Anda di halaman 1dari 182

TUGAS AKHIR

PERENCANAAN SISTEM PENYALIRAN TAMBANG BATUBARA


BAWAH TANAH SEAM C1 BLOK TIMUR SITE SAPAN DALAM
PT NUSA ALAM LESTARI DESA SALAK, SAPAN DALAM, KOTA
SAWAHLUNTO, SUMATERA BARAT

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Teknik Pertambangan

Oleh:

STELLA PUTRI PRATAMA


1306459

Konsentrasi : Pertambangan Umum


Program Studi : S-1 Teknik Pertambangan

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
ii
iii
iv
BIODATA

I. Data Diri
Nama Lengkap : Stella Putri Pratama
BP/NIM : 2013/1306459
Tempat/Tanggal Lahir : Padang, 1 Mei 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Bapak : Yulastri
Nama Ibu : Marlinda Dewi
Jumlah Bersaudara : 4 (Empat) orang
Alamat Tetap : Jalan Lap. Bola PSTS No.37 Tabing,
Padang
Email : stellaputrip@gmail.com
No. Handphone : 0853-6312-0446

II. Data Pendidikan


Sekolah Dasar : SDN 24 Parupuk Tabing
Sekolah Menengah Pertama : SMPN 13 Padang
Sekolah Menengah Atas : SMAN 7 Padang
Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Padang

III. Tugas Akhir


Tempat Penelitian : PT Nusa Alam Lestari, Sawahlunto
Tanggal Penelitian : 9 Oktober s.d. 30 November 2017
Topik Studi Kasus : Perencanaan Sistem Penyaliran
Tambang Batubara Bawah Tanah Seam
C1 Blok Timur Site Sapan Dalam PT
Nusa Alam Lestari Desa Salak, Sapan
Dalam, Kota Sawahlunto, Sumatera
Barat
Tanggal Sidang Akhir : 16 Januari 2019

Padang, 16 Januari 2019

Stella Putri Pratama

v
ABSTRAK

PT Nusa Alam Lestari merupakan perusahaan yang melakukan


penambangan batubara menggunakan sistem penambangan tambang bawah tanah
(underground mining) dengan metoda penambangan room and pilar. Pada bulan
Juni 2018, PT Nusa Alam Lestari akan melakukan kegiatan penambangan pada
Seam C1 Blok Timur (Sapan Dalam) yang terdiri dari 1 lubang bukaan. Panjang
lubang bukaan (shaft) yang direncanakan untuk kegiatan penambangan sepanjang
180 m. Dalam menunjang proses produksi penambangan diperlukan suatu sistem
penyaliran tambang, sehingga berbagai infrastruktur dibuat untuk mengendalikan
air yang mengalir di area penambangan, khususnya di front penambangan.
Perencanaan penyaliran yang tidak tepat dapat menimbulkan permasalahan-
permasalahan dalam penambangan sering terjadi adalah banyaknya air yang
masuk atau tergenang yang menyebabkan terganggunya aktivitas penambangan.
Pada bulan Juli 2018 di front penambangam lubang Seam C1 PT melakukan
kegiatan penambangan sepanjang lubang bukaan 97 meter pada lubang utama dan
4 lubang cabang yang sudah teralisasi. Jumlah debit air tanah yang masuk ke area
penambangan pada lubang Seam C1 sebesar 5,112 m3/menit. Jumlah dan
spesifikasi pompa ideal untuk pemompaan air dari front tambang lubang Seam C1
yaitu 1 unit dpompa Airlux dengan kapasitas debit 6 m3/jam yang beroperasi,
dengan pompa Airlux dengan kapasitas debit 6 m3/jam dengan maksimal head
12m; head total aktual 25,08 m pada front lubang C1. Sehingga dibutuhkan
penambahan unit pompa 1 unit Airlux dengan kapasitas debit 6 m3/jam yang
sama. Ukuran dimensi dan bentuk rancangan sump ideal untuk sistem penyaliran
tambang batubara bawah tanah pada lokasi penambangan Seam C1 yang
direncanakan berbentuk persegi empat dengan dimensi panjang 2 m, lebar 1 m,
kedalaman 2 m.

Kata Kunci: Tambang Bawah Tanah, Sistem Penyaliran, Debit Air


tanah, Pompa, Sump

vi
ABSTRACT

PT Nusa Alam Lestari is a company that conducts coal mining using an


underground mining system with the method of mining room and pillar. In June
2018, PT Nusa Alam Lestari will conduct mining activities in the East Block C1
Seam (Inner Sapan) which consists of 1 opening hole. The length of the shaft
planned for 180 m of mining activities. In supporting the mining production
process a mine drainage system is needed, so that various infrastructures are made
to control the water flowing in the mining area, especially on the mining front.
Improper distribution planning can cause problems in mining often occur is the
amount of water entering or inundated which causes disruption of mining
activities. In July 2018 on the mining front, the Seam C1 PT pit carried out
mining activities along the 97 meter opening hole in the main hole and 4 branch
holes that had been realized. The amount of groundwater discharge entering the
mining area at the Seam C1 hole is 5.112 m3 / minute. The number and
specifications of the ideal pump for pumping water from the Seam C1 pit mine
front are 1 unit of Airlux pump with a discharge capacity of 6 m3 / hour operating,
with an Airlux pump with a discharge capacity of 6 m3 / hour with a maximum
head of 12m; the actual total head is 25.08 m on the hole front C1. So we need to
add 1 unit of Airlux pump unit with the same discharge capacity of 6 m3 / hour.
The dimensions and shape of the sump design are ideal for underground coal mine
drainage systems at the Seam C1 mining site planned to be rectangular with
dimensions of 2 m in length, 1 m in width, 2 m in depth.

Keywords: Underground Mine, Mine Dewatering, Groundwater Discharge,


Pump, Sump

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas

Akhir yang berjudul Perencanaan Sistem Penyaliran Batubara Tambang

Bawah Tanah Seam C1 Blok Timur Site Sapan Dalam PT Nusa Alam

Lestari Desa Salak, Sapan Dalam, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat

bantuan, pengarahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Teristimewa kepada Orangtua yang selalu memberikan dukungan, doa,

serta pengarahan sehingga Penulis selalu bersemangat dalam

menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Drs. Tamrin Kasim., M.T., dan yang telah mengarahkan penulis

sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Bapak Drs. Yunasril., M.Si., dan Bapak Ansorsy, S.T., M.T., selaku

dosen penguji pada sidang komprehensif.

4. Bapak Drs. Raimon Kopa, MT., selaku Ketua Jurusan Teknik

Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Padang.

5. Seluruh dosen dan staff jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas

Teknik, Universitas Negeri Padang.

6. Bapak Ir. H. M. Fauzi selaku KTT (2017) PT. Nusa Alam Lestari.

7. Bapak Dian Firdaus, Amd selaku KTT (2018) PT. Nusa Alam Lestari

viii
dan sekaligus sebagai Pembimbing I selama melakukan kegiatan

penelitian di PT. Nusa Alam Lestari.

8. Bapak Harry Rahardi, Amd selaku Surveyor PT. Nusa Alam Lestari

dan sekaligus sebagai Pembimbing II selama melakukan kegiatan

penelitian di PT. Nusa Alam Lestari.

9. Rizka Sestiana selaku teman penulis selama melakukan kegiatan

pengambilan data di perusahaan.

10. Seluruh karyawan PT. Nusa Alam Lestari yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk membimbing, berdiskusi, serta

memberikan arahan dan ilmunya kepada penulis selama pengambilan

data di lapangan.

11. Milia Putri, Ermaningsih, Benti Jul Sosantri, Roro Rasi Putra, Partai

Telkom’s Rizka Mutiara, Andre Rahmat, Fajar Inaqtiyo, M.Rafles, M.

Nazri, Syaifullah Aziz serta seluruh rekan-rekan S1 Teknik

Pertambangan 2013 yang telah menemani, membantu dan memberi

nasehat serta dukungan selama masa studi di Universitas Negeri

Padang.

Penulis menyadari dalam penulisan laporan ini masih terdapat

banyak kesalahan, untuk itu saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis

harapkan untuk perbaikan di masa mendatang.

Padang, 16 Januari 2019

Stella Putri Pratama

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ............................................... iii
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ............................................ iv
BIODATA................................................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................. vi
ABSTRACT ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................... 1
B. Identifikasi Masalah....................................................... 5
C. Batasan Masalah ............................................................. 6
D. Rumusan Masalah........................................................... 7
E. Tujuan Penelitian ............................................................ 7
F. Manfaat Penelitian .......................................................... 8
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Tinjauan Umum ............................................................ 10
1. Lokasi dan Topografi .............................................. 13

2. Kondisi Geologi Regional dan Endapan ................. 13

B. Tinjauan Teori............................................................... 24
1. Siklus Hidrologi ...................................................... 24
2. Sistem Penyaliran Tambang................................... 28
3. Air Bawah Tanah .................................................... 35
4. Air Tanah ................................................................ 36

x
5. Akifer ...................................................................... 40
6. Hal yang Mempengaruhi Tambang ........................ 47
7. Sump ....................................................................... 48
8. Pompa..................................................................... 52
9. Saluran Terbuka ..................................................... 59
10. Penelitian yang Relavan.......................................... 63
C. Kerangka Konseptual Penelitian ................................... 75
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ........................................................ 82
B. Tahapan Penelitian................................................... 83
C. Diagram Alir Penelitian ........................................... 88
D. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ................................. 89
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengumpulan Data ....................................................... 90
1. Data Primer ............................................................. 90
2. Data Sekunder ......................................................... 91
B. Analisis Data ................................................................. 92
1. Debit Air Tanah .....................................................92
2. Pompa ....................................................................97
3. Perencanaan Sump.................................................104
4. Bentuk Perencanaan Rancangan Sistem Penyaliran
Batubara Tambang Bawah Tanah Seam C1........... 105
C. Pembahasan................................................................... 107
1. Sistem Penambangan ................................................ 109
2. Kondisi Daerah Penambangan................................. 109
3. Kajian Sistem Penyaliran......................................... 109
4. Sump ......................................................................... 110
5. Rencana Kegiatan Pemompaan ................................ 111
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................... 112
B. Saran............................................................................. 113

xi
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 114
LAMPIRAN ..................................................................................... 115

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Kesampaian Daerah Lokasi PT. Nusa Alam Lestari ......... 10
Gambar 2. Peta Lokasi Wilayah IUP PT. Nusa Alam Lestari .................... 12
Gambar 3. Peta Geologi Kota Sawahlunto ................................................. 14
Gambar 4. Statigrafi .................................................................................... 17
Gambar 5. Daur Hidrologi .......................................................................... 25
Gambar 6. Bentuk-Bentuk Metode Mine Drainage.................................... 33
Gambar 7. Bentuk-Bentuk Metode Mine Dewatering ................................ 35
Gambar 8. Model Akifer Media Pori, Ruang Antar Butri, dan Media
Rekahan................................................................................... 43
Gambar 9. Berbagai Sistem Akifer dan Air Tanah yang terdapat di Alam. 44
Gambar 10. Akifer Bebas............................................................................ 45
Gambar 11. Akifer Setengah Bebas ............................................................ 45
Gambar 12. Akifer Tertekan ....................................................................... 46
Gambar 13. Akifer Setengah Tertekan...................................................... 46
Gambar 14. Grafik Penentuan Volume Sump........................................... 50
Gambar 15. Berbagai Bentuk Penampang Saluran .................................... 63
Gambar 16. Kerangka Konseptual ............................................................. 81
Gambar 17. Diagram Alir Penelitian..................................................... 88
Gambar 18. Sketsa Titik Pengukuran Debit Air Tanah
Lubang C1.............................................................................. 93
Gambar 19. Dimensi Sump Rencana pada Lubang C1 ................................. 105

Gambar 20. Rencana Mine Dewatering Lubang C1 .................................. 106

Gambar 21. Instalansi Pemompaan Lubang C1 ......................................... 107

Gambar 22. Rencana Mine Dewatering Lubang C1 .................................. 113

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Koordinat batas wilayah Kuasa Penambangan (KP) Eksploitasi.. 10


Tabel 2. Pengelompokan Geologi Talawi Berdasarkan
Kompleksitas Geologi .............................................................. 17
Tabel 3. Sisa Sumber Daya Cadangan Batubara Pada Izin Usaha
Penambangan 100 ha PT. Nusa Alam Lestari, Site Sapan Dalam,
Desa Salak, Kec. Talawi, Sawahlunto .......................................... 21
Tabel 4. Analisa Sample Batubara Seam C1 PT. Nusa Alam Lestari ......... 22
Tabel 5. Koefisien Kekerasan Dinding Saluran Menurut Manning ........... 61
Tabel 6. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ................................................. 89
Tabel 7. Pengukuran Debit Air Tanah pada Lubang Cabang A ................. 94
Tabel 8. Pengukuran Debit Air Tanah pada Lubang Cabang B.................. 94
Tabel 9. Pengukuran Debit Air Tanah pada Lubang Cabang C.................. 94
Tabel 10. Pengukuran Debit Air Tanah pada Sump .................................. 95
Tabel 11. Dimensi Sump ............................................................................. 104

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Peta Situasi Dan Lubang Seam C1 ....................................... 117


Lampiran B. Layout Penambangan Seam C1 ............................................ 118
Lampiran C. Info Kemajuan Lubang Seam C1.......................................... 119
Lampiran D. Desain Perencanaan Mine Dewatering
Lubang Seam C1 PT NAL.................................................... 120
Lampiran E. Desain Perencanaan Instalansi Pemompan
Lubang Seam C1 PT NAL................................................... 121
Lampiran F. Desain Perencanaan Dimensi Sump
Lubang Seam C1 PT NAL.................................................... 122
Lampiran G. Saluran Tebuka ...................................................................... 123
Lampiran H. Spesifikasi Pompa.................................................................. 124
Lampiran I. Kondisi Pipa, Harga C Dan Koefisien Kerugian
Belokan Pipa .......................................................................... 125
Lampiran J. Profil Melintang .................................................................... 126
Lampiran K. Peta Topografi PT Nusa Alam Lestari................................. 127
Lampiran L. Peta Geologi Kota Sawahlunto ............................................. 128
Lampiran M. Peta Kesampaian Daerah Lokasi PT NAL............................ 129
Lampiran N. Peta WIUP PT Nusa Alam Lestari ...................................... 130
Lampiran O. Struktur Organisasi PT Nusa Alam Lestari ........................... 131
Lampiran P. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian ......................... 132

xv
1
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai negara yang berkembang, Indonesia terus berusaha

meningkatkan pembangunan di segala bidang salah satunya adalah

memanfaatkan sumberdaya alam yang banyak terkandung di dalamnya.

Salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan saat ini adalah

batubara. Batubara merupakan sumberdaya alam dengan jumlah

cadangan yang memadai serta cukup berpotensial di Indonesia.

(Irwandy Arif.2014) batubara bias didefinisikan sebagai batuan

karobnat berbentuk padat, rapuh, berwarnacoklat tua sampai hitam,

dapat terbakar yang terjadi akibat perubahan tumbuhan secara kimia

dan fisik. Proses ini dipengaruhi oleh peredaran air, temperatur, dan

keasaman yang terendapkan pada lingkungan geologi dalam suatu

cekungan endapan (basin), tertutup lapisan lain non-organik sehingga

dalam waktu yang sangat lama menjad ibatubara.

PT Nusa Alam Lestari merupakan perusahaan yang bergerak

dibidang jasa pertambangan yang melakukan penambangan batubara

dengan luas WIUP PT Nusa Alam Lestari ±100 Ha. PT Nusa Alam

Lestari menggunakan sistem penambangan tambang bawah tanah

(underground mining) dengan metoda penambangan room and pilar

(mengikuti kemiringan batubara), penambangan batubara dilakukan

dengan cara semi mekanis menggunakan jack hammer. Metoda room

1
2

and pilar adalah suatu kegiatan pengambilan batubara di bawah tanah

dengan cara membuat blok-blok dalam lapisan batubara yang di

kelilingi oleh pilar-pilar berbentuk bujur sangkar dan empat persegi

panjang yang berguna sebagai penyangga. Jenis penyangga yang

digunakan oleh PT Nusa Alam Lestari adalah penyangga kayu. Dari

susunan pemasangan penyangganya, penyangga kayu berbentuk three

pieces set. Three pieces set terdiri dari tiga bagian utama yaitu satu

bagian atas (cap) dan dua bagian samping tiang (side post).

Kegiatan umum pada tambang bawah tanah diawali dengan

pembuatan lubang bukaan development, yang dilanjutkan dengan

penggalian, pembersihan (scalling), pemasangan ventilasi,

penyanggaan (supporting), pemuatan dan pengangkutan (mucking dan

transporting) ke tempat peremukan (crushing) atau ke tempat

penampungan (stockpile) maka selanjutnya akan melalui proses

pengolahan yaitu peremukan (crushing) dan pencampuran (blending)

menggunakan Excavator PC 200 dan selanjutnya pemasaran batubara.

PT Nusa Alam Lestari melakukan aktivitas penambangan pada 3

blok yaitu Blok 1 (Sapan Dalam), Blok 2 (Bukit Tambun), Blok 3

(Tanah kuning. Dimana lokasi penelitian penulis berada pada Blok 1

(Sapan Dalam) yang berada pada arah timur yaitu Seam C1. Pada bulan

Juni 2018, PT Nusa Alam Lestari akan melakukan kegiatan

penambangan pada Seam C1 blok timur yang terdiri dari 1 lubang

bukaan. Panjang lubang bukaan (shaft) yang direncanakan untuk


3

kegiatan penambangan sepanjang 180 m. panjang untuk setiap lubang

cabang yang direncanakan yaitu lubang cabang A sepanjang 35 meter,

lubang cabang B sepanjang 24 meter, lubang cabang C sepanjang 66

meter, lubang cabang D sepanjang 76 meter, lubang cabang E sepanjang

38 meter, lubang cabang F sepanjang 97 meter, lubang cabang G

sepanjang 65 meter, lubang cabang H sepanjang 106 meter. dan lubang

cabang I sepanjang 68 meter.

Dalam menunjang proses produksi penambangan diperlukan suatu

sistem penyaliran tambang, sehingga di PT Nusa Alam Lestari berbagai

infrastruktur dibuat untuk mengendalikan air yang mengalir di area

penambangan, khususnya di front penambangan. Sistem penanganan

air di daerah ini lebih diperhatikan karena berhubungan langsung

dengan aktivitas penambangan yang selalu bersifat bergerak (mobile)

seiring dengan kedalaman penambangan. Perencanaan penyaliran yang

tidak tepat dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan dalam

penambangan sering terjadi adalah banyaknya air yang masuk atau

tergenang yang menyebabkan terganggunya aktivitas penambangan.

Sumber air di dalam tambang bawah tanah dapat berasal dari air tanah

maupun dari rembesan air permukaan, air tersebut masuk ke lokasi

tambang dengan cara merembes melalui porositas batuan atap maupun

batuan dinding yang tidak tahan terhadap rembesan air, atau dapat pula

air mengalir melalui retakan atau rekahan batuan yang terpotong akibat

kegiatan penambangan.
4

Dari hasil pengamatan penulis di lapangan pada bulan Juli 2018 di

front penambangam lubang Seam C1 PT Nusa Alam Lestari melakukan

kegiatan penambangan sepanjang lubang bukaan 97 meter pada lubang

utama dan 4 lubang cabang yang sudah teralisasi yaitu pada lubang

cabang A sepanjang 35 meter, lubang cabang B sepanjang 24 meter,

lubang cabang C sepanjang 14 meter dan lubang cabang D sepanjang

11 meter. Pada saat ini, hanya 1 unit pompa Submersible Airlux yang

digunakan di front penambangan sehingga air yang mengenagi lantai

kerja tidak semuanya dapat dikeluarkan oleh pompa, terdapatnya

genangan air yang cukup luas dan menutupi lantai kerja penambangan,

keterdapatan genangan air ini berasal dari curah hujan yang cukup

tinggi, dan belum adanya instalasi pompa bekerja pada lubang bukaan

Seam C1 sehingga mengganggu aktivitas penambangan di front

penambangan. Selain itu, kondisi demikian menyebabkan kondisi tanah

sepanjang terowongan menjadi basah yang menyebabkan lori sering

keluar dari jalur lintasan, kesulitan untuk mencapai lokasi kerja

dikarenakan kondisi jalan yang basah atau berair.

Saat ini di PT Nusa Alam Lestari masalah yang ada pada system

penyaliran diantarannya tidak optimalnya kinerja pompa pada lubang

Seam C1, dimana pompa yang bekerja hanya 1 unit dan itu dibenarkan

oleh kasi engineering bapak Dian Firdaus. Air yang masuk ke fornt

penambangan tidak sepenuhnya dapat dialirkan oleh pompa ke sump

dikarenakan kurangan unit pompa yang bekerja dan ukuran dimensi


5

sump yang terlalu kecil, sehingga terjadi genangan air di front kerja

akibatnya mengganggu aktivitas penambangan. Dalam menunjang

jalannya aktivitas penambangan dibutuhkan suatu sistem penyaliran

tambang yang efektif dan efisien, ditandai dengan tidak adanya air di

front penambangan sehingga perlu dilakukan instalasi pemompaan agar

kegiatan pemompaan dapat bekerja dengan baik dan tercipta kondisi

kerja yang aman dan nyaman bagi para pekerja tambang yang dapat

berdampak pada besarnya produksi yang akan dihasilkan oleh PT Nusa

Alam Lestari.

Berdasarkan permasalahan sistem penyaliran tambang Seam C1

Blok Timur Site (Sapan Dalam) maka penulis mengangkat judul

“Perencanaan Sistem Penyaliran Batubara Tambang Bawah

Tanah Seam C1 Blok Timur Site Sapan Dalam PT Nusa Alam

Lestari Desa Salak, Sapan Dalam, Kota Sawahlunto, Sumatera

Barat” yang nantinya diharapkan dapat mendukung keberlangsungan

aktivitas penambangan tahun selanjutnya.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi

masalahnya sebagai berikut:

1. Adanya genangan air di front penambangan yang membuat proses

penambangan terganggu pada Seam C1 Blok Timur Site Sapan

Dalam PT Nusa Alam Lestari, Sawahlunto.

2. Kegiatan penambangan dilakukan pada Seam C1 dengan ke dalaman


6

lubang yang sudah teralisasi sepanjang 97 m, pada saat ini belum ada

perencanaan sistem penyaliran tambang di Seam C1 Blok Timur Site

Sapan Dalam PT Nusa Alam Lestari, Sawahlunto.

3. Belum adanya pengukuran debit air tanah yang masuk dilokasi front

penambangan Seam C1 Blok Timur Site Sapan Dalam PT Nusa

Alam Lestari, Sawahlunto.

4. Tidak optimalnya kerja pompa di Seam C1, sehingga terdapatnya

genangan air di sepanjang lokasi penambangan Blok Timur Site

Sapan Dalam PT Nusa Alam Lestari, Sawahlunto.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini yaitu:

1. Perencanaan sistem penyaliran hanya dilakukan pada pada Seam C1

Blok Timur Site Sapan Dalam tambang batubara bawah tanah PT

Nusa Alam Lestari, Sawahlunto.

