Anda di halaman 1dari 43

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidaya

hNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Study Praktek Kerja Profesi A

poteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah Mohammad Natsir.

Dalam proses penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bantu

an dan dukungan dari berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis menya

mpaikan ucapan banyak terima kasih kepada :

1. Ibu dr. Gustin S, Sp.A (K) selaku preseptor yang telah meluangkan waktu untuk me

mberikan bimbingan, petunjuk, arahan sehingga laporan Case Study ini dapat disele

saikan.

2. Bapak Adrizal, S.Farm., Apt selaku kepala Instalasi Farmasi RSUD M. Natsir Solok

serta seluruh apoteker yang bertugas yang telah yang telah memberikan kesempatan,

bimbingan, ilmu, pengalaman dan bantuan kepada penulis untuk melaksanakan Pra

ktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUD M. Natsir Solok.

3. Bapak Robby Kurniawan, S.Farm., Apt selaku pembimbing I yang telah meluangka

n waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk, arahan dan bantuan bagi penulis d

alam menyelesaikan laporan Case Study ini.

4. Ibu Dr. Suhatri, MS, Apt selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu ntuk

memberikan bimbingan, petunjuk, arahan dan bantuan bagi penulis dalam menyeles

aikan laporan Case Study ini.

5. Staf Bangsal Anak RSUD M. Natsir Solok yang telah memberikan bantuan kepada

penulis sehingga dapat menyelesaikan Case Study ini.

2
Terimakasih atas semua bimbingan, bantuan, dan dukungan, yang telah

diberikan kepada penulis, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua untuk

perkembangan ilmu pengetahuan pada masa mendatang khususnya tentang pengobatan

penyakit “DBD Ensefalopati”.

Penulis menyadari laporan kasus ini memiliki banyak kekurangan dan jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari semua pihak.

Solok, Agustus 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR …………..………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ……….………………………...……………………………………. iv
BAB I. TINJAUAN UMUM KASUS ..…...……………………………………….1
1.1 Identitas Pasien ….……………………………………………………….…….. 1
1.2 Riwayat Penyakit ………………………………………………..……………... 1
1.2.1 Keluhan Utama ………………………………………………………………. 1
1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang. …………………………………………………. 1
1.2.3 Riwayat Penyakit Terdahulu ……………………………………………….....1
1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga…………………………………………..……..…1
1.3 Data Penunjang…………………………………………………………………..2
1.3.1 Data Pemeriksaan Fisik………………………….…………………………… 2
1.3.2 Data Organ Vital…………………………………………………...……….…2
1.3.3 Data Laboratorium……………………………………...……………………. 3
1.4 Diagnosis………………………………………………………...……………... 5
1.5 Follow Up ……………………………………………………………..……..… 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………..……………………………………… 14
2.1 Definisi …………………..………………………………...…………………… 14
2.2 Etiologi ……………………………………………………………….………… 14
2.3 Cara Penularan…………………………………………………………..……… 15
2.4 Patofisiologi Virus Dengue ………………….…………………………………. 16
2.5 Klasifikasi Infeksi Virus Dengue………………………………..……………… 17
2.6 Manifestasi Klinis Ensefalopati Dengue…………………………………..…… 19
2.7 Pemeriksaan Infeksi Virus Dengue………………………………………..…… 19
2.8 Penatalaksanaan……………………………………….…..…………………… 22
BAB III. ANALISIS FARMAKOTERAPI-DRP ....……………………………. 26
3.1 Lembar Pengobatan ………………………………………………………….… 26
3.2 Lembar Pengkajian Obat (LPO)………………... ……………………….…….. 28
3.3 Lembar Identifikasi Obat…... ………………………………………….………. 32

4
3.4 Lembar Monitoring Rencana Pelayanan Kefarmasian ………………………… 35
3.5 Lembar Rencana Pelayanan Kefarmasian …………………...……….………… 37
3.6 Lembar Monitoring Efek Samping…………………………..……….………… 39
3.7 Lembar Konseling…………………………………………………….………… 40
3.8 Tinjauan Farmakologi Obat………………………………… ……….………… 42
3.9 Pembahasan……………………………………………………………………... 48
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN…….………………..…………….…….. 51
4.1 Kesimpulan ………………………………..………………………………….… 51
4.2 Saran…………………………...………………... ……………………….…….. 51
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….….……….…… 52

5
BAB I
TINJAUAN UMUM KASUS

1.1 Identitas Pasien


Tabel 1. Data Identitas pasien
No MR 1857261
Nama Pasien MF
Agama Islam
Jenis Kelamin Laki-laki
Umur 14 Tahun 4 Bulan
Berat Badan 53 kg
Ruangan HCU
Diagnosa Dengue Ensefalopati
Mulai perawatan 10 April 2019
Dokter yang merawat dr. G Sp.A (K)

1.2 Riwayat Penyakit

1.2.1 Keluhan Utama

Pasien rujukan dari RSUD Sawahlunto dengan diagnosa Dengue Ensefalopati.


Pasien demam sejak 7 hari SMRS, demam tinggi hilang timbul. Pasien sudah
dirawat ± 5 hari di RSUD Sawahlunto (mendapatkan terapi ampisilin 3 x 1 gr iv
10x pemberian, cefotaxime 3 x 1 gr iv 10x pemberian, dexametason 3 x1 ampul
iv 10x pemberian) dan pasien tidak kontak semenjak ± 5 hari ini,

1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Dengue Ensefalopati

1.2.3 Riwayat Penyakit Terdahulu


-
1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
-

1
1.3 Data Penunjang
1.3.1 Data Pemeriksaan Fisik
Tabel 2. Data Pemeriksaan Fisik Pasien
Keadaan umum Berat
Nafas 20 x/menit
Nadi 98 x/menit
Suhu 36,7 oC

1.3.2 Data Organ Vital


Tabel 3. Data Organ Vital
Data Klinik Tanggal
10/ 11/4 12/ 13/ 14/ 15/ 16/ 17/ 18/ 19/ 20/ 21/ 22/
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
o
Suhu ( C) 38.9 36.5 36.5 36.7 36.8 37 36 36.3 36.3 36.4 37 36.6 37.2
Tekanan Darah (mmHg) 141 130 130 136 135 140 139 140 130 130 120 120 100
/92 /90 /89 /83 /80 / /90 /80 /80 /80 /80 /80 /72
100
Nadi (x / menit) 80 78 72 72 75 79 71 74 100 72 90 72 84
Nafas (x / menit) 20 20 19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

2
1.3.3 Data Laboratorium
Tabel 4. Data Laboratorium Pemeriksaan Darah

3
Pemeriksaan Normal Tanggal
Darah 10/4 11/4 12/4 13/4 14/4 15/4 16/4 17/4 18/4 19/4 20/4 21/4 22/
4
Hemoglobin 13,0 – 18,0 13,4 - - - - 13,4 - - - - - - -
g/dL
Hematokrit 40,0 -50,0 % 41 - - - - 37,0 - - - - - - -
Leukosit 4,0 - 11,0 2,1 - - - - 9.4 - - - - - - -
103/µL
Thrombosit 150 - 400 23 - - - - 337 - - - - - - -
103/µL
Eritrosit 4,5 - 5,5 - - - - - 4,66 - - - - - - -
106/µL
MCV 82 - 92 fL - - - - - 79,4 - - - - - - -
MCH 27,0 - 31,0 pg - - - - - 28,8 - - - - - - -
MCHC 32,0 - 37,0 - - - - - 36,2 - - - - - - -
g/dL
RDW-CV 11,5 - 14.5 % - - - - - 15.7 - - - - - - -
LED 0 - 15 - - - - - 8 - - - - - - -
BT 1,3 - - - - 1,3 - - - - - - -
CT 3,3 - - - - 3,3 - - - - - - -
PT < 32 U/L 11,4 - - - - 11,4 - - - - - - -
Glukosa Darah 60 - 100 mg/dL - - - - - 138 - - - - - - -
Sewaktu
Gula Darah Puasa < 140 mg / dL - - - - - 152 - - - - - - -
Albumin 2,9 - 5,3 g/dL - 4 - - - - 3,67 - - - - - - -
Ureum 20 - 50 mg / dL - - - - - 32 - - - - - - -
Tabel 5. Data Laboratorium Pemeriksaan Urin

