Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap tumbuhan memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Kondisi lingkungan tempat tumbuhan
berada selalu mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi mungkin saja
masih berada dalam batas toleransi tumbuhan tersebut, tetapi seringkali terjadi
perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas atau
bahkan kematian pada tumbuhan. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tumbuhan
memiliki faktor pembatas dan daya toleransi terhadap lingkungan.
Dalam suatu ekosistem, berbagai kelompok makhluk hidup mempunyai
perbedaan dalam bentuk, ukuran, dan kebutuhan hidupnya sebgai bagian
integral dari lingkungan hidupnya secara keseluruhan. Interaksi antara makhluk
hidup dengan habitat dan lingkungan fisiknya pada umumnya akan
memanfaatkan habitat dan lingkungan tersebut sebagai tempat tinggal atau
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti untuk memperoleh air, udara,
makanan, nutrient dan sebagainya. Sebaliknya kegiatan makhluk hidup akan
mempengaruhi berbagai komponen biotic dan komponen abiotik di sekitarnya,
baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Dalam interaksi tersebut tumbuh–tumbuhan dan makhluk hidup lainnya
akan bereaksi dan menanggapi berbagai rangsangan (stimulus) pengaruh factor
ekologi tertentu dari lingkungannya. Reaksi interaksi tersebut dapat diketahui
dari berbagai perubahan dan modifikasi secara structural (anatomi dan
morfologi), fungsional (fisiologi), atau secara genetic sebagai antisipasi
adaptasi terhadap perubahan fisik, kimia atau kondisi habitatnya.
Selama kehidupan masih tetap berlangsung, keadaan-keadaan alam akan
terus menyertai aktivitas kehidupan setiap tumbuhan yang ada di dunia. Setiap
saat berlangsung peristiwa-peristiwa alam yang erat hubungannya dengan
kelangsungan hidup tumbuhan yang ada di dalamnya, seperti banjir, gunung
2

meletus, wabah penyakit, tanah longsor, badai, angin topan, gempa bumi dan
sebagainya. Keadaan ini dapat diartikan bahwa alam telah melakukan seleksi
terhadap tumbuhan yang ada di dalamnya. Apabila tumbuhan tersebut mampu
beradaptasi, maka tumbuhan tersebut akan dapat bertahan hidup, tetapi bagi
tumbuhan yang tidak mampu beradaptasi akan mati dan akhirnya punah.
Peristiwa inilah yang disebut dengan seleksi alamyang erat kaitannya dengan
jenis (spesies), macam (varian), rantai makanan, perkembangbiakan secara
kawin, genetika dan adaptasi. Berdasarkan latar belakang diatas, kelompok
kami berinisiatif untuk membuat makalah mengenai adaptasi.
B. Soal
Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat diuraikan beberapa pertanyaan
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan adaptasi?
2. Apa Penyebab Tumbuhan Beradaptasi?
3. Bagaimana adaptasi morfologi dari tumbuhan?
4. Bagaimana adaptasi fiosologi dari tumbuhan?
C. Manfaat
Dapat mengetahui konsep tentang adaptasi, terutama adaptasi tumbuhan.
Juga diharapkan nantinya mengetahui bagaimana tumbuhan melakukan
adaptasi, baik itu adaptasi morfologi ataupun adaptasi fisiologi. Mahasiswa
juga dapat mengetahui mengapa organisme seperti tumbuhan melakukan yang
namanya adaptasi.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Adaptasi
Dalam lingkungan biosfer tempat hidup organisme tersebar sesuai dengan
kondisi habitat dan lingkungannya, mulai dari lingkungan perairan, dataran
rendah, pegunungan, gurun pasir sampai lautan atau daerah kutub yang tertutup
es. Kunci dari hubungan antara keanekaragaman habitat dengan jenis tumbuh-
tumbuhan dan biota lainnya adalah adaptasi (Hadi, 2016: 99).
Salah satu ciri makhluk hidup adalah mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya disebut adaptasi. Adaptasi ini bertujuan untuk mempertahankan
hidupnya. Tiap jenis makhluk hidup memiliki cara-cara adaptasi yang berbeda
terhadap lingkungannya (Endah, 2011).
Menurut Yatim (1999), “adaptasi adalah sifat makhluk hidup untuk
menyesuaikan diri terhadap lingkungan hidupnya”. Adaptasi dapat pula berarti
sebagai suatu proses penyesuaian diri makhluk hidup dengan lingkungannya
atau dengan cara hidupnya sehingga dapat terus menerus mempertahankan
kehadirannya. Menurut Mc Naughton dan Wolf (1998) yang dimaksud dengan
adaptasi adalah “suatu proses evolusi sehingga organisme menjadi lebih
mampu hidup dalam suatu kondisi lingkungan yang ada atau suatu sifat turun
temurun (herediter) yang ditentukan secara genetik sehingga eksistensi
organisme tersebut menjadi lebih baik”. Dengan kata lain adaptasi adalah suatu
proses evolusi yang menyebabkan organisme mampu hidup lebih baik di
bawah kondisi lingkungan dan sifat genetic tertentu yang menyebabkan
organisme menjadi lebih mampu untuk bertahan hidup (Hadi, 2016: 99).
Menurut Sutantri (2014), organisme yang mampu beradaptasi terhadap
lingkungannya mampu untuk:
1. Memperoleh air, udara dan nutrisi (makanan)
4

2. Mengatasi kondisi dan fisik lingkungan seperti temperatur, cahaya dan


panas.
3. Mempertahankan hidup dari musuh alaminya dan bereproduksi.
4. Merespon perubahan yang terjadi di sekitarnya.
Proses lain yang berhubungan dengan proses adaptasi tetapi tidak bersifat
genetis adalah aklimatisasi dan aklimasi. Aklimasi adalah modifikasi sifat-sifat
fenotip organisme yang disebabkan oleh pengaruh factor lingkungan.
Sedangkan Aklimatisasi adalah penyesuaian diri terhadap iklim. Dalam
adaptasi sifat fenotip yang tampak adalah sebagai hasil interaksi dan pengaruh
lingkungan terhadap makhluk hidup yang merupakan modifikasi dan ekspresi
gen terhadap pengaruh lingkungannya (Hadi, 2016: 99).
Adanya interaksi antara organisme dengan factor-factor ekologi, dalam
proses evolusi suatu jenis tumbuh-tumbuhan kadang-kadang dapat berhasil dan
hasilnya tidak tergantung pada berapa lama tumbuhan dapat bertahan hidup
dan mempertahankan keberadaannya (eksistensinya), atau berapa banyak
sumber daya yang dapat diperoleh tumbuhan tersebut, tetapi lebih ditekankan
pada berapa banyak gen-gen yang diturunkan individu kepada generasi
berikutnya (Hadi, 2016: 99).
Menurut hal tersebut, proses adaptasi berhubungan erat dengan bagaimana
tumbuhan dapat berinteraksi dengan lingkungannya yang dapat mempengaruhi
potensi repeoduksi secara genotip dan kemudian ditampilkan dalam wujud
fenotipnya (Hadi, 2016: 100).
Tumbuh-tumbuhan dan makhluk hidup lainnya, pada dasarnya cenderung
akan musnah atau mengalami kematian sepanjang sejarah kehidupannya jika
tidak dapat beradaptasi dengan lingkungannya. dalam arti organisme tersebut
harus mampu secara terus menerus bereaksi dan menanggapi berbagai
perubahan factor lingkungan secara fisik atau kimia, dengan beradaptasi
terhadap kondisi habitat dan perubahan iklim, bersaing (berkompetisi) dalam
mencari habitat, sumber air, nutrient dan unsur hara dan mencari mangsa
(Hadi, 2016: 100).
5

