Anda di halaman 1dari 81

STUDI DIAGNOSTIK

PEMERIKSAAN LABORATORIUM HEMATOLOGI, FAAL HATI DAN


GINJAL, LEMAK, ELEKTROLIT, DIABETES DAN TABUNG
VACUTAINER

DosenPembimbing
Hepta Nur Anggrahini, S.Kep, Ns. M.Kep

DisusunOleh :
Findy Ella Verania
P27820118053

TINGKAT 1I REGULER B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO
SURABAYA
TAHUN AJARAN 2019/2020
HEMATOLOGI

1.1 Golongan Darah Rhesus


1.1.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa : Rh + (positif), Rh – (negatif)
b) Anak : Sama dengan dewasa.
1.1.2 Deskripsi
Penggolongan Rh dilakukan ketika memproses golongan
darah donor/ resipien dan untuk tujuan pencocokan silang darah
sebelum transfusi diberikan. Faktor Rh (disebut juga antigen Rh)
pertama kali ditemukan oleh Landsteiner dan Weiner pada tahun
1941; diistilahkan dengan Rh karena menggunakan rhesus kera
dalam penelitiannya. Rh-positif (merupakan faktor Rh yang paling
umum) mengindikasikan keberadaan antigen sel darah merah; Rh-
negatif mengindikasikan tidak adanya antigen tersebut.
Ibu sebagai pemilik Rh-negatif yang mengandung janin
dengan golongan darah Rh-positif, dapat menyebabkan antigen Rh-
positif yang berasal dari janin meresap ke dalam darah ibu
sehingga menyebabkan pembentukan antibodi Rh. Jika akhirnya
ibu memiliki titer antibodi anti-Rh yang tinggi, anak yang akan
dilahirkan dapat menderita penyakit yang disebut eritroblastosis
fetalis (hemolisis SDM). Untuk mencegah terbentuknya antibodi
Rh, ibu yang memiliki Rh-negatif diberi imunoglobulin Rho(D),
seperti RhoGAM, selama 3 hari setelah pelahiran anak pertama,
atau setelah keguguran, untuk menetralisasi keberadaan antibodi
anti-Rh.
1.1.3 Tujuan
Untuk mengidentifikasi faktor Rh klien untuk klien yang
menginginkan kehamilan atau saat pemberian transfusi darah.
1.1.4 Masalah Klinis
Peningkatan antibodi anti-Rh bayi: Eritroblastosis fetalis.
1.1.5 Prosedur
a) Kumpulkan 5 ml darah vena dalam tabung bertutup merah.
Jangan menggunakan tabung pemisah serum.
b) Tidak terdapat pembatasan asupan makanan ataupun cairan.
c) Uji darah untuk faktor Rh (antigen) harus dilakukan dengan
hati-hati untuk mencegah temuan negatif palsu atau positif
palsu.
1.1.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
Tidak diketahui
1.1.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
a) Kaji riwayat transfusi darah sebelumnya yang pernah diterima
klien. Jika klien adalah seorang ibu hamil, tentukan apakah ia
pernah hamil sebelumnya dan apakah anak-anaknya atau anak
tersebut terlahir ikterik.
b) Tanyakan kepada klien apakah mereka mengetahui faktor Rh
yang terdapat dalam darahnya sendiri. Bandingkan faktor Rh
pada temuan uji dengan faktor Rh yang disampaikan oleh
klien. Klarifikasi ini dapat mencegah pemberian darah yang
tidak tepat.
c) Beri tahu ibu hamil yang memiliki faktor Rh negatif bahwa
pada interval tertentu selama kehamilannya, darahnya akan
diuji untuk mengetahui apabila telah terbentuk produksi
antibodi. Ibu yang memiliki Rh negatif biasanya menerima
RhoGAM (imunoglobulin Rh) setelah pelahiran untuk
mencegah terbentuknya antibodi anti-Rh.

1.2 Hemoglobin elektroforesis (darah)


1.2.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa: hemoglobin (Hb) Elektroforesis: A1, 95-98% total
Hb; A2, 1,5 %; F, <2%; C, 0%; D, 0%; S, 0%.
b) Anak: bayi baru lahir: Hb, F, 50-80% total Hb. Bayi: Hb F, 8%
total Hb.
c) Anak: Hb F, 1-2% total Hb setelah 6 bulan.
1.2.2 Deskripsi
Jenis normal hemoglobin adalah Hb A1, yang terdiri atas
95% sampai 98% hemoglobin total, Hb A2, dan Hb F (Fetus). Jika
Hb F membentuk 5% atau lebih pada hemoglobin total setelah usia
6 bulan, talasemia (anemia Mediterania) dapat menjadi faktor
penyebab. Terdapat tiga jenis klinis talasemia; talasemia mayor
(Hb F >50%), talasemia minor (peningkatan kadar Hb A2), dan
talasemia gen (gabungan hemoglobin abnormal).
Untuk mengidentifikasi jenis hemoglobin normal (A1, A2,
dan F) serta jenis hemoglobin abnormal (Hb C, Hb M, Hb S, dan
lainnya), biasanya dilakukan uji hemoglobin elektroforesis. Uji ini
bukan uji yang rutin, tetapi berguna untuk mengidentifikasi 150
jenis hemoglobin atau lebih. Banyak jenis hemoglobin abnormal
yang tidak menimbulkan penyakit yang membahayakan;
hemoglobinopati yang umum terjadi dapat diidentifikasi melalui
elektroforesis.
Hemoglobin S: Hb S adalah suatu bentuk hemoglobin
berbeda yang paling banyak ditemukan. Jika kedua gen memiliki
Hb S, dapat terjadi anemia sel sabit; tetapi jika hanya satu gen yang
memiliki Hb S, individu tersebut merupakan carrier sifat sel sabit.
Kira-kira 1% dari populasi individu berkulit hitam di Amerika
Serikat yang menderita anemia sel sabit, dan 8% sampai 10%
merupakan pembawa sifat sel sabit.
Gejala anemia sel sabit biasanya tidak muncul sampai usia
6 bulan. Pada beberapa kasus, Hb S berkombinasi dengan jenis
hemoglobin abnormal lainnya, Hb C atau Hb D. Hb S/C atau Hb
S/D menghasilkan sel darah merah yang berbentuk sabit seperti
yang ditemukan pada Hb S/S. Individu yang menderita anemia sel
sabit memiliki tekanan oksigen yang rendah.
Hemoglobin C: Hb C pada kondisi homozigos (C/C)
biasanya menimbulkan anemia hemolitik ringan; pada keadaan
heterozigor (A/C), kondisi ini menghasilkan pembawa sifat Hb C.
Kondisi ini lebih banyak terjadi pada orang kulit hitam.
1.2.3 Tujuan
Untuk mendeteksi jenis hemoglobin abnormal pada SDM
(misalnya anemia sel sabit, yang dicirikan dengan hemoglobin
berbentuk S).
1.2.4 Masalah Klinis

Jenis Hemoglobin Peningkatan Kadar


Hemoglobin F Talasemia (setelah 6 bulan)
Hemoglobin C Anemia hemolitik
Hemoglobin S Anemia sel sabit

1.2.5 Prosedur
a) Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung bertutup
lembayung. Kirim segera ke laboratorium. Hemoglobin
abnormal biasanya tidak stabil.
b) Tidak terdapat pembatasan asupan makanan atau minuman.
1.2.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Tranfusi darah yang diberikan 4 bulan sebelum elektroforesis
hemoglobin dapat menyebabkan temuan yang tidak akurat.
b) Pengumpulan sampel darah pada tabung yang berwarna salah
dapat memengaruhi temuan.
1.2.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Pantau klien untuk menemukan tanda dan gejala anemia sel sabit.
Gejala awal adalah keletihan dan kelemahan. Gejala kronis adalah
keletihan, dispnea saat latihan fisik, pembengkakan sendi, nyeri
tulang, dan nyeri dada. Penderita rentan terhadap infeksi. Krisis sel
sabit biasanya terjadi akibat infark kecil pada berbagai organ.
Krisis biasanya berlangsung 5 sampai 7 hari, dan diperlukan
perawatan segera bila muncul gejala. Normalnya kadar hemoglobin
tidak berubah.
1.2.8 Penyuluhan Klien
a) Anjurkan mencari bantuan konseling genetik jika klien
menderita anemia sel sabit atau pembawa sifat sel sabit.
b) Anjurkan klien yang menderita anemia sel sabit untuk
meminimalkan aktivitas fisik yang berlebihan dan menghindari
daerah dataran tinggi atau yang sangat dingin. Anjurkan klien
berisitirahat.
c) Anjurkan klien menjauhi orang yang menderita infeksi.
d) Beri tahu klien selalu membawa gelang waspada medis dan/
atau kartu.

1.3 Laju endap darah (erythrocyte sedimentation rate, ESR)


1.3.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa :
Metode Westergen : Pria: <50 tahun: 0-15 mm/jam. Wanita :
<50 tahun: 0-20 mm/jam. Pria: >50 tahun: 0-20 mm/jam.
Wanita: >50 tahun: 0-30 mm/jam.
Metode wintrobe : Pria: 0-9 mm/jam. Wanita: 0-15 mm/jam.
b) Anak: bayi baru lahir: 0-2 mm/jam; 4-14 tahun: 0-10 mm/jam.
1.3.2 Deskripsi
Laju endap darah (juga disebut sebagai laju sedimentasi
atau laju endap darah[LED]) adalah laju sel darah merah menetap
dalam darah yang belum membeku, dengan satuan milimeter per
jam (mm/jam). LED merupakan uji yang tidak spesifik. Laju dapat
meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis,
kerusakan jaringan (nekrosis), reumatoid, penyakit kolagen,
malignansi dan kondisi stres fisiologis (misalnya kehamilan). Bagi
sebagian ahli hematologi, nilai LED tidak andal karena ini
bukanlah uji spesifik, dan dipengaruhi oleh faktor fisiologis yang
dapat menyebabkan temuan yang tidak akurat.
Uji protein C-reaktif (C-reactive Protein, CRP)
dipertimbangkan lebih berguna daripada LED karena kenaikan
kadar CRP terjadi lebih cepat selama proses inflamasi akut, dan
lebih cepat juga kembali ke kadar normal daripada LED. Namun,
beberapa dokter masih mengharuskan uji LED bila ingin membuat
perhitungan kasar mengenai proses penyakit, dan bermanfaat untuk
mengikuti perjalanan penyakit. Jika kadar LED meningkat, uji
laboratorium lain harus dilakukan untuk mengidentifikasikan
dengan tepat masalah klinis yang muncul.
1.3.3 Tujuan
Untuk membandingkan temuan uji laboratorium yang lain guna
mendiagnosis kondisi inflamasi.
1.3.4 Masalah Klinis
a) Penurunan kadar : Polisitemia vera, CHF, anemia sel sabit,
mononukleosis infeksius, defisiensi faktor V, artritis
degeneratif, angina pektoris. Pengaruh obat : Etambutol
(Myambutol), kinin, salsilat (aspirin), kortison, prednison.
b) Peningkatan kadar : AR, demam reumatik, MCl akut, kanker
(lambung, kolon, payudara, hati, ginjal), penyakit Hodgkin,
mieloma multipel, limfosarkoma, endokarditis bakterial, gout,
hepatitis, sirosis hati, penyakit inflamasi panggul akut, sifilis,
tuberkolosis, glomerulonefritis, SLE, penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir (eritroblastosis fetalis), kehamilan (trimester
kedua dan ketiga). Pengaruh obat : Dextran, metildopa
(Aldomet), metilsergid (Sansert), penisilamin (Cuprimine),
prokainamid ( Pronestyl), teofilin, kontrasepsi oral, vitamin A.
1.3.5 Prosedur
a) Kumpulkan 7 ml darah vena dalam tabung bertutup
lembayung. Simpan spesimen dalam posisi vertikal.
b) Bawa segera spesimen darah ke laboratorium. Tabung tidak
boleh berada dalam posisi tegak karena LED dapat meningkat.
c) Jika spesimen darah disimpan dalam lemari pendingin,
sebelum diuji spesimen harus dibiarkan hingga kembali ke
suhu ruangan.
d) Tidak ada pembatasan asupan makanan ataupun minuman.
e) Tangguhkan pengobatan yang dapat menyebabkan temuan
positif keliru selama 24 jam sebelum pengujian atas
persetujuan pemberi layanan kesehatan.
1.3.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Faktor yang meningkatkan LED-kehamilan (trimester kedua
dan ketiga); menstruasi; obat (lihat pengaruh obat); keberadaan
kolesterol, fibrinogen, dan globulin.
b) Faktor yang mengurangi LED; bayi baru lahir (penurunan
kadar fibrinogen); obat (lihat pengaruh obat); gula darah
tinggi, albumin serum; dan fosfolipid serum.
1.3.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Peningkatan kadar
a) Kaitkan peningkatan LED akibat masalah klinis dengan obat
yang dikonsumsi. LED merupakan uji yang tidak spesifik,
tetapi dapat mengindikasikan terjadinya proses inflamasi.
b) Jawab pertanyaan klien tentang signifikansi peningkatan LED.
Jawabannya bisa saja bahwa uji laboratorium lain biasanya
dilakukan bersama dengan LED, untuk membuat diagnosis
yang adekuat mengenai masalah klinis yang muncul.
c) Bandingkan kadar LED dengan temuan uji CRP.

1.4 Hemoglobin darah (Hb) (darah)


1.4.1 Nilai Rujukan
a) Hemoglobin glikosilat total: 5,5-9% dari total Hb
b) Dewasa: Hb A,c Nondiabetk: 2-5%; Diabetik terkontrol: 2,5-
6%; Rata-rata tinggi: 6,1-7,5%; Diabetik tidak terkontrol:>8%
c) Anak: Hb A,c: Nondiabetik: 1,5-4%
1.4.2 Deskripsi
Hemoglobin (Hb) merupakan zat protein yang ditemukan
dalam sel darah merah (SDM), yang memberi warna merah pada
darah. hemoglobin terdiri atas zat besi yang merupakan pembawa
oksigen. Kadar hemoglobin yang tinggi abnormalterjadi karena
keadaan hemokonsentrasi akibat dari dehidrasi. Kadar hemoglobin
yang rendah berkaitan dengan berbagai masalah klinis.
Hemoglobin A (Hb A) terdiri atas 91-95% dari jumlah
hemoglobin total. Molekul glukosa berikatan dengan Hb A, yang
merupakan bagian dari hemoglobin A. peoses pengikatan ini
disebut glikosilasi atau hemoglobin terglikosilasi atau hemoglobin
A1. dalam proses ini terdapat ikatan antar glukosa dan hemoglobin.
Pembentukan Hb A1 terbentuk selama 120 hari. Jumlah
hemoglobin yabg terglikosilasi bergantung pada jumlah glukosa
darah yang tersedia. Jika kadar glukosa darah meningkat selama
waktu yang lama, sel darah merah akan tersaturasi dengan glukosa
menghasilkan glikohemoglobin.
Hemoglobin terglikosilasi mewakli kadar glukosa rata-rata
selama 1 sampai 4 bulan. Uji ini dilakukan sebagai alat ukur
kefektifan terapi diabetik. Peningkatan kadar Hb A1 c >8%
mengindikasikan diabetes militus yang tidak terkendali. Dan klien
tersebut berisiko tinggi mengalami komplikasi jangka panjang.
Glikohemoglobin total merupakan indikator yang lebih baik untuk
pengendalian diabetes pada klien yang mengalami anemia atau
kehilangan darah.
1.4.3 Masalah Klinis
a) Penurunan kadar : anemia, perdarahan hebat, sirosis hati,
leukimia, penyakit hodgkin, sarkoidosis, kelebihan cairan IV,
kanker (usus besar dan usus halus, rektum, hati, tulang),
talasemia mayor, kehamilan, penyakit ginjal. Pengaruh obat
antibiotik, obat antineoplastik, doksapram, derivat hidantoin,
hidralazin, indometasin, inhibitor MAO, primakuin, rifampin,
sulfonamid, trimetadion, vitamin A (dosis besar).
b) Peningkatan kadar : dehidrasi/ hemokonsentrasi, polisitemia,
daerah dataran tinggi, PPOM, CHF, luka bakar yang parah.
Pengaruh obat: gentamisin, metildopa (aldomet).
1.4.4 Prosedur
a) Tidak terdapat pembatasan asupan makanan atau minuman
b) Jangan mengambil sampel darah dari tangan atau lengan yang
menerima cairan IV. Torniket yang dipasang harus kurang dari
satu menit.
c) Darah vena: kumpulkan 3-5 ml darah vena dalam tabung
bertutup lembayung. Hindari terjadinya hemolisis.
d) Daerah kapiler: tindik area daun telinga, jari, atau tumit yang
sudah dibersihkan dengan lanset steril. Jangan memeras area
tusukan dengan keras pada saat mengumpulkan cairan serosa
dan darah. bersihkan tetesan darah yang pertama. Ambil
tetesan darah dengan cepat menggunakan mikropipet dengan
karet pegisap kecil diatasnya atau tabung mikrohematologi.
Masukkan darah diatas kedalam tanbung, denga pelarut yang
telah disiakpan.
1.4.5 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Obat dapat meningkatkan atau menurunkan kadar hemoglobin
(jika pengaruh obat)
b) Mengambil darah dari tangan atau lengan yang terpasang
cairan IV dapat melarutkan samapel darah
c) Membiarkan torniket terpasang lebih dari satu menit akan
menyebabkan hemostatis, yang dapat menyebabkan temuan
palsu kadar hemoglobin
d) Tinggal didataran tinggi dapat menyebabkan peningkatan
kadar hemoglobin
e) Penurunan asupan caira atau kehilangan cairan akan
meningkatkan kadar hemoglobin akibat hemokonsentrasi, dan
kelebihan asupan cairan akan mengurangi kadar hemoglobin
akibat hemodilusi
1.4.6 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Jelaskan prosedur kepada klien
Penurunan kadar
a) Kenali masalah klinis dan obat yang dapat menyebabkan
penurunan kadar hemoglobin (lihat masalah klinis).
b) Pantau klien untuk menemukan tanda dan gejala .
c) Periksa kadar hematokrit jika kadar hemoglobin rendah.

Peningkatan kadar

a) Kenali masalah klinis dan obat yang dapat menyebabkan


peningkatan kadar hemoglobin (lihat masalah klinis).
b) Pantau adanya tanda dan gejala dehidrasii
FAAL HATI

2.1 Aminotransferase Alanin (ALT) (Serum)


2.1.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa : 10 – 35 U/I; 4 – 36 U/I pada suhu 370C. (Satuan SI).
Pria : Kadar mungkin sedikit meningkat.
b) Anak : Bayi : Temuan bisa dua kali lipat setinggi dewasa.
Anak : Sama dengan dewasa.
c) Usia Lanjut : Sedikit lebih tinggi dari dewasa.
2.1.2 Deskripsi
Aminotransferase alanin (ALT)/SGPT merupakan enzim
yang utama banyak ditemukan pada sel hati serta efektif dalam
mendiagnosis distruksi hepatoselular. Enzim ini juga ditemukan
dalam jumlah sedikit pada otot jantung, ginjal, serta otot rangka.
Kadar ALT serum dapat lebih tinggi dari kadar sekelompok
transferase lainnya (transaminase), aminotransferase aspartat
(aspartate aminotransferase, AST) / serum glutamic oxatoacetic
transminase (SGOT), dalam kasus hepatitis akut serta kerusakan
hati akibat penggunaan obat dan zat kimia, dengan setiap serum
mencapai 200-400 U/I. ALT digunakan untuk membedakan antara
penyebab karena kerusakan hati dan ikterik hemolitik. Meninjau
ikterik, kadar ALT serum yang berasal dari hati, temuannya
bernilai lebih tinggi dari 300 unit; yang berasal dari bukan hati,
temuan bernilai <300 unit. Kadar ALT serum biasanya meningkat
sebelum tampak ikterik.
Kadar ALT/SGPT sering kali dibandingkan dengan
AST/SGOT untuk tujuan diagnostik. ALT meningkat lebih khas
daripada AST pada kasus nekrosis hati dan hepatitis akut,
sedangkan AST meningkat lebih khas pada nekrosis miokardium
(infarkmiokardium akut), sirosis, kanker hati, hepatitis kronis, dan
kongesti hati. Kadar AST ditemukan ditemukan normal atau
meningkat sedikit pada kasus nekrosis miokardium. Kadar ALT
kembali lebih lambat ke kisaran normal daripada kadar AST pada
kasus hati.
2.1.3 Tujuan
Untuk mendeteksi penyakit hati
2.1.4 Masalah Klinis
a) Penurunan Kadar : Latihan. Pengaruh Obat : Salisilat
b) Peningkatan Kadar : Peningkatan tertinggi : Hepatitis (Virus)
akut, nekrosis hati (Toksisksitas obat atau kimia). Peningkatan
ringan atau medium : Sirosis, kanker hati, kegagalan jantung
kongestif, intoksikasi akut alkohol. Pengaruh obat : Antibiotik
(Karbenisilin, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin,
mitramisin, spektinomisin, tetrasiklin), narkotik (meperidin [
Demerol], morfin, kodein), antihipertensif (metildopa,
guanetidin), persiapan digitalis, indometasin (Indocin),
salisilat, rifampin, flurazepam (Dalmane), propranolol
(Inderal), kontrasepsi oral (Progestin-estrogen), lead, heparin.
2.1.5 Prosedur
a) Tampung 3-5 ml darah vena dalam tabung bertutup merah.
Hindari hemolisis karena sel darah merah yang ada
mengandung konsentrasi ALT tinggi
b) Tidak ada pembatasan makanan dan minuman
c) Obat yang dapat memberikan temuan positif palsu harus
dicantumkan dalam formulir laboratorium, lengkap dengan
tanggalnya.
2.1.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Hemolisis spesimen darah mungkin menyebabkan hasil uji
palsu
b) Aspirin dapat menyebabkan penurunan atau peningkatan ALT
serum
c) Obat tertentu dapat meningkatkan kadar ALT serum (Lihat
pengaruh obat)
2.1.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Peningkatan Kadar
a) Kaitkan ALT/SGPT serum klien dengan masalah klinis.
Peningkatan serum yang tinggi (>2000 U)dapat
mengindikasikan nekrosis hati yang berasal dari zat toksik atau
dari hepatitis virus akut
b) Bandingkan kadar ALT dengan AST jika keduanya dilakukan
pengujian. ALT merupakan indikator yang baik terhadap
kerusakan hati akut dan akan mencapai kadar lebih tinggi
daripada kadar AST padakasus nekrosis hati dan hepatitis akut.
c) Pantau tanda ikterik. Kadar ALT meningkat beberapa hari
sebelum terjadi ikterik jika peningkatan ini dihungkan dengan
kerusakan hati. Namun jika terdapat ikterik serta kadar ALT
serum normal atau sedikit meningkat, penyebabkan ikterik
bukan berasal dari hati.
2.1.8 Penyuluhan Klien
Anjurkan klien melaporkan tanda ikterik, seperti warna kuning
pada sklera di mata.

2.2 Direk Bilirubin


2.2.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa : 0,1 – 1,0 mg/dL, 1,7 – 17,1 µmol/l (Satuan SI)
b) Anak : Sama dengan dewasa
2.2.2 Deskripsi
(Lihat Bilirubin [Total dan Langsung]
Bilirubin reaksi-tak-langsung atau tak terkonjugasi
merupakan ikatanprotein yang dikaitkan dengan peningkatan
penghancuran sel darah merah (Hemolisis)
Peningkatan bilirubin tak-langsung dapat terjadi pada
hemolisis yang terpicu oleh autoimun– atau –transfusi, pada proses
hemolitik yang disebabkan oleh anemia sel sabit, pada anemia
pernisiosa, dan malaria serta septikemia. Perdarahan internal ke
dalam jaringan lunak dan rongga tubuh dapat menyebabkan kadar
bilirubin meningkat dalam 5 sampai 6 jam. Pada beberapa masalah
klinis, CHF dan kerusakan hati yang serius, kadar bilirubin, baik
yang langsung maupun tak langsung, akan meningkat. Kadar
bilirubin tak langsung kerap meningkat akibat sel hati yang rusak
tidak mampu mengonjugasi jumlah yang normal sehingga terjadi
peningkatan kadar bilirubin yang tak terkonjugasi.
Kadar bilirubin serum tak langsung juga dapat meningkat
pada penyakit hemolitik, misalnya, eritroblastosis fetalis, pada bayi
baru lahir. Hati bayi baru lahir belum berkembang sempurna
sehingga jika kadar bilirubin yang ditemukan sangat tinggi, bayi
akan mengalami kerusakan neurologis permanen yang lazim
disebut dengan kernikterus.
2.2.3 Tujuan
Untuk mendeteksi keberadaan bilirubin tak terkonjugasi akibat
penyakit hemolitik atau penyakit hati.
2.2.4 Masalah Klinis
a) Penurunan Kadar : Pengaruh obat : Lihat Biilirubin (Total
dan Langsung)
b) Peningkatan Kadar : Eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit,
reaksi transfusi, anemia pernisiosa, malaria, hepatitis.
Pengaruh Obat : Aspirin, rifampin, fenotiazin. (Lihat Bilirubin
[Total dan Langsung]
2.2.5 Prosedur
a) Tidak ada uji laboratorium untuk mendeteksi bilirubin tak
langsung. Kadar nya dihitung dengan cara bilirubin total
dikurangi bilirubin langsung.
b) Bilirubin total – bilirubin langsung = Bilrubin tak-langsung
c) Pada bayi baru lahir, hanya nilai total yang ditentukan, dan
temuan hanya mewakili bilirubin tak-langsung.
2.2.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
Lihat Bilirubin (Total dan Langsung)
2.2.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Peningkatan Kadar
Periksa kadar bilirubin tak langsung klien, dan bandingkan dengan
kadar bilirubin langsungnya. Jika kadar bilirubin tak langsung
meningkat dan yang langsung tidak, penyebabnya adalah masalah
hemolitik.
2.2.8 Penyuluhan Klien
Anjurkan klien tidak makan sebelum pengambilan darah. Wortel,
ubi jalar, atau makanan tinggi lemak jangan dikonsumsi pada
malam hari sebelumnya.

2.3 Total Bilirubin


2.3.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa : Total : 0,1 – 1,2 mg/dL, 1,7 – 20,5 µmol/L (Satuan
SI). Langsung (terkonjugasi) : 0,1 – 0,3 mg/dL, 1,7 – 5,1
µmol/L (Satuan SI)
b) Anak : Bayi baru lahir : Total : 1 – 12 mg/dL, 17,1 – 205
µmol/L (Satuan SI). Anak : 0,2 – 0,8 mg/dL
2.3.2 Deskripsi
Bilirubin terbentuk akibat penguraian hemoglobin oleh
sistem retikuloendotelial dan dibawa di dalam plasma menuju hati
untuk melakukan proses konjugasi (Secara langsung), untuk
membentuk bilirubin diglukuronida dan diekskresikan ke dalam
empedu. Terdapat dua jenis bilirubin di dalam tubuh: yang
terkonjugasi atau yang berekasi langsung (dapat larut) dan yang tak
terkonjugasi atau yang memiliki reaksi tidak langsung (ikatan
protein). Jika bilirubin total berada dalam kisaran normal, kadar
bilirubin langsung dan tak langsung tidak perlu dianalisis. Jika
hanya salah satu nilai bilirubin yang dilaporkan, nilai tersebut
mewakili nilai bilirubin total.
Bilirubin langsung atau terkonjugasi kerap muncul akibat
ikterik obstruktif, baik yang bersifat ekstrahepatika (akibat
pembentukan batu ataupun tumor) maupun intrahepatika. Bilirubin
terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga
akan masuk kembali, dan terabsorpsi dalam aliran darah. Sel hati
yang rusak dapat menyebabkan hambatan sinusoid empedu
sehingga meningkatkan kadar serum bilirubin langsung. Pada
kasus hepatitis dan sirosis terdekompensasi, baik kadar bilirubin
langsung maupun tak langsung dapat meningkat.
Kadar bilirubin serum (total) pada bayi baru lahir dapat
mencapai 12 mg/dL, kadar yang dapat menimbulkan kepanikan
adalah .15 mg/dL. Ikterik kerap tampak jika kadar bilirubin serum
mencapai >3 mg/dL.
2.3.3 Tujuan
a) Untuk memantau kadar bilirubin yang dikaitkan dengan ikterik
b) Untuk memastikan gangguan pada hati.
2.3.4 Manfaat Klinis
a) Penurunan Kadar : Anemia defisiensi zat besi. Pengaruh
Obat : Barbiturat, salisilat (aspirin)—penisilin, kafein dalam
dosis tinggi.
b) Peningkatan Kadar : Ikterik obstruktif disebabkan oleh batu
atau neoplasma, hepatitis, sirosis hati, mononukleosis
infeksius, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson. Pengaruh
Obat : Antibiotik(amfoterisin B, klindamisin, eritromisin,
gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamid, obat
antituberkulosis (asam para-aminosalisilat, isoniazid [INH]),
alopurinol, diuretik (asetazolamid [diamox], asam etakrinat
[edecrin’, mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturat,
narkotik (kodein, morfin, meperidin [demerol]), flurazepam
(dalmane), indometasin (Indocin), metotreksat, metildopa
(Aldomel), papaverin, prokainamid (Pronestyl), steroid,
kontrasepsi oral, tolbutamid [Orinase], vitamin A, C, dan K.
2.3.5 Prosedur
a) Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung bertutup
merah. Cegah hemolisis.
b) Jaga agar klien tetap berstatus puasa, kecuali asupan air minum
c) Tangguhkan pengobatan yang dapat meningkatkan kadar
bilirubin serum selama 24 jam atas seizin dokter. Jika obat
akan diberikan, catat nama obat pada formulir laboratorium
dan waktu pemberiannya.
d) Peringatan : Kapanpun pengambilan darah untuk tujuan
pengujian hati dilakukan, cegah kontaminasi diri guna
mencegah terjadinya infeksi (seperti hepatitis). Gunakan teknik
isolasi. Lindungi spesimen darah dari pajanan sinar matahari
dan lampu buatan karena cahaya dapat mengurangi kandungan
bilirubin. Darah harus segera dikirim ke laboratorium agar
pemisahan serum dari sel dapat dilakukan sesegera mungkin
untuk menghindari hemolisis. Pengambilan darah pada bayu
dapat dilakukan di bagian tumit kaki. Isikan darah ke dalam
dua tabung mikro.
2.3.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Makan malam yang mengandung tinggi lemak yang
dikonsumsi sebelum pemeriksaan, dapat memengaruhi kadar
bilirubin.
b) Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin
serum.
c) Hemolisis pada spesimen darah dapat memberikan temuan
yang tidak akurat. Tabung tidak boleh digoncangkan.
d) Spesimen darah yang terpajan cahaya matahari ataupun lampu,
kandungan pigmen empedunya akan menurun. Obat tertentu
(Lihat Pengaruh Obat) dapat meningkatkan atau mengurangi
kadar bilirubin serum.
2.3.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Peningkatan Kadar
a) Pantau kadar bilirubin serum (total), dan jika meningkat,
periksa kadar langsung dan tak langsungnya.
b) Periksa sklera mata dan lapisan kulit dalam pada lengan untuk
menemukan ikterik.
2.3.8 Penyuluhan klien
a) Anjurkan klien tidak mengonsumsi apapun, kecuali air,
sebelum pemeriksaan dilakukan. Jika pengobatannya
ditangguhkan, berikan penjelasan yang memadai. Saat
menerangkan, perawat harus menekankan agar wortel, ubi
jalar, dan lemak, tidak dikonsumsi sebelum pemeriksaan darah
dilakukan.
b) Jelaskan pada ibu yang bayinya mengalami ikterik bahwa
kadar bilirubin akan dipantau secara cermat, sampai kadar
kembali ke kisaran normal.

2.4 Aminotransferase Aspartat (AST) (Serum)


2.4.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa : Kisaran rata-rata : 8-38 U/I; 5-40 U/ml (Frankel), 4-
36 IU/I, 16-60 U/ml pada suhu 300C (Karmen), 8-33 U/I pada
suhu 370C (satuan SI).
b) Kadar untuk wanita mungkin agak lebih rendah dibandingkan
dengan kadar pada pria. Olahraga cenderung meningkatkan
kadar (kadar dapat bervariasi di antara institusi).
c) Anak : Bayi baru lahir : Empat kali dari kadar normal. Anak :
Sama dengan dewasa. Lansia : Agak lebih tinggi dari dewasa.
2.4.2 Deskripsi
Aminotransferase aspartat/transminase oksaloasetat
glutamat serum (AST/SGOT) merupakan enzim yang sebagian
besar ditemukan dalam otot jantung dan hati, sementara dalam
konsentrasi sedang dapat ditemukan pada otot rangka, ginjal, dan
pankreas. Konsentrasinya yang rendah terdapat dalam darah,
kecuali jika terjadi cedera selular, kemudian dalam jumlah yang
banyak, dilepas ke dalam sirkulasi.
Kadar AST serum tinggi dapat ditemukan setelah terjadi
infark miokardium (MI) akut dan kerusakan hati. 6 sampai 10 jam
setelah MI akut, AST akan keluar dari otot jantung dan memuncak
dalam 24 jam sampai 48 jam setelah terjadi infark. Kadar AST
serum akan kembali normal dalam 4 sampai 6 hari kemudian, jika
tidak terjadi proses infark tambahan. Kadar AST serum biasanya
dibandingkan dengan kadar enzim-jantung yang lain (Kreatin
kinase [creatine kinase, CK], laktat dehidrogenase [lactate
dehydrogenase, LDH]
Pada penyakit hati, kadar serum akan meningkat 10 kali
atau lebih, dan tetap demikian dalam waktu yang lama.
2.4.3 Tujuan
a) Untuk mendeteksi peningkatan AST serum, enzim yang
ditemukan, terutama dalam otot jantung dan hati, yang
meningkat selama MI akut dan kerusakan hati
b) Untuk membandingkan temuan AST dengan kadar CK dan
LDH dalam mendiagnosis MI akut.
2.4.4 Masalah Klinis
a) Penurunan Kadar : Kehamilan, ketoasidosis diabetik.
Pengaruh Obat : Salisilat.
b) Peningkatan Kadar : MI akut, hepatitis, nekrosis hati,
penyakit dan trauma muskuloskeletal, pankreatitis akut, kanker
hati, angina pektoris yang serius, olahraga berat, injeksi IM.
Pengaruh Obat : Antibiotik (ampisilin, karbenisilin,
klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin,
nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat,
piridoksin, vitamin A), narkotik (Kodein, morfin, meperidin
[Demerol], antihipertensif (metildopa [Aldomet], guanetidin),
mitramisin, preparat digitalis kortison, flurazepam (Dalmane),
indometasin (Indocin), isoniazid (INH), rifampin, kontrasepsi
oral, salisilat, teofilin.
2.4.5 Prosedur
a) Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung bertutup
merah. Cegah hemolisis
b) Ambil darah sebelum pemberian obat. Enzim ini akan tetap
stabil selama 4 hari dalam lemari pendingin.
c) Catat jenis obat yang dikonsumsi klien, yang dapat
menyebabkan temuan positif keliru, dalam formulir
laboratorium lengkap dengan tanggal dan waktu pemberian
obat.
d) Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman.
2.4.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Injeksi per IM dapat meningkatkan kadar AST serum
b) Hemolisis spesimen darah dapat memengaruhi temuan
laboratorium
c) Obat yang meningkatkan kadar AST serum (Lihat pengaruh
obat diatas) dapat memengaruhi temuan pengujian.
d) Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif atau negatif
yang keliru.
2.4.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Peningkatan Kadar
a) Tangguhkan pemberian obat yang dapat menyebabkan
peningkatan kadar AST serum selama 24 jam sebelum
pengujian darah, dengan seizin dokter. Obat yang tidak boleh
ditangguhkan harus dicatat dalam formulir laboratorium dan
didaftar.
b) Bandingkan kadar AST serum dengan temuan pengujian
enzim-jantung yang lain. Periksa kadar ALT serum untuk
menentukan apakah memang kerusakan hati yang
menyebabkan kadar abnormal tersebut
c) Jangan berikan injeksi per IM sebelum pengujian darah, injeksi
per IM dapat meningkatkan kadar AST serum. Beberapa
pengobatan (Misalnya nyeri dada dan lengan, dispnea, atau
diaforesis). Perubahan yang terjadi harus dilaporkan dan
dicatat.
d) Tanggapi keluhan klien. Jawab atau rujuk pertanyaan mereka
pada tenaga kesehatan yang tepat.
2.4.8 Penyuluhan Klien
Anjurkan klien segera melaporkan gejala nyeri dada dan lengan,
mual, atau diaforesis-kapan pun waktunya.
FAAL GINJAL

3.1 Asam Urat


3.1.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa : Pria : 3,5 – 8,0 mg/dl
b) Wanita : 2,8 – 6,8 mg/dl (Kisaran normal dapat sedikit
bervariasi di setiap laboratorium). Kadar panik : >12 mg/dl
c) Anak : 2,5 – 5,5 mg/dl
d) Lansia : 3,5 – 8,5 mg/dl
3.1.2 Deskripsi
Asam urat adalah produk tambahan dari metabolisme purin.
Peningkatan kadar asam urat dalam urine dan serum
(hiperurisemia) bergantung pada fungsi ginjal, laju metabolisme
purin, dan asupan diet dari makanan yang mengandung purin.
Jumlah asam urat yang berlebihan dieskresikan melalui urine.
Asam urat dapat mengkristal dalam saluran kemih pada kondisi
urine yang bersifat asam; oleh sebab itu, fungsi ginjal yang efektif
dan kondisi urine yang alkalin diperlukan bila terjadi
hiperurisemia. Masalah yang paling banyak terjadi berkaitan
dengan hiperurisemia adalah gout. Kadar asam urat sering berubah
dari hari ke hari sehingga pemeriksaan kadar asam urat dapat
diulang kembali setelah beberapa hari atau beberapa minggu.
Klien yang mengalami peningkatan asam urat serum harus
menghindari makanan tinggi purin
3.1.3 Tujuan
a) Untuk memantau asam urat serum selama pengobatan gout
b) Untuk membantu dalam mendiagnosis masalah kesehatan
3.1.4 Masalah Klinis
a) Penurunan Kadar : Penyakit Wilson, asidosis tubulus ginjal
proksimal, anemia defiensi asam folat, luka bakar, kehamilan.
Pengaruh obat : Alopurinol, azatioprin (Imuran), koumadin,
probenesid (Benemid), sulfinpirazon (Anturane)
b) Peningkatan Kadar : Gout, alkoholisme, leukemia
(Limfositik, mielositik, monositik), kanker metastatik,
mieloma multipel, eklampsia berat, hiperlipoproteinemia,
diabetes melitus (berat), gagal jantung kongestif,
glomerulonefritis, gagal ginjal, stres, keracunan timbal,
pajanan sinar X (berlebih), latihan fisik berlebihan, diet
penurunan berat badan tinggi protein, anemia hemolitik,
limfoma. Pengaruh Obat : Asam askorbat, diuretik
(asetazolamid [Diamox], tiazid [klorotiazid], furosemid
[Lasix], levodopa, metildopa (Aldomet), 6-merkaptopurin,
fenotiazin, salisilat (penggunaan dalam jangka waktu lama),
teofilin.
3.1.5 Prosedur
a) Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung bertutup
merah. Cegah terjadinya hemolisis
b) Tidak terdapat pembatasan asupan makanan atau cairan,
namun demikian, pada banyak kasus, makanan tinggi purin,
seperti daging (hati, ginjal, otak, jantung, dan roti manis),
remis, dan sarden, ditunda pemberiannya selama 24 jam
sebelum uji dilakukan
c) Catat pada formulir laboratorium tentang obat yang
dikonsumsi klien yang dapat memengaruhi hasil laboratorium.
3.1.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Stress dan puasa berlebih dapat menyebabkan peningkatan
kadar asam urat serum
b) Makanan yang banyak mengandung purin
c) Obat
3.1.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Tanyakan kepada pemberi layanan kesehatan dan/atau
laboratorium, untuk menentukan apakah makanan yang
mengandung tinggi purin harus dihindari.
Peningkatan kadar
a) Kenali masalah klinis dan obat yang berkaitan dengan
hiperurisemia. Gout adalah maslah yang umum terjadi,
berkaitan dengan kadar asam urat serum yang tinggi.
b) Minta ahli gizi untuk mengunjungi klien guna mendiskusikan
jenis makanan yang boleh dimakan dan untuk merencanakan
diet rendah purin.
c) Pantau untuk menemukan tanda dan gejala gout (Mis, tofi daun
telinga dan sendi, nyeri sendi, dan edema pada ibu jari).
Peningkatan kadar asam urat serum dapat menyebabkan
terbentuknya deposit urat pada jaringan dan dalam cairan
sinovial sendi.
d) Pantau kadar pH urine dan jumlah haluaran urine. Kadar pH
urine harus tetap dipertahankan basa untuk mencegah
pembentukan batu asam urat di ginjal. Penurunan haluaran
urine (<600 ml/24 jam) yang disertai dengan peningkatan
kadar asam urat serum, dapat mengindikasikan penyakit ginjal.
e) Periksa kadar kreatinin dan urea serum jika kadar asam urat
serum meningkat dan haluaran urine menurun. Jika kadar urea,
kreatinin, dan asam urat serum meningkat dan haluaran urine
menurun, harus dicurigai terjadinya disfungsi ginjal. Keadaan
ini juga dapat disebabkan oleh masalah klinis lainnya.
3.1.8 Penyuluhan Klien
a) Anjurkan klien tidak mengonsumsi makanan yang
mengandung sedang atau tinggi purin. Contohnya adalah :
Otak, Jantung, Ginjal, Hati, Roti manis, rusa, sarden, remis,
mackerel, anchovies, air kaldu, consomme (sejenis kaldu),
mincemeat, daging, unggas, ikan, kerang, asparagus, buncis,
jamur, kacang polong, bayam.
b) Jelaskan kepada klien untuk mengurangi asupan alkohol.
Etanol menyebabkan retensi urat pada ginjal.
3.2 BUN
3.2.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa : 5 – 35 mg/dL
b) Anak : Bayi : 5 – 15 mg/dL. Anak : 5 – 20 mg/dL
c) Lansia : nilai ditemukan sedikit lebih tinggi daripada dewasa
3.2.2 Deskripsi
Urea dihasilkan sebagai produk akhir metabolism protein
dan diekskresikan melalui ginjal. Peningkatan kadar nitrogen urea
darah (blood urea nitrogen, BUN) dapat menjadi indikasi
terjadinya dehidrasi, gagal prarenal, atau gagal ginjal. Dehidrasi
yang berasal dari muntah, diare dan ketidakadekuatan asupan
cairan dapat mengakibatkan peningkatan kadar BUN (mencapai 35
mg/dl). Akibat keadaan dehidrasi, kadar kretainin serum lebih
mengarah ke nilai normal atau bahkan melampaui nilai normal.
Saat klien sudah diberikan cairan kembali, kadar BUN seharusnya
pulih normal, jika tidak, perlu diwaspadai terjadi kasus gagal ginjal
atau gagal prarenal. Nefron (sel pada ginjal) cenderung mengalami
proses penuaan sehingga biasanya orang lanjut usia mungkin
memiliki kadar BUN yang lebih tinggi. Darah yang berasal dari
perdarahan gastrointestinal merupakan sumber protein dan dapat
meningkatkan kadar BUN. Kadar BUN yang rendah
mengindikasikan keadaan hidrasi yang berlebihan (hipervolemia).
Rasio BUN/kreatinin merupakan kalkulasi berdasarkan
nilai rujukan dengan kisaran 10:1 sampai 15:1. Penurunan rasio
BUN/kreatinin terjadi pada kasus malnutrisi, penyakit hati, diet
rendah protein, cairan intravena berlebih, dialisis, atau hidrasi yang
berlebihan. Peningkatan rasio BUN/kreatinin >15:1 ditemukan
pada penyakit ginjal, ketidakadekuatan perfusi ginjal, syok,
dehidrasi, perdarahan gastrointestinal, dan obat seperti steroid dan
tetrasiklin. Lihat daftar BUN/kreatinin yang terpisah pada bahasan
ini.
3.2.3 Tujuan
Untuk mendeteksi gangguan ginjal atau dehidrasi yang
berhubungan dengan peningkatan kadar BUN
3.2.4 Masalah Klinis
a) Penurunan Kadar : Kerusakan hati yang parah, diet rendah
protein, hidrasi yang berlebihan, malnutrisi (keseimbangan
nitrogen negatif), cairan IV (glukosa). Pengaruh Obat :
Fenotiazin.
b) Peningkatan Kadar : Dehidrasi, asupan tinggi protein,
perdarahan gastrointestinal, gagal prarenal (rendahnya suplai
darah ke ginjal yang disebabkan oleh CHF, diabetes mellitus,
infark miokard akut [acute mycordial infraction],
gagal/insufisiensi ginjal karena syok, sepsis, penyakit ginjal
[glomerular nefritis, pielonefritis]), licorice (gula-gula yang
berwarna hitam) yang dikonsumsi berlebihan. Pengaruh obat :
Obat nefrotoksik, diuretik (hidroklorotiazid [Hydrodiuril],
asam etakrinat [Edecrin], furosemid [lasix], triameteren
[dyrenium], antbiotik, basitrasin, sefaloridin [dosis besar],
gentamisin, kanamisin, kloramfenikol [Chloromycetin],
metisilin, neomisin, vankomisin), obat antihipertensif
(metildopa [Aldomet], guanetidin [Ismelin]), sulfonamide,
propranolol, morfin, litium, karbonat, salisilat.
3.2.5 Prosedur
a) Kumpulkan 3 – 5 ml darah vena pada tabung bertutup merah.
Cegah hemolisis
b) Klien dianjurkan puasa selama 8 jam sebelumnya (tindakan ini
lebih baik bila dilaksanakan)
3.2.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Status hidrasi pada klien harus diketahui. Pemberian cairan
yang berlebihan dapat menyebabkan kadar BUN rendah palsu,
dan sebaliknya, dehidrasi dapat memberikan temuan kadar
tinggi palsu
b) Obat (missal, antibiotic, diuretic, dan obat antihipertensif)
dapat meningkatkan kadar BUN
3.2.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Bandingkan temuan kretainin serum dan BUN serum. Jika kadar
BUN dan kreatinin meningkat, sangat dicurigai terjadi penyakit
ginjal
Penurunan Kadar
a) Kaji asupan diet klien. Asupan rendah protein dan tinggi
karbohidrat dapat menurunkan kadar BUN
b) Laporkan pada klien yang menerima terapi glukosa per IV
secara terus-menerus, tanpa disertai dengan asupan protein
c) Pantau tanda dan gejala hidrasi yang berlebihan (batuk yang
mengiritasi, dispnea, pembuluh darah vena-leher yang
membesar, serta rales di dada) jika kadar BUN berkurang.
Hidrasi yang berlebihan (hipervolemia) dapat menyebabkan
hemodilusi sehingga mengencerkan konsentrasi urea dalam
darah

Peningkatan Kadar

a) Laporkan bila haluaran urine <25 ml/jam atau 600 ml/hari.


Urea diekskresikan oleh ginjal, dengan menurunnya haluaran
urine, urea terakumulasi dalam darah
b) Pantau tanda vital. Frekuensi nadi yang cepat, penurunan
tekanan darah, serta peningkatan usaha napas dapat
mengindikasikan dehidrasi dan, bila keadaan ini semakin
memburuk, akan terjadi syok
c) Tentukan status hidrasi klien. Jika terdapat dehidrasi,
peningkatan kadar BUN berhubungan dengan
hemokonsentrasi. Pemberian cairan per IV merupakan
pemecahan masalah ini
d) Hindari hidrasi yang berlebihan menggunakan cairan IV.
Pemberian cairan IV yang terlalu cepat dapat memberikan
muatan berlebih pada system vascular, terutama pada lanjut
usia, pada anak, serta pasien yang menderita gangguan
jantung, yang mengarah pada hipervolemia. Proses ini dapat
mengakibatkan edema paru
e) Kaji asupan makanan klien. Diet tinggi protein akan
meningkatkan kadar BUN serum. Individu yang sedang
menjalani diet tinggi protein akan mengalami peningkatan
kadar BUN, kecuali ia banyak minum
f) Identifikasi obat yang dapat meningkatkan BUN (contoh,
antibiotic, diuretic, obat antihipertensif, dan lainnya, lihat
Pengaruh obat)
3.2.8 Penyuluhan Klien
Jelaskan pada klien yang mengalami sedikit peningkatan
kadar BUN untuk banyak minum. Namun, hati-hati bila melakukan
tindakan pemaksaan asupan cairan yang banyak pada klien yang
mengalami gangguan jantung dan ginjal.

3.3 Kreatinin
3.3.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa : serum : 0,5 – 1,5 mg/dL, 45 – 132,5 mol/L (unit SI).
Pada wanita kadarnya sedikit lebih rendah akibat massa otot
yang kurang Urine : 1 – 2 g/24 jam
b) Anak : Bayi baru lahir : 0,8 – 1,4 mg/dL, Bayi : 0,7 – 1,7
mg/dL, 2-6 tahun : 0,3 – 0,6 mg/dL, 27 – 54 mol/L (unit SI).
Anak yang lebih besar : 0,4 – 1,2 mg/dL, 36 – 106 mol/L (unit
SI : nilai sedikit meningkat sesuai umur karena otot-otot yang
kuat)
c) Lansia : mempunyai kadar yang lebih rendag karena
berkurangnya kekuatan otot – otot dan menurunnya produksi
kreatinin
3.3.2 Deskripsi
Kreatinin adalah produksi katabolisme otot yang berasal
dari pemecahan kreatinin otot dan kreatinin fosfat. Jumlah
produksi kreatinin sesuai dengan massa otot. Ginjal mengeluarkan
kreatinin. Jika 50% atau lebih nefron rusak, kadar kreatinin
meningkat. Kreatinin serum secara khusus berguna dalam
mengevaluasi fungsi glomerulus.
Kreatinin serum dinilai lebih sensitive dan merupakan
indicator penyakit ginjal yang lebih spesifik daripada BUN. Serum
ini kemudian meningkat dan tidak dipengaruhi oleh diet atau
masukan cairan. Rasio normal BUN/kreatinin adalah 10:1. Nilai
rasio yang lebih tinggi dari normal menunjukkan adanya gangguan
prerenal.
3.3.3 Tujuan
Untuk mendiagnosis disfungsi ginjal
3.3.4 Masalah Klinis
a) Penurunan kadar : kehamilan, eklampsia.
b) Peningkatan kadar : gagal ginjal akut dan kronis, syok
(berkepanjangan), SLE, kanker (usus, kandung kemih, testis,
uterus, prostat), leukimia, penyakit Hodgkin, hipertensi
esensial, MCl akut, nefropati diabetik, CHF (jika berdiri lama),
diet tinggi kreatinin (misalnya daging sapi {kadar tinggi},
unggas dan ikan {efek minimal}). Pengaruh obat : Amfoterisin
B, sefalosporin (sefazolin {ancef}, sefalotin {keflin}),
gentamisin, kanamisin, metisilin, asam askorbat, barbiturat,
litium karbonat, mitramisin, metildopa (Aldomet), glukosa,
protein, badan keton (meningkat), triamteren {Dyrenium}).
3.3.5 Prosedur
a) Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung bertutup
merah
b) Catat jenis obat yang dikonsumsi klien yang dapat
meningkatkan kadar serum dalam formulir laboratorium
c) Tidak ada pembatasan asupan makanan ataupun minuman.
Pada malam sebelum uji dilakukan, klien tidak boleh
mengonsumsi daging merah.
3.3.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Obat tertentu (Amfoterisin B, sefalosporin (sefazolin {ancef},
sefalotin {keflin}), gentamisin, kanamisin, metisilin, asam
askorbat, barbiturat, litium karbonat, mitramisin, metildopa
(Aldomet), glukosa, protein, badan keton (meningkat),
triamteren {Dyrenium}) dapat meningkatkan kadar kreatinin
serum.
b) Konsumsi daging merah dalam jumlah besar dapat
mempengaruhi temuan laboratorium.
3.3.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
a) Kaitkan peningkatan kadar kreatinin serum dengan masalah
klinis. Kadar kreatinin serum mungkin menunjukkan nilai
yang rendah pada klien yang bermassa otot kecil, yang
menjalani amputasi, dan pada klien yang menderita penyakit
otot. Massa otot klien ansia mungkin mengalami penurunan.
b) Tangguhkan pengobatan Amfoterisin B, sefalosporin
(sefazolin {ancef}, sefalotin {keflin}), gentamisin, kanamisin,
metisilin, asam askorbat, barbiturat, litium karbonat,
mitramisin, metildopa (Aldomet), glukosa, protein, badan
keton (meningkat), triamteren {Dyrenium}) selama 24 jam
sebelum pemeriksaan atas seizin pemberi layanan kesehatan.
Obat tertentu yang tidak dapat ditangguhkan harus dicatat
dalam formulir laboratorium dan pada bagan pasien.
c) Periksa volume haluaran urine dalam 24 jam. Haluaran urine
<600 ml/ 24 jam dapat mengindikasikan insufisiensi ginjal.
Kreatinin diekskresi oleh ginjal dan penurunan pada haluaran
urine yang terus-menerus dapat mengakibatkan peningkatan
kadar kreatinin serum.
d) Bandingkan kadar BUN dan kadar kreatinin. Jika keduanya
meningkat, kemungkinan besar masalahnya adalah penyakit
ginjal.
3.3.8 Penyuluhan Klien
Anjurkan klien tidak terlalu banyak mengonsumsi daging sapi,
unggas, dan ikan jika kadar kreatinin serum meningkat sangat
tinggi. Biasanya, makanan tidak memiliki pengaruh pada kadar
kreatinin serum.

3.4 Klirens Kreatinin


3.4.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa : 85 – 135 ml/menit. Pada wanita kadarnya dapat lebih
rendah
b) Anak : sama dengan dewasa
c) Lansia : kadarnya agak berkurang dibandingkan dengan kadar
dewasa akibat penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), yang
disebabkan oleh penuruna aliran plasma ginjal
3.4.2 Deskripsi
Kreatinin merupakan produk metabolic kreatif fosfat dalam
otot rangka dan substansi tersebut diekskresikan oleh ginjal.
Klirens kreatinin dipandang sebagai pemeriksaan yang andal untuk
mengetimasi LFG. Pada insufisiensi ginjal, LFG akan menurun,
sementara kadar kreatinin serum meningkat. LFG menurun seiring
pertambahan usia, dan pada dewasa tua klirens kreatinin mungkin
akan berkurang sampai serendah 60 ml/menit. Uji klirens kreatinin
memerlukan pengumpulan urine selama 12 atau 24 jam dan
pengumpulan sampel darah.
3.4.3 Tujuan
a) Untuk mendeteksi difungsi ginjal
b) Untuk memantau fungsi ginjal
3.4.4 Masalah Klinis
a) Penurunan kadar : kerusakan ginjal yang ringan sampai
berat, hipertiroidisme, distrofi otot progresif, sklerosis lateral
amilotrofik. Pengaruh obat : Fenasetin, steroid (anabolik),
tiazid.
b) Peningkatan kadar : hipotiroidisme, hipertensi
(renovaskular), olahraga. Pengaruh obat : asam askorbat,
steroid, levodopa, metildopa (Aldomet), uji fenolsufoftalein
(PSP).
3.4.5 Prosedur
a) Beri minum sebelum pemeriksaan
b) Anjurkan klien tidak mengonsumsi daging sapi, unggas, ikan,
teh, dan kopi selama 6 jam sebelum pengujian, dan selama
pengujian berlangsung atas seizin pemberi layanan kesehatan.
c) Catat jenis obat yang dikonsumsi klien yang dapat
mempengaruhi temuan pengujian pada formulir laboratorium.

Darah : kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung bertutup


merah di pagi hari saat pengujian dilakukan.

Urine : minta klien berkemih sebelum uji dimulai dan buang urine
yang keluar. Perhatikan waktunya. Tampung semua urine yang
dikeluarkan selama waktu tertentu (12 jam atau 24 jam) dalam
wadah urine, tanpa penambahan zat pengawet, yang kemudian
disimpan dalam lemari pendingin atau dalam es.

d) Anjurkan klien banyak minum selama beberapa jam sebelum


pengujian agar urine yang dikeluarkan mencukupi
e) Tulis dengan tepat waktu dan tanggal pengumpulan urine
dimulai dan berakhir pada label wadah.
3.4.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Fenasetin dapat menurunkan nilai klirens kreatinin
b) Tisu toilet dan feses dapat mengontaminasi urine.
3.4.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Beri tahu pemberi layanan kesehatan tentang obat yang dikonsumsi
klien yang dapat menyebabkan temuan palsu.
3.4.8 Penyuluhan Klien
a) Jelaskan pada klien tentang prosedur pengumpulan urine dan
darah. Pengambilan darah dilakukan di pagi hari. Klien
berkemih dan urine dibuang. Kemudian, semua urine yang
keluar ditampung selama 12 jam atau 24 jam dalam wadah
urine. Tisu toilet dan feses tidak boleh mencemari urine.
b) Anjurkan klien tidak mengonsumsi daging sapi, unggas, ikan,
teh, atau kopi selama 6 jam sebelum atau selama uji
berlangsung sesuai instruksi pemberi layanan kesehatan.
c) Anjurkan klien banyak minum selama pengujian sekitar 100
ml/jam.
d) Anjurkan klien tidak melakukan aktivitas berat selama
pemeriksaan.
DIABETES

4.1 Glukosa Puasa


4.1.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa : Serum dan plasma : 70 – 110 mg/dL. Darah lengkap
: 60 – 100 mg/dL. Nilai panic : <40 mg/dL dan >700 mg/dL
b) Anak : Bayi baru lahir : 30 – 80 mg/dL. Anak : 60 – 100
mg/dL
c) Lansia : 70 – 120 mg/dL
4.1.2 Deskripsi
Glukosa terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan
disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka. Insulin dan
glucagon, dua hormonnya yang berasal dari pancreas, dapat
memengaruhi kadar glukosa darah. Insulin diperlukan untuk
permeabilitas membrane sel terhadap glukosa dan untuk
transportasi glukosa ke dalam sel. Tanpa insulin, glukosa tidak
dapat memasuki sel. Glucagon menstimulasi glikogenolisis
(pengubahan glikogen cadangan menjadi glukosa) dalam hati.
Penurunan kadar gula darah (hipoglikemia) terjadi
akibatasupan makanan yang tidak adekuat atau darah terlalu
banyak mengandung insulin. Jika terjadi peningkatan kadar gula
darah (hiperglikemia), berarti insulin yang beredar tidak
mencakupi : kondisi ini disebut sebagai diabetes mellitus. Kadar
gula darah puasa yang emncapai >125 mg/dL biasanya menjadi
indikasi terjadinya diabetes dan untuk memastikan diagnosis saat
gula darah mencapai kadar tepat di garis normal atau agak di
atasnya, harus dilakukan uji gula darah pascaprandial/pascamakan,
dan atau uji toleransi glukosa.
Uji dextrostix merupakan uji semikuantitatif yang cepat dan
sederhana untuk membedakan hipoglikemia dari hiperglikemia.
Hasilnya dibandingkan melalui penggunaan bagan warna yang
memiliki rentang nilai 40 – 240 mg/dL. Uji ini sangat berguna
dalam keadaan gawat darurat. Chemstrip bG merupakan metode
yang lebih dianjurkan untuk memeriksa kadar gula darah, yaitu
dengan menggunakan cara tindik jari.
4.1.3 Tujuan
a) Untuk memastikan diagnosis status pradiabetes atau diabetes
mellitus
b) Untuk memastikan kadar glukosa darah pada klien diabetic
mengonsumsi obat antidiabetik (insulin atau obat hipoglikemik
oral)
4.1.4 Masalah Klinis
a) Penurunan kadar : reaksi hipoglikemik (insulin yang
berlebih), kanker (lambung, hati, paru-paru), hipofungsi
kelenjar adrenal, malnutrisi, alkoholisme, sirosis hati, aktivitas
berat, eritroblastosis (penyakit hemolitik), hiperinsulinisme.
Pengaruh obat : insulin yang berlebih.
b) Peningkatan kadar : diabetes mellitus, asidosis diabetic,
hiperfungsi kelenjar adrenal (sindrom cushing), MCI akut,
stress, cedera tabrakan, luka bakar, infeksi, gagal ginjal,
hipotermia, aktivitas, pancreatitis akut, kanker pancreas, CHF,
akromegali, sindrom pasacagastrektomi (dumping syndrome),
pembedahan mayor. Pengaruh obat : ACTH, obat kortison,
diuretic (hidroklorotiazid [Hydrodiuril], furosemid [Lasix],
asam etakrinat [Edecrin]), obat anestesi, levodopa.
4.1.5 Prosedur
a) Kumpulkan 3 – 5 ml darah vena dalam tabung bertutup abu-
abu atau merah. Lakukan pengambilan darah pada pukul 7
pagi dan 9 pagi
b) Status puasa, kecuali minum air putih masih diperbolehkan
selama 12 jam sebelum uji dilakukan
c) Berikan obat insulin sesuai anjuran dan setelah pengambilan
darah
4.1.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Obat kortison, tiazid, dan “loop” diuretic dapat menyebabkan
peningkatan kadar gula darah
b) Trauma stress dapat menyebabkan peningkatan gula darah
c) Clinitest untuk mengukur kadar glukosa urine (glikosuria)
mungkin akan memberikan temuan positif palsu jika klien
mengonsumsi aspirin, vitamin C, dan jenis antibiotic tertentu
(sefalosprin) secara berlebihan karena uji ini tidak spesifik
untuk mengukur kadar glukosa, tetapi untuk semua zat yang
menujukkan penurunan.
d) Dosis tinggi vitamin C dapat menyebabkan temuan positif
palsu jika menggunakan strip uji glukosa dalam urine (mis.
Testape).
4.1.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
a) Tangguhkan pemberian insulin dan obat di pagi hari, sampai
pengambilan sampel darah selesai dilakukan
b) Catat dalam formulir laboratorium jika klien setiap hari
mengonsumsi obat kortison, tiazid, atau diuretic loop
Penurunan Kadar
a) Kenali masalah klinis yang berkaitan dengan kadar gula darah
yang rendah. Dosis insulin yang berlebih, lupa makan, dan
supan makanan yang tidak adekuat merupakan penyebab
umum hipoglikemia
b) Amati untuk menemukan tanda dan gejala hipoglikemia
(gugup, kelemahan, konfusi, kulit yang dingin dan lembap,
diaphoresis, dan peningkatan frekuensi nadi)
4.1.8 Penyuluhan Klien
a) Anjurkan klien selalu membawa gula batu atau permen setiap
saat. Kebanyakan penderita diabetes mendapat tanda
peringatan sebelum hipoglikemia terjadi
b) Ajarkan klien merujuk ke American Associatiion (ADA)
mengenai cara diet, sesuai yang dianjurkan. Jelaskan daftar
pengubahan untuk perencanaan hidangan makanan
c) Anjurkan klien mengontak American Diabetic Association
untuk mendapatkan buku dan informasi mengenai jadwal
pertemuan dengan mereka
d) Jelaskan pada klien bahwa aktivitas berat dapat menurunkan
kadar gula darah. Asupan karbohidrat atau protein harus
ditingkatkan sebelum melakukan aktivitas atau segera setelah
menjalani aktivitas, pemberi rawatan kesehatan harus
dihubungi berkenaan dengan anjuran makanan yang telah
disusun
e) Anjurkan klien mengonsumsinobat insulin ½ sampai 1 jam
sebelum sarapan dan makan tepat waktu
f) Ajarkan klien yang mengalami masalah hipoglikemia (gula
darah <50 mg/dl) untuk mengonsumsi makanan tinggi protein
dan lemak serta rendah karbohidrat. Terlalu banyak gula dapat
menstimulasi sekresi insulin.
Peningkatan Kadar
a) Kenali masalah klinis yang berkaitan dengan kadar gula darah
yang tinggi. Diabetes mellitus, sindrom cushing, dan situasi
yang menimbulkan stress (trauma, luka bakar, pembedahan
mayor) merupakan penyebab umum hiperglikemia
b) Pertimbangkan penggunaan obat (mis. Kortison, tiazid,
diuretik “loop”) sebagai penyebab dari sedikit meningkatnya
kadar gula darah. Jika kadar gula darah menjadi terlalu tinggi,
segera beri tahu pemberi layanan kesehatan mengenai dosis
obat mungkin perlu dikurangi atau obat insulin mungkin perlu
diberikan atau ditambah dosisnya
c) Amati untuk menemukan tanda dan gejala hiperglikemia (rasa
haus yang berlebih [polidipsia], berkemih banyak [poliuria],
rasa lapar berlebihan [polifagia], dan penurunan berat badan).
Jika gula darah >500 mg/dl, dapat timbul pernapasan kussmaul
(napas cepat, dalam, dan kuat) yang terjadi akibat asidosis.
Penyuluhan Klien
a) Anjurkan klien mengukur kadar gula darahnya sebelum
makan. Peragakan cara menggunakan Chemstrip bG atau
teknik lainnya.
b) Jelaskan pada klien bahwa infeksi dapat meningkatkan kadar
gula darah sehingga konsultasi medis diperlukan
c) Jelaskan kepada klien agar menghindari infeksi dengan cara
melakukan tindakan preventif (mis, tidak berada di dekat
orang yang menderita flu, istirahat yang cukup, makan dengan
diet seimbang, serta mempertahankan asupan cairan yang
adekuat)