Pemeriksaan Normal Tanggal


Urin 10/4 11/4 12/4 13/4 14/4 15/4 16/4 17/4 18/4 19/4 20/4 21/4 22/
4
Makroskopik Kuning Muda - - - - - - - - - Kuning - - -
Warna Jernih - - - - - - - - - Kecoklatan - - -
Blood Negatif - - - - - - - - - 2+ - - -
Bilirubin Negatif - - - - - - - - - Negatif - - -
Urobilinogen 1 EU - - - - - - - - - 1 - - -
Keton Negatif - - - - - - - - - Negatif - - -
Protein Negatif - - - - - - - - - 2+ - - -
Nitrit Negatif - - - - - - - - - Negatif - - -
Glukosa Negatif - - - - - - - - - Negatif - - -
pH 4,6 - 8,5 - - - - - - - - - 6,5 - - - 1.4

Berat Jenis 1,003 - 1,029 - - - - - - - - - 1,020 - - -


Eritrosit 0 - 4 / LPB - - - - - - - - - 10 - 16 - - -
Silinder Negatif - - - - - - - - - Negatif - - -
Leukosit 0 - 3 / LPB - - - - - - - - - 15 - 20 - - -
Kristal Negatif - - - - - - - - - Negatif - - -
Epitel 0 -1 / LPK - - - - - - - - - 1-2 - - -

Diagnosis

5
Tanggal masuk 10 April 2019
Diagnosa awal Dengue Ensefalopati

6
1.5 Follow Up

Nama MF
Umur 14 Tahun 4 Bulan
BB 53 Kg
Diagnosis Dengue Ensefalopati
Ruangan HCU
Nama Dokter dr. G Sp.A (K)
Nama Apoteker RK S. Farm, Apt

7
Tanggal S O A P
10/04/2019  Demam > 6 hari  Suhu 38,9 °C Ensefalopati  IVFD D 5 % 250 cc (3.500 cc/24
 Tidak sadar penuh  KU : Somnolen GCS Leukopenia NaCl 0.9 % 250 cc (145 cc / jam
 Belum terpasang kateter 11 Trombosito-  Inj Metronidazole 4 x 500 mg
 Pendarahan (-)  TD 141/92 mmHg penia  Inj Ceftriaxone 2 x 2 gr
 BAK (+)  HR 80x/i, RR 20x/i  Inj Dexametason 3 x 5 mg
 Hb 13,4 g/dL, Ht 41  Inj Fluconazole 1 x 360 mg
%, L 2.100 / µL, Tb  Asam Folat 1 x 1 tablet
23.000 / µL  IVFD PCT 500 mg
 Urin pekat  Inj Transamin 2 x 500 mg
 Cairan NGT berwarna  Pasang sonde
coklat kehitaman  Pasang catheter

11/04/2019  Demam berkurang  Suhu 36,5 °C Seperti  IVFD D 5 % 250 cc (3.500 cc/24
 NGT masih hitam  KU : Somnolen GCS sebelumnya, NaCl 0.9 % 250 cc (145 cc / jam
 Tidak sadar penuh 11 ditambah  Inj Metronidazole 4 x 500 mg
 TD 130/90 mmHg gangguan  Inj Ceftriaxone 2 x 2 gr
 HR 78x/i, RR 20x/i rasa nyaman  Inj Dexametason 3 x 5 mg
 Inj Fluconazole 1 x 360 mg
 Asam Folat 1 x 1 tablet
 Inj Neo K 1 x 10 mg
 Inj Transamin 2 x 500 mg
 Encephabol 1 x 10 cc
12/04/2019  Demam berkurang  Suhu 36,5 °C Ada  IVFD D 5 % 250 cc (3.500 cc/24
 NGT masih hitam  KU : Somnolen perbaikan. NaCl 0.9 % 250 cc (145 cc / jam
 Kontak (+), Komunikasi  TD 130/89 mmHg Ketidak  Inj Metronidazole 4 x 500 mg
(-) HR 72x/i, RR 19x/i efektifan  Inj Ceftriaxone 2 x 2 gr
 Batuk berdahak (+) bersihan  Inj Dexametason 3 x 5 mg
 Kejang (-) jalan napas  Inj Fluconazole 1 x 360 mg
 Asam Folat 1 x 1 tablet
 Inj Neo K 1 x 10 mg
 Inj Transamin 2 x 500 mg
 Encephabol 1 x 10 cc
13/04/2019  Demam berkurang  Suhu 36,7 °C Infeksi  IVFD D 5 % 250 cc (3.500 cc/24
 NGT kehijauan  KU : Somnolen NaCl 0.9 % 250 cc (145 cc / jam
 Belum sadar penuh  TD 136/83 mmHg  Inj Ceftriaxone 2 x 2 gr
 Batuk berdahak (+) HR 72x/i, RR 20x/i  Inj Dexametason 3 x 5 mg
 Sakit perut  Inj Fluconazole 1 x 360 mg
 Bibir kering  Asam Folat 1 x 1 tablet
8
 Gelisah bekurang  Inj Neo K 1 x 10 mg
 Inj Transamin 2 x 500 mg
 Encephabol 1 x 10 cc
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan ol
eh virus Flavivirus, family Flaviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albapictus. Ke
empat serotipe dengue terdapat diindonesia, DEN-3 merupakan serotipe dan banyak ber
hubungan dengan kasus berat, diikuti serotipe DEN-2 (IDAI, 2010).

2.2 Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah suatu infeksi yang disebabk
an oleh virus Dengue, yaitu suatu virus yang termasuk dalam kelompok B Arthropod B
orne Virus (Arboviruses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flavivi
ridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm, terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dan berat molekulnya 4x106. Virus Dengue telah diketahui mempunyai ka
rakteristik yang sama dengan flavivirus lain, genomnya dikelilingi oleh nukleokapsid ik
osahedral dan ditutupi oleh amplop lipid. Diameter virion adalah sekitar 50 nm.

Penyakit Demam Berdarah ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, Ae


des albopictus, Aedes polynesiensis dan Aedes scutellaris complex. Namun sampai saat i
ni yang menjadi vektor utama dari penyakit DBD adalah Aedes aegypti, karena hidupny
a di dalam dan di sekitar rumah, berkembang biak di tempat lembab dan genangan air b
ersih. Sedangkan Aedes albopictus hidup di kebun seperti : di dalam lubang-lubang poh
on dalam potongan bambu, lipatan daun sehingga lebih jarang kontak dengan manusia.
Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti yaitu : berwarna hitam dengan belang-belang (loreng) p
utih pada seluruh tubuhnya. Hidup didalam dan disekitar rumah, juga di temukan di tem
pat umum, mampu terbang sampai 100 meter. Nyamuk betina aktif menggigit (menghis
ap) darah pada pagi hari sampai sore hari. Umur nyamuk Aedes aegypti rata-rata 2 ming
gu, tetapi sebagian diantaranya dapat hidup sampai 2-3 bulan.

9
Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk
keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih m
enyukai darah manusia dari pada binatang (bersifat antropofilik). Aedes aegypti mempu
nyai kebiasaan mengisap darah berulang kali (multiple bites). Dalam satu siklus gonotro
pik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat e
fektif sebagai penular penyakit.

Virus Dengue di dalam tubuh manusia mengalami masa inkubasi selama 4-7 hari
(viremia) yang disebut dengan masa inkubasi intrinsik. Di dalam tubuh nyamuk, virus b
erkembang setelah 4-7 hari kemudian nyamuk siap untuk menularkan kepada orang lain
yang disebut masa inkubasi ekstrinsik. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk
sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang menghisap virus deng
ue ini menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan terjadi karena setiap kal
i nyamuk menggigit, sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui salur
an alat tusuknya (probocis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur it
ulah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Nyamuk Aedes aegypti betin
a umurnya dapat mencapai 2-3 bulan.

2.3 Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengu
e, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis
dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vekt
or yang kurang berperan. Nyamuk aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada
saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada d
i kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8 -10 hari (extrinsic incubation period) seb
elum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dala
m tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), n
amun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berk
embang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus sel
ama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia k

10
epada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengal
ami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.

2.4 Patofisiologi Virus Dengue

Pendekatan patogenesis DBD dengan penyulit bertitik tolak dari perjalanan imu
nopatogenesis DBD. Pada tahap awal virus dengue akan menyerang selsel makrofag da
n bereplikasi dalam sel langerhans dan makrofag di Limpa. Selanjutnya, akan menstimu
lasi pengaturan sel T, reaksi silang sel T aviditas rendah dan reaksi silang sel T spesifik,
yang akan meningkatkan produksi spesifik dan reaksi silang antibodi. Pada tahap beriku
tnya terjadi secara simultan reaksi silang antibodi dengan trombosit, reaksi silang antibo
di dengan plasmin dan produk spesifik. Proses ini kemudian akan meningkatkan peran a
ntibodi dalam meningkatkan titer virus dan di sisi lain antibodi bereaksi silang dengan e
ndotheliocytes. Pada tahap berikutnya terjadi efek replikasi sel mononuklear. Di dalam s
el endotel, terjadi infeksi dan replikasi selektif dalam endotheliocytes sehingga terjadi a
poptosis yang menyebabkan disfungsi endotel. Di sisi lain, akan terjadi stimulasi mediat
or yang dapat larut (soluble), yaitu TNF α, INF γ, IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, IL-10, IL-13, I
L-18, TGF β, C3a, C4b, C5a, MCP-1,CCL-2, VEGF, dan NO yang menyebabkan ketida
kseimbangan profil sitokin dan mediator lain; pada tahap berikutnya terjadi gangguan k
oaguasi dan disfungsi endotel.

Pada hati, akan terjadi replikasi dalam hepatosit dan sel Kuppfer. Terjadi nekrosi
s dan atau apoptosis yang menurunkan fungsi hati, melepaskan produk toksik ke dalam
darah, meningkatkan fungsi koagulasi, meningkatkan konsumsi trombosit, aktivasi siste
m fibrinolitik, dan menyebabkan gangguan koagulasi.

Pada sumsum tulang, terjadi replikasi dalam sel stroma sehingga terjadi supresi
hemopoietik yang berkembang ke arah gangguan koagulasi. Sedangkan stimulasi terhad
ap sistem komplemen dan sel imunitas didapat akan meningkatkan koagulasi, menurunk
an mediator larut (soluble), terjadi ketidakseimbangan profil sitokin sehingga berkemba
ng menjadi gangguan koagulasi.

Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnol
en, dapat disertai kejang ataupun tidak, dan dapat terjadi pada DBD / DSS. Apabila pada

11
pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan adanya ensefalopat
i, syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi, maka perlu dinilai kem
bali kesadarannya. Pungsi lumbal dikerjakan bila syok telah teratasi dan kesadaran tetap
menurun ( hati-hati bila trombosit < 50.000 /uL ). Pada ensefalopati dengue dijumpai pe
ningkatan kadar transaminase ( SGOT / SGPT ), PT dan PTT memanjang, kadar gula da
rah turun, alkalosis pada analisis gas darah, dan hiponatremia ( bila mungkin periksa ka
dar amoniak darah ) (Martina et al, 2009).

2.5 Klasifikasi infeksi virus dengue

Gambar 1. Klasifikasi Infeksi virus dengue

1.Demam yang tidak terdiferensiasi


Demam yang tidak terdiferensiasi merupakan demam pada bayi, anak-anak mau
pun dewasa yang disebabkan oleh infeksi virus dengue, khususnya bila infeksi adala
h yang pertama kali terjadi (infeksi dengue primer) dimana demam ini tidak dapat di
bedakan dengan demam akibat infeksi virus lainnya. Ruam makulopapular dapat mu
ncul menyertai demam ataupun pada saat demam berangsur normal. Gejala lain yang
sering menyertai adalah gejala yang melibatkan sistem respirasi dan gastrointestinal.
2. Demam dengue
Demam dengue adalah demam yang paling sering dijumpai pada kelompok usia
anak-anak, remaja dan dewasa. Secara umum demam dengue merupakan suatu kondi

12
si demam akut, yang kadang-kadang memiliki pola bifasik dan disertai sakit kepala h
ebat, mialgia, athralgia, ruam di kulit, leukopenia dan trombositopenia. Meskipun seb
enarnya demam dengue merupakan suatu kondisi yang tidak berbahaya, namun hal i
ni dapat menyebabkan penderita tidak dapat beraktivitas akibat sakit kepala yang heb
at, nyeri otot, persendian dan tulang (break-bone fever), khususnya pada orang dewas
a. Kadang-kadang muncul perdarahan yang tidak khas seperti perdarahan gastrointest
inal, hipermenore, serta epistaksis masif. Pada daerah yang mengalami epidemis dem
am dengue, penularan demam dengue jarang terjadi antara sesama penduduk lokal.
3.Demam berdarah dengue
Demam berdarah dengue (DBD) lebih sering terjadi pada anak-anak usia di baw
ah 15 tahun pada area hiperendemik, dan hal ini berkaitan dengan infeki dengue beru
lang, terjadi gangguan vaskelur karena bocornya pembuluh darah,. Namun demikian
insidensinya pada orang dewasa juga meningkat. DBD memiliki ciri berupa demam t
inggi dengan onset akut dengan gejala dan tanda yang mirip dengan gejala dan tanda
demam dengue di fase awal. Pada DBD dapat dijumpai adanya kelainan dalam perda
rahan misalnya, uji tourniquet (rumple leed) positif, petekiae, lebam-lebam serta perd
arahan saluran cerna pada kasus yang lebih berat. Di akhir fase demam, terdapat anca
man terjadinya syok hipovolemik (sindroma syok dengue) akibat adanya kebocoran
plasma.
Munculnya tanda-tanda peringatan (warning signs) seperti muntah persisten, nye
ri abdomen, letargi, gelisah, mudah marah, serta oliguria merupakan hal yang penting
untuk segera ditindaklanjuti dalam rangka mencegah syok. Gangguan hemostasis dan
kebocoran plasma merupakan proses patofosiologis yang utama pada pada DBD. Tro
mbositopenia serta peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi merupakan gambaran y
ang selalu ditemui sebelum turunnya demam/onset dari syok. DBD kebanyakan terja
di pada anak-anak yang mendapat infeksi kedua dari virus dengue. Terdapat pula lap
oran kasus DBD yang terjadi pada infeksi pertama oleh virus DENV-1 dan DENV-3
serta infeksi pada bayi.
4.Sindroma dengue expanded
Merupakan suatu manifestasi yang tidak biasa yang semakin sering dilaporkan p
ada kasus demam berdarah dengue maupun demam dengue dimana terdapat keterliba
tan organ-organ seperti hati, ginjal, otak dan jantung yang memiliki kaitan dengan inf
eksi dengue, namun tidak terdapat bukti adanya kebocoran plasma. Hal ini kemungki

13
nan disebabkan oleh koinfeksi, komorbiditas, ataupun komplikasi dari syok yang ber
kepanjangan. Studi yang lebih mendalam perlu dilakukan untuk kasus ini. Kebanyak
an pasien demam berdarah dengue yang mengalami manifestasi yang tidak lazim ini
disebabkan oleh syok berkepanjangan yang disertai gagal organ ataupun pasien-pasie
n dengan komorbid ataupun koinfeksi.