B. Penyebab Tumbuhan Beradaptasi


Suatu proses adaptasi pada tumbuh-tumbuhan umumnya akan dimulai
dengan melakukan respon atau memberikan tanggapan terhadap pengaruh satu
faktor atau beberapa faktor ekologi di habitat atau tempat hidupnya. Tumbuhan
akan tumbuh dan berkembang dengan baik jika toleran terhadap pengaruh
lingkungan dan dapat menyesuaikan diri dengan faktor tersebut. Bila kondisi
lingkungan kurang atau tidak sesuai, tumbuhan tersebut akan berusaha bereaksi
terhadap faktor lingkungannya sesuai dengan kemampuan dan toleransinya
yang dapat bersifat sempit (steno) atau luas (euri). Selanjutnya tumbuhan akan
berusaha menyesuaikan diri dengan melakukan berbagai perubahan dan
modifikasi organ tubuhnya (sebagian atau seluruhnya) secara struktural
(anataomi dan morfologi) atau secara fungsional (fisiologi) dan perilakunya.
Dalam perkembangan dan proses evolusi selanjutnya proses adaptasi dapat
menurun (secara genetis). Jika tumbuhan tersebut tidak toleran dan tidak dapat
beradaptasi dengan keadaan lingkungan tersebut biasanya tumbuhan itu akan
mati atau punah dan kehilangan eksistensinya (Hadi, 2016: 100).
Menurut Turreson, berbagai jenis tumbuhan, di dalam suatu populasi atau
komunitas tumbuhan yang terdapat di suatu tempat, dapat mempunyai berbagai
perbedaan struktural atau fungsional yang mencolok sesuai dengan
kemampuan adaptasinya. Misalnya populasi tumbuh-tumbuhan yang hidup di
tepi pantai, biasanya tumbuh merunduk, sedangkan populasi daratan dari
species yang sama tumbuhnya tegak. Pada populasi tumbuhan pantai yang
dipengaruhi oleh angin pantai, percikan garam dan pergeseran pasir, biasanya
mempunyai penampilan struktural yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut
adalah sebagai hasil adaptasi atau aklimasi tumbuhan terhadap kondisi
lingkungannya (Hadi, 2016: 100-101).
6

C. Adaptasi Morfologi Tumbuhan


Menurut Misra (1980) dalam Hadi (2010: 101) terdapat beberapa jenis
adaptasi dan penyebabnya antara lain :
1. Adaptasi yang disebabkan oleh ketersediaan air, kebutuhannya dan batas
toleransinya.
2. Adaptasi dalam hubungannya dengan habitat atau faktor tanah.
3. Adaptasi yang disebabkan oleh api.
4. Adaptasi yang dipengaruhi oleh cahaya.
5. Adaptasi yang disebabkan oleh udara dan angin.
6. Adaptasi yang dipengaruhi oleh factor- faktor biotik.
Melalui perubahan-perubahan structural, fungsional dan sifat menurun,
proses kehidupan dan keberadaan (eksistensi), tumbuhan dapat berlangsung
dan dapat dipertahankan kehadiran serta sebaran geografi di habitatnya.
Modifikasi dalam proses adaptasi untuk tumbuhan tinggi terutama untuk
melibatkan bagian – bagian vegetative yang meliputi akar, batang dan daun;
atau bagian reproduktif seperti pada bagian – bagian bunga dan sifat – sifat
pemencaran biji. Warming pada tahun 1895, adalah ilmuwan yang pertama kali
menyadari bahwa factor ekologi menjadi factor pembatas atau factor yang
dapat mengontrol dan menentukan berbagai proses adaptasi tumbuhan.
Warming juga mengelompokan tumbuh- tumbuhan ke dalam beberapa
kelompok ekologi berdasarkan pengaruh keadaan habitat atau substrat air,
salinitas, atau keasaman tanah atau lingkungannya (Hadi, 2010:101-102).
Menurut Hadi (2010: 102) tumbuhan yang beradaptasi terhadap tanah atau
habitat sebagai tempat tumbuh dapat dikelompokan menjadi 5 kelompok, yaitu:
1. Oksilofita (Oxylophyta) adalah tumbuhan yang tumbuh di lingkungan
habitat asam
2. Heliofita (heliophyta) adalah tumbuhan yang tumbuh di lingkungan habitat
mengandung garam.
3. Psamofita (Psammophyta) ialah tumbuhan yang hidup di tanah berpasir
4. Khasmofita (Chasmophyta)ialah tumbuhan yang tumbuh di celah- celah
batu.
7

5. Litofita (Lithophyta) ialah tumbuhan yang tumbuh di tanah berbatu-batu.


Menurut Hadi (2010: 102) berdasarkan kebutuhan akan air dan sifat–sifat
tanah sebagia habitatnya, para ahli membagi kelompok tumbuhan menjadi
tumbuhan hidrofit, xerofit, mesofit, epifit, halofit dan tumbuhan mangrove.
1. Tumbuhan Hidrofit
Tumbuhan hidrofita adalah tumbuhan yang tumbuh di tempat habitat
yang basah atau tumbuh di air, sebagian atau seluruhnya. Jenis tumbuhan
yang hidup di dalam atau dekat air disebut pula tumbuhan akuatik.
Lingkungan akuatik memiliki kecenderungan fluktuasi kondisi perairan
yang relatif stabil, tersedia nutrient yang larut dalam air, kadar oksigen
terlarut dan penetrasi cahaya yang makin berkurang dengan makin
dalamnya perairan. Semua faktor- faktor tersebut akan mempengaruhi
adaptasi dan pertumbuhan tumbuhan akuatik (Hadi, 2010: 102).
Menurut Hadi (2010: 102-103) berdasarkan hubungannya dengan
lingkungan air dan udara, tumbuhan hidrofit dapat dibagi menjadi 3
kelompok tumbuhan akuatik, yaitu :
a. Tumbuhan hidrofita yang tumbuh di bawah permukaan air (Submerged
hydrophytes). Tumbuhan ini berada dan hidup di bawah permukaan air,
tanpa hubungan langsung dengan atmosfer. Contohnya : Hydrilla sp.

