Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

KASUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


DRUG ERUPTION

DIAJUKAN DALAM RANGKA PRAKTIK DOKTER INTERNSIP SERTA


SEBAGAI BAGIAN PERSYARATAN MENYELESAIKAN PROGRAM INTERNSIP DI
RS MARSUDI WALUYO, SINGOSARI, KAB. MALANG

Diajukan kepada:
dr. Krisna Ariaputra, Sp.KK
dr. Anita Mardiana K.
dr. Vika Cahyani Yoningsih

Disusun oleh:
dr. Natalia Yuwono

RS MARSUDI WALUYO SINGOSARI


KABUPATEN MALANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
KASUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
DRUG ERUPTION

DIAJUKAN DALAM RANGKA PRAKTIK DOKTER INTERNSIP SERTA


SEBAGAI BAGIAN PERSYARATAN MENYELESAIKAN PROGRAM INTERNSIP DI
RS MARSUDI WALUYO, SINGOSARI, KAB. MALANG

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal : 25 September 2019

Oleh :
Dokter Penanggung Jawab Pasien

dr. Krisna Ariaputra, Sp.KK

i
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
KASUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
DRUG ERUPTION

DIAJUKAN DALAM RANGKA PRAKTIK DOKTER INTERNSIP SERTA


SEBAGAI BAGIAN PERSYARATAN MENYELESAIKAN PROGRAM INTERNSIP DI
RS MARSUDI WALUYO, SINGOSARI, KAB. MALANG

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal : 25 September 2019

Oleh :
Dokter Pendamping Unit Rawat Jalan dan Unit Rawat Inap

dr. Anita Mardiana K.

ii
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
KASUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
DRUG ERUPTION

DIAJUKAN DALAM RANGKA PRAKTIK DOKTER INTERNSIP SERTA


SEBAGAI BAGIAN PERSYARATAN MENYELESAIKAN PROGRAM INTERNSIP DI
RS MARSUDI WALUYO, SINGOSARI, KAB. MALANG

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal : 25 September 2019

Oleh :
Dokter Pendamping Unit Gawat Darurat

dr. Vika Cahyani Yoningsih

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Semesta Alam atas bimbingan-
Nya sehingga penulis telah berhasil menyelesaikan portofolio laporan kasus yang
berjudul “DRUG ERUPTION”. Dalam penyelesaian portofolio laporan kasus ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Krisna Ariaputra, Sp. KK selaku dokter penanggung jawab pasien
2. dr. Anita Mardiana K. selaku dokter pendamping unit rawat jalan dan unit
rawat inap
3. dr. Vika Cahyani Yoningsih selaku dokter pendamping unit gawat darurat
4. Serta paramedis yang selalu membimbing dan membantu penulis
Portofolio laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan
kerendahan hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan
saran dan kritik yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat menambah
wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, 25 September 2019

Penulis

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

Alergi adalah salah satu penyakit yang sering dijumpai di masyarakat.


Alergi merupakan suatu kondisi reaksi hipersensitivitas yang terjadi ketika sistem
imun bekerja secara berlebihan terhadap bahan yang umumnya tidak menimbulkan
reaksi pada orangnormal. Bahan penyebab alergi disebut alergen yaitu misalnya
debu, jamur, tungau, bulu binatang, atau makanan, seperti kacang-kacangan, telur,
kerang, ikan dan susu.

Diperkirakan 10-20% penduduk di dunia pernah atau sedang menderita


penyakit tersebut. Lebih dari 25% populasi di negara industri menderita alergi.
Berdasarkan data dari Asthma and Allergic Foundation of America, alergi
menempati urutan ke enam sebagai pencetus dari penyakit kronisdi Amerika.

Setiap individu memiliki sistem imun yang berbeda. Semakin lemah sistem
imun seseorang maka orang tersebut semakin rentan untuk terkena penyakit. Efek
paparan allergen pun bervariasi dari satu individu terhadap individu lainnya.
Kondisi alergi ditandai oleh beberapa gejala seperti gatal pada area tubuh tertentu,
mual, muntah, hingga sesak nafas dan kondisi terburuk adalah kematian. Gejala
yang muncul tergantung dari bagian tubuh yang terpapar alergen. Jika mengenai
saluran pernafasan dapat terjadi batuk, hidung gatal, pilek, kongesti hidung, dan
mengi. Alergi makanan berhubungan dengan gejala mual, muntah, nyeri perut dan
diare. Alergi pada kulit dapat menimbulkan lesi, kemerahan, bula, rasa gatal dan
lain sebagainya.

Reaksi hipersensitivitas obat termasuk dalam reaksi adversi obat yang tidak
dapat diduga. Reaksi adversiobat dapat dibedakan menjadi tipe A
(farmakologi/toksik) dan tipe B (hipersensitivitas). Manifestasi penyakit pada tipe
A dapat diprediksi, bergantung pada dosis obat, efek toksik dari obat pada dosis
yang disarankan atau dosis yang berlebihan. Tipe B memiliki manifestasi klinis
yang tidak dapat di duga dan berbeda tiap individu. Gejala terjadi dalam satu hingga
enam jam setelah meminum obat atau beberapa jam hingga hari dengan gejalayang
muncul bias ringan (bersin) hingga berat (anafilaksis). Mengingat gejala yang
timbul dari reaksi hipersensitivitas sangat beragam dan bahkan bisa mengancam

1
nyawa, maka diperlukan suatu pemahaman yang baik terhadap penanganan reaksi
hipersensitivitas tersebut.

2
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : Sdr. SAP
Usia : 19 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama/Suku : Islam/Jawa
Alamat : Dsn. Kalianyar RT 004 RW 004, Desa Sidodadi,
Kec. Lawang, Kab. Malang
Tanggal pemeriksaan : 16 Juli 2019
No. RM : 092483

2.2 Anamnesis
Autoanamnesis (16 Juli pukul 19.30 di IGD)
Keluhan Utama: badan gatal-gatal
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan badan gatal-gatal disertai bentolan-
bentolan di seluruh tubuh dan wajah. Selain itu, wajah pasien juga membengkak
disertai bengkak pada kelopak mata dan mulut. Pasien mengutarakan bahwa
keluhannya timbul setelah sehari sebelumnya mengonsumsi obat voltaren tablet
yang diberikan dokter umum kepadanya.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit kronis seperti diabetes
mellitus dan hipertensi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada keluarga yang mengeluhkan keluhan yang sama seperti pasien.
Riwayat penyakit kronis pada keluarga seperti diabetes mellitus dan hipertensi
disangkal.

3
Riwayat Pengobatan:
Pasien mengonsumsi voltaren tablet sehari sebelumnya dan tidak minum
obat apa-apa selain itu.

2.3 Pemeriksaan Fisik


(Pemeriksaan dilakukan tanggal 16 Juli 2019 di IGD)
Keadaan Umum: Pasien tampak sakit sedang, GCS 456
Tanda Vital:
 Tekanan darah : 154/79 mmHg
 Denyut jantung : 88x/menit
 Laju pernapasan : 20x/menit
 Suhu aksiler : 37oC
Kepala:
 Bentuk : normosefal, benjolan massa (-)
 Ukuran : mesosefal
 Rambut : tebal, hitam
 Wajah : simetris, lonjong, rash (+), sianosis (-), edema (+),
eritema (+)
 Mata :
o Konjungtiva : anemis (-)
o Sklera : ikterik (-)
o Palpebra : edema +/+
o Refleks cahaya : +/+
o Pupil : isokor, 2mm/2mm
 Telinga : bentuk normal, posisi normal, sekret (-)
 Hidung : sekret (-), napas cuping hidung (-), perdarahan (-),
hiperemi (-)
 Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), edema (+), eritema (+)
 Leher :
o Inspeksi : dalam batas normal, bullneck (-)
o Palpasi : tidak teraba massa, pembesaran KGB regional (-)

 Thoraks :

4
o Inspeksi : bentuk dada normal
o Jantung :
 Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V MCL (S)
 Perkusi : batas jantung (D) di ICS IV PSL (D), batas jantung
(S) di ICS V MCL (S)
 Auskultasi : S1S1 tunggal, regular, gallop (-), murmur (-)
o Paru :
 Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
 Palpasi : pergerakan dinding dada simetris, stem fremitus
dbn
 Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi : suara napas vesikuler, tidak ditemukan rhonki
maupun wheezing
 Abdomen :
o Inspeksi : datar, jaringan parut (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
o Palpasi : soefl, hepar dan lien tidak teraba
Nyeri tekan - - -
- - -
- - -
 Genitalia : tidak dievaluasi
 Neurologis : dalam batas normal
 Ekstremitas : akral hangat, edema (-), eritema (+) di keempat
ekstremitas, CRT < 2”

