Lapsus Drug Eruption
Lapsus Drug Eruption
Diajukan kepada:
dr. Krisna Ariaputra, Sp.KK
dr. Anita Mardiana K.
dr. Vika Cahyani Yoningsih
Disusun oleh:
dr. Natalia Yuwono
LAPORAN KASUS
KASUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
DRUG ERUPTION
Oleh :
Dokter Penanggung Jawab Pasien
i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
KASUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
DRUG ERUPTION
Oleh :
Dokter Pendamping Unit Rawat Jalan dan Unit Rawat Inap
ii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
KASUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
DRUG ERUPTION
Oleh :
Dokter Pendamping Unit Gawat Darurat
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Semesta Alam atas bimbingan-
Nya sehingga penulis telah berhasil menyelesaikan portofolio laporan kasus yang
berjudul “DRUG ERUPTION”. Dalam penyelesaian portofolio laporan kasus ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Krisna Ariaputra, Sp. KK selaku dokter penanggung jawab pasien
2. dr. Anita Mardiana K. selaku dokter pendamping unit rawat jalan dan unit
rawat inap
3. dr. Vika Cahyani Yoningsih selaku dokter pendamping unit gawat darurat
4. Serta paramedis yang selalu membimbing dan membantu penulis
Portofolio laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan
kerendahan hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan
saran dan kritik yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat menambah
wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Setiap individu memiliki sistem imun yang berbeda. Semakin lemah sistem
imun seseorang maka orang tersebut semakin rentan untuk terkena penyakit. Efek
paparan allergen pun bervariasi dari satu individu terhadap individu lainnya.
Kondisi alergi ditandai oleh beberapa gejala seperti gatal pada area tubuh tertentu,
mual, muntah, hingga sesak nafas dan kondisi terburuk adalah kematian. Gejala
yang muncul tergantung dari bagian tubuh yang terpapar alergen. Jika mengenai
saluran pernafasan dapat terjadi batuk, hidung gatal, pilek, kongesti hidung, dan
mengi. Alergi makanan berhubungan dengan gejala mual, muntah, nyeri perut dan
diare. Alergi pada kulit dapat menimbulkan lesi, kemerahan, bula, rasa gatal dan
lain sebagainya.
Reaksi hipersensitivitas obat termasuk dalam reaksi adversi obat yang tidak
dapat diduga. Reaksi adversiobat dapat dibedakan menjadi tipe A
(farmakologi/toksik) dan tipe B (hipersensitivitas). Manifestasi penyakit pada tipe
A dapat diprediksi, bergantung pada dosis obat, efek toksik dari obat pada dosis
yang disarankan atau dosis yang berlebihan. Tipe B memiliki manifestasi klinis
yang tidak dapat di duga dan berbeda tiap individu. Gejala terjadi dalam satu hingga
enam jam setelah meminum obat atau beberapa jam hingga hari dengan gejalayang
muncul bias ringan (bersin) hingga berat (anafilaksis). Mengingat gejala yang
timbul dari reaksi hipersensitivitas sangat beragam dan bahkan bisa mengancam
1
nyawa, maka diperlukan suatu pemahaman yang baik terhadap penanganan reaksi
hipersensitivitas tersebut.
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : Sdr. SAP
Usia : 19 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama/Suku : Islam/Jawa
Alamat : Dsn. Kalianyar RT 004 RW 004, Desa Sidodadi,
Kec. Lawang, Kab. Malang
Tanggal pemeriksaan : 16 Juli 2019
No. RM : 092483
2.2 Anamnesis
Autoanamnesis (16 Juli pukul 19.30 di IGD)
Keluhan Utama: badan gatal-gatal
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan badan gatal-gatal disertai bentolan-
bentolan di seluruh tubuh dan wajah. Selain itu, wajah pasien juga membengkak
disertai bengkak pada kelopak mata dan mulut. Pasien mengutarakan bahwa
keluhannya timbul setelah sehari sebelumnya mengonsumsi obat voltaren tablet
yang diberikan dokter umum kepadanya.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit kronis seperti diabetes
mellitus dan hipertensi disangkal.
3
Riwayat Pengobatan:
Pasien mengonsumsi voltaren tablet sehari sebelumnya dan tidak minum
obat apa-apa selain itu.