Gambar: Hydrilla sp.


Sumber: plants.ifa.edu
b. Tumbuhan hidrofita yang tumbuhnya terapung (Floating hydrophytes),
yaitu tumbuhan yang terapung di permukaan air atau sedikit di bawah
permukaan air dan tumbuhnya berhubungan langsung dengan air dan
8

lingkungan atmosfer, dengan akar tumbuhan yang tidak terbenam atau


mengakar di tanah. Tumbuhan ini dapat dikelompokan lagi menjadi:
Tumbuhan hidrofita yang tumbuh terapung bebas. Tumbuhan jenis ini
terapung bebas di permukaan air tetapi tidak berakar di dalam lumpur.

Gambar: Eceng gondok (Eichhornia crassipes)


Sumber: bacaterus.com
c. Tumbuhan hidrofita yang bersifat amfibi (Amphibious hydrophytes).
Tumbuhan yang beradaptasi pada lingkungan akuatik dan lingkungan
terestris. Jenis- jenis tumbuhan ini tumbuh diperairan dangkal atau
perairan yang berlumpur. Bagian tumbuhan yang terdapat di permukaan
air (udara) kadang- kadang memperlihatkan sifat- sifat tumbuhan mesofit
atau xerofit, sedangkan bagian yang terendam air atau tenggelam
memperlihatkan ciri- ciri tumbuhan hidrofit sejati. Contohnya : Oryza
sativa. Tumbuhan ampibi yang batangnya terdapat di permukaan air atau
tanah, tetapi akarnya tetap terbenam di dalam rawa atau tanah yang
terendam air sebagai tumbuhan rawa. Misalnya : Cyperus sp.

1 2
9

Gambar: 1) Oryza sativa . 2) Cyperus sp.


Sumber: alamy.com dan idtools. com
a. Adaptasi Tumbuhan Hidrofit
Menurut Hadi (2010: 103-106) lingkungan akuatik pada umumnya
hampir seragam sehingga vegetasi hidrofita dalam melakukan adaptasi,
modifikasi dan perubahan organ tubuh terhadap kondisi lingkungannya
juga tidak terlalu banyak. Kebanyakan adaptasi tumbuhan hidrofita
merupakan modifikasi secara morfologi, anatomi dan fisiologi dengan
cirri – ciri sebagai berikut
1) Adaptasi Morfologi
a) Akar
Tumbuhan akuatik memiliki akar yang berkembang kurang baik :
1) Bagian akar yang berhubungan langsung dengan air berperan
sebagai permukaan yang berguna untuk menyerap air, unsur
hara dan mineral.
2) Akar pada tumbuhan akuatik yang terapung miskin akan bulu
akar.
3) Beberapa vegetasi hidrofita berakar memperoleh makanan dari
perairannya melalui permukaan tubuhnya, tetapi sebagian besar
tergantung pada akarnya yang berada dalam tanah untuk
memperoleh unsur -unsur mineral.
4) Beberapa tumbuhan akuatik kadang-kadang tidak mempunyai
akar karena hidup terapung atau melayang dalam air, seperti
pada tumbuhan Azolla pinnata.

Gambar: Azolla piñata


Sumber: plants.ifas.ufl.edu
10

5) Pada tumbuhan Jussiaea sp. Berkembang dua macam akar. Akar


yang tumbuh di permukaan air adalah akar normal, tetapi jika
tumbuh di dalam air akarnya akan mempunyai sifat “negative
geotrophic“ dengan bagian akar yang mengandung jaringan
spon.

Gambar: Jussiaea sp.


Sumber: www.google.com
6) Akar terapung membantu tumbuhan akuatik selalu pada posisi
terapung.
b) Batang
Pada umumnya batang tumbuhan akuatik bersifat lunak,
berwarna hijau atau kuning. Pada keadaan tertentu batangnya akan
bermodifikasi menjadi rhizome.
c) Daun
1) Tumbuhan akuatik pada umumnya berbulu, berdaun bulat,
berwarna hijau pucat atau hijau gelap, dengan permukaan daun
bagian atasnya yang berhubungan bebas dengan atmosfer dan
bagian bawahnya bersentuhan atau terendam air.
2) Daunnya sering mempunyai sifat heterofili. Tumbuhan akuatik
mengembangkan dua macam bentuk daun yang berada di atas
permukaan air.
3) Sifat heterofili yang berkaitan dengan sifat fisiologi biasanya
mempunyai karakteristik : 1. Akan mengurangi jumlah proses
11

transpirasi. 2. Daun yang lebar yang berada di atas air akan


menaungi daun yang terendam yang telah beradaptasi terhadap
intensitas cahaya yang rendah. 3. Tumbuhan akuatik kurang
menunjukan respon terhadap kekeringan karena pengurangan air
dapat dikompensasi oleh daun yang terendam air. 4. Tumbuhan
akuatik banyak memiliki variasi dalam bentuk hidup dan
habitatnya. 5. Tumbuhan akuatik yang berdaun lebar yang
berada di atas permukaan air mempunyai peranan untuk
transpirasi secara aktif dan mengatur tekanan hidrostatis di
dalam tubuhnya.

Gambar: Teratai (Nymphaea sp)


Sumber: albagas.com
4) Daun tumbuhan akuatik yang terapung bebas, bentuk dan tekstur
permukaannya lebih halus dan sering dilindungi oleh lapisan
lilin yang berfungsi sebagai pelindung dari pengaruh fisik dan
zat kimia, serta untuk mencegah stomata tersumbat. Daun yang
terendam biasanya bentuknya lebih kecil dan telah beradaptasi
terhadap aliran air.
5) Tumbuhan air umumnya berproduksi secara vegetative,
penyerbukan dan dispersal dilakukan oleh media air dengan
buah dan biji yang ringan sehingga mudah terapung.
b. Adaptasi anatomi
12

Menurut Hadi (2010: 105-106) pada tumbuhan hidrofit anatomi


berperan sebagai:
1) Pengurangan terhadap struktur pelindung, seperti tidak terdapatnya
lapisan kutikula karena lapisan epidermis berfungsi untuk
penyerapan air, mineral, gas secara langsung dari lingkungan
perairan. Selain itu sel – sel epidermis mengandung klorofil untuk
proses fotosintesis dan lapisan hypodermis biasanya kurang
berkembang.
2) Peningkatan aerasi. Stomata tidak dijumpai pada daun yang
terendam air. Pada tumbuhan terapung stomata berkembang dengan
jumlah terbatas di permukaan daun bagian atas.
3) Pengurangan jaringan mekanik dan jaringan pengangkutan. Pada
tumbuhan akuatik jaringan mekanik kadang- kadang tidak terdapat
atau kalau ada jumlahnya sedikit sekali
4) Penyerapan air dan garam- garam biogenic pada bagian tumbuhan
yang terendam dan dilakukan oleh jaringan pembuluh pada
dasarnya tidak diperlukan, sebab bahan – bahan tersebut secara
langsung dapat diperoleh. Karena itu pembuluh kayu xylem)
maupun pembuluh tapis (floem) tidak berkembang dengan baik dan
cenderung menjadi kumpulan jaringan yang tumbuh berkembang
berkelompok ke arah pusat.