2. Pengukuran dilakukan hanya pada debit air tanah yang masuk ke

dalam terowongan tambang pada lubang Seam C1 Blok Timur Site

Sapan Dalam PT Nusa Alam Lestari, Sawahlunto di beberapa titik

genangan air yang merupakan titik sumber air terbesar.

3. Menentukan jumlah dan spesifikasi pompa yang ideal untuk

pemompaan air dari front penambangan Seam C1 Blok Timur Site

Sapan Dalam tambang batubara bawah tanah PT Nusa Alam Lestari,

Sawahlunto.

4. Perencanaan sistem penyaliran tambang hanya berdasarkan aspek


7

teknis dan tidak mempertimbangkan aspek ekonomis.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah ditinjau dari beberapa aspek diantaranya:

1. Berapakah debit air tanah yang masuk ke area penambangan

lubang Seam C1 Blok Timur Site Sapan Dalam tambang batubara

bawah tanah PT Nusa Alam Lestari, Sawahlunto?

2. Berapakah jumlah dengan spesifikasi bagaimana pompa yang ideal

untuk penyaliran pada penambangan lubang Seam C1 Blok Timur

Site Sapan Dalam tambang batubara bawah tanah PT Nusa Alam

Lestari, Sawahlunto?

3. Berapakah ukuran dimensi sump optimal untuk dapat menampung

air yang masuk ke dalam front penambangan lubang Seam C1 Blok

Timur Site Sapan Dalam tambang batubara bawah tanah PT Nusa

Alam Lestari, Sawahlunto?

4. Bagaimana bentuk rancangan yang ideal, sistem penyaliran

tambang batubara bawah tanah pada lokasi penambangan Seam C1

Blok Timur Site Sapan Dalam tambang batubara bawah tanah PT

Nusa Alam Lestari, Sawahlunto?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini sebagai

berikut:

1. Menentukan debit air tanah yang masuk ke area penambangan di

lubang Seam C1 Blok Timur Site Sapan Dalam tambang batubara


8

bawah tanah PT Nusa Alam Lestari, Sawahlunto.

2. Menentukan jumlah dan spesifikasi pompa yang ideal untuk

pemompaan air dari front penambangan Seam C1 Blok Timur Site

Sapan Dalam tambang batubara bawah tanah PT Nusa Alam

Lestari, Sawahlunto.

3. Menentukan ukuran dimensi sump ideal untuk penambangan di

dalam lubang Seam C1 Blok Timur Site Sapan Dalam tambang

batubara bawah tanah PT Nusa Alam Lestari, Sawahlunto.

4. Menentukan bentuk rancangan ideal sistem penyaliran tambang

batubara bawah tanah pada lokasi penambangan Seam C1 Blok

Timur Site Sapan Dalam tambang batubara bawah tanah PT Nusa

Alam Lestari, Sawahlunto.

F. Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai sistem

penyaliran tambang khususnya pada sistem penambangan tambang

bawah tanah (underground mining).

2. Penelitian ini bisa dijadikan referensi untuk diadakan penelitian

selanjutnya di jurusan Teknik Pertambangan Universitas Negeri

Padang.

3. Sebagai referensi tambahan baik untuk perusahaan maupun di

Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Universitas Negeri


9

Padang.

4. Memberikan masukan bagi perusahaan mengenai hasil penelitian

yang diperoleh, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk

proses selanjutnya.
10

BAB II
KAJIAN TEORITIS

A. Tinjauan Umum

1. Lokasi dan Topografi

Secara administratif konsesi penambangan PT Nusa Alam

Lestari termasuk dalam wilayah Parambahan, Kecamatan Talawi,

Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Jarak antara daerah

penambangan dengan Kota Padang yaitu± 90 km disebelah timur

Kota Padang, ditempuh dengan kendaraan roda empat pada jalan

Lintas Sumatra melalui Padang - Kota Solok - Kota Sawahlunto

dengan waktu tempuh ± 3-4 jam, yang dapat dilihat pada Gambar

1 dibawah ini:

Gambar 1. Peta Kesampaian Daerah Lokasi PT. Nusa Alam Lestari


Sumber: PT. Nusa Alam Lestari (2015)
10
11

Secara geografis, wilayah IUP PT Nusa Alam Lestari terletak

pada koordinat 100o45’48’’ Bujur Timur (BT) – 100o46’48” Bujur

Timur (BT) dan 00o36’45” Lintang Selatan (LS) – 00o37’12” Lintang

Selatan (LS).

Secara rinci koordinat Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP)

PT Nusa Alam Lestari dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Koordinat batas wilayah Kuasa Penambangan (KP) Eksploitasi

Bujur Timur Lintang (LU/LS)


No. Titik
koordinat
(o) (') (") (o) (') (") Ket

1 100 45 48.19 0 36 54.35 LS


2 100 45 54.50 0 36 54.35 LS
3 100 45 54.50 0 36 51.80 LS
4 100 45 59.70 0 36 51.80 LS

5 100 45 59.70 0 36 53.65 LS

6 100 46 9.00 0 36 53.65 LS

7 100 46 9.00 0 36 49.78 LS

8 100 46 22.40 0 36 49.78 LS

9 100 46 22.40 0 36 45.84 LS


10 100 46 48.00 0 36 45.84 LS

11 100 46 48.00 0 37 8.21 LS

12 100 46 30.20 0 37 8.21 LS

13 100 46 30.20 0 37 12.00 LS

14 100 44 58.67 0 37 12.00 LS

15 100 44 58.67 0 37 5.50 LS

16 100 44 14.45 0 37 5.50 LS

17 100 44 14.45 0 36 59.00 LS

18 100 45 48.19 0 36 59.00 LS

Sumber: PT. Nusa Alam Lestari (2009)


12

Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Operasi Produksi PT Nusa Alam Lestari dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Lokasi Wilayah IUP PT. Nusa Alam Lestari


Sumber: PT. Nusa Alam Lestari (2009)

12
13

2. Kondisi Geologi Regional dan Endapan

a. Kondisi Umum Geologi Regional

Endapan batubara terjadi pada kala oligosen diendapkan

dalam cekungan antara gunung (Inter Mountain Basin) yang

dikenal dengan Cekungan Ombilin dan mempunyai luas ± 800

km2 yang berkembang sejak awal zaman tersier memanjang pada

arah Barat – Tenggara, searah dengan struktur geologi yang

banyak terdapat patahan (fault) dan lipatan (fold).

Lokasi penambangan batubara PT. NAL sekarang ini

terletak dibagian Barat cekungan ombilin dan terdapat pada

formasi batuan yang dikenal dengan nama Formasi Sawahlunto.

Secara umum lapisan tanah penutup batubara terdiri dari batu

lempung (clay stone), batu pasir (sand stone), batu lanau (silt

stone).

Batubara ini terletak di bagian Barat cekungan ombilin

dan terdapat pada formasi batuan yang dikenal dengan nama

Formasi Sawahlunto. Secara umum lapisan tanah penutup

batubara terdiri dari Batu Lempung (claystone), Batu Pasir

(sandstone), dan Batu Lanau (siltstone). Seperti yang terlihat

pada Gambar 3 di halaman 14.


14

Gambar 3. Peta Geologi Kota sawahlunto


Sumber: Dinas Perindagkopnaker Sawahlunto (2014)

Formasi Sawahlunto ini terletak pada dua jalur yang

terpisah yaitu jalur yang menjurus dari Sawahlunto dari

Sawahlunto sampai Sawah Rasau dan dari Tanah Hitam terus ke

timur dan kemudian ke arah utara yang disebut Parambahan.

Secara regional stratigrafi Sawahlunto dapat dibagi

menjadi dua bagian utama, yaitu kelompok batuan Pra-Tertier

dan kelompok batuan Tertier (BPS: PPSP Sawahlunto).

1) Kelompok Batuan Pra-Tertier

a) Formasi Silungkang

Nama formasi ini mula-mula diusulkan oleh

Klompe, Katili dan Sekunder pada tahun 1958. Secara

petrografi ini masih dapat dibebankan menjadi empat

satuan, yaitu: satuan Lava Andesit, satuan Lava Basalt,

Satuan Tufa Andesit, dan satuan Tufa Basalt. Umur dan


15

formasi ini diperkirakan sampai trias.

b) Tuhur

Formasi ini dicirikan lempung abu-abu kehitaman,

berlapis baik dengan sisipan-sisipan batu pasir dan

gamping hitam. Diperkirakan formasi ini berumur trias.

2) Kelompok Batuan Tertier

a) Formasi Sangkarewang

Nama formasi ini pertama diusulkan oleh Kastowo

dan Silitonga pada 1975. Formasi ini terutama terdiri dari

serpih gampingan sampai napal berwarna coklat

kehitaman, berlapis halus dan mengandung fosil ikan serta

tumbuhan. Formasi ini diperkirakan berumur Eosen

Oligosen.

b) Formasi Sawahlunto

Formasi ini merupakan formasi yang paling

penting karena mengandung lapisan batubara. Formasi ini

dicirikan oleh batu lanau, batu lempung, dan batubara

yang berselingan satu sama lain. Diperkirakan formasi ini

berumur Oligosen.

c) Formasi Sawah Tambang

Bagian bawah dari formasi ini dicirikan oleh

beberapa siklus endapan yang terdiri dari Batu Pasir

Konglomerat, Batu Lanau, dan Batu Lempung. Bagian


16

atas didominasi pada umumnya oleh Batu Pasir dan

Konglomerat tanpa adanya sisipan lempung atau batu

lanau. Umur dari formasi ini diperkirakan lebih tua dari

miosen bawah.

d) Formasi Ombilin

Nama formasi ini diusulkan oleh Kastowo dan

Silitonga pada tahun 1975. Formasi ini terdiri dari

Lempung Gampingan. Napal dan Pasir Gampingan yang

berwarna abu-abu kehitaman, berlapis tipis dan

mengandung fosil. Umur formasi ini diperkirakan Miosen

Bawah.

e) Formasi Ranau

Nama ini diusulkan oleh Marks pada tahun 1961.

Satuan ini terdiri dari batu apung berwarna abu-abu

kehitaman. Umur dari formasi ini diperkirakan Pleistosen.

Sebaran lateral dalam bentuk kolom strategrafi

disajikan pada Gambar 4 di halaman 17.


17

Gambar 4. Statigrafi
Sumber: Dinas Perindagkopnaker Sawahlunto

b. Geologi Daerah Penambangan

Berdasarkan pola tektonik pulau Sumatera daerah

sawahlunto termasuk dalam zona intra montana. Menurut P.H

Silitonga dan Kastowo (1995) daerah telitian termasuk dalam

anggota Bawah Formasi Ombilin (Tmol), yang berada pada

batuan granit berumur trias. Pengelompokan geologi Talawi

berdasarkan kompleksitas geologi dapat dilihat pada Tabel 2 di

halaman 18.
18

Tabel 2. Pengelompokan Geologi Talawi Berdasarkan Kompleksitas


Geologi
No. PARAMETER KONDISI GEOLOGI

I Aspek Tektonik Sederhana Moderat Kompleks

Sesar Hampir tidak Jarang Rapat


1. ada

2. Lipatan Hampir tidak Terlipat sedang Terlipat


terlipat kuat
3. Intrusi Tidak Berpengaruh Sangat
berpengaruh berpengaruh
Kemiringan Landai Sedang Terjal
4.

II Aspek Sederhana Moderat Kompleks


Sedimentasi
1. Variasi ketebalan X < 10% 10% < X < X > 50%
50%
2. Kesinambungan Ribuan meter Ratusan meter Puluhan
meter
3. Percabangan Hampir tidak Beberapa Banyak
ada
4. Variasi kualitas Sedikit Bervariasi Sangat
bervariasi bervariasi
Sumber: PT. Nusa Alam Lestari (2009)

Menurut Tabel 2 di atas kompleksitas geologi daerah

Talawi pada lapisan sedimen pembawa batubara termasuk dalam

kriteria geologi sederhana, sehingga perhitungan sumber daya

batubara terukur dari titik informasi singkapan dapat dihitung

sejauh 300 m.

c. Lapisan Batubara Sapan Dalam

Dari eksplorasi terdahulu, pada saat penambangan telah

diketahui, terdapat 3 (tiga) lapisan (seam) batubara yang dapat di

tambang (mineable) dengan metode tamda. Lapisan tersebut

adalah seam A1, seam C1, dan seam C2 dengan kemiringan


19

masing-masing 15o-30o.

1) Lapisan Batubara A1

Lapisan batubara seam A1 yang akan di tambang

dengan metode tamda memiliki ketebalan rata-rata 1,6 m tepat

di atas roof A1 terdapat clay dengan ketebalan 3 – 5 m.

2) Lapisan Batubara C1

Lapisan batubara seam C1 merupakan lapisan

batubara di bawah seam A1 yang akan di tambang dengan

metode tamda dengan ketebalan rata-rata 1,9 m. Posisi lapisan

seam C1 mencapai 30 – 35 m di bawah lapisan seam A1.

3) Lapisan Batubara C2

Lapisan batubara seam C1 merupakan lapisan

batubara terbawah (di bawah seam C1) dengan ketebalan rata-

rata 2,4 m. Posisi lapisan seam C2 berada 4 – 12 m di bawah

lapisan seam C1.

d. Karakteristik dan Kondisi Lapangan

Desain penambangan batubara bawah tanah Sapan

Dalam didasarkan pada beberapa pertimbangan berikut, yaitu:

kapasitas produksi yang diinginkan, kondisi topografi, dan

morfologi di permukaan, kondisi geologi di area penambangan,

kondisi dan keberadaan batubara yang akan ditambang, kondisi

geoteknik massa batuan, peralatan yang akan digunakan serta

kondisi permukaan disekitar mulut tambang. Karakteristik massa


20

batuan dan keberadaan lapisan batubara yang akan menjadi

pertimbangan dalam desain penambangan adalah sebagai

berikut:

1) Dasar dinding lereng bekas open pit dianggap sebagai garis

singkapan batubara terbawah yang di tambang.

2) Lapisan overburden sampai di atas permukaan tidak terlalu

tebal sehingga daerah kerja diperkirakan dalam lingkungan

tidak terlalu berat. Jarak floor A1 – top surface adalah antara

10 - 30 m.

3) Terdapat beberapa lapisan batubara, namun yang di tambang

hanya lapisan batubara tebal, yaitu: seam A1, seam C1, seam

C2.

4) Kondisi hidrogeologi dianggap cukup sederhana, tidak

kompleks, dan dianggap pengendalian air tanah tidak begitu

sulit.

5) Lapisan batubara memilki kemiringan relatif seragam antara

15o-35o dan dalam desain digunakan kemiringan sebesar 6o-

12o.

3. Ganesa Batubara

Batubara adalah batuan sedimen yang berlapis dan bersifat

karbonan dimana terbentuk oleh akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang

terawetkan dalam lapisan sedimen pembawanya serta mengalami

peningkatan temperatur dan tekanan yang tinggi sehingga kaya akan


21

unsur karbon.

Batubara terbentuk dari adanya endapan organik yang

merupakan sisa-sisa tumbuhan yang terendapkan di lingkungan

delta, pantai, rawa ataupun cekungan antar gunung yang berupa

danau, dimana lapisan batuan dasarnya merupakan batuan yang

kedap air yang memungkinkan tidak terjadinya sirkulasi air yang

tinggi. Vegetasi yang terus menerus tumbuh memungkinkan

terjadinya rawa hutan, pohon-pohon yang mati akan terendam dan

mengalami pembusukan anaerob. Zat air yang terkandung di dalam

tumbuhan akan lepas dan menyebabkan bertambahnya persentasi

karbon.

Humus yang terbentuk pada daerah dengan sistem pengairan

yang buruk dimana air terus-menerus menggenanginya,maka akan

berubah menjadi gambut yang merupakan tahap awal proses

pembatubaraan (coalification), selanjutnya dengan pembebanan

lapisan sedimen yang ada diatasnya terpengaruh temperatur yang

terjadi secara kontinu akan berulang-ulang dalam kurun waktu jutaan

tahun menyebabkan gambut menjadi batubara dengan kondisi

ketebalan yang bervariasi dan berlapis-lapis.

4. Kualitas Batubara

Menurut klasifikasi American Society for Testing and

Materials (ASTM), batubara PT. Nusa Alam Lestari termasuk ke

dalam tingkat Bituminus High Volatil dengan nilai kalori 6.800 –


22

7.200 Kkal/kg. Hasil ini didapat dari analisa Proximate (analisa

komponen pembentuk batubara) dan analisa Ultimate (analisa unsur-

unsur kimia yang terkandung pada batubara) yang menunjukkan

kadar belerang dan kadar abu yang rendah, sedangkan bobot isi rata-

rata batubara dari hasil eksplorasi adalah 1,3 ton.

Karena penambangan dilakukan dengan metode tambang

dalam sistem Room and Pillar maka tidak semua sisa cadangan dapat

diambil. Berdasarkan pengalaman tambang dalam sebelumnya di

PT. BA Ombilin maka mining recovery yang dipakai adalah 50%

dari 100% cadangan yang artinya harapan tonase batubara terambil

dari tiap lapisan adalah sebagai berikut:

a. Kapasitas produksi tambang dalam pada seam C1 diproyeksikan

232.820 ton.

b. Kapasitas produksi tambang dalam pada seam C2 diproyeksikan

321.259 ton.

Tabel 3. Sisa Sumber Daya Cadangan Batubara Pada Izin Usaha


Penambangan 100 ha PT. Nusa Alam Lestari, Site Sapan
Dalam, Desa Salak, Kec. Talawi, Sawahlunto.

SEAM SISA CADANGAN MINEABLE (TON) 2015


TERUKUR TERUNJUK TEREKA TOTAL

Seam 248.358 781.640 496.901 1.526.899


A1
Seam 46.564 556.697 421.318 1.024.579
C1
Seam 642.518 692.321 722.334 2.057.173
C2
Total 937.440 2.030.658 1.640.553 4.608.651

Sumber: PT. Nusa Alam Lestari (2015)


23

Dari hasil analisa sample (conto) batubara dapat dilihat pada

Tabel 4 di bawah ini:

Tabel 4. Analisa Sample Batubara Seam C1 PT. Nusa Alam Lestari


No. Parameter Satuan Rata-rata
1 Total moisture (AR) (%) 7.86
2 Proximate analisis (ADB)
 Inherent moisture (%) 5.71
 Volatile moisture (%) 36.67
 Ash content (%) 12.65
 Fixed carbon (%) 44.96
3 Calori value (ADB) Kcal/kg 6.800 – 7.585
4 Total sulfur (%) 0,56 – 2,41
5 Coal rank - Subbituminus
Sumber: PT. Nusa Alam Lestari (2015)
Keterangan:

1) As Received (AR), yaitu batubara yang masih mengandung air total.

2) Air Dried Base (ADB), yaitu kondisi batubara yang telah dikeringakan

tetapi masih mengandung air (Inherent Moisture).

3) Dry Base (DB), yaitu kondisi batubara kering.

4) Day Ash Free (DAF), yaitu kondisi batubara yang hanya mengandung

volatile matter dan fixed carbon serta bebas dari kandungan air dan

kandungan abu.

B. Tinjauan Teori

1. Siklus Hidrologi

Siklus Hidrologi menurut C.D. Soemarto (1999) adalah suatu

gerakan air laut ke udara, yang kemudian jatuh ke permukaan tanah,

dan akhirnya mengalir ke laut kembali. Siklus ini memiliki

pengecualian yang artinya kegiatanya tersebut tidaklah sesederharna

dibayangkan, karena;
24

a. Bukan merupakan siklus singkat dimana air hujan yang jatuh

semuanya akan kembali ke laut

b. Siklus tidak memiliki keseragaman waktu

c. Tergantung pada letak geografi dan keadaan iklim suatu lokasi

d. Mengalami proses yang kompleks dimana proses akhir berupah

hujan

Air laut menguap karena radiasi matahai membentuk titik-

titik uap air menjadi awan, kemudian awan yang terjadi akibat

penguapan air bergerak di atas daratan karena terbawa oleh

hembusan angin. Lalu Presipitasi terjadi karena adanya tabrakan

antara butir-butir uap air di awan akibat desakan angin, presipitasi

dapat berbentuk hujan atau salju. Setelah itu air jatuh kepermukaan

tanah, akan menimbulakan limpasan (runoff) yang mengalir kembali

ke laut. Selama proses air mengalir kembali ke laut beberapa

diantaranya masuk kedalam tanah (infiltrasi) dan bergerak terus ke

bawah (perkolasi) menuju daerah jenuh air (staturated zone) yang

terdapat dibawah permukaan air tanah atau yang juga dinamakan

permukaan permukaan freatik. Air dalam daerah ini bergerak

perlahan-lahan melewati akuifer masuk ke suangai atau kadan-

kadang langsung masuk ke laut (C.D. Soemarto, 1999). Untuk lebih

jelasnya siklus hidrologi dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.


25

Gambar 5. Daur Hidrologi


Sumber : Rusli Har,2015

Rangkaian Daur Hidrologi:

1) Presipitasi

Presipitasi adalah nama umum dari uap yang

mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian

proses siklus. Presipitasi dapat berbentuk dua

wujud,yaitu:

a) Presipitasi cair, seperti hujan danembun.

b) Presipitasi beku, seperti salju dan hujanes.

Faktor-faktor yang memepengaruhi presipitasi

adalah:

(1) Adanya uap air diatmosfer.

(2) Faktor-faktor meteorologis seperti suhu, air, suhu

udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan dan

sinarmatahari.
26

(3) Rintangan yang disebabkan oleh gunung danlain-

lain.

2) Infiltrasi

Proses masuknya air hujan ke dalam lapisan

permukaan tanah dan turun ke permukaan air tanah

disebut infiltrasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi

infiltrasi adalah:

a) Dalamnya genangan di atas permukaan tanah dan

tebal lapisan yangjenuh

b) Kelembabantanah

c) Pemampatan oleh curahhujan

d) Penyumbatan oleh bahan-bahan yanghalus

e) Pemampatan oleh orang danhewan

f) Strukturtanah

g) Tumbuh-tumbuhan

h) Udara yang terdapat dalamtanah

i) Lain-lain

3) Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan gabungan dari

evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah proses

pertukaran molekul air di permukaan menjadi molekul

uap air di atmosfer akibat panas. Transpirasi adalah

proses penguapan pada tumbuh-tumbuhan melalui sel-


27

sel stomata.

Faktor yang mempengaruhievapotranspirasi

adalah:

a) Faktor-faktor meteorologiterutamamatahari

karena 95%evapotranspirasi terjadi pada sianghari.

b) Jenis tumbuhan, karena evapotranspirasi dibatasi

oleh persediaan kelembaban air yang diperlukan oleh

tumbuh-tumbuhan serta ukuranstomata.

c) Jenis tanah, karena kadar kelembaban tanah

membatasi persediaan air yang disediakan

tumbuhan.

d) Genangan air terbuka.

