Anda di halaman 1dari 24

PETUNJUK PRAKTIKUM

DASAR TEKNOLOGI HASIL TERNAK


Nama Mahasiswa :…………………………….

NIM :…………………………….

Kelompok :…………………………….

Oleh:
Tim Dosen Dasar Teknologi Hasil Ternak

BAGIAN TEKNOLOGI HASIL TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

1
DOSEN PENGAMPU
Dr. Ir. Imam Thohari, MP
Prof. Dr. Ir. Djalal Rosyidi, MS
Dr. Ir. Purwadi, MS
Prof. Dr. Ir. Lilik Eka Radiati, MS
Dr. Ir. Mustakim, MP
Dr. Agus Susilo, S.Pt, MP
Dr. Herly Evanuarini, S.Pt, MP
Firman Jaya, S.Pt, MP
Mulia W. Apriliyani, S.Pt, MP
Premy Puspitawati R, S.Pt, MP
Ria Dewi A, S.Pt, MP, M.Sc

ASISTEN PENDAMPING

Gilang Yudha Pratama Talita Taerea Anindita Prasetyawati


Miftahul Jannah Ahmad Ghozali
Dwi Sandra Bella Yanuar Muhammad Ramadhan
Asriana Kurniawati Baiq Budyawati Nurfawzi
Nur Fitrianingsih Rosalia Vega Novitasari
Masfufah Fina Faleha Firidatilla
Loka Saraswati M. Andika Yudha Harahap
Ariyanto Setiyo Aji

2
PERATURAN PRAKTIKUM

Peraturan

1. Semua praktikan wajib datang tepat waktu.


2. Semua praktikan wajib mengikuti semua acara/materi praktikum (Presensi 100%) .
3. Praktikan wajib mengerjakan dan menyerahkan tugas dan laporan praktikum tepat pada
waktunya.
4. Selama praktikum wajib memakai jas praktikum dan dilarang memakai sandal, dilarang
makan dan minum selama praktikum berlangsung.
5. Dilarang membuang sampah disembarang tempat, dan wajib menjaga kebersihan ruangan
dan peralatan praktikum.
6. Kerusakan alat atau pecah karena kecerobohan praktikan, biaya penggantinya akan
dibebankan pada praktikan.
7. Setiap pelanggaran peraturan akan dikenakan sanksi.
Sanksi

1. Terlambat praktikum selama:


a. 15-30 menit: pengurangan nilai praktikum.
b. Lebih dari 30 menit: tidak boleh mengikuti praktikum.
2. Presensi praktikum kurang dari 100%: nilai praktikum tidak keluar.
3. Tidak mengerjakan/mengumpulkan tugas: tidak boleh mengikuti praktikum.
4. Terlambat mengumpulkan laporan praktikum: pengurangan nilai praktikum sebesar satu
point.
5. Tidak memakai jas praktikum atau memakai sandal: tidak boleh mengikuti praktikum.
6. Tidak menjaga kebersihan ruangan dan peralatan praktikum: pengurangan nilai
praktikum.
7. Menjiplak laporan praktikum teman lainnya: pengurangan nilai praktikum.
8. Tidak mengganti alat yang rusak: nilai akhir mata kuliah Dasar THT tidak keluar.

3
KATA PENGANTAR

Buku PetunjukDasar Teknologi Hasil Ternak disusun untuk membantu praktikan


dalam pelaksanaan praktikum sehingga dapat memahami materi-materi praktikum yang
dilakukan.
Kami sampaikan terima kasih bagi semua pihak yang telah membantu penyusunan
buku penuntun praktikum ini. Kami menyadari bahwa penuntun praktikum ini masih banyak
kekurangannya, oleh karena itu dengan senang hati kami menerima kritik serta saran guna
perbaikannya.
Semoga buku penuntun praktikum ini dapat berguna bagi mahasiswa yang
mempelajari Dasar Teknologi Hasil Ternak

Malang, 23 Mei 2018

Tim Penyusun

4
ANALISIS PROKSIMAT PRODUK HASIL TERNAK

ANALISIS PROKSIMAT

Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk mengidentifikasi


kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu bahan pangan.
Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas bahan pangan terutama pada
standar zat makanan yang seharusnya terkandung di dalamnya. Metode analisa proksimat
pertama kali dikembangkan oleh Henneberg dan Stohman pada tahun 1860 di sebuah
laboratorium penelitian di Weende, Jerman (Hartadi et al., 1997). McDonald et al. (1995)
menjelaskan bahwa analisa proksimat dibagi menjadi enam fraksi nutrien yaitu kadar air, abu,
protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Pengujian
secara proksimat yang diperlukan untuk menganalisis berbagai mutu bahan/produk pangan ini
meliputi:

1. Pengujian kadar air


2. Pengujian kadar lemak
3. Pengijian kadar protein
4. Pengujian kadar karbohidrat
5. Pengujian kadar serat
6. Pengujian kadar abu