2.6 Manifestasi Klinis Ensefalopati Dengue

Gejala klinis dari ensefalopati dengue ini memang masih bersifat umum, sesuai
dengan definisi ensefalopati sendiri yaitu perubahan kesadaran, defisit neurologis fokal,
serta ensefalopati ini dapat muncul sebagai salah satu komplikasi dari gangguan metabo
lik seperti acute liver failure, gangguan elektrolit, hipoksia, serta syok.

Didapatkan kesadaran pasien menurun menjadi apatis/somnolen, dapat disertai k


ejang. Dari beberapa contoh kasus ensefalopati dengue yang dilaporkan, ternyata kadan
g kala para dokter sangat terpukau oleh kelainan neurologis penderita sehingga apabila t
idak waspada, diagnosis DBD/DSS tidak akan dibuat. Data itu juga memberikan suatu k
eyakinan bahwa DBD perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding terhadap penderita ya
ng secara klinis didiagnosis sebagai ensefalitis virus.

2.7 Pemeriksaan Infeksi Virus Dengue

a. Pemeriksaan Fisis

 Gejala klinis DBD diawali demam mendadak tinggi, facial flush, muntah, nye
ri kepala, nyeri otot, dan sendi, nyeri tenggorokan dengan faring hiperemis, n
yeri dibawah lengkungan iga bawah. Gejala penyerta tersebut lebih mencolok
pada DD daripada DBD.
 Sedangkan gejala hepatomegaly dan kelainan fungsi hati sering ditemukan pa
da DBD.
 Tanda- tanda syok :
- Anak gelisah, sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis
- Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang-kadang tida teraba
- Tekanan darah turun, tekanan nadi <10 mmHg.
- Akral dingin, capillary refill menurun
- Diuresis menurun sampai anuria

14
b. Pemeriksaan Laboratorium

 Darah perifer, kadar haemoglobin, leukosi dan hitung jenis, hematokrit, tromb
osit. Pada apusan darah perifer juga dapat dinilai limfosit plasma biru, pening
katan 15% menunjang diagnosis DBD Trombositopenia ( < 100.000 sel/mm3)
dapat terlihat sesekali pada demam dengue, namun pada DBD hal ini hampir
selalu terjadi. Hal ini terjadi di hari ketiga hingga kedelapan sejak onset, serin
gnya terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan pada hematokrit. He
mokonsentrasi dengan kenaikan hematokrit > 20% merupakan dasar untuk m
empertimbangkan diagnosa definitf adanya peningkatan permeabilitas pembu
luh darah dan kebocoran plasma.
 Uji serologis, uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan fase kon
valesens
- Infeksi primer, serum akut <1:20, serum kovalensens naik 4x atau lebih n
amun tidak melebihi 1:1280.
- Infeksi sekunder, serum akut < 1:20, konvalens 1: 23560 atau serum aku 1:
20 konvalesens naik 4x atau lebih.
- Persangkaan infeksi sekunder baru terjadi (presumptive secondary infecti
on) : serum akut 1 : 1280, serum konvalesens dapat lebih besar atau sama.

 Pemeriksaan radiologis
- Pemeriksaan foto dada, dilakukan karena dalam keadaan klinis ragu-ragu
namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan radiologis pada perembesan
plasma 20-40% dan pemantauan klinis sebagai pedoman pemberian caira
n.
- Kelainan radiologi, dilatasi pembuluh darah paru terutama daerah hilus ka
nan hemitoraks kanan lebih radio opak dibandingkan kiri, kubah diafragm
a kanan lebih tinggi pada kanan dan efusi pleura.
- USG: efusi pleura, ascites, kelainan (penebalan) dinding vesical felea dan
vesical urinaria (IDAI 2010).

Prinsip penanganan ensefalopati dengue seperti halnya pada penanganan terhada


p dengue secara umum. Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok ya
ng berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak di
sertai syok. Gangguan metabolik seperti hipokalsemia, hiponatremia, atau perdarahan, d

15
apat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat seme
ntara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak se
mentara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular diseminata (KID).

Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnol
en, dapat disertai kejang, dan dapat terjadi pada DBD/DSS. Apabila pada pasien syok di
jumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan adanya ensefalopati, syok harus
diatasi terlebih dulu. Apabila syok telah teratasi, maka perlu dievaluasi kembali mengen
ai kesadaran pasien. Pungsi lumbal dikerjakan bila syok telah teratasi dan kesadaran teta
p menurun (hati-hati bila jumlah trombosit <50.000/l). Pada ensefalopati dengue dapat d
ijumpai peningkatan kadar transminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar
gula darah menurun, alkalosis pada analisa gas darah, dan hiponatremia (bila mungkin p
eriksa kadar amonia darah).

2.8 Penatalaksanaan

Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat menentukan di
agnosis DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman tatalakasana awal dapat dibagi d
alam 3 bagan yaitu :

 Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD derajat I dan DBD de
rajat II tanpa peningkatan kadar hematokrit.
 Tatalaksana kasus DBD, temasuk kasus DBD derajat II dengan peningkatan kadar h
ematokrit.
 Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III dan IV.

Terapi infeksi virus dengue dibagi menjadi 4 bagian (IDAI, 2010):

1. Tersangka DBD
2. Demam dengue
3. DBD derajat I dan II
4. DBD derajat III dan IV

16
1. DBD tanpa syok ( derajat I dan II)
Medikamentosa
- Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.
- Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid d
an antiemetik) untuk mengurangi detoksifikasi obat dalam hati.
- Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati, namun apabila terjadi pendaraha
n kortikosteroid tidak diberikan.
- Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
Suportif
- Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapi
ler dan pendarahan.
- Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan untuk mengatasi masa peralihan dari
fase demam ke fase syok disebut time of fever differvesence dengan baik.
- Cairan intervena diperlukan, apabila (1) anak terus-menerus muntah, tidak mau mi
num, demam tinggi, dehidrasi yang dapat mempercepat terjadinya syok. (2) nilai h
ematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.

2. DBD disertai syok (Demam Syok Dengue, derajat III dan IV)
- Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer laktat. 10-20 ml
/kgbb secara bolus diberikan waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi tetap ber
ikan ringer laktat 20 ml/kgbb ditambah koloid 20-30 ml/kgbb/ jam, maksimal 1500
ml/hari.
- Pemberian cairan 10ml/kgbb/jam, tetap diberikan 1-4 jam pasca syok. Volume cair
an diturunkan menjadi 7ml/kgbb/jam, selanjutnya 5 ml dan 3 ml apabila tanda-tand
a vital dan diuresis baik.
- Jumlah urin 1 ml/kgbb/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik.
- Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok teratasi.
- Oksigen 2-4 l/ menit pada DBD syok.
- Koreksi asidosi metabolik dan elektrolit pada DBD syok.
- Indikasi pemberian darah.

Terdapat pendarahan secara klinis


- Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap hematokrit turun did
uga telah terjadi pendarahan, berikan darah segar 10ml/kgbb.
- Apabila kadar hematokrit tetap >40 vol%, maka diberikan darah dalam volume kec
il.

17
- Plasma segar beku dan suspense trombosit berguna untuk koreksi gangguan koagul
opati atau koagulasi intravascular deiminata (KID) pada syok berat yang menimbul
kan pendarahan masif.
- Pemberian transfuse suspense trombosit pada KID harus selalu disertai plasma seg
ar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan) untuk mencegah pendarah hebat.

3. Ensefalopati Dengue

Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak dan alkalosis, maka bila syok tela
h teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03- dan jumlah cairan
harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan Na
Cl (0,9%) : glukosa (5%) = 3 : 1.

Penatalaksanaan ensefalopati dengue terutama untuk mencegah peningkatan tek


anan intrakranial beberapa hal yang perlu diperhatikan (Lardo, 2013) :

1. Cairan tidak diberikan dalam dosis penuh, cukup 3/4-4/5 dosis untuk mencegah ter
jadinya atau memberatnya edema otak selama fase pemulihan dari syok.

2. Menggunakan cairan kristaloid Ringer Laktat untuk menghindari metabolisme lakt


at oleh hepar, jika ada gangguan hepar.

3. Kortikosteroid diberikan untuk mengurangi edema otak tetapi merupakan kontrain


dikasi pada DSS dengan perdarahan masif. Deksametason dapat diberikan 0,15 m
g /kgBB IV setiap 6-8 jam.

4. Jika terdapat peningkatan hematokrit dan kebocoran plasma berat dapat diberi cair
an koloid.

5. Pemberian diuretik jika terdapat gejala overload.

6. Posisi pasien dengan kepala 30 derajat.

7. Intubasi dini untuk menghindari hiperkarbia dan melindungi saluran napas.

8. Menurunkan produksi amonia melalui tindakan berikut:

18
a. Berikan laktulosa 5-10 ml setiap enam jam untuk induksi diare osmotik.

b. Antibiotik lokal untuk flora usus tidak perlu jika telah diberi antibiotik sistemik.

9. Mempertahankan gula darah pada kadar 80-100 mg/dL. Infus glukosa direkomend
asikan 4-6 mg/kg/jam.

10. Koreksi ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit (hipo/hipernatremia, hipo/ h


iperkalemia, hipokalsemia, dan asidosis).

11. Vitamin K1 intravena 3 mg untuk <1 tahun, 5 mg <5 tahun, dan 10 mg untuk >5 t
ahun.

12. Dapat diberikan fenobarbital, fenitoin, dan diazepam intravena untuk mengontrol
kejang.

13. Transfusi darah yang dianjurkan adalah dengan packed red cells (PRC). Transfusi
trombosit, fresh frozen plasma dapat menyebabkan overload cairan dan meningk
atkan TIK.

14. Terapi empiris antibiotik dapat diberikan jika ada dugaan infeksi bakteri.

15. H2-blockers atau proton pump inhibitor dapat diberikan untuk mencegah perdara
han gastrointestinal.

16. Hindari pemberian obat yang dimetabolisme di hati.

17. Pertimbangkan plasmaferesis dan hemodialisis jika mengalami perburukan

19
Tanggal Pemberian
No Nama Obat dan Dosis Regimen
10/4 11/4 12/4 13/4 14/4 15/4 16/4 17/4 18/4 19/4 20/4

1. Asam Folat (1 x 1 mg) tiap jam 18.00 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -

2. Asam Folat (1 x 5 mg) tiap 18.00 - - - - - - - - - - √

3. Encephabol (1 x 10 cc) tiap jam 18.00 - √ √ √ - √ √ stop √ - √

4. Codein pulv (3 x 10 mg) - - - √ √ √ √ √ - - -

5. Ambroxol pulv (3 x 10 mg) - - - √ √ √ √ √ - - -

6. Ambroxol Syr (3 x 1 cth) - - - - - - - - √ √ √

7. Metronidazole (4 x 500 mg) - - - √ √ √ √ √ √ √ -

8. Metronidazole (3 x 500 mg) - - - - - - - - - - √

IVFD Dex 5 % : NaCl 0.9 %


9. √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
(3500 cc / hari) : (145 cc / jam)

10. Inj Metronidazole (4 x 500 mg) √ √ √ - - - - - - - -

11. Inj. Ceftriaxone ( 2 x 2 gr) tiap jam 06.00, 18.00 √ √ √ √ √ √ √ - - - -

12. Inj Dexametason (3 x 5 mg) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

13. Inj. Fluconazol (1 x 360 mg) tiap jam 20.00 √ √ √ √ √ √ √ - - - -

14. Inj Transamin (2 x 500 mg) tiap jam 06.00, 18.00 √ √ √ √ √ √ - - - - -

15. Neo K (1 x 10 mg) tiap jam 18.00 - √ √ √ √ - - - - - -

16. PCT Infus 500 mg √ - - - - - - - - - -

17. Inj Diazepam 10 mg - - - - - - √ - - - -

BAB III
ANALISIS FARMAKOTERAPI-DRP

3.1 Lembar Pengobatan

20
3.2. Lembar Pengkajian Obat (LPO)

21
No. Nama Obat Aturan Pakai Dosis Sesuai Literatur Komentar
1. Asam Folat 1 x 1 mg Usia > 4 tahun, dosis : 0,5 - 1 Dosis sesuai
Tablet mg / hari rute IV, IM, SC dan dengan literatur
1 Hari = 1 mg
Oral.
Tanggal 20/4-
Untuk pasien dengan infeksi
2019 dosis
kronik dan metabolik disorder
ditingkatkan
dosis dapat ditingkatkan menjadi
1 x 5 mg 5 mg / hari (Shann, 2017).

1 Hari = 5 mg
2. Encephabol 1 x 10 cc Anak usia < 6 tahun : 2,5 - 10 Dosis sesuai
Liquid mL/hari, 6 -15 tahun 5 mL dengan literatur
1 Hari = 10 cc
3x/hr, dewasa 10 mL 3x/hr
(Tiap 5 mL (MIMS, 2019).
sirup,
Dewasa 300 - 600 mg /hr dalam
mengandung
3 dosis, Anak-anak 150 -300
100 mg
mg/hr dalam 3 dosis, Bayi 2,5 -
piritinol).
5 mL 1 - 3 x sehari
(Medicineindia.org, 2019).
3. Codein Pulv 3 x 10 mg Untuk batuk 2-5 tahun 1 mg / Dosis sesuai
kg (dibagi dalam 4-6 jam), 6 -11 dengan literatur
Dosis sekali =
tahun 5-10 mg tiap 4-6 jam, >12
10 mg
tahun 10-20 mg tiap 4 -6 jam
Dosis sehari = (MCEVOY, 2011).
30 mg