2. Tumbuhan xerofit
Tumbuhan xerofit merupakan tumbuhan yang hidup dan tumbuh
berkembang di daerah yang habitatnya kering (Xeric). Habitat xerofit
merupakan habitat yang ketersediaan airnya terbatas atau kurang.
Menurut Hadi (2010:106) dalam kaitannya dengan ketersediaan air,
terdapat 3 tipe habitat xeric, yaitu:
a. Habitat xeric yang secara fisik sifatnya kering. Terdapat pada wilayah
yang kapasitas menahan air tanah cenderung rendah dan terdapat di
13

daerah beriklim kering, seperti gurun pasir, permukaan batuan atau lahan
kritis.
b. Habitat xeric yang secara fisiologis sifatnya kering. Terdapat pada
daerah yang airnya banyak atau melimpah, tetapi air tersebut sulit diserap
oleh tumbuh- tumbuhan karena salinitasnya terlalu tinggi, terlalu dingin
atau terlalu asam.
c. Habitat xeric yang secara fisik dan fisiologis keadaannya kering atau
kekurangan air, misalnya kawasan di lereng gunung.
Menurut Hadi (2010:106) berdasarkan ketahanannya terhadap faktor
kekeringan, tumbuhan xerofit dapat dikelompokan menjadi beberapa
kelompok, yaitu:
a. Tumbuhan xerofit yang menghindar terhadap kekeringan. Ciri – cirinya :
mempunyai siklus hidup yang pendek, selama periode yang kering
tumbuhan akan berada pada fase buah dan biji yang mempunyai perikarp
yang keras, dan dalam kondisi yang memungkinkan biji berkecambah
dengan siklus hidup yang pendek, atau biji masak sebelum musim kering
yang ekstrim.
b. Tumbuhan xerofit yang tahan menderita kekeringan. Tumbuhan yang
termasuk golongan ini biasanya mempunyai ukuran tubuh kecil, dengan
kapasitas toleransi dan dapat tumbuh menderita dengan kekeringan yang
tinggi.
c. Tumbuhan xerofit yang tahan terhadap kekeringan. Pada umumnya
tumbuhan yang termasuk dalam kelompok ini akan membentuk dan
memodifikasi organ- organ tubuh yang adaptif terhadap kondisi
kekeringan yang ekstrim, misalnya organ untuk penyimpan air.
Tumbuhan yang hidup dan tumbuh dihabitat yang kering pada umumnya
akan mengembangkan atau memodifikasi organ tumbuhan (sebagian atau
seluruhnya) sebagai reaksi dan perilaku adaptasi terhadap lingkungannya.
Modifikasi struktural pada tumbuhan xerofit mempunyai 2 karakteristik atau
ciri, yaitu karakter xeromorfik (xeromorphyc characters) dan karakter
xeroplastik (xeroplastic characters). Karakter xeromorfik merupakan
14

modifikasi struktural bersifat genetik dan bersifat menurun dengan


kemampuan tumbuhan tidak terpengaruh oleh kondisi lingkungannya.
tumbuhan tersebut hidup dan tumbuh di habitat gurun pasir, rawa payau
atau beriklim lembab. Contohnya adalah tumbuhan halofit (mangrove) atau
tumbuhan yang daunnya selalu hijau (evergreen ) di daerah sejuk dan
lembab. Karakter xeroplastik merupakan modifikasi structural yang
disebabkan oleh kekeringan dan selalu berasosiasi dengan kondisi kering,
kekurangan air dengan kelengasan yang tinggi (Hadi, 2010: 106).
a. Adaptasi morfologi
1) Akar
Adaptasi akar tumbuhan xerofit pada umumnya mempunyai
modifikasi system perakaran yang berkembang dengan baik, tumbuh
memanjang agar dapat mencapai lapisan tanah yang mengandung air
yang banyak.
2) Batang
Menurut Hadi (2010: 108-109) beberapa karakteristik adaptasi
batang antara lain :
a) Batang beberapa tumbuhan xerofit bertekstur keras dan mempunyai
jenis kayu yang baik, pada batang di atas tanah maupun di bawah
tanah.
b) Lapisan luar/epidermis batang pada umumnya diselaputi lapisan
lilin yang tebal (Missal Equisetum sp.)atau bulu- bulu yang tebal
(misal : Calotropis gigantea).
15

Gambar: Calotropis gigantean


Sumber:International Journal of Ayurvedic Medicine
c) Pada beberapa jenis tumbuhan xerofit batangnya dapat mengalami
modifikasi berupa duri (misal : Duranta sp. Ulex sp.) atau
batangnya menjadi pipih, seperti daun yang duduk dengan daun
mendatar atau tegak berwarna hijau dan berdaging. Modifikasi
daun bentuk ini dinamakan filokladium.

Gambar: Duranta sp
Sumber:Wikimedia Commons
d) Pada tumbuhan succulent, batang utama sering menjadi umbi
(bulbus) dan berdaging. Selain itu daunnya tumbuh langsung dari
ujung akarnya, misalnya tumbuhan Kleinia articulate.
16

Gambar: Kleinia
Sumber: Plants World.IN
3) Daun
Menurut Hadi (2010: 109) beberapa karakteristik adaptasi daun
antara lain:
a) Beberapa tumbuhan xerofit daunnya sering gugur dengan cepat
untuk mengurangi transpirasi dan evaporasi, atau kadang- kadang
daunnya (sebagian besar) tereduksi menjadi seperti sisik
(Asparagus sp. ) atau cemara (Casuarina equisetafolia ), atau daun
seperti jarum (Pinus merkusii).

Gambar: Asparagus sp
Sumber: tanamanherbal.com
17

Gambar: (Pinus merkusii).


