Penambangan Muara Tiga Besar (MTB) pada zaman miosen yang
membentuk Formasi Air Benakat, pada Zaman Mio-Plioc membentuk Formasi Muara
Enim dan pada Zaman Pliosen membentuk Formasi Kasai dimana ketiga formasi ini
tergabung dalam group Palembang.
Litologi yang dijumpai di daerah penambangan Muara Tiga Besar umumnya berada di
formasi Muara Enim. Diantara lapisan batubara terdapat lapisan batuan yang terdapat
diantara lapisan batubara (Interburden). Ketebalan lapisan Interburdensecara
keseluruhan yang berada di daerah tambang Muara Tiga Besar sekitar 30 meter yang
dihitung dari jumlah lapisan overburden dan interburden setiap lapisan.
Secara umum perlapisan ditambang MTBU terdiri dari tiga lapisan batubara, yaitu
Manggus, Suban, dan Petai. (Lihat gambar 2.3)
Massa Formation Layers Lithologi Thickness Discription
.. ….
NIRU + + +o..oo…o o. -
+ + +v - v - v -- v-- (m) Gravel, sand
(local coverages)
+++
------- -
FORMATION
++ Hanging Seam
JELAWATAN + +-+- - - - - - -
KASAI
KAF
M4
-----
+ +- +- - - - - - -
PLIOCENE
+ +-+-v --v-v-v-
----- Claystone, silicified
ENIM + +- +- - - - - - - > 120 silt lenses.
+ + + .-.-.-.-.- bentonite layers
+ +- +- - - - - - -
few siltstone layers.
KEBON + + +v - v - v - v -
+ +- +- - - - - - -
--------
MEMBER B
+++
BENUANG
(MP. B )
+ + +v - v - v - v -
--------
M3
A1 Coal, small
PALEMBANG GROUP
+++
tuffaceous claystone
+++ 6,5 - 10,0
BURUNG intercalations.
+++
MUARA ENIM
+++ 0,5 - 2 ,0
TERTIARY
MERAPI
MIOCENE
FORMATION
Claystone
M1
+++ - - - - -
C Coal, small
+++
7 - 10 carbonaceous clay
+++
siltstone intercalation.
+ +-+- - - - - - -
Claystone, sandstone,
KELADI +++ .......
siltstone.
.-.-.-.-.-.-.-
Not Scale
Remark :
- .-.-.-.-.-Siltstone o. o. o. o
Gravel
- .-.-.-.-.- o.o.o.o
. . . . . . Sandstone v v v v v
Tuffaceous
...... v v v v v
Gambar 2.3 Penampang stratigrafi daerah penambangan Muara Tiga Besar Utara
Berdasarkan gambar 2.3, penjelasan tentang Stratigrafi lapisan bahan galian di daerah
Muara Tiga Besar Utara adalah sebagai berikut :
3) Lapisan Interburden A1 – A2
Terdiri dari batulempung, Bentonit dan Batupasir Tufaan dengan ketebalan
berkisar antara 0,5-3,0 meter.
4) Lapisan Batubara A2
Lapisan ini dicirikan oleh adanya Lapisan Silikan di bagian atas dan
ketebalannya berkisar 9,8-14,75 meter.
5) Lapisan Interburden A2 – B
Lapisan ini terdiri dari Batulanau, Lempung dan Batupasir, yang dikenal dengan
nama Suban Marker Seam. Ketebalan lapisan ini 15-23 meter.
6) Lapisan Batubara B
Biasanya tedapat dua sampai tiga lapisan pengotor yaitu Lapisan Lempung.
Ketebalan lapisan ini berkisar 15,3-20 meter.
7) Lapisan Interburden B – C
Lapisan ini terdiri dari Batupasir dan Batulanau Lempungan. Ketebalannya
berkisar 38,5-44 meter.
9) Lapisan C/C1 – C2
Lapisan ini merupakan Lapisan Interburden antara lapisan C/C1 dengan C2
yang memiliki pengotor seperti Claystone dan Silststone dengan ketebalan 0,80
– 7,35 meter.
10) Lapisan C2
Lapisan ini memiliki sedikit pengotor seperti Clay dan Silststone. Ketebalan
lapisan C2 yaitu 0,80 – 2,75 meter.
Lokasi penambangan daerah penelitian yang terletak di Tanjung Enim memiliki iklim
yang sama dengan iklim di daerah Indonesia pada umumnya, yaitu iklim tropis dengan
kelembaban dan temperatur yang tinggi, yang memiliki dua musim yaitu musim
kemarau dan musim hujan.
Tabel 2.2 Curah Hujan Ulang Bulanan tahun 2005 sampai 2015
Bulan
Tahun Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
2005 492.24 468.8 679.38 307.62 239.48 103.6 230.12 225.2 218.2 306.86 297.38 148.6 3717.48
2006 471 526 125 313 173 78 123 23 26 39 230 396 2523.00
2007 411.1 349 400.7 317.5 211.4 132.2 122.7 116.2 132.6 216.3 261 344.2 3014.90
2008 402.43 162.78 279.18 372.23 147.28 147.65 35.75 114.08 148.2 370.6 202.9 430.7 2813.78
2009 291.93 182.67 171.93 308.83 196 83.6 73.33 92.5 125.5 211 150.67 454.83 2342.79
2010 459 574.83 375.23 343.67 365.33 110.87 96.23 209.43 221.03 274.37 338.3 94.97 3463.26
2011 214.28 196.92 204.24 320.42 263.15 145.98 50.43 29.78 55.72 179.08 354.65 327.08 2341.73
2012 197.33 389.13 177.1 156.38 170.4 107.65 53.82 38.92 77 245.62 323.45 654.62 2591.42
2013 479.45 320.82 401.48 336.38 663.87 86.72 453.6 136.03 241.62 201.25 292.02 448.49 4061.73
2014 350.83 472.1 370.48 162.58 220.27 179.25 139.03 155.9 27.28 52.7 312.12 425.32 2867.86
2015 138.13 393.37 345.18 307.7 33.88 60.82 26.28 109.61 27.12 52.5 311.45 400.32 2206.36
Rata-rata 355.247 366.947 320.900 295.119 244.005 112.395 127.663 113.695 118.206 195.389 279.449 375.012 2904.03
Sumber: Satker Rencana Operasi Hidrologi PT. Bukit Asam (Persero), Tbk
Grafik Curah Hujan Tahun 2005 sampai
2015
4500
4000
Rerata Curah Hujan (mm)
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
Sumber: Satker Rencana Operasi Hidrologi PT. Bukit Asam (Persero), Tbk
Gambar 2.4 Grafik Curah Hujan Daerah Penelitian Tahun 2005 sampai 2015
Peningkatan rerata curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2013 sebesar 4061.73 mm.
Peningkatan tersebut sangat signifikan dimana pada tahun 2012 rerata curah hujan
hanya 2591.42 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki
kelembaban dan temperatur yang tinggi.