Thoraks :
4
o Inspeksi : bentuk dada normal
o Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V MCL (S)
Perkusi : batas jantung (D) di ICS IV PSL (D), batas jantung
(S) di ICS V MCL (S)
Auskultasi : S1S1 tunggal, regular, gallop (-), murmur (-)
o Paru :
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : pergerakan dinding dada simetris, stem fremitus
dbn
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler, tidak ditemukan rhonki
maupun wheezing
Abdomen :
o Inspeksi : datar, jaringan parut (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
o Palpasi : soefl, hepar dan lien tidak teraba
Nyeri tekan - - -
- - -
- - -
Genitalia : tidak dievaluasi
Neurologis : dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), eritema (+) di keempat
ekstremitas, CRT < 2”
5
Foto Klinis Sdr. SAP
2.4 Diagnosis
Drug Eruption
2.5 Terapi
- Injeksi dexamethasone 1 ampul
- Injeksi dipenhidramin 1 ampul
- Obat pulang :
o Histapan 3 x 1 tablet
o Sanmol 3 x 500 mg
o Sanexan 2 x 4 mg
6
BAB 3
PEMBAHASAN
Fakta Teori
Anamnesis Alergi obat adalah reaksi
Pasien datang dengan keluhan hipersensitivitas yang melibatkan
badan gatal-gatal disertai bentolan- mekanisme imun (IgE atauT cell-
bentolan di seluruh tubuh dan mediated atau jarang melibatkan
wajah. Selain itu, wajah pasien juga kompleks imun atau reaksi
membengkak disertai bengkak pada sitotoksik). Semua kasus reaksi
kelopak mata dan mulut. hipersensitivitas obat tanpa melalui
Pasien mengutarakan bahwa mekanisme imun (5%-10%) atau
keluhannya timbul setelah sehari proses imunologis tidak terbukti,
sebelumnya mengonsumsi obat maka diklasifikasikan sebagai
voltaren tablet yang diberikan reaksi hipersensitivitas non-imun.
dokter umum kepadanya. Reaksi cepat dari hipersensitivitas
obat adalah hasil dari produksi IgE
oleh spesifik antigen limfosit B
setelah sensitisasi. Antibodi IgE
berikatan dengan reseptor Fc RI
afinitas tinggi pada permukaan sel
mast dan basofil, menciptakan
ikatan multivalen terhadap antigen
obat. Berdasarkan subsekuen
paparan obat, antigen kompleks
protein hapten berikatan silang
dengan IgE, menstimulasi
pelepasan preformed mediators
(histamin, triptase, beberapa sitokin
seperti TNF-α) dan produksi
mediator-mediator baru (leukotrin,
7
prostaglandin, kinin, sitokin
lainnya).
Preformed mediators menstimulasi
respon dalam beberapa menit, lalu
komponen inflamasi sitokin
berlangsung setelah beberapa jam.
Waktu yang dibutuhkan untuk
sintesis protein dan pengerahan sel
imun.
8
pasien. Anamnesis yang teliti dapat
memberikan penjelasan mengenai
penyebab terjadinya reaksi
hipersensitivitas terhadap obat.
Berdasarkan anamnesis dan hasil
pemeriksaan fisik, tes diagnostik
seperti tes kulit, graded challenges,
dan induksi dari prosedur toleransi
obat juga dibutuhkan.
- Strategi yang efektif untuk
manajemen alergi obat adalah
dengan menghindari atau
menghentikan pemakaian obat yang
dicurigai. Bila pada saat itu pasien
memakai bermacam-macam obat,
kalau mungkin semuanya
dihentikan. Tetapi bila tidak, dapat
diberikan obat yang esensial saja
Penatalaksanaan
dan diketahui paling kecil
- Injeksi dexamethasone 1 ampul
kemungkinannya menimbulkan
- Injeksi dipenhidramin 1 ampul
reaksi alergi.
- Histapan 3 x 1 tablet
- Terapi tambahan untuk reaksi
- Sanmol 3 x 500 mg
hipersensitivitas terhadap obat
- Sanexan 2 x 4 mg
sebagian besar bersifat suportif dan
simptomatik. Pengobatan
simtomatik tergantung atas berat
ringannya reaksi alergi obat. Gejala
yang ringan biasanya hilang sendiri
setelah obat dihentikan.
- Pada urtikariadan angioedema
pemberian antihistamin saja
biasanya sudah memadai, tetapi
untuk kelainan yang lebih berat
9
seperti vaskulitis, penyakit serum,
kelainan darah, hati, nefritis
interstisial, dan lain-lain diperlukan
kortikosteroid dosis tinggi (60-100
mg prednison atau ekuivalennya)
sampai gejala terkendali dan
selanjutnya pemberian prednisone
tersebut diturunkan dosisnya secara
bertahap selama satu sampai dua
minggu.
10
BAB 4
KESIMPULAN
Reaksi hipersensitivitas obat merupakan efek samping obat yang tidak dapat
diduga. Efek samping obat dapat dibedakan menjadi tipe A (farmakologi/toksik)
dan tipe B (hipersensitivitas). Manifestasi penyakit pada tipe A dapat diprediksi,
bergantung pada dosis obat, efek toksik dari obat pada dosis yang disarankan atau
dosis yang berlebihan. Tipe B memiliki manifestasi klinis yang tidak dapat diduga
dan berbeda tiap individu. Gejala terjadi dalam satu hingga enam jam setelah
meminum obat atau beberapa jam hingga hari dengan gejala yang muncul bisa
ringan (bersin) hingga berat (anafilaksis).
11
harus mengetahui obat-obat yang menyebabkan alergi padanya, termasuk obat yang
diberikan dalam bentuk campuran dengan obat yang lain. Apabila pasien berobat
ke dokter, hendaknya memberitahukan kepada dokter yang dikunjunginya perihal
obat yang pemah menyebabkan reaksi alergi, sehingga dokter dapat membuat
catalan khusus di kartu berobat pasien.
12