4.2 Glukosa 2 jam PP


4.2.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa : Serum atau Plasma : <140 mg/dL/2 jam. Darah :
<120 mg/dL/2 jam
b) Anak : <120 mg/dL/2 jam
c) Lansia : serum : <160 mg/dL/2 jam. Darah : <140 mg/dL/2
jam
4.2.2 Deskripsi
Uji gula darah 2 jam pascaprandial biasanya dilakukan
untuk mengukur respons klien terhadap asupan tinggi karbohidrat 2
jam setelah makan (sarapan pagi atau makan siang). Uji ini
dilakukan untuk pemindaian terhadap diabetes, normalnya
dianjurkan jika kadar gula darah puasa normal tinggi atau sedikit
meningkat. Glukosa serum >140 mg/dl atau kadar glukosa darah
lebih besar dari 120 mg/dl merupakan kadar yang abnormal, bila
demikian, diperlukan uji lebih lanjut.
4.2.3 Tujuan
Lihat glukosa – Gula Darah Puasa
4.2.4 Masalah Klinis
a) Penurunan kadar : reaksi hipoglikemik (insulin yang
berlebih), kanker (lambung, hati, paru-paru), hipofungsi
kelenjar adrenal, malnutrisi, alkoholisme, sirosis hati, aktivitas
berat, eritroblastosis (penyakit hemolitik), hiperinsulinisme.
Pengaruh obat : insulin yang berlebih.
b) Peningkatan kadar : diabetes mellitus, asidosis diabetic,
hiperfungsi kelenjar adrenal (sindrom cushing), MCI akut,
stress, cedera tabrakan, luka bakar, infeksi, gagal ginjal,
hipotermia, aktivitas, pancreatitis akut, kanker pancreas, CHF,
akromegali, sindrom pasacagastrektomi (dumping syndrome),
pembedahan mayor. Pengaruh obat : ACTH, obat kortison,
diuretic (hidroklorotiazid [Hydrodiuril], furosemid [Lasix],
asam etakrinat [Edecrin]), obat anestesi, levodopa.
4.2.5 Prosedur
a) Pesankan hidangan makanan tinggi karbohidrat untuk sarapan
atau makan siang
b) Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung bertutup
abu-abu atau merah, 2 jam setelah klien selesai sarapan pagi
atau makan siang. Jika pengambilan darah bukan dilakukan
oleh perawat, petugas laboratorium perlu diberi tahu apakah
klien sudah selesai sarapan pagi atau makan siang.
c) Klien tidak boleh makan selama 2 jam sebelum uji dilakukan,
yakni setelah sarapan pagi atau makan siang, tetapi klien tetap
boleh minum.
4.2.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Merokok dapat meningkatkan kadar glukosa serum
b) Obat kortison, tiazid, dan “loop” diuretic dapat menyebabkan
peningkatan kadar gula darah
c) Trauma stress dapat menyebabkan peningkatan gula darah
d) Clinitest untuk mengukur kadar glukosa urine (glikosuria)
mungkin akan memberikan temuan positif palsu jika klien
mengonsumsi aspirin, vitamin C, dan jenis antibiotic tertentu
(sefalosprin) secara berlebihan karena uji ini tidak spesifik
untuk mengukur kadar glukosa, tetapi untuk semua zat yang
menujukkan penurunan.
e) Dosis tinggi vitamin C dapat menyebabkan temuan positif
palsu jika menggunakan strip uji glukosa dalam urine (mis.
Testape).
4.2.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Tentukan makanan sarapan pagi yang disukai dan tidak disukai
klien serta beri tahu hal tersebut ke bagian gizi
4.2.8 Penyuluhan Klien
Jika klien tidak sedang dihospitalisasi, anjurkan klien untuk berada
di laboratorium ½ sampai 2 jam setelah makan pagi atau makan
siang
Peningkatan Kadar
a) Kenali masalah klinis yang berkaitan dengan kadar gula darah
yang tinggi. Diabetes mellitus, sindrom cushing, dan situasi
yang menimbulkan stress (trauma, luka bakar, pembedahan
mayor) merupakan penyebab umum hiperglikemia
b) Pertimbangkan penggunaan obat (mis. Kortison, tiazid,
diuretik “loop”) sebagai penyebab dari sedikit meningkatnya
kadar gula darah. Jika kadar gula darah menjadi terlalu tinggi,
segera beri tahu pemberi layanan kesehatan mengenai dosis
obat mungkin perlu dikurangi atau obat insulin mungkin perlu
diberikan atau ditambah dosisnya
c) Amati untuk menemukan tanda dan gejala hiperglikemia (rasa
haus yang berlebih [polidipsia], berkemih banyak [poliuria],
rasa lapar berlebihan [polifagia], dan penurunan berat badan).
Jika gula darah >500 mg/dl, dapat timbul pernapasan kussmaul
(napas cepat, dalam, dan kuat) yang terjadi akibat asidosis.
4.3 HbA1c
4.3.1 Nilai Rujukan
a) Hemoglobin glikosilat total : 5,5-9 % dari total Hb
b) Dewasa : HbA1c Nondiabetik : 2-5 %, Diabetik terkontrol :
2,5-6 %, Rata-rata tinggi : 6,1- 7,5 %, Diabetik tidak terkontrol
: > 8%
c) Anak : HbA1c Nondiabetik : 1,5 – 4 %
4.3.2 Deskripsi
Hemoglobin A (Hb A) terdiri atas 91 sampai 95% dari
jumlah hemoglobin total. Molekul glukosa berkaitan dengan Hb A,
yang merupakan bagian dari hemoglobin A. Proses pengikatan ini
disebut glikosilasi atau hemoglobin terglikosilasi atau hemoglobin
A. Dalam proses ini terdapat ikatan antara glukosa dan
hemoglobin. Pembentukan Hb A, terjadi dengan lambat, yaitu
selama 120 hari, yang merupakan rentang hidup sel darah merah
(SDM). Hb A1 terdiri atas tiga molekul hemoglobin, Hb A1a, Hb
A1b, dan Hb A1c, sebesar 70% Hb A1c dalam bentuk 70%
terglikosilasi (mengabsorpsi glukosa). Jumlah hemoglobin yang
terglikosilasi bergantung pada jumlah glukosa darah yang tersedia.
Jika kadar glukosa darah meningkat selama waktu yang lama, sel
darah merah (SDM) akan tersaturasi dengan glukosa menghasilkan
glikohemoglobin.
Hemoglobin terglikosilasi mewakili kadar glukosa darah
rata-rata selama 1 sampai 4 bulan. Uji ini digunakan terutama
sebagai alat ukur keefektifan terapi diabetik. Kadar gula darah
puasa mencerminkan kadar glukosa darah, saat pertama kali puasa,
sedangkan Hgb atau Hb A1c merupakan indicator yang lebih baik
untuk pengendalian diabetes mellitus. Namun demikian, penurunan
palsu kadar Hb A1c dapat disebabkan oleh penurunan jumlah sel
darah merah.
Peningkatan kadar Hb A1c >8% mengindikasikan diabetes
mellitus yang tidak terkendali, dank lien tersebut berisiko tinggi
mengalami komplikasi jangk panjang, seperti nefropati, retinopati,
neuropati, dan kardiopati. Glikohemoglobin total merupakan
indicator yang lebih baik untuk pengendalian diabetes pada klien
yang mengalami anemia atau kehilangan darah.
4.3.3 Tujuan
a) Untuk memantau efektivitas terapi diabetic
b) Untuk menatalaksana terapi diabetic
c) Untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan diabetes
mellitus
d) Untuk menentukan kepatuhan klien terhadap terapi diabetik
4.3.4 Masalah Klinis
a) Penurunan Kadar : Anemia (pernisiosa, hemolitik, sel sabit),
talasemia, kehilangan darah jangka panjang, gagal ginjal
kronis
b) Peningkatan Kadar : Diabetes mellitus yang tidak terkendali,
hiperglikemia, diabetes mellitus yang baru terdiagnosis, ingesti
alcohol, kehamilan, hemodialisis. Pengaruh Obat : Asupan
kortison jangka panjang, ACTH.
4.3.5 Prosedur
a) Berikan informasi keada klien 6 – 12 minggu sebelum uji Hb
A1c dilakukan di laboratorium
b) Pembatasan asupan makanan sebelum uji dilakukan sifatnya
dianjurkan
c) Kumpulan 5 ml darah vena dalam tabung bertutup lembayung
atau hijau. Hindari terjadi hemolisis, kirim specimen segera ke
laboratorium
4.3.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Anemia dapat menyebabkan temuan kadar yang rendah
b) Hemolisis specimen darah dapat menyebabkan temuan uji
yang tidak akurat
c) Terapi heparin dapat menyebabkan temuan palsu pada
pengujian
4.3.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
a) Pantau kadar glukosa darah dan atau urine. Bandingkan
temuan uji gula darah puasa setiap bulan dengan temuan uji
hemoglobin terglikosilasi (Hb A1c)
b) Periksa temuan uji gula darah puasa sebelumnya
c) Perhatikan kepatuhan klien terhadap program pengobatan
diabetic
d) Periksa dosis harian insulin atau obat hipoglikemik oral
e) Kenali masalah klinis yang dapat menyebabkan temuan keliru
hemoglobin terglikosilasi (lihat masalah klinis)
f) Pantau tanda dan gejala hiperglikemia
g) Laporkan bila terjadi komplikasi yang dialami klien akibat
diabetes mellitus
4.3.8 Penyuluhan Klien
a) Beri tahu klien bahwa puasa sebelum uji dilakukan bersifat
dianjurkan. Beri tahu petugas laboratorium jika anda tidak
berpuasa sebelum uji
b) Jelaskan tujuan uji yang dilakukan, yaitu untuk mengukur
efektivitas terapi diabetes yang diberikan
c) Jelaskan kepada klien untuk mematuhi program pengobatan
diabetes, seperti insulin, diet, dan pemantauan glukosa.

4.4 Insulin
4.4.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa : insulin serum : 5 – 25 IU/ml. Kadar panik : 7 IU/ml.
b) Uji antibodi insulin : <4 % serum berikatan dengan insulin
babi dan sapi
4.4.2 Deskripsi
Insulin, suatu hormone dari sel beta pancreas yang sangat
penting dalam mengantarkan glukosa ke sel untuk metabolism.
Peningkatan kadar glukosa dapat menstimulasi sekresi insulin.
Kadar insulin serum dan glukosa darah dibandingkan untuk
menentukan apakah terdapat gangguan glukosa. Insulin serum
berguna dalam mendiagnosis insulinoma (tumor sel pulau
Langerhan) serta hyperplasia sel pulau Langerhan, dan begruna
dalam mengevaluasi produksi insulin pada kasus diabetes mellitus.
Pada insulinoma kadar insulin serum tinggi, dan glukosa darah <30
mg/dl. Hiperinsulinemia dapat terjadi pada obesitas dan insulinoma
Uji antibody insulin dilakukan saat penderita diabetes, yang
menggunakan insulin babi atau sapi, membutuhkan dosis insulin
yang semakin bertambah terus jumlahnya. Antibody insulin
terbentuk akibat ketidakmurnian insulin yang berasal dari hewan.
Antibodi ini adalah berbagai jenis immunoglobulin (mis. IgG
[sebagian besar], IgM, IgE). Antibody IgG menetralisasi insulin
sehingga menghambat terjadinya metabolism glukosa. Antibody
IgM dapat menyebabkan resistensi insulin, dan IgE diperkirakan
berperan dalam efek alergi.
4.4.3 Tujuan
a) Untuk mendeteksi status diabetes mellitus prahiperglikemik
awal
b) Untuk mengetahui apakah terdapat antibody insulin yang dapat
memengaruhi absorpsi dan dosis insulin
4.4.4 Masalah Klinis
a) Penurunan kadar : Diabetes Melitus. Pengaruh obat : Insulin.
b) Peningkatan kadar : Insulinoma, status diabetes resisten-
insulin, sindrom Cushing, obesitas. Pengaruh obat : obat
kortison, kontrasepsi oral, hormon tiroid, epinefrin, levodopa.
4.4.5 Prosedur
a) Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung bertutup
merah. Cegah terjadinya hemolisis. Sampel darah harus
disimpan dalam lemari pendingin. Serum harus dipisahkan
dalam waktu 30 menit sebelum pengumpulan. Jika diperlukan
glukosa darah, ambil 3 sampai 5 ml dan masukkan dalam
tabung bertutup abu-abu atau merah.
b) Makanan dan minuman tidak boleh diberikan selama 10
sampai 12 jam sebelum uji dilakukan. Sekresi insulin
memuncak dalam waktu 30 menit sampai 2 jam setelah makan.
c) Tunda pemberian obat yang dapat memengaruhi temuan uji,
seperti insulin dan kortison, sampai selesai dilakukan.
4.4.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Obat seperti insulin, kortison, kontrasepsi oral, dan hormon
dapat meningkatkan kadar insulin serum.
b) Hemolisis sampel darah atau specimen yang tidak disimpan
dalam lemari pendingin dapat memengaruhi temuan uji.
4.4.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
a) Kaji riwayat gangguan glukosa pada klien atau keluarga.
Laporkan keluhan klien.
b) Laporkan jika dosis insulin klien meningkat selama periode
tertentu sebagai respons terhadap peningkatan gula darah.
c) Waspadai tanda dan gejala hipoglikemia. Jika sangat dicurigai
terjadi insulinoma, sediakan selalu cairan dekstrosa 50% per
IV.
4.4.8 Penyuluhan Klien
a) Jelaskan pada klien tentang pentingnya berpuasa dan
beristirahat (tidak melakukan latihan fisik) sebelum uji
dilakukan. Makanan dan latihan fisik meningkatkan glukosa
darah sehingga meningkatkan kadar insulin serum. Dapat
terjadi temuan uji yang tidak benar.
b) Anjurkan pada klien untuk melaporkan tanda dan gejala reaksi
insulin (misalnya gugup, berkeringat, kelemahan, frekuensi
nadi cepat, konfusi).
ELEKTROLIT