Tabel 2.3 Penggolongan kualitas batubara di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk
Excavator adalah sebuah jenis alat berat yang terdiri dari mesin di atas roda khusus
yang dilengkapi dengan lengan (arm) dan alat pengeruk (bucket) yang digunakan
untuk menyelesaikan pekerjaan berat berupa penggalian tanah yang tidak bisa
dilakukan secara langsung oleh tangan manusia. Pengertian ini didasarkan dari asal-
usul excavator yang diciptakan sebagai alat penggali tanah untuk membangun rel
kereta api, serta dari kata “excavation” yang berasal dari bahasa Inggris yang berarti
“pengggalian” atau mesin penggali. (Lihat gambar 3.1).
Sumber : wikipedia
Dalam bahasa Indonesia excavator disebut sebagai ekskavator. Namun dalam proyek-
proyek kontruksi dan pertambangan di Indonesia, excavator lebih sering disebut
“Bego atau Beko”, walaupun sebenarnyaexcavator bukan berarti bego. Istilah bego
berasal dari bahasa Inggris dari kata “Backhoe”, yaitu excavator mini yang
ditempelkan pada bagian belakang mesin traktor atau biasa disebut
backhoeloader.Backhoe Loader merupakan gabungan antara excavator dan wheel
loader.(Lihat gambar 3.2).
Sumber : wikipedia
Disebut backhoe karena excavator mini ini terletak pada bagian belakang mesin
traktor. Misalnya pada backhoe loader, excavator mini ini ditempelkan pada bagian
belakang tracktor loader atau wheel loader (pemuat beroda ban) dan memiliki peran
sebagai alat kerja yang terletak di bagian belakang. Pada awalnya backhoe loader ini
digunakan untuk peralatan di lahan pertanian di Amerika Serikat. Sedangkan
excavator merupakan unit tersendiri yang memiliki peran pokok sebagai alat utama
untuk pekerjaan penggalian tanah.
Excavator pertama kali diciptakan pada tahun 1835 oleh seorang pemuda berusia 22
tahun bernama William Smith Otis, yang merupakan seorang ahli mekanik asal
Amerika Serikat. William Smith Otis adalah anak dari pasangan Isaac Otis dan
Tryphena Hannah Smith yang lahir pada tanggal 20 september 1813 di Pelham,
Massachussetts, USA. William memulai karyanya sejak berusia 20 tahun dimana pada
waktu itu dia mulai menunjukkan kecerdasannya. (Lihat gambar 3.3).
Sumber : wikipedia
Pada tahun 1935 ketika bekerja di perusahaan “Carmichael and Fairbanks” yang
bergerak di bidang pekerjaan sipil, William menggunakan excavator hasil ciptaannya
untuk penggalian rel kereta api mulai dari Norwich ke Worcester.
Pada waktu itu excavator pertama tersebut hanya dilengkapi bucket (alat keruk) yang
ditarik oleh rantai dan seling, serta digerakkan oleh mesin uap dan hanya bisa berputar
sejauh 90 derajat. Namun sayangnya excavator tersebut rusak berantakan ketika
mencapai putaran 90 derajat saat sedang melakukan penggalian.
Untuk menyempurnakan karya ini William Smith Otis pindah ke Philadelphia. Dia
berusaha meyakinkan Joseph Harrison, seorang manajer operasional perusahaan
“Garrett and Eastwick” untuk membangun model excavator pra-industri pada tahun
1836, dan usahanya berhasil. Hak cipta pertama
Pada tanggal 15 maret 1836 William menerima hak patent atas penemuan excavator
ini. Namun sayangnya kejadian insiden serupa terulang lagi. Pada tahun 1838 terjadi
kesalahan pada spesifikasi teknik sehingga excavator terbakar dan hancur.
Hak patent atas penemuan excavator yang telah diraih dengan susah payah oleh
William Smith Otis berakhir pada tanggal 27 oktober 1838. Pengukuhan hak cipta
berikutnya pada tanggal 24 februari 1839, patent dengan nomor 1089 telah resmi
memperoleh validitas. Excavator hasil karya William Smith Otis secara resmi diakui
dengan sebutan “The Crane-dredge for excavation and earth removals” (Kren
penggali dan pemindah tanah) dan secara resmi merupakan excavator yang pertama
kali ada di muka bumi. (Lihat gambar 3.4).
Sumber : wikipedia
Spesifikasi Pertama
Excavator pertama ini memiliki spesifikasi bucket (alat keruk) 1,15 meter kubik
dengan kemampuan produktivitas menggali tanah sebanyak 64 meter kubik per jam.
Excavator tertua di dunia ini hanya mampu berputar sejauh 900 dan hanya bisa
berjalan di atas rel kereta api yang dimotori oleh mesin uap. Serta hanya dilengkapi
seling sebagai penarik alat kerja (bucket/ember).
Karya besar William Smith Otis telah berkembang hingga saat ini dan telah
dimanfaatkan untuk pembangunan bagi umat manusia di seluruh penjuru dunia.
Perkembangan teknologi modernSeiring perkembangan jaman, kebutuhanperalatan
berat untuk pembangunan kontruksi dan pertambangan semakin komplek, sehingga
manusia merancang excavator menjadi semakin sempurna. Pada awalnya fungsi
excavator hanyalah sebagai alat penggali tanah yang berjalan di atas rel kereta api dan
hanya dimotori oleh mesin uap serta menggunakan sistem manual berupa seling dan
rantai untuk menggerakkan bucket (alat kerja/alat keruk), dan hanya bisa berputar
sejauh 900.
Namun kini excavator menggunakan sistem teknologi canggih dan memiliki multi
fungsi sebagai alat berat serbaguna yang dilengkapi mesin modern dengan tenaga
hidrolik, bisa berputar sejauh 3600 tanpa berhenti dan mampu bekerja di atas air.
(Lihat gambar 3.5).
Sumber : wikipedia
Kehebatan excavator
Excavator memiliki kehebatan yang luar biasa jika dibandingkan dengan segala jenis
alat berat yang ada di planet bumi. Excavator mampu menyelesaikan pekerjaan berat
yang tidak bisa dilakukan oleh alat berat lain, bekerja di atas air, bekerja di atas
bebatuan, serta tangguh bekerja di segala medan berat dengan cepat dan menjadi aktor
utama dalam pekerjaan proyek raksasa seperti pertambangan. Selain itu excavator juga
bisa digunakan sebagai alat pemecah batu yang dilengkapi dengan palu pemukul
(breaker).
Pada tahun 1978, Jerman menciptakan excavator terbesar di dunia yang dinamakan
Bagger 288. Monster raksasa ini berbobot 13.500 ton dengan panjang 240 meter serta
tinggi 96 meter dan lebar 46 meter. Excavator ini digunakan untuk menyelesaikan
pekerjaan overburden dan extrations, misalnya menggali deposit mineral raksasa
seperti batubara, menggali saluran pipa gas bawah tanah, pipa minyak, kabel
komunikasi, penyulingan air dan pusat pipa pemanas. (Lihat gambar 3.6).