A. SUSU DAN PRODUK OLAHAN SUSU

Pendahuluan

Yoghurt adalah minuman dibuat dari fermentasi susu segar dan atau susu skim dengan
starter yaitu bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dan atau
bakteri asam laktat lain yang sesuai. Yoghurt memiliki cita rasa yang asam yang merupakan
akumulasi dari asam laktat dan flavor yang khas (dari komponen asetaldehida, sejumlah kecil
diasetil, aseton, asetoin, dan sebagainya) merupakan hasil dari aktivitas starter bakteri (bakteri
asam laktat atau BAL) dalam fermentasi susu (Anonim, 2009). Produk lain susu fermentasi
adalah kefir. Kefir merupakan susu fermentasi yang berasal dari daerah Kaukasus dan
dipercaya mempunyai khasiat pengobatan. Mikroorganisme yang ditambahkan pada
pembuatan kefir adalah bakteri asam laktat dan khamir. Penambahan khamir pada pembuatan
kefir maka kefir mengandung alkohol sekitar 0,8 %.
Proses pembuatan yoghurt terdiri atas empat langkah dasar, dimulai dari pemanasan
yang dilakukan pada susu sebelum diinokulasi kultur dilakukan pada suhu 80-85oC selama
15-30 menit susu dengan tujuan mematikan bakteri patogen, dilanjutkan dengan inokulasi
bakteri asam laktat yang akan menguapkan sebagian air dan membebaskan sebagian oksigen
sehingga menciptakan kondisi anaerobik bagi kultur yang dilanjutkan dengan roses
fermentasi, dan yang terkahir pendinginan untuk penyimpanan (Nighswonger, Brashears and
Gilliland. 1996).
5
Landasan Teori

Susu dapat difermentasi secara spesifik yang menghasilkan produk-produk seperti


kefir dan koumiss yang bersifat asam dan mengdanung etanol, dengan spesifikasi
bulgarian(asam tinggi), acidophilus dan yoghurt (asam sedang), cultured buttermilk dan
cultured cream (asam rendah) (Shavit, 2008 dan Belkaaloul et al., 2010).
Kefir telah dikonsumsi selama ratusan tahun dan merupakan minuman asli orang
pegunungan Kaukasus yang dulu Uni Sovyet dan telah diproduksi ratusan tahun yang lalu
(Otles dan Cagindi, 2003; Ninaneet al., 2005 dan Sady et al., 2007). Fermentasi pada kefir
sebagai akibat kerja bakteri dan khamir yang terdapat pada kefir grain (Farnworth, 2005).
Beberapa negara memproduksi produk yang berkaitan dengan kefir seperti kefir kering
(dengan cara pengeringan beku) yang dibuat dari konsentrat susu (360 g/kg total solid) dan
difermentasi menggunakan grain tradisional (Otles dan Cagindi, 2003).
Kefir mengdanung berbagai jenis mikroorganisme, umumnya mengdanung bakteri
dan khamir. Hertzler dan Clancy (2003) melaporkan bahwa kefir komersial di Amerika
Serikat menggunakan campuran kultur Streptococcus lactis, Lactobacillus plantarum,
Streptococcus cremoris, Lactobacillus casei, Streptococcus diacetylactis, Leuconostoc
cremories dan Saccharomyces florentinus.

B. DAGING DAN PRODUK OLAHAN DAGING


Pendahuluan

Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor
sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain adalah genetik,
species, bangsa, tipe, ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon,
antibiotik, mineral), dan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas
daging adalah metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH daging, enzim
pengempuk, hormon, antibiotik, lemak marbling, metode penyimpanan, metode preservasi,
macam otot dan lokasinya.
Bahan pangan yang berasal dari daging sangat disukai oleh masyarakat umum karena
rasa dan nilai gizi yang terkandung. Asam-asam amino yang lengkap dan seimbang dalam
daging memberikan nilai nutrisi yang tinggi. Kandungan nilai gizi daging dari setiap jenis
ternak relatif berbeda, setiap 100 gr daging dapat memenuhi kebutuhan gizi orang dewasa
sekitar 10 persen kalori, 50 persen protein dan 35 persen zat besi (Fe) setiap harinya.
Pengolahan dan pengawetan daging dilakukan untuk memperpanjang masa simpan
daging, meningkatkan cita rasa yang sesuai dengan selera konsumen, serta dapat
mempertahankan nilai gizinya. Beberapa bentuk hasil pengolahan daging diantaranya ialah
sosis, kornet, dendeng, pindang, abon, bakso, nuget dll, sedangkan beberapa cara pengawetan
yang sering dilakukan ialah dengan cara pembekuan, pelayuan, pengeringan, pengasinan,
pengasapan dan pengalengan.
Sosis merupakan salah satu produk hasil olahan daging yang cukup terkenal di
kalangan masyarakat. Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging ayam atau daging sapi
yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam
6
pembungkus yang berbentuk bulat panjang yang berupa usus hewan atau pembungkus
buatan, dengan atau tanpa dimasak maupun diasapkan.

