Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH MANAJEMEN PERILAKU

Metode Extinction Dan Setting Kelas Efektif : Solusi Pengurangan Perilaku


Menyimpang Siswa Tuna Grahita Hiperaktif
Dosen Pengampu : Dr.Hj.Sri Joeda Andajani, M.Kes

Disusun Oleh:
Ega Edva Nurusyifa’ Hartono 17010044049
Dormian Kasriwati Siregar 17010044093

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


SURABAYA
2019
DAFTAR ISI
Cover……………………………………………………………………………………………… i
Daftar Isi ......................................................................................................................................... ii
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………………. iii
Bab I Pendahuluan ........................................................................................................................... 1
Bab Ii Pembahasan ........................................................................................................................... 2
Bab Iii Kesimpulan ......................................................................................................................... 5
Daftar Pustaka

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan kehadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat
kemurahan Nya Makalah berjudul “Metode Extinction Dan Setting Kelas Efektif : Solusi
Pengurangan Perilaku Menyimpang Siswa Tuna Grahita Hiperaktif” ini dapat kami selesaikan
sesuai yang diharapkan. tugas ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Manajemen Perilaku.
Dalam pembuatan Makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih pada pihak yang
telah memberikan kesempatan dan memberi fasilitas sehingga makalah ini dapat selesai dengan
lancar. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai manajemen perilaku untuk anak tuna grahita dengan
hiperaktif. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu sempurna tanpa adanya
saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekirannya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang lain.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan

Surabaya, 10 September 2019


Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Tuna grahita biasa diartikan sebagai seseorang yang memiliki keadaan intelektual di bawah
rata-rata. Americaan Association on Mental Retardation (AAMR), mendefinisikan retardasi
mental merupakan fungsi intelektual yang secara umum berada di bawah rata-rata yang disertai
dengan keterbatasan fungsi adaptasi di dua atau lebih area yaitu komunikasi, merawat diri,
kecakapan sosial-interpersonal, memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat, mengatur
diri, kemampuan fungsi akademik, bekerja, memanfaatkan waktu luang, kesehatan dan
keselamatan dan muncul sebelum usia 18 tahun ( Hardman, M.L.,Drew, C.J., & Egan, M.W.,
2002:280). Sebagian besar seseorang dengan tuna grahita dapat menyesuaikan diri dalam
kehidupan di masyarkat dan beradaptasi dengan baik di lingkungan keluarga. Namun, tidak
sedikit pula individu dengan tuna grahita yang juga memiliki perilaku hiperaktif, sehingga
menyebabkan individu tersebut kirang bisa beradaptasi dengan lingkungannya dan
membutuhkan penanganan ekstra.
Hiperaktif bukanlah masalah penyakit, namun suatu gejala yang disebabkan, kerusakan
pada otak, sehingga seringkali menunjukkan berbagai macam perilaku menyimpang. Mulai
dari perilaku menyimpang yang ringan seperti,sulit konsentrasi, sulit mengikuti perintah, selalu
berjalan, tidak mau diam hingga perilaku yang berat suka mengganggu teman, memukul teman,
memberontak dengan guru, dan lain sebagainya. Dari permasalahan individu dengan tuna
grahita hiperaktif tersebut tentunya diperlukan adanya metode khusus dalam pembelajaran dan
juga bentuk setting kelas yang ideal bagi sisa tuna grahita hiperaktif untuk mengurangi adanya
penyimpangan perilaku yang dimilikinya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perilaku menyimpang pada ATG Hiperaktif?
2. Bagaimana metode yang digunakan untuk mengurangi perilaku menyimpang pada
ATG Hiperaktif?
3. Bagaimana setting kelas untuk ATG Hiperaktif di sekolah luar biasa?
4. Bagaimana setting kelas untuk ATG Hiperaktif di sekolah inklusi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perilaku menyimpang pada ATG Hiperaktif
2. Untuk mengetahui metode yang digunakan untuk mengurangi perilaku menyimpang
pada ATG Hiperaktif Untuk mengetahui perilaku menyimpang pada ATG Hiperaktif
3. Untuk mengetahui setting ke;as untuk ATG Hiperaktif di sekolah luar biasa
4. Untuk mengetahui setting ke;as untuk ATG Hiperaktif di sekolah inklusi