Sumber : wikipedia
Di Indonesia Bagger 288 hanya ada di PT. Freeport Indonesia Inc. yang terletak di
provinsi Papua dan digunakan untuk menyelesaikan penambangan emas terbesar di
planet bumi. Bagger 288 memiliki 10 bucket (alat keruk) dan masing-masing bucket
berkapasitas 6,6 meter kubik. Excavator raksasa ini memiliki kemampuan menggali
tanah sebanyak 240.000 meter kubik perhari dan cukup untuk mengisi semangkok
lapangan sepakbola dengan tanah setinggi gedung berlantai 10 hanya dalam waktu
sehari.
Berdasarkan proses penggaliannya, BWE dapat dioperasikan dengan tiga cara kerja
yaitu cara kerja blok penuh ( Full Block Working/ Voll Blok), cara kerja setengah blok
( Half Block Working/ Teil Block) dan cara kerja depan ( Front Working/ Strossen
Blok). Penggunaan jarak kerja ini bergantung pada jangkauan lengan dan roda rangka
(crawler) BWE yang dapat berupa jenis track atau rail.
1) Cara Kerja Blok Penuh (Full Block Working / Voll Blok)
Cara penggalian ini dilakukan dengan cara membuat blok-blok dan BWE bekerja
dengan cara mengayun (menaikkan dan menurunkan) lengan boom secara terus-
menerus. Pola penggalian ini terlebih dahulu material yang akan digali menjadi blok-
blok, kemudian dari setiap blok dengan membuat jenjang-jenjang dari bagian atas ke
bawah. Setelah selesai mengerjakan satu blok, BWE pindah ke blok sebelahnya dan
mulai menggali dengan cara yang sama.
2) Cara Kerja Setengah Blok (Half Block Working)
Cara kerja ini hampir sama dengan face working, hanya saja disini BWE bergerak
sepanjang permukaan kerja dan menggali lapisan di atasnya.Pola penggalian ini
biasanya diterapkan pada penambangan batubara dengan metode strip mine.
Penggaliannya simulai dari permukaan kerja suatu blok yang telah ditentukan,
kemudian diteruskan ke blok sebelahnya sepanjang kemampuan boom-nya.
Selanjutnya boom kembali ke permukaan kerja semula sambil terus melakukan
penggalian dari blok semula sampai ke blok disebelahnya dan seterusnya. Operasi
penggalian ini biasanya hanya dilakukan pada BWE dengan roda rangka jenis track
dan crowdless boom.
3) Metode Penggalian Depan (Front Working atau Face Working)
Sumber:
Bucket Wheel Excavator, Nani 2011
Cara penggalian BWE System dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1) Terace Cut
Adalah cara penggalian dengan ketebalan galian yang ditentukan dari gerak maju
BWE. Dimana pada awal galian gigi bucket terhadap material adalah tipis dan pada
akhir galian gigi bucket terhadap material adalah tebal. Penggalian ini juga membuat
tangga-tangga agar kestabilan lereng dapat terjaga serta menghasilkan galian yang
optimal. (Lihat gambar 3.11)
Sumber:
Bucket Wheel Excavator, Nani 2011
Adalah cara penggalian BWE dimana ketebalan galian ditentukan dari gerak turun
Bucket Wheel. Dimana pada awal penggalian gigi bucket terhadap material adalah
tebal dan diakhir galian gigi bucket terhadap material adalah tipis. Cara penggalian ini
digunakan untuk menggali tanah yang lunak dan lengket agar material hasil galian
tersebut tidak mengotori landasan kerja BWE bagian depan. (Lihat gambar 3.12)
Adalah suatu cara penggalian gabungan antara terrace cut dan dropping cut.
Penggalian lapisan dilakukan dengan menggunakan terrace cut dan bagian bawahnya
menggunakan dropping cut. Cara ini jarang digunakan, karena saat menggali dropping
cut, bucket akan mengalami tahanan yang besar pada saat memotong slice yang cukup
tebal sehingga beresiko patahnya gigi bucket atau terjadinya vibrasi yang cukup kuat
pada body BWE.
3.3.1.4. Metode Pengoperasian
Pada metode ini kedudukan BWE berada lebih tinggi dari pada kedudukan BW dan
CE dengan perbedaan ketinggian maksimum 6 meter. Cara ini dipakai apabila
ketinggian galian melebihi batas normal (12 m). Lebar blok galian 20 meter dengan
sudut bidang gali > 60o. Kaki ramp maksimal 37 meter dari CE dan kemiringan ramp
≥ 1:25. (Lihat gambar 3.14)
Pada metode ini kedudukan BWE dan BW lebih rendah daripada kedudukan CE
dengan beda ketinggian jenjang maksimum 6 meter. Pada metode pengoperasian ini
perlu diperhatikan aliran air pada planum BWE agar tidak terperangkap dan tergenang.
Lebar blok galian 32 meter dan kemiringan ramp turun minimum 1:22,5. (Lihat
gambar 3.15)
Sumber: Bucket Wheel Excavator, Nani 2011
Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengoperasian BWE, yaitu:
1) Tinggi Jenjang
Tinggi jenjang maksimum yang aman dan optimal untuk penggalian high cut
adalah 12 m. Antisipasi untuk over high antara lain:
Memotong kelebihan tinggi dengan bulldozer.
Melakukan penggalian high step.
2) Kemiringan
b. Kemiringan tebing front kerja yang izinkan adalah 1:1. Beberapa hal yang
dapat mempengaruhi kemiringan tebing antara lain: tinggi tebing, lama
waktu tebing ditinggalkan, kandungan air dalam mineral, adanya struktur
patahan dan jenis material.
3) Kestabilan Lereng
Kestabilan lereng tergantung kepada frekuensi gaya penggerak dan gaya penahan pada
lereng tersebut. Kestabilan lereng dinyatakan dalam nilai faktor keamanan (FK).
Kemantapan lereng dipengaruhi oleh morfologi dan iklim daerah.
4) Daya Dukung Tanah
Alat gali BWE dapat digunakan untuk menggali material tanah ataupun batubara
dengan tingkat kekerasan material antara 100-5000 Kpa. Untuk material yang melebihi
5000 Kpa maka diperlukan bantuan peledakan ataupun ripping pada batuan.
3.4 Operasional Spreader
1) Deep Dump
Pada metode ini, lantai untuk tempat penimbunan lebih rendah dari lantai kerja
spreader dengan spreader yang bergerak maju setelah lantai yang ditimbun sudah
memiliki ketinggian yang sama dengan lantai kerja spreader.