C. TELUR DAN PRODUK OLAHAN TELUR


Pendahuluan

Mutu telur dan produk olahannya merupakan faktor penting yang berkaitan dengan
nilai gizi dan harapan yang dikehendaki oleh konsumen. Selera konsumen terhadapmutu telur
utuh yang segar maupun telur awetan dan produk-produk telur seyogyanya terpenuhi dengan
menjaga kualitas bahan pangan tersebut.
Mutu telur dapat dilihat dari sisi eksternal dan internal. Mutu eksternal meliputi
ukuran telur, bentuk telur, warna cangkang, tekstur cangkang, cacat-cacat (defect) yang ada
pada telur, dan kebersihan telur.. Sedangkan mutu internal telur dapat dilihat dari besar
kecilnya rongga udara telur, isi telur (putih dan kuning telur)belum mengalami perubahan.
Pengamatan mutu telur internal dengan mudah dapat dilakukan dengan memecah cangkang
telur kemudian diperiksa Indeks putih telur maupun Indeks kuning telur.
Telur merupakan bahan pangan yang bergizi dan dibutuhkan oleh manusia. Telur
mengandung protein, lemak, mineral dan vitamin, sehingga telur merupakan bahan pangan
yang baik bagi manusia.
Telur yang baru keluar dari induk biasanya steril, begitu sudah mengalami
penyimpanan biasanya terkontaminasi oleh mikroorganisme. Telur merupakan media yang
baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, sehingga selama penyimpanan perlu mendapatkan
perhatian, misalnya dilakukan pengawetan. Bakteri dan jamur biasanya terdapat pada
permukaan cangkang telur, akibat pencemaran dari kotoran feses atau kotoran lain. Jumlah
spora jamur pada cangkang telur segar awalny sekitar 200 – 500, namun akan semakin
bertambah dengan cepat tergantung pada lingkungan penyimpanannya.
Pengawetan telur segar perlu dilakukan dengan tujuan agar mutu telur dapat
dipertahankan,sehingga telur dapat disimpan lebih lama dengan mutu yang masih baik.

D. PENGOLAHAN HASIL SAMPING TERNAK

Pendahuluan

Pada umumnya hasil samping ternak bersifat sangat mudah rusak (highly perishable)
sebagaimana hasil peternakan yang utama seperti daging, susu dan telur. Sifat fisik dan kimia
hasil samping ternak yang memungkinkan berbagai kerusakan baik fisik, mekanik, kimia dan
mikrobiologi mudah terjadi. Hasil samping ternak umumnya mempunyai tekstur yang lunak,
kadar air tinggi, komponen zat-zat gizi dan sejumlah enzim yang masih aktif. Faktor-faktor
ini sangat berpengaruh terhadap perubahan-perubahan yang akan mengakibatkan kerusakan.
Hasil pemotongan ternak yaitu karkas dan non karkas dapat dimanfaatkan untuk
berbagai kebutuhan. Karkas merupakan hasil utama pemotongan ternak dan dapat
mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi daripada non karkas. Bagian non karkas atau
yang biasanya disebut offal terdiri atas bagian yang layak dimakan (edible portion) dan
bagian yang tidak layak dimakan (inedible portion atau by-product).
7
Setelah pemotongan, hasil samping ternak (non karkas) akan mengalami perubahan-
perubahan fisiologis secara spontan. Perubahan-perubahan ini biasanya disertai atau diikuti
oleh perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi. Kerusakan bahan merupakan akibat dari
perubahan-perubahan yang terjadi. Pemahaman tentang sifat-sifat bahan dan perubahan-
perubahan yang terjadi dapat digunakan untuk menilai dan menetapkan mutu bahan tersebut.
Selain itu hal tersebut dapat juga digunakan untuk menentukan cara-cara penanganan dalam
usaha mempertahankan mutunya. Dalam hal ini diperlukan cara-cara analisis komponen
penting yang berpengaruh terhadap mutu.
Proses-proses pengolahan primer pada bahan perlu diketahui untuk meningkatkan
nilai guna dan nilai tambah bahan tersebut melalui proses pengolahan selanjutnya. Hasil
pengolahan primer yang merupakan produk intermediate atau bahan baku pada proses
pengolahan berikutnya diharapkan mempunyai sifat-sifat yang dikehendaki. Hal ini
dimaksudkan sebagai usaha untuk memperoleh produk akhir dengan mutu yang diharapkan.
Komponen-komponen yang tidak layak dimakan dapat diproses dan dimanfaatkan
menjadi produk yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Beberapa komponen non karkas yang
diolah dengan menggunakan teknologi canggih dapat memberikan keuntungan finansial yang
besar. Hasil pengolahan komponen non karkas termasuk komponen yang tidak layak
dikonsumsi manusia antara lain adalah tepung tulang, tepung hati, tepung darah, tepung
daging dan sisa-sisa dag ing serta alat dalam yang tidak dimakan. Hasil olahan yang berasal
dari kulit, tanduk dan kuku juga sangat bermanfaat.
Kulit ternak dapat diolah menjadi produk yang berguna seperti: sepatu, jaket,
peralatan olahraga dan seni, wayang kulit, hiasan dinding, tas, lem, peralatan tidur dan
kerupuk kulit. Jeroan ternak banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Jeroan
mengandung gizi cukup tinggi dan harganya lebih murah dibanding daging. Secara umum
dapat disimpulkan bahwa manfaat yang dapat diperoleh dari pengolahan bagian-bagian non
karkas adalah manfaat ekonomi (penghasilan), gizi manusia, kebersihan dan kesehatan
masyarakat (lingkungan), sumber pakan dan bahan bakar serta variasi sumber pangan.