2. Sistem Penyaliran Tambang

Sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha yang diterapkan

pada daerah penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau

mengeluarkan air yang masuk ke daerah penambangan. Upaya ini

dimaksudkan untuk mencegah terganggunya aktivitas penambangan

akibat adanya air dalam jumlah yang berlebihan, terutama pada

musim hujan.Selain itu, system penyaliran tambang ini juga

dimaksudkan untuk memperlambat kerusakan alat serta

mempertahankan kondisi kerja yang aman, sehingga alat-alat

mekanis yang digunakan pada daerah tersebut mempunyai umur

yang lama.
28

Pengertian penyaliran menurut Putra, Amton Yudi Umsini,

Aryanto (2010:218), adalah suatu usaha untuk mencegah,

mengeringkan dan mengeluarkan air yang menggenangi suatu

daerah tertentu.Penirisan tambang adalah penirisan yang diterapkan

didaerah penambangan yang bertujuan untuk mencegah masuknya

air atau mengeluarkan air yang telah masuk menggenangi daerah

penambangan yang dapat mengganggu aktivitas penambangan.

Sistem penyaliran yang ada dilokasi tambang bawah tanah

(Underground Mining) dilaksanakan karena akumulasi air di dalam

tambang yang harus dikeluarkan. Tujuan penyaliran tambang adalah

mencegah terjadinya korosi pada peralatan tambang. Mencegah

terjadinya akumulasi (genangan) air di dalam tambang.Menciptakan

kondisi kerja yang aman dan nyaman di dalam tambang.Secara

hidrologi air dibawah permukaan tanah dapat dibedakan menjadi air

pada daerah tak jenuh dan air pada daerah jenuh. Daerah tidak jenuh

air umumnya terdapat pada bagian teratas dari lapisan tanah dan

dicirikan oleh gabungan tiga fasa, yaitu: fase padat (material atau

butiran padatan), fase cair ( airadsorbsi, air kapiler dan air infiltrasi),

fase gas.Daerah ini dipisahkan dari daerah jenuh air oleh jaringan

kapiler.Daerah jenuh merupakan bagian dibawah zona tak jenuh.Air

yang terdapat pada zona atau daerah jenuh inilah yang disebut

“Ground Water”.

Teknik penyaliran bisa bersifat pencegahan atau pengendalian


29

air masuk ke lokasi penambangan (Awang Suwandhi, 2004).

Perusahaan cendrung memutuskan teknik penyaliran dengan

memepertimbangkan biaya yang dikeluarkan tanpa mengurangi

keselamatan kerja. Selain itu dalam pemilihan teknik penyaliran

harus memperhatikan prediksi cuaca ekstrim yang akan terjadi di

front penambangan agar mengurangi resiko bahaya akibat tingginya

debit air limpasan.

Penanganan masalah air dalam suatu tambang dapat dibedakan

menjadi dua jenis (Rudi Sayoga Gautama, 1999:4-1) yaitu:

a. Mine Drainage

Mine drainage merupakan suatu upaya untuk mencegah

masuk atau mengalirnya air ke areal front kerja. Hal ini umum

dilakukan untuk penanganan air tanah dan air yang berasal dari

sumber air permukaan. Beberapa metode mine drainage seperti:

metode siemens, metode pemompaan dalam (deep well pump),

metode elektro osmosis, small pipe with vacuum pump, metode

pemotongan/penggalian air tanah, metode kombinasi dengan

lubang bukaan tambang bawah tanah.

Beberapa metode penyaliran tambang (mine drainage)

adalah sebagai berikut:

1) Metode Siemens

Pada tiap jenjang dari kegiatan penambangan

dibuat lubang bor kemudian ke dalam lubang bor


30

dimaksukkan pipa dan disetiap bawah pipa tersebut

diberi lubang-lubang. Bagian ujung ini masuk ke

dalam lapisan akuifer, sehingga air tanah terkumpul

pada bagian ini dan selanjutnya dipompa ke atas dan

dibuang ke luar daerah penambangan.

2) Metode Elektro Osmosis

Pada metode ini digunakan batang anoda serta

katoda. Bilamana elemen-elemen dialiri arus

listrikmakaair akan terurai, H+ pada katoda (disumur

besar) dinetralisir menjadi air dan terkumpul pada

sumur lalu dihisap dengan pompa.

3) Small Pipe with Vacuum Pump

Cara ini diterapkan pada lapisan batuan yang

impermiabel (jumlah air sedikit) dengan membuat

lubang bor. Kemudian dimasukkan pipa yang ujung

bawahnya diberi lubang-lubang. Antara pipa isap

dengan dinding lubang bor diberi kerikil-kerikil kasar

(berfungsi sebagai penyaring kotoran) dengan

diameter kerikil lebih besar dari diameter lubang. Di

bagian atas antara pipa dan lubang bor di sumbat

supaya saat ada isapan pompa, rongga antara pipa

lubang bor kedap udara sehingga air akan terserap ke

dalam lubang bor.


31

4) Metode Pemompaan Dalam (Deep Well Pump)

Metode ini digunakan untuk material yang

mempunyai permeabilitas rendah dan jenjang tinggi.

Dalam metode ini dibuat lubang bor kemudian

dimasukkan pompa ke dalam lubang bor dan pompa

akan bekerja secara otomatis jika tercelup air.

Kedalaman lubang bor 50 meter sampai 60 meter.

5) Metoda Pemotongan atau Penggalian Air Tanah

Metoda ini digunakan untuk mengatasi air

tanah dimana lapisan akuifernya terletak pada

permukaan atau pada lapisan atas. Cara ini dilakukan

dengan menggali/memotong lapisan akuifer tersebut,

sehingga air tanah tidak menerus kedalam pit,

kemudian bekas galian diisi dengan material yang

kedap air.

6) Metoda Kombinsi dengan Lubang Bukaan

Tambang Bawah Tanah

Metoda ini dilakukan dengan membuat lubang

bukaan tambang bawah tanah secara mendatar,

kemudian pada lubang bukaan mendatar tersebut

dibuat lubang bukaan secara vertikal keatas

menembus lapisan akuifer untuk menurunkan muka

air tanah. Air akan mengalir secara gravitasi sehingga


32

tidak dibutuhkan pemompaan.

Untuk lebih jelasnya tentang keenam metoda mine

drainage ini dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini:

Gambar 6. Bentuk-Bentuk Metode Mine Drainage


Sumber: Rudi Sayoga Gautama, 1999

b. Mine Dewatering

Mine dewatering merupakan usaha yang dilakukan

untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke dalam areal

penambangan, terutama untuk penanganan air hujan. Beberapa

metode penyaliran tambang (mine dewatering) adalah sebagai

berikut:

a) Membuat sump di dalam front tambang (Pit)

Sistem ini diterapkan untuk membuang air tambang


33

dari lokasi kerja. Air tambang dikumpulkan pada sumuran

(sump), kemudian dipompa keluar. Pemasangan jumlah

pompa tergantung pada kedalaman penggalian, dengan

kapasitas pompa menyesuaikan debit air yang masuk ke dalam

lokasi penambangan.

b) Membuat Paritan

Pembuatan parit sangat ideal diterapkan pada

tambang terbuka open cast atau kuari. Parit dibuat berawal

dari sumber mata air atau air limpasan menuju kolam

penampungan, langsung ke sungai atau diarahkan ke selokan

(riool). Jumlah parit ini disesuaikan dengan kebutuhan,

sehingga bisa lebih dari satu. Apabila parit harus dibuat

melalui lalu lintas tambang maka dapat dipasang gorong-

gorong yang terbuat dari beton atau galvanis. Dimensi parit

diukur berdasarkan volume maksimum pada saat musim

penghujan deras dengan memperhitungkan kemiringan

lereng. Bentuk standar melintang dari parit umumnya

trapesium.

c) Sistem Adit

Cara ini biasanya digunakan untuk pembuangan air

pada tambang terbuka yang mempunyai banyak jenjang.

Saluran horizontal yang dibuat dari tempat kerja menembus

ke shaft yang dibuat di sisi bukit untuk pembuangan air yang


34

masuk ke dalam tempat kerja. Pembuangan dengan sistem

ini biasanya mahal, disebabkan oleh biaya pembuatan

saluran horisontal tersebut dan shaft.

Beberapa metode penyaliran mine dewatering seperti:

sistem kolam terbuka, sistem adit, cara puritan dapat dilihat

pada Gambar 7 berikut ini:

Gambar 7. Bentuk-Bentuk Metode Mine Dewatering


Sumber: Rudi Sayoga Gautama, 1999

3. Air Bawah Tanah

Secara umum, air tanah adalah air yang terdapat di bawah

permukaan bumi.Dalam menentukan dimensi lubang bukaan untuk

kelancaran aktivitas pertambangan bawah tanah, keterdapatan air


35

tanah sangat mempengaruhi penentuan dimensi lubang bukaan.

Keberadaan air tanah merupakan suatu bagian dari siklus air yang

terjadi di sekitar daerah tersebut.

Menurut Putra, Anton Yudi Umsini, Aryanto (2010:218)

Akumulasi air dan kapasitas transport dari suatu formasi ditentukan

oleh porositas. Porositas adalah sebagai perbandingan volume pori-

pori terhadap volume total. Ada dua jenis porositas yaitu: Porositas

primer, yaitu porositas yang telah ada pada waktu pembentukan dan

konsolidasi batuan. Porositas sekunder, yaitu porositas yang

dihasilkan dari tekanan tektonik yang menyebabkan retakan dan

saluran-saluran karena pelarutan yang membentuk jalur-jalur aliran.

Porositas menentukan kapasitas memuat atau mengantarkan air

(permeable) dari suatu formasi batuan. Batuan vulkanik mempunyai

porositas primer yang sangat rendah, tetapi rekahan-rekahan dan

joint serta bidang-bidang perlapisan adalah saluran utama dari

gerakan air pada zona ini.

4. Air Tanah

Air tanah menyusun suatu bagian dari sistem sirkulasi air di

bumi yang disebut siklus hidrologi. Formasi yang menyimpan air

dari kerak bumi bertindak sebagai jalur pergerakan dan

penyimpanan air. Air masuk dalam formasi ini dari permukaan

tanah kemudian bergerak perlahan dengan jarak yang bervariasi

sampai akhirnya muncul kembali kepermukaan tanah karena aliran


36

alamiah, atau disebabkan oleh tumbuhan atau aktivitas manusia

(Todd, 1980).Siklus hidrogeologi tersebut merupakan

pergerakanair dari air permukaan, air tanah dan dari vegetasi ke

atmosfer dan kembali ke tanah melaluihujan.

Air tanah adalah air yang menempati pori-pori atau rekahan

di dalam lapisan tanah atau batuan dan dapat mengalir diantara

pori-pori atau rekahan tersebut (Lilik Eko Widodo,”Hidrologi,

Hidrogeologi Serta Penyaliran Tambang”,2012;22) air yang

terdapat dibawah permukaan tanah, khususnya yang berada di

dalam zona jenuh air. Sedangkan air bawah tanah merupakan

seluruh air yang terdapat di bawah permukaan tanah, mulai dari

zona tidak jenuh (unsaturated zone) hingga zona jenuh air

(saturated zone). Untuk mengetahui debit air tanah dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Soemarto,1995):

Keterangan:

Q = Debit Air Tanah (m3/jam)

t = Waktu Pengamatan Perubahan Air Sump(jam)

ħ = KenaikanPermukaan

L1 = Luas Permukaan Air Diawal (m2)

L2 = Luas Permukaan Air Diakhir(m2)

Namun perhitungan debit air tanah juga dapat dilakukan

dengan cara menghitung kecepatan dan luas dari sebuah paritan


37

yang masuk atau sengaja dialirkan ke dalam sump, dengan rumus

berikut (Chow, 1997):

Q=VxA
Keterangan :

Q = Debit Air Tanah (m³/s)

V = Kecepatan Aliran Air(m/s)

A = Luas Permukaan Paritan (kedalaman xlebar)

Air tanah lebih dari 98 % dari semua air di atas bumi

tersembunyi di bawah permukaan dalam pori-pori batuan dan

bahan-bahan butiran. Dua persen sisanya adalah apa yang kita lihat

di danau, sungai dan reservoir). Jumlah air tanah yang besar

memerankan peranan penting dalam sirkulasi air alami. Asal-

muasal air tanah juga dipergunakan sebagai konsep dalam

mengggolongkan air tanah ke dalam 4 macam yang jelas,yaitu:

a. Air Meteorik

Air ini berasal dari atmosfer dan mencapai mintakat

kejenuhan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan:

a) Secara langsung oleh infiltrasi pada permukaantanah.

b) Secara tidak langsung oleh perembesan influen (dimana

kemiringan muka air tanah menyusup di bawah aras air

permukaan kebalikan dari efluen) dari danau, sungai,

saluran buatan dan lautan.

c) Secara langsung dengan cara kondensasi uap air


38

(dapatdiabaikan).

b. Air Juvenile

Air ini merupakan air baru yang ditambahkan pada

mintakat kejenuhan dari kerak bumi yang dalam. Air yang untuk

sementara waktu telah dikeluarkan dari daur hidrologi oleh

pelapukan, namun ke daur lagi dengan proses-proses

metamorfisme, pemadatan atau proses- proses yang serupa.

Selanjutnya air ini dibagi lagi menurut sumber spesifiknya ke

dalam:

a) Air magmatik.

b) Air gunung api dan air kosmik (yang dibawa oleh


meteor).

c) Air diremajakan(rejuvenated).

c. Air Konat

Air yang dijebak pada beberapa batuan sedimen atau

gunung pada saat asal mulanya. Air tersebut biasanya sangat

termineralisasi dan mempunyai salinitas yang lebih tinggi dari

pada air laut.

Menurut Todd (1980) keberadaan air tanah di bawah

permukaan tanah dapat dibagi menjadi zona aerasi dan zona

jenuh. Zona aerasi terdiri dari ruang antar butir yang ditempati

sebagian dari air dan sebagian udara. Dalam zona jenuh

semua ruang antar butir diisi oleh air dibawah tekanan

hidrostatik. Kebanyakan dalam massa tanah di bumi, satu


39

zona aerasi berada diatas satu zona jenuh. Dalam zona aerasi

(air vadose) terdapat tiga zona, yaitu: zona air tanah

permukaan, zona vados e intermediate dan zona

kapiler.Dimana air yang berada pada zona tak-jenuh disebut

air gantung (vadose water). Air gantung yang terdapat dekat

permukaan hingga tersedia bagi akar tetumbuhan disebut air

solum (solumn water), dan yang tersimpan dalam ruang

merambut (capillary zone) disebut air merambut (capillary

water).

Zona jenuh berasal dari bagian permukaan muka air

tanah sampai dengan batuan impermeabel. Tidak adanya

lapisan impermeabel di atas muka air tanah, membentuk

permukaan zona jenuh, ini disebut sebagai permukaan

tekanan atmosfer dan terlihat pada muka air tanah dalam

sumur di akifer bebas. Sebenarnya kejenuhan melampui

sedikit di atas muka air tanah akibat gaya kapiler. Air yang

berada di zona jenuh disebut dengan istilah airtanah.

5. Akifer

Akifer adalah suatu formasi atau lapisan batuan yang

mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan mengalirkan air

tanah dalam jumlah berarti. Air tanah berada dan bergerak di dalam

ruang antar butirnya. Akifer pada umumnya tersebar luas dan dapat

terletak di atas atau di bawah lapisan pembatas yang berupa batuan


40

yang relatif kedap air yang secara stratigrafi letaknya berdekatan

dengan satu atau lebih akifer lainnya.

Kondisi alam dan distribusi akifer di kendalikan oleh

litologi, stratigrafi, dan struktur dari materi simpanan geologi dan

formasi. Litologi merupakan susunan fisik dari simpanan litologi.

Susunan ini termasuk komponen mineral, ukuran butir, dan

kumpulan butir (grainpacking) yang terbentuk dari sedimentasi

atau batuan yang menampilkan sistem geologi. Stratigrafi

menjelaskan hubungan geometris dan umur antara macam-macam

lensa, dasar dan formasi dalam geologi sistem dari asal terjadinya

sedimentasi. Bentuk struktur seperti pecahan, retakan, lipatan, dan

patahan merupakan sifat-sifat geometrik dari sistem geologi yang

dihasilkan oleh perubahan bentuk (deformasi) akibat proses

penyimpanan (deposisi) dan proses kristalisasi dari batuan. Pada

simpanan yang belum terkonsolidasi (unconsolidated deposits),

litologi dan stratigrafi merupakan pengendali yang palingpenting.

Kemampuan akifer untuk menyimpan dan mengalirkan air

dipengaruhi oleh porositas dan permeabilitas. Porositas merupakan

persentase dari pori-pori batuan yang dapat terisi oleh fluida.

Porositas secara tidak langsung berhubungan dengan konduktivitas

hidrolik. Akifer dengan porositas yang tinggi akan memiliki nilai

konduktivitas hidrolik yang tinggi pula.

Porositas dapat terbentuk secara primer dan sekunder. Proses


41

pembentukan porositas primer terjadi selama proses pengendapan

berlangsung (syngenetic), yaitu terbentuknya ruang antar butiran

komponen penyusun batuan sedimen. Sedangkan porositas

sekunder terbentuk setelah litifikasi (postgenetic), baik melalui

pelarutan (contoh: batu gamping) dan atau pengkekaran (joint)

akibat tekanan tekanan oleh gejala tektonik). Oleh karena itu, baik

batuan beku maupun metamorf,sepanjang memiliki porositas yang

tinggi (baik primer maupun sekunder) akan mampu berfungsi

sebagai akuifer.

Hal penting lainnya yang menunjang sifat kelulusan air dari

akifer adalah permeabilitas. Permeabilitas adalah kemampuan

batuan untuk mengalirkan air. Untuk itu diperlukan syarat adanya

pori-pori yang saling berhubungan (interconnected pores).

Berdasarkan sifat fisik batuan, secara garis besar ada 2 jenis

media penyusun akifer, yaitu sistem media pori dan sistem media

rekahan. Kedua sistem ini memiliki karakter air tanah yang berbeda

satu sama lain. Pada sistem media berpori, air tanah mengalir

melalui rongga antar butir yang terdapat dalam suatu batuan

misalnya batupasir dan batuan aluvial. Pada sistem media rekahan,

air mengalir melalui rekahan-rekahan yang terdapat pada batuan

yang terkena tektonik kuat, pada batu gamping, batuan metamorf,

dan lava. Rekahan terjadi selain akibat proses tektonik, juga akibat

proses pelarutan pada batu gamping. Media penyusun akifer dapat


42

dilihat pada Gambar 8 berikut ini.

Gambar 8. Model Akifer Media Pori, Ruang Antar Butri,


dan Media Rekahan
Sumber: S.Mandel, 1981

Secara hidrogeologi terdapat beberapa istilah

mengenai keterdapatan air tanah,diantaranya:

a. Akifer (Aquifer) adalah lapisan yang dapat menyimpan dan

mengalirkan air dalam jumlah yang ekonomis. Contoh : pasir,

kerikil, batu pasir, batu gampingrekahan.

b. Akiklud (Aquiclude) adalah lapisan yang mampu menyimpan

air, tetapi tidak dapat mengalirkan dalam jumlah yang berarti

misalnya lempung, serpih, tuf halus,lanau.

c. Akifug (Aquifuge) adalah lapisan batuan yang kedap air, tidak

dapat menyimpan dan mengalirkan air, misalkan batuan

kristalin, metamorf kompak.

d. Akitar (Aquitard) adalah lapisan yang dapat menyimpan air dan


43

mengalirkan dalam jumlah yang terbatas, misalnya lempung

pasiran (sandy clay).

Berbagai sistem akifer dan airtanah yang terdapat di alam

dapat dilihat pada Gambar 9 di bawah ini.

Gambar 9. Berbagai Sistem Akifer dan


Air Tanah yang terdapat di Alam
Sumber: Santosa dan Adji,2004

Berdasarkan posisi stratigrafinya, variasi posisi dari akifer,

akuitar, akuifug dan akiklud ditunjang pula dengan sifat-sifat fisik

lainnya maka dapat ditentukan berbagai jenis akuifer (Fetter,

1994):

1) Akifer bebas (unconfined aquifer / phretic aquifer / water table

aquifer), akifer ini hanya sebagian yang terisi oleh air dan

terletak pada suatu dasar yang kedap. Pada akifer demikian,

permukaan air didalam sumur merupakan permukaan bebas

atau permukaan phreativ.


44

Untuk mudahnya, dianggap tubuh batuan ini tidak

mempunyai rumbai-rumbai kapiler (capillary fringe) dimana

sebenarnya tebal tubuh air tanah bervariasi dari satu titik ke titik

lainnya. Akifer bebas dapat dilihat Gambar 10 berikut ini.

Gambar 10. Akifer Bebas


Sumber: Fetter, 1994

2) Akifer setengah bebas (semi-unconfined aquifer), jika lapisan

semi- permiabel yang berada di atas akifer memiliki

permeabilitas yang cukup besar sehingga aliran horisontal pada

lapisan tersebuttidakdapat diabaikan, maka akifer tersebut

dikatakan setengah bebas. Akifer Setengah bebas dapat dilihat pada

Gambar 11 di bawah ini.


45

Gambar 11. Akifer Setengah Bebas


Sumber: Fetter, 1994

3) Akifer tertekan (confined aquifer / non leaky aquifer), akifer

yang sepenuhnya jenuh dengan air, bagian atas dan bawahnya

dibatasi oleh lapisan yang kedap air. Akifer tertekan dapat

dilihat pada Gambar 12 di bawah ini.

Gambar 12. Akifer Tertekan


Sumber: Fetter, 1994

4) Akifer setengah tertekan (semi confined aquifer/leakage

aquifer), akifer ini biasanya setengah terkurung yaitu akuifer

yang sepenuhnya jenuh air yang pada bagian atasnya dibatasi

oleh lapisansetengahkedap air (semi permiabel) dan terletak pada


46

dasar yang kedap air. Akifer setengah tertekan dapat dilihat pada

Gambar 13 di bawah ini.

Gambar 13. Akifer SetengahTertekan


Sumber: Fetter, 1994
6. Hal yang Mempengaruhi Tambang

Beberapa hal yang mempengaruhi penyaliran tambang

adalah sebagai berikut:

a. Rencana Kemajuan Tambang

Rencana kemajuan tambang nantinya akan

mempengaruhi pola alir saluran yang akan dibuat, sehingga

saluran tersebut menjadi efektif dan tidak menghambat sistem

kerja yang ada.

b. Curah Hujan

Curah hujan adalah banyaknya hujan yang terjadi pada

suatu daerah. Curah hujan merupakan faktor yang sangat penting

dalam perencanaan sistem penirisan, karena besar kecilnya curah

hujan pada suatu daerah tambang akan mempengaruhi besar

kecilnya air tambang yang harus ditanggulangi.

Angka-angka curah hujan yang diperoleh merupakan data


47

yang tidak dapat digunakan secara langsung untuk perencanaan

pembuatan sarana pengendalian air tambang, tetapi harus diolah

terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai curah hujan yang lebih

akurat. Curah hujan merupakan data utama dalam perencanaan

kegiatan penirisan tambang terbuka.

Pengamatan curah hujan dilakukan dengan alat pengukur

curah hujan. Ada dua jenis alat pengukur curah hujan, yaitu alat

ukur manual dan otomatis. Alat ini biasanya diletakkan ditempat

terbuka agar air hujan yang jatuh tidak terhalang oleh bangunan

atau pepohonan. Data tersebut berguna pada saat penentuan

hujan rencana. Analisa terhadap data curah hujan ini dapat

dilakukan dengan dua metode yaitu annual series dengan

mengambil satu data maksimum setiap tahunnya yang berarti

bahwa hanya besaran maksimum setiap tahun saja yang dianggap

berpengaruh dalam analisa data dan partial duration series, yaitu

dengan menentukan lebih dahulu batas bawah tertentu dari curah

hujan, selanjutnya data yang lebih besar dari batas bawah

tersebut diambil dan dijadikan data yang akan dianalisa.

1) Curah Hujan Rancangan (R)

Periode ulang hujan adalah hujan maksimum yang

diharapkan terjadi pada setiap n tahun. Jika suatu data curah

hujan mencapai harga tertentu (x) yang diperkirakan terjadi

satu kali dalam n tahun, maka n tahun dapat dianggap sebagai


48

periode ulang dari x. Perhitungan periode ulang dapat

dilakukan dengan beberapa metode salah satunya dengan

metode Log Person (Suwarno, 2000).

7. Sump

Sump pada tambang berfungsi sebagai tempat penampungan

air sementara dan lumpur sebelum dipompa ke luar tambang.

Berdasarkan fungsi dan penempatannya, sump tambang dibedakan

menjadi tiga macam, yaitu sump tambang permanen (main sump),

transit sump dan sementara (temporary sump). Main sump adalah

sump yang berfungsi selama penambangan berlangsung, dan

umumnya tidak berpindah tempat. Transit sump adalah sump yang

dibuat secara terencana dalam pemilihan lokasi maupun volumenya,

penempatannya pada jenjang tambang dan biasanya di bagian lereng

tepi tambang dan berfungsi sebagai untuk limpahan air akibat

keterbatasan pompa. Temporary sump adalah sump sementara

berfungsi dalam rentang waktu tertentu dan sering berpindah tempat,

sump ini biasanya untuk menampung rembesan-rembesan air tanah

dari lapisan tanah yang sedang digali dan letaknya terlalu jauh dari

sump permanen yang sudah ada (Hermawan, 2011).

Dimensi sump tambang tergantung pada kuantitas volume air

limpasan, kapasitas pompa dan waktu pemompaan (volume

pemompaan), kondisi lapangan seperti kondisi penggalian terutama

pada lantai tambang (floor) dan jenis tanah atau batuan di lubang
49

bukaan tambang. Volume sump ditentukan dengan menggabungkan

grafik volume limpasan versus waktu, dan grafik debit pemompaan

versus waktu dapat dilihat pada Gambar 14. Penentuan dimensi sump

ditentukan dengan melihat volume sisa terbesar.

Gambar 14. Grafik Penentuan Volume Sump


Sumber : Kaltim Prima Coal Hydraulic Design Guidelines

Tahapan selanjutnya setelah penentuan ukuran sump adalah

menentukan lokasi sump di lubang bukaan tambang. Pada prinsipnya

sump diletakkan pada lantai tambang (floor) yang paling rendah,

jauh dari aktivitas penggalian endapan, area di sekitarnya tidak

mudah longsor, dekat dengan kolam pengendapan dan mudah untuk

dibersihkan (Widodo, 2012).

Volume sump yang optimum dapat juga dicari dari selisih

antara volume air limpasan dengan volume pemompaan harian

(Widodo, 2012).

a. Vol. sump = Vol. Total Inflow (m3/hari) – Vol. Pemompaan

(m3/hari)

b. Vol. Total inflow (m3/hari) = Vol Air Tanah


50

c. Vol. Pemompaan (m3/hari) = debit pemompaan (m3/jam) x waktu

operasi pompa per hari (jam/hari)

Ada dua jenis tata letak sistem penyaliran tambang yaitu:

a) Sistem Penyaliran Memusat

Pada sistem ini sump akan ditempatkan di setiap

jenjang tambang, dengan sistem pengalirannya dari

jenjang paling atas menuju jenjang dibawahnya

sehingga akhirnya air dipusatkan di main sump untuk

kemudian dipompa keluar tambang.

b) Sistem Penyaliran Tidak Memusat

Sistem ini dapat dilakukan bila kedalaman

tambang relatif dangkal dengan keadaan geografis

daerah luar tambang memungkinkan untuk mengalirkan

air langsung dari sump keluar tambang.

Jika bentuk dari dimensi sump adalah trapezium,

untuk menentukan volume sump yang akan dipakai,

digunakan rumus sebagai berikut (Widodo, 2012):


(luas atas+ luas bawah)
Jika:Volume = 2
x kedalaman

x2 = Luas atas (m2)

y2 = Luas bawah (m2)

h = Kedalaman (m)

maka:

𝑥2+ 𝑦2
v= 2
𝑧
51

Untuk sump dengan bentuk trapesium

kemiringan sump adalah sebesar 60º dan kedalaman

kolam (h). Adapun perhitungannya menggunakan

Persamaan dibawah ini (Widodo,2012):


𝑍
W=
tan 60°

x = 2(W) + y

8. Pompa

a. Pengertian pompa

Pompa merupakan alat yang digunakan untuk

memindahkan air di daerah tambang, baik itu air tanah maupun

air bawah tanah (Rudi Sayoga Gautama; 5-1). Dalam sistem

penyaliran tambang, pompa sangat diperlukan untuk mencegah

maupun mengeluarkan air yang masuk ke lokasi tambang.

Untuk mengalirakan cairan atau fluida dari suatu tempat

ke tempat lain, maka pompa harus mengatasi sejumlah head.

Head total pompa yang harus disediakan untuk mengalirkan

cairan atau fluida seperti yang direncanakan dapat ditentukan

dari kondisi instalasi pipa yang akan dilayani oleh pompa (Jurnal

Anton Yudi Umsini Putra dan Ariyanto). Sesuai dengan prinsip

kerjanya, pompa dibedakan atas:

1) Reciprocating Pump

Bekerja berdasarkan torak maju mundur secara

horizontal di dalam silinder. Keuntungan jenis ini adalah


52

efisien untuk kapasitas kecil dan umumnya dapat mengatasi

kebutuhan energi (julang) yang tinggi. Kerugiannya adalah

beban yang berat serta perlu perawatan yang teliti. Pompa

jenis ini kurang sesuai untuk air berlumpur karena katup

pompa akan cepat rusak. Oleh karena itu jenis pompa ini

kurang sesuai untuk digunakan di tambang. Jenis pompa: aksi

langsung, tenaga, diafragma, piston rotary.

2) Centrifugal Pump

Pompa ini bekerja berdasarkan putaran impeller di

dalam pompa. Air yang masuk akan diputar oleh impeller,

akibat gaya sentrifugal yang terjadi air akan dilemparkan

dengan kuat ke arah lubang pengeluaran pompa. Pompa jenis

ini banyak digunakan di tambang, karena dapat melayani air

berlumpur, kapasitasnya besar dan perawatannya lebih muda.

Jenis pompa: ikat, difusser, turbin-regeneratif, turbin-

vertikal, aliran-campur, aliran aksial (propeller), pompa

celup.

3) Axial Pump

Pada pompa aksial, zat cair mengalir pada arah aksial

(sejajar poros) melalui kipas. Umumnya bentuk kipas

menyerupai baling-baling kapal. Pompa ini dapat beroperasi

secara vertikal maupun horizontal. Jenis pompa ini

digunakan untuk julang yang rendah.


53

Dalam pemilihan pompa, kita harus menyesuaikan

dengan beberapa faktor, yaitu:

a) Spesifikasi pompa

Spesifikasi pompa adalah tipe nomor pompa, nama

pompa, dan jenis pompa.

b) Lokasi pemindahan air

Dalam pemilihan pompa, lokasi pemindahan air

tambang harus diketahui terlebih dahulu.Sehingga ketinggian

buangan, kemiringan, belokan, dan lain-lain dapat diketahui.

c) Debit air yang dipindahkan

Debit air yaitu jumlah air atau volume air yang

dipindahkan/dikeluarkan dari tempat yang satu ke tempat

yang lainya selama waktu tertentu dengan satuan m3/jam atau

m3/detik.

d) Karakteristik air

Pada umumnya air tambang mempunyai tingkat

keasaman yang tinggi dengan PH 5-7, biasanya berasal dari

air resapan yang ada pada lapisan permukaan tanah. Dengan

tingginya tingkat keasaman air tambang dapat menyebabkan

kerusakan alat pompa seperti rumah pompa, pipa (hose) dan

dapat menyebabkan menurunya produkfitas kerja pompa.

e) Kapasitas motor

Kapasitas motor yaitu besarnya daya listrik yang dipakai


54

untuk menggerakkan motor tersebut (kw).

f) Kapasitas pompa

Kapasitas pompa yaitu jumlah volume air yang dapat di

hisap/dialirkan oleh pompa tersebut persatuan waktu (m3/jam).

g) Head pompa

Ada 2 pengertian head pompa, yaitu:

(1) Tinggi tekan (Delivery head)

Tinggi tekan pompa (delivery head) adalah jarak

vertikal antara sumbu pompa dengan titik buangan

tertinggi yang diukur dalam satuan meter.

(2) Tinggi hisap (Suction head)

Tinggi hisap (suction head) adalah jarak vertikal

dari permukaan air sampai kesuatu pompa.

Dalam memilih sebuah pompa yang akan digunakan

perlu diketahui beberapa hal sebagai berikut:

1) Kapasitas Aliran

Kapasitas aliran merupakan kemampuan pompa

untuk mengalirkan atau mensirkulasikan suatu zat cair dalam

satuan waktu tertentu. Kapasitas aliran dapat dipengaruhi

karakteristik zat cair yang digunakan.

2) Sifat-sifat zat cair

Kemampuan sebuah pompa akan berubah-ubah

tergantung pada karakteristik zat cair yang akan dialirkan,


55

maka hal ini harus diperhatikan sebelum memilih suatu

pompa tertentu.

b. Head Total Pompa

Head total pompa yang harus disediakan untuk

mengalirkan jumlahair seperti direncanakan, dapat ditentukan

dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh pompa. Ada 2

pengertian head pompa, yaitu:

1) Tinggi tekan (Delivery head)

Tinggi tekan pompa (delivery head) adalah jarak

vertikal antara sumbu pompa dengan titik buangan tertinggi

yang diukur dalam satuan meter.

2) Tinggi hisap (Suction head)

Tinggi hisap (suction head) adalah jarak vertikal dari

permukaan air sampai kesuatupompa.

Dalam memilih sebuah pompa yang akan digunakan perlu

diketahui beberapa hal sebagai berikut:

a) Kapasitas Aliran

Kapasitas aliran merupakan kemampuan pompa

untuk mengalirkan atau mensirkulasikan suatu zat cair dalam

satuan waktu tertentu. Kapasitas aliran dapat dipengaruhi

karakteristik zat cair yangdigunakan.

b) Sifat-sifat zat cair

Kemampuan sebuah pompa akan berubah-ubah

tergantung pada karakteristik zat cair yang akan dialirkan,


56

maka hal ini harus diperhatikan sebelum memilih suatu

pompa tertentu.

Dalam perhitungan head total pompa dapat

menggunakan rumus (Sularso, 2006:26):

HT = Hs + Hf + Hsv + Hv + Δ Hp

Dimana HT adalah head total pompa yang merupakan

penjumlahan dari head statis dan kerugian-kerugian yang ada

pada kondisi direncanakan seperti adanya belokan, sambungan,

katup danlain-lain.

(1) Hs (HeadStatis) yaitu perbedaan elevasi pipa hisap dengan

elevasi pipa buang (m).

Hs = H1 – H2

Keterangan:

H1 = Elevasi pipa buang (mdpl)

H2 = Elevasi pipa hisap (mdpl)

(2) Hf (HeadFriction) yaitu kerugian energi akibat gesekan pada

pipa (m).

10,666 𝑄1,85
𝐻𝑓 = 𝐶1,85𝐷4,85
xL

Keterangan:

Hf = Faktor kekasaran (m)

Q = Debit aliran (m3/detik)

C = Koefisien

L = Panjang pipa aliran (m)


57

D = Diameter pipa (m)

(3) Hv (Head Velocity) merupakan head kecepatan keluar (m).

𝑽𝟐
𝐻𝒗 =
𝟐𝒈

Keterangan:

V = Kecepatan (m/detik)

g = Gravitasi (m/detik2)

(4) Hsv merupakan kehilangan energi akibat fitting-fitting dan

pemasangan konstruksi pada instalasi.

Hsv = Banyak x Le x Hf

𝑉2
𝐻𝑠𝑣 = 𝑓𝑛 ( )
2𝑔

3,5
𝐷 𝜃 0,5
𝑓𝑛 = [0,131 + 1,847 ( ) ]𝑥 ( )
2𝑅 90

Keterangan:

D = Diameter dalam pipa (m)

R = Jari-jari lengkung sumbu belokan (m)

𝜃 = Sudut belokan (derajat)

(5) Perhitungan Head Akibat Tekanan Potensial (Δ Hp).

Δ Hp = Hp1 – Hp2

0,0065 𝑥 𝐻2 5,256
𝐻𝑝1 = 10,33 (1 − 288
)

)
5,256
0,0065288
𝑥 𝐻1
𝐻𝑝2 = 10,33 (1 −
58

c. Jumlah Pompa

Untuk menentukan jumlah pompa dapat dilakukan dengan

membandingkan antara volume air yang masuk ke areal tambang

dengan debit pemompaan. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan

yaitu (Sularso,“Pompa dan Kompresor”,2006;22):

1) Berat dan ukuran pompa yang akan diangkut dari pabrik ke

tempat pemakaianpompa.

2) Lokasi pemasangan pompa dan transportasi.

3) pengangkutan.

4) Jenis penggerak pompa yang harus disesuaikan dengan

keadaan lokasi pemasangan pompa.

5) Pengadaan suku cadang pompa.

6) Resiko dan keselamatan kerja dalam pemasangan dan

pengangkutan pompa.

7) Pertimbangan ekonomi.

9. Saluran Terbuka

Saluran berfungsi untuk menampung sementara serta

mengalirkan air ke tempat lain. Bentuk penampang saluran

umumnya dipilih berdasarkan debit air, material pengotor dan

kemudahan dalam pembuatannya. Dalam merancang bentuk dan

geometri saluran air perlu dilakukan analisis, sehingga saluran air

tersebut memenuhi hal sebagai berikut (Gautama, 1999):

a. Dapat mengalirkan debit air yang direncanakan.


59

b. Kecepatan air sedemikian rupa, sehingga tidak terjadi

pengendapan/sedimentasi.

c. Kecepatan air sedemikian rupa, sehingga tidak merusak saluran

(erosi).

d. Kemudahan dalam penggalian (pembuatan).

Saluran air dengan penampang segiempat atau segitiga

umumnya untuk debit kecil, sedangkan penampang trapesium

untuk debit besar. Bentuk penampang yang paling sering dan

umum di pakai adalah bentuk trapesium, sebab mudah dalam

pembuatannya, murah, efisien dan mudah dalam perawatannya

serta stabilitas kemiringannya dapat disesuaikan menurut

keadaan topografi dan geologi. Koefisien kekasaran dinding saluran

menurut Manning dapat dilihat pada Tabel 4. Perhitungan kapasitas

pengaliran suatu saluran air dapat dilakukan dengan rumus Manning

pada Persamaan (15) yaitu:


1 1
1
𝑄 = 𝑛 × 𝐴 × 𝑆 2 × 𝑅2

(Sumber: Gautama, 1999)

Keterangan :

Q = Besarnya debit air yang mengalir sepanjang saluran (m3/detik)

R = Jari-jari hidrolik (A/P)

S = Gradien kemiringan dasar saluran (%)

n = Koefisien kekasaran Manning (tabel 8)

A = Luas penampang saluran (m2)


60

P = Keliling basah, (m)

Tabel 5. Koefisien Kekerasan Dinding Saluran Menurut Manning


Tipe Dinding Saluran N
Semen 0,010 – 0,014
Beton 0,011 – 0,016
Bata 0,012 – 0.020
Besi 0,013 – 0,017
Tanah 0,020 – 0,030
Kerikil 0,022 – 0,035
Tanah yang ditanam 0,025 – 0,040
(Sumber:Gautama 1999)

Dimensi penampang yang paling efisien untuk beberapa

bentuk penampang saluran air adalah sebagai berikut:

a. Penampang Trapesium

Dalam menentukan dimensi saluran terbuka bentuk

trapesium dengan luas maksimum hidrolis, luas penampang aliran

(d), kedalam saluran (h), lebar dasar saluran (b), penampang sisi

saluran dari dasar kepermukaan (a), lebar permukaan saluran (B),

dan kemiringan dinding saluran (m), mempunyai hubungan yang

dapat dinyatakan pada persamaan berikut ini:

A = b × d + m × 𝑑2
R = 0,5 × d
B = b + 2m × h
𝑏
= 2{(1 + 𝑚2)0,5 − 𝑚}
𝑑

𝑎=
sin ∝
𝑥 = 15% × 𝑑
(Sumber : Chow, 1989)

Untuk dimensi saluran terbuka dengan bentuk trapezium


61

dengan luas penampang optimum dan mempunyai sudut

kemiringan 60° dapat dicari menggunakan persamaaan berikut

ini:

𝑚 = cot ∝

= Cot 600

= 0,58

(Sumber : Chow, 1989)

Untuk harga b/d dapat dicari menggunakan persamaan

berikut ini:

𝑏⁄𝑑 = 2{(1 + 𝑚2)0,5 − 𝑚}

𝑏 = 1,5𝑑

(Sumber : Chow, 1989)

b. Penampang Segi Empat

Harga lebar dasar saluran (b), lebar permukaan saluran

(B), luas penampang basah (A) dan keliling basah (P) dapat

dicari menggunakan Persamaan berikut ini:

Bb = 2d

A = 2d2

P = 4d

(Sumber : Chow, 1989)

c. Penampang Segitiga

Harga luas penampang basah (A), jari-jari hidrolis (R) dan

keiling basah (P) dapat dicari menggunakan persamaan berikut ini:

Sudut tengah = 90°


62

Luas penampang basah (A) = d2

2
Jari-jari hidrolis (R) = 2√2

Keliling basah (𝜌) = 2𝑑 × √2

(Sumber : Chow, 1989)

Visualisasi untuk dimensi setiap jenis saluran terbuka dapat

dilihat pada gambar 15 berikut ini.

Gambar 15. Berbagai Bentuk Penampang Saluran


(Sumber: Suripin, 2004)

10. Penelitian yang Relavan

Adapun penelitian yang menjadi acuan penulis dalam menulis

penelitian ini sebagai berikut:

a. Job Safety Analysis Pada Proses Penambangan Batubara Bawah

Tanah PT. Nusa Alam Lestari Sawahlunto Sumatera Barat oleh

Puja Andrika Pratama (2016), Universitas Negeri Padang.

Berdasarkan data yang didapatkan dari perusahaan, Data

jumlah kecelakaan kerja yang terjadi antara tahun 2013 - 2015


63

terdapat 15 kasus kecelakaan. Penyebabnya antara lain seperti

para pekerja mengabaikan APD, system penyanggaan yang tidak

sesuai aturan, system ventilasi dan kondisi lori yang masih

kurang baik.

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengungkap potensi

bahaya lainya yang belum pernah terjadi namun mungkin dapat

terjadi, 2) Mengungkap factor penyebab bahaya yang terjadi dan

yang mungkin akan terjadi, 3) Menghitung persentase

perbandingan penyebab kecelakaan akibat pekerja yang lalai

(tindakan tidak aman) dengan lingkungan yang tidak aman, 4)

Menyusun Job Safety Analisis dari setiap potensi bahaya pada

proses penambangan yang mungkin dapat terjadi di PT. Nusa

Alam Lestari Data yang dikumpulkan atau didapat langsung dari

responden dengan cara pengamatan langsung di lapangan dan

wawancara langsung dengan pimpinan dan staf serta karyawan

perusahaan yang berkompeten dan ada kaitannya dengan objek

penelitian.

Data yang diambil adalah kondisi di lingkungan tempat

kerja serta potensi bahaya kecelakaan yang mungkin akan

terjadi, penerapan system ventilasi dan penyangga, program

kerja manajemen K3, tanggapan para pekerja terhadap program

yang dilakukan manajemen K3.


64

Untuk menghindari terjadinya kecelakaan perusahaan

hendaknya melengkapi semua APD untuk para karyawan sesuai

dengan bidang kerjanya, dan selalu memakai APD sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan dalam melakukan aktivitas

pekerjaan, melakukan pengecekan system ventilasi, lori dan

penyanggan secara berkala serta membuat job safety analysis

yang nantinya berguna untuk memberikan pelatihan secara

pribadi kepada karyawan sebagai upaya pencegahan kecelakaan,

sehingga perusahaan dapat meninjauu lang SOP.

b. Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang di Blok B Rawa

Seribu PT. Mandala Karya Prima Job Site PT. Mandiri

Intiperkasa Kalimantan Utara oleh Chandrika Raflesia (2016),

Universitas Negeri Padang.

Sistem penyaliran yang direncanakan pada daerah

penambangan batubara PT. Mandala Karya Prima adalah

gabungan antara metode mine drainage dan mine dewatering

yaitu upaya untuk mencegah, mengeringkan dan mengeluarkan

air yang masuk ke daerah penambangan. Rencana sistem

penyaliran tambang dirancang berdasarkan kemajuan

penambangan tahun 2016-2018. Berdasarkan analisis data curah

hujan tahun 2006-2015, diperoleh curah hujan rencana adalah

152 mm/hari, dengan tinggi intensitas hujan berbeda-beda pada

masing-masing catchment area dengan periode ulang hujan 5


65

tahun dan resiko hidrologi sebesar 67,23%.