2) High Dump
Pada metode ini lantai tempat penimbunan sejajar dengan lantai kerja spreader dengan
spreader yang bergerak mundur setelah lantai yang ditimbun sebelumnya sudah lebih
tinggi dari lantai kerja spreader. (Lihat gambar 3.17)
Deep dump
CD
U
High dump
CD
U
Planum merupakan lantai kerja operasi ATU sehingga sangat penting untuk
mengetahui jenis material yang akan diterima, termasuk jenis kering atau lumpur
untuk penempatan material yang tepat dan menghindari terjadinya amblas.
Planum dibuat dengan material keras dan kemudian dipadatka dengan bulldozer atau
compactor. Selain itu juga perlu diperhatikan pengaturan aliran air di sekitar planum
untuk menghindari genangan. Daya dukung tanah untuk operasi spreader rata rata 70-
100 Kpa.
Dunia pertambangan sangat erat sekali ketergantungannya dengan alat berat. Kegiatan
utama dalam dunia pertambangan adalah gali-muat-angkut dimana pada kegiatan
tersebut menggunakan alat berat yang memiliki spesifikasi maupun harga yang
bervariasi. Maka perhitungan akan produktivitas alat merupakan modal penting dalam
manajemen suatu proyek pertambangan.
Dalam perhitungan produktivitas alat berat di dunia pertambangan satuan yang umum
digunakan adalahn Ton/jam atau BCM/jam, jika dihasilkan perhitungan dengan satuan
yang tidak sesuai atau tidak diinginkan maka perlu dikonversi. Hal ini berkaitan
dengan jumlah cadangan yang akan ditambanng, sehingga akan diketahui umur
tambang. Dari premis tersebut maka dapat diketahui perhitungan umur tambang
adalah:
𝑐𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
Umur tambang = 𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 .........................................................(3.1)
Kembali lagi pada topik perhitungan produktivitas alat, masing-masing alat berat
memiliki perhitungan produktivitas spesifik yang berbeda-beda.
Keterangan:
Keterangan:
Keterangan:
Maka besarnya daya P (W) yang diperlukan untuk menggerakkan sistem adalah:
Dengan
N = 1000.Vcπ.d .................................................................................................(3.6)
Dengan :
Untuk menganalisa tegangan akibat berat muatan maksimal yang akan diangkat
ditentukan dengan memperhatikan beberapa faktor, seperti berat komponen arm,
sehingga berat muatan yang diangkat dapat dibuat rumus sebagai berikut :
Dengan :
Dengan :
1. Puli Tetap
Puli tetap terdiri dari sebuah cakram dan sebuah tali yang dilingkarkan pada alur di
bagian atasnya dan pada salah satu ujungnya digantungi beban, sedangkan ujung
lainnya ditarik ke bawah sehingga beban terangkat ke atas.
2. Puli Bergerak
Puli bergerak terdiri dari cakram dan poros yang bebas. Tali dilingkarkan dalam alur
di bagian bawah. Salah satu ujung tali diikatkan tetap dan di ujung lainnya ditahan
atau ditarik pada waktu pengangkatan, beban digantungkan pada kait yang tergantung
pada poros.
Rumus yang digunakan dalam perancangan puli adalah untuk mencari diameter drum
atau puli untuk pemakaian tali yang diizinkan.
Dengan :
e1 = Faktor yang tergantung pada alat pengangkat dan kondisi operasinya (faktor e1
adalah 25)
Hukum Kesetimbangan
Kesetimbangan adalah sebuah kondisi dimana resultan semua gaya yang bekerja pada
sebuah benda adalah nol. Dengan kata lain, semua benda berada dalam kesetimbangan
jika semua gaya dan momen yang dikenakan padanya setimbang. Pernyataan ini
dicantumkan dalam persamaan kesetimbangan, yaitu:
Dengan
Simpangan baku atau deviasi dapat diartikan sebagai rata-rata jarak penyimpangan
titik-titik data diukur dari nilai rata-rata data tersebut.
Rataan hitung adalah teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai rata-rata
dari kelompok tersebut.
Dengan
S = Simpangan Baku
n = Banyaknya Percobaan
𝑥 = Rataan Hitung
Dengan
V = A. T .......................................................................................................... (3.16)
Dengan
V = Volume (m3)
T = Tinggi (m)
Dengan
Secara teoritis sebuah peralatan mempunyai produktivitas yang relatif besar, tetapi
dalam praktek sebenarnya produktivitas alat tersebut cenderung lebih
kecil.Menurunnya produktivitas atau kapasitas produksi alat ini disebabkan adanya
faktor-faktor yang membatasi kelancaran pengoperasian peralatan. Kelancaran
pengoperasian alat akan berpengaruh langsung terhadap kapasitas produksi alat itu
sendiri.
Ada tiga faktor dasar yang sangat mempengaruhi kelancaran pengoperasian dari suatu
alat berat, yaitu:
1. Waktu.
2. Material.
3. Efisiensi.(Lihat gambar 3.19).
Sumber: wikipedia
1.Waktu
Masalah ini yang biasa dihadapi oleh juru taksir waktu, untuk menyiapkan tawaran
suatu pekerjaan. Dalam hal tersebut yang penting adalah untuk mendapatkan waktu
siklus. Waktu siklus adalah jangka waktu yang diperlukan alat-alat berat untuk
menyelesaikan satu lingkaran operasi.
Waktu tetap : Waktu tetap adalah waktu tetap yang digunakan untuk, memuat,
membuang dan pengaturan posisi alat.
Waktu variabel : Waktu variabel adalah waktu yang diperlukan untuk
mengangkut dan kembali ke tempat pemuatan dalam siklus tersebut. jangka
Waktu ini dapat berubah sesuai jarak dan kondisi jalan antara daerah pemuatan
dengan daerah pembuangan.
2.Material.
Dalam proses pemindahan bahan atau material, volume material ditentukan
berdasarkan keadaan material itu didalam proses pemindahannya. misalkan saja pada
suatu pekerjaan tanah atau agregat, Ada tiga macam satuan ukuran volume material
dalam pekerjaan tersebut :
m3 asli : meter kubik asli yang diukur pada keadaan alam sebelum diganggu
oleh peralatan
m3 lepas : meter kubik lepas yang diukur pada keadaan lepas, keadaan setelah
dibongkar dalam proses pemindahan.
m3 padat : meter kubik padat yang diukur pada keadaan telah dipadatkan
setelah proses pemadatan.
Faktor Koreksi
Digunakan untuk mengubah atau mengoreksi tafsiran produksi sesuai dengan
pekerjaan tertentu serta kondisi tempat pekerjaan tersebut dilakukan. Faktor ini
berbeda untuk tiap jenis alat berat dan kondisi kerja.
Pada operasi BWE di MTBU pada bulan Maret 2017, cuaca berada pada kondisi
peralihan dari musim hujan ke musim kemarau, dengan frekuensi hujan yang cukup
sering (hujan turun hampir setiap hari pada malam hari). Berdasarkan data bersumber
dari satker Perencanaan Hidrologi PT. Bukit Asam (Persero), Tbk, curah hujan bulan
maret di site MTB adalah 151,3 mm.