5
Foto Klinis Sdr. SAP

2.4 Diagnosis
Drug Eruption
2.5 Terapi
- Injeksi dexamethasone 1 ampul
- Injeksi dipenhidramin 1 ampul
- Obat pulang :
o Histapan 3 x 1 tablet
o Sanmol 3 x 500 mg
o Sanexan 2 x 4 mg

6
BAB 3

PEMBAHASAN

Fakta Teori
Anamnesis  Alergi obat adalah reaksi
 Pasien datang dengan keluhan hipersensitivitas yang melibatkan
badan gatal-gatal disertai bentolan- mekanisme imun (IgE atauT cell-
bentolan di seluruh tubuh dan mediated atau jarang melibatkan
wajah. Selain itu, wajah pasien juga kompleks imun atau reaksi
membengkak disertai bengkak pada sitotoksik). Semua kasus reaksi
kelopak mata dan mulut. hipersensitivitas obat tanpa melalui
 Pasien mengutarakan bahwa mekanisme imun (5%-10%) atau
keluhannya timbul setelah sehari proses imunologis tidak terbukti,
sebelumnya mengonsumsi obat maka diklasifikasikan sebagai
voltaren tablet yang diberikan reaksi hipersensitivitas non-imun.
dokter umum kepadanya.  Reaksi cepat dari hipersensitivitas
obat adalah hasil dari produksi IgE
oleh spesifik antigen limfosit B
setelah sensitisasi. Antibodi IgE
berikatan dengan reseptor Fc RI
afinitas tinggi pada permukaan sel
mast dan basofil, menciptakan
ikatan multivalen terhadap antigen
obat. Berdasarkan subsekuen
paparan obat, antigen kompleks
protein hapten berikatan silang
dengan IgE, menstimulasi
pelepasan preformed mediators
(histamin, triptase, beberapa sitokin
seperti TNF-α) dan produksi
mediator-mediator baru (leukotrin,

7
prostaglandin, kinin, sitokin
lainnya).
 Preformed mediators menstimulasi
respon dalam beberapa menit, lalu
komponen inflamasi sitokin
berlangsung setelah beberapa jam.
Waktu yang dibutuhkan untuk
sintesis protein dan pengerahan sel
imun.

Pemeriksaan Fisik  Pada penderita reaksi


KU tampak sakit sedang, GCS 456 hipersensitivitas obat, banyak
TD 154/79 mmHg manifestasi klinis yang dapat
Nadi 88x/menit terlihat. Klinis yang terlihat, dapat
Suhu aksiler 37oC membantu untuk melakukan
Laju Pernapasan 20x/menit penegakkan diagnosis dan
Wajah : edema (+), eritema (+) di melakukan penanganan secara
palpebral, mulut dan wajah cepat pada penderita. Manifestasi
Ekstremitas : eritema (+) di keempat akut reaksi hipersensitivitas obat
ekstremitas, biasanya seperti, urtikaria,
angioedema, rinitis, konjungtivitis,
bronkospasme, gejala
gastrointestinal (mual, muntah,
diare) atau anafilaksis, dimana
dapat mengakibatkan kolapsnya
kardiovaskular.
 Diagnosis reaksi hipersensitivitas
terhadap obat ditegakkan
berdasarkan anamnesis yang teliti,
Diagnosis
adanya gejala klinis yang muncul
Drug Eruption
setelah penderita terpajan oleh
alergen atau faktor pencetusnya dan
identifikasi temuan fisik pada