Pada rencana sistem penyaliran tambang tahun 2016

terdapat lima catchment area/daerah tangkapan hujan dengan

debit limpasan air permukaan yang masuk ke bukaan tambang

sebesar 26172,40 m3/jam dan debit air tanah total sebesar 15,751

m3/jam, terdapat 2 sump yaitu sump temporary dan main sump,

3 saluran terbuka/open channel berbentuk trapesium. Pada

rencana sistem penyaliran tambang tahun 2017 terdapat empat

catchment area/daerah tangkapan hujan dengan debit limpasan

air permukaan yang masuk ke bukaan tambang sebesar 30462,34

m3/jam dan debit air tanah total sebesar 23,381 m3/jam, terdapat

2 sump yaitu main sump dan transit sump, 2 saluran

terbuka/open channel berbentuk trapesium. Pada rencana sistem

penyaliran tambang tahun 2018 terdapat empat catchment

area/daerah tangkapan hujan dengan debit limpasan air

permukaan yang masuk ke bukaan tambang sebesar 31049,64

m3/jam dan debit air tanah total sebesar 19,660 m3/jam, terdapat

2 sump yaitu sump pit 1 dan sump pit 2, 2 saluran terbuka/open

channel berbentuk trapesium. Sistem pemompaan yang

dilakukan menggunakan pipa HDPE dan 7 unit pompa merk

Volvo KSB LCC-H 200-610. Kolam pengendapan

lumpur/settling pond direncanakan 4 kompartemen dengan

kapasitas masing-masing kompartemen sebesar 1422,53 m3.


66

c. Kajian Teknis Optimalisasi Pompa pada Sistem Penyaliran

Tambang Bawah Tanah di PT. Cibalung Sumber Daya, Provinsi

Banten oleh Anton Yudi Umsini Putra dan Ariyanto, Teknik

Pertambangan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Yogyakarta.

Sistem penyaliran tambang yang diterapkan pada daerah

blok Cibitung PT. Cibaliung Sumber Daya adalah mine

dewatering dengan menggunakan 2 pompa utama yang

memompa ke permukaan (surface), dan 3 pompa pembantu yang

menyuplai ke pompa utama. Spesifikasi pompa utama yang

digunakan adalah jenis TF 086 dan TF 104, sedangkan pompa

pembantu yang digunakan adalah wilden T15 dan gawa.

Pada area CBT_1116, debit air yang masuk pada area

CBT_1116 lebih besar di bandingkan dengan spek pompa

wilden yang di gunakan. Dimana ada selisih antara Q masuk dan

Q pompa sebesar 1,78 l/d. Hal ini yang menyebabkan daerah

CBT_1116 mengalami banjir. Sump cuddy 8, air yang masuk ke

sump cuddy berasal dari 2 pompa wilden yang berada di

CBT_1116 dan CBT_CX_3_1061 dan dari rembesan atas dan

rembesan samping yang berada di sepanjang jalur dicline yang

di alirkan melaui paritan, di area ini tidak mengalami masalah

atau banjir, dikarenakan pompa yang digunakan sudah dapat

mengatasi air yang masuk ke dalam sump cuddy. dicline, di area


67

dicline Q masuk dan Q pompa mengalami selisih yang cukup

besar yaitu 4 l/d, dikarenakan tidak optimalnya pompa gawa

yang digunakan. Hal inilah yang menyebabkan area ini

mengalami banjir. XC_6_1016_CBT, di area ini juga mengalami

masalah yang sama dengan area dicline. Dimana area ini terjadi

selisih Q masuk dan Q pompa sebesar 0,5679 l/d.

d. Evaluasi Sistem Dewatering Pada Tambang Emas Bawah Tanah

Ciurug L.450 Bagian Selatan Di Upbe Pongkor PT. Aneka

Tambang (Persero) Tbk. Dwi Hariana Pane, (2017). Universitas

Negeri Padang.

Dalam sistem penambangan bawah tanah pada lokasi

Ciurug L.450 PT. ANTAM (Persero) Tbk UBPE Pongkor

masalah yang sering terjadi adalah banyak air yang masuk atau

tergenang. Oleh karena itu dibutuhkan sistem penyaliran

tambang untuk menunjang jalannya aktivitas penambangan,

sehingga berbagai infrastruktur yang dibuat bertujuan untuk

mengendalikan air yang mengalir di area penambangan

khususnya di dalam lubang bukaan. Sistem penanganan air di

daerah ini lebih diperhatikan karena berhubungan langsung

dengan aktivitas penambangan yang selalu bersifat mobile

(bergerak), sehingga debit air yang keluar harus sesuai dengan

debit air yang masuk ke dalam tambang.


68

Pada daerah Ciurug L.450 bagian selatan mempunyai 7

mine sump, karena sistem pemompaan dilakukan dengan cara

mengalirkan air dari satu mine sump ke mine sump berikutnya

hingga mencapai ke mine sump utama. Jenis pompa yang

digunakan Tsurumi LH637, Tsurumi LH875 dan Warman 4/3

EHH. Jumlah pompa yang digunakan saat ini berjumlah 28 unit,

dikarenakan besarnya debit air tanah yang masuk. Banyaknya

pemakain jumlah pompa diakibatkan belum adanya pengukuran

debit air secara detail pada tambang Ciurug L.450 bagian

selatan. Pengukuran debit air tanah pada tambang Ciurug L.450

bagian selatan dilakukan secara manual terbagi atas dua daerah

yaitu Ramp Down A (RD A) menggunakan wadah drum dan

Ramp Down B (RD B) menggunakan paritan.

Berdasarkan pembahasan dan analisis data dapat

disimpulkan debit air tanah pada daerah RD A XC 452 sebesar

0,317 (m3/m) dan XC 445 sebesar 0,112 (m3/m) sedangkan pada

RD B debit air 9,29 (m3/m) dan jumlah unit pompa yang

dibutuhkan untuk mengeringkan air berjumlah 23 unit terdiri

dari 8 unit Tsurumi LH637, 3 unit Tsurumi LH875 dan 12 unit

Warman 4/3 EEH serta rancangan instalasi pemompaan yang

ideal dan efektif.

e. Analisa Teknis Mine Dewarering Terhadap Rencana Tiga Tahun

Penambangan Hingga Tahun 2016 Di Pit Blok Barat PT Muara


69

Aalam Sejahtera Kabupaten Lahat oleh Sari Uly Sibarani1,

Mukiat dan M Akib Abro.Jurusan Teknik Pertambangan,

Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya.

PT. Muara Alam Sejahtera adalah perusahaan yang

bergerak di industri pertambangan batubara yang aktivitas

penambangannya menggunakan sisitem open pit. Berdasarkan

rencana penambangan tiga tahun hingga tahun 2016 perusahaan

akan memperluas permukaan kerja tambang dan memperdalam

elevasi pit bottom dari 20 mdpl mejadi 0 mdpl.Hal ini akan

sangat potensial untuk terjadinya banjir atau genangan air

dikarenakan metode penambanganya yang open pit membentuk

cekungan. Untuk mencegah terjadinya banjir di permukaan kerja

tambang yang dapat menurunkan rencana produksi, maka

dibutuhkan penanggulangan air yang telah masuk ke tambang

tanpa melakukan perubahan design dengan menggunakan

metode mine dewatering dengan menganalisa air yang masuk

ketambang terhadap kapasitas pompa DnD 200 -5Hx. Tujuanya

agar air yang dipompakan keluar tambang dapat mengeringkan

permukaan kerja tambang dan menghambat terjadinya banjir

serta penurunan produksi. Total debit air maksimum yang masuk

ke tambang hingga periode umur tambang berlangsung adalah

320.912,1 m3/bulan. Dengan rencana volume sump hingga

tahun 2016 adalah 21.070 m3 maka durasi sump dapat penuh


70

terisi air hujan maksimum adalah 3,38 jam. Rencana

penggunaan pompa DnD 200 – 5Hx dengan debit aktual 750

m3/jam, head total 102,78 m, dan daya pompa 357,56 kW.

Agar air yang keluar maksimum dapat mengeringkan

sump maka dibutuhkan pemompaan selama 427,88 jam dan

apabila pompa dapat bekerja maksimal 18 jam/hari maka lama

pemompaan 24 hari. Rencana penambangan PT. Muara Alam

Sejahtera hingga tahun 2016 tidak akan terhambat oleh air

tambang jika pompa DnD 200-5Hx dapat berkerja secara

optimal.

f. Perencanaan sistem penyaliran pada tambang terbuka PT Bara

Prima Mandiri, Desa Malungai, Kecamatan Gunung Bintang

Awai Kabupaten Barito Selatan oleh Pebri Amri Oktaviantono,

Nurhakim, dan Riswan.Mahasiswa Program Studi Teknik

Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Lambung

Mangkurat.

Pada sistem tambang terbuka pada PT Bara Prima

Mandiri masalah utama yang dihadapi adalah adanya genangan

air yang tidak ditangani dengan baik diakibatkan tidak adanya

rancangan sistem penyaliran yang baik untuk menangani air

yang masuk ke dalam pit. Air tersebut dapat mengganggu proses

penggalian dan pemuatan bahan galian di pit, dapat membuat

peralatan tambang cepat rusak, mengakibatkan lokasi kerja dan


71

jalan tambang menjadi basah dan tergenang air. Untuk itu maka

perlu dilakukan penanganan masalah air tambang secara baik

agar proses produksi terkait dengan penggalian dan pemuatan

bahan galian di pit tidak terganggu dan kegiatan tersebut dapat

berlangsung aman.

Pada penelitian ini, penentuan flow direction dan

catchment area menggunakan software tambang, perhitungan

curah hujan rencana menggunakan metode distribusi gumbel,

perhitungan intensitas hujan dihitung dengan menggunakan

metode mononobe, perhitungan debit limpasan menggunakan

metode rasional dan perhitungan kebutuhan pompa dihitung

dengan menggunakan prinsip water balance.

Hasil penentuan luas catchment area yaitu 0,208 km,

perhitungan curah hujan rencana maksimum (Mei) adalah

74,692 mm/hari, hasil perhitungan intensitas hujan maksimum

(September) adalah 38,35 mm/jam, hasil perhitungan debit

limpasan maksimum (September) adalah 1,996 m3/s, debit

pemompaan 330 m3/jam dan kebutuhan pompa tertinggi Sebesar

2 Unit Pompa.

g. Rencana Penyaliran Tambang Pada Pit SMD-1 PT. Kideco Jaya

Agung Sub Pt. Petrosea Tbk Kabupaten Paser, Provinsi

Kalimantan Timur (Mine Drainage Plan at Pit SMD-1 PT.

Kideco Jaya Agung sub PT. Petrosea Tbk Paser District East
72

Borneo Province) Oleh Christiria Frilisa, Harjuni Hasan

danShalaho Dina Devy.Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik,

Universitas Mulawarman.

Sistem tambang terbuka akan membentuk cekungan

yang luas, sehingga menjadi tempat terakumulasinya air pada

lantai pit penambangan. Tujuan utama penelitian ini adalah

untuk menentukan penyaliran tambang dalam bentuk suatu

rancangan, agar konsentrasi air permukaan yang berada di

tambang dapat dikendalikan. Sistem yang diperoleh sebagai

solusi dari permasalahan tersebut yaitu dengan merencanakan

mine drainage system yang tujuannya untuk mengendalikan air

yang potensi alirannya dapat mengalir menuju lokasi tambang

dengan perancangan saluran. Selain itu dilakukan pula

perencanaan mine dewatering system, yang berfungsi untuk

memompakan air yang berada di sumuran tambang untuk

kemudian dialirkan ke luar dari pit. Berdasarkan analisis

Distribusi Probabilitas Gumbel diperoleh curah hujan rencana

sebesar 146,765 mm/hari, dan intensitas curah hujan sebesar

6,12 mm/jam. Volume limpasan sebanyak 132.350 m3 (plan 1)

dan 128.651 m3 (plan 2). Sumuran dibentuk berjenjang dari RL

-16 hingga RL -6 dengan bench height 8 m, dan single slope 45°.

Kebutuhan pompa untuk pit SMD-1 adalah 6 unit Multiflo

MF385 (rekomendasi 1), 3 unit Multiflo MF385 (rekomendasi


73

2), dan 4 unit Multiflo MF385 (rekomendasi 3). Untuk

mengendalikan aliran air yang ada pada pit, beberapa saluran

terbuka berbentuk trapesium dibuat pada sisi utara, selatan,

timur, dan dalam pit.

h. Evaluasi Kondisi Aktual Dan Perencanaan Sistem Penyaliran

Tambang Emas Di Pit Durian, Site Bakan PT. J Resources

Bolaang Mongodow,Kecamatan Lolayan,Kotamobagu,

Sulawesi Utara Oleh Dian Kurnia, Drs. Rusli Har, M.T., Heri

Prabowo, S.T, M.T. S1 Teknik Pertambangan. FT Universitas

Negeri Padang.

Berdasarkan analisis data curah hujan tahun 2007-2016,

diperoleh curah hujan rencana sebesar 149,70 mm/hari dengan

intensitas hujan yang berbeda-beda pada setiap catchment area.

Periode ulang hujan 5 tahun dan resiko hidrogeologi sebesar

67,23%. Lokasi penelitian, Pit Durian PT. JRBM, pada tahun

2017 memiliki 4 catchment area dengan luasan yang berbeda-

beda, debit total sebesar 12.015,618 m3/jam, terdapat 2 sump

yaitu South 1 Sump dan North Sump dengan kapasitas maksimal

sebesar 12.702 m3 dan 29.596 m3 dan terdapat satu unit pompa

Volvo KSB LCC-H 200-610 pada setiap sump, terdapat tiga

saluran terbuka dan satu setling pond utama dengan kapasitas

tiap kompartemen yang berbeda-beda. Setelah dilakukan

evaluasi terhadap sistem penyaliran tambang Pit Durian tahun


74

2017, South 1 Sump membutuhkan tambahan 2 unit pompa

Volvo KSB LCC-H 200-610dan North Sump membutuhkan

tambahan pompa sebanyak 1 unit pompa Volvo KSB LCC-H

200-610.

Pada perencanaan sistem penyaliran tambang Pit Durian

tahun 2018, Pit Durian memiliki 7 catchment area dengan luas

yang berbeda-beda dengan debit total sebesar 14.393,101

m3/jam, terjadi penambahan sump menjadi 5 sump yaitu South

1 Sump, South 2 Sump, South 3 Sump, North 1 Sump dan North

2 Sump dengan kapasitas tiap sump direncanakan yaitu sebesar

33.485 m3, 40.745m3, 35.399 m3, 11.565 m3 dan 20.193 m3

dan membutuhkan 1 unit pompa Volvo KSB LCC-H 200-610

pada setiap sump. Sistem penyaliran tambang Pit Durian tahun

2018 direncanakan memiliki saluran terbuka serta setling pond

yang sama dengan tahun 2017.

i. Kajian Teknis Sistem Penyaliran Pada Tambang Batubara Di Pit

Small PT. Pipit Mutiara Jaya Site Bebatu, Provinsi Kalimantan

Utara Oleh Endra Setiawan, Hasywir Thaib Siri, Bambang

Wisaksono, Sahat Hutahaean. Program Studi Teknik

Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.

Penelitian dilakukan di PT. Pipit Mutiara Jaya yang

berlokasi di Desa Bebatu, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten


75

Tana Tidung Provinsi Kalimantan Utara. Kegiatan

Penambangan Batubara di PT. Pipit Mutiara Jaya menggunakan

sistem tambang terbuka dengan metode strip mine. Sistem

penyaliran yang digunakan adalah minedewatering. Sumber air

berasal dari air hujan dan air limpasan dibiarkan mengalir masuk

kedalam sumuran,kemudian dikeluarkan dengan cara

pemompaan. Saat musim hujan di PT. Pipit Mutiara Jaya sering

terjadi genangan dan luapan air di lantai dasar tambang

dikarenakan volume air hujan dan air limpasan yang masuk

kedalam lokasi tambang cukup besar namun volume sumuran

tidak cukup untuk menampung air yang masuk.

Oleh karena itu perlu adanya kajian terhadap sistem

penyaliran tambang yang ada. Berdasarkan analisis data curah

hujan tahun 2005-2014, diperoleh curah hujan rencana sebesar

127,94 mm/hari, intensitas curah hujan sebesar 44,36 mm/jam

dengan periode ulang hujan 3 tahun dan resiko hidrologi 86,83

%.

Lokasi penambangan PT. Pipit Mutiara Jaya dibagi

menjadi 3 Daerah Tangkapan Hujan (DTH) yaitu DTH I = 0,49

km², DTH IIA = 1,14 km², DTH IIB = 0,83 km², dengan total

debit air yang masuk ke Sumuran Pit Small sebesar 3,194

m3/detik. Total debit air yang dapat dialihkan atau yang masuk

ke Sumuran Utama sebesar 9,19 m3/detik. Terdapat 1 saluran


76

terbuka untuk mencegah air limpasan tidak masuk ke dalam Pit

Small. Debit air limpasan yang masuk kesaluran terbuka 1

adalah 3,07 m3/detik. Dimensi saluran terbuka dibuat

berdasarkan rumus Manning dengan dimensi saluran sebagai

berikut: a. Saluran Terbuka 1 : h = 1,4 m; b = 1,4 m; B = 2,7 m;

a = 1,4 m d = 1,2 m Volume sumuran dihitung berdasarkan

selisih jumlah air yang masuk dan debit pemompaan. Sumuran

Pit Small menggunakan 1 pompa KSB type LCC – H 200 – 610

dengan debit 500 m3/jam dan volume sumuran 21.244,5 m3.

Sumuran Utama menggunakan pompa Sykes model HH 160 iSS

dengan debit 400 m3/jam.

j. Mine Dewatering Pada Kegiatan Penambangan Di Pit C Blok

Selatan PT. Aman Toebillah Putra Lahat, Kecamatan Merapi

Barat, Sumatera Selatan Oleh Nico FebriantoProgram Studi

Strata 1 Teknik Pertambangan Universitas Negeri Padang.

Terhentinya kegiatan pemompaan menyebabkan adanya

masalah genangan airpada Pit yang ditinggalkan, adanya

genangan air pada lantai kerja Pit C membuatkegiatan

penambangan yang akan dilanjutkan menjadi terhambat.

Genangan air padalantai kerja tidak dapat hilang dengan

sendirinya dalam waktu singkat, sehinggadibutuhkan kegiatan

pemompaan untuk mengatasinya. Untuk merencanakan

kegiatanpemompaan genangan air, perlu diketahui volume air


77

tergenang serta debit air yangmasuk ke lokasi penambangan,

baik air yang berasal dari air hujan ataupun air tanah.Selain itu,

pentingnya dilakukan kajian terhadap dimensi saluran terbuka,

kolam pengendap lumpur, sumuran (sump), dan kebutuhan

pompa agar sistem penyaliran tambang pada Pit C berjalan

dengan baik.

Dari hasil penelitian diperoleh volume genangan air

sebesar 461.837,36 m3, sedangkan debit air total yang masuk ke

tambang sebesar 1.947,63 m3/jam. Jumlah pompa yang

dibutuhkan untuk kegiatan pemompaan genangan air selama 10

hari adalah 3 unit pompa dengan kapasitas pompa 0,2 m3/detik

dan head total sebesar 19,22 m, sedangkan kebutuhan pompa

untuk sistem penyaliran berikutnya sama dengan yang

digunakan pada kegiatan pemompaan genangan air. Biaya yang

dibutuhkan untuk mengatasi genangan air pada Pit C sebesar Rp

140.075.200. Untuk menampung debit air limpasan dibuat sump

dengan volume 6.302,5 m3. Saluran terbuka dirancang

berdasarkan debit air yang dikeluarkan oleh kegiatan

pemompaan yaitu sebesar 0,6 m3/detik. Dari rancangan kolam

pengendap lumpur yang direncanakan diperoleh persen partikel

yang berhasil diendapkan sebesar 98,23%.

k. RancanganSistemPenyaliran Padatambang Batubara Tambang

Air Laya Tanjung Enim Sumatera Selatan Oleh Fitri Nauli, Clara
78

Paramita, Sarwo Edy Lewier, M. Fathin Firaz. Mahasiswa

Program Magister Teknik Pertambangan UPN “Veteran”

Yogyakarta.

Penelitian dilakukan di Tambang Air Laya yang

merupakan salah satu lokasi penambangan milik PT. Bukit

Asam (persero) Tbk yang dikerjakan oleh PT. Pamapersada

Nusantara. Perusahaan ini berlokasi di Tanjung Enim,

Kecamatan Lawang Kidul, Kecamatan Muara Enim, Provinsi

Sumatra Selatan. Metode penelitian yang dilakukan dengan cara

survei dan observasi Tujuan penelitian ini Untuk medukung

kemajuaan tambang pada bulan jauari 2014 dilakukan Penelitian

ini untuk menghitung jumlah debit air yang ada pada sumuruan

utama yang terkena kemajuan tambang dimana sumuran utama

di bagi menjadi dua bagian yaitu sumuran A dan sumuran B,

menghitung jumlah pompa yang digunakan untuk mengeringkan

sumuran, mengevaluasi kebutuhaan kolam pengendapan apakah

bisa menampung air yang di pompakan dari sumuran utama.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan untuk menentukan jumlah pompa yang digunakan

untuk mengeringkan pada sumuran serta untuk mengetahui

dimensi kolam pengendapan dan jadwal pengerukan pada kolam

pengendapan.
C. Kerangka Konseptual
Data Masukan dan
Pengolahan Data

1. Data Primer: Hasil


 Debit air tanah
 Panjang lantai kerja 1. Mendapatkan debit air
Perencanaan Sistem
Mine Dewatering  Luas area genangan air tanah yang masuk ke
 Elevasi genangan air Proses Analisis dan
Tambang Bawah Tanah area penambangan di
 Elevasi pipa buang dan hisap Evaluasi Data
 Debit aktual pompa
lubang Seam C1
 Menentukan jumlah debit
2. Data Sekunder: 2. Mendapatkan jumlah
 Peta Situasi dan LubangSeam C1, air tanah
 Lay Out Penambangan Seam C1,
dan spesifikasi pompa
 Menentukan ukuran
 Info Kemajuan Lubang Seam C1,
dimensi sump
ideal pada lokasi
 Profil Melintang,
 Menentukan jumlah dan penambangan lubang
 Peta Topografi,
 Peta Geologi, spesifikasi pompa Seam C1
Tergenangnya air di  Peta WIUP PT. Nusa Alam Lestari,  Menentukan bentuk 3. Mendapatkan ukuran
front penambangan yang
 Data Survey (Kemiringan, rancangan yang ideal
menyebabkan dimensi sump ideal
Ketinggian dll),
terhambatnya proses sistem penyaliran tambang untuk penambangan di
penambangan  Panjang, Diameter Sudut Belokan
batubara bawah tanah.
Pipa, lubang Seam C1
 Spesifikasi Pompa

Gambar 16. Kerangka Konseptual

79
82

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian

kuantitatif. Hal itu dikarenakan dalam penelitian nantinya, akan

menggunakan data-data berupa angka-angka. Menurut Kontjojo

(2009:11) mendefinisikan penelitian kuantitatif yang dikutip dari

Kasiram (2008:149) penelitian kuantitatif adalah suatu proses

menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai

alat menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin diketahui.

Dalam pelaksanaan penelitian ini menggunakan data primer dan

data sekunder yang kemudian dikembangkan sesuai dengan tujuan

penelitian. Data primer adalah data yang diperoleh langsung pihak yang

diperlukan datanya, data sekunder adalah data yang tidak diperoleh

langsung dari pihak yang diperlukan datanya (Kontjojo, 2009: 34).