Sumber:haniifiyyah.blogspot.com
b) Pada tumbuhan xerofit yang daunnya berdaging yang berfungsi
sebagai tempat penyimpan cadangan air, lendir atau getah, daunnya
akan tereduksi dan mengalami modifikasi menjadi tempat
penyimpanan bahan- bahan tersebut.
c) Pada umumnya tumbuhan xerofit yang daunnya mereduksi,
daunnya mempunyai kutikula yang tebal yang dilapisi oleh lilin
yang mengandung silica dan bentuknya kecil seperti jarum dan
berduri. d. Di daerah yang berangin kencang seperti di tepi pantai
atau di pegunungan, sering terdapat tumbuhan xerofit batang dan
daunnya berbulu dan mempunyai stomata yang terbenam
(Cryptophore ) yang terdapat di permukaan bawah daun.
Tumbuhannya dinamakan “Trichophyllous plants “.
4) Bunga, buah dan biji
Pada dasarnya bunga selalu tumbuh dan berkembang pada kondisi
lingkungan yang paling menguntungkan. Buah dan biji terlindungi
oleh kulit yang cukup keras dan kadang- kadang mempunyai lapisan
yang tebal.
3. Tumbuhan mesofit
Tumbuhan mesofit adalah tumbuhan terestris (daratan) yang tumbuh
dalam kondisi tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering atau sering
dinamakan lingkungan “mesik” (mesic environment). Tumbuhan yang
masuk dalam kelompok ini tidak dapat tumbuh dalam habitat atau tanah
18

yang jenuh air dan tanah yang kering. Contohnya: vegetasi hutan hujan,
padang rumput, lading atau kebun. Komunitas vegetasi mesofit yang paling
sederhana adalah komunitas vegetasi yang terdiri dari rerumputan, semak
atau tumbuhan herba dan vegetasi hutan hujan tropis (Hadi, 2010: 112).

Gambar: vegetasi hutan hujan


Sumber: ragamorganisme.com
4. Tumbuhan epifit
Nama epifit berasal dari bahasa latin, epi = di atas dan phyton =
tumbuhan, epiphyton = tumbuhan yang tumbuh di atas pohon. Secara
harafiah tumbuhan epifit adalah tumbuhan yang tumbuh di atas tumbuhan
lain. Secara umum, epifit adalah tumbuhan autotrof yang tumbuh pada
permukaan tumbuhan tempat bertumpu secara tetap dan tidak berakar di
tanah. epifit disebut juga tumbuhan aerofit (aerophyta) yaitu sebagai
tumbuhan yang hidup di udara. Contohnya: anggrek (Vanda teres), pakis
duwit (Drymoglosum pilaselloides), lumut kerak (Hadi, 2010: 115).

Gambar: Vanda teres


Sumber: Youtube.com
19

Menurut Hadi (2010: 116- 118) karena tumbuhan epifit kebutuhan airnya
tergantung dari hujan, embun dan uap air di udara maka tumbuhan epifit
telah beradaptasi secara structural untuk dapat menyimpan air dan
mengurangi kehilangan atau kekurangan air. Adaptasi struktural yang
penting adalah sebagai berikut:
a. Adaptasi morfologi
1) Akar
Pada tumbuhan epifit berpembuluh sistem perakarannya tumbuh
berkembang dengan baik dan luas, terdapat 3 jenis sistem perakaran,
yaitu:
a) Akar penyerap (absorbs), merupakan akar yang berfungsi untuk
menyerap air, mineral dan bahan organis sebagai nutrient dari
celah-celah kulit pohon yang lembab dan telah membusuk yang
menjadi tempat tumbuh tumbuhan epifit.
b) Akar pelekat (clinging roots), merupakan akar yang berperan agar
tumbuhan epifit tetap melekat di permukaan batang pohon tempat
tumbuh dan menyerap nutrient dari humus dan debu yang
terakumulasi di permukaan kulit batang tumbuhan inang.
c) Akar udara (aerial roots), merupakan akar yang posisisnya
menggantung di udara untuk menyerap air dari atmosfer dan
berwarna hijau (mengandung klorofil) sehingga dapat melakukan
fotosintesis
2) Batang
Batang tumbuhan epifit berpembuluh maupun tidak, berkembang
dengan baik atau tidak. Beberapa jenis tumbuhan epifit kadang-
kadang pada batangnya membentuk batang succulent untuk
menyimpan air yang bentuknya seperti umbi (tuber) atau gelembung
seperti bola palsu (pseudobulbous).
3) Daun
Daun tumbuhan epifit pada umumnya mempunyai helai daun yang
terbatas, beberapa jenis anggrek bahkan mempunyai satu helai daun
20

pada musim pertumbuhan. Kadang – kadang daunnya berdaging dan


mempunyai lapisan epidermis seperti kulit
4) Buah, biji dan penyebarannya
Buah dan biji tumbuhan epifit pada umumnya disebarkan oleh
angin, insekta dan burung. Jika biji jatuh pada permukaan batang
pohon atau tempat lainnya dan lingkungan yang sesuai maka bijinya
akan berkecambah dan tumbuh menjadi tumbuhan baru.
5. Tumbuhan halofit
Berbagai jenis tumbuhan tertentu dapat tumbuh dan hidup di habitat yang
mengandung kadar garam yang tinggi. Tumbuhan yang hidupnya demikian
dinamakan tumbuhan halofita (halophytes). Misra ( 1980 ) menyebutkan
tumbuhan halofita sebagai tumbuh- tumbuhan yang tumbuh di habitat tanah
atau air yang kaya akan senyawa garam (antara lain NaC ). Beberapa jenis
tumbuhan seperti bit (Beta vulgaris) atau alfalfa ( Alfalfa Lucerne) yang
bukan merupakan tumbuhan halofit, tetapi dapat tumbuh di tanah yang
bergaram dan disebut tumbuhan “ halofit fakultatif “ (Hadi, 2010: 119).
Menurut Hadi (2010:119) Ciri – cirri toleransi dan adaptasi yang penting
yang menandai tumbuhan halofit adalah sebagai berikut:
a. Tumbuhan yang tumbuh di tanah yang mengandung garam pada
umumnya berkecambah, tumbuh dan berkembang di musim hujan ketika
kadar garam mengalami pengenceran dan berada di bawah zona
perakaran.
b. Pada kebanyakan tumbuhan perkecambahandan pertumbuhan biji akan
terhambat dan tidak dapat tumbuh pada lingkungan berkadar garam,
sedangkan pada tumbuhan tertentu pertumbuhan kecambah dan biji dapat
berlangsung, misalnya pada tumbuhan bakau yang mempunyai hipokotil
yang telah masak dan berkecambah di atas pohon.
c. Tumbuhan halofit pada umumnya mempunyai sistem perakaran yang
dangkal, akarnya yang ada di permukaan akan berguna untuk menyerap
nutrient dan membantu aerasi karena akarnya terendam air hujan atau air
laut.
21