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gangguan Intelektuan dan Hiperaktif

Definisi mengenai tunagrahita atau gangguan intelektual menurut American


Psychiactric Association (APA, 2013:33) menuliskan bahwa hambatan intelektual (gangguan
perkembangan intelektual) merupakan gangguan yang terjadi selama periode perkembangan,
yang meliputi terganggunya fungsi intelektual dan fungsi adaptif pada ranah konsep sosial dan
praktik bina diri yang rendah. Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli seseorang
dikatakan tunagrahita apabila memenuhi tiga kriteria yaitu pertama, kurangnya fungsi
intelektual seperti: pemecahan masalah, perencanaan, berpikir abstrak, penilaian, kemampuan
akademik dan non akademik dan ini telah dibuktikan melalui proses assessmen den tes
inteligensi. Kriteria kedua adalah kurangnya fungsi adaptif yang menyebabkan keterbatasan
aktivitas sehari-hari seperti komunikasi, partisipasi sosial dan mengurus diri sendiri yang
terjadi di beberapa lingkungan seperti, rumah, sekolah, lingkungan kerja dan tempat
bermainnya. Kriteria yang ketiga adalah masalah fungsi intelektual dan fungsi adaptif terjadi
selama masa perkembangan Kemis & Rosnawati (2013:10) mengungkapkan bahwa anak
tunagrahita adalah individu dengan fungsi intelektualnya yang lamban, yaitu IQ 70 kebawah
berdasarkan tes inteligensi baku, kekurangan dalam perilaku adaptif dan terjadi pada masa
perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun. Prevalensi Hiperaktif pada
populasi umum adalah 5%, dan antara 9% hingga 16% pada populasi anak dengan Hambatan
Intelektual. Dampak jangka panjang dari Hiperaktif pada anak dengan Hambatan Intelektual
dapat mengakibatkan masalah kecemasan, agresi dan pengucilan sosial, terutama pada remaja
.

B. Metode extinction modifikasi perilaku Hambatan Intelektual-Hiperaktif


a. Modifikasi perilaku
Modifikasi perilaku adalah aplikasi yang sistematis dari teknik dan prinsip-
prinsip belajar untuk memperbaiki perilaku manusia dengan mengurangi perilaku yang
tidak diinginkan dan meningkatkan perilaku yang diinginkan (Papalia, Olds, &
Feldman, 2001; Martin & Pear, 2003). Karateristik yang paling penting dari modifikasi
perilaku adalah menekankan definisi masalah dalam istilah perilaku yang bisa diukur
dalam beberapa cara, dan menggunakan beberapa perubahan dalam ukuran perilaku
dari masalah sebagai indikator terbaik mengenai sejauh manakah masalah itu dapat
dibantu.

b. Penyimpangan Perilaku/ Perilaku Abnormal


Menurut Kartini (2010:6) penyimpangan perilaku dapat juga disebut dengan
adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan atau hukum dalam masyarakat
yang dilakukanseorang anak. Sedangkan menurut Jamal Makmur (2012: 94)
penyimpangan perilaku adalah kelainan tingkah laku/tindakan yang bersifat antisosial,
melanggar norma, sosial, agama, serta ketentuan hukum yang berlaku dalam
masyarakat. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku
abnormal atau penyimpangan perilaku yaitu suatu perilaku yang berbeda, tidak
2
mengikuti peraturan yang berlaku, tidak pantas, mengganggu dan tidak dapat
dimengerti melalui kriteria yang biasa di dalam masyarakat.
Gangguan perilaku sering terjadi pada anak-anak dengan Hambatan intelektual,
terlepas dari etiologi yang mendasarinya. Mereka sering melumpuhkan, dan dapat
menciptakan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan dapat menutupi, atau
mengungkapkan, penyakit organik atau kejiwaan. Perilaku seperti itu seringkali kronis
dan lebih dari satu mungkin ada pada individu yang sama. Dimulai dari penyimpangan
perilaku yang masuk kategori ringan/sekunder seperti membuat gaduh di kelas saat
pembelajaran berlangsung, mengganggu teman lainnya, berjalan-jalan di dalam kelas
saat pembelajaran berlangsung sampai ke penyimpangan perilaku kategori
berat/primer seperti mencuri, membolos dan berkelahi. Dikarenakan daya ingat serta
intelegensi yang kurang maka bentuk-bentuk penyimpangan perilaku tersebut
dianggap wajar oleh guru dan masyarakat tetapi hal itu perlu di atasi karena
mengganggu ketentraman bersosialisasi di dalam masyarakat serta mengganggu anak-
anak yang lainnya.

C. Intervensi Penyimpangan perilaku dengan metode extinction


Extinction merupakan teknik operant yang dibuat oleh B.F Skinner untuk memodifikasi
sebuah perilaku. Intervensi yang digunakan adalah modifikasi perilaku dengan metode
extinction yang merupakan strategi untuk mengubah atau menurunkan perilaku yang tidak
diharapkan dengan menghilangkan hubungan sebab akibat dari suatu stimulus dengan
respon, dimana respon yang muncul merupakan bentuk perilaku yang tidak diharapkan
terhadap suatu stimulus tertentu (Martin & Pear, 2003).
Dalam Martin & Pear (2003) disebutkan bahwa ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan berkaitan dengan keefektifan metode extinction, antara lain:
1. Mengontrol penggunaan penguatan (reinforcement) terhadap perilaku yang akan
diturunkan;
2. Kombinasikan pengabaian perilaku (extinction) dengan penguatan positif (positive
reinforcement) untuk perilaku-perilaku alternatif;
3. Kondisi saat dimunculkan extinction perlu dipertimbangkan dengan tujuan:
a. Meminimalkan pengaruh reinforcement dari orang lain yang mungkin dapat
meningkatkan munculnya perilaku yang tidak diharapkan,
b. Memaksimalkan keberhasilan modifikasi perilaku melalui program ini;
4. Membuat aturan main (rules) dalam bentuk instruksi

Contoh : Dalam pelaksanaan teknik extinction, juga dilakukan pemberian token


economies. Beberapa pengkondisian penguatan seperti pujian, tidak lagi terlalu
efektif. Stimulus akan hampir baik jika secepatnya dihadirkan. Sebuah program
dimana kelompok individu bisa mendapat tanda (token) untuk berbagai perilaku yang
diinginkan, dan dapat menukar tanda itu dengan backup reinforcers. Terdapat dua
keuntungan utama ketika menggunakan token reinforcers. Pertama, mereka dapat
diberikan dengan segera setelah satu perilaku diinginkan terjadi dan menukarkannya
dengan sesuatu yang di inginkannya pada suatu waktu untuk backup reinforcer.

