Anda di halaman 1dari 5

KRITIK SASTRA

A. Pengertian Kritik

Istilah kritik berasal dari kata krites yang dalam bahasa Yunani Kuno berarti
‘hakim’ karena berasal dari kata krinein ‘yang menghakimi’ dan kritikos yang
berarti ‘hakim karya sastra’. Kritik dapat diartikan sebagai salah satu cabang ilmu
sastra yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra.

Menurut Graham Hough (1966: 3) bahwa kritik itu bukan hanya terbatas pada
penyuntingan dan penetapan teks, interpretasi , dan pertimbangan nilai, melainkan
kritik meliputi masalah yang lebih luas tentang apakah kesusastraan itu, untuk
apa, dan bagaimana hubungannya dengan masalah-masalah kemanusiaan yang
lain.

Sedangkan menurut Pradopo (1967: 9-10), kritik merupakan bidang studi sastra
untuk ‘menghakimi’ karya sastra, untuk memberi penilaian dan keputusan
mengenai bermutu atau tidaknya suatu karya sastra. Dalam kritik, suatu karya
sastra diuraikan (dianalisis) unsur-unsurnya atau norma-normanya, diselidiki,
diperiksa satu per satu, kemudian ditentukan berdasarkan “hukum-hukum”
penilaian karya sastra, bernilai atau kurang bernilaikah karya sastra itu.

Jadi, kritik merupakan telaah terhadap suatu karya sastra yang bersifat
menghakimi karya sastra orang lain, dengan cara menilai baik dan buruknya suatu
karya sastra, membandingkan, serta mencari kesalahan karya sastra yang
dihadapi, melalui pemahaman yang objektif.

B. Ciri- Ciri Kritik

Kritik mempunyai beberapa ciri, yaitu sebagai berikut :

1. Memberikan tanggapan terhadap hasil karya


2. Memberikan pertimbangan baik dan buruk sebuah karya sastra
3. Pertimbangan bersifat obyektif
4. Memaparkan kesan pribadi kritikus terhadap sebuah karya sastra
5. Memberikan alternatif perbaikan atau penyerpurnaan
6. Tidak berprasangka
7. Tidak terpengaruh siapa penulisnya

C. Fungsi Kritik

Dalam mengkritik karya sastra, seorang kritikus tidaklah bertindak semaunya. Ia


harus melalui proses penghayatan keindahan sebagaimana pengarang dalam
melahirkan karya sastra. Setidaknya, ada beberapa manfaat kritik yang perlu
untuk kita ketahui, antara lain sebagai berikut:

 Kritik berfungsi bagi perkembangan sastra

Dalam mengkritik, seorang kritikus akan menunjukkan hal-hal yang bernilai atau
tidak bernilai dari suatu karya sastra. Kritikus bisa jadi akan menunjukkan hal-hal
yang baru dalam karya sastra, hal-hal apa saja yang belum digarap oleh sastrawan.
Dengan demikian, sastrawan dapat belajar dari kritik sastra untuk lebih
meningkatkan kecakapannya dan memperluas cakrawala kreativitas, corak, dan
kualitas karya sastranya. Jika sastrawan-sastrawan mampu menghasilkan karya-
karya yang baru, kreatif, dan berbobot, maka perkembangan sastra negara tersebut
juga akan meningkat pesat, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dengan kata
lain, kritik yang dilakukan kritikus akan meningkatkan kualitas dan kreativitas
sastrawan, dan pada akhirnya akan meningkatkan perkembangan sastra itu sendiri.

 Kritik berfungsi untuk penerangan bagi penikmat sastra

Dalam melakukan kritik, kritikus akan memberikan ulasan, komentar,


menafsirkan kerumitan-kerumitan, kegelapan-kegelapan makna dalam karya
sastra yang dikritik. Dengan demikian, pembaca awam akan mudah memahami
karya sastra yang dikritik oleh kritikus.

Di sisi lain, ketika masyarakat sudah terbiasa dengan apresiasi sastra, maka daya
apresiasi masyarakat terhadap karya sastra akan semakin baik. Masyarakat dapat
memilih karya sastra yang bermutu tinggi (karya sastra yang berisi nilai-nilai
kehidupan, memperhalus moral, mempertajam pikiran, kemanusiaan, kebenaran
dan lain-lain).

 Kritik berfungsi bagi ilmu sastra itu sendiri

Analisis yang dilakukan kritikus dalam mengkritik harus didasarkan pada


referensi-referensi dan teori-teori yang akurat. Tidak jarang pula, perkembangan
teori sastra lebih lambat dibandingkan dengan kemajuan proses kreatif pengarang.
Untuk itu, dalam melakukan kritik, kritikus seringkali harus meramu teori-teori
baru. Teori-teori sastra baru yang seperti inilah yang justru akan mengembangkan
ilmu sastra itu sendiri, dimana seorang pengarang akan dapat belajar melalui kritik
sastra dalam memperluas pandangannya, sehingga akan berdampak pada
meningkatnya kualitas karya sastra.

Fungsi kritik di atas akan menjadi kenyataan karena adanya tanggung jawab
antara kritikus dan sastrawan serta tanggungjawab mereka dalam memanfaatkan
kritik sastra tersebut.

Dengan demikian, tidak perlu diragukan bahwa adanya kritik yang kuat serta jujur
akan membawa pada meningkatnya kualitas karya sastra. Karena sastrawan akan
memiliki perhitungan sebelum akhirnya dipublikasikannya karya sastra tersebut.
Oleh sebab itu, ketiadaaan kritik akan membawa pada munculnya karya-karya
sastra yang picisan.