5.1 K, Na dan Cl
5.1.1 Kalium
5.1.1.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa : 3,5-5,3 mEq/ I; 3,5-5,3 mmol/ I (satuan SI)
b) Kadar Panik: <2,5 mEq/ I dan >7,0 mEq/I
c) Anak Bayi: 3,6-5,8 mEq / I Anak: 3,5-5,5 mEq/I
5.1.1.2 Deskripsi
Kalium adalah elektrolit yang paling banyak
ditemukan di cairan intraseluler (sel). Kadar kalium serum
memiliki kisaran yang sepit, dan keadaan henti jantung
dapat terjadi jika kadar serum <2,5 mEq/I atau > 7,0 mEq/I.
Delapan puluh sampai 90% kalium tubuh
diekskresikan melalui ginjal terdapat kerusakan jaringan,
kalium keluar dari sel dan masuk ke cairan ekstraseluler
(cairan interstisial dan intravaskuler). Jika fungsi ginjal
adekuat. Kalium pada cairan intravaskuler (kadar plasma/
darah) akan dideskresikan, dan pada keadaan ekskresi
kalium berlebih, terjadi defisit kalium serum (hipokalimia).
Namun demikian, jika ginjal mengksresikan urine sebanyak
<600 ml per hari, kalium akan terakumulasi dalam cairan
intravaskuler sehingga akan terjadi kalium serum berlebih
(hiperkalemia).
Tubuh tidak mengonservasi kalium, dan ginjal
mengekskresikan kalium rata-rata sebanyak 40 mEq /I per
hari (berkisar antara 25 sampai 120 mEq/ 1/24 jam).
Bahkan dengan asupan diet rendah kalium kebutuhan
kalium per hari adalah 3 sampai 4 g atau sebesar 40 sampai
60 mEq/l.
5.1.1.3 Tujuan
a) Untuk memeriksa kadar kalium.
b) Untuk mendeteksi keberadaan hipo-atau hiperkalemia.
c) Untuk memantau kadar kalium selama terjadi masalah
kesehatan (mis, insulisiensi ginjal, penyakit yang
melemahkan, kanker), dan dengan obat tertentu (mis,
diuretik tiazid).
5.1.1.4 Masalah Klinis
a) Penurunan kadar: muntah/ diare, dehidrasi,
malnutrisi/ kelaparan, diet ketal, stres (trauma, cedera,
atau pembedahan), pengisapan lambung, fistula
intestinal, asidosis adibetik, luka bakar, gangguan
tubulus ginjal, hiperaldostterunisme, ingesti licorice
berlebihan, ingesti glukosa berlebihan, alakolisis
(metabolik) pengaruh obat: Diuretik boros-kalium
(furosemid {lasie}, tazid [Hydrodiuril], asam
[etakrinal),steroid (kortison, estrogen), antibiotik
(gentamisin, amfoterisin, polimiksin B), insulin,
bikarbonat, salisilat (aspirin).
b) Penikatan kadar: Oliguria dan anuria, gagal ginjal
akut, kalium per IV dalam cairan, penyakit Addison
(hormon adrenokortikal), cedera tabrakan dan luka
bakar (disertai kerusakan ginjal), asidosis (metabolik
atau laktat) pengaruh obat diuretik-hemal kalium,
spironolakton (Aldactone), triameteren (Dyrenium),
antibiotik (penisilin G kalium), sefaloridin (loridin),
heparin, epinefrin, histamin, isoniazid.
5.1.1.5 Prosedur
a) Kumpulkan 3 sapi 5 ml darah vena dalam tabung
bertutup merah cegah terjadinya hemolisis.
b) Jika mungkin , jangan biarkan lurniket terpasang
dilengan lebih dari dua menit
c) Pembatasan terhadap makanan, cairan, dan obat tidak
perlu dilakukan
5.1.1.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Status hidrasi klien dapat menyebabkan temuan palsu
pada kadar kalium hidrasi berlebihan dapat
menyebabkan defisit kalium-serum yang palsu melalui
proses hemodilus. Dehidrasi dapat menyebabkan
kelebihan kalium serum melalui proses
hemokonsentrasi. Setelah klien terhidrasi, kadar kalium
serum dapat kembali normal atau sedikit rendah
b) Penggunaan turniket dapat menyebabkan peningkatan
kadar kalium serum.
c) Hemolisis spesimen (darah) dapat menyebabkan
tingginya kadar kalium serum
d) Obat (lihat pengaruh obat)
5.1.1.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Bandingkan kadar kalium serum dengan kadar kalium
urine. Jika kadar kalium serum menurunkan, kadar kalium
urine meningkat, atau begitu pula sebaliknya.
Penurunan Kadar
a) Pantau untuk menemukanmu tanda dan gejala
hipokalemia, seperti vertigo (pusing), hipotensi,
disritmia jantung, mual, muntah, diare, distensi
abdomen, pertalalsis menurun, kelemahan otot, dan
kram tungai.
b) Catat asupan dan haluaran. Poliurin dapat
menyebabkan mengeluarkan kalium yang berlebihan.
Kalium tidak dikonservensi dengan baik dalam tubuh
dan ginjal mengksksresikan kalium tanpa
memedulikan asupan kalium.
c) Laporkan jika kadar kalium serum <3,5 mEq/I jika
kadar kalium 3,0 sampai 3,5 mEq/I keadaan ini akan
memerlukan 100 sampai 200 mEq (kalium klorida
(KCl) untuk meningkatkan kadar kalium sebesar 1
mEq/I jika kadar kalium 2,9 mEq/I atau kurang,
diperlukan tambahan 200 sampai 400 mEq/I KCI
untuk meningkatkan kadar sebesar 1 mEq/I.
d) Tentukan status hidrasi klien jika hipokalemia hidrasi
berlebihan dan melarutkan kadar kalium serum.
e) Kenali perubahan perilakusebagai tanda hipokalemia.
Kadar kalium yang rendah dapat menyebabkan
konfusi, iritabilitas, dan depresi mental. Kadar kalium
serum harus diperiksa jika terdapat perubahan
perilaku.
f) Laporkan setiap ada perubahan elektrokardiografik
segmen ST yang memanjang dan depresi serta
gelombang T yang terbaik atau datar, merupakan
indikasi hipokalemia.
g) Larutkan suplemen kalium per oral sedikitnya dengan
120 ml cairan atau jus. Kalium adalah agens korosif,
dan sangat mengeritasi mukosa lambung.
h) Pantau kadar serum pada klien yang menerima
deuretik boros-kalium dan steroid. Contoh diuretik
boros kalium adalah Hydordiuril, Laix, dan Edecrin.
Steroid kortison (seperti prednison) dapat
menyebabkan retensi natrium dan ekskresi natrium.
i) Kaji untuk menemukan tanda dan gejala toksisitas
digitalis jika klien menerima bahan digitalis dan
diuretik boros-kalium atau steroid kadar kalium serum
yang rendah dapat meningkatkan kerja digitalis.
Tanda dan gejala toksisitas digitalis adalah muntah,
anoreksia, brakardia, disritmia jantung, serta
gangguan penglihatan.
j) Pantau temuan uji klorida serum, magnesium serum,
dan protein serum jika terdapat hipokalemia.
Mengatasi keadaan defisit kalium hanya dengan
penggantian kalium tidak efektif, sementara kadar
klorida, magnesium, dan protein dan juga rendah.
k) Berikan KCI per IV dalam satu liter larutan
parenteral. Jangan pernah memebrikan KCI per bolus
atau per IV karena dapat terjadi henti jantung.KCI
parenteral hanya boleh diberikan per intravena jika
dilarutkan (20 samapi 40 mEq/I) serta tidak boleh
diberikan secara subkutan atau intramuskular. Larutan
KCI per IV yang pekat dapat mengiritasi otot jantung
dan vena sehingga dapat menyebabkan flebitis.
l) Pemeriksaan tempat penyuntikan IV jika klien
menerima KCI dalam cairan IV. Kalium yang
terinfiltrasi sangat mengiritasi jaringan subkutan
(jaringan lemak) serta dapat menyebabkan
pengelupasan jaringan.
m) Ukuran kehilangan cairan gastrointestinal akibat
tindak pengisapan, muntah, atau diare agar dapat
memebrikan penggantian kalium dan elektrolit lain
dengan tepat. Kalium, natrium, hidrogen, dan klorida
banyak ditemukan di saluran gastrointestinal.
n) Irigasi slang gastrointestinal menggunakan larutan
salin yang normal untuk mecegah kehilangan
elektrolit. Per oral atau rektal dan dianggap sebagai
metode yang paling efektif untuk mengobati
hiperkalemia.
o) Beri tahun pemebrian pelayanan kesehatan jika klien
menerima obat digitalis ketika kalsium glukonat
sedang diberikan. Peningkatan kadar kalsium serum
dapat meningkatkan kerja digitalis sehingga
menyebabkan toksisitas digitalis.
p) Kaji untuk menemukan tanda dan gejala hipokalemia
ketika membarikan kayaxalate untuk periode waktu
yang lama (2 hari atau lebih)

5.1.2 Natrium
5.1.2.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa: 135-145mEq/I, 135-145mmol/I (satuan SI)
b) Anak bayi: 134-150 MeQ/I Anak: 135-145mEq/I
5.1.2.2 Deskripsi
Natrium (Na) adalah kation utama dalam cairan
ekstraseluler, dan memiliki efek menahan air. Jika terdapat
kalium natrium di dalam cairan ekstraseluler, akan lebih
banyak air yang direabsorpsi dari ginjal.
Natrium memiliki berbagai fungsi tersebut antara
lain unruk membantu mempertahankan cairan tubuh.
Bertanggung jawab terhadap konduksi implus
neuromuskular melalui pompa natrium (natrium masuk ke
dalam sel pada kalium keluar untuk proses aktivitas
seluler), natrium juga terlibat dalam aktivitas enzim, dan
mengatur keseimbangan asam-basa dengan cara
menggabungkan ion klorida atau bikarbonat.
Tubuh memerlukan kira-kira 2 samapi 4 g natrium
setiap hari. Orang amerika biasanya mengonsumsi natrium
per hari kira-kira 6 sampai 12 g (90 samapai 240 mEq/I)
dalam bentuk garam (NaCI) satu sendok teh garam
mengandung 2,3 g natrium.
Istilah untuk ketidak seimbangan natrium adalah
hiponatrium (defisit natrium serum). Jika kadar natrium
serum adalah 125 mEq/I, harus dipertimbangkan
penggantian natrium dengan cairan salin normal (NaCI
0,9%), dan jika kadar natrium serum adalah 115 mEq/I atau
lebih rendah, larutan saling pekat (NaCI 3% atau 5 %)
dapat dipesan. Pada saat melakukan penggantian dengan
cepat terhadap hilangnya natrium, hal tersebut harus
disertai dengan pengkajian terhadap hidrasi yang
berlebihan.
5.1.2.3 Tujuan
a) Untuk memantau kadar natrium
b) Untuk mendeteksi terjadinya ketidak seimabangan
natrium (hipo-atau hipernatrermia)
c) Untuk membandingkan kadar natrium dengan kadar
elektrolit lainnya (misalnya kalsium, kalium, klorida).
5.1.2.4 Masalah Klinis
a) Penurunan kadar: muntah, diare, penghisap lambung,
SIADH, infus D5W terus-menerus, cedera jaringan,
diet rendah natrium, luka bakar, penyakit ginjal yang
menyebabkan pengeluaran garam-garam. Pengaruh
obat: Diuretik (furosemide[Lasix], asam
etakrinik[Edecrin], tiazid,manntiol)
b) Peningkatan kadar: Dehidrasi, muntah dan diare
berat, GJK, hiperfungsi adrenal, diet tinggi
natrium,gagal hepatik. Pengaruh obat: sediaan
kortisone, antibiotik, laksatif, obat batuk.
5.1.2.5 Prosedur
a) Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung
bertutup merah atau hijau.
b) Tidak terdapat pembatasan asupan makanan atau
cairan. Jika klien mengonsumsi banyak makanan yang
mengandung tinggi garam selama 24 sampai 48 jam
terakhir, asupan ini harus dicatat dalam formulir
laboratorium dan pemberi layanan kesehatan harus
diberi tahu. Natrium jarang diperiksa secara terpisah,
tetapi lebih sering menjadi bagian dari pemeriksaan
elektrolit serum (misalnya natrium, kalium, klorida,
karbondioksida).
5.1.2.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Diet tinggi natrium
b) Obat diuretik yang kuat, senyawa kortison, berbagai
agens anti hipertensif, obat batuk.
5.1.2.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Penurunan kadar
a) Kaji untuk menemukan tanda dan hiponatremia
(misalnya ketakutan, ansietas, kedutan otot,
kelemahan otot, sakit kepala, takikardia, dan
hipotensi)
b) Ketahui bahwa kondisi hiponatremia yang terjadi
setelah pembedahan, dapat terjadi akibat SIADH.
Biasanya terjadi juga kelebihan sekresi hormon
antidiuretik selama sehari atau dua hari setelah
pembedahan, yang menyebabkan reabsorpsi air dari
ginjal serta pelarutan natrium.
c) Laporkan jika klien menerima infus D5 W selama
lebih dari 2 hari karena pemberian ini dapat
menyebabkan hiponatremia dan intoksikasi air. Cairan
per IV dengan dekstrosa ditambah dengan sepertiga
atau setengah larutan salin normal (0,33% sampai
0,45%) sering kali diberikan.
d) Pantau program pengobatan yang ditujukan untuk
mengatasi hiponatrema (misal pembatasn air, lauran
salin normal [0,9%] untuk memperbaiki kadar
natrium serum yang beriksar 120 sampai 130 mEq/l
serta pemberian cairan salin dengan kadar 3% atau
5% untuk mengatasi kadar natrium serum yang
kurang dari 115 mEq/l).
e) Pantau untuk menemukan tanda dan gejala hidrasi
berlebihan jika klien menerima cairan salin 3% atau
5% per intravena. Gejala hidrasi berlebihan, antara
lain batuk konstan dan bersifat teriritasi; dispnea;
kongesti vena leher dan tangan; serta rales dada.
f) Periksa berat jenis urine. Berat jenis <1,010 dapat
mengindikaiskan hiponatremia.
g) Periksa natrium serum dan hasil uji laboratorium
lainnya dan laporkan adanya perubahan elektrolit
serum. Kadar serum yang sangat rendah
mengharuskan uji tersebut diulang.
h) Irigasi slang nasogastrik dan luka dengan cairan salin
normal, bukan dengan air steril.
i) Ukur tanda vital untuk menentukan status jantung
selama hiponatremia.
j) Bandingkan kadar natrium serum dengan kadar
natrium urine. Kadar natrium serum yang rendah atau
normal dapat mengindikasikan retensi natrium atau
penurunan asupan natrium.
5.1.2.8 Penyuluhan Klien
Anjurkan klien tidak hanya meminum air putih. Anjurkan
klien meminum cairan dalam bentuk larutan (misalnya air
kaldu dan jus)

5.1.3 Clorida
5.1.3.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa : 95-105 mEq/I, 95-105 mmol/I (satuan SI)
b) Anak bayi baru lahir: 94-112 mEq/I. BAYI: 95-110
mEq/I. Anak: 98-105 mEq/I.
5.1.3.2 Deskripsi
Klorida merupakan anion yang paling banyak
ditemukan di cairan ekstra seluler. Klorida berperan penting
memepertahankan keseimabangan cairan tubuh, osmolalitas
cairan tubuh (dengan natrium), serta keseimabangan asam
basa. Ion ini bergabung dengan ion hidrogen untuk
menghasilkan kadar keasaman (asam hidroklorida
[hydrochloric acid, HCI) di lambung.
Untuk memepertahankan keseimabangan asam-
basa, klorida bersaing dengan karbonat untuk mendapatkan
natrium. Apabila cairan tubuh menjadi lebih asam, ginjal
mengompensasinya dengan mengkresikan klorida dan
natrium, dan bikarbohidrat direabsorpsi. Sebagai tambahan,
klorida saling memasuk dan keluar untuk bertukar dengan
karbonat.
Banyak klorida yang dicerna bergabung dengan
nantrium (natrium klorida [natrium choride, NaCI] atau
“garam”). Asupan klorida sehari-hari yang diperlukan
adalah 2 g. Istilah hipogloremia berarti berkurang klorida
serum, hiperkloremia berarti kelebihan kadar klorida serum.
5.1.3.3 Tujuan
Untuk memantau kadar klorida serum yang dikaitkan
dengan kadar kalium, natrium, serta keseimabangan asam-
basa.
5.1.3.4 Masalah Klinis
a) Penurunan kadar: muntah, pengisap gastrik,diare,
hipokalemia (penurunan kadar kalium), (penurunan
kadar natrium), diet rendah garam, cairan infus
dekstrona 5% dalam air (D,W) yang berkelanjutan.
b) Penurunan kadar: dehidrasi hipernatremia
(meningkatkan natrium) hiperparatiroitisme, kanker
lambung, mieloma multipelhipernatremia, kelenjar
adrenal, cerdas kepala, eklamsia.
5.1.3.5 Prosedur
a) Kumpulkan 3-5 ml darah vena pada tabung bertutup
merah atau hijau
b) Tidak ada pembatas asupan makanan atau minuman, uji
ini dapat dikombinasikan dengan uji yang lain. (contoh
untuk memeriksakan elektrolit serum) sehingga klien
harus berpuasa konfirmasi prosedur uji dengan bagian
laboratorium.
5.1.3.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
Obat (lihat pengaruh obat)
5.1.3.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Penurunan kadar
a) Kaji tanda dan gejala hipokloremia (rangsangan pada
sistem saraf dan otot yang berlebihan, (kedukan,
tremor) pernafasan dangkal dan labat, serta penurunan
tekanan darah akibat hilangnya cairan dan klorida).
b) Biarkan penjelasan kepada pemberi pelayanan
kesehatan bahwa klien sedang dalam pemberian terapi
dektrosa 5% dalam air per IV secara brkelanjutan
c) Pantau kadar kaliun atau natrium klorida sering kali
keluar bersama natrium dan kalium (volume yang
keluar sangat banyak disalurkan gas trointestinal).
Saat muntah ion kalium, hidrogen, dan klorida juga
ikut dimuntahkan keadaan ini dapat menyebabkan
alkolonis hipokloromik dan hipokalemik.
d) Amati gejala dehidrasi yang berlebihan jika klien
menerima beberapa cairan sedikit normal (NaCI
0,9%) untuk mengganti natrium dan klorida yang
hilang.
5.1.3.8 Penyuluhan Klien
a) Anjurkan klien tidak memenium banyak air biasa jika
ia mengalami kekurangan klorida serum. Anjurkan
klien menkonsumsi minuman yang mengandung
natrium dan klorida (air rebusan daging, jus tomat,
minuman kola)
b) Anjurkan klien menkonsumsi makanan dan minuman
yang menggandung tinggi klorida ( misalnya air
rebusan daging, makanan laut, susu, daging sapi, telur
dan garam meja)

Peningkatan Kadar

a) Kaji tanda dan gejala hiperkloremia (menyerupai


asidosis) kelamahan; letargi; dan pernapasan yang
dalam, cepat, dan terburu-buru.
b) Beri tahu pemberi layanan kesehatan jika klien
menerima cairan IV yang mengandung salin normal.
Kaji gejala hidrasi yang berlebihan.
c) Pantau berat badan dan asupan serta haluaran setiap
hari untuk memastikan retensi cairan yang sedang
terjadi apakah akibat kelebihan natrium dan klorida.

Penyuluhan Klien

a) Anjurkan klien tidak mengonsumsi minuman dan


makanan yang asin
b) Anjurkan klien agar tidak menggunakan pengocok
garam dan beberapa zat pengganti garam yang lain
c) Anjurkan klien membaca label karena beberapa
pengganti garam mengandung kalsium klorida atau
kalium klorida.

