oleh :
DOLLY ROBERTHO SINAGA
F14052374
2009
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAPASITAS LAPANG, EFISIENSI DAN TINGKAT PELUMPURAN
PENGOLAHAN TANAH SAWAH DI KELURAHAN SITUGEDE,
KECAMATAN BOGOR BARAT, KOTA BOGOR
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
oleh :
DOLLY ROBERTHO SINAGA
F14052374
2009
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
oleh :
DOLLY ROBERTHO SINAGA
F14052374
Dilahirkan pada tanggal 4 Desember 1986
di Kabanjahe, Karo, Sumatera Utara
Tanggal lulus: _________________
Mengetahui,
RINGKASAN
Segala puji, hormat dan kemuliaan hanya kepada Allah, Bapa Tuhan Yesus
Kristus, atas kasih dan anugerah-Nya yang berlimpah-limpah sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir di Departemen Teknik Pertanian IPB dalam
tulisan berupa skripsi berjudul ”Kapasitas Lapang, Efisiensi dan Tingkat
Pelumpuran Pengolahan Tanah Sawah di Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor
Barat, Kota Bogor”.
Selama pelaksanaan tugas akhir dan penulisan skripsi ini penulis banyak
sekali mendapat bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak, mama, dan abang serta kakakku, yang senantiasa terus memberikan
doa, dukungan dan cinta kasih.
2. Dr. Ir. E. Namaken Sembiring, MS selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan banyak waktu, memberikan banyak arahan serta bimbingan
dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga selama penulis mengikuti
pendidikan di Departemen Teknik Pertanian IPB.
3. Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSAE sebagai dosen penguji pada ujian skripsi,
yang telah memberikan saran dan arahan dalam penyempurnaan tulisan ini.
4. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA sebagai dosen penguji pada ujian skripsi,
yang telah memberikan saran dan arahan dalam penyempurnaan tulisan ini.
5. Kelompok Tani Kelurahan Situgede, Pak Nurhawi, Pak Asep, Pak Obet, Pak
Jamhari dan Pak Keduk yang memberikan banyak bantuan selama penulis
melakukan pengamatan untuk skripsi ini.
6. Keluarga besar Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB, Komisi Literatur dan
Kelompok Pra Alumni 42 PMK IPB untuk segala doa, kebersamaan dan
dukungan selama penulis menjalani pendidikan di IPB.
7. Novalina Naibaho atas doa dan kasih, serta segala perhatian dan dukungan
yang diberikan.
8. Janji, Mas Steph, Midun, Acuy, Bembeng, Agung, Afid, Bayu, Dedi dan
teman-teman di Pondok Sahabat atas kebersamaan dan dukungan yang
diberikan.
i
9. Teman-teman di Departemen Teknik Pertanian 42, khususnya teman-teman
Mesin 42 atas kebersamaan dan dukungan selama pelaksanaan tugas akhir
dan selama penulis mengikuti perkuliahan di Departemen Teknik Pertanian
IPB.
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Padi adalah salah satu tanaman budi daya yang memegang peranan penting
disepanjang peradaban manusia. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga
dari semua jenis tanaman serealia setelah jagung dan gandum. Namun demikian,
padi masih merupakan sumber karbohidrat utama bagi sebagian besar penduduk
dunia. Berdasarkan data FAO (2001) dalam Champagne (2004), di negara-negara
di Asia yang memiliki jumlah penduduk yang cukup besar, seperti Cina, India,
Indonesia, Bangladesh, Burma, Kamboja, Korea, Laos, Filipina, dan Vietnam,
padi merupakan bahan pangan utama. Sekitar 75% kebutuhan kalori tiap hari
diperoleh dari padi dan lebih dari 50% populasi penduduk dunia menjadikan padi
sebagai sumber kalori utama.
1
cara tersebut diterapkan untuk meningkatkan produksi padi. Selain itu, juga
pelaksanaan kegiatan budi daya yang efektif dan efisien perlu terus ditingkatkan
untuk menghasilkan produksi yang semakin meningkat baik dari segi kualitas
maupun kuantitas.
2
kegiatan pelumpuran, pengamatan kapasitas lapang dan efisiensi pengolahan
tanah secara langsung serta pengamatan pengaruh kegiatan persiapan lahan
terhadap pertumbuhan tanaman padi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui sistem budi daya tanaman padi yang secara umum
diterapkan oleh masyarakat di daerah Kelurahan Situgede, Kecamantan
Bogor Barat, Kota Bogor.
2. Tujuan Khusus
Mengamati dan mengetahui kapasitas lapang serta efisiensi dan
tingkat pelumpuran dalam pengolahan tanah lahan sawah dengan peralatan
pertanian yang umum digunakan di Kelurahan Situgede Kecamatan Bogor
Barat, Kota Bogor.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
Petakan lahan sawah dibatasi oleh jembatan saluran air, yang bentuk dan
ukurannya tergantung pada kontur lahan. Pada petakan yang ukurannya kecil,
pembajakan akan lebih susah dilakukan, bahkan pada beberapa kasus tidak
memungkinkan dilakukan, sehingga pengolahan tanah dilakukan dengan cara
yang lain, yaitu pengolahan tanah dengan manual walaupun beberapa implemen
yang ditarik dengan tenaga hewan cukup ringan, terbuat dari bahan kayu dan
dapat digunakan pada lahan yang berukuran kecil (Grist 1965).
4
Menurut Koga (1992), struktur lahan sawah terdiri dari (1) bagian pembatas
(tanggul pembatas), yang sering disebut dengan pematang atau galengan, (2)
lapisan olah tanah, dan (3) bagian dasar, seperti yang terlihat pada Gambar 1 dan
dijelaskan pada Lampiran 2.
5
Pelumpuran dilakukan sebelum bibit yang disemai dipindahtanamkan
dengan tujuan lebih lanjut untuk memasukkan gulma ke dalam lapisan tanah,
sehingga diharapkan dengan kondisi oksigen yang terbatas, gulma tidak dapat
berkecambah. Fungsi dari dua kegiatan pengolahan tanah ini dapat digambarkan
dalam skema seperti pada Gambar 2. Selain itu, menurut De Datta (1981),
pelaksanaan pengolahan tanah pada umumnya memberikan efek pada
pertumbuhan tanaman selama perkecambahan, pemindahtanaman dari
penyemaian serta pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah juga akan sangat
berperan dalam menjaga ketersediaan air dan mengurangi laju perkolasi air pada
lahan.
Gambar 2. Fungsi dari kegiatan pengolahan tanah primer dan pengolahan tanah sekunder
persiapan lahan sawah (De Datta 1981)
6
akan menjadi penting memperhatikan kedalaman olah untuk setiap tanaman yang
akan dibudidayakan. Pada tanaman padi kedalaman olah tanah yang optimal
adalah sekitar 20 cm. Scheltema (1974) menuliskan bahwa kedalaman olah tanah
untuk budi daya tanaman padi pada umumnya cukup rendah. Moomaw (1971)
dalam Scheltema (1974), menyebutkan kedalaman olah untuk tanah sawah rata-
rata sebesar 12-15 cm. Sementara menurut Koga (1992), kedalaman yang
diinginkan dari sebuah lapisan pembajakan untuk tanaman padi adalah berkisar
antara 15 dan 20 cm seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Pengaruh kedalaman lapisan olah terhadap produksi beras (Koga 1992)
Menurut Scheltema (1974), pengolahan tanah untuk budi daya padi pada
lahan basah selalu berhubungan dengan kegiatan pelumpuran, yang juga telah
diterapkan sejak dulu, terutama di Asia, dimana kondisi wilayah juga mendukung
penerapan kegiatan pelumpuran.
Struktur tanah yang baik dan cocok bagi pertumbuhan tanaman dapat
dihasilkan dengan mengaplikasikan alat-alat pengolahan tanah. Menurut Gill dan
7
Vander Berg (1967) dalam Pramuhadi (1998), alat-alat pengolahan tanah
digunakan untuk mengaplikasikan gaya-gaya kepada tanah untuk menghasilkan
beberapa efek yang diinginkan, seperti penghancuran, pemotongan, pembalikan
atau pergerakan tanah.
Menurut Sari (2007) berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kabupaten
Kuningan, terbentuknya lumpur pada tanah sawah dapat dilakukan dengan tiga
metode pelumpuran, yaitu: (1) pembajakan tanah - penggenangan – penggaruan
tanah berulang-ulang hingga terbentuk lumpur, (2) penggenangan -
penggelebegan tanah berulang-ulang hingga terbentuk lumpur, (3) penggenangan
- pembajakan rotari tanah berulang-ulang hingga terbentuk lumpur.
8
Tabel 1. Efisiensi rata-rata untuk setiap metode pelumpuran
9
Tabel 3. Nilai indeks kelunakan hasil pelumpuran dan indeks pelumpuran pada
beberapa metode pulumpuran
Perlakuan
Lintasan Bajak+Rotari Bajak+Garu sisir Bajak+Gelebeg
IK (%) IP (%) IK (%) IP (%) IK (%) IP (%)
1 87.30 46.00 82.30 39.33 81.67 43.40
2 88.70 50.67 83.30 46.67 84.30 44.00
3 88.70 52.00 87.67 47.33 84.30 51.40
4 87.33 60.00 87.30 50.67 84.70 49.40
5 94.00 64.00 87.67 51.67 86.70 54.00
6 94.40 74.35 88.00 52.67 87.80 58.00
Sumber: Hutabarat (2006)
10
parameter bobot biomassa kering dan pertambahan tinggi padi yang lebih baik
dengan menggunakan gelebeg daripada menggunakan garu sisir pada setiap
pengukuran yang dilakukan, yaitu masing-masing pada 20 HST, 30 HST dan 60
HST, seperti pada Tabel 4.
Bobot biomassa
Kec. Tinggi padi (cm)
IP IK kering (g/rumpun)
Implemen Petak Maju
(%) (%) 20 30 60 20 30 60
(m/det)
HST HST HST HST HST HST
Gelebeg 1 0.79 61.21 80.6 1.14 7.7 25.84 35.50 54.60 82.16
(Mulyasari) 2 0.83 59.85 85.2 0.8 6.88 27.34 36.18 53.68 81.24
3 0.81 63.93 80.2 0.84 7.12 24.24 34.24 52.44 81.88
Rata-rata 0.81 61.67 82 0.93 7.23 25.81 35.31 53.57 81.76
Garu sisir 1 0.44 58.04 92 0.76 3.66 20.1 34.1 48.80 64.46
(Wg. Jaya) 2 0.44 58.94 88.2 0.54 4.56 19.4 32.26 47.74 58.54
3 0.48 59.85 84.8 0.64 4.52 21.24 33.48 51.48 70.48
Rata-rata 0.45 58.94 88.33 0.65 4.25 20.25 33.28 49.24 64.49
Sumber: Yudistira (2004)
Tenaga hewan biasanya hanya dapat digunakan untuk bekerja selama 4-5
jam per hari. Demikian juga tenaga manusia sangat terbatas oleh faktor fisik dari
manusia. Sementara untuk menggunakan tenaga mekanis juga ada pertimbangan,
baik dari segi harga maupun keterbatasan keadaan lahan yang menyebabkan
penggunaan sumber tenaga mekanis tidak dapat dengan mudah diterapkan
walaupun memiliki banyak keunggulan dari kedua jenis sumber tenaga
sebelumnya (De Datta 1981).
11
III. METODOLOGI
Pengamatan yang dilakukan antara lain pada proses pengolahan tanah yang
meliputi kegiatan pembajakan dan pelumpuran, serta mengevaluasi hasil
pengolahan tanah pada pembajakan dan pelumpuran dengan sumber tenaga satu
12
ekor kerbau, dua ekor kerbau, maupun dengan tenaga mekanis dari traktor tangan
serta pengaruhnya pada masa pertumbuhan tanaman padi.
13
pada kegiatan pembajakan maupun penggaruan selalu mengikuti arah panjang
petakan lahan, untuk mengurangi banyaknya belokan. Pola kerja kegiatan
pembajakan dan pelumpuran dapat dilihat pada Gambar 5.
C. Pengukuran
Pengambilan data dilakukan pada saat pengolahan tanah dengan tiga sumber
tenaga yang berbeda, yaitu dengan seekor kerbau, dua ekor kerbau dan dengan
traktor tangan. Parameter yang diamati dalam antara lain meliputi: (1) kecepatan
kerja, (2) lebar kerja, (3) kedalaman kerja, (4) waktu kerja, (5) luas areal yang
diolah, (6) indeks pelumpuran, (7) indeks kelunakan hasil pelumpuran, (8)
pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi.
D. Prosedur Pengukuran
1. Kecepatan Kerja
Perhitungan kecepatan kerja dilakukan dengan mencatat waktu yang
dibutuhkan untuk menempuh lintasan kerja sejauh 10 meter. Pada lintasan
kerja diberikan tanda berupa patok dengan jarak antar patok adalah 10 m.
Kecepatan kerja diperoleh dari hasil bagi jarak lintasan dengan waktu yang
14
dibutuhkan untuk menempuh jarak 10 meter tersebut, dengan menggunakan
persamaan berikut.
15
v : Kecepatan kerja rata-rata (m/detik)
l : Lebar implemen (m)
16
lumpur didiamkan selama 48 jam. Hasil pelumpuran yang semakin baik
diperoleh dari nilai indeks pelumpuran yang semakin baik pula. Persamaan
yang digunakan untuk menghitung indeks pelumpuran sebagaimana metode
yang digunakan Pandey et al (1973) dalam Verma et al (2006), yaitu
dengan persamaan berikut:
Gambar 7. Posisi pengambilan contoh suspensi air-tanah dan posisi tanah dalam
tabung plastik setelah dibiarkan selama 48 jam
17
ketinggian 1 cm hingga kedalaman 1 cm dari permukaan lumpur. Atas dasar
ini maka indeks kelunakan tanah hasil pelumpuran dikatakan semakin tinggi
apabila kedalaman permukaan bola golf mendekati 0 cm dari permukaan
lumpur. Untuk menghitung indeks kelunakan hasil pelumpuran digunakan
persamaan seperti yang dijelaskan Sawamura et al (1986) dalam Pramuhadi
(1998) sebagai berikut.
IK = (1-0.1 |PBG| /A)×100%
|PBG| : nilai mutlak posisi permukaan atas bola golf terhadap
permukaan lumpur, cm
A : penyesuaian posisi bola golf terhadap permukaan lumpur = 1cm
Berdasarkan persamaan IK tersebut maka besarnya nilai kelunakan
lumpur yang cocok untuk tanaman padi sawah adalah 90% hingga 100%.
8. Pertumbuhan tanaman
Kegiatan pelumpuran merupakan kegiatan akhir pada pengolahan
tanah lahan sawah. Setelah kegiatan pelumpuran selesai maka bibit
dipindahtanaman ke lahan yang telah diolah. Setelah pemindahtanaman,
dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman padi.
Pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman padi dilakukan dengan
mengukur tinggi tanaman dan jumlah tanaman per rumpun. Tinggi tanaman
padi diukur dari permukaan tanah sampai dengan ujung daun tanaman
dimana tanaman padi dan daunnya dikondisikan tegak vertikal. Pengukuran
tinggi tanaman dan jumlah tanaman per rumpun dilakukan secara berkala
setiap 10 hari selama 60 hari pengamatan.
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kependudukan
Dari data yang diperoleh dari Kelurahan Situgede, jumlah keluarga
yang tercatat di Kelurahan Situgede pada tahun 2008 mencapai 2276 kepala
keluarga, dengan total jumlah penduduk sebanyak 9101 jiwa, yang terdiri
dari 4616 jiwa penduduk laki-laki dan 4485 jiwa penduduk perempuan.
Sebagian besar masyarakat tersebut bekerja sebagai buruh tani, seperti
yang ditunjukkan dalam Tabel 5. Bekerja pada lahan milik orang lain
merupakan mata pencaharian paling banyak di Situgede. Pemilik tanah pada
umumnya bukan penduduk asli Kelurahan Situgede, tetapi orang lain yang
membeli lahan sawah dari masyarakat dan kemudian menyewakan sawah
yang mereka beli tersebut kapada warga setempat. Sementara itu,
masyarakat yang memiliki lahan pribadi biasanya hanya memiliki lahan
19
dengan jumlah yang kecil. Keterbatasan pemilikan lahan ini juga menjadi
salah satu penyebab pembagian lahan menjadi petakan-petakan yang
berukuran kecil.
20
padi maupun tanaman lainnya, walaupun air merupakan sumber daya yang
sangat dibutuhkan untuk budi daya padi.
Varietas padi yang dibudidayakan masyarakat di Kelurahan Situgede
pada umumnya adalah varietas-varietas lokal, misalnya varietas Cisadane
maupun Ciherang atau varietas IR64 dari IRRI atau kadang varietas lain
yang merupakan bahan penelitian atau pengembangan, mengingat daerah
Situgede berada dekat dengan kampus Institut Pertanian Bogor di Darmaga.
Pemanfaatan lahan untuk budi daya tanaman padi dipengaruhi oleh
beberapa faktor lingkungan dan kebiasaan masyarakat di Situgede. Salah
satu faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat terhadap tanaman
padi adalah ketersediaan air di lahan untuk budi daya padi, mengingat budi
daya padi yang diterapkan adalah secara tradisional yang membutuhkan
jumlah air yang banyak. Ketersediaan air untuk pertanian di Kelurahan
Situgede diperoleh dari air hujan dan air irigasi yang tersedia sepanjang
tahun. Kondisi seperti ini memungkinkan masyarakat untuk menanam padi
sepanjang tahun.
Faktor lain yang menjadi alasan dalam pemilihan padi sebagai
tanaman budi daya adalah untuk mencukupi kebutuhan dalam kehidupan
sehari-hari. Masyarakat menanam padi untuk memenuhi kebutuhan pokok
akan bahan pangan. Hasil panen yang diperoleh masyarakat Situgede
biasanya tidak untuk dijual, melainkan untuk disimpan dengan harapan hasil
panen tersebut cukup untuk seluruh anggota keluarga sampai masa panen
berikutnya tiba. Untuk kebutuhan sehari-hari lainnya biasanya diperoleh
dari pekerjaan lain atau dengan menjadi buruh tani pada lahan orang lain.
Selain itu, padi merupakan pilihan utama masyarakat karena budi daya
padi yang relatif tidak merepotkan bila dibanding dengan tanaman
hortikultura lainnya yang berumur pendek, namun membutuhkan perhatian
yang intensif. Pekerjaan yang merepotkan dalam budi daya padi biasanya
hanya pada masa awal, yaitu pembibitan, pengolahan tanah dan
pemindahtanaman. Setelah bibit dipindahtanamkan pada lahan yang sudah
diolah, biasanya pekerjaan di sawah hanya sedikit, karena gulma di lahan
sawah hanya sedikit. Pekerjaan lain yaitu berupa membuka dan menutup
21
saluran air. Setelah pemindahtanaman selesai, petani biasanya mengerjakan
kerja sampingan menjadi buruh di sawah garapan orang lain.
Untuk menjaga produktivitas lahan sawah, biasanya petani
menerapkan pola tanam bergilir antara tanaman padi dengan tanaman
palawija. Sebagian besar pola tanam tersebut tidak teratur karena semua
tergantung kepada jumlah panen yang diperoleh dari musim tanam
sebelumnya. Dalam hal ini, petani menilai kualitas tanah sawah dari hasil
panen padi sebelumnya. Ketika hasil panen mulai mengalami penurunan
yang signifikan, petani mulai menanam jenis tanaman palawija. Biasanya
petani menanam jagung, ubi kayu, ubi jalar, talas maupun mentimun.
3. Sumber air
Budi daya tanaman padi dengan metode penggenangan pada lahan
sawah yang diterapkan di Kelurahan Situgede tentu saja membutuhkan air
yang selalu ada dan dalam jumlah yang banyak disepanjang masa tanam.
450
400
Curah hujan per bulan (mm)
350
300
250
200
150
100
50
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Bulan
22
Handoko (1995), kebutuhan air rata-rata per bulan untuk tanaman padi
adalah 145 mm. Dari Gambar 9 terlihat rata-rata curah hujan tiap bulan
lebih dari 145 mm. Artinya, budi daya tanaman padi dapat dilakukan
sepanjang tahun.
Ketersediaan air yang melimpah sepanjang tahun pada akhirnya
membuat masyarakat lebih memilih untuk membudidayakan tanaman padi,
selain alasan lain, yaitu budi daya tanaman padi dianggap lebih mudah dan
tidak merepotkan.
Gambar 10. Zona klasifikasi untuk daerah Situgede menurut sistem klasifikasi
Schmidth-Ferguson
23
sepanjang tahun. Zona A1 menunjukkan jumlah banyaknya bulan basah
berturut-turut yang lebih besar dari 9 bulan..
Gambar 11. Zona klasifikasi untuk daerah Situgede menurut sistem klasifikasi
Oldeman
33.33
53.33
13.33
Pemilik Tanah
Buruh Tandur
Penggarap
Gambar 12. Pembagian hasil panen padi yang diterapkan di daerah Situgede
24
dalam budi daya tanaman padi di daerah Situgede. Sistem bagi hasil yang
diterapkan merupakan kesepakan bersama antara pemilik tanah, penggarap
lahan dan buruh tani yang bekerja.
Sistem bagi hasil tersebut sudah diterapkan sejak dahulu. Adapun
sistem bagi hasil yang disepakati di daerah tersebut, seperti pada Gambar 12
adalah dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Pemilik lahan mendapat bagian sepertiga dari total panen padi.
Modal awal untuk menggarap dan membeli pupuk merupakan
tanggungan dari penggarap sawah. Pemilik tidak mengeluarkan
modal awal kecuali meminjamkan lahan.
b. Penggarap mendapat bagian empat perlima (80%) dari dua
pertiga bagian total penen. Selama musim tanam, penggarap
harus mengeluarkan modal untuk pengolahan tanah dan juga
untuk membeli pupuk yang dibutuhkan selama pertumbuhan
padi sampai dengan panen.
c. Seperlima (20%) dari dua pertiga bagian total panen merupakan
bagian buruh tani. Buruh tani bekerja pada saat
pemindahtanaman bibit dari tempat persemaian, melakukan
penyiangan, dan pemanenan hasil padi. Biasanya pekerjaan ini
(masyarakat setempat menyebutnya tandur) dilakukan oleh satu
keluarga secara bersama-sama.
25
tanah tersebut supaya menjadi permukaan yang datar yang bisa untuk
menahan genangan air.
Petakan-petakan pada lahan sawah umumnya dibatasi oleh pembatas
petakan (yang biasa disebut pematang atau galengan) yang juga berfungsi
sebagai jalan untuk masuk ke areal persawahan. Ukuran lahan yang pada
umumnya kecil menyebabkan banyak pematang yang harus dibuat, yang
pada akhirnya banyak mengurangi luas lahan yang bisa ditanami. Hal ini
berpotensi menurunkan total panen padi sebagai akibat dari berkurangnya
lahan tanam padi. Lebar pematang pada umumnya sekitar 40-60 cm. Ini
juga merupakan salah satu hal pembatas untuk pemanfaatan traktor tangan
untuk pengolahan tanah karena menyebabkan susahnya mobilitas traktor
tangan di areal persawahan.
26
Gambar 14. Bajak singkal yang digunakan pada kerbau
27
dalam mengolah tanah. Traktor tangan tersebut belum dapat dimanfaatkan secara
maksimal menjadi alat pertanian andalan oleh masyarakat dikarenakan faktor
lingkungan pertanian, bentuk dan ukuran lahan sawah yang ada, serta kebiasaan
masyarakat setempat dalam budi daya padi.
Pengolahan tanah menggunakan tenaga kerbau merupakan pilihan yang
paling banyak diterapkan masyarakat. Salah satu faktor yang menyebabkan hal
tersebut adalah bahwa masyarakat masih memegang persepsi yang salah tentang
mesin dan peralatan mekanisasi pertanian, seperti penggunaan traktor tangan. Ada
dua opini yang keliru yang masih dipegang dan dipertahankan para petani
setempat tentang penggunaan traktor tangan. Opini pertama, anggapan bahwa
traktor memberikan tekanan yang lebih besar pada lahan, bila dibandingkan
dengan kerbau. Masyarakat menganggap penggunaan traktor akan menyebabkan
pemadatan tanah. Ini merupakan pandangan yang keliru, karena pada
kenyataannya yang terjadi adalah sebaliknya. Traktor memiliki roda berukuran
yang besar yang memiliki bidang sentuh dengan permukaan tanah yang lebih
besar dibanding dengan luas permukaan sentuh dari kaki kerbau pada permukaan
tanah. Tekanan yang terjadi berbanding terbalik dengan dengan luas permukaan
bidang sentuh dari suatu benda yang memberikan tekanan. Jadi, tekanan yang
diterima tanah dari kerbau akan lebih besar dari tekanan yang diberikan traktor.
Opini yang kedua adalah bahwa masyarakat seringkali menganggap bahwa
banyak bahan bakar (solar) yang tertumpah pada lahan, yang menyebabkan
rusaknya lahan dan turunnya produksi padi. Padahal hal ini sangat jarang terjadi,
kecuali jika operator lalai dan salah ketika menutup tangki bahan bakar.
Disisi lain, menurut masyarakat, tenaga kerbau terus dipertahankan karena
kerbau mengeluarkan kotoran sewaktu pengolahan tanah. Memang kotoran kerbau
bermanfaat memperkaya unsur hara tanah. Namun pada kenyataannya, jumlah
tersebut sangat kecil sehingga pengaruhnya terhadap kesuburan tanah tidak besar.
C. Persiapan Lahan
1. Penyemaian
Metode budi daya padi yang diterapkan di daerah Situgede merupakan
metode dengan persemaian, yakni yang diawali dengan penyemaian benih
28
sebelum dilakukan pindah tanam ke lahan yang telah disiapkan. Setelah
panen selesai, air dialirkan ke lahan dan lahan dibiarkan dalam keadaan
tergenang air kurang lebih selama satu sampai dua minggu. Selama
penggenangan, petani juga menyebarkan jerami-jerami hasil panen yang
telah kering untuk mempercepat proses pembusukan jerami. Petani
memanfaatkan sisa jerami ini sebagai bahan organik untuk memperkaya
unsur hara tanah.
Setelah penggenangan lahan selama satu sampai dua minggu, lahan
kemudian dibajak bersama dengan jerami yang sudah disebar di lahan.
Untuk lahan yang sebelumnya digunakan sebagai lahan kering, biasanya
setelah kegiatan pembajakan pertama dilakukan pelumpuran dengan
harapan tanah menjadi lebih remah (halus). Namun untuk lahan yang
sebelumnya merupakan persawahan, pengolahan tanah pertama yang
dilakukan hanya pembajakan.
29
hari sampai siap tanam. Tinggi bibit padi rata-rata pada saat pindah tanam
adalah sekitar 10-14 cm.
30
Gambar 19. Pembuatan pematang sawah. Kiri: penambahan tanah berlumpur pada
pematang. Kanan: pemadatan lumpur
3. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah untuk lahan pertanaman dilakukan ketika benih
yang disemai sudah siap untuk dipindahtanamkan atau kira-kira 20 hari
setelah kegiatan penyemaian. Dalam pengolahan tanah ini biasanya
dilakukan dengan pembajakan yang kemudian diikuti dengan kegiatan
pelumpuran, yang dilakukan dengan pelumpuran secara berulang-ulang
untuk membentuk struktur tanah berlumpur.
Sebagian besar pengolahan tanah di Situgede dilakukan secara
tradisional dan menggunakan alat-alat yang sederhana berupa cangkul dan
31
bajak singkal yang ditarik dengan tenaga kerbau. Cara pengolahan tanah
tersebut menunjukkan ketergantungan terhadap sumber daya manusia dan
hewan masih sangat besar.
Pengolahan tanah dengan tenaga kerbau yang biasa dilakukan adalah
dengan menggunakan bajak singkal dengan lebar implemen 24 cm pada
kegiatan pembajakan dan penggunaan garu sisir dengan lebar implemen 160
cm pada kegiatan pelumpuran. Kegiatan pengolahan tanah dengan traktor
tangan mengguakan implemen bajak singkal dengan lebar implemen 40 cm
pada kegiatan pembajakan dan penggunaan gelebeg dengan lebar implemen
130 cm.
Pengolahan tanah dengan tenaga kerbau dilakukan hanya pada pagi
hari yang dimulai sekitar pukul 6 sampai dengan pukul 10 atau 11 siang.
Terik matahari dan keterbatasan tenaga kerbau juga merupakan hal yang
membatasi pekerjaan pengolahan tanah sehingga hanya dilakukan selama 4
sampai 5 jam sehari dan juga sudah termasuk waktu untuk istirahat dan
makan operator. Sementara untuk tenaga mekanis seperti traktor tangan, hal
pembatas biasanya dari operator. Jika operator kuat dan ada pergantian,
pengolahan tanah bisa saja dilakukan dari pagi sampai dengan petang tanpa
ada waktu menganggur untuk traktor.
Pengolahan tanah di daerah Situgede menjadi lambat karena sebagian
besar lahan sawah diolah dengan menggunakan tenaga tradisional, baik
dengan satu maupun dua ekor kerbau.
32
dua ekor kerbau. Karena ketika bekerja dengan menggunakan dua ekor
kerbau, kerbau sering tarik-menarik satu dengan yang lain sehingga
kecepatan kerja akan menjadi semakin lambat.
Tabel 7. Kapasitas Lapang Efektif dan Teoritis serta Efisiensi pengolahan tanah pada
beberapa sumber tenaga
0.12 140
120
Kapasitas Lapang (ha/jam)
0.10
100
0.08
Efisiensi (%)
80
0.06
60
0.04
40
0.02 20 KLE
0.00 0 KLT
Satu kerbau Dua kerbau Traktor tangan Efisiensi
Jenis Sumber Tenaga
33
(1993), idealnya, jika semua lahan terolah dengan baik, paling tidak waktu
kerja akan lebih besar dari waktu perkiraan berdasarkan kapasitas lapang
teoritis karena pada saat bekerja ada waktu yang terbuang sebagai akibat
pada saat berbelok atau sebagai akibat adanya overlapping pada saat
pengolahan tanah. Pembajakan dengan traktor tangan menghasilkan
efisiensi yang lebih kecil dari 100%, karena kapasitas lapang efektif yang
lebih kecil daripada kapasitas lapang teoritis.
Tabel 8. Variabel kerja pada pembajakan dengan sumber tenaga yang berbeda
Satu Dua Traktor
No Variabel
Kerbau Kerbau Tangan
1 Kedalaman Olah (cm) 11.10 12.35 16.00
2 Lebar Kerja (cm) 27.700 26.425 35.914
3 Kecepatan Kerja (m/det) 0.527 0.413 0.689
4 Kapasitas Lapang Efektif (ha/jam) 0.058 0.041 0.079
5 Kapasitas Lapang Teoritis (ha/jam) 0.046 0.036 0.099
6 Efisiensi Lapang (%) 126.850 114.028 79.984
34
tumpang tindih (overlap) ketika pengolahan tanah dilakukan. Hasil yang
diharapkan sebenarnya adalah pembalikan tanah yang sempurna dan merata
diseluruh bagian lahan dalam petakan tersebut. Artinya, tidak ada bagian
tanah yang terlewatkan. Dengan memperhatikan pengaruh faktor lain
terhadap efisiensi tersebut, dapat dilihat bahwa semakin besar efisiensi tidak
selalu menghasilkan kualitas pembajakan yang baik. Kadang efisiensi juga
melebihi 100% yang menyebabkan turunnya kualitas pembajakan, seperti
ada lahan yang tidak terolah dan kedalaman olah yang kurang optimum.
Gambar 21. Kegiatan pembajakan (a) dengan satu kerbau, (b) dengan dua
kerbau, (c) dengan traktor tangan
35
Rata-rata kecepatan kerja dalam kegiatan pembajakan adalah 0.527
m/det, 0.413 m/det, dan 0.689 m/det, seperti pada Tabel 8, masing-masing
pada pembajakan dengan menggunakan tenaga seekor kerbau, dua ekor
kerbau dan tenaga traktor. Penggunaan tenaga dua ekor kerbau memiliki
kecepatan kerja paling kecil karena dua kerbau sering menjadi saling tarik-
menarik sehingga menyebabkan kerbau lebih sulit dikontrol oleh operator
bila dibandingkan dengan satu kerbau.
Salah satu penilaian terhadap kualitas pembajakan adalah dari
kedalaman olah pembajakan tersebut. Menurut Koga (1992), kedalaman
yang diinginkan dari sebuah lapisan pembajakan untuk budi daya tanaman
padi adalah berkisar antara 15 dan 20 cm. Dari hasil pengamatan diperoleh
rata-rata kedalaman lapisan olah sebesar 11.10 cm, 12.35 cm dan 16.00 cm
berturut-turut dengan menggunakan seekor kerbau, dua ekor kerbau dan
dengan traktor tangan. Penggunaan traktor tangan memberikan hasil yang
paling optimum terhadap kondisi ideal budi daya tanaman padi yang
diharapkan bila dibandingkan dengan hasil yang disampaikan Koga (1992).
b. Pelumpuran
Dalam kegiatan pelumpuran, seperti pada Tabel 9, diperoleh rata-rata
kapasitas lapang efektif sebesar 0.065 ha/jam, 0.041 ha/jam, dan 0.041
ha/jam masing-masing untuk pelumpuran dengan menggunakan satu ekor
kerbau, dua ekor kerbau, dan dengan traktor. Nilai kapasitas lapang efektif
untuk kegiatan pelumpuran sulit diperkirakan karena pekerjaan pelumpuran
dilakukan berulang-ulang sampai keadaan lumpur yang diinginkan
terbentuk.
Tabel 9. Hasil kerja pelumpuran dengan berbagai sumber tenaga
36
Kapasitas lapang teoritis untuk kegiatan pelumpuran adalah 0.345
ha/jam 0.297 ha/jam dan 0.376 ha/jam berturut-turut untuk kegiatan dengan
menggunakan tenaga seekor kerbau, dua ekor kerbau dan dengan tenaga
traktor tangan. Implemen yang digunakan untuk traktor tangan memiliki
lebar yang lebih kecil, yakni 130 cm, sementara yang digunakan pada
kerbau adalah 160 cm. Kapasitas lapang teoritis kegiatan pelumpuran
dengan menggunakan traktor tangan dipengaruhi oleh kecepatan kerja
traktor yang lebih besar, yaitu dengan rata-rata 0.803 m/det bila
dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerbau yang lebih kecil, yaitu
0.598 m/det dengan seekor kerbau dan 0.515 m/det dengan dua ekor kerbau.
Nilai efisiensi pengolahan tanah untuk kegiatan pelumpuran sangat
kecil. Sangat berbeda dengan hasil pengamatan yang dilakukan Puspita
(2002) dan Yudistira (2004), seperti pada Tabel 1 dan 2. Untuk pelumpuran,
nilai efisiensi yang diperoleh akan sangat kecil karena pengolahan dilakukan
berulang-ulang sampai keadaan lumpur yang diinginkan terbentuk. Biasanya
dilakukan pengulangan sebanyak 6-8 kali untuk memperoleh tanah
berlumpur untuk padi.
0.40 20
0.35 18
Kapasitas Lapang (ha/jam)
16
0.30
14
Efisiensi (%)
0.25 12
0.20 10
0.15 8
6
0.10
4
0.05 2 KLE
0.00 0 KLT
Satu kerbau Dua kerbau Traktor tangan Efisiensi
Sumber Tenaga
37
dikarenakan pelumpuran dilakukan berulang-ulang sampai keadaan lumpur
terbentuk. Jumlah ulangan yang diperlukan pada kegiatan pelumpuran untuk
mencapai keadaaan lumpur biasanya tidak menjadi acuan, yang terpenting
adalah keadaan lumpur dan tanah yang lunak sudah terbentuk. Walaupun
pada beberapa penelitian sebelumnya disebutkan jumlah lintasan yang
optimal, namun kegiatan pelumpuran biasanya sangat dipengaruhi faktor
lingkungan yang menyebabkan jumlah lintasan optimal akan sulit
ditentukan.
Dari Gambar 22 terlihat bahwa kapasitas lapang efektif pada
pelumpuran jauh lebih kecil nilainya bila dibandingkan dengan kapasitas
lapang teoritisnya. Keadaan seperti ini akan selalu menghasilkan efisiensi
pelumpuran yang kurang dari 100% karena pada lahan sawah, pelumpuran
dilakukan secara berkebihan. Artinya, pengulangan terus dilakukan sampai
benar-benar terbentuk keadaan tanah yang jenuh air, yang disebut lumpur.
Kapasitas lapang efektif yang besar memberikan dampak terhadap
meningkatnya efisiensi pada suatu pengolahan. Hal ini dapat dilihat dalam
Tabel 9 bahwa kapasitas lapang efektif yang besar pada kegiatan
pelumpuran dengan tenaga satu kerbau memberikan dampak terhadap
efisiensi pengolahan tanah yang semakin besar pula.
Salah satu yang mempengaruhi efisiensi dari kegiatan pelumpuran
adalah ketersediaan genangan air di lahan. Dalam keadaan air yang cukup
banyak, operator seringkali tidak dapat mengetahui bilamana lumpur telah
terbentuk. Kecenderungan yang terjadi adalah bahwa pelumpuran
dinyatakan selesai ketika tidak ada lagi tanah yang menjulang diatas
permukaan air. Padahal keadaan seperti itu belum tentu menghasilkan hasil
lumpur yang baik. Dalam pengamatan ini terlihat efisiensi pelumpuran
dengan penggunaan tenaga kerbau lebih besar dikarenakan pada saat
kegiatan pelumpuran tersebut ketersediaan air cukup banyak sehingga
operator memutuskan untuk keluar dari lahan walaupun pembentukan
lumpur belum optimal. Kualitas hasil pelumpuran dapat dibandingkan
dengan melihat nilai Indeks Pelumpuran (IP) maupun Indeks Kelunakan
(IK) hasil pelumpuran. Dari pengamatan di lapangan, penggunaan traktor
38
tangan dengan implemen berupa gelebeg menghasilkan gelombang air yang
lebih besar dibandingkan dengan penggunaan garu sisir dengan tenaga
kerbau. Gelombang air yang terjadi ini tentu saja akan membantu proses
pencampuran air dengan tanah untuk membentuk lumpur dan meratakan
lumpur yang terbentuk.
Gambar 23. Kegiatan pelumpuran (a) dengan satu kerbau, (b) dengan dua
kerbau, (c) dengan traktor tangan
39
E. Kapasitas Lapang Pengolahan Tanah
Kapasitas lapang pengolahan tanah menggambarkan besarnya luasan lahan
yang dapat diselesaikan dalam satu satuan waktu. Dari Gambar 24 dapat dilihat
bahwa besarnya kapasitas lapang tiap jam dengan tiga sumber tenaga yang
berbeda tidak memperlihatkan perbedaan yang besar. Sementara untuk kapasitas
pengolahan tanah harian menunjukkan perbedaan yang sangat besar antara
pengolahan tanah dengan tenaga kerbau dan dengan traktor tangan. Hal ini
dikarenakan kerbau memiliki keterbatasan waktu kerja harian, yaitu hanya sekitar
4-5 jam. Sementara tenaga traktor tangan tidak terbatas penggunaannya. Namun
dalam pengamatan yang dilakukan, biasanya traktor tangan digunakan 7-8 jam
dalam sehari.
0.2 0.188
0.18
0.16
0.137
0.14
Kapasitas lapang
0.12
0.1 0.084
0.08 KLE (ha/jam)
40
bervariasi, karena pelumpuran biasanya lebih bersifat kondisional. Pelumpuran
dinyatakan selesai bila operator melihat permukaan tanah sudah rata, sehingga
jumlah lintasan pengulangan biasanya tidak menjadi ukuran yang baku.
45
40
35
Koefisien variasi (%)
30
25 KLE Pembajakan
20 KLE Penggaruan
15 KLT Pembajakan
10 KLT Penggaruan
5
0
Satu kerbau Dua kerbau Traktor tangan
Sumber tenaga
Gambar 25. Grafik koefisien variasi data KLE dan KLT pembajakan dan
pelumpuran
41
membantu pengadukan air dengan tanah. Nilai IP yang mendekati 100%
menunjukkan pencampuran antara air dengan lumpur semakin baik.
Nilai IK yang diperoleh dari kegiatan pelumpuran berbanding lurus dengan
nilai IP yaitu sebesar 75.482%, 73.208% dan 90.357% masing-masing dengan
menggunakan seekor kerbau, dua ekor kerbau dan traktor tangan. Kualitas
pelumpuran yang paling optimal diperoleh dengan penggunaan traktor tangan.
Pengamatan yang dilakukan Hutabarat (2006), seperti pada Tabel 3
menunjukkan perubahan IK dan IP yang tidak signifikan antara ulangan pertama
dengan ulangan berikutnya. Hal ini berbeda dengan hasil pengamatan diperoleh,
dimana pada ulangan pertama keadaan lumpur belum terbentuk. Berdasarkan
pengamatan, lumpur sudah mulai terbentuk baik dengan pengulangan sebanyak
enam sampai delapan kali.
Kedalaman olah sewaktu pembajakan memberi pengaruh terhadap hasil
kegiatan pelumpuran. Terlihat jelas perbandingan antara penggunaan tenaga
kerbau dengan tenaga traktor. Penggunaan tenaga kerbau menghasilkan
kedalaman olah yang lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan traktor tangan.
Pengaruhnya dapat dilihat dari IP dan IK yang lebih besar yang diperoleh ketika
pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan traktor tangan. Kedalaman
yang optimal pada saat pembajakan dapat mempermudah proses pencampuran air
dengan tanah dimana proses pengadukan berlangsung dengan baik karena tanah
yang dibalik cukup dalam sehingga dapat mendukung pencampuran yang lebih
merata antara air dengan tanah.
Faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi kualitas hasil pelumpuran
adalah jenis implemen yang digunakan. Penggunaan traktor tangan dengan
implemen berupa gelebeg menmberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
penggunaan tenaga kerbau dengan implemen berupa garu sisir. Garu sisir
biasanya lebih bersifat meratakan permukaan lumpur, sementara penggunaan
gelebeg lebih bersifat mencampur air dengan tanah melalui mekanisme gerakan
putar pada gelebeg. Selain itu, penggunaan gelebeg tersebut mengakibatkan
terjadinya gelombang air yang besar pada permukaan sawah, sehingga membantu
proses pelumpuran. Demikian juga dengan putaran roda traktor yang juga
42
mengakibatkan gelombang pada permukaan air sehingga membantu kegiatan
pelumpuran.
70
60
Tinggi tanaman (cm)
50
40
Satu kerbau
30 Dua kerbau
20 Traktor tangan
10
0
0 20 40 60
Umur tanaman (hari)
43
35
30
20
Satu kerbau
15 Dua kerbau
10 Traktor tangan
0
0 20 40 60
Umur tanaman (hari)
44
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
a. Budi daya tanaman padi di Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor
Barat, Kota Bogor secara umum masih dilakukan dengan cara
tradisional dan menggunakan peralatan yang dibuat sendiri oleh
petani. Sumber tenaga yang umum digunakan adalah dengan
menggunakan tenaga manusia dan tenaga kerbau.
b. Pada kegiatan pembajakan, kapasitas lapang efektif paling besar
adalah dengan menggunakan tenaga traktor tangan, yaitu sebesar
0.553 ha/hari, kemudian dengan menggunakan satu ekor kerbau dan
dua kerbau, yaitu masing-masing 0.232 ha/hari dan 0.164 ha/hari
dengan rata-rata empat jam kerja per hari. Sementara pada kegiatan
pelumpuran, kapasitas lapