Anda di halaman 1dari 19

MANAJEMEN KASUS

(Kelompok 3)

TINEA UNGUIUM

Oleh:

Alif Fernanda P (1918012123)


Fakhri Wisa A (1918012070)
Fauziyyah Nuur A (1918012106)
Cahaya Carla B (1918012126)
Salsabila Dzakiyyah Zahra (1918012095)

Preceptor:
dr. Yulisna, Sp.KK., FINSDDV

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
2021

i
DAFTAR ISI

BAB I
STATUS PEMERIKSAAN PASIEN........................................................................1
1.1 Identitas Pasien...............................................................................................1
1.2 Anamnesis.......................................................................................................1
1.3 Pemeriksaan Fisik...........................................................................................3
1.4 Status Dermatologis / Venerologis.................................................................3
1.5 Diagnosis Banding..........................................................................................4
1.6 Diagnosis Kerja...............................................................................................4
1.7 Pemeriksaan Anjuran......................................................................................4
1.8 Penatalaksanaan..............................................................................................4
1.9 Prognosis.........................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................6


2.1 Definisi............................................................................................................6
2.2 Epidemiologi...................................................................................................6
2.3 Etiopatogenesis...............................................................................................7
2.4 Gejala Klinis...................................................................................................9
2.5 Pemeriksaan Penunjang................................................................................10
2.6 Tatalaksana...................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................14

i
1

BAB I

STATUS PEMERIKSAAN PASIEN

1.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. U

Umur : 60 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Bandar Lampung

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Status Pernikahan : Menikah

Tanggal Pemeriksaan : 26 Januari 2021

1.2 Anamnesis
2

Anamnesis pada pasien dilakukan degan metode Autoanamnesis.

1.2.1 Keluhan Utama

Bercak putih di bawah kuku tangan kanan dan kiri sejak 3 bulan lalu

1.2.2 Keluhan Tambahan

Gatal

1.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSAM dengan keluhan terdapat

bercak putih di bawah kuku tangan kanan dan kiri sejak 3 bulan lalu.

Pasien mengatakan keluhan awalnya dirasakan pada salah satu jarinya

berupa ujung kuku tangan kiri pasien timbul bercak putih dari arah

pinggir.yang lalu menyebar ke sisi lainnya dan menyebar ke kuku jari

lainnya, termasuk seluruh kuku kaki pasien namun keluhan tidak seberat

kuku tangan.

Keluhan disertai dengan rasa gatal yang hilang timbul. Gatal muncul

tidak dipengaruhi oleh aktivitas, berkeringat, stres psikologik, ataupun

lingkungan. Pasien mengatakan untuk menghilangkan keluhan gatal, ia

hanya menekan kuku secara berulang dan pasien pernah berobat ke


3

puskesmas lalu diberikan obat tablet kecil berwarna kuning. Keluhan lain

seperti nyeri disangkal, kemerahan disangkal, demam disangkal, batuk

dan pilek disangkal, munculnya penebalan pada kulit atau sisik ditempat

lain disangkal.

1.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien

memiliki riwayat diabetes melitus yang tidak terkontrol.

1.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan

pasien

1.2.6 Riwayat Pribadi

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan kegiatan rutin menyuci

pakaian dan piring.

1.3 Pemeriksaan Fisik

1.3.1 Status Generalisata

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


4

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : dalam batas normal

Frekuensi Nadi : dalam batas normal

Frekuensi Nafas : dalam batas normal

Suhu : dalam batas normal

Sistem Kardiovakular : kesan dalam batas normal

Sistem Respirasi : kesan dalam batas normal

Kulit : kesan dalam batas normal

Ekstremitas : kesan dalam batas normal

1.4 Status Dermatologis / Venerologis

Pada regio kuku jari IV dan V tangan kiri pasien tampak hiperketarosis

subungal dibagian proksimal, berwarna putih suram, soliter, berukuran

lentikuler, batas tegas, bentuk ireguler, dengan permukaan tidak rata dan

menebal.