4. Ambroxol Pulv 3 x 10 mg Dewasa dan anak >12 tahun Dosis tidak sesuai
30 mg (2 -3 x/ hr), anak 6 - 12 dengan literatur
Dosis sekali =
tahun 15 mg (2 -3 x/ hr) (Under dose)
10 mg
(PIONAS, 2019).
Dosis sehari =
30 mg
5. Ambroxol Sirup 3 x 1 cth Dewasa dan anak >12 tahun Dosis tidak sesuai
30 mg (2 -3 x/ hr), anak 6 - 12 literatur
Dosis sekali =
tahun 15 mg (2 -3 x/ hr)
15 mg (Under dose)
(PIONAS, 2019).
Dosis sehari =
45 mg
6. Metronidazole 4 x 500 mg 30 mg/kg/hari (maks 4 gr/hr) Dosis sesuai
tiap 6 jam selama 10 -14 hari literatur
Dosis sekali =
22 (MCEVOY, 2011).
500 mg
Perhitungan
Dosis sehari =
3.3 Lembar Identifikasi Obat

No Tgl
Jenis Obat Indikasi obat Pertimbangan Apoteker
. mulai
1 Asam Folat 10/04 Membentuk protein baru Terapi sudah sesuai indikasi,
yang akan membantu karena pasien mengalami
pembentukan sel darah merah penurunan kesadaran (defisit
dan memproduksi DNA neurologis).
sebagai dasar fondasi tubuh
membawa informasi genetik
serta digunakan sebagai
neuroprotektor.
2 Encephabol 11/04 Encephalotropik. Terapi sudah sesuai indikasi,
Meningkatkan metabolisme kerena pasien mengalami
otak dan transmisi kolinergik penurunan kesadaran.
sentral dan menormalkan
aliran darah ke otak.
3 Codein pulv 13/04 Antitusif (menekan batuk). Terapi sudah sesuai literatur
karena pasien didiagnosa
dengue ensefalopati dimana
terjadi penurunan kesadaran
yang dipengaruhi oleh adanya
tekanan intrakranial pada
serebral. Terjadinya batuk
dikhawatirkan meningkatkan
tekanan intrakranial pada
pasien yang dapat
memperburuk kondisi pasien.
4 Ambroxol 13/04 Mukolitik Terapi sudah sesuai literatur
pulv karena pasien mengalami

23
batuk berdahak.
5 Ambroxol Syr 18/04 Mukolitik Terapi sudah sesuai literatur
karena batuk pasien sudah
mulai berkurang, tetapi masih
ada sekret. Digunakan sebagai
pengganti obat batuk puyer.
6 Metronidazole 13/04 Pengobatan untuk koinfeksi Terapi sudah sesuai literatur
tab dan komorbiditas karena pasien didiagnosa
ensefalopati, disebabkan oleh
koinfeksi dan komorbiditas.
7 IVFD Dex 5 10/4 Balans cairan Terapi untuk maintanace
% : cairan tubuh pasien untuk
NaCl 0.9 % mengatasi syok.

8 Inj 10/4 Pengobatan untuk koinfeksi Terapi sudah sesuai literatur


Metronidazole dan komorbiditas karena pasien didiagnosa
ensefalopati, disebabkan oleh
koinfeksi dan komorbiditas.
9 Inj. 10/04 Pengobatan untuk koinfeksi Terapi sudah sesuai literatur
Ceftriaxone dan komorbiditas karena pasien didiagnosa
ensefalopati, disebabkan oleh
koinfeksi dan komorbiditas.
10 Inj 10/04 Untuk mengurangi edema Terapi sudah sesuai literatur
Dexametason otak karena pasien didiagnosa
ensefalopati, yang pada pasien
ensefalopati cenderung terjadi
udem otak.
11 Inj. 10/04 Untuk mengatasi infeksi Terapi sudah sesuai karena
Fluconazol jamur (ditandai dengan saat dirawat di Sawahlunto
leukopenia, trombositopenia pasien sudah menggunakan

24
>7 hari). beberapa antibiotika.
12 Inj Transamin 10/04 Antifibrinolitik, untuk Terapi sudah sesuai literatur,
mengatasi pendarahan karena pasien mengalami
trhombositopenia dan NGT
berwarna kehitaman
13 Neo K 11/04 Pengobatan pendarahan Terapi sudah sesuai literatur
karena, pasien mengalami
trhombositopenia
14 PCT Infus 10/04 Menormalkan suhu tubuh Terapi sudah sesuai literatur,
karenan pasien mengalami
demam
15 Inj Diazepam 16/04 Obat kejang dan obat Terapi sesuai literatur, kerana
penenang pasien gelisah dan delirium,
sehingga istirahat pasien
terganggu.

25
3.4 . Lembar Monitoring Rencana Pelayanan Kefarmasian

No. Tanggal Kode Uraian Masalah Rekomendasi/Saran


Masalah
1. 12/04 1b Pada tanggal tersebut pasien sudah mengalami batuk Seharusnya diberikan obat untuk
berdahak tetapi belum diberi terapi untuk mengurangi mengurangi batuk berdahaknya
batuk berdahak tersebut
2. 13/04 3b Pada tanggal tersebut pasien diberikan obat amborxol Dosis obat ditingkatkan
puyer untuk mengatasi batuk nya tetapi dosis obat yang
diberikan kurang.
3. 18/04 3b Pada tanggal tersebut pasien diberikan obat amborxol Dosis obat ditingkatkan
puyer untuk mengatasi batuk nya tetapi dosis obat yang
diberikan kurang.
4. 20/4 1a Pada tanggal pasien sudah tidak mengalami batuk. Pengehentian penggunaan ambroxol
Sampai tanggal kepulangan pasien, pasien masih
mengkonsumsi sirup

Kode Masalah :
1. Indikasi 6. Rute Pemberian 12. Stabilitas Sediaan Injeksi

26
a. Tidak ada indikasi 7. Lama Pemberian 13. Sterilitas Sediaan Injeksi
b. Ada indikasi, tidak ada 8. Interaksi Obat 14.Kompatibilitas Obat
terapi.
c. Kontra Indikasi a. Obat 15. Ketersediaan Obat/Kegagalan
Mendapatkan Obat
2. Pemilihan Obat b. Makanan/Minuman 16. Kepatuhan
3. Dosis Obat c. Hasil Lab 17. Duplikasi Terapi
a. Kelebihan (over dose) 9. ESO/ADR/Alergi
b. Kekurangan (under
dose)
4. Interval pemberian 10. Ketidaksesuaian RM dengan:
a. Resep
b. Buku Injeksi
5. Cara/Waktu Pemberian 11. Kesalahan Penulisan Resep

27
3.5 Lembar Rencana Pelayanan Kefarmasian

EFEK AKHIR
TUJUAN TERAPI PARAMATER YANG FREKUENSI
OBAT
OBAT MONITORING DIINGINKA MONITORING
N
Membentuk protein Asam Folat Kesadaran Pasien sadar Monitoring tiap
baru yang akan pasien, kadar sepenuhnya. hari.
membantu hematokrit,
pembentukan sel trombosit.
darah merah dan
memproduksi DNA
sebagai dasar
fondasi tubuh
membawa informasi
genetik serta
digunakan sebagai
neuroprotektor.
Encephalotropik. Encepabol Tingkat Paseien sadar Monitoring setiap
Meningkatkan kesadaran pasien sepenuhnya. hari.
metabolisme otak
dan transmisi
kolinergik sentral
dan menormalkan
aliran darah ke otak.
Untuk menekan Codein pulv Batuk Frekuensi Monitoring setiap
batuk pada pasien. batuk hari
berkurang
Mengencerkan Ambroxol Sekret Sekret keluar Monitoring setiap
sekret/dahak pulv hari

28
Mengencerkan Ambroxol Syr Sekret Sekret keluar Monitoring setiap
sekret/dahak hari
Membunuh bakteri Metronidazole Melihat Kemajuan Monitoring setiap
tab perbaikan / kondisi pasien. hari
kemajuan pasien
Balans cairan IVFD Dex 5 Cairan masuk Terjadinya Monitoring setiap
% : dan cairan keluar keseimbangan hari
NaCl 0.9 % cairan, syok
pasien teratasi