2) Faktor Manusia
Dalam pengoperasian alat, kemampuan atau keterampilan, pengalaman dan ketahanan
fisik operator akan menentukan seberapa besar produktivitas alat. Keahlian operator
dalam menjalankan alat dapat memperkirakan waktu gerak pada saat menggali
sehingga memperoleh angka pengisian bucket yang tinggi. Pengaturan ketebalan
sayatan, kecepatan roda putar gali, kecepatan ayun lengan sangat penting pengaruhnya
terhadap besar produktivitas alat.
Pada operasi BWE di MTBU, operator yang menangani masing masing alat
merupakan karyawan yang telah memiliki pengalaman pengoperasian alat BWE
selama kurang lebih 30 tahun yang mendapatkan pelatihan pertama kali oleh tim
operasional BWE system Rheinbraun. Dalam operasinya, pada umumnya operator
melakukan sayatan tipis pada penggalian untuk menghindari over load CC 21, dengan
kecepatan roda gigi pada 65 – 80 tumpahan permenit atau ± 6 rpm, kecepatan swing
maksimal 20 m/min dengan sudut swing maksimal 65o. Tinggi jangkauan BWE
maksimal 10 meter, untuk menghindari macet pada hidrolik lengan 1.
3) Faktor Alat
Kemampuan dan kondisi alat berpengaruh besar terhadap produktivitas BWE.
Dalam memenuhi targer produksi, kondisi alat perlu dijaga. Hal – hal yang harus
diperhatikan terhadap alat BWE adalah :
Pada operasi BWE di MTBU, BWE yang digunakan merupakan BWE yang sudah
memiliki usia 36 tahun dengan batas garansi usia dari pabrikan adalah 30 tahun,
sehingga saat ini alat sering mengalami kerusakan baik pada mesin maupun listrik.
Selain itu, kemampuan alat juga sudah dikurangi dari spesifikasi pabrikan untuk
menghindari kerusakan lainnya. Selain masalah pada BWE, terdapat juga kesalahan
dalam desain sistem jalur conveyor, yaitu pada CC 21 sebagai mana yang sudah
diuraikan pada pembahasan pemuatan dan pengangkutan batubara sebelumnya.
4) Jenis material
Ada 2 jenis, yaitu:
a. Material lengket
Material lengket dapat mempengaruhi kapasitas bucket dan akan menyebabkan
terjadinya penumpukkan tanah diatas lantai kerja. Hal ini disebabkan karena material
lengket tersebut tidak jatuh pada ban 1 (belt conveyor pertama pada BWE).
Penumpukkan tersebut terjadi didepan track BWE. Sehingga akan menghalangi
majunya BWE. Terjadinya penyumbatan pada transfer point dan corong Hopper Car
menyebabkan terjadinya overload (material melimpah akan tetapi tidak jatuh ke CE ).
b. Material keras
Nilai kekerasan yang mampu digali oleh Bucket Wheel Excavator adalah dibawah
5000 kPa, sehingga untuk kekerasan yang melebihi nilai tersebut harus dibantu dengan
cara lain sebelum material digali dengan Bucket Wheel Excavator, antara lain dengan
peledakan maupun ripping.
Pada operasi BWE di MTBU, material galiannya merupakan material umpan berupa
timbunan batubara pada temporary stockpile sehingga tidak menimbulkan masalah
pada kekerasan dan kandungan airnya.
5) Tidak Beroperasi/ Standby
Yaitu kondisi dimana BWE System tidak beroperasi dikarenakan tidak ada pekerjaan
pemindahan batubara baik dari front penambangan ke stockpile.
Pada operasi BWE di MTBU hal ini sering terjadi, antara lain karena:
Overload pada CC 21 sehingga seluruh jalur conveyor hingga ke BWE
otomatis mati hingga seluruh batubara pada belt sudah dikeluarkan.
Overhigh pada life stockpile sehingga BWE harus berhenti menggali hingga
tumpukan didorong dengan bulldozer.
BWE lainnya sedang beroperasi sehingga salah satu BWE harus off karena
pasokan listrik yang tidak mencukupi.
1. Agar suatu alat selalu dalam keadaan siap pakai (high availiability)
Preventive Maintenance
Preventive maintenance adalah perawatan yang dilakukan dengan tujuan untuk
mencegah kemungkinan timbulnya gangguan atau kerusakan pada alat. Preventive
maintenance terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Periodic Maintenance
a. Periodic inspection adalah inspeksi atau pemeriksaan harian (daily-10 hours) dan
mingguan (weekly-50hours) sebelum unit beroperasi.
b. Periodic service adalah suatu usaha untuk mencegah timbulnya kerusakan pada
suatu alat yang dilaksanakan secara berkala (continue) dengan interval pelaksanaan
yang telah ditentukan berdasarkan service meter/hours meter (HM). 17
2. Schedule Overhaul
Schedule overhaul adalah jenis perawatan yang dilakukan pada interval tertentu sesuai
dengan standar overhaul masing-masing komponen yang ada.
Corrective Maintenance
Corrective Maintenance adalah perawatan yang dilakukan untuk mengembalikan
machine ke kondisi standar melalui pekerjaan repair (perbaikan) atau adjusment
(penyetelan). Corrective maintenance terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Brakedown Maintenance
Repair and Adjusment adalah perawatan yang sifatnya memperbaiki kerusakan yang
belum parah atau belum mengalami brake down (tidak bisa digunakan).
1. Keuntungan
2. kerugian
Sistem yang continuous atau berkelanjutan ini adalah sistem yang apabila salah satu
dari komponen sistem tersebut mengalami gangguan ataupun halangan, maka
keseluruhan sistem tersebut akan ikut berhenti. Dalam operasi penambangan dengan
BWE System, digunakan Alat Tambang Utama (selanjutnya disingkat ATU) yakni :
Bucket Wheel Excavator (BWE), Conveyor ( termasuk Conveyor Excavator, Conveyor
Dump, Conveyor Coal, Conveyor Shunting), Hooper Car, Cable Rail Car (CRC), Belt
Wagon (BW), Spreader, Stacker/Reclaimer dan Alat Penunjang Tambang seperti Back
Hoe, Bulldozer, Track & Wheel Stackle, Mini wheel Loader (Bob Cat), Pipe Layer,
dan Crawler.
a. Proses penambangan
Jika Conveyor Excavating, Conveyor Coal atau Hooper Car atau apapun itu,
mengalami halangan seperti overload (kelebihan muatan), sedang perawatan atau
sedang dalam perbaikan, maka BWE tidak dapat beroperasi atau melakukan kegiatan
penambangan. Namun ada saatnya ketika perawatan yang sudah direncanakan tidak
diebut sebagai waktu halangan karena telah diantisipasi agar sesaui target perharinya.
b. Proses dumping
Apabila salah satu dari rangkaian alat untuk operasi penghamparan galian overburden
terjadi halangan maka BWE tidak beroperasi.