Pada regio kuku jari I-III tangan kiri pasien tampak hiperkeratosis di bagian

distal, lempeng kuku terangkat (onikolisis) dan berwarna kekuningan, batas

difus dengan permukaan tidak rata.


5

Gambar 1. Gambaran Dermatologis

1.5 Diagnosis Banding

- Tinea Unguium

- Onikomikosis

- Psoriasis kuku

1.6 Diagnosis Kerja

Susp. Tinea Unguium

1.7 Pemeriksaan Anjuran

- KOH 20%

- Kultur specimen kuku

1.8 Penatalaksanaan

Non Medikamentosa
6

- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita dan faktor

risikonya

- Menjelaskan kepada pasien bahwa diperlukan pemeriksaan lebih lanjut

untuk memastikan penyebab keluhan tersebut

- Gunakan sarung tangan dan alas kaki pada saat melakukan aktifitas yang

berkontak dengan air

- Memotong kuku secara rutin dan pastikan kuku bersih, tidak

menggunakan gunting kuku yang sama untuk kuku yang terinfeksi dan

tidak

- Edukasi cara penggunaan obat

Medikamentosa

- Topikal → Cyclopirox alamine 8% 2x1 selama 6 bulan

- Sistemik → Terbinafine 250 mg 1 minggu per bulan dengan dosis

pulse selama 3-4 bulan. Evaluasi enzim hepar sebelum terapi jangka

panjang dimulai

1.9 Prognosis

Quo ad vitam : bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Quo ad kosmetikum : dubia ad bonam


7

Quo ad functionam : dubia ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita.

Istilah tinea unguium digunakan setelah ditemukan dermatofit pada hasil

sebuah kultur (Budimulja, 2007).


8

2.2 Epidemiologi

Insidens onikomikosis pada populasi umum di Amerika Serikat sekitar 2-8%

dan meningkat menjadi 14-28% pada usia di atas 60 tahun. Di Kanada,

prevalensinya diperkirakan 6,5%. Prevalensi di Inggris, Spanyol, dan Finlandia

berkisar 3 – 8 %.3 Infeksi jamur ini lebih sering terjadi pada kuku kaki

dibandingkan kuku tangan. Sebanyak 30% pasien infeksi jamur pada kulit, juga

mengalami infeksi jamur pada kuku. Prevalensi onikomikosis berkisar 2,6%

pada anak di bawah usia 18 tahun, mencapai 90% pada usia lanjut. Sebanyak

70% infeksi jamur pada kuku disebabkan oleh Trichophyton rubrum dan 20%

oleh Trichophyton mentagrophytes (Crawford et al., 2003).

2.3 Etiopatogenesis

Etiologi yang paling sering pada onikomikosis adalah dermatofita (tinea

unguium) 95-97% terutama Trichophyton rubrum dan Trichophyton

mentagrophytes var. interdigitale. Sebagian kecil disebabkan oleh :

Epidermophyton floccosum, T. violaceum, T. schoenleinii, T. verrucosum

(biasanya hanya pada kuku tangan) (Wolff and Johnson, 2010).

Onikomikosis primer disebabkan oleh karena infeksi jamur pada kuku yang

sehat. Probabilitas infeksi terjadi karena suplai vaskuler yang rusak (yaitu
9

dengan bertambahnya usia, insufisiensi vena kronis, penyakit arteri perifer),

setelah trauma (mis: patah tungkai bawah), atau gangguan persarafan (mis:

cedera pleksus brachialis, trauma tulang belakang. Sedangkan onikomikosis

sekunder, pada kuku kaki biasanya terjadi setelah tinea pedis. Pada kuku tangan

onikomikosis sekunder setelah tinea manum, tinea korporis atau tinea kapitis.