Membunuh bakteri Injeksi Melihat Kemajuan Monitoring setiap


Ceftriaxone perbaikan / kondisi pasien. hari
kemajuan pasien
Mengurangi edema Injeksi Syok teratasi Peningkatan Monitoring tiap
serebral dexametason kesadaran hari
pasien
Mengatasi Inj Transamin Melihat dari Pendarahan Monitoring setiap
pendarahan cairan NGT terhenti hari
pasien
Mengatasi Neo K Melihat dari Pendarahan Monitoring setiap
pendarahan cairan NGT terhenti hari
pasien
Menormalkan suhu PCT Infus Suhu tubuh >36 oC dan <38 Monitoring setiap
o
tubuh C hari

29
3.6 Lembar Monitoring Efek Samping

Cara Evaluasi
No
Nama Obat Manifestasi ESO Mengatasi
. Tanggal Uraian
ESO
1. Infus Paracetamol Kerusakan hati Diberikan bila 10/04 Pantau suhu
demam tubuh
2. Dexametason  Penghentian tiba- Lakukan 10/04 Dosis,
tiba penurun dosis interval
menyebabkan secara tapering pemberian,
Insufiensi adrenal off lama
akut. penggunaan.
 Penekanan sistem
imun.
 Moonface

3. Cetriaxone Diare dan kolitis Jika terjadi 10/4 Perhatikan


(penggunaan diare dan terjadi /
antibiotik pada dosis kolitis, atasi tidak diare
tinggi). diare atau atau kolitis
kolitis. pada pasien.
4. Diazepam Penggunaan jangka Jika kejang 16/4 Pantau suhu
panjang dapat sudah hilang tubuh atau
menyebabkan ataksia, ataupun pasien gelisah
iritabel dan sedasi sudah tidak pasien.
yang cukup kuat. gelisah, segera
hentikan
penggunaan
obat.

30
3.7 Lembar Konseling

URAIAN REKOMENDASI / SARAN

Injeksi ceftriaxone Injeksi ceftriaxone diberikan 2 x 2 gr / hari secara


teratur setiap 12 jam setiap harinya untuk mencegah
terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik
Asam Folat Tablet asam folat diberikan sekali sehari secara
teratur untuk membentuk protein baru yang akan
membantu pembentukan sel darah merah dan
memproduksi DNA sebagai dasar fondasi tubuh
membawa informasi genetik serta digunakan sebagai
neuroprotektor.
Encephabol Ensephabol sirup diberikan sekali sehari 10 ml secara
teratur untuk meningkatkan kesadaran pasien. Jika
pasien sudah sadarkan sepenuhnya atau sudah bisa
makan, berikan obat bersamaan dengan makanan
atau setelah makan.
Infus paracetamol Digunakan secara teratur dengan regimen dari dokter
500 mg saat demam, penggunaan bisa dihentikan bila
demam sudah turun.
Injeksi dexametason Penghentian obat dilakukan dengan tappering off,
yaitu dilakukan dengan pengurangan dosis atau
pengurangan frekuensi pemberian
Codein dan Ambroxol Pulv Obat diberikan secara bersamaan tiga kali sehari
untuk mengurangi batuk dan mengencerkan sekret,
obat diberikan setelah makan.
Ambroxol sirup Obat diberikan tiga kali sehari sebanyak 5 mL untuk
membantu mengencerkan sekret, diberikan setelah
makan.

31
Metronidazole Injeksi metronidazole diberikan 4 x 500 mg melalui
iv selama 3 hari, kemudian obat dilanjutkan secara
peroral diminum empat kali sehari (tiap 6 jam)
setelah makan untuk mencegah terjadinya resistensi
terhadap antibiotik.
Flukonazol Injeksi flukonazol diberikan 1 x 360 mg / hari secara
teratur setiap jam yang sama setiap harinya untuk
mencegah terjadinya resistensi, obat diberikan
selama 7 hari.
Transamin Injeksi transamin diberikan 2 x sehari secara teratur
untuk mengatasi terjadinya pendarahan.

Neo K Injeksi Neo K diberikan sekali sehari secara teratur


untuk mengatasi pendarahan.

IVFD D 5% : NaCl 0.9 % Cairan infus Dextrose 5 % dan NaCl 0.9 % diberikan
kepada pasien untuk mengatasi kehilangan cairan
plasma.

32
3.8 Tinjauan Farmakologi Obat

33
No. Jenis Obat Tanggal Tinjauan
Mulai
1 Asam Folat 10/04 KOMPOSISI :
Asam folat 1 mg
INDIKASI :
Membentuk protein baru yang akan membantu
pembentukan sel darah merah dan memproduksi
DNA sebagai dasar fondasi tubuh membawa
informasi genetik serta digunakan sebagai
neuroprotektor.
KONTRAINDIKASI :
Hipersensitifitas.
DOSIS :
Usia >4 tahun dosis : 0,5 – 1 mg/ hari untuk pasien
infeksi kronik dan metabolic disorder dosis dapat di
tingkatkan menjadi 5mg/ hari (Shann, 2017)

PERHATIAN:
Hipersensitif
EFEK SAMPING:
Sesak napas, malaise, eritema
2 Encephabol 11/04 KOMPOSISI :
Setiap tablet dan 5 ml sirup encephabol
mengandung 100 mg piritinol.
INDIKASI :
Untuk menigkatkan fungsi kognitif yang
mengalami penurunan fungsi kognitif akibat
adanya trauma pada otak seperti pendarahan otak
stroke.
KONTRAINDIKASI :
Hipersensitif terhadap pyritinol, gangguan fungsi
hati parah, penyakit ginjal, penyakit autoimun.
DOSIS :
Anak usia < 6 tahun : 2,5 - 10 mL/hari, 6 -15
tahun 5 mL 3x/hr, dewasa 10 mL 3x/hr (MIMS,
2019).