Komponen utama dari BWE System sering disebut sebagai alat tambang utama (ATU)
meliputi BWE (alat gali muat), Belt Conveyor (alat angkut), Spreader (alat hampar
tanah) dan Stacker Reclaimer (alat tumpuk batubara) ditambah Train Loading Station
(alat curah batubara ke gerbong kereta api) (Nani, 2011).
BWE merupakan alat gali yang menggunakan rangkaian bucket yang berputar pada
satu roda putar, dengan jumlah bucket sebnyak 14 buah berkapasitas masing masing
0,8 bcm. BWE dilengkapi dua lengan mekanis/ ban pengangkut material dengan lebar
ban 1400 mm berkecepatan 4,5 m/det. BWE digerakkan dengan tenaga listrik dan
memiliki kemampuan gali 1300 bcm/jam untuk kapasitas rancangan dan 1050
bcm/jam untuk kapasitas garansi. BWE cocok digunakan untuk material seperti coal,
clay, pasir dan serpih. (Lihat gambar 4.1)
Sumber:
Dokumentasi Penulis
Setelah melakukan proses penggalian dengan BWE, material hasil galian diteruskan ke
ATU lainnya, yaitu sebagai berikut:
Sumber:
Dokumentasi Penulis
Gambar 4.2 Belt Wagon (BW)
BW memiliki dua lengan mekanis/ ban yaitu ban 3 dan ban 4, dengan lebar ban
1400 mm berkecapatan 4,5 m/det yang digerakkan dengan tenaga listrik yang
ketinggian dan arahnya bisa diatur.
Conveyor System merupakan rangkaian alat untuk mengangkut material dari front
penggalian menuju tempat penimbunan tanah (disposal area) atau ke tempat
penumpukan batubara (stockpile/ TLS). Pergerakan conveyor diatur oleh sebuah drive
pulley (pulley penggerak) dan dibantu sejumlah roll yang terpasang di sepanjang belt
frame. Berdasarkan fungsinya jalur belt conveyor terbagi atas beberapa macam, yaitu:
Dalam operasional, spreader beroperasi dibantu oleh ATU lainnya, yaitu tripper car
(TC).
1) Spreader
Jenis material penimbunan pada prinsipnya ada dua jenis, yaitu material basah
dan kering. Pengaturan penempatan material diatur dengan komunikasi antara
operator Spreader, MCC dan operator BWE. (Lihat gambar 4.10)
Sumber: Dokumentasi Penulis
2) Tripper Car
Train Loading System (TLS) berfungsi untuk memuat batubara dari stockpile ke
gerbong kereta api untuk dikirim ke stasiun penerimaan batubara di Pelabuhan
Tarahan maupun Dermaga Kertapati. Kapasitas pemuatannya bisa mencapai 2800
ton/jam.
Alat penunjang tambang diperlukan untuk membantu dan memperlancar pekerjaan alat
tambang utama, antara lain:
1) Back Hoe
Track stackle merupakan modifikasi dari back hoe, sedangkan wheel stackle
merupakan modifikasi dari wheel loader., dengan fungsi yang sama, yaitu antara
lain:
4) Pipe Layer
Pipe layer merupakan modifikasi dari bulldozer yang dapat berfungsi untuk:
5) Transport Crawler
Sistem continous mining beroperasi dengan dukungan kemampuan kerja alatnya yang
saling berhubungan satu sama lain. Mulai dari proses penggalian material batubara
atau tanah, sampai mengangkutnya ke lokasi penimbunan tanah, sampai
mengangkutnya ke lokasi penimbunan tanah (disposal) atau ke lokasi penumpukan
batubara (stockpile). Dan bila ada jadwal pemuatan batubara ke gerbong dan
pengiriman, maka akan diteruskan ke TLS. Koordinasi dan kendali continous mining
ini dilakukan di MCC (Mine Control Center) melalui panel kendali dan alat
komunikasi. Dalam pelaksanaan pengendalian operasional tambang menerus
tersebut,MCC memiliki peralatan hubungan komunikasi dengan menggunakan
telepon, radio panggil dan intercom.
MCC berperan sangat penting karena MCC merupakan pusat pengendalian dan
pengawasan operasional sistem BWE secarah menyeluruh dan terpadu. (Lihat gambar
4.13)
Sumber:
Dokumentasi Penulis
Salah satu fungsi penting MCC adalah mengoperasikan belt conveyor secara interlock
mulai dari BWE hingga spreader. Maka semua ATU berhubungan dengan belt
conveyor sehingga bila operasi belt conveyor terganggu maka sistem operasi pada
ATU akan otomatis terhenti sampai kendala pada operasi belt conveyor diatasi.
Fungsi-fungsi lain MCC yang tidak kalah pentingnya adalah :
1) Mencatat jam operasi, halangan dan standby ATU setiap saat untuk kemudian
menjadi bahan untuk evaluasi dan perbaikan.
2) Mengkomunikasikan dan memantau proses troubleshooting ATU oleh mekanik,
elektrik, dan oprasional.
3) Membuat laporan hasil produksi batubara dan tanah dari lokasi tambang (BWE
System dan Shovel/ Truck), kemudian informasi tersebut didistribusikan ke
pihak-pihak yang membutuhkan.
4) Menginformasikan ke pihak-pihak yang berkompeten, mengenai kemajuan-
kemajuan operasional dan kendala-kendalanya setiap giliran (tiga giliran dan 24
jam).
5) Meneliti kebeneran setiap informasi baik dari pihak operasional atau pihak
perawatan peralatan (mekanik/ listrik) dalam pembuatan laporan.
6) Menginstruksikan kepada operator ATU untuk beroperasi atau tidak,
berdasarkan data-data kesiapan peralatan dan kebutuhan dilapangan.
7) Membantu kelancaran komunikasi kegiatan operasional baik terhadap ATU,
shovel/truck maupun penunjang.
Continuous Mining System merupakan suatu sistem penambangan yang mana seluruh
alatnya bekerja dengan saling berhubungan. Pada daerah penelitian. sekarang sistem
ini digunakan untuk menggali batubara pada temporary stockpile di site Muara Tiga
Besar Utara (MTBU), dengan menggunakan 2 unit BWE yaitu BWE 203 dan BWE
205 yang beroperasi secara bergantian. Dikarenakan tindakan perawatan pada alat
yang sering mengalami masalah mesin, atau karena pasokan listrik yang tidak
mencukupi apabila kedua BWE beroperasi bersamaan akibat konsumsi listrik masing
masing sistem BWE yang sangat besar, yaitu 1953,9 KW untuk tiap unit BWE dari
BWE, BW, CRC dan HC (Nani, 2011).
Pada awalnya BWE ini beroperasi untuk menggali tanah dan batubara di front
penambangan MTB, namun karena usia alat yang sudah melebihi batas garansi usia
yaitu 30 tahun, maka alat ini sering mengalami kerusakan mesin dan struktur lainnya.