d. Kebanyakan tumbuhan halofit merupakan tumbuhan berdaging tebal,


mengandung air dan bersifat succulent karena pengaruh garam – garam
terlarut dalam tanah, khususnya ion- ion klorida yang menstimulasi ciri-
ciri tersebut.
Menurut Hadi (2010: 120) tumbuhan halofit yang termasuk dalam
kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) yang kebanyakan
tumbuh dan hidup di rawa- rawa pantai. Dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu:
a. Tumbuhan halofit yang tumbuh terendam air laut (hidrohalofit) yang
terdiri dari tumbuhan mangrove.
b. Tumbuhan payau di tepi pantai (higrohalofit), yang terdiri dari tumbuhan
rawa pantai (salt marsh) dan tumbuhan yang berada di dataran tinggi di
tepi pantai (aerohalofit).
Menurut Hadi (2010: 121) ciri- ciri adaptasi yang terpenting dari
tumbuhan bakau, antara lain:
a. Daunnya mempunyai sel epidermis, kutikula yang tebal dan jaringan
palisade yang berkembang dengan baik. Daunnya mempunyai kapasitas
untuk menyimpan air.
b. Mempunyai system jaringan akar berupa akar napas atau pneumatofora
(Avicennia spp.), akar tunjang (Rhizophora spp.), dan akar lutut
(Bruguera spp. ).

Gambar: Avicennia spp


Sumber: alamy.com
c. Mempunyai akar pneumatofora geotrofik negatif yang berfungsi untuk
bernapas.
22

d. Perkecambahan biji berlangsung di dalam buah dan membentuk


hopokotil yang bentuknya memanjang sehingga jika jatuh dapat
menancap di lumpur, misalnya pada Rhizophora spp.

Gambar: Rhizophora spp.


Sumber: Forestryimages.org

D. Adaptasi Fisiologi Tumbuhan


1. Respon Terhadap Cekaman Air
Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat
penting. Tanaman tidak akan dapat hidup tanpa air, karena air adalah matrik
dari kehidupan, bahkan makhluk lain akan punah tanpa air. Kramer
menjelaskan tentang betapa pentingnya air bagi tumbuh-tumbuhan; yakni
air merupakan bagian dari protoplasma (85-90% dari berat keseluruhan
bahagian hijau tumbuh-tumbuhan (jaringan yang sedang tumbuh) adalah air.
Selanjutnya dikatakan bahwa air merupakan reagen yang penting dalam
proses-proses fotosintesa dan dalam proses-proses hidrolik. Disamping itu
juga merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas dan material-material
yang bergerak kedalam tumbuh tumbuhan, melalui dinding sel dan jaringan
esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas
bentuk daun, proses membuka dan menutupnya stomata, kelangsungan
gerak struktur tumbuh-tumbuhan.Peran air yang sangat penting tersebut
23

menimbulkan konsekuensi bahwa langsung atau tidak langsung kekurangan


air pada tanaman akan mempengaruhi semua proses metaboliknya sehingga
dapat menurunkan pertumbuhan tanaman (Irwan, 2010: 158).
Efek kelebihan air atau banjir yang umum adalah kekurangan oksigen,
sedangkan kekurangan air atau kekeringan akan mengakibatkan dehidrasi
pada tanaman yang berpengaruh terhadap zona sel turgor yang selanjutnya
dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Kebutuhan air bagi tanaman
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam
hubungannya dengan tipe dan perkembangannya, kadar air tanah dan
kondisi cuaca (Campbell, 2003: 397).
a. Respon Terhadap Cekaman Kelebihan Air
Dampak genangan air adalah menurunkan pertukaran gas antara tanah
dan udara yang mengakibatkan menurunnya ketersediaan O2 bagi akar,
menghambat pasokan O2 bagi akar dan mikroorganisme (mendorong
udara keluar dari pori tanah maupun menghambat laju difusi). Genangan
berpengaruh terhadap proses fisiologis dan biokimiawi antara lain
respirasi, permeabilitas akar, penyerapan air dan hara, penyematan N.
Genangan menyebabkan kematian akar di kedalaman tertentu dan hal ini
akan memacu pembentukan akar adventif pada bagian di dekat
permukaan tanah pada tanaman yang tahan genangan. Kematian akar
menjadi penyebab kekahatan N dan cekaman kekeringan fisiologis
(Campbell, 2003: 397).
b. Respon Terhadap Cekaman Kekeringan
Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan
suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh
daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh
akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju
transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah (Irwan, 2010:
158).
Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun
morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan.
24

Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan


irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati
(Irwan, 2010: 158).
Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres
yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman.
Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup
perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada
pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas
daun, daun menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio
akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan
metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim
dan hormon, serta perubahan ekspresi (Irwan, 2010: 158).
Tumbuhan merespon kekurangan air dengan mengurangi laju
transpirasi untuk penghematan air. Terjadinya kekurangan air pada daun
akan menyebabkan sel-sel penjaga kehilangan turgornya. Suatu
mekanisme control tunggal yang memperlambat transpirasi dengan cara
menutup stomata. Kekurangan air juga merangsang peningkatan sintesis
dan pembebasan asam absisat dari sel-sel mesofil daun. Hormon ini
membantu mempertahankan stomata tetap tertutup dengan cara bekerja
pada membrane sel penjaga. Daun juga berespon terhadap kekurangan air
dengan cara lain. Karena pembesaran sel adalah suatu proses yang
tergantung pada turgor, maka kekurangan air akan menghambat
pertumbuhan daun muda. Respon ini meminimumkan kehilangan air
melalui transpirasi dengan cara memperlambat peningkatan luas
permukaan daun. Ketika daun dari kebanyakan rumput dan kebanyakan
tumbuhan lain layu akibat kekurangan air, mereka akan menggulung
menjadi suatu bentuk yang dapat mengurangi transpirasi dengan cara
memaparkan sedikit saja permukaan daun ke matahari. Semua respon
daun ini selain membantu tumbuhan untuk menghemat air, juga
mengurangi fotosintesis (Irwan, 2010: 158).
25

Pertumbuhan akar juga memberikan respon terhadap kekurangan air.