Dermatofita dapat bertahan hidup pada stratum korneum, yang menyediakan

sumber nutrisi bagi dermatofita dan pertumbuhan jamur mycelia. Infeksi

dermatofita melibatkan tiga tahap: perlekatan pada keratinosit, penetrasi

melalui dan diantara sel-sel, dan membangun respon pejamu. Perlekatan jamur

superfisial harus mengatasi berbagai kendala seperti menahan pengaruh sinar

ultraviolet, variasi suhu, dan kelembaban, kompetisi dengan flora normal, dan

sphingosines yang diproduksi oleh keratin agar artrokonidia, elemen infeksius,

dapat melekat pada jaringan keratin (Kurniati, 2008).

Selanjutnya adalah penetrasi, spora berkembang dan menembus stratum

korneum lebih cepat daripada deskuamasi. Penetrasi dapat terjadi bila sekresi

proteinase, lipase, dan enzim mukolitik, yang memberikan nutrisi bagi jamur.

Membangun respon pejamu, tingkat peradangan dipengaruhi baik oleh status

imunologi dan organisme yang terlibat. Deteksi kekebalan dan kemotaksis

untuk inflamasi dapat terjadi melalui beberapa mekanisme. Beberapa jamur

memiliki faktor-faktor kemotaksis berat molekul rendah seperti yang dihasilkan


10

bakteri. Komplemen lainnya diaktifkan melalui jalur alternatif, untuk

menciptakan turunan faktor kemotaksis (Wolff and Johnson, 2010).

Pembentukan antibodi tidak timbul untuk melindungi dari infeksi dermatofita,

pada pasien dengan infeksi yang luas mungkin memiliki peningkatan titer

antibodi. Sebagai alternatif, reaksi tipe IV atau reaksi hipersentsitifitas tipe

lambat, memiliki peran penting dalam melawan dermatofita. Kekebalan seluler

oleh sekresi interferon-γ dari tipe 1 limfosit Thelper. Ini merupakan hipotesis

bahwa antigen dermatofita diproses di sel-sel epidermis langerhans dan

disajikan pada kelenjar getah bening lokal untuk limfosit T. Limfosit T

mengalami proliferasi klonal dan migrasi pada tempat yang terinfeksi jamur.

2.4 Gejala Klinis

Terdapat beberapa tipe tinea unguium

1. Onikomikosis Subungual Distal/Lateral (DLSO)


11

Onikomikosis subungual distal dan lateral merupaka pola infeksi yang paling

sering didapatkan. Proses ini menjalar ke proksimal dan di bawah kuku

terbentuk sisa kuku yang rapuh. Kalau proses berjalan terus, maka

permukaan kuku bagian distal akan hancur dan yang terlihat hanya kuku

rapuh yang menyerupai kapur. Biasanya nampak pewarnaan putih atau

kuning pada ujung bantalan kuku, paling sering terdapat di lipatan kuku

lateral. Bentuk ini umumnya disebabkan T. rubrum. Jika mengenai kuku

tangan, pada umumnya dengan pola dua kaki dan satu tangan (Budimulja,

2007).

2. Onikomikosis superficial putih (leukonikia trikofita)

Kelainan ini juga jarang ditemui. Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan

leukonikia atau keputihan di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk

dibuktikan adanya elemen jamur.6 Merupakan infeksi lapisan dorsal kuku

yang disebabkan bercak bersisik putih. kelainan ini dihubungkan dengan

Trichophyton mentagrophytes sebagai penyebabnya atau disebabkan oleh

Trichophyton rubrum pada pasien yang terinfeksi HIV (James, Berger and

Elston, 2006).

3. Onikomikosis proksimal putih

Jenis ini mempengaruhi bagian ventral dari lempeng proksimal dan

berkembang seiring dengan pertumbuhan kuku. Disebabkan oleh T.

interdigitale atau T. rubrum, tetapi juga oleh beberapa spesies Sarocladium


12

(sebelumnya Acremonium), Aspergillus atau Fusarium (Asz-Sigall, Tosti

and Arenas, 2017).