Sehingga mulai dialihkan menjadi untuk menggali material umpan, yaitu material
batubara hasil penggalian dari front penambangan yang dilakukan dengan kombinasi
shovel and truck dan dikumpulkan di temporary stockpile (in pit).
1) Stockpile
Material yang digali oleh BWE ini merupakan material umpan hasil penggalian
batubara di front penambangan MTBU dengan shovel and truck yang ditumpuk di
temporary stockpile. Stockpile tersebut memiliki tinggi 16m, lebar lantai atas 41,50m,
lebar lantai bawah 79,40m, panjang lantai atas 336m, panjang lantai bawah 373 m,
kemiringan 40,9o. (Lihat gambar 4.14).
2) Penggalian
Pada stockpile BWE melakukan penggalian batubara dengan metode high cut, yaitu
kedudukan BWE, BW dan CE sejajar, dengan arah penggalian ke arah cop. Kapasitas
teoritis bucket (0,8 bcm) tidak dapat direalisasikan karena untuk menghindari
kelebihan muatan (over load) pada CC 21, sehingga tebal sayatan penggalian
diusahakan tipis. Dalam operasinya, pada umumnya operator melakukan sayatan tipis
pada penggalian untuk menghindari over load CC 21, dengan kecepatan roda gigi
pada 65 – 80 tumpahan permenit atau ± 6 rpm, kecepatan swing maksimal 20 m/min
dengan sudut swing maksimal 65o. Tinggi jangkauan BWE maksimal 10 meter, untuk
menghindari macet pada hidrolik lengan 1.
3) Pemuatan dan Pengangkutan
Alur operasi BWE system (BWE 203) adalah sebagai berikut: (Lihat gambar 4.15)
Berdasarkan sketsa tersebut dapat dilihat bahwa batubara hasil penggalian temporary
stockpile dipindah secara kontinu menggunakan ban 1 dan ban 2 pada BWE,
kemudian dilanjutkan ke ban 3 dan ban 4 pada belt wagon (BW), lalu masuk ke
hopper car (HC) untuk kemudian diangkut dengan conveyor excavator 11 (CE 11)
sejauh sekitar 400m. Batubara kemudian dialirkan ke conveyor shunting 10 (CS 10)
dan diangkut sejauh sekitar 700m menuju conveyor distribution point (CDP). Pada
CDP material ditentukan akan masuk conveyor coal (CC) untuk batubara atau
conveyor dumping (CD) untuk tanah. Karena material galiannya adalah batubara maka
material selanjutnya dialirkan ke CC 20 sejauh 900m. Pada bagian ujung CC 20,
terdapat alat pengukur tonase batubara yang diangkut CC20, disebut sebagai belt
scale. Setelah melewati belt scale, batubara kemudian diteruskan ke CC 21 sejauh
600m menuju life stockpile berkapasitas 300.000 ton.
Dalam operasinya, BWE di MTB memiliki masalah pada rancangan belt yang
berdampak tidak optimalnya kinerja BWE. Berikut data dimensi conveyor yang dilalui
material dari temporary stockpile hingga ke life stockpile. (lihat tabel 4.1)
Tabel 4.1 Dimensi dan Jarak Conveyor yang dilalui material batubara
Dari data tersebut didapat anomali pada rancangan dimensi CC 21, dimana lebar belt
semakin kecil, serta diikuti kecepatan belt yang juga lebih kecil daripada belt
sebelumnya, yaitu CC 20. Hal ini mengakibatkan ketidakmampuan CC 21 dalam
menampung dan mengangkut material batubara hasil angkut dari CC 20. Oleh karena
itu sering sekali terjadi overload pada jalur CC 21 yang berakibat pada berhentinya
secara otomatis seluruh sistem BWE akibat sistem interlock dalam pengoperasian
conveyor. Hal ini menjadi salah satu hambatan pengoperasian BWE System di MTBU.
4) Penumpahan/ Penimbunan
Material batubara hasil pengangkutan conveyor ditumpahkan pada life stockpile yang
berjarak ±1550 meter dari CDP. Material dari belt masuk langsung ke hopper sebelum
tumpah ke tumpukan. Pada titik ini, tumpukan sering mengalami masalah over high
karena tinggi tumpukan yang sudah terlalu tinggi hingga mencapai hopper. Hal ini
disebabkan hopper yang tidak dapat bergerak maju mundur pada jalur conveyor
sehingga setiap kali tumpukan sudah over high, tumpukan harus didorong
menggunakan unit bulldozer. Akibatnya seluruh sistem BWE harus berhenti sampai
masalah ini selesai.
4.5 Produktivitas BWE
Waktu kerja efektif adalah waktu kerja yang benar-benar digunakan pada operasi
penambangan batubara. Dalam satu hari kerja pada daerah penelitian ditetapkan 3 shift
kerja yaitu :
Dimana:
Berdasarkan data pada tabel tonase pemindahan batubara dan waktu jalan dapat
dihitung kapasitas nyata BWE tanggal 20-30 maret 2017 sebagai berikut:
Maka dapat dihitung produksi pemindahan BWE tiap jam, shift dan hari berdasarkan
data real pemindahan batubara tanggal 20 sampai 30 Maret 2017 (selama 11 hari) yang
didapat dari mine control centre, yaitu 33.640 ton.
33.640
produksi pemindahan per hari : = 3.058 ton/hari
11
3.058
produksi pemindahan per shift : =1.019 ton/shift
3
1.019
produksi pemindahan per jam : =145,5 ton/jam
7
Efisiensi kerja merupakan perbandingan antara waktu operasi aktual dengan waktu
operasi teoritis dinyatakan dalam persen. Untuk efisiensi kerja BWE di site MTBU
tanggal 20-30 Maret 2017 dapat dihitung sebagai berikut:
Maka efisiensi kerja BWE pada tanggal tersebut adalah = (3590/15840) x 100 =
22,66%
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Penambangan batubara pada site Muara Tiga Besar Utara (MBTU) PT. Bukit Asam
(Persero), Tbk menggunakan metode tambang terbuka dengan sistem continuos
mining menggunakan BWE system sebagai alat tambang utama (ATU).
2. BWE system saat ini digunakan untuk penggalian dan pengangkutan batubara dari
temporary stockpile ke life stockpile.
3. Peralatan penambangan dengan BWE System adalah:
a. Alat Tambang Utama (ATU) : Bucket Wheel Excavator (BWE), Blet Wagon
(BW), Hopper Car (HC), Cable Rail Car (CRC), Conveyor Excavating
(CE), Conveyor Shunting (CS), Conveyor Dumping (CD), Conveyor Coal
(CC), Spreader, Tripper Car dan Stacker Reclaimer (ST).
b. Alat Penunjang Tambang : Bulldozer, Back Hoe, Track&Wheel Stackle,
Pipe Layer, Transport Crawler.