Raminah Baribin menambahkan, bahwasanya tidak semua kritik dapat


menjelaskan fungsinya, oleh sebab itu kritik harus memiliki tanggung jawab atas
tugasnya serta mampu membuktikan bahwa dengan adanya kritik yang dilakukan
oleh kritikus mampu memberikan sumbangan yang berharga terhadap pembinaan
dan pengembangan sastra. Karnanya kritik sastra berfungsi apabila;

1. Disusun atas dasar untuk meningkatkan dan membangun sastra,


2. Melakukan kritik secara objektif, menggunakan pendekatan dan metode
yang jelas agar dapat dipertangungjawabkan,
3. Mampu memperbaiki cara berpikir, cara hidup, dan cara bekerja
sastrawan,
4. Dapat menyesuaikan diri dengan ruang lingkup kebudayaan dan tata nilai
yang berlaku, dan
5. Dapat membimbing pembaca untuk berpikir kritis dan dapat meningkatkan
apresiasi sastra masyarakat.

D. Cara Menulis Kritik Sastra

 Kritikus harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang hal yang akan
dikritik. Sebagai contoh, jika akan mengkritik suatu cerpen, kritikus harus
mempunyai pengetahuan luas tentang cerpen.
 Sebelum mengkritik, pelajari dengan cermat karya yang akan di kritik.
Pahami segala istilah yang terdapat dalam karya. Baca juga bahan rujukan
karya tersebut.
 Setelah itu, buatlah catatan objektif tentang kelebihan dan kekurangan hal
yang akan dikritik.
 Sebelum kritik disampaikan, pikirkan kembali “bagaimanakah perasaan
saya jika dikritik semacam ini?”
 Saat menyampaikan kritik, melalui tulisan atau lisan, perhatikan
penggunaan bahasa. Gunakan bahasa yang tidak menyerang orang dan
tidak menyakitkan hati. Beri penilaian yang jujur dan objektif, tetapi tetap
santun. Kritik harus memiliki alasan yang masuk akal atau logis.
E. Contoh Kritik

Contoh 2

AIR MATA ANAKKU

Cerpen Air Mata Anakku mengangkat kehidupan sehari-hari yang sudah akrab
dengan lingkungan sekitar kita, dalam cerpen ini kita dapat melihat akibat dari
cara didikan yang salah dalam lingkungan sekolah. Terlihat dari kutipan berikut:
“Dengan diam-diam kami diberi jalan pintas.”

Jalan pintas yang dimaksud dalam kutipan tersebut adalah jalan pintas untuk lulus
ketika menghadapi ujian nasional saat SMA, niat para guru adalah membantu
anak didiknya agar semua lulus dan tentu saja agar nama sekolah tidak tercemar
dengan adanya siswa yang tidak lulus. Namun terlihat sekali bahwa niat untuk
membantu pelaksanaannya menghalalkan segala cara. Tanpa sadar guru menjadi
pelopor kecurangan.

Akibatnya pengalaman yang mereka dapat dari sekolah tentang praktek


kecurangan, ketidakjujuran, jalan pintas untuk mendapatkan kelulusan terbawa
sampai ketika mereka terjun dimasyarakat, tokoh Huki contohnya telah
mengamalkan ilmu yang didapat ketika sekolah dulu, walau ilmunya tidak ada
dalam catatannya tapi begitu mudah ilmunya melekat dalam ingatannya. Dalam
kehidupannya Huki selalu mengunakan jalan pintas dan tidak mau repot, ini ilmu
yang tanpa sadar telah diberikan pihak sekolah padanya, sampai pada akhirnya dia
begitu takut kehilangan jabatan yang dia dapatkan secara instan, hingga masa
pensiunnya dia tetap terbawa angannya haus akan jabatan yang disandangnya.
Anak disini menjadi korban orang tua, karena ketika orang tua yang menanam
kemungkinan yang akan menuai hasilnya adalah anaknya, demikian juga kebaikan
dan keburukan.

Kekurangan dalam cerpen ini adalah cara penyampaian yang kurang begitu
langsung dapat dipahami oleh pembaca, dengan sudut pandang orang pertama
yang menceritakan dalam keadaan gangguan kejiwaan. Sebagian pembaca ada
juga yang binggung dengan judul karena hanya sedikit disinggung di akhir cerita
sebagai berikut.

“Tangis anakku tambah mengeras. Air matanya mengenai safariku. Santi, anak
perempuan terakhirku, seakan tak rela melepas kepergianku ke kantor. Dia
sesenggukan di dadaku. Baju safariku terasa makin basah oleh air matanya.”

Cerita yang diutarakan lebih dominan pada kehidupan sang tokoh yakni orang tua
dari pada sang anak yang dimaksud dalam judul.

Dalam kisah ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa niat yang baik harus
dilaksanakan dengan jalan yang baik pula, apabila dalam suatu lembaga
pendidikan diajarkan pola yang seperti dalam cerita tersebut maka ketika siswa-
siswi terjun dalam kehidupan masyarakat maka yang terjadi akan menghalalkan
segala cara pula untuk kenikmatan dirinya sendiri. Seharusnya guru sebagai
seorang pendidik memberikan contoh yang baik kepada para siswanya. Jika guru
mengajarkan hal-hal yang baik dan tidak berbau kepalsuan atau kebohongan siswa
pasti akan lebih disiplin dalam pendidikan dan tidak melakukan kebohongan atau
kepalsuan.

NAMA KELOMPOK

1. DILA FINAYANTI
2. ENI SEPTIANA
3. M. NAUFAL MIFTAH SANDI
4. RACHMA DHINI SWARSA
5. RINDU YUNI SAFITRI

KELAS : XII IPA 1

GURU PEMBIMBING : ASROFIYANA ALSOF, S.Pd

Anda mungkin juga menyukai