3
D. Penerapan Metode extinction Pada Anak Tuna Grahita Hiperaktif
1. Pengondisian anak dengan pengabaian perilaku menyimpang
Ketika anak sudah menunjukkan perilaku yang menyimpang di kelas dan tidak
fokus, Maka yang dilakukan guru adalah dengan mengabaikan perilaku tersebut.
Ketika biasanya guru berteriak-teriak untuk menenangkan anak, pada metode ini
berbeda, guru mencoba untuk mengabaikan anak dengan tujuan untuk memperoleh
perhatian anak. Pengabaian ini secara tidak langsung akan membuat anak mendekat
kepada guru dan ingin diperhatikan, sehingga secara otomatis dia akan
menghentikan perilaku yang menjadi penyebab diamnya gurunya. Artinya setiap
kapanpun gurunya diam dan mengabaikannya, berarti perilaku yang dilakukan pada
saat itu tidak boleh lagi dilakukan.
2. Pengondisian anak dengan pemberian “Token Economies”
Penerapan Token Ekonomi disini bertujuan untuk menambah perilaku positif pada
anak. Sehingga misalnya ketika guru akan mengajarkan perilaku membuang
sampah pada tempatnya. Maka, siswa akan melakukan serangkaian kegiatan
meliputi mencari sampah, menemukan sampah, mengambil sampah, dan
memasukkan sampah pada tempat sampah. Dan di setiap tahapan yang dilakukan
anak akan mendapatkan semacam reward yang dikumpulkan. Sehingga dari reward
yang telah terkumpul, anak akan mendapatkan seseuatu sesuai yang dijanjikan guru
berdasarkan perolehan reward yang dimilikinya.

E. Setting Kelas Untuk Siswa Tuna Grahita di Sekolah Luar Biasa


1. Kelas yang Tenang
Kelas yang tenang artinya kelas tersebut jauh dari gangguan-gangguan yang
dapat mengganggu konsentrasi siswa tuna grhaita hiperaktif dalam belajar.
Sehingga hal ini berhubungan dengan jumlah siswa di dalam kelas. Secara ideal
terdapat 5 orang siswa tuna grahita di dalam kelas sekolah luar biasa.
2. Kelas yang Nyaman
Kelas yang nyaman akan membuat siswa tuna grahita hipeaktif betah untuk
belajar di dalamnya. Pencahayaan yang lembut, ruangan yang bersih, tata meja dan
kursi rapi, warna tidak mencolok dan tidak banyak hiasan. Hal ini akan
menenangkan siswa dalam pembelajaran.
3. Kelas yang aman
Kelas yang aman berarti ruangan tersebut bebas dari benda-benda berbahaya
seperti benda-benda tajam atau beracun dan lantai kelasnya tidak licin. Sehingga
apapun yang dibawa siswa guru harus mengetahuinya.
4. Formasi tata bangku di kelas
Agar kelas bisa fokus dan konsentrasi ke depan menhadap guru, tata bangku di
bentuk membentuk formasi U. Formasi seperti ini akan dapat membantu siswa
dalam fokus pada guru dan meningkatkan interaksi positif antar siswa di dalam
kelas.
5. Bentuk bangku untuk siswa
Bangku yang digunakan di khususkan per individu untuk anak. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi sikap anak agar tidak mengganggu temannya yang lain.

4
BAB III
KESIMPULAN

5
DAFTAR PUSTAKA
Debi Puji Utari, Marlina.2018.Mengurangi Perilaku Hiperaktif pada Anak Tunagrahita
Ringan Melalui Teknik Extinction : Penelitian Pendidikan Kebutuhan Khusus Vol 6, No 1.
Miller, M. L., Fee, V. E., & Jones, C. J. (2004). Psychometric properties of ADHD
rating scales among children with mental retardation. Research in Developmental Disabilities,
25(5), 477–492. doi:10.1016/j.ridd.2003.11.002
Nasution,Syafrida Evi.2016.Efektifitas Modifikasi Perilaku untuk Mengatasi Enuresis
pada Anak, JP3SDM, Vol. 4, No. 1.
Noor Akbar.Sukma.2017.Terapi Modifikasi Perilaku Untuk Penanganan Hiperaktif
Pada Anak Retardasi Mental Ringan.Jurnal Ecopsy.Vol 4, No 1.
Yosiani,Novita.2014.Relasi Karakteristik Anak Tunagrahita Dengan Pola Tata Ruang
Belajar Di Sekolah Luar Biasa : E-Journal Graduate Unpar. Vol 1, No 2.
http://psikologi.uin-malang.ac.id/wp-content/uploads/2014/ ( Diakses 09 Sept 2019 )
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3299352 ( Diakse 09/09/2019 )

Anda mungkin juga menyukai