4. Alur penggalian dan pengangkutan batubara dengan BWE system adalah penggalian
dengan bucket BWE, dialirkan ke ban 1 BWE kemudian ke ban 2 BWE. Setelah itu
material dialirkan ke ban 3 BW kemudian ban 4 BW. Setelah itu masuk ke CE
melalui HC. Dari CE material dialirkan ke CS untuk melalui CDP. Di CDP material
galian ditentukan ketika masuk ke CD (untuk material tanah) atau masuk ke CC
(untuk material batubara).
5. Kapasitas produksi efektif teoritis BWE adalah 17,5 bcm/menit, namun setelah
dilakukan pengamatan lapangan pada tanggal 20-30 Maret 2017 didapat kapasitas
produksi aktual BWE adalah 5,4 bcm/menit, maka kehilangan produksi BWE
sebesar 30,8%, dengan efisiensi kerja sebesar 22,66%.
6. Rendahnya kapasitas produksi aktual dan efisiensi kerja BWE dipengaruhi oleh
hambatan yang muncul baik karena masalah alam, operator maupun alat. Pada
umumya kendala yang muncul adalah karena masalah overload pada CC 21.
5.2. Saran
1. Diperlukan perawatan berkala dan terencana pada unit BWE yang masih tersedia
dan mampu beroperasi untuk menghindari kemunduran yang lebih besar dalam
kinerja dan produksi BWE, baik berupa perawatan mesin dan jaringan listrik
maupun pengecetan ulang untuk menghindari korosi.
2. Diperlukan perbaikan pada spesifikasi conveyor tepatnya pada CC 21 dan CC 20
karena selalu menjadi hambatan dalam operasi BWE
3. Diperlukan tim perawatan yang cepat tanggap untuk meminimalisir waktu halangan
alat.
DAFTAR PUSTAKA
Ardian, A. (2015, 12 15). Produktivitas Alat Berat. Dipetik 1 21, 2018, dari aldin
ardian tambang http://blog.upnyk.ac.id/aldinardian-blogartikel produktivitas alat
berat
Atas, D. (2011, 3 17). Bucket Wheel Excavator Mesin Raksasa Tambang. Dipetik 1
21, 2018, dari Dunia Atas:http://dunia-atas. blogspot.co.id/2011/bucket-wheel-
excavator-mesin-raksasa.html
Bestas. (2013, 8 29). Bucket Wheel Excavator (BWE). Dipetik 1 21, 2018, dari Berbagi
Ilmu Teknik Sipil: http://bestananda.blogspot.co.id/2013/08/bucket-wheel-
excavator-bwe.html
PTBA. (2014, 12 20). Perhitungan Sumber Daya Dan Cadangan Batubara. Dipetik 1
21, 2018, from Bukit Asam: http://www.ptba.co.id/id/calculation-of-resource-
and-coal-reserve
Syafril. (2009, 3 13). Bucket Wheel Excavator, Alat Tambang Raksasa. Dipetik 12 10,
2017, dari Syafril H: https://www.syafrilhernendi.com/104/bucket-wheel-
excavator/
Wikipedia. (2017, 11 7). Bucket Wheel Excavator. Dipetik 12 10, 2017, dari
Wikipedia Indonesia: https://en.wikipedia.org/wiki/Bucket-wheel_excavator
LAMPIRAN A
STUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN
Senior Manager
Penambangan
Asisten Manager
Asisten Manager Asisten Manager
Geseran Belt
BWE System Shovel and Truck
Conveyor (Shifting)
LAMPIRAN B
PETA GEOLOGI TANJUNG ENIM
Sumber : satker Geologi PT. Bukit Asam (Persero), Tbk
LAMPIRAN C
PENAMPANG LITOLOGI MTBU
Massa Formation Layers Lithologi Thickness Discription
.. ….
NIRU + + +o..oo…o o. -
+ + +v - v - v -- v-- (m) Gravel, sand
(local coverages)
+++
------- -
FORMATION
++ Hanging Seam
JELAWATAN + +-+- - - - - - -
KASAI
KAF
M4
-----
+ +- +- - - - - - -
PLIOCENE
+ +-+-v --v-v-v-
----- Claystone, silicified
ENIM + +- +- - - - - - - > 120 silt lenses.
+ + + .-.-.-.-.- bentonite layers
+ +- +- - - - - - -
few siltstone layers.
KEBON + + +v - v - v - v -
+ +- +- - - - - - -
MEMBER B
+++
--------
BENUANG
(MP. B ) + + +v - v - v - v -
--------
M3
A1 Coal, small
PALEMBANG GROUP
+++
tuffaceous claystone
+++ 6,5 - 10,0
BURUNG intercalations.
+++
MUARA ENIM
+++ 0,5 - 2 ,0
TERTIARY
MERAPI
MIOCENE
FORMATION
Claystone
M1
+++ - - - - -
C Coal, small
+++
7 - 10 carbonaceous clay
+++
siltstone intercalation.
+ +-+- - - - - - -
Claystone, sandstone,
KELADI +++ .......
siltstone.
.-.-.-.-.-.-.-
Not Scale
Remark :
- .-.-.-.-.-Siltstone o. o. o. o
Gravel
- .-.-.-.-.- o.o.o.o
. . . . . . Sandstone v v v v v
Tuffaceous
...... v v v v v
I 125 1240
203 II 145 1300 435 3940 9
III 165 1400
20/03/2017
I 0 0
205 II 0 0 0 0 0
III 0 0
I 100 910
203 II 0 0 100 910 9
III 0 0
21/03/2017
I 0 0
205 II 0 0 0 0 0
III 0 0
I 0 0
203 II 0 0 0 0 0
III 0 0
22/03/2017
I 0 0
205 II 0 0 0 0 0
III 0 0
I 0 0
203 II 0 0 175 1460 8
III 175 1460
23/03/2017
I 0 0
205 II 0 0 0 0 0
III 0 0
I 165 1220
203 II 145 1680 375 3640 10
III 65 740
24/03/2017
I 0 0
205 II 0 0 115 1090 9
III 115 1090
I 0 0
25/03/2017 203 245 2310 9
II 85 1000
III 160 1310
I 105 910
205 II 0 0 105 910 9
III 0 0
I 135 1190
203 II 140 1560 380 4050 11
III 105 1300
26/03/2017
I 0 0
205 II 0 0 90 730 8
III 90 730
I 140 1040
203 II 115 1120 355 3200 9
III 100 1040
27/03/2017
I 0 0
205 II 0 0 50 370 7
III 50 370
I 85 790
203 II 130 1480 440 4140 9
III 225 1870
28/03/2017
I 0 0
205 II 0 0 0 0 0
III 0 0
I 160 1930
203 II 95 680 470 4340 9
III 215 1730
29/03/2017
I 0 0
205 II 0 0 0 0 0
III 0 0
I 135 1260
203 II 0 0 135 1260 9
III 0 0
30/03/2017
I 0 0
205 II 120 1290 120 1290 11
III 0 0
Total 3590 33640 9.37