Tujuan praktikum:

 Mahasiswa mampu melakukan analisis proksimat produk hasil ternak yang meliputi:
kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar serat dan kadar abu.
 Untuk mengetahui kandungan zat makanan dari bahan pangan yang akan diuji
 Untuk meningkatkan kemampuan praktikan dalam menganalisis proksimat baik
meliputi pengetahuan dasar dan aplikasinya

8
UJI KADAR AIR

Uji Kadar air dengan pengeringan (gravimetri)

Prinsip
Menguapkan air yang ada dalam bahan dengan pemanasan, kemudian menimbang bahan
sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan.

Peralatan
1. Oven
2. Cawan petri
3. Eksikator
4. Timbangan analitik
Bahan

1. Sampel

Prosedur Kerja
1. Botol timbang bersih dioven 105°C selama 24 jam
2. Botol timbang dimasukkan dalam eksikator 15-30 menit
3. Timbang dengan timbangan analitik
4. Tambahkan sampel yang telah dihaluskan (berat sampel awal = X)
5. Dioven 105°C selama 24 jam
6. Dimasukkan dalam eksikator 15-30 menit
7. Timbang botol yang berisi sampel (berat sampel akhir = Y)
8. Penimbangan sampai selisih berat stabil (0,001 gram)
9. Hitung kadar air dengan rumus:

Hasil Pengamatan
a. berat botol timbang :
b. berat botol timbang + sampel :
c. berat sampel awal :
d. berat sampel akhir :
e. kadar air :

9
UJI KADAR LEMAK

Uji Lemak menggunakan soxhlet

Prinsip
Ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi
kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik

Peralatan
1. Oven
2. Eksikator
3. Timbangan analitik
4. Sohxlet
Bahan

1. Sampel

Prosedur Kerja
1. Oven kertas saring dan kapas 105°C selama 12 jam
2. Masukkan dalam eksikator 15-30 menit
3. Timbang dengan analitical balance
4. Tambahkan sampel yang telah dilakukan uji kadar air sebanyak l gram (X gram)
5. Bungkus dengan kertas dan kapas membentuk silinder
6. Tambahkan larutan petroleum eter atau petroleum benzene (40 ml diatas, 60 ml dibawah)
7. Ekstraksi sampel selama 5 jam
8. Ambil sampel yang dibungkus tersebut
9. Angin-anginkan sebentar, lalu masukkan dalam oven 105oC selama 24 jam
10. Masukkan dalam eksikator
11. Timbang (Y gram)
12. Hitunglah kadar lemak tersebut dengan rumus:

Hasil Pengamatan
a. berat kertas saring + kapas :
b. berat kertas saring + kapas + sampel :
c. kadar lemak :

10
UJI KADAR PROTEIN

a. Uji Protein Menggunakan Titrasi Formol (N×6,38)

Prinsip
Menetralkan larutan dengan basa NaOH membentuk dimethilol dengan penambahan
formaldehid yang mana gugus amino sudah terikat dan tidak mempengaruhi reaksi asam basa
NaOH. Indikator yang digunakan adalah PP. Reaksi akhir titrasi akan terjadi perubahan
warna pink.
Peralatan
1. Erlenmeyer 100 mL
2. Pipet tetes
3. Gelas ukur 10 mL
4. Gelas ukur 100 mL
4. Beakerglass 100 mL
5. Buret 25 mL
6. Corong
7. Klem dan statif

Bahan
1. Sampel
2. Aquadest
3. NaOH 0,1 N
4. Formaldehid 40%
5. K-oksalat jenuh
6. Indikator PP

Prosedur Kerja
1. Mengambil 10 mL larutan sampel ke dalam erlenmeyer 100 mL, kemudian
menambahkan 20 mL aquadest dan 0,4 mL K-oksalat jenuh serta 1 mL indikator PP, dan
mendiamkannya selama 2 menit.
2. Mentitrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai larutan berwarna pink.
3. Kemudian tambahkan 2 mL larutan formaldehid 40 %, lalu lanjutkan titrasi sampai
larutan berwarna pink.
4. Mencatat volume NaOH yang terpakai.
5. Melakukan pekerjaan yang sama dengan menggunakan larutan blanko.
6. Menghitung %N dalam sampel dengan menggunakan rumus:

Perhitungan

% N = mL NaOH x N x 14,008 gr/mL x 100%


Berat sampel x 10 mL/L

11
b. Uji Kadar Protein Menggunakan Metode Kjeldahl (Soedarmadji, Haryono, dan
Suhardi, 1997)

Prinsip
Protein dan komponen organik dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat
dan katalis. Hasil destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui
destilasi. Destilat ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang
terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl

Peralatan
1. Labu Kjeldahl 6. Klem dan Statif
2. Timbangan analitik 7. pH meter
3. Alat destilasi
4. Buret
5. Gelas ukur 15 ml
Bahan
1. Sampel
2. Tablet Kjeldahl
3. H2SO4
4. NaOH
5. Asam borat

Prosedur Kerja
1. Persiapan sampel yakni dengan menimbang sampel yang sudah dihaluskan sebanyak 0,2
– 1 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl.
2. Proses destruksi. Menambahkan 1/3 sampai 1 tablet Kjeldahl dan 15 ml H2SO4 pekat dan
dipanaskan dalam alat pemanas sampai warnanya menjadi jernih. Kemudian didinginkan.
Setelah itu dibuat blanko yakni 15 ml H2SO4 dan 1/3 sampai 1 tablet Kjeldahl dilakukan
perlakuan yang sama seperti di atas tetapi tanpa sampel.
3. Proses destilasi. Pasang labu Kjeldahl ke alat destilasi dan titrasi. Setelah itu aquades dan
NaOH secara otomatis akan ditambahkan dalam labu Kjeldahl. Untuk hasil destilasi
ditampung oleh asam borat.
4. Proses titrasi. Destilat (hasil destilasi) dititrasi sampai mencapai pH 4,6.
5. Perhitungan kadar protein
Monitor Kjeldahl unit akan menampilkan kadar protein sampel dengan rumus :
%N = (ml titrasi sampel – titrasi blanko) x 100 x 14,008
gram sampel x 1000
Hasil Pengamatan
a. Berat sampel :
b. Jumlah titrasi sampel :
c. Jumlah titrasi blanko :
d. Angka konversi :

12
UJI KARBOHIDRAT

a. Karbohidrat (Laktosa)

Prinsip
Laktosa bersifat reduktor akan mereduksi Cu2+ menjadi Cu+, kelebihan Cu2+ ditetapkan
dengan titrasi iodometri. Dengan menetapkan larutan blanko, maka volume natrium tiosulfat
yang dibutuhkan untuk menitrasi kelebihan Cu2+ dapat diketahui, dan setara dengan jumlah
laktosa yang terdapat dalam sampel.

Peralatan
1. Alat Reflux
2. Hot plate
3. Buret
4. Klem & statif
5. Erlemeyer
6. Beaker glass
7. Batang pengaduk
8. Pipet volume
Bahan
1. Sampel
2. Larutan luff schorl
3. Larutan kalium iodat
4. Natrium Tiosulfat 0,1N
5. Indikator amilum 1%
6. Al(OH)3
7. H2SO4
8. Larutan natrium karbonat
9. HCl
10. NaOH
11. Aquades
12. Kertas Saring
13. Indicator amilum

Pembuatan larutan Luff schoorl


1. 2,5 g CuSO4.5H2O sejauh mungkin bebas besi, dilarutkan dalam 10mL air,
2. 5 g asam sitrat dilarutkan dalam 5mL air dan
3. 38,8 g soda murni (Na2CO3.10H2O) dilarutkan dalam 40mL air mendidih.
4. Larutan asam sitratnya dituangkan dalam larutan soda sambil di gojog hati – hati,
ditambahkan larutan CuSO4, sesudah dingin ditambah air sampai 100mL. Bila terjadi
kekeruhan, didiamkan kemudian disaring.

13
Pembuatan Larutan ZnSO4
1. ZnSO4.10H2O 375 gram dilarutkan dalam 2125 mL aquades

Pembuatan larutan pati


1. 1 g pati yang dapat larut dicampur dengan 1mg HgI dan 3mL aquades, ditambahkan pada
100mL aquades yang sedang mendidih.

Pembuatan bubur Al(OH)3, tawas


1. Larutkan tawas dalam air (1:20)
2. Masukkan dalam amoniak 10% (1 bagian tawas : 1,1 bagian amoniak 10%)
3. Endapan yang diperoleh dibiarkan mengendap, cairan yang terdapat di atasnya dituang.
4. Endapan ditambah air, diaduk, dibiarkan, kemudian cairan dibuang lagi. Pekerjaan ini
diulang kembali sampai cairannya tidak bereaksi basis. Endapannya di simpan sebagai
pasta.

Pembuatan larutan 0,1N Na2S2O3

1. Untuk menyiapkan larutan 0,1 N Na2S2O3, timbanglah 6,25 g Na2S2O3.5H2O


2. Pindahkan ke dalam labu ukur 250 mL
3. Tambahkan 0,075 g Na2CO3 dan encerkan dengan aquades sampai tanda.
4. Larutan ini disimpan tertutup untuk di standarisasi dan dipakai.

Pembuatan Larutan KIO3


1. Timbanglah 25mg kalium iodat (KIO3), (BM=214,016, berat ekivalen = 35,67) dan
pindahkan ke dalam labu erlenmeyer 50mL.
2. Larutkan dengan aquades secukupnya. Tambahkan ±2 g KI (padat atau sebagai larutan 10
– 20%). Buatlah 3 kali ulangan.
3. Tambahkan 10 mL 2N HCl. Peringatan : titrasi harus segera dijalankan setelah
penambahan HCl ini.
4. Titrasilah larutan iodat ini dengan larutan Na2S2O3 (dalam buret) yang akan di
standarisasi sampai warna berubah dari merah bata menjadi kuning pucat.
5. Kemudian tambahkan 1-2 mL larutan pati dan lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang.
Hitunglah Normalitas larutan Na2S2O3 dari hasil rata – rata 3 kali ulangan

Na2S2O3 =

Prosedur Kerja
1. Sampel susu cair merk dipipet sebanyak 10,0 mL ditambah 5 mL pereaksi ZnSO4,
digojog. Ditambahkan 5 mL larutan NaOH di gojog baik-baik, kemudian diencerkan
dengan akuades sampai volume 50 mL.
2. Suspensi didiamkan selama lebih kurang 10 menit untuk mengendapkan semua protein,
kemudian disaring dengan kertas saring, filtrat dikumpulkan. Filtrat saringan pertama
(kira-kira 10 mL) dibuang.
14
3. Dipipet 1,0 mL filtrat yang jernih, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL dan
ditambahkan 10,0 mL Larutan Luff Schoor.
4. Setelah ditambah beberapa buah batu didih, Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin
balik, kemudian dididihkan (maksimal 2 menit sudah mendidih). Pendidihan larutan
dipertahankan selama 10 menit.
5. Selanjutnya didinginkan, lalu dengan hati-hati ditambahkan 15 mL H2SO4 26,5%, dan
ditambahkan 10 mL KI 20%.
6. Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan Na2SO30,1 N sampai berwarna kuning pucat.
Ditambahkan 1 mL indikator amilum , lalu dilanjutkan titrasi sampai warna abu-abu
(warna putih susu).
7. Dibuat larutan blanko dengan mengganti 10,0 mL susu dengan 10,0 mL akuades.
Perlakuan blanko seperti pada larutan sampel.
8. Menghitung kadar laktosa, dengan menggunakan Tabel I.
mL Na2S2O3 (0,1 N) mg Laktosa mL Na2S2O3 (0,1 N) mg Laktosa

1 3,6 11 40,8

2 7,3 12 44,6

3 11,0 13 48,4

4 14,7 14 52,2

5 18,4 15 56,0

6 22,1 16 59,9

7 25,8 17 63,8

8 29,5 18 67,7

9 33,2 19 71,7

10 37,0 20 75,7

Perhitungan

15
b.Karbohidrat dengan Metode Luff Schoorl
Cara yang digunakan untuk menentukan banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu
antara lain dengan cara kimiawi cara fisik, cara enzimatik atau biokimiawi dan cara
kromatografi. Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida
memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu hidrolisa lebih dahulu, sehingga diperoleh
monosakarida. Bahan dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu keadaan yang tertentu.
Penentuan monosakarida yang dihasilkan dapat dengan cara sebagai berikut :
Prinsip analisa ini adalah gula direaksikan dengan luff schoorl berlebih. Kelebihan luff
dititrasi dengan larutan baku Natrium thiosulfat. Metode ini prinsip kerjanya adalah titrasi
iodium bebas dalam larutan, dengan Na2S2O3 dan natrium sitrat bereaksi membentuk CuO
yang berada dalam suasana basa Na2CO3 seperti reaksi berikut ini

Pada penentuan karbohidrat dengan cara Luff-Schrool yang ditentukan bukannya


kuprooksida yang mengendap tetapi dengan menentukan kupri oksida dalam larutan sebelum
direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula
reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan Natrium tiosulfat. Selisih
titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kupro oksida yang terbentuk dan juga
ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan atau larutan. Reaksi yang terjadi
selama penentuan karbohidrat cara ini mula-mula kupri oksida yang ada dalam reagen akan
membebaskan iod dari garam kalium iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen
dengan banyaknya kupri oksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan
Natrium tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indikator
amilum. Apabila larutan berubah warnanya dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah
selesai. Agar perubahan warna biru menjadi putih dapat tepat maka penambahan amilum
diberikan pada saat titrasi hampir selesai. Setelah diketahui selisih banyaknya titrasi blanko
dan titrasi sampel kemudian dikoreksi dengan tabel yang sudah tersedia yang
menggambarkan hubungan antara banyaknya Natrium tiosulfat dengan banyaknya gula
reduksi (Sudarmadji, S.1997).
Kemudian CuO ini bereaksi dengan monosakarida untuk membentuk endapan Cu2O.
Endapan Cu2O bereaksi dengan asam kuat menjadi CuSO4 direaksikan dengan KI menjadi
CuI2. karena CuI2 ≈I2, maka I2 bebas ini kemudian bereaksi dengan Na2S2O3 sampai warna
berubah menjadi kuning pucat. Pada saat warna telah menjadi kuning pucat, segera
ditambahkan amilum sehingga terbentuk kompleks iod-amilum yang berwarna biru tua.

16
Reaksi yang terjadi sebagai berikut :

Peralatan
1. Alat Reflux
2. Hot plate
3. Buret
4. Klem & statif
5. Erlemeyer
6. Beaker glass
7. Batang pengaduk
8. Pipet volum

Bahan
1. Larutan luff schorl
2. KI 20%
3. Natrium Tiosulfat 0,1N
4. Indikator amilum 1%
5. Al(OH)3
6. H2SO4
7. KIO3
8. HCl
9. NaOH
10. Kertas Saring
Penentuan Kadar Gula Sebelum Inversi
1. Timbang bahan padat yang sudah dihaluskan atau bahan cair sebanyak 2 g tergantung
kadar gula reduksinya, dan pindahkan ke dalam labu takar 100 mL, tambahkan 50 mL
aquades.
2. Tambahkan bubur Al(OH)3. Penambahan bahan penjernih ini diberikan tetes demi tetes
sampai penetesan dari reagensia tidak menimbulkan pengeruhan lagi. Kemudian
tambahkan aquades sampai tanda dan disaring.
3. Filtrat ditampung dalam labu takar 250mL. Kemudian ditambah aquades sampai tanda, di
gojog dan disaring.
4. Ambil 5 mL filtrat yang diperkirakan mengandung 15- 60 mg gula reduksi, masukkan
dalam erlenmeyer dan tambahkan 15 mL larutan Luff schoorl.
5. Dibuat pula perlakuan blanko yaitu 15mL larutan Luff schoorl dengan 15 mL aquades.

17
6. Setelah ditambahkan beberapa butir batu didih, erlenmeyer dihubungkan dengan
pendingin balik (refluks), kemudian dididihkan. Diusahakan 2 menit sudah mendidih.
Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit.
7. Selanjutnya cepat-cepat didinginkan dan tambahkan 15 mL KI 20% dan dengan hati-hati
ditambahkan 25 mL H2SO4 26,5%.
8. Tambahkan indikator pati sebanyak 2-3 mL.
9. Dititrasi dengan larutan Na-tiosulfat 0,1N sampai warna berubah dari coklat menjadi
putih susu (untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi maka sebaiknya pati
diberikan pada saat titrasi hampir berakhir).

Perhitungan Kadar Gula Reduksi (sebelum inversi)


a.
b.
Keterangan :
W1= glukosa, mg (yang dihasilkan dari Tabel Luff Schoorl)
Fp = faktor pengenceran
W = berat sampel (mg)

Penentuan Kadar Gula Setelah Inversi

1. Ambil 50 mL filtrat dari larutan (dapat diambil dari preparasi sampel yang sebelum
inversi), masukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian ditambah dengan 25 mL aquades dan
10 mL HCl 30% (berat jenis 1,15). Panaskan diatas penangas air pada suhu 60-700C
selama 10 menit. Kemudian didinginkan cepat-cepat sampai suhu 200C. Netralkan dengan
NaOH 45%, kemudian diencerkan sampai volume tertentu, sehingga 25 mL larutan
mengandung 15-60 mg gula reduksi.
2. Diambil 5 mL larutan dan masukkan ke dalam Erlenmeyer, ditambah 15 mL larutan Luff
Schoorl. Dibuat pula percobaan blanko yaitu 15 mL larutan Luff Schoorl ditambah 15 mL
aquades.
3. Tambahkan beberapa butir batu didih, erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik,
kemudian dididihkan. Diusahakan 2 menit sudah mendidih. Pendidihan larutan
dipertahankan selama 10 menit.
4. Kemudian cepat-cepat didinginkan. Tambahkan 15 mL KI 20% dan dengan hati-hati
ditambahkan 25 mL H2SO4 26,4%
5. Tambahkan indikator pati sebanyak 2-3 mL.
6. Dititrasi dengan larutan Na-tiosulfat 0,1N sampai warna berubah dari coklat menjadi
putih susu (untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi maka sebaiknya pati
diberikan pada saat titrasi hampir berakhir).

18
Perhitungan Kadar Gula Reduksi (sesudah inversi)
a.
b.
Keterangan :
W1= glukosa, mg (yang dihasilkan dari Tabel Luff Schoorl)
Fp = faktor pengenceran
W = berat sampel (mg)

ANGKA TABEL Penetapan Kadar Sakarosa menurut Luff-Schoorl

ML Na2S2O3 Glukosa Galaktosa Laktosa Maltose


1 2,4 2,7 3,6 3,9
2 4,8 5,5 7,3 7,8
3 7,2 8,3 11,0 11,7
4 9,7 11,2 14,7 15,6
5 12,2 14,1 18,4 19,6
6 14,7 17,0 22,1 23,5
7 17,2 20,0 25,8 27,5
8 19,8 23,0 29,5 31,5
9 22,4 26,0 33,2 35,5
10 25,0 29,0 37,0 39,5
11 27,6 32,0 40,8 43,5
12 30.0 35,0 44,6 47,5
13 33,0 38,1 48,4 51,6
14 35,7 41,2 52,2 55,7
15 38,5 44,4 56,0 59,8
16 41,3 47,6 59,9 63,9
17 44,2 50,8 63,8 68,0
18 47,1 54,0 67,7 72,2
19 50,0 57,3 71,7 76,5
20 52,1 60,7 75,7 80,9
21 56,1 64,2 79,8 85,4
22 59,1 67,7 83,9 90,0
23 62,2 71,3 88,0 94,6

Sumber : Standard Industri Indonesia, Departemen Perindustrian Republik Indonesia


(1975)

19
UJI KADAR ABU

Peralatan
1. Tanur
2. Krus porselin
3. Eksikator
4. Timbangan analitik
Bahan

1. Pasir murni (kuarsa)


2. Gliserol-alkohol
3. Hidrogen peroksida

Prosedur Kerja
1. Bahan dihaluskan (40 mesh), ditimbang 2-5 gr dalam krus porselin, dikeringkan pada
suhu 110ºC, diarangkan pada 200-300ºC sampai asap hilang. Untuk bahan yang berbuih
ditambah anti buih
2. Bahan diabukan pada suhu 500-600ºC sampai bobot konstan.
3. Untuk mempercepat proses pengabuan bahan dicampur pasir murni (kuarsa); atau
gliserol-alkohol; atau ditambah hidrogen peroksida.

x 100%

100%

20
UJI KADAR SERAT

Peralatan
1. Erlenmeyer
2. Beaker glass
3. Oven
4. Timbangan analitik
5. Desikator
6. Corong
7. Penjepit

Bahan
1. Sampel
2. H2SO4 1,25%
3. NaOH 3,25%
4. Kertas saring whatman 42
5. Alkohol 36%

Prosedur:
1. Sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram
2. Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml
3. Ditambahkan 50 ml H2SO4 1,25% panas dan direfluk selama 30 menit
4. Ditambahkan 50 ml NaOH 3,25% dan direfluk selama 30 menit
5. Sampel kemudian disaring panas-panas dengan kertas saring Whatman 42 yang telah
diketahui bobotnya
6. Setelah disaring sampel kemudian dicuci dengan 50 ml H2SO4 1,25% dan 50 ml akohol
36%
7. Endapan dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C sampai bobotnya konstan
8. Serat kasar dihitung dengan rumus:

% serat kasar = [(a-b)/c] x 100%

Keterangan:
a= berat kertas saring ditambah sampel yang telah dikeringkan (g)
b= berat kertas saring (g)
c= berat sampel (g)

21
TUGAS-TUGAS MANDIRI

Tulis tugas yang rapi dan bisa dibaca di kertas folio, berdasarkan Sumber Pustaka

1. Ada berapa macam metode pengujian kadar air? Jelaskan!


2. Jelaskan fungsi eksikator pada pengujian kadar air!
3. Ada berapa macam metode pengujian kadar lemak? Jelaskan!
4. Jelaskan fungsi petroleum eter pada pengujian kadar lemak?
5. Ada berapa macam metode pengujian protein? Jelaskan!
6. Mengapa pengujian protein yoghurt menggunakan metode pengujian titrasi formol?
Jelaskan!
7. Mengapa perhitungan protein menggunakan % N? Jelaskan!
8. Jelaskan secara singkat fungsi dari bahan-bahan berikut pada uji laktosa!
a. ZnSO4
b. NaOH
c. Larutan Luff Schoorl
d. H2SO4
e. KI
f. amilum
g. Batu didih
h. Na2S2O3
9. a. Jelaskan prinsip pengujian laktosa secara rinci dengan metode luff school!
b.Jelaskan apa yang dimaksud dengan proses inversi! Bahan kimia apakah yang dapat
digunakan untuk proses inversi?
10 Jelaskan secara singkat fungsi dari bahan-bahan berikut pada uji serat kasar!
a. H2SO4 1,25%
b. NaOH 3,25%
c. Kertas saring whatman 42
d. Alkohol 36%

22
HASIL PRAKTIKUM

23
24

Anda mungkin juga menyukai