8
pasien. Anamnesis yang teliti dapat
memberikan penjelasan mengenai
penyebab terjadinya reaksi
hipersensitivitas terhadap obat.
Berdasarkan anamnesis dan hasil
pemeriksaan fisik, tes diagnostik
seperti tes kulit, graded challenges,
dan induksi dari prosedur toleransi
obat juga dibutuhkan.
- Strategi yang efektif untuk
manajemen alergi obat adalah
dengan menghindari atau
menghentikan pemakaian obat yang
dicurigai. Bila pada saat itu pasien
memakai bermacam-macam obat,
kalau mungkin semuanya
dihentikan. Tetapi bila tidak, dapat
diberikan obat yang esensial saja
Penatalaksanaan
dan diketahui paling kecil
- Injeksi dexamethasone 1 ampul
kemungkinannya menimbulkan
- Injeksi dipenhidramin 1 ampul
reaksi alergi.
- Histapan 3 x 1 tablet
- Terapi tambahan untuk reaksi
- Sanmol 3 x 500 mg
hipersensitivitas terhadap obat
- Sanexan 2 x 4 mg
sebagian besar bersifat suportif dan
simptomatik. Pengobatan
simtomatik tergantung atas berat
ringannya reaksi alergi obat. Gejala
yang ringan biasanya hilang sendiri
setelah obat dihentikan.
- Pada urtikariadan angioedema
pemberian antihistamin saja
biasanya sudah memadai, tetapi
untuk kelainan yang lebih berat

9
seperti vaskulitis, penyakit serum,
kelainan darah, hati, nefritis
interstisial, dan lain-lain diperlukan
kortikosteroid dosis tinggi (60-100
mg prednison atau ekuivalennya)
sampai gejala terkendali dan
selanjutnya pemberian prednisone
tersebut diturunkan dosisnya secara
bertahap selama satu sampai dua
minggu.

10
BAB 4
KESIMPULAN

Alergi adalah salah satupenyakit yang sering dijumpaidi masyarakat. Alergi


merupakan suatu kondisi reaksi hipersensitivitas yang terjadi ketika sistem imun
bekerja secara berlebihan terhadap bahan yang umumnya tidak menimbulkan reaksi
pada orang normal. Bahan penyebab alergi disebut alergen yaitu misalnya debu,
jamur, tungau, bulu binatang, atau makanan, seperti kacang-kacangan, telur,
kerang, ikan dan susu.

Reaksi hipersensitivitas obat merupakan efek samping obat yang tidak dapat
diduga. Efek samping obat dapat dibedakan menjadi tipe A (farmakologi/toksik)
dan tipe B (hipersensitivitas). Manifestasi penyakit pada tipe A dapat diprediksi,
bergantung pada dosis obat, efek toksik dari obat pada dosis yang disarankan atau
dosis yang berlebihan. Tipe B memiliki manifestasi klinis yang tidak dapat diduga
dan berbeda tiap individu. Gejala terjadi dalam satu hingga enam jam setelah
meminum obat atau beberapa jam hingga hari dengan gejala yang muncul bisa
ringan (bersin) hingga berat (anafilaksis).

Mengingat gejala yang timbul dari reaksi hipersensitivitas sangat beragam


dan bahkan bisa mengancam nyawa, maka diperlukan suatu pemahaman yang baik
terhadap penanganan reaksi hipersensitivitas tersebut. Faktor yang berhubungan
dengan peningkatan risiko terjadinya alergi obat termasuk usia, jenis kelamin,
polimorfisme genetik, infeksi virus dan faktor terkait obat (frekuensi paparan, rute
administrasi, berat molekul). Alergi obat secara khas terjadi pada usia muda dan
dewasa, dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki. Strategi yang
efektif untuk manajemen alergi obat adalah dengan menghindari atau menghentikan
pemakaian obat yang dicurigai. Bila pada saat itu pasien memakai bermacam-
macam obat, kalau mungkin semuanya dihentikan. Tetapi bila tidak, dapat
diberikan obat yang esensial saja dan diketahui paling kecil kemungkinannya
menimbulkan reaksi alergi. Dapat juga diberikan obat lain yang struktur
imunokimianya berlainan.

Cara yang efektif untuk mencegah atau mengurangi terjadinya reaksi


hipersensitivitas terhadap obat yaitu memberikan obat sesuai indikasinya. Pasien

11
harus mengetahui obat-obat yang menyebabkan alergi padanya, termasuk obat yang
diberikan dalam bentuk campuran dengan obat yang lain. Apabila pasien berobat
ke dokter, hendaknya memberitahukan kepada dokter yang dikunjunginya perihal
obat yang pemah menyebabkan reaksi alergi, sehingga dokter dapat membuat
catalan khusus di kartu berobat pasien.

12

Anda mungkin juga menyukai