4. Onikomikosis total distrofik

Merupakan bentuk onikomikosis yang paling parah dan biasanya merupakan

kelanjutan dari DLSO. Jenis ini menyerang lempeng kuku, alas kuku, dan

matriks kuku yang menyebabkan distrofi kuku yang parah. Bisa terjadi

pembengkakan kronis pada falang distal dengan kuku yang terkena tampak

menebal, berwarna kuning kecokelatan (Asz-Sigall, Tosti and Arenas, 2017).

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang terhadap Tinea unguium untuk penegakan diagnosis

dapat dilakukan melalui pengamatan jamur langsung (direct microscopy) pada

spesimen kerokan kuku atau melalui kultur jamur (Rizkya, Thaha and

Rusmawardiana, 2015). Pemeriksaan langsung menggunakan larutan kalium

hidroksida (KOH) yang membantu melarutkan jaringan epitel (Wolff and

Johnson, 2010). Pemeriksaan mikroskopis langsung meskipun bukan baku

standar dalam pemeriksaan Tinea unguium namun sangat baik digunakan untuk

pemeriksaan awal karena cepat, sederhana dan mudah dilakukan.

1. Mikroskopis Langsung

Pemeriksaan mikroskopik langsung berasal dari sampel kuku untuk

konfirmasi diagnosis. Materi keratinaseous dari kerokan kuku ditempatkan


13

pada kaca slide, ditutupi dengan kaca penutup, disuspensikan dengan larutan

KOH lalu dipanaskan dengan hati-hati, KOH membantu melarutkan jaringan

epitel. Penambahan dimethyl sulfoxide dan atau tinta Parker Quink pada

larutan KOH dapat memudahkan identifikasi elemen jamur. Identifikasi

spesifik untuk patogen biasanya sulit dengan mikroskopik, tetapi pada

banyak kasus, ragi dapat dibedakan dengan dermatofita dari morfologinya

(Kurniati, 2008).

2. Kultur Jamur

Tujuan pemeriksaan biakan ialah identifikasi spesies jamur penyebab,

membantu keperluan pengobatan, membantu prognosis penyakit dan untuk

keperluan studi epidemiologi. Cara pemeriksaan yaitu pembiakan dilakukan

dalam media agar sabouroud atau modifikasinya pada suhu kamar 25-30ºC

kemudian sekitar ± 5 hari baru tampak adana pertumbuhan dan ± 1 minggu

lagi baru terlihat jelas karakteristiknya. Selama pertumbuhan ini harus

diperhatikan ada tidaknya warna yang dibentuk in verso atau in recto, ada

tidaknya hifa aereal yang seperti kapas, beludru, bubuk, dan lain-lain. Juga

bentuknya menonjol seperti gunung kecil dengan batas yang tajam, ireguler

dengan permukaan yang licin seperti tetesan lilin. Pemeriksaan biakan

sebaiknya dilakukan tidak terlalu lama setelah diperkirakan ada

pertumbuhan sifat-sifat khusus jamur tersebut. Untuk dermatofit tenggang

waktunya ± 3 minggu setelah penanaman. Bila terlalu lama, golongan jamur


14

ini akan terjadi pleomorfik, dimana tanda-tanda khasnya akan hilang

(Amiruddin, 2003).

2.6 Tatalaksana

1. Terapi Lini Pertama

- Terbinafin

Terbinafine bekerja menghambat enzim squalene epoxidase yang

penting untuk biosintesis ergosterol, komponen integral dinding sel jamur.