5.2 Magnesium
5.2.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa: 1,5-2,3 mEg/1, 1,8-3,0 mg.dl.
b) Anak: bayi baru lahir: 1,4-2,9 mEq/l. anak: 1,6-2,6 mEq/1.
5.2.2 Deskripsi
Magnesium adalah kation yang paling banyak terdapat
didalam sel (cairan intraseluler). Sepertiga dari totl magnesium
yang ditelan diabsorpsi melalui usus halus, dan sisanya berupa
magnesium yang dieksresikan melalui feses. Magnesium yang
telah diabsorpsi pada akhirnya diekskresikan melalui ginjal.
Seperti halnya kalium, natrium, dankalsium, magnesium
diperlukan untuk aktifitas neurumuskular. Magnesium
memengaruhi penggunaan kalium,kalsium, dan protein sehingga
jika terjadi deficit magnesium,seringakli terjadi juga disertai
dengan deficit kalium dan kalsium. Magnesiumjuga bertanggung
jawab terhadap transportasi natrium dan kalium melalui membrane
sel. Fungsi lain magnesium adalah aktivitasinya terhadap enzim
yang bermanfaat untuk metabolisme karbohidrat dan protein.
Magnesium ditemukan dihampir semua makanan sehingga
sulit di bagi individu yang melakukan diet normal untuk
mengalami defiseinsi magnesium. Kebutuhan asupan magnesium
harian untuk dewasa adalh 200 sampai 300 mg atau 0,2 sampai 0,3.
Kekurangan magnesium serum diistilahkan dengan
hipomagnesemia, da kelebihan magnesium serum diistilahkan
dengan hipermagnesemia.
5.2.3 Tujuan
a) Untuk mendeteksi keberadaan hipomagnesemia atau
hipermagnesemia.
b) Untuk memantau kadar magnesium apabila terdapat
kemungkinan pengeluaran magnesium.
5.2.4 Masalah Klinis
a) Penurunan Kadar : malnutrisi protein, malabsorbsi, sirosis
hati, alkoholisme, hipoparatiroidisme, hiperaldosteronisme,
hypokalemia (penurunan kalium), diare kronis, dehidrasi.
Pengaruh Obat : Diretik (merkuri, asam etakrinat), kalsium
glukonat, neomisin, insulin
b) Peningkatan Kadar : Dehidrasi berat, gagal ginjal, leukemia
(limfositik dan mielositik), diabetes mellitus (fase awal).
Pengaruh obat : Antasida (Maalox, Mylanta, Aludrox, DiGel),
Lakasatif (garam Epsom [MgSO4], susu magnesia, magnesium
sitrat).
5.2.5 Prosedur
a) Kumpulkan 3 – 5 m darah vena dalam tabung bertutup merah.
Cegah terjadinya hemolysis
b) Tidak terdapat pembatasan asupan makanan atau minuman
5.2.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Hipokalemia dan hipokelsemia akan menurunkan kadar
magnesium.
b) Obat : Laksatif dan antacid yang mengandung magnesium
dapat menyebabkan hipermagnesemia, ssedangkan obat
duretik, kalsium glukonat, serta insulin dapat menyebabkan
hipomagnesemia. Insulin dapat menyebabkan kekurangan
magnesium serum
5.2.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Penurunan kadar
a) Pantau untuk menemukan tanda dan gejala hipomagnesemia,
seperti gejala tetani (kedutan dan tremor, spasme karpopedal,
spastisitas generalisata), gelisah, konfusi, dan aritmia.
Iritabilitas neuromuskular dapat disalahartikan sebagai
hipokalsemia.
b) Periksa kadar kalium, natrium, kalsium, dan magnesium
serum. Kekurangan elektrolit dapat menyertai keadaan
kekurangan magnesium. Jika terjadi hipokalemia dan
hipomagnesemia, suplemen kalium tidak akan sepenuhnya
mengatasi keadaan kekurangan kalium, sampai keadaan
kekurangan magnesium dapat diatasi.
c) Periksa untuk menemukan tanda Chvostek positif dengan cara
menepuk nervus fasialis di depan telinga dan pantau apabila
terdapat spasme pada pipi dan kedutan di ujung bibir.
d) Laporkan kepada pemberi layanan kesehatan jika klien telah
dipuasakan dan telah menerima cairan IV, tanpa tambahan
garam magnesium selama berminggu-minggu. Larutan
hiperalimentasi harus mengandung magnesium.
e) Pada klien yang menerima obat digitalis bila terjadi intoksikasi
digitalis (anoreksia, mual, muntah, bradikardia). Kekurangan
ion magnesium dapat meningkatkan kerja digitalis sehingga
menyebabkan toksisitas digitalis.
f) Kaji fungsi ginjal klien jika klien menerima suplemen
magnesium. Kelebihan magnesium diekskresikan melalui
ginjal.
g) Kaji adanya perubahan dalam elektrokardiografik. Gelombang
T yang mendatar atau terbalik dapat mengindikasikan keadaan
hipomagnesemia. Gambaran ini dapat juga mengindikasikan
terjadinya hipokalemia.
h) Berikan magnesium sulfat per IV pada larutan secara perlahan
untuk mencegah rasa panas atau kemerahan yang memancar di
pipi.
i) Sediakan kalsium glukonat per IV untuk mengatasi
hipermagnesemia yang terjadi akibat koreksi magnesium yang
berlebihan. Kalsium mengantagoniskan efek sedatif
magnesium.
5.2.8 Penyuluhan Klien
Jelaskan kepada klien untuk mengonsumsi makanan yang tinggi
kandungan magnesium (ikan, makanan laut, daging, sayuran
berdaun hijau, gandum, dan kacang-kacangan).
Peningkatan kadar
a) Pantau untuk menemukan tanda dan gejala hipermagnesemia,
seperti kemerahan yang memancar di wajah, perasaan hangat,
peningkatan perspirasi (dengan kadar magnesium pada nilai 3
sampai 4 mEq/l), kelemahan otot, melemahnya refleks, gawat
pernapasan, hipotensi, efek sedatif (dengan kadar magnesium
antara 9 sampai 10 mEq/l).
b) Pantau haluaran urine. Haluaran urine efektif (>750 ml per
hari) akan menurunkan kadar magnesium serum.
c) Kaji tingkat sensorium dan aktivitas otot pada klien.
d) Kaji perubahan EKG. Penemuan gelombang T yang meninggi
dan kompleks QRS yang melebar dapat mengindikasikan
terdapatnya hiperkalemia (peningkatan kalium) dan
hipermagnesemia sehingga kadar kalium dan magnesium
serum harus diperiksa
e) Berikan cairan yang adekuat untuk memperbaiki fungsi ginjal
dan untuk mengembalikan cairan tubuh. Dehidrasi dapat
menyebabkan hemokonsentrasi, dan akibatnya dapat terjadi
kelebihan magnesium.
f) Pantau apakah terdapat intoksikasi digitalis apabila klien
menerima kalsium glukonat untuk mengatasi
hipermagnesemia. Kelebihan kalsium dapat meningkatkan
kerja digitalis.

Penyuluhan Klien

Anjurkan klien untuk tidak menggunakan obat laksatif dan


antasida yang mengandung magnesium, secara terus-menerus.
Anjurkan klien memeriksa label obatnya.

5.3 Kalsium
5.3.1 Nilai Rujukan
a) Ca total dewasa: 4,5-5,5 mEq/l, 9-11 mg/dl, 2,3-2,8 mmol/l
(satuan SI).
b) Ca terionisasi: 4,25-5,25 mg/dl, 2,2-2,5 mEq/l, 1,1-1,24
mmol/l.
c) Anak: Bayi baru lahir: 3,7-7,0 mEq/l, 7,4-14,0 mg/dl. Bayi:
5,0-6,0 mEq/l, 10-12 mg/dl. Anak: 4,5-5,8 mEq/l, 9-11,5
mg/dl.
5.3.2 Deskripsi
Kalsium paling banyak ditemukan dalam tulang dan gigi.
Sekitar 50% dari jumlah totalnya terionisasi, dan hanya kalsium
terionisasi ini yang dapat digunakan oleh tubuh. Protein dan
albumin dalam darah berikatan dengan kalsium sehingga
mengurangi jumlah kalsium terionisasi yang bebas. Kadar kalsium
terionisasi dapat ditentukan dengan menggunakan rumus yang
mengestimasi kalsium terionisasi dari kadar kalsium total. Rumus
ini masih dalam perdebatan. Hanya sedikit laboratorium yang
memiliki peralatan untuk mengukur kadar kalsium terionisasi-
serum. Pada asidosis, terdapat banyak kalsium yang terionisasi,
berapa pun kadar serumnya, sedangkan pada keadaan alkalosis,
sebagian besar kalsium berikatan dengan protein dan tidak dapat
diionisasi.
Kadar kalsium-terionisasi serum (serum-ionized calcium,
iCa) tidak dipengaruhi oeh perubahan yang terjadi dalam
konsentrasi protein/albumin serum, dan kadar ini lebih
mencerminkan metabolisme kalsium dari pada nilai total kalsium.
Penurunan kadar kalsium terionisasi, <2,2 mEq/l atau 4,25 mg/dl,
mungkin akan menyebabkan iritabilitas neuromuskular atau gejala
tetani (kesemutan, kedutan, kontraksi spasmodik).
Kalsium diperlukan untuk transmisi impuls saraf serta
untuk kontraksi otot miokardium dan otot rangka. Ion ini
menyebabkan pembekuan darah dengan cara mengubah
protrombin menjadi trombin. Ion ini juga memperkuat membran
kapiler. Jika terjadi kekurangan kalsium, permeabilitas kapiler akan
meningkat sehingga cairan dapat menembus kapiler.
Kadar kalsium serum yang rendah disebut hipokalsemia,
dan yang tinggi disebut hiperkalsemia. Ketidakseimbangan
kalsium membutuhkan tindakan yang segera karena kekurangan
kalsium serum dapat menyebabkan gejala tetani, kecuali jika
asidosis juga terjadi , sementara kelebihan kalsium serum dapat
menyebabkan distrimia jantung.
5.3.3 Tujuan
a) Untuk memantau kadar kalsium serum berlebih atau kurang.
b) Untuk memantau kadar kalsium
c) Untuk mendeteksi ketidakseimbangan kalsium.
5.3.4 Masalah Klinis
a) Penurunan kadar: diare, malabsorpsi kalsium dari saluran
gastrointestinal (GI), infeksi yang meluas, luka bakar, kurang
asupan kalsium dan vitamin D, hipoparatiroidisme, gagal
ginjal kronis akibat retensi fosfor, alkoholisme, pankreatitis.
Pengaruh obat: preparat kortison, antibiotik (gentamisin,
metisilin), produk magnesium (antasid), laksatif (penggunaan
yang berlebih), heparin, insulin, mitramisin, asetazolamid
(Diamox).
b) Peningkatan kadar: hipervitaminosis D; hiperparatiroidisme,
neoplasma ganas pada tulang, paru-paru, payudara, kandung
kemih, atau ginjal; mieloma multipel; imobilisasi yang
berkepanjangan; fraktur multipel; kulkulus ginjal; olahraga;
alkoholisme (kecanduan alkohol); sindrom milkalkali.
Pengaruh obat: antasid alkalin, preparat estrogen, garam
kalsium,vitamin D.
5.3.5 Prosedur
a) Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung bertutup
merah.
b) Tidak ada pembatasan asupan makanan ataupun minuman,
kecuali uji SMA12 atau uji kelompok sejenis yang
diinstruksikan.
5.3.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Obat (lihat pengaruh obat) dapat menyebabkan kelebihan atau
kekurangan kalsium.
b) Diet rendah atau tinggi kalsium dan vitamin D dapat
memengaruhi temuan.
c) Larutan salin IV (NaCl) dapat meningkatkan kehilangan
kalsium.
5.3.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Penurunan kadar
a) Amati untuk menemukan tanda dan gejala hipokalsemia
(misalnya gejala tetani, kedutan otot dan tremor, spasme
laring, paratesia [kesemutan dan kebas pada jari tangan],
spasme wajah dan kontraksi spasmodik).
b) Pantau kadar kalsium serum dan laporkan temuan yang
abnormal kepada doketer, terutama jika tampak gejala tetani.
c) Kaji untuk menemukan tanda Chvostek dan Trousseau positif
yang diakibatkan oleh hipokalsemia. Untuk mendapatkan
tanda Chvostek yang positif, tepuk area di depan telinga dan
amati apakah terdapat spasme pada pipi dan di ujung bibir.
Untuk mendapatkan temuan Trousseau positif, gembungkan
manset tekanan darah dan pasangkan selama beberapa menit,
dan amati apakah terdapat spasme-spasme jari tangan.
d) Berikan suplemen kalsium per oral sebelum makan atau 1
sampai 1½ jam setelah makan.
e) Amati untuk menemukan gejala hipokalsemia jika klien
menerima tranfusi darah bersitrat secara masif. Sitrat dapat
menghalangi ionisasi kalsium sehingga kadar kalsium serum
dapat terpengaruh.
f) Pantau keteraturan frekuensi nadi jika klien menerima preparat
digitalis dan suplemen kalsium. Kalsium berlebih dapat
meningkatkan kerja digitalis, dan dapat menyebabkan
tokisisitas digitalis (mual, muntah, anoreksia, bradikardia-
aritmia).
g) Berikan cairan per IV yang berisikan kalsium glukonat 10%
secara perlahan. Kalsium harus diberikan dalam air yang
mengandung dekstrosa 5%, dan bukan dalam larutan salin
karena natrium dapat meningkatkan kehilangan kalsium.
Kalsium jangan ditambahkan dalam larutan yang mengandung
bikarbonat karena akan terjadi presipitasi yang cepat.
h) Pantau elektrokardiogram selama terjadi hipokalsemia untuk
melihat segmen ST dan interval QT yang memanjang.
5.3.8 Penyuluhan Klien
a) Anjurkan klien tidak mengonsumsi obat antasid dengan dosis
berlebih dan mencegah kebiasaan mengonsumsi laksatif terus-
menerus. Konsumsi antasid tertentu yang berlebih dapat
menyebabkan alkalosis dan mengurangi kadar kalsium
terionisasi. Selain itu, kebanyakan antasid mengandung
magnesium yang dapat menurunkan kadar kalsium serum.
Kebanyakan laksatif mengandung fosfat (fosfor) yang
memiliki efek berlawanan dengan kalsium sehingga
menyebabkan kalsium hilang. Penggunaan laksatif kronis akan
mengurangi absorpsi kalsium dari saluran GI. Sebaiknya
perbanyak konsumsi buah untuk memperlancar defekasi.
b) Anjurkan klien mengonsumsi makanan yang mengandung
tinggi kalsium, seperti susu dan produk susu, dan/ atau
makanan tinggi protein. Protein dibutuhkan untuk
meningkatkan absorpsi kalsium.
c) Ajarkan klien penderita hipokalsemia untuk mencegah
hiperventilasi dan tidak menyilangkan tungkainya karena dapat
menyebabkan gejala tetani.

Peningkatan kadar
a) Amati untuk menemukan tanda dan gejala hiperkalsemia
(misalnya letargi, mual, dan muntah).
b) Lakukan olahraga aktif dan pasif dengan sering bagi klien tirah
baring. Hal ini akan mencegah hilangnya kalsium dari tulang.
c) Identifikasi gejala toksisitas digitalis jika klien mengalami
peningkatan kadar kalsium serum dan sedang mengonsumsi
obat digitalis.
d) Beri tahu dokter jika klien menerima obat diuretik tiazid
karena obat ini akan menghambat ekskresi kalsium dan
menyebabkan hiperkalsemia.
e) Pantau pH urine. Garam kalsium lebih dapat larut dalam urine
asam (pH < 6,0) daripada dalam urine basa.
f) Hati-hati dalam menangani klien yang sudah lama mengalami
hiperkalsemia dan demineralisasi tulang untuk mencegah
fraktur patalogis.

Penyuluhan klien

a) Anjurkan klien tidak mengonsumsi makanan tinggi kalsium,


dan sebaiknya banyak bergerak jika memungkinkan, dan
meningkatkan asupan cairan oral. Peningkatan asupan cairan
dapat mengencerkan kalsium dalam serum dan urine sehingga
mencegah pembentukan kalkuli.
b) Anjurkan klien mengonsumsi makanan asam, seperti jus
cranberry, daging, ikan, unggas, telur, keju, dan sereal, untuk
menjaga urine tetap asam.
LEMAK
6.1 LDL Kolesterol
6.1.1 Nilai Rujukan
a) Deawasa: Ttal: 400-800 mg/dl, 4-8 g/l (satuan SI). Koletrol:
150-240 mg/dl. (lihat tentang uji kolestrol). Trigliserida: 10-
190 mg/dl (lihat tentang uji trigliserida. Fosfolipid: 150-380
mg/dl. LDL: 60-160 mg/dl. Risiko CHD: Tinggi: >160 mg/dl.
Sedang:130-159 mg/dl. Rendah: <130 mg/dl. Diinginkan: 100
mg/dl. HDL: 29-77 mg/dl. Risiko CHD Tinggi: <35 mg/dl.
Sedang: 35-45 m/g/dl
b) Anak: lihat tentang kolestrol dan trigliserida.
6.1.2 Deskripsi
Lipoprotein adalah lipid yang berikatan dengan protein,dan
tiga lipoprotein yang utama adalah kolestrol,trigliserida,dan
fosfolipid. Dua fraksi lipoprotein-alfa,lipoprotein densitas tinggi
(high density lipoprotein HDL) dan beta (B), lipoprotein densitas
rendah (kilomikron,very lote density,lipoprotein,VLDL;low
density lipoprotein,LDL)-dapat dipisahkan dengan elektroforesis.
Kelompok beta merupakan kontributor terbesar terjadinya
aterosklerosis serta penyakit arteri koroner. HDL,yang disebut
dengan “lemak baik” , terdiri atas 50% protein dan membantu
dalam mengurangi deposit lemak di pembuluh darah.
Peningkatan lipoprotein (hiperlipidemia atau
hiperlipoproteinemia) dapat difenotipkan lagi menjadi lima jenis
utama (I,IIA, dan IIB,III,IV,V)
6.1.3 Tujuan
a) Untuk mengidentifikasi klien yang menderita
hiperlipoproteinemia
b) Untuk membedakan antarfenotip lipidemia
c) Untuk memantau jumlah lipid pada klien yang menderita
hiperlipidemia
6.1.4 Klasifikasi

Kelas Komposisi Kolestrol Trigliserida Fosfolipid


Subgroup protein (%) (%) (%) (%)
Lipoprotein
Kilomikron 2 3 90 5
Densitas 10 10 70 10
sangat rendah
(vdl,pra beta)
Densitas 25 45 10 20
rendah
(LDL,BETA)
Densitas tinggi 50 20 Trace 30
(HDL,alfa)

6.1.5 Masalah Klinis


a) Penurunan Kadar : penyakit tangier, PPOM. Pengaruh obat :
lihat kolesterol dan trigliserida
b) Peningkatan Kadar : hiperlipoproteinemia, MCI akut,
hipotiroidisme, diabetes mellitus, sindrom nefrotik, eklampsia,
sirosis Laennec, myeloma multiple, diet (tinggi kadar lemak
tersaturasi). Pengaruh obat : lihat kolesterol dan trigliserida.
6.1.6 Prosedur
a) Klien diharuskan berpuasa,kecuali masih diperbolehkan
minum air selama 12 sampai 14 jam sebelum uji dilakukan.
Klien harus mempelajari diet seperti biasanya selama 3 hari
sebelum uji. Tidak diperbolehkan mengonsumsi alkohol
selama 24 jam.
b) Kumpulkan 7 sampai 10 ml darah vena dalam tabung bertutup
merah.
6.1.7 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Diet yang mengandung tinggi lemak tersaturasi dan gula dapat
meningkatkan temuan uji.
b) Obat tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar
lipoprotein serum (lihat masalah klinis,pengaruh obat untuk
kolestrol dan trigliserida).
6.1.8 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Periksa kadar kolestrol,trigliseria LDL,dan HDLserum. Hasil yang
didapat berguna untuk tujuan penyuluhan dan untuk menjawab
pertanyaan klien.
6.1.9 Penyuluhan Klien
a) Anjurkan klien yang menderita hiperlipoproteinemia untuk
menghindari makanan yang mengandung tinggi lemak
tersaturasi dan gula (mis,daging babi,krim,mentega,daging
berlemak,dan permen).
b) Jawab pertanyaan klien mengenai resiko CAD yang berkaitan
dengan LDL danHDL.

6.2 Trigliserida
6.2.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa: Usia 12 sampai 29 tahun: 10-140 mg/dl. Usia 30
sampai 39 tahun 20-150 mg/dl. Usia 40 sampai 49 tahun: 30-
160 mg/dl. Usia > 50 tahun: 40-190 mg/dl; 0,44-2,09 mmol/1
(satuan SI).
b) Anak: bayi: 5-40 mg/dl. Anak: 5-11 tahun: 10-135 mg/dl.
6.2.2 Deskripsi
Trigliserida merupakan lemak darah dibentuk oleh
esterifikasi gliserol dan tiga asam lemak,yang dibawa oleh
lipoprotein serum. Proses pencernaan trigleserida dari asam lemak
dalam diet (eksogenus), dan diantarkan ke aliran darah sebagai
kilomikron (droplet lemak kecil yang diselubungi protein),yang
memberikan tampilan seperti susu atau krim pada serum setelah
mengonsumsi makanan yang tinggi kandungan lemaknya. Hati
juga bertanggung jawab atas pengolahan trigliserida, tetapi
trigliserida tidak mengalami pengantaran seperti yang dilakukan
kilomikron. Sebagian besar trigliserida disimpan sebagai lemak
dalam jaringan adiposa. Fungsi trigliserida adalah memberikan
energi pada otot jantung dan rangka.
Trigliserida merupakan penyebab utama terjadinya penyakit
arteri dan sering dibandingkan dengan kolestrol melalui uji
elektroforesis lipoprotein. Pada saat konsentrasi trigliserida
meningkat,lipoprotein densitas sangat hiperlipoproteinemia.
Asupan alkohol dapat menyebabkan peningkatan sementara kadar
trigliserida serum.
6.2.3 Tujuan
a) Untuk memantau kadar trigliserida
b) Untuk membandingkan temuan uji dengan kelompok
lipoprotein (VLDL) yang mengindikasikan hiperlipemia.
6.2.4 Masalah Klinis
a) Penurunan Kadar: B-lipoproteinemia
kongenital,hipertiroidisme,hiperparatiroidisme,malnutrisi
protein,latihan fisik. Pengaruh Obat: Asam askorbat,klofibrat
(Atromid-S), fenformin,metformin.
b) Peningkatan Kadar: Hiperlipoproteinemia, infark miokardial
akut,hipertensi,trombosis serebral,hipotiriodisme,sindrom
nefrotik,arteriosk;erosis,sirosis laennec atau alkoholik,diabetes
militus tak terkontrol,pankreatilis,sindrom down,stres,diet
tinggi karbohidrat, kehamilan. Pengaruh obat :
Estrogen,kontrasepsi oral.
6.2.5 Prosedur
a) Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung bertutup
merah.
b) Klien harus berpuasa (makan,minuman,atau obat) setelah
pukul 6 sore sebelum uji dilakukan, kecuali air. Pemberian
obat harus ditunda sampai darah selesai diambil. Klien harus
menjalani diet normal selama beberapa hari sebelum
pengujian. Klien tidak diperbolehkan mengonsumsi minuman
beralkohol selama 24 jam sebelum uji dilakukan.
c) Catat pada formulir laboratorium jika berat badan klien
bertamabh atau berkurang dalam 2 minggu terakhir.
6.2.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
Diet tinggi karbohidrat dan alkohol dapat meningkatkan kadar
trigliserida serum.
6.2.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
Peningkatan Kadar
a) Kaitkan antara masalah klinis dan penggunaan obat dengan
peningkatan kadar trigliserida serum. Jika kadar trigliserida
dan/atau kadar kolestrol meningkat, uji elektroforesis
lipoprotein sering kali dipesan untuk dilakukan.
b) Periksa untuk menentukan apakah pemeriksaan elektroforesis
lipoprotein telah dipesankan. Pemeriksaan ini sering dilakukan
jika kadar trigliserida meningkat.
6.2.8 Penyuluhan Klien
a) Beritahu klien bahwa ia tidak boleh memakan atau meminum
apa pun,kecuali hanya meminum air putih selama 12 sampai
24 jam sebelum uji dilakukan. Klien harus menghindari asupan
alkohol selama 24 jam. Tunda pemberian obat sampai uji
selesai dilakukan. Konfirmasikan hal ini kepada pemeberi
layanan kesehatan dan petugas laboratorium.
b) Beritahu klien yang memiliki kadar trigliserida serum tinggi
untuk tidak mengonsumsi gula dan karbohidrat dalam jumlah
berlebih, begitu juga halnya dengan asupan lemak dalam diaet.
Klien harus dianjurkan untuk mengonsumsi buah.

6.3 Kolesterol
6.3.1 Nilai Rujukan
a) Dewasa: Nilai ideal: <200 mg/dl. Risiko sedang: 200 – 240
mg/dl. Risiko Tinggi: >240 mg/dl. Kehamilan: kadar berisiko
tinggi, tetapi akan kembali ke kadar seperti sebelum
kehamilan, yaitu 1 bulan setelah pelahiran.
b) Anak: Bayi: 90-130 mg/dl. Anak (usia 2-19 tahun): Nilai ideal:
130-170 mg/dl. Risiko sedang: 171-184 mg/dl. Risiko tinggi:
>185 mg/dl.
6.3.2 Deskripsi
Kolestrol merupakan lemak darah yang disentesis dihati
serta ditemukan dalam sel darah merah, membran sel, dan otot.
Kira-kira sebanyak 70% kolestrol diesterifisikan (dikombinasi
dengan asam lemak), serta 30% dalam bentuk bebas. Kolestrol
digunakan tubuh untuk membentuk garam empedu sebagai
fasiliator pencernaan lemak dan untuk pembentukan hormon oleh
kelenjar adrenal,ovarium,dan testis. Hormon tiroid dan estrogen
dapat menurunkan konsentrasi kolestrol,serta sebaliknya tindakan
pembedahan ooforektomi,meningkatkan konsentrasinya.
Kolestrol serum digunakan sebagai indikator penyakit arteri
koroner dan aterosklerosis .hiperkolesterolemia menyebabkan
penumpukan plak di arteri koroner sehingga dapat menyebabkan
MCI. Kadar kolestrol serum yang tinggi dapat berhubungan
dengan kecenderungan genetik (herediteri) obstruksi bilier,
dan/atau asupan diet. Lebih kiurang sepertiga dan masyarakat di
amerika memiliki kadar kolestrol serum dibawah 200mg/dl, kadar
ini merupakan kadar ideal.
6.3.3 Tujuan
a) Untuk memeriksa kadar kolestrol klien
b) Untuk memantau kadar kolestrol
6.3.4 Masalah Klinis
a) Penurunan kadar : Hipertiroidisme,sindrom cushing (hormon
adrenal yang berlebih),kelaparan,malabsorpsi,anemia,infeksi
akut. Pengaruh obat antilipid
(zocor,mevacor,lipitor),tiroksin,antibiotik
(kanamisin,neomisin,parmomisin,tetrasiklin),asam nikotinat,
estrogen,glukagon,heparin,salisilat (aspirin),kolkisin,obat
hipoglikemik per oral.
b) Peningkatan kadar : MCI
akut:aterosklerosis:hipotiroidisme;obstruksi bilier,sirosis
bilier;kolangitis,hiperkolesterolemia keluarga;diabetes melitus
yang tidak terkontrol;sindrom
nefrotik;pankreatektomi;kehamilan (trimester III)
hiperlipoproteinemia tipe II,III, dan V; periode setres berat;diet
kolestrol tinggi (lemak hewani). Pengaruh obat :
aspirin,kortikosteroid,steroid,kontrasepsi oral, epinefrin dan
norepinefrin bromida,fenotiazin (klorpromazin [thorazine],
trifluoperazin [stelazine],vitamin A dan D,sulfonamid,fenitoin
(dilantin).
6.3.5 Prosedur
a) Jelaskan pada klien untuk puasa (makanan,cairan,dan obat)
selama 12 jam. Klien diperbolehkan minum.
b) Kumpulkan 3-5 ml darah vena pada tabung bertutup merah.
Cegah terjadinya hemolisis.
c) Catat penggunaan obat yang dikonsumsi klien yang tidak
terdaftar pada formulir laboratorium.
6.3.6 Faktor yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
a) Obat aspirin dan kortison dapat menyebabkan penurunan atau
peningkatan kadar kolestrol serum.
b) Diet tinggi kolestrol yang dikonsumsi sebelum pemeriksaan
dapat menyebabkan peningkatan kadar kolestrol serum.
c) Hipoksia berat dapat meningkatkan kadar kolestrol serum.
d) Himolisis pada spesimen darah dapat menyebabkan
peningkatan kadar kolestrol serum.
6.3.7 Implikasi Keperawatan dan Rasional
a) Jelaskan pada klien dan keluarganya tentang persepsi
mengenai kadar kolestrol serum normal dan efek yang timbul
jika kadar kolestrol meningkat.
b) Anjurkan klien menurunkan beart badannya jika kegemukan
dan mengalami hiperkolesterolemia. Penurunan berat badan
pada obesitas dapat membantu menurunkan kadar kolestrol
serum.
c) Anjurkan klien yang menderita hiperkolesteromia untuk
mengurangi asupan makanan tinggi kolestrol (mis,daging babi
asap,telur,mentega,daging berlemak,makanan laut
tertentu,kelapa, dan coklat).
d) Instruksikan klien yang menderita hiperkolestromia berat
untuk mematuhi jadwal kunjungan medisnya guna perawatan
lanjut.
6.3.8 Penyuluhan Klien
a) Jelaskan pada klien dan keluarganya tentang persepsi
mengenai kadar kolesterol serum normal dan efek yang timbul
jika kadar kolesterol meningkat
b) Anjurkan klien menurunkan berat badannya jika kegemukan
dan mengalami hiperkolesterolemia. Penurunan berat badan
pada obesitas dapat membantu menurunkan kadar kolesterol
serum
c) Anjurkan klien yang menderita hiperkolesterolemia untuk
mengurangi asupan makanan tinggi kolesterol (mis. Daging
babi asap, telur, mentega, daging berlemak, makanan laut
tertentu, kelapa dan coklat)
d) Instruksikan klien yang menderita hiperkolesterolemia berat
untuk mematuhi jadwal kunjungan medisnya guna perawatan
lanjut
DAFTAR PUSTAKA

Kee, Joyce LeFever. 1997. Buku Saku : Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik
dengan implikasi Keperawatan Edisi 2. Jakarta : EGC
Kee, Joyce LeFever. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik
Edisi 6. Jakarta : EGC
TABUNG VACUTAINER

No Gambar Warna Zat Additive Efek Penggunaan Volume


Penutup yang Terhadap Tabung
Tabung terkandung Spesimen
1 Merah Tidak Ada Membeku- Pemeriksan 4 ml
kan darah, kimia, 6 ml
10 ml
dan serum imunologi
dipisahkan dan seriologi,
dengan bank darah
sentrifuga- (crossmatch)
si
2 Merah Potassium Membent- Pemeriksaan 7 ml
muda EDTA uk garam imuno
(pink) kalsium hematologi

3 Emas Gel pemisah Serum Serologi, 3,5 ml


(kekuni- dan Separator endokrin, 5 ml
immunology, 8,5 ml
ngan) activator Tube
termasuk
bekuan (SST) gel HIV
pada dasar
tabung
untuk
memisah-
kan darah
dari serum
melalui
sentifugasi
4 Hijau Tabung Antikogul- Pemeriksaan 4 ml
muda pemisah an dengan kimia darah 4,5 ml
3 ml
serum (Na glithum
Heparin) heparin;
Plasma
dipisahkan
oleh gel
PSR
didasar
tabung
5 Hijau Sodium Menginak- Ammonania, 1 ml
gelap heparin / tifkan lactate, HKA 2 ml
3,5 ml
lithium thrombin typing untuk
5 ml
heparin dan kadar lithum, 8 ml
trombo gunakan
plastin sodium
heparin untuk
kadar
ammonia
6 Biru Sodium Membent- Toxicology 1,8 ml
gelap heparin uk garam dan jejak 2,7 ml
garam 4,5 ml
(Na2 pengujian
kalsium (full
EDTA) forms elemen (zinc,
draw)
calcium copper, lead,
salts
mercury) dan
tabung
dirancang uji tingkat
untuk obat
tidak
mengand-
ung
kontamina
si metal-
metal
7 Kuning Media Menjaga Pemeriksaan 10 ml
hitam biakan kelangsun- mikrobiologi-
bagian bakteri gan hidup aerob dan
atas mikroorg- jamur
anisme

8 Coklat Sodium Menginak- Penetapan 7 ml


terang heparin tifkan tembaga (Cu)
thrombin dalam serum
dan
trombo
plastin

9 Jingga Trombin Membeku- Pemeriksaan 5 ml


kan darah kimia serum
secara
CITO
cepat

10 Putih Potassium Membent- Pemeriksaan 7 ml


EDTA uk garam molekuler/CP
kalsium R dan DNA

11 Kuning ACD (acid- Inaktivasi HLA penulis 3,5 ml


citrate- komplem- jaringan, 5 ml
8,5 ml
dextrose) en studi DNA
12 Kelabu Natrium Menginak- Glukosa, 2 ml
terang florida dan tifkan paternity 3 ml
komplem-
kalisum testing, studi
en
oxlete DNA

13 Lavend- EDTA Membent- Hematologi 1 ml


er / ungu (bentuk uk garam (darah rutin) 2 ml
3 ml
cair) kalsium dan bank
4 ml
untuk darah 6 ml
mengelua- (crossmatch) 8 ml
rkan
kalsium

14 Biru Sodium Membent- Tes-tes 2 ml


muda citrate (Na uk garam koagulasi
citrate) kalsium (PT. PTT
untuk ,TCT, CMV),
mengelua- tabung harus
rkan terisi penuh
kalsium 100%

15 Merah Tabung Cepat Penyalinan 7,5 ml


kelabu pemisah membent- golongan 8,5 ml

berbintik serum uk bekuan darah dan


(tiger dengan dan pemeriksaan
top) activator memisah- kimia
bekuan kan serum
dengan gel
SST pada
dasar
lubang
16 hitam Sodium Membantu LED 2 ml
citrate garam westergen,
kalsium
(buffered) perlu mengisi
untuk
mengelua- tabung
rkan sampaipenuh
kalsium

Anda mungkin juga menyukai