Selama musim kemarau, tanah umumya mongering dari permukaan
hingga bawahnya. Keadaan ini menghambat pertumbuhan akar dangkal,
karena sel-selnya tidak dapat mempertahankan turgor yang diperlukan
untuk pemanjangan. Akar yang lebih dalam yang dikelilingi oleh tanah
yang masih lembab terus tumbuh. Dengan demikian, sistem akar
memperbanyak diri dengan cara yang memaksimumkan pemaparan
terhadap air tanah (Irwan, 2010: 158).
2. Respon Tumbuhan Terhadap Kekurangan Oksigen
Tumbuhan yang disiram terlalu banyak air bisa mengalami kekurangan
oksigen karena tanah kehabisan ruangan udara yang menyediakan oksigen
untuk respirasi seluler akar. Beberapa tumbuhan secara struktural
diadaptasikan ke habitat yang sangat basah. Sebagai contoh, akar pohon
bakau yang terendam air, yang hidup di rawa pesisir pantai, adalah
sinambung dengan akar udara yang menyediakan akses oksigen. Akan tetapi
bagaimana tumbuhan yang tidak biasa hidup di lingkunagn akuatik bisa
mengatasi kekurangan oksigen pada tanah yang digenangi air ? Satu
perubahan struktural adalah pembentukan saluran udara yang menyediakan
oksigen pada akar yang terendam (Irwan, 2010: 158).
3. Respon Terhadap Cekaman Garam
Stres garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam-
garam terlarut yang berlebihan dalam tanaman. Stres garam ini umumnya
terjadi dalam tanaman pada tanah salin. Stres garam meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi garam hingga tingkat konsentrasi tertentu yang
dapat mengakibatkan kematian tanaman. Garam-garam yang menimbulkan
stres tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang
terlarut dalam air.1[15] Stres akibat kelebihan Na+ dapat mempengaruhi
26

beberapa proses fisiologi dari mulai perkecambahan sampai pertumbuhan


tanaman (Campbell, 2003: 397).
Kemasaman tanah merupakan kendala paling inherence dalam
pengembangan pertanian di lahan sulfat masam. Tanaman tumbuh normal
(sehat) umumnya pada ph 5,5 untuk tanah gambut dan pH 6,5 untuk tanah
mineral karena pada pH <> 50 cm dari permukaan tanah. Pada kebanyakan
spesies, pengaruh jenis-jenis garam umumnya tidak khas terhadap tumbuhan
tanaman tetapi lebih tergantung pada konsentrasi total garam (Campbell,
2003: 397).
Salinitas tidak ditentukan oleh garam Na Cl saja tetapi oleh berbagai
jenis garam yang berpengaruh dan menimbulkan stres pada tanaman. Dalam
konteks ini tanaman mengalami stres garam bila konsentrasi garam yang
berlebih cukup tinggi sehingga menurunkan potensial air sebesar 0,05 – 0,1
Mpa. Stres garam ini berbeda dengan stres ion yang tidak begitu menekan
potensial air (Campbell, 2003: 397).
Toleransi terhadap salinitas adalah beragam dengan spektrum yang luas
diantara spesies tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran.
Kehilangan air, bukan menyerapnya. Kedua, pada tanah bergaram, natrium
dan ion-ion tertentu lainnya dapat menjadi racun bagi tumbuhan jika
konsentrasinya relative tinggi. Membran sel akar yang selektif permeabel
akan menghambat pengambilan sebagian besar ion yang berbahaya, akan
tetapi hal ini akan memperburuk permasalahan pengambilan air dari tanah
yang kaya akan zat terlarut (Campbell, 2003: 397).
Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang
menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein serta
penambahan biomass tanaman. Tanaman yang mengalami stres garam
umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung
tetapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala
pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi
adalah pertumbuhan yang tidak normal seperti daun mengering di bagian
ujung dan gejala khlorosis. Gejala ini timbul karena konsentrasi garam
27

terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya potensial larutan tanah


sehingga tanaman kekurangan air. Sifat fisik tanah juga terpengaruh antara
lain bentuk struktur, daya pegang air dan permeabilitas tanah (Campbell,
2003: 397).
Pertumbuhan sel tanaman pada tanah salin memperlihatkan struktur yang
tidak normal. Penyimpangan yang terjadi meliputi kehilangan integritas
membran, kerusakan lamella, kekacauan organel sel, dan akumulasi
Kalsium Oksalat dalam sitoplasma, vakuola, dinding sel dan ruang antar sel.
Kerusakan struktur ini akan mengganggu transportasi air dan mineral hara
dalam jaringan tanaman (Campbell, 2003: 397).
Banyak tumbuhan dapat berespon terhadap salinitas tanah yang memadai
dengan cara menghasilkan zat terlarut kompatibel, yaitu senyawa organic
yang menjaga potensial air larutan tanah, tanpa menerima garam dalam
jumlah yang dapat menjadi racun. Namun demikian, sebagian besar
tanaman tidak dapat bertahan hidup menghadapi cekaman garam dalam
jangka waktu yang lama kecuali pada tanaman halofit, yaitu tumbuhan yang
toleran terhadap garam dengan adaptasi khusus seperti kelenjar garam, yang
memompa garam keluar dari tubuh melewati epidermis daun (Campbell,
2003: 397).
4. Respon Terhadap Cekaman Suhu
Suhu sebagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi produksi tanaman
secara fisik maupun fisiologis. Secara fisik, suhu merupakan bagian yang
dipengaruhi oleh radiasi sinar matahari dan dapat diestimasikan berdasarkan
keseimbangan panas. Secara fisiologis, suhu dapat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, fotosintesis, pembukaan stomata, dan respirasi.
Selain itu, suhu merupakan salah satu penghambat dalam proses fisiologi
untuk sistem produksi tanaman ketika suhu tanaman berada diluar suhu
optimal terendah maupun tertinggi (Campbell, 2003: 397).
a. Cekaman Panas
Panas berlebihan dapat mengganggu dan akhirnya membunuh suatu
tumbuhan dengan cara mendenaturasi enzim-enzimnya dan merusak
28

metabolismenya dalam berbagai cara.Salah satu fungsi transpirasi adalah


pendinginan melalui penguapan. Pada hari yang panas, misalnya
temperature daun berkisar 3°C sampai 10°C di bawah suhu sekitar.
Tentunya, cuaca panas dan kering juga cenderung menyebabkan
kekurangan air pada banyak tumbuhan; penutupan stomata sebagai
respon terhadap cekaman ini akan menghemat air, namun mengorbankan
pendinginan melalui penguapan tersebut. Sebagian besar tumbuhan
memiliki respon cadangan yang memungkinkan mereka untuk bertahan
hidup dalam cekaman panas Di atas suatu temperature tertentu- sekitar
40°C pada sebagian besar tumbuhan yang menempati daerah empat
musim, sel-sel tumbuhan mulai mensintesis suatu protein khusus dalam
jumlah yang cukup banyak yang disebut protein kejut panas (heat-shock
protein). Protein kejut panas ini kemungkinan mengapit enzim serta
protein lain dan membantu mencegah denaturasi (Campbell, 2003: 397).
b. Cekaman Dingin
Satu permasalahan yang dihadapi tumbuhan ketika temperature
lingkungan turun adalah perubahan ketidakstabilan membrane selnya.
Ketika sel itu didinginkan di bawah suatu titik kritis, membrane akan
kehilangan kecairannya karena lipid menjadi terkunci dalam struktur
Kristal. Keadaan ini mengubah transport zat terlarut melewati membrane,
juga mempengaruhi fungsi protein membrane. Tumbuhan merespon
terhadap cekaman dingin dengan cara mengubah komposisi lipid
membrannya. Contohnya adalah meningkatnya proporsi asam lemak tak
jenuh, yang memiliki struktur yang mampu menjaga membrane tetap cair
pada suhu lebih rendah dengan cara menghambat pembentukan Kristal.
Modifikasi molekuler seperti itu pada membrane membutuhkan waktu
beberapa jam hingga beberapa hari. Pada suhu di bawah pembekuan,
Kristal es mulai terbentuk pada sebagian besar tumbuhan. Jika es terbatas
hanya pada dinding sel dan ruang antar sel, tumbuhan kemungkinan akan
bertahan hidup. Namun demikian, jika es mulai terbentuk di dalam
protoplas, Kristal es yang tajam itu akan merobek membrane dan organel
29

yang dapat membunuh sel tersebut. Beberapa tumbuhan asli di daerah


yang memiliki musim dingin sangat dingin (seperti maple, mawar,
rhodendron) memiliki adaptasi khusus yang memungkinkan mereka
mampu menghadapi cekaman pembekuan tersebut. Sebagai contoh,
perubahan dalam komposisi zat terlarut sel-sel hidup memungkinkan
sitosol mendingin di bawah 0°C tanpa pembentukan es, meskipun Kristal
es terbentuk dalam dinding sel (Campbell, 2003: 397).
5. Respon Terhadap Cekaman Cahaya
Cahaya merupakan salah satu kunci penentu dalam proses metabolisme
dan fotosintesis tanaman. Cahaya dibutuhkan oleh tanaman mulai dari
proses perkecambahan biji sampai tanaman dewasa. Respon tanaman
terhadap cahaya berbeda-beda antara jenis satu dengan jenis lainnya. Ada
tanaman yang tahan (mampu tumbuh ) dalam kondisi cahaya yang terbatas
atau sering disebut tanaman toleran dan ada tanaman yang tidak mampu
tumbuh dalam kondisi cahaya terbatas atau tanaman intoleran (Campbell,
2003: 397).
Kedua kondisi cahaya tersebut memberikan respon yang berbeda-beda
terhadap tanaman, baik secara anatomis maupun secara morfologis.
Tanaman yang tahan dalam kondisi cahaya terbatas secara umum
mempunyai ciri morfologis yaitu daun lebar dan tipis, sedangkan pada
tanaman yang intoleran akan mempunyai ciri morfologis daun kecil dan
tebal. Kedua kondisi tersebut akan dapat menjadi faktor penghambat
pertumbuhan tanaman apabila pemilihan jenis tidak sesuai dengan kondisi
lahan, artinya tanaman yang toleran ketika ditanam diareal yang cukup
cahaya justru akan mengalami pertumbuhan yang kurang baik, begitu juga
dengan tanaman intolean apabila di tanam pada areal yang kondisi cahaya
terbatas pertumbuhan akan mengalami ketidak normalan. Dengan demikian
pemilihan jenis berdasarkan pada sifat dasar tanaman akan menjadi kunci
penentu dalam keberhasilan pembuatan tanaman (Campbell, 2003: 397).
Berikut ini adalah perbedaan Tanaman Toleran ( Shade leaf) Vs Intoleran
(Sun Leaf) menurut Silvika (2009).
30

a. Tumbuhan cocok ternaung menunjukkan laju fotosintesis yang sangat


rendah pada intensitas cahaya tinggi dibanding tumbuhan cocok terbuka.
b. Laju fotosintesis tumbuhan cocok ternaung mencapai titik jenuh pada
intensitas cahaya yang lebih rendah dibanding tumbuhan cocok terbuka.
c. Laju fotosintesis tumbuhan cocok ternaung lebih tinggi dibanding
tumbuhan cocok terbuka pada intensitas cahaya yang sangat rendah.
d. Titik kompensasi cahaya untuk tumbuhan cocok ternaung lebih rendah
dibanding tumbuhan cocok terbuka.
6. Respon Terhadap Herbivora
Herbivora adalah suatu cekaman yang dihadapi tumbuhan dalam setiap
ekosistem. Tumbuhan menghadapi herbivora yang begitu banyak baik
dengan pertahanan fisik, seperti duri, maupun pertahanan kimia, seperti
produksi senyawa yang tidak enak atau bersifat toksik. Sebagai contoh
beberapa tumbuhan menghasilkan suatu asam amino yang tidak umum yang
disebut kanavanin yang dinamai berdasarkan salah satu sumbernya,
jackbean (Cannavalia ensiformis). Kanavanin mirip arginin. Jika suatu
serangga memakan tumbuhan yang mengandung kanavanin, molekul itu
bergabung dengan protein serangga di tempat yang biasanya ditempati oleh
arginin, yang dapat menyebabkan matinya serangga tersebut (Lambers, dkk,
1998: 35).
31

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pada pembahasan yang terdapat di atas, maka penyusun
mengambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut.
1. Salah satu ciri makhluk hidup adalah mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya disebut adaptasi. Adaptasi ini bertujuan untuk
mempertahankan hidupnya. Tiap jenis makhluk hidup memiliki cara-cara
adaptasi yang berbeda terhadap lingkungannya.
2. Tumbuhan akan tumbuh dan berkembang dengan baik jika toleran terhadap
pengaruh lingkungan dan dapat menyesuaikan diri dengan faktor tersebut.
Bila kondisi lingkungan kurang atau tidak sesuai, tumbuhan tersebut akan
berusaha bereaksi terhadap faktor lingkungannya sesuai dengan kemampuan
dan toleransinya.
3. Melalui perubahan-perubahan structural, fungsional dan sifat menurun,
proses kehidupan dan keberadaan (eksistensi), tumbuhan dapat berlangsung
dan dapat dipertahankan kehadiran serta sebaran geografi di habitatnya.
Modifikasi dalam proses adaptasi untuk tumbuhan tinggi terutama untuk
melibatkan bagian – bagian vegetative yang meliputi akar, batang dan daun;
atau bagian reproduktif seperti pada bagian – bagian bunga dan sifat – sifat
pemencaran biji.
4. Adaptasi Fisiologi Tumbuhan terjadi karena Respon Terhadap Cekaman Air
berupa Cekaman Kelebihan Air dan Cekaman Kekeringan; Respon
Tumbuhan Terhadap Kekurangan Oksigen; Respon Terhadap Cekaman
Garam; Respon Terhadap Cekaman Suhu berupa Panas dan Dingin; Respon
Terhadap Cekaman Cahaya; dan Respon Terhadap Herbivora.

Anda mungkin juga menyukai