Lebih dari 70% terbinafine diserap setelah pemberian oral, dan tidak

terpengaruh asupan makanan. Terbinafine dimetabolisme sebagian besar

melalui ginjal dan diekskresikan dalam urin. Terbinafine sangat lipofilik,

sehingga terdistribusi dengan baik di kulit dan kuku. Pengobatan biasanya

dengan dosis 250 mg per hari selama 6 bulan untuk infeksi jamur kuku

tangan dan 12 bulan untuk infeksi jamur kuku kaki. Terbinafine memiliki

efek fungisida yang luas dan kuat terhadap dermatofita, terutama T. rubrum

dan T. mentagrophytes, tetapi memiliki aktivitas fungistatik rendah terhadap

spesies Candida dibandingkan golongan azole. Sebuah penelitian surveilans

postmarketing mengungkapkan bahwa efek samping yang paling umum

adalah gastrointestinal (4 - 9%) seperti mual, diare, atau gangguan rasa, dan

dermatologis (2 - 3%) seperti ruam, pruritus, urtikaria, atau eksim (Ameen et

al., 2014).

2. Terapi lini kedua


15

- Itraconazole

Itraconazole aktif terhadap berbagai jamur termasuk ragi dan

dermatofita.18 Mekanisme kerja itraconazole sama dengan antijamur azole

lainnya, yaitu menghambat mediasi sitokrom P450 oksidase untuk sintesis

ergosterol, yang diperlukan untuk dinding sel jamur.20 Itraconazole diserap

optimal pada pemberian bersama makanan dan pH asam. Obat ini sangat

lipofilik dan dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 3A4, yang

meningkatkan risiko interaksi dengan obat lain yang dimetabolisme oleh

enzim ini. Seperti terbinafine, obat ini dikonsumsi sekali sehari (200 mg

per dosis) selama 6 bulan untuk infeksi jamur kuku tangan dan selama 9

bulan untuk infeksi jamur kuku kaki (Ameen et al., 2014).

- Fluconazole

adalah obat fungistatik spektrum luas bis-triazol dengan bioavailabilitas

oral yang tinggi. Diberikan sebagai pengobatan denyut dalam dosis antara

150 dan 450 mg sekali seminggu selama 6 (kuku tangan) sampai 9 (kuku

kaki) per bulan. Angka kesembuhan klinis berkisar antara 35 sampai 50%,

dan angka kesembuhan mikologis sekitar 48% (Asz-Sigall, Tosti and

Arenas, 2017).

- Posaconazole

adalah triazol baru yang harus dibatasi sebagai pengobatan lini kedua pada

infeksi terbinafine-refractory (infeksi NDM) atau pada pasien dengan


16

intoleransi terbinafine. Pemberiannya secara oral dengan dosis 100, 200

atau 400 mg sekali sehari selama 24 minggu atau 400 mg sekali sehari

selama 12 minggu. Angka kesembuhan mikologis sekitar 48% (Asz-Sigall,

Tosti and Arenas, 2017).

DAFTAR PUSTAKA

Ameen M. et al. 2014. British Association of Dermatologists guidelines for the


management of onychomycosis’, Br J Dermatol, 171(5): 937–58.

Amiruddin M. 2003. Ilmu Penyakit Kulit. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas


Hasanuddin.

Asz-Sigall D, Tosti A , Arenas R. 2017. Tinea Unguium: Diagnosis and Treatment in


Practice, Mycopathologia. Springer Netherlands. 182(1–2):95–100.

Budimulja U. 2007. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th edn. Edited by A. Djuanda,
M. Hamzah, and S. Aisah. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Crawford F. et al. 2003. Oral treatments for toenail onychomycosis: A systematic


review. J Dermatol Treat, 14(4): 237–42.

James W, Berger T, Elston D. 2006. Disease Resulting from Fungi and Yeasts.
Andrew’s Disease of The Skin : Clinical Dermatology. 10th edn. Philadelphia:
17

Elsevier.

Kurniati C. 2008. Etiopatogenesis dermatofitosis. Jurnal Berkala Ilmu Kesehatan


Kulit dan Kelamin.’, Jurnal Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 20:
243–50.

Rizkya A, Thaha M, Rusmawardiana R. 2015. Nilai Diagnostik Dermatophyte Strip


Test pada Pasien Tinea Ungium. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 2(1):99–
103.

Wolff K, Johnson R. 2010. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical


Dermatology. 6th edn. McGraw-Hill Companies.

Anda mungkin juga menyukai