Dewasa 300 - 600 mg /hr dalam 3 dosis, Anak-


anak 150 -300 mg/hr dalam 3 dosis, Bayi 2,5 - 5
mL 1 - 3 x sehari (Medicineindia.org, 2019).
34
PERHATIAN:
Penggunaan obat ini biasanya dilakukan dalam
jangka waktu lama antara 6 – 8 minggu.
PEMBAHASAN
Seorang anak laki-laki bernama MF umur 14 Tahun 4 Bulan, pasien rujukan dari
RSUD Sawahlunto dengan diagnosa Dengue Ensefalopati. Pasien demam sejak 7 hari
SMRS, demam tinggi hilang timbul. Pasien sudah dirawat ± 5 hari di RSUD
Sawahlunto (mendapatkan terapi ampisilin 3 x 1 gr iv 10x pemberian, cefotaxime 3 x 1
gr iv 10x pemberian, dexametason 3 x1 ampul iv 10x pemberian).
Suhu tubuh pasien saat dirawat adalah 38,9 oC, artinya pasien mengalami
demam. Pasien mendapatkan infus parasetamol dosis 500 mg untuk menormalkan suhu
tubuh serta IVFD Dex 5 % dan NaCl 0.9% sebagai terapi untuk keseimbangan cairan
tubuh pasien. Berdasarkan literatur dosis infus paracetamol yaitu 10-15 mg/kg (maks 4
gr/hr) setiap 6 jam ketika demam (IDAI, 2010). Pasien dengan berat 53 kg = 10 - 15
mg/kg x 53 kg = 530 - 795 mg. Parameter keberhasilan terapi bisa dilihat dari
normalnya suhu tubuh. Suhu tubuh yang tinggi merupakan sistem pertahanan tubuh saat
melawan mikroorganisme. Ketika terjadi infeksi mikroorganisme, sistem pertahanan
tubuh mengeluarkan zat kimia pirogen endogen untuk melawan infeksi. Pengeluaran zat
kimia ini merangsang sel-sel endotel di hipotalamus. Sel hipotalamus akan
mengeluarkan substansi yang berisi asam arakhidonat. Asam arakhidonat akan memicu
pengeluaran hormon PGE2 atau hormon prostaglandin. Hormon inilah yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu tubuh di hipotalamus. Sehingga pusat pengaturan
suhu akan meningkatkan patokan suhu tubuh diatas suhu normal.
Selanjutnya pasien mendapatkan Injeksi Metronidazol dan Injeksi Ceftriaxone
sebagai antibiotik dalam pengobatan karena koinfeksi dan komorbiditas pada dengue
ensefalopati. Ceftriaxon dan metronidazole merupakan antibiotik spektrum luas yang
aktif terhadap bakteri gram postif dan negatif. Dosis metronidazole yaitu 30 mg/kg/hari
(maks 4 gr/hr) tiap 6 jam selama 10 -14 hari (MCEVOY, 2011). ). Pasien dengan berat
53 kg = 30 mg/kg/hari x 53 kg = 1.590 mg/hr (dapat ditingkatkan sampai 4 gr/hr). Dosis
ceftriakson yaitu 100mg/kg/hari (maksimum 4gr/hr) tiap 12 jam (Medscape, 2019).
Pasien dengan berat 53 kg = 100mg/kg/hr x 53 kg = 5.300 mg/kg/hr (maksium
pemberian hanya 4 gr).
Pasien juga mendapatkan injeksi fluconazole dengan dosis 360 mg/hari untuk
mengobati terjadinya infeksi jamur (ditandai dengan leukopenia dan trombositopenia >7
hari). Berdasarkan literatur dosis fluconazole yaitu 3-12 mg/kg sekali sehari

35
(MCEVOY, 2011). Pasien dengan berat 53 kg = 3 -12 mg/kg/hr x 53 kg = 159 - 626 mg
sekali sehari.
Pasien diberikan codein dan ambroksol dikarenakan pasien mengalami batuk
berdahak. Codein diberikan karena pasien didiagnosa dengue ensefalopati dimana
terjadi penurunan kesadaran yang dipengaruhi oleh adanya tekanan intrakranial pada
serebral. Terjadinya batuk dikhawatirkan meningkatkan tekanan intrakranial pada pasien
yang dapat memperburuk kondisi pasien. Dosis codein untuk anak >12 tahun yaitu 10-
20 mg tiap 4 -6 jam (MCEVOY, 2011). Dosis ambroksol untuk anak >12 tahun yaitu 30
mg (2 -3 x/ hr), anak 6 - 12 tahun 15 mg (2 -3 x/ hr) (PIONAS, 2019). Namun dosis
ambroksol yang diberikan pada pasien hanya 10 mg.
Pasien diberikan asam folat untuk membentuk protein baru yang akan membantu
pembentukan sel darah merah dan memproduksi DNA sebagai dasar fondasi tubuh
membawa informasi genetik serta digunakan sebagai neuroprotektor.. Berdasarkan
literatur dosis asam folat untuk usia > 4 tahun: 0,5 - 1 mg / hari rute IV, IM, SC dan
Oral. Untuk pasien dengan infeksi kronik dan metabolik disorder dosis dapat
ditingkatkan menjadi 5 mg / hari (Shann, 2017).
Pasien diberikan injeksi dexametason dengan dosis 15 mg/hari untuk
mengurangi edema serebral. Berdasarkan literatur dosis dexametason IV atau IM : 0,5 -
24 mg sehari tergantung dari keparahan penyakit dan respon pasien (MCEVOY, 2011).
Pasien mendapatkan Injeksi transamin 1 g/hari dan neo K 10 mg/hari untuk
mencegah terjadinya pendarahan karena pasien mengalami trombositopenia.
Berdasarkan literatur dosis transamin yaitu 10 - 25 mg/kg tiap 8-12 jam (Shann, 2017).
Pasien dengan berat 53 kg = 10 -25 mg/kg x 53 kg = 530 - 1.325 mg. Berdasarkan
literatur dosis neo K yaitu 0,3 mg /kg (max 10 mg) dalam 1 hari (Shann, 2017). Pasien
dengan berat 53 kg = 0,3 mg/kg x 53 kg = 15,9 mg (max 10 mg).
Pasien mendapat encephabol dosis 10 ml/hari (Tiap 5 mL sirup, mengandung
100 mg piritinol) untuk meningkatkan metabolisme otak dan transmisi kolinergik
sentral dan menormalkan aliran darah ke otak, kerena pasien mengalami penurunan
kesadaran. Berdasarkan literatur dosis encephabol untuk anak-anak yaitu 150 -300
mg/hr (Medicineindia.org, 2019).
Pemberian diazepam pada pasien dengan dosis 10 mg/hari sesuai dengan dosis
literatur yaitu 0,04 -0,2 mg/kg dapat diulangi dalam 3-4 jam, total dosis tidak boleh
melebihi 0,6 mg/kg (MCEVOY, 2011). Pasien dengan berat 53 kg = 0,04 - 0,2 mg/kg x

36
53 kg = 2,12 -10,6 mg. Dalam kasus ini pasiendiberikan diazepam karena pasien gelisah
dan delirium, sehingga istirahat pasien terganggu.

37
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Tidak terdapat interaksi antara obat-obat yang diberikan

2. Obat yang diberikan sudah sesuai dengan indikasi, namun ada beberapa obat yang
masih perlu penyesuaian dosis.

3. Dosis obat yang diberikan ada yang tidak sesuai dengan literatur, yaitu :

 ambroksol sirup

 ambroksol pulv

4.2 Saran

1. Lakukan penyesuaian dosis sesuai dengan literatur.

2. Lakukan pemantauan efek samping obat.

38
DAFTAR PUSTAKA

Carod-Artal FJ, Wichmann O, Farrar J, Gascon, JN. Neurological complication of deng


ue virus infection. Lancet Neurol 2013;12:906-919.

IDAI. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Ikatan Dokter Indonesia.

Lardo, Soroy. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue dengan Penyulit. CDK208. 20


13,40(9):656-660.

Martina BEE, Koraka P, Osterhaus A. Dengue Virus Pathogenesis : An Integrated View.


Clinical Microbiology Reviews. 2009; 22: 564-581.
Medscape. 2019. Medscape Reference,aplikasi medscape. [Akses 2019].
Medicineindia.org. Pyhritinol Maximum Doses. Diakses pada 4 agustus 2019 dari
http://www.google.com/amp/s/www.medicineindia.org/amp/pharmacology-for-
generic/891/pyritinol.
McEVOY, Gerald K. 2011. Drug Information Essentials.American Society of Health-
System Pharmacist. Bethesda, Maryland.
PIONAS BPOM. BAB 2 sistem saluran napas. Diakses pada pada 4 agustus 2019, dari :
http://pionas.pom.go.id/monografi/ambroxol.
Rampengan NH, Karyanti MR, Hadinegoro SR. Ensefalopati dengue pada anak. Sari Pe
diatri 2011;12:419-25.
WHO. Handbook For Clinical Management of Dengue. Geneva. 2012.
WHO. Dengue guidelines for diagnosis, treatment prevention and control. New edition
2009.

39

Anda mungkin juga menyukai