Selain menggunakan metode penelitian kuantitatif, pada

penelitian ini juga digunakan metode penelitian terapan. MenurutA.

Muri Yusuf (2005: 102):

Penelitian terapan lebih menekankan pada penerapan ilmu,


atau aplikasi ilmu, atau punpenggunaan ilmu ataupun untuk
keperluan tertentu. Penelitian terapan merupakan suatu kegiatan
yang sistematis dan logis dalam rangka menemukan sesuatu yang
baru atau aplikasi baru dari penelitian-penelitian yang telah pernah
dilakukan selama ini.

82
83

B. Tahapan Penelitian

Adapun tahapan penelitian sebagai berikut:

1. Studi literature

Studi literatur dilakukan dengan cara mempelajari teori-

teori yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas di

lapangan melalui buku- buku, laporan penelitian sebelumnya

dan literatur dari internet. Dengan melakukan studi literatur

seperti itu, penulis akan lebih mudah untuk mengaplikasikan

teori-teori yang diperoleh selama kuliah dengan keadaan aktual

di lapangan.

2. Observasi di lapangan

Observasi di lapangan dengan melakukan peninjauan

lapangan untuk melakukan pengamatan langsung terhadap

kondisi daerah penelitiaan dan kegiatan penambangan di lokasi

tersebut.

3. Pengambilan data lapangan

Data yang diambil harus benar, akurat dan lengkap serta

relevan dengan permasalahan yang ada. Data yang diambil

dapat dikelompokkan menjadi:

a. Data primer

Data primer diambil dengan melakukan pengukuran

langsung di lapangan seperti panjang lantai kerja dapat diukur

dengan menggunakan pita ukur atau meteran. Debit air tanah


84

dapat diukur dengan melakukan pengukuran kenaikan

permukaan air di front kerja dan di sump dengan cara melihat

selisih antara ketinggian permukaan air pada genangan air

sebelum pompa dihidupkan dan pada saat pompa dimatikan.

Perhitungan dilakukan berkala sebanyak10 kali selama 30

menit, pengukuran debit air tanah dilakukan mengunakan alat

meteran untuk mendapatkan elevasi awal air dan elevasi akhir.

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung untuk

memperkut data dan argumen yang akan dijelaskan. Data

sekunder diperoleh dari hasil olahan perusahaan berupa

data kondisi lapangan, arsip perusahaan, dokumentasi

pemetaan wilayah dan lainnya. Kegiatan penelitian

dilakukan pada lubang C1 di kawasan izin usaha

pertambangan PT Nusa Alam Lestari. Sehingga untuk

mempermudah pencarian wilayah observasi maka

dibutuhkan peta layout situasi untuk lubang Seam C1.

Tidak hanya itu diperlukan juga bentuk profil

melintang kawasan sehingga beda tinggi kawasan lubang

dapat diketahui, dan banyak lagi data sekunder yang

dibutuhkan untuk mendukung hasil olahan data seperti:

Peta info kemajuan lubang Seam C1, Peta topografi, Peta

geologi, Peta kesampaian daerah lokasi PT. NAL, Peta


85

WIUP PT. NAL, Data survey (kemiringan, ketinggian dll),

Panjang, diameter dan sudut belokan pipa.

4. Teknik Pengolahan Data

Setelah data didapatkan maka selanjutnya adalah

pengelompokan dan pengolahan data, dikarenakan penelitian

terdiri dari beberapa variabel, maka data harus dikelompokkan

sesuai dengan tahapan pengerjaannya. Adapun tahapan

pengolahan data sebagai berikut:

a. Melakukan pengukuran debit air tanah

Pada pengukuran debit air tanah yang dilakukan pada

lokasi sumber air yang terbesar yaitu pada lubang cabang A,

lubang cabang B, lubang cabang C dan sump dengan cara

melihat kenaikan permukaan air pada front kerja dan bak

kontrol serta luasan genangan air pada saat pompa sebelum

dihidupkan dan pada saat setelah pompa dinaikan.

Pengukuran ketinggian muka air dilakukan

menggunakan pita ukur untuk mendapatkan elevasi awal dan

elevasi akhir.

b. Menentukan nilai dimensi sump yang ideal untuk

menampung genangan air tanah pada sistem penyaliran di

lokasi penambangan lubang Seam C1 Blok Timur Site

Sapan Dalam pada tambang PT Nusa Alam Lestari,


86

Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto.

Dimensi sump ditentukan berdasarkan debit air yang

masuk ke bukaan tambang.

c. Perhitungan head total dan kebutuhan pompa

1) Menghitung head total yang ada pada pompa

berdasarkan spesifikasi pompa untuk mengetahui

kinerja maksimal pompa.

2) Untuk menentukan kebutuhan pompa dihitung

berdasarkan inlet air yang didapat dari pengukuran debit

air dan dibagi dengan kinerja maksimal pompa.

Penentuan jumlah pompa berdasarkan volume air yang

harus dipompakan keluar dari sump.

5. Evaluasi dan analisa hasil pengolahan data

a. Proses pengolahan data dilakukan dengan cara me-review data

yang ada terlebih dahulu, selanjutnya diolah dengan

menggunakan formula yang digunakan untuk memecahkan

masalah yang terjadi di lapangan.

b. Dari data hasil pengolahan selanjutnya dilakukan analisis

terhadap data yang telah didapatkan menggunakan formula yang

digunakan sebagai analisi data sehingga terjadi kesesuaian

antara teori dan parakteknya di lapangan.

c. Selanjutnya data yang dianalisis dievaluasi dengan harapan

apakah data hasil analisis sepenuhnya dapat diterapkan


87

dilapangan dengan mempertimbangkan kondisi geologi dan

keuangan perusahaan PT. Nusa Alam Lestari.

6. Kesimpulan dan rekomendasi

Setelah melakukan analisa dapat ditarik suatu kesimpulan

dan rekomendasi yang dapat digunakan oleh perusahaan.

Kebenaran ilmiah dicari dengan menggunakan metode

penelitian ilmiah yang memungkinkan ditemukannya kebenaran

objektif. Penelitian ilmiah adalah usaha untuk memperoleh fakta atau

prinsip (menemukan, mengembangkan, menguji kebenaran) dengan

cara mengumpulkan dan menganalisis data yang dilakasanakan

dengan teliti, jelas, sistematik dan dapat dipertanggungjawabkan

(Hermawan Wasito, 1995:6).


88

C. Diagram Alir Penelitian


Perencanaan Sistem Penyaliran Batubara Tambang Bawah Tanah
Seam C1 Blok Timur Site Sapan Dalam PT Nusa Alam Lestari
Desa Salak, Sapan Dalam, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat

Studi Literatur

Observasi Lapangan

Pengambilan Data

Data Primer: Data Sekunder:

a. Debit air tanah Peta Situasi dan lubang Seam C1, Peta Lay out
b. Panjang lantai kerja penambangan Seam C1, Peta Info Kemajuan lubang
c. Luas area genangan Seam C1, Profil Melintang, Peta topografi, Peta
air geohidrologi, Peta geologi, Peta kesampaian daerah
d. Elevasi genangan air lokasi PT. NAL, Peta WIUP PT. NAL, Data survey
e. Elevasi pipa buang (kemiringan, ketinggian dll), Panjang diameter dan
dan hisap sudut belokan pipa, Spesifikasi pompa
f. Debit aktual pompa

Pengolahan Data

Hasil

1. Total debit air tanah yang masuk pada lubang Seam C1 Blok Timur
Site Sapan Dalam PT Nusa Alam Lestari.
2. Nilai dimensi sump ideal untuk penambangan di lubang Seam C1 pada
sistem penyaliran tambang bawah tanah.
3. Head total dan jumlah pemakaian pompa ideal pada tambang
sehingga lebih efisien.
4. Bentuk Rancangan ideal pada sistem tambang bawah tanah.

Selesai

Gambar 17. Diagram Alir Penelitian


89

D. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Jadwal pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 9

Oktober 2017 s/d 30 November 2017 di PT Nusa Alam Lestari

Desa Salak, Sapan Dalam, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat

Jadwal pelaksanaan dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini:

Tabel 6.. Jadwal Pelaksanaan Penelitian


No Kegiatan
Minggu Ke -
I II III IV V VI VII VII
1. Observasi
Lapangan
2 Pengumpulan data
3. Pengolahan data
4. Analisa Data
Penyusunan
5.
Laporan
90

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengumpulan Data

Data-data yang dikumpulkan berupa data primer dan data

sekunder yang selanjutnya akan digunakan untuk pengolahan data.

1. Data Primer

Data primer diambil dengan melakukan pengukuran langsung

di lapangan, adapun data-data tersebut antara lain:

a. Debit air tanah

b. Panjang lantai kerja

c. Luas area genangan air

d. Elevasi genangan air

e. Sudut belokan dan panjang pipa buang dan hisap

f. Debit aktual pompa

Data primer diambil dengan melakukan pengukuran

langsung di lapangan seperti panjang lantai kerja dapat diukur

dengan menggunakan pita ukur atau meteran. Debit air tanah dapat

diukur dengan melakukan pengukuran kenaikan permukaan air di

front kerja dan di sump dengan cara melihat selisih antara

ketinggian permukaan air pada genangan air sebelum pompa

dihidupkan dan pada saat pompa dimatikan.Perhitungan dilakukan

berkala sebanyak 10 kali selama 30 menit, pengukuran debit air

tanah dilakukan mengunakan alat meteran untuk mendapatkan

elevasi awal air dan elevasi akhir. Sudut belokan pada pipa dapat

90
91

diukur dengan menggunakan kompas geologi dengan mengukur

kemiringan (dip) pada pipa dan panjang pipa buang maupun isap

dapat dilakukan mengunakan meteran.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data penunjang dalam perhitungan

tugas akhir antara lain:

a. Peta Situasi dan lubang Seam C1,

b. Peta Lay out penambangan Seam C1,

c. Peta Info Kemajuan lubang Seam C1,

d. Profil Melintang,

e. Peta topografi,

f. Peta geologi,

g. Peta kesampaian daerah lokasi PT. NAL,

h. Peta WIUP PT. NAL,

i. Data survey (kemiringan, ketinggian dll),

j. Panjang diameter dan sudut belokan pipa,

k. Spesifikasi pompa

Data sekunder merupakan data pendukung untuk memperkut

data dan argumen yang akan dijelaskan. Data sekunder diperoleh

dari hasil olahan perusahaan berupa data kondisi lapangan, arsip

perusahaan, dokumentasi pemetaan wilayah dan lainnya. Kegiatan

penelitian dilakukan pada lubang C1 di kawasan izin usaha

pertambangan PT Nusa Alam Lestari. Sehingga untuk


92

mempermudah pencarian wilayah observasi maka dibutuhkan peta

layout situasi untuk lubang Seam C1.

Tidak hanya itu diperlukan juga bentuk profil melintang

kawasan sehingga beda tinggi kawasan lubang dapat diketahui,

dan banyak lagi data sekunder yang dibutuhkan untuk mendukung

hasil olahan data seperti: Peta info kemajuan lubang Seam C1, Peta

topografi, Peta geologi, Peta kesampaian daerah lokasi PT. NAL,

Peta WIUP PT. NAL, Data survey (kemiringan, ketinggian dll),

Panjang, diameter dan sudut belokan pipa.

B. Analisis Data

Data yang sudah didapatkan atau dikumpulkan, kemudian diolah

dengan menggunakan rumus dan literatur yang ada, pengolahan data

yang dilakukan antara lain:

Analisis data yang dilakukan antara lain:

1. Debit Air Tanah

Air tanah menjadi parameter dalam perancangan suatu

sistem penyaliran di tambang bawah tanah. Oleh karena itu

jumlah air tanah yang masuk ke dalam lubang tambang harus

diketahui.

Untuk mengetahui seberapa banyak air yang muncul dari

lubang C1 tersebut dilakukan pengukuran langsung di lapangan

dengan cara mengukur air pada titik yang merupakan sumber air

terbesar di lokasi penelitian lubang cabang A, lubang cabang B,


93

lubang cabang C dan Sump, dapat dilihat pada sketsa Gambar 18

dibawah ini.

Gambar 18. Sketsa Titik Pengukuran Debit Air Tanah pada

Lubang C1

Pengambilan sampel debit air tanah dilakukan dengan

melakukan pengukuran kenaikan permukaan air di front kerjadan

sump sebelum pompa dihidupkan dan ketinggian permukaan

genangan air pada setelah pompa dimatikan kemudian didapatkan

rata-rata kenaikan air tersebut. Dengan mengunakan meteran

untuk mendapatkan elevasi awal air dan elevasi akhir air.

Pengukuran dilakukan sebanyak 10 kali dengan rentang waktu

pompa dimatikan selama 30 menit. Adapaun luasan awal

didapatkan pada permukaan air pada saat pompa dimatikan dan

luasan akhir didpatkan pada permukaan air pada saat pompa

dimatikan dihitung memakasi rumus luas persegi panjang karena

genangan air berada disepanjang lantai kerja lubang cabang dan


94

sump.

Tabel 7. Pengukuran Debit Air Tanah pada Lubang Cabang A


Elevasi muka air Elevasi muka air Rata-rata Luas Luas
No. sebelum pompa setelah pompa Kenaikan Awal Akhir
dihidupkan (m) dimatikan (m) (m) (m 2) (m 2)
1 0,29 0,32 0,03 22,27 22,34
2 0,31 0,34 0,03 22,25 22,29
3 0,27 0,30 0,03 22,45 22,52
4 0,32 0,33 0,01 22,32 22,40
5 0,30 0,33 0,03 22,36 22,45
6 0,28 0,34 0,06 22,43 22,55
7 0,31 0,32 0,01 22,31 22,35
8 0,33 0,35 0,02 22,19 22,30
9 0,29 0,32 0,03 22,25 22,42
10 0,27 0,31 0,04 22,30 22,36
Rata –Rata 0,03 22,23 22,40

Tabel 8. Pengukuran Debit Air Tanah pada Lubang Cabang B


Elevasi muka air Elevasi muka air Rata-rata Luas Luas
No. sebelum pompa setelah pompa Kenaikan Awal Akhir
dihidupkan (m) dimatikan (m) (m) (m 2) (m 2)
1 0,29 0,35 0,06 20,26 20,35
2 0,31 0,37 0,06 21,28 21,34
3 0,27 0,33 0,06 22,22 22,30
4 0,32 0,35 0,03 21,19 21,25
5 0,30 0,36 0,06 20,24 21,29
6 0,28 0,37 0,09 22,18 20,27
7 0,31 0,35 0,04 22,39 22,45
8 0,33 0,38 0,05 22,28 22,37
9 0,29 0,35 0,06 21,20 22,28
10 0,27 0,34 0,07 21,25 22,32
Rata –Rata 0,06 21,24 21,32

Tabel 9. Pengukuran Debit Air Tanah pada Lubang Cabang C


Elevasi muka air Elevasi muka air Rata-rata Luas Luas
No. sebelum pompa setelah pompa Kenaikan Awal Akhir
dihidupkan (m) dimatikan (m) (m) (m 2) (m 2)
1 0,19 0,25 0,06 9,17 9,24
2 0,21 0,27 0,05 9,15 9,19
3 0,17 0,23 0,06 9,35 9,42
95

4 0,22 0,25 0,03 9,22 9,30


5 0,20 0,26 0,06 9,26 9,35
6 0,18 0,27 0,09 9,33 9,45
7 0,21 0,25 0,04 9,21 9,25
8 0,23 0,28 0,05 9,19 9,28
9 0,19 0,25 0,06 9,25 9,32
10 0,17 0,24 0,07 9,20 9,26
Rata –Rata 0,05 9,23 9,30

Tabel 10. Pengukuran Debit Air Tanah pada Sump


Elevasi muka air Elevasi muka air Rata-rata Luas Luas
No. sebelum pompa setelah pompa Kenaikan Awal Akhir
dihidupkan (m) dimatikan (m) (m) (m 2) (m 2)
1 1,22 1,28 0,06 2,14 2,28
2 1,38 1,47 0,09 2,25 2,34
3 1,35 1,43 0,08 2,54 2,63
4 1,39 1,45 0,06 2,36 2,42
5 1,24 1,31 0,07 2,57 2,65
6 1,37 1,43 0,06 2,48 2,57
7 1,23 1,39 0,06 2,62 2,74
8 1,38 1,46 0,08 2,45 2,53
9 1,32 1,38 0,06 2,52 2,66
10 1,25 1,32 0,07 2,78 2,04
Rata –Rata 0,07 2,07 2,28

Debit air tanah dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

ħ (𝐿1 +𝐿2 )
2
Q=
∆𝑡
Keterangan:

Q : Debit air tanah (m3/menit)

ħ : Rata-rata kenaikan air (m)

L1 : Luas permukaan air pada saat pompa dimatikan (m2)

L2 : Luas permukaan air pada saat pompa dimatikan (m2)

∆t : Selisih waktu pompa dimatikan (menit)


96

Sehingga debit air tanah dari ketiga sumber genangan terbesar yaitu:

a) Debit Air Tanah pada Lubang Cabang A

0,03 m (22,23 m2 + 22,40 m2 )


2
Debit Air Tanah (Q) =
30 menit

= 0,0223 m3/menit

Dari perhitungan diatas diperoleh debit air rata-rata pada titik

pengukuran Lubang Cabang A sebesar 0,0223 m3/menit.

b) Debit Air Tanah pada Lubang Cabang B

0,06 m (21,24 m2 + 21,32 m2 )


2
Debit Air Tanah (Q) =
30 menit

= 0,0425 m3/menit.

Dari perhitungan diatas diperoleh debit air rata-rata pada titik

pengukuran Lubang Cabang B sebesar 0.0425 m3/menit.

c) Debit Air Tanah pada Lubang Cabang C

0,05 m (9,23 m2 + 9,30 m2 )


2
Debit Air Tanah (Q) =
30 menit

= 0,0154 m3/menit.

Dari perhitungan diatas diperoleh debit air rata-rata pada titik

pengukuran Lubang Cabang C sebesar 0,0154 m3/menit.

d) Debit Air Tanah pada Sump

0,07 m (2,07 m2 + 2,28 m2 )


2
Debit Air Tanah (Q) =
30 menit

= 0,0050 m3/menit.
97

Dari perhitungan diatas diperoleh debit air rata-rata pada titik

pengukuran Sump sebesar 0,0050 m3/menit.

Dari perhitungan diatas diperoleh debit air tanah total pada 4

titik pengukuran yaitu sebesar 0,0852 m3/menit atau 5,112 m3/jam.

2. Pompa

a. Ketersediaan Pompa dan Pemilihan Pompa

PT Nusa Alam Lestari memiliki ketersedian pompa

sebanyak 1 unit pompa Submersible Airlux dengan

menggunakan pipa Menggunakan pipa HDPE (High Density

Poly Ethnyl) berdiameter 1-2,5 inc Sistem pemompaan yang

digunakan sistem estafet yaitu mengalirkan air dari front menuju

sump 1 kemudian dialirkan lagi menuju sump selanjutnya

sampai ke luar tambang. Untuk perhitungan-perhitungan

selanjutnya yang melibatkan pompa seperti merencakanan

dimensi sump, penulis mempertimbangkan ketersediaan pompa

yang ada dan rencana penambangan pompa oleh perusahaan jika

dibutuhkan.

Dikarenakan nilat inltet lebih besar dari nilai outlet pada

lubang C1 maka pompa yang ada sat ini tidak dapat bekerja

secara optimal sehingga dibutuhkan penambahan 1 unit pompa

baru dengan merek pompa yang sama yaitu pompa pompa

Submersible Airlux dengan menggunakan pipa HDPE (High

Density Poly Ethnyl) berdiameter 1-2,5 inc. Pipa jenis ini


98

dikenal sebagai pipa yang mudah dalam penanganannya.

Beberapa keunggulan pipa HDPE dibandingkan dengan pipa

baja antara lain:

1) Pipa HDPE lebih elastis dan tidak mudah pecah.

2) Pipa HDPE terbuat dari bahan plastik, sehingga pipa

tersebut tahan karat.

Dari hasil pengukuran diperoleh data sebagai berikut:

(a) Elevasi Hisap (t1) = -150.6 mdpl

Elevasi Buang (t2) = -158.6 mdpl

(b) Diameter pipa sisi hisap = 1 inch = 0,0254 m

Diameter pipa sisi buang = 1,5 inch = 0,0381 m

(c) Koefesien kekasaran pipa (C) = 140D Pipa HDPE

(Terlampir)

(d) Panjang pipa sisi buang (L) = 28 m

(e) Panjang pipa sisi hisap (L) =0m

(f) Debit pemompaan (Q) = 6 jam


m3

(g) Gravitasi (g) = 9,8 m/s2

1) Perhitungan Head Total Pompa Rencana Lubang C1

Dalam perhitungan head total pompa dapat

menggunakan rumus (Sularso, 2006:26):

HT = Hs + Hf + Hsv + Hv + Δ Hp

Dimana HT adalah head total pompa yang

merupakan penjumlahan dari head statis dan kerugian-


99

kerugian yang ada pada kondisi direncanakan seperti

adanya belokan, sambungan, katup dan lain-lain.

(a) Hs (Headstatis) yaitu perbedaan elevasi pipa hisap

dengan elevasi pipa buang (m).

Hs = Elevasi pipa buang (H1) – Elevasi pipa hisap

(H2)

Hs = -150.6 mdpl – (-158.6 mdpl)

Hs = 8 meter

(b) Hf (Headfriction) yaitu kerugian energi akibat gesekan

pada pipa (m).

10,666 𝑄1,85
𝐻𝑓 = xL
𝐶1,85𝐷4,85
10,666𝑥0,000137𝑚3/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘1,85
𝐻𝑓 = 1401,85𝑥0,,02544.85
x 54 m

𝑯𝒇 = 17,07 𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓

(c) Hv (head velocity) merupakan head kecepatan keluar

(m).

𝑉2
𝐻𝑣 =
2𝑔

Kecepatan aliran pada pipa buang:

Q = A.V

𝑄
𝑉=
𝐴
𝑄
𝑉=
1𝜋 𝑥 𝐷 2
4
100

0,000137 𝑚3/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑉=
0,25 𝑥 3,14 𝑥 0,0381 𝑚

𝑉 = 0,4741 𝑚⁄𝑠

𝑉2
𝐻𝑣 =
2𝑔
0,4741
𝐻𝑣 =
2(9,8)

𝑯𝒗 = 𝟎, 𝟎𝟏𝟏𝟒 𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓

2) Perhitungan Head Total Pompa Rencana Front

Seam C1

Dalam perhitungan head total pompa dapat

menggunakan rumus (Sularso, 2006:26):

HT = Hs + Hf + Hv

HT = 8 meter + 17,07 meter + 0,0114 meter

= 25,08 meter

3) Pemilihan Pompa

Berdasarkan hasil analisa debit air tanah yang

masuk ke sump dan spesfikasi pompa yang digunakan,

maka dapat ditenetukan jumlah pompa yang dibutuhkan

untuk mengeluarkan air yang masuk ke dalam tambang

menuju ke sump diluar tambang adalah 2 unit pompa

Submersible Airlux yang memiliki total head maksimal 12

m dengan total head pompa aktual di lapangan 25,08

meter.
101

3. Perencanaan Sump

Sump berfungsi sebagai tempat penampungan air

sementara dan lumpur sebelum dipompa ke luar tambang.

Volume sump didapat dari perhitungan air yang akan masuk ke

dalam lubang tambang dan air limpasan, dengan adanya sump

air tidak akan menggenangi jalan tambang dan terakumulasi

dalam satu tempat. Jika air sudah terakumulasi dalam satu

tempat, air akan mudah dipompakan keluar tambang dan proses

penambangan akan berjalan dengan lancar.

Pada prinsipnya sump diletakkan pada lantai tambang

(floor) yang paling rendah, jenjang disekitarnya tidak mudah

longsor, dan dekat dengan settling pond. Sump akan diletakan

dibagian dalam lubang penambangan. Air tambang yang telah

tertampung pada sump di dalam lubang tambang akan dialirkan

mengunakan pompa ke sump yang berada diluar lubang

tambang. Untuk menentukan dimensi sump yang sangat

bergantung pada debit air tanah yang akan dipompakan perhari,

kapasitas pompa, volume dan waktu pemompaan.

a. Kebutuhan dan Kapasitas Rencana Volume Sump

lubang C1

Sump satu terletak di dalam lubang tambang.

Volume sump yang optimum dapat dicari dari selisih antara

volume air yang masuk ke dalam sump dikurang volume


102

air yang akan dikeluarkan dari pemompaan. Volume air

total merupakan debit air total dikalikan dengan 10 jam/hari

untuk waktu pemompaannya. Sump menampung air tanah

dari genangan air. Pompa yang digunakan untuk

mengeluarkan air dari sump adalah pompa Submersible

Airlux dengan debit pompa sebesar 6 m3/jam (lampiran H )

1) Debit air tanah yang digunakan dalam perhitungan

adalah debit air tanah yang berada pada lubang C1

tersebut.

Debit air tanah = 5,112 m3/jam

2) Debit pemompaan adalah debit pompa per unit

dikali banyak unit yang beroperasi pada sump. Unit

yang beroperasi dan debit pompa pada sump lubang

C1 adalah :

Unit yang beroperasi = 1 unit

Unit yang direncakan = 1 unit

Debit pompa = 6 m3/jam

Debit pemompaan

= (1 x 6 m3/jam) + (1 x 6 m3/jam)

= 12 m3/jam

3) Volume air total merupakan debit air total (debit air

tanah)
3
Vol. Air Total (m /hari)
103

3
= Vol. Debit Air Tanah (m /hari) x 24 jam
3
= 5,112 m /jam x 24 jam

= 122,68 m3/hari

4) Volume pemompaan dapat dihitung menggunakan

Persamaan berikut ini.

Vol.Pemompaan (m3/hari)

= Debit Pemompaan (m3/jam) x waktu operasi

pompa setiap harinya

= 12 m3/jam x 10 jam

= 120 m3/hari

5) Volume sump yang harus dibuat adalah selisih

antara volume air total yang masuk dan volume

pemompaan dapat dihitung menggunakan

Persamaan berikut ini.

Volume sump = Vol.Air total – Vol.Pemompaan

= 122,68 m3 - 120 m3

= 2,688 m3

b. Penentuan Dimensi Sump

Penentuan rencana dimensi sump yang dianalisa hanya

pada perencanaan sump lubang C1 pada kedalaman yang

sudah teralisasi sepanjang 97 meter. Sump yang berada pada

lubang Seam C1 berbentuk segi empat dengan volume sump

aktual 2,688 m3, sehingga dimensi sump dapat ditentukan


104

menggunakan persamaan berikut ini.

Panjang sisi Sump = 2 m

Lebar Sisi Sump =1m

Kedalaman Sump = 2 m

Kedalam basah = 1,81 m

Maka:

Volume Sump =pxlxt

=2mx1x2m

= 4 m3

Hasil perhitungan dimensi sump dapat dilihat pada

Tabel 11 di bawah ini. Bentuk dan dimensi sump bisa di lihat

pada Lampiran F .

Tabel 11. Dimensi Sump


Sump4 Panjang (m) Lebar (m) Kedalaman (m) Volume (m )3
1 2 1 2 4
.
Bentuk Perencanaan Racangan Sistem Penyaliran Tambang
Batubara Bawah Tanah Seam C1
Adapun bentuk racangan ideal yang direncanakan pada

Seam C1 yaitu:

a. Rencana Dimensi Sump

Sump yang berada pada lubang Seam C1 direncanakan

berbentuk segi empat dengan dimensi sump dapat ditentukan

menggunakan persamaan berikut ini.

Panjang sisi Sump = 2 m

Lebar Sisi Sump =1m


105

Kedalaman Sump = 2 m

Kedalam basah = 1,81 m

Maka:

Volume Sump = p x l x t

=2mx1x2m

= 4 m3

Gambar 19. Dimensi Sump Rencana pada Lubang C1


106

b. Rencana Mine Dewatering Lubang Seam C1

Gambar 20. Rencana Mine Dewatering Lubang C1


107

c. Instalansi Pemompaan Lubang C1

Gambar 21. Instalansi Pemompaan Lubang C1

C. Pembahasan

Perencanaan sistem mine dewatering tambang batubara

bawah tanah PT. Nusa Alam Lestari, tidak terlepas dari perhitungan

besarnya debit air tanah yang masuk ke dalam terowongan, analisis

sistem pemompaan, pemipaan, ukuran dimensi sump optimal dan

perencanaan saluran sistem mine dewatering tambang yang efektif

sehingga aktivitas penambangan dapat berlangsung dengan baik.

Keadaan sistem penirisan terowongan tambang bawah tanah

lubang C1 adalah air yang masuk ke dalam terowongan berasal dari

air tanah yang mengalir disepanjang terowongan terkumpul di sump


108

dan front penambangan.

Air yang tidak dapat dicegah akan masuk ke dalam tambang

akan ditampung pada titik terendah dari tambang berupa Sump

(kolam penampung) melalui saluran-saluran pengarah yang

kemudian akan dipompakan ke luar tambang melalui kolam

pengendapan lumpur dan diteruskan ke sungai. Bila dilihat dari

kondisi tambang saat ini maka sistem penirisan yang cocok untuk

diterapkan adalah sistem mine dewatering, yaitu suatu sistem dengan

cara mengendalikan aliran air yang masuk kedalam tambang

ditampung di dalam beberapa main sump kemudian dipompakan

keluar areal tambang menuju KPL yang bertujuan untuk

mengendapkan lumpur dan penambahan kapur untuk menetralkan

pH air, sehingga air tersebut dapat dipompa ke sungai.

Sistem penyaliran tambang yang diterapkan pada tambang

batubara bawah tanah PT. Nusa Alam Lestari adalah mine dewatering

pada kegiatan penambangan dengan cara memompakan air yang

tergenang menggunakan pompa kemudian air tersebut akan

dipompakan ke dalam sump yang ada di dalam lubang tambang,

selanjutnya air dari sump langsung dipompakan keluar lubang

tambang menuju sump yang berada di luar lubang bukaan terowongan

1. Sistem Penambangan

Pada penambangan batubara yang dikelola oleh PT. Nusa

Alam Lestari. Sistem penambangan yang diterapkan adalah


109

sistem penambangan bawah tanah dan metode yang digunakan

adalah Room and Pillar yaitu penambangan yang diikuti oleh

penyanggaan serta pengisian butiran atau waste pada bekas

lubang penggalian. Adapun kegiatan penambangan yang

dilakukan disini adalah pembuatan lubang- lubang bukaan,

penggalian batubara, pengangkutan, pemuatan, crushing,

blending, pemasaran dan reklamasi. Selain itu ada sarana

penunjang penambangan, yaitu: penyanggaan, ventilasi tambang,

dan penyaliran tambang. Peninjauan sistem penyaliran yang

diterapakan di PT. Nusa Alam Lestari dilakukan dengan

memperhatian daerah penambangan, debit airtanah, debit

rembesan, kondisi hidrogeologi sehingga dapat digunakan untuk

mengkaji kembali sistem penyaliran yang telah ada.

2. Kondisi Daerah Penambangan

Pada kegiatan penambangan batubara bawah tanah di PT.

Nusa Alam Lestari keberadaan penyaliran sangat penting.

Dikarenakan debit air yang masuk ke dalam terowongan lebih

besar daripada debit air yang keluar. Air yang masuk ke dalam

terowongan berasal air tanah yang tidak dapat dipompa secara

maksimal oleh pompa yang ada yaitu pompa Submersible Airlux.

Air tanah merupakan air yang paling banyak masuk ke area

tambang dikarenakan banyaknya rembesan yang berasal dari atap

dan dinding-dinding batuan.


110

Untuk mengatasi air yang masuk kedalam tambang, maka

dibuatlah sistem penyaliran tambang. Hal ini digunakan untuk

mengatasi air tanah yang tergenang di daerah penambangan atau

heading agar kondisi daerah penambangan lebih aman dan

nyaman bagi para pekerja untuk melakukan aktivitas

penambangan. Dari hasil peninjauan yang dilakukan di PT. Nusa

Alam Lestari terdapat kondisi kerja yang masih terlalu berlumpur

dan banjir baik pada jalur transportasi lori dan pekerja serta pada

front penambangan, sehingga mempersulit para pekerja untuk

melakukan aktivitas penambangan.

3. Kajian Sistem Penyaliran

Sistem penyaliran tambang di PT. Nusa Alam Lestari

menggunakan motode mine dewatering yaitu air yang mengalir

pada front lubang C1 dipompa ke Sump pada lubang C1 dengan

menggunakan pompa airlux kemudian akumulasi debit air lubang

C1 yang mengalir pada sump dipompa ke luar permukaan lubang

bukaan. Pompa yang digunakan adalah Pompa Airlux. Pompa

airlux dapat memompa debit air 6 m3/jam.

4. Sump

Untuk menentukan dimensi sump tambang sangat

bergantung pada debit total air tanah yang akan dipompakan perhari,

kapasitas pompa, dan waktu pemompaan. Volume sump yang

optimum dapat dicari dari selisih antara volume air tanah total
111

dengan debit pemompaan harian. Volume air total merupakan debit

air total dikali dengan 10 jam/hari.

5. Rencana Kegiatan Pemompaan

Dari perhitungan yang telah dilakukan, jumlah pompa yang

disediakan oleh perusahaan saat ini tidak cukup untuk mengeluarkan

air dari terowongan yang berada pada front menuju sump yang ada

di dalam lubang, yaitu 1 unit pompa Submersible Airlux Phase,

sehingga dibutuhkan penambahan pompa dengan unit yang sama

yaitu 1 unit pompa Submersible Airlux Phase dengan debit

pemompaan yaitu 6 m3/jam.

Berdasarkan hasil perhitungan pada instalasi pompa maka

banyak pompa yang dibutuhkan pada lubang C1 kedalaman 97

meter yang direncanakan yaitu 2 unit pompa yaitu pompa

Submersible Airlux Phase dengan pipa hdpe (high density

polyethylene).
90

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengumpulan Data

Data-data yang dikumpulkan berupa data primer dan data

sekunder yang selanjutnya akan digunakan untuk pengolahan data.

1. Data Primer

Data primer diambil dengan melakukan pengukuran langsung

di lapangan, adapun data-data tersebut antara lain:

a. Debit air tanah

b. Panjang lantai kerja

c. Luas area genangan air

d. Elevasi genangan air

e. Sudut belokan dan panjang pipa buang dan hisap

f. Debit aktual pompa

Data primer diambil dengan melakukan pengukuran

langsung di lapangan seperti panjang lantai kerja dapat diukur

dengan menggunakan pita ukur atau meteran. Debit air tanah dapat

diukur dengan melakukan pengukuran kenaikan permukaan air di

front kerja dan di sump dengan cara melihat selisih antara

ketinggian permukaan air pada genangan air sebelum pompa

dihidupkan dan pada saat pompa dimatikan.Perhitungan dilakukan

berkala sebanyak 10 kali selama 30 menit, pengukuran debit air

tanah dilakukan mengunakan alat meteran untuk mendapatkan

elevasi awal air dan elevasi akhir. Sudut belokan pada pipa dapat

90
91

diukur dengan menggunakan kompas geologi dengan mengukur

kemiringan (dip) pada pipa dan panjang pipa buang maupun isap

dapat dilakukan mengunakan meteran.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data penunjang dalam perhitungan

tugas akhir antara lain:

a. Peta Situasi dan lubang Seam C1,

b. Peta Lay out penambangan Seam C1,

c. Peta Info Kemajuan lubang Seam C1,

d. Profil Melintang,

e. Peta topografi,

f. Peta geologi,

g. Peta kesampaian daerah lokasi PT. NAL,

h. Peta WIUP PT. NAL,

i. Data survey (kemiringan, ketinggian dll),

j. Panjang diameter dan sudut belokan pipa,

k. Spesifikasi pompa

Data sekunder merupakan data pendukung untuk memperkut

data dan argumen yang akan dijelaskan. Data sekunder diperoleh

dari hasil olahan perusahaan berupa data kondisi lapangan, arsip

perusahaan, dokumentasi pemetaan wilayah dan lainnya. Kegiatan

penelitian dilakukan pada lubang C1 di kawasan izin usaha

pertambangan PT Nusa Alam Lestari. Sehingga untuk


92

mempermudah pencarian wilayah observasi maka dibutuhkan peta

layout situasi untuk lubang Seam C1.

Tidak hanya itu diperlukan juga bentuk profil melintang

kawasan sehingga beda tinggi kawasan lubang dapat diketahui,

dan banyak lagi data sekunder yang dibutuhkan untuk mendukung

hasil olahan data seperti: Peta info kemajuan lubang Seam C1, Peta

topografi, Peta geologi, Peta kesampaian daerah lokasi PT. NAL,

Peta WIUP PT. NAL, Data survey (kemiringan, ketinggian dll),

Panjang, diameter dan sudut belokan pipa.

B. Analisis Data

Data yang sudah didapatkan atau dikumpulkan, kemudian diolah

dengan menggunakan rumus dan literatur yang ada, pengolahan data

yang dilakukan antara lain:

Analisis data yang dilakukan antara lain:

1. Debit Air Tanah

Air tanah menjadi parameter dalam perancangan suatu

sistem penyaliran di tambang bawah tanah. Oleh karena itu

jumlah air tanah yang masuk ke dalam lubang tambang harus

diketahui.

Untuk mengetahui seberapa banyak air yang muncul dari

lubang C1 tersebut dilakukan pengukuran langsung di lapangan

dengan cara mengukur air pada titik yang merupakan sumber air

terbesar di lokasi penelitian lubang cabang A, lubang cabang B,


93

lubang cabang C dan Sump, dapat dilihat pada sketsa Gambar 18

dibawah ini.

Gambar 18. Sketsa Titik Pengukuran Debit Air Tanah pada

Lubang C1

Pengambilan sampel debit air tanah dilakukan dengan

melakukan pengukuran kenaikan permukaan air di front kerjadan

sump sebelum pompa dihidupkan dan ketinggian permukaan

genangan air pada setelah pompa dimatikan kemudian didapatkan

rata-rata kenaikan air tersebut. Dengan mengunakan meteran

untuk mendapatkan elevasi awal air dan elevasi akhir air.

Pengukuran dilakukan sebanyak 10 kali dengan rentang waktu

pompa dimatikan selama 30 menit. Adapaun luasan awal

didapatkan pada permukaan air pada saat pompa dimatikan dan

luasan akhir didpatkan pada permukaan air pada saat pompa

dimatikan dihitung memakasi rumus luas persegi panjang karena

genangan air berada disepanjang lantai kerja lubang cabang dan


94

sump.

Tabel 7. Pengukuran Debit Air Tanah pada Lubang Cabang A


Elevasi muka air Elevasi muka air Rata-rata Luas Luas
No. sebelum pompa setelah pompa Kenaikan Awal Akhir
dihidupkan (m) dimatikan (m) (m) (m 2) (m 2)
1 0,29 0,32 0,03 22,27 22,34
2 0,31 0,34 0,03 22,25 22,29
3 0,27 0,30 0,03 22,45 22,52
4 0,32 0,33 0,01 22,32 22,40
5 0,30 0,33 0,03 22,36 22,45
6 0,28 0,34 0,06 22,43 22,55
7 0,31 0,32 0,01 22,31 22,35
8 0,33 0,35 0,02 22,19 22,30
9 0,29 0,32 0,03 22,25 22,42
10 0,27 0,31 0,04 22,30 22,36
Rata –Rata 0,03 22,23 22,40

Tabel 8. Pengukuran Debit Air Tanah pada Lubang Cabang B


Elevasi muka air Elevasi muka air Rata-rata Luas Luas
No. sebelum pompa setelah pompa Kenaikan Awal Akhir
dihidupkan (m) dimatikan (m) (m) (m 2) (m 2)
1 0,29 0,35 0,06 20,26 20,35
2 0,31 0,37 0,06 21,28 21,34
3 0,27 0,33 0,06 22,22 22,30
4 0,32 0,35 0,03 21,19 21,25
5 0,30 0,36 0,06 20,24 21,29
6 0,28 0,37 0,09 22,18 20,27
7 0,31 0,35 0,04 22,39 22,45
8 0,33 0,38 0,05 22,28 22,37
9 0,29 0,35 0,06 21,20 22,28
10 0,27 0,34 0,07 21,25 22,32
Rata –Rata 0,06 21,24 21,32

Tabel 9. Pengukuran Debit Air Tanah pada Lubang Cabang C


Elevasi muka air Elevasi muka air Rata-rata Luas Luas
No. sebelum pompa setelah pompa Kenaikan Awal Akhir
dihidupkan (m) dimatikan (m) (m) (m 2) (m 2)
1 0,19 0,25 0,06 9,17 9,24
2 0,21 0,27 0,05 9,15 9,19
3 0,17 0,23 0,06 9,35 9,42
95

4 0,22 0,25 0,03 9,22 9,30


5 0,20 0,26 0,06 9,26 9,35
6 0,18 0,27 0,09 9,33 9,45
7 0,21 0,25 0,04 9,21 9,25
8 0,23 0,28 0,05 9,19 9,28
9 0,19 0,25 0,06 9,25 9,32
10 0,17 0,24 0,07 9,20 9,26
Rata –Rata 0,05 9,23 9,30

Tabel 10. Pengukuran Debit Air Tanah pada Sump


Elevasi muka air Elevasi muka air Rata-rata Luas Luas
No. sebelum pompa setelah pompa Kenaikan Awal Akhir
dihidupkan (m) dimatikan (m) (m) (m 2) (m 2)
1 1,22 1,28 0,06 2,14 2,28
2 1,38 1,47 0,09 2,25 2,34
3 1,35 1,43 0,08 2,54 2,63
4 1,39 1,45 0,06 2,36 2,42
5 1,24 1,31 0,07 2,57 2,65
6 1,37 1,43 0,06 2,48 2,57
7 1,23 1,39 0,06 2,62 2,74
8 1,38 1,46 0,08 2,45 2,53
9 1,32 1,38 0,06 2,52 2,66
10 1,25 1,32 0,07 2,78 2,04
Rata –Rata 0,07 2,07 2,28

Debit air tanah dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

ħ (𝐿1 +𝐿2 )
2
Q=
∆𝑡
Keterangan:

Q : Debit air tanah (m3/menit)

ħ : Rata-rata kenaikan air (m)

L1 : Luas permukaan air pada saat pompa dimatikan (m2)

L2 : Luas permukaan air pada saat pompa dimatikan (m2)

∆t : Selisih waktu pompa dimatikan (menit)


96

Sehingga debit air tanah dari ketiga sumber genangan terbesar yaitu:

a) Debit Air Tanah pada Lubang Cabang A

0,03 m (22,23 m2 + 22,40 m2 )


2
Debit Air Tanah (Q) =
30 menit

= 0,0223 m3/menit

Dari perhitungan diatas diperoleh debit air rata-rata pada titik

pengukuran Lubang Cabang A sebesar 0,0223 m3/menit.

b) Debit Air Tanah pada Lubang Cabang B

0,06 m (21,24 m2 + 21,32 m2 )


2
Debit Air Tanah (Q) =
30 menit

= 0,0425 m3/menit.

Dari perhitungan diatas diperoleh debit air rata-rata pada titik

pengukuran Lubang Cabang B sebesar 0.0425 m3/menit.

c) Debit Air Tanah pada Lubang Cabang C

0,05 m (9,23 m2 + 9,30 m2 )


2
Debit Air Tanah (Q) =
30 menit

= 0,0154 m3/menit.

Dari perhitungan diatas diperoleh debit air rata-rata pada titik

pengukuran Lubang Cabang C sebesar 0,0154 m3/menit.

d) Debit Air Tanah pada Sump

0,07 m (2,07 m2 + 2,28 m2 )


2
Debit Air Tanah (Q) =
30 menit

= 0,0050 m3/menit.
97

Dari perhitungan diatas diperoleh debit air rata-rata pada titik

pengukuran Sump sebesar 0,0050 m3/menit.

Dari perhitungan diatas diperoleh debit air tanah total pada 4

titik pengukuran yaitu sebesar 0,0852 m3/menit atau 5,112 m3/jam.

2. Pompa

a. Ketersediaan Pompa dan Pemilihan Pompa

PT Nusa Alam Lestari memiliki ketersedian pompa

sebanyak 1 unit pompa Submersible Airlux dengan

menggunakan pipa Menggunakan pipa HDPE (High Density

Poly Ethnyl) berdiameter 1-2,5 inc Sistem pemompaan yang

digunakan sistem estafet yaitu mengalirkan air dari front menuju

sump 1 kemudian dialirkan lagi menuju sump selanjutnya

sampai ke luar tambang. Untuk perhitungan-perhitungan

selanjutnya yang melibatkan pompa seperti merencakanan

dimensi sump, penulis mempertimbangkan ketersediaan pompa

yang ada dan rencana penambangan pompa oleh perusahaan jika

dibutuhkan.

Dikarenakan nilat inltet lebih besar dari nilai outlet pada

lubang C1 maka pompa yang ada sat ini tidak dapat bekerja

secara optimal sehingga dibutuhkan penambahan 1 unit pompa

baru dengan merek pompa yang sama yaitu pompa pompa

Submersible Airlux dengan menggunakan pipa HDPE (High

Density Poly Ethnyl) berdiameter 1-2,5 inc. Pipa jenis ini


98

dikenal sebagai pipa yang mudah dalam penanganannya.

Beberapa keunggulan pipa HDPE dibandingkan dengan pipa

baja antara lain:

1) Pipa HDPE lebih elastis dan tidak mudah pecah.

2) Pipa HDPE terbuat dari bahan plastik, sehingga pipa

tersebut tahan karat.

Dari hasil pengukuran diperoleh data sebagai berikut:

(a) Elevasi Hisap (t1) = -150.6 mdpl

Elevasi Buang (t2) = -158.6 mdpl

(b) Diameter pipa sisi hisap = 1 inch = 0,0254 m

Diameter pipa sisi buang = 1,5 inch = 0,0381 m

(c) Koefesien kekasaran pipa (C) = 140D Pipa HDPE

(Terlampir)

(d) Panjang pipa sisi buang (L) = 28 m

(e) Panjang pipa sisi hisap (L) =0m

(f) Debit pemompaan (Q) = 6 jam


m3

(g) Gravitasi (g) = 9,8 m/s2

1) Perhitungan Head Total Pompa Rencana Lubang C1

Dalam perhitungan head total pompa dapat

menggunakan rumus (Sularso, 2006:26):

HT = Hs + Hf + Hsv + Hv + Δ Hp

Dimana HT adalah head total pompa yang

merupakan penjumlahan dari head statis dan kerugian-


99

kerugian yang ada pada kondisi direncanakan seperti

adanya belokan, sambungan, katup dan lain-lain.

(a) Hs (Headstatis) yaitu perbedaan elevasi pipa hisap

dengan elevasi pipa buang (m).

Hs = Elevasi pipa buang (H1) – Elevasi pipa hisap

(H2)

Hs = -150.6 mdpl – (-158.6 mdpl)

Hs = 8 meter

(b) Hf (Headfriction) yaitu kerugian energi akibat gesekan

pada pipa (m).

10,666 𝑄1,85
𝐻𝑓 = xL
𝐶1,85𝐷4,85
10,666𝑥0,000137𝑚3/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘1,85
𝐻𝑓 = 1401,85𝑥0,,02544.85
x 54 m

𝑯𝒇 = 17,07 𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓

(c) Hv (head velocity) merupakan head kecepatan keluar

(m).

𝑉2
𝐻𝑣 =
2𝑔

Kecepatan aliran pada pipa buang:

Q = A.V

𝑄
𝑉=
𝐴
𝑄
𝑉=
1𝜋 𝑥 𝐷 2
4
100

0,000137 𝑚3/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑉=
0,25 𝑥 3,14 𝑥 0,0381 𝑚

𝑉 = 0,4741 𝑚⁄𝑠

𝑉2
𝐻𝑣 =
2𝑔
0,4741
𝐻𝑣 =
2(9,8)

𝑯𝒗 = 𝟎, 𝟎𝟏𝟏𝟒 𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓

2) Perhitungan Head Total Pompa Rencana Front

Seam C1

Dalam perhitungan head total pompa dapat

menggunakan rumus (Sularso, 2006:26):

HT = Hs + Hf + Hv

HT = 8 meter + 17,07 meter + 0,0114 meter

= 25,08 meter

3) Pemilihan Pompa

Berdasarkan hasil analisa debit air tanah yang

masuk ke sump dan spesfikasi pompa yang digunakan,

maka dapat ditenetukan jumlah pompa yang dibutuhkan

untuk mengeluarkan air yang masuk ke dalam tambang

menuju ke sump diluar tambang adalah 2 unit pompa

Submersible Airlux yang memiliki total head maksimal 12

m dengan total head pompa aktual di lapangan 25,08

meter.
101

3. Perencanaan Sump

Sump berfungsi sebagai tempat penampungan air

sementara dan lumpur sebelum dipompa ke luar tambang.

Volume sump didapat dari perhitungan air yang akan masuk ke

dalam lubang tambang dan air limpasan, dengan adanya sump

air tidak akan menggenangi jalan tambang dan terakumulasi

dalam satu tempat. Jika air sudah terakumulasi dalam satu

tempat, air akan mudah dipompakan keluar tambang dan proses

penambangan akan berjalan dengan lancar.

Pada prinsipnya sump diletakkan pada lantai tambang

(floor) yang paling rendah, jenjang disekitarnya tidak mudah

longsor, dan dekat dengan settling pond. Sump akan diletakan

dibagian dalam lubang penambangan. Air tambang yang telah

tertampung pada sump di dalam lubang tambang akan dialirkan

mengunakan pompa ke sump yang berada diluar lubang

tambang. Untuk menentukan dimensi sump yang sangat

bergantung pada debit air tanah yang akan dipompakan perhari,

kapasitas pompa, volume dan waktu pemompaan.

a. Kebutuhan dan Kapasitas Rencana Volume Sump

lubang C1

Sump satu terletak di dalam lubang tambang.

Volume sump yang optimum dapat dicari dari selisih antara

volume air yang masuk ke dalam sump dikurang volume


102

air yang akan dikeluarkan dari pemompaan. Volume air

total merupakan debit air total dikalikan dengan 10 jam/hari

untuk waktu pemompaannya. Sump menampung air tanah

dari genangan air. Pompa yang digunakan untuk

mengeluarkan air dari sump adalah pompa Submersible

Airlux dengan debit pompa sebesar 6 m3/jam (lampiran H )

1) Debit air tanah yang digunakan dalam perhitungan

adalah debit air tanah yang berada pada lubang C1

tersebut.

Debit air tanah = 5,112 m3/jam

2) Debit pemompaan adalah debit pompa per unit

dikali banyak unit yang beroperasi pada sump. Unit

yang beroperasi dan debit pompa pada sump lubang

C1 adalah :

Unit yang beroperasi = 1 unit

Unit yang direncakan = 1 unit

Debit pompa = 6 m3/jam

Debit pemompaan

= (1 x 6 m3/jam) + (1 x 6 m3/jam)

= 12 m3/jam

3) Volume air total merupakan debit air total (debit air

tanah)
3
Vol. Air Total (m /hari)
103

3
= Vol. Debit Air Tanah (m /hari) x 24 jam
3
= 5,112 m /jam x 24 jam

= 122,68 m3/hari

4) Volume pemompaan dapat dihitung menggunakan

Persamaan berikut ini.

Vol.Pemompaan (m3/hari)

= Debit Pemompaan (m3/jam) x waktu operasi

pompa setiap harinya

= 12 m3/jam x 10 jam

= 120 m3/hari

5) Volume sump yang harus dibuat adalah selisih

antara volume air total yang masuk dan volume

pemompaan dapat dihitung menggunakan

Persamaan berikut ini.

Volume sump = Vol.Air total – Vol.Pemompaan

= 122,68 m3 - 120 m3

= 2,688 m3

b. Penentuan Dimensi Sump

Penentuan rencana dimensi sump yang dianalisa hanya

pada perencanaan sump lubang C1 pada kedalaman yang

sudah teralisasi sepanjang 97 meter. Sump yang berada pada

lubang Seam C1 berbentuk segi empat dengan volume sump

aktual 2,688 m3, sehingga dimensi sump dapat ditentukan


104

menggunakan persamaan berikut ini.

Panjang sisi Sump = 2 m

Lebar Sisi Sump =1m

Kedalaman Sump = 2 m

Kedalam basah = 1,81 m

Maka:

Volume Sump =pxlxt

=2mx1x2m

= 4 m3

Hasil perhitungan dimensi sump dapat dilihat pada

Tabel 11 di bawah ini. Bentuk dan dimensi sump bisa di lihat

pada Lampiran F .

Tabel 11. Dimensi Sump


Sump4 Panjang (m) Lebar (m) Kedalaman (m) Volume (m )3
1 2 1 2 4
.
Bentuk Perencanaan Racangan Sistem Penyaliran Tambang
Batubara Bawah Tanah Seam C1
Adapun bentuk racangan ideal yang direncanakan pada

Seam C1 yaitu:

a. Rencana Dimensi Sump

Sump yang berada pada lubang Seam C1 direncanakan

berbentuk segi empat dengan dimensi sump dapat ditentukan

menggunakan persamaan berikut ini.

Panjang sisi Sump = 2 m

Lebar Sisi Sump =1m


105

Kedalaman Sump = 2 m

Kedalam basah = 1,81 m

Maka:

Volume Sump = p x l x t

=2mx1x2m

= 4 m3

Gambar 19. Dimensi Sump Rencana pada Lubang C1


106

b. Rencana Mine Dewatering Lubang Seam C1

Gambar 20. Rencana Mine Dewatering Lubang C1


107

c. Instalansi Pemompaan Lubang C1

Gambar 21. Instalansi Pemompaan Lubang C1

C. Pembahasan

Perencanaan sistem mine dewatering tambang batubara

bawah tanah PT. Nusa Alam Lestari, tidak terlepas dari perhitungan

besarnya debit air tanah yang masuk ke dalam terowongan, analisis

sistem pemompaan, pemipaan, ukuran dimensi sump optimal dan

perencanaan saluran sistem mine dewatering tambang yang efektif

sehingga aktivitas penambangan dapat berlangsung dengan baik.

Keadaan sistem penirisan terowongan tambang bawah tanah

lubang C1 adalah air yang masuk ke dalam terowongan berasal dari

air tanah yang mengalir disepanjang terowongan terkumpul di sump


108

dan front penambangan.

Air yang tidak dapat dicegah akan masuk ke dalam tambang

akan ditampung pada titik terendah dari tambang berupa Sump

(kolam penampung) melalui saluran-saluran pengarah yang

kemudian akan dipompakan ke luar tambang melalui kolam

pengendapan lumpur dan diteruskan ke sungai. Bila dilihat dari

kondisi tambang saat ini maka sistem penirisan yang cocok untuk

diterapkan adalah sistem mine dewatering, yaitu suatu sistem dengan

cara mengendalikan aliran air yang masuk kedalam tambang

ditampung di dalam beberapa main sump kemudian dipompakan

keluar areal tambang menuju KPL yang bertujuan untuk

mengendapkan lumpur dan penambahan kapur untuk menetralkan

pH air, sehingga air tersebut dapat dipompa ke sungai.

Sistem penyaliran tambang yang diterapkan pada tambang

batubara bawah tanah PT. Nusa Alam Lestari adalah mine dewatering

pada kegiatan penambangan dengan cara memompakan air yang

tergenang menggunakan pompa kemudian air tersebut akan

dipompakan ke dalam sump yang ada di dalam lubang tambang,

selanjutnya air dari sump langsung dipompakan keluar lubang

tambang menuju sump yang berada di luar lubang bukaan terowongan

1. Sistem Penambangan

Pada penambangan batubara yang dikelola oleh PT. Nusa

Alam Lestari. Sistem penambangan yang diterapkan adalah


109

sistem penambangan bawah tanah dan metode yang digunakan

adalah Room and Pillar yaitu penambangan yang diikuti oleh

penyanggaan serta pengisian butiran atau waste pada bekas

lubang penggalian. Adapun kegiatan penambangan yang

dilakukan disini adalah pembuatan lubang- lubang bukaan,

penggalian batubara, pengangkutan, pemuatan, crushing,

blending, pemasaran dan reklamasi. Selain itu ada sarana

penunjang penambangan, yaitu: penyanggaan, ventilasi tambang,

dan penyaliran tambang. Peninjauan sistem penyaliran yang

diterapakan di PT. Nusa Alam Lestari dilakukan dengan

memperhatian daerah penambangan, debit airtanah, debit

rembesan, kondisi hidrogeologi sehingga dapat digunakan untuk

mengkaji kembali sistem penyaliran yang telah ada.

2. Kondisi Daerah Penambangan

Pada kegiatan penambangan batubara bawah tanah di PT.

Nusa Alam Lestari keberadaan penyaliran sangat penting.

Dikarenakan debit air yang masuk ke dalam terowongan lebih

besar daripada debit air yang keluar. Air yang masuk ke dalam

terowongan berasal air tanah yang tidak dapat dipompa secara

maksimal oleh pompa yang ada yaitu pompa Submersible Airlux.

Air tanah merupakan air yang paling banyak masuk ke area

tambang dikarenakan banyaknya rembesan yang berasal dari atap

dan dinding-dinding batuan.


110

Untuk mengatasi air yang masuk kedalam tambang, maka

dibuatlah sistem penyaliran tambang. Hal ini digunakan untuk

mengatasi air tanah yang tergenang di daerah penambangan atau

heading agar kondisi daerah penambangan lebih aman dan

nyaman bagi para pekerja untuk melakukan aktivitas

penambangan. Dari hasil peninjauan yang dilakukan di PT. Nusa

Alam Lestari terdapat kondisi kerja yang masih terlalu berlumpur

dan banjir baik pada jalur transportasi lori dan pekerja serta pada

front penambangan, sehingga mempersulit para pekerja untuk

melakukan aktivitas penambangan.

3. Kajian Sistem Penyaliran

Sistem penyaliran tambang di PT. Nusa Alam Lestari

menggunakan motode mine dewatering yaitu air yang mengalir

pada front lubang C1 dipompa ke Sump pada lubang C1 dengan

menggunakan pompa airlux kemudian akumulasi debit air lubang

C1 yang mengalir pada sump dipompa ke luar permukaan lubang

bukaan. Pompa yang digunakan adalah Pompa Airlux. Pompa

airlux dapat memompa debit air 6 m3/jam.

4. Sump

Untuk menentukan dimensi sump tambang sangat

bergantung pada debit total air tanah yang akan dipompakan perhari,

kapasitas pompa, dan waktu pemompaan. Volume sump yang

optimum dapat dicari dari selisih antara volume air tanah total
111

dengan debit pemompaan harian. Volume air total merupakan debit

air total dikali dengan 10 jam/hari.

5. Rencana Kegiatan Pemompaan

Dari perhitungan yang telah dilakukan, jumlah pompa yang

disediakan oleh perusahaan saat ini tidak cukup untuk mengeluarkan

air dari terowongan yang berada pada front menuju sump yang ada

di dalam lubang, yaitu 1 unit pompa Submersible Airlux Phase,

sehingga dibutuhkan penambahan pompa dengan unit yang sama

yaitu 1 unit pompa Submersible Airlux Phase dengan debit

pemompaan yaitu 6 m3/jam.

Berdasarkan hasil perhitungan pada instalasi pompa maka

banyak pompa yang dibutuhkan pada lubang C1 kedalaman 97

meter yang direncanakan yaitu 2 unit pompa yaitu pompa

Submersible Airlux Phase dengan pipa hdpe (high density

polyethylene).
114

DAFTAR PUSTAKA

A. Muri Yusuf. 2005. Metodologi Penelitian. Padang: Universitas Negeri Padang


Press.

Andrika, Puja. 2016. Job Safety Analysis Pada Proses Penambangan Batubara
Bawah Tanah PT. Nusa Alam Lestari Sawahlunto Sumatera Barat.
Universitas Negeri Padang.

Anton, Y.U.P dan Aryanto. 2010. Kajian Teknis Optimalisasi Pompa Pada Sistem
Penyaliran Tambang Bawah Tanah di PT. Cibaliung Sumber Daya,
Provinsi Banten. Prosiding Seminar Rekaya Teknologi Industri dan
Informasi ke -10 2015. (ISSN: 1907-5995).

Awang, Suwandhi. 2004. Diklat Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang.


Bandung: Unisba.

Bambang, Triatmodjo. 2008. “Hidrologi Terapan”. Yogyakarta: Beta Offset.

BPS. 2015. PPSP “Gambaran Umum Kota Sawahlunto. Sawahlunto: Buku Putih
Saritasi.

Chandrika Raflesia. 2016. Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang di Blok B


Rawa Seribu PT. Mandala Karya Prima Job Site PT. Mandiri Intiperkasa
Kalimantan Utara. Universitas Negeri Padang.

Chow,VT. 1997. Hidrolika Saluran Terbuka (Open Channel Hydraulics). Jakarta:


Erlangga.
Dian Kurnia. 2018. Evaluasi Kondisi Aktual Dan Perencanaan Ssitem Penyaliran
Tambsng Emas Di Pit Durian, Site Bakan PT. J Resources Bolaang
Mongodow, Kecamatan Lolayan, Kotamobagu, Sulawesi Utara.
Universitas Negeri Padang.

Fetter, C. W. 1994. “Applied Hydrogeology”. 3rd edition, New Jersey: Prentice-


Hall, Inc.

Frilisa Christiria,dkk. 2017. Rencana Penyaliran Tambang Pada Pit SMD-1 PT.
Kideco Jaya Agung Sub PT. Petrosea Tbk Kabupaten Paser, Provinsi
Kalimantan Timur. Universitas Mulawarman,

Hartono. 2013. “Modul Kuliah Sistem Penyaliran Tambang”. Yogyakarta: Program


Studi Teknik Pertambangan UPN.

114
115

Har, Rusli. 2015. Bahan Ajar Kuliah Hidrogeology. Universitas Negeri Padang:
Padang.

Hariana, Dwi. 2017. Evaluasi Sistem Dewatering Pada Tambang Emas Bawah
Tanah Ciurug L.450 Bagian Selatan Di Upbe Pongkor PT. Aneka Tambang
(Persero). Universitas Negeri Padang: Padang.

Irwandi Arif. 2014. Batubara Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kantjojo. 2009. Metodologi Penelitian. Kediri.

Kudela, Henryk. 2009. Hydraulic losses in pipes.

Lilik Eko Widodo. 2012. Hidrologi, Hidrogeologi Serta Penyaliran Tambang.


Bandung: Lab ITB.

Mandel, S. dan Zhiftan, Z.L,. 1981. Groundwater Resources. USA: Academic


Press Inc.

Muhammad Nazri. 2018. Analisis Kestabilan Lubang Bukaan Dengan


Menggunakan Data Dari Alat Ukur Flat Jack Pada Dinding Tambang
Bawah Tanah PT. Nusa Alam Lestari, Sawahlunto. Universitas Negeri
Padang.

Nauli Fitri, dkk. 2014. Rancangan Sistem Penyaliran Pada tambang Batubara
Tambang Air Laya Tanjung Enim Sumatera Selatan. Mahasiswa Program
Magister Teknik Pertambangan UPN “Veteran” Yogyakarta.

Nico Febrianto. 2015. MIine Dewatering Pada Kegiatan Penambangan Di Pit C


Blok Selatan PT. Aman Toebillah Putra Lahat, Kecamatan Meapi Barat,
Sumatera Selatan. Universitas Negeri Padang.

Oktaviantono Pebri Amri, dkk. 2017. Perencanaan Sistem Penyaliran Pada


Tambang Terbuka PT Bara Prima Mandiri, Desa Malungai, Kecamatan
Gunung Bintang Awai Kabupaten Barito Selatan. Universitas Lambung
Mangkurat.

PT Nusa Alam Lestari. 2016. Laporan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya Izin
Usaha Pertambangan (IUP) PT Nusa Alam Lestari Periode Tahun 2016 s/d
2017. Sawahlunto.

Rudi Sayoga Gautama. 1999. Diktat Kuliah Sistem Penyaliran Tambang. Bandung:
ITB.
116

Sari Uly Sibaranil dkk. 2016. Analisa Teknis Mine Dewarering Terhadap Rencana
Tiga Tahun Penambangan Hingga Tahun 2016 Di Pit Blok Barat PT Muara
Aalam Sejahtera Kabupaten Lahat. Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas
Teknik, Universitas Sriwijaya.

Setiawan Endra, dkk. 2015-2016. Kajian Teknis Sistem Penyaliran Pada Tambang
Batubara Di Pit Small PT. Pipit Mutiara Jaya Site Bebatu, Provinsi
Kalimantan Utara. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta.

Soemarto, CD.1995. Hidrologi Teknik. Jakarta: Erlangga

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:


Alfabeta.
Sularso & Tahara, H. 2006. Pompa dan Kompresor. Jakarta: PT. Pradnya Pramita.
Todd, D.K. 1980. “Groundwater Hydrology, Second Edition”. New York: John
Wiley & Sons.
Todd, D.K. 2005. “Groundwater Hydrology, Third Edition”. United States of
America: John Wiley & Sons.
117

LAMPIRAN A
PETA SITUASI DAN LUBANG SEAM C1
118
118

LAMPIRAN B
LAYOUT PENAMBANGAN SEAM C1
119
119

LAMPIRAN C
INFO KEMAJUAN LUBANG SEAM C1
120
120

LAMPIRAN D
DESAIN PERENCANAAN MINE DEWATERING
LUBANG SEAM C1 PT NAL
121
121

LAMPIRAN E
DESAIN PERENCANAAN INSTALANSI PEMOMPAN
LUBANG SEAM C1 PT NAL
122
122

LAMPIRAN F
DESAIN PERENCANAAN DIMENSI SUMP
LUBANG SEAM C1 PT NAL
123
123

LAMPIRAN G
SALURAN TEBUKA

1. Parameter Dimensi Open Channel

Keterangan:

B = Lebar dasar saluran

y = Kedalaman saluran

Letak atau posisi saluran terbuka yang diterapkan pada Lubang C1 PT. Nusa

Alam Lestari berbentuk Segi empat yang terletak 45 cm pada bagian kanan dan 80 cm

pada bagian kiri dari dinding terowongan. Seperti yang terlihat pada Gambar di bawah

ini.

Gorong-gorong Dinding Terowongan


45cm

Saluran
terbuka
Gorong-
gorong Jalur Lori

Saluran
terbuka

80cm
Dinding Terowongan

Untuk saluran terbuka yang diterapkan pada Lubang C1 PT. Nusa Alam Lestari

secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.


124

Tabel. Hasil Perhitungan Debit Air Saluran Terbuka

Dimensi
Nama Satuan
B Y
Lubang C1 20 15 Cm

Ukuran dimensi saluran terbuka yang dibuat seperti Gambar di bawah ini.

Dimensi Saluran Saluran Terbuka Lubang C1

Saluran Terbuka Aktual di lapangan


125
124

LAMPIRAN H
SPESIFIKASI POMPA

Spesifikasi Pompa Airlux

Pompa Submersible Airlux 1 Phase Keterangan

Model WQD6-12-0,55

Power 0,55 kW / 0,75


Q. Rat 100 liter/menit = 1,667 liter/detik
H. Rat
12 meter
N/W
19 kg
G/W
20,5 kg
Voltage
220 volt
Frequency
Flow 50 Hz

6 m3/jam
125

LAMPIRAN I
KONDISI PIPA, HARGA C DAN KOEFISIEN KERUGIAN BELOKAN PIPA

A. Kondisi Pipa dan Harga C


Jenis pipa C
Pipa besi cor baru 130
Pipa 100
Pipa baja baru 120-130
Pipa baja tua 80-100
Pipa dengan lapisan semen 130-140
Pipa dengan lapisan ter arang batu 140
B. Koefisien Kerugian Belokan Pipa
126

LAMPIRAN J
PROFIL MELINTANG
127
128
127

LAMPIRAN K
PETA TOPOGRAFI PT NUSA ALAM LESTARI
128
128

LAMPIRAN L
PETA GEOLOGI KOTA SAWAHLUNTO
129
129

LAMPIRAN M
PETA KESAMPAIAN DAERAH LOKASI PT NAL
130
130

LAMPIRAN N
PETA WIUP PT NUSA ALAM LESTARI
130
131

LAMPIRAN O
STRUKTUR ORGANISASI PT NUSA ALAM LESTARI
130
131
130

LAMPIRAN P
SURAT KETERANGAN MELAKSANAKAN PENELITIAN
131

Anda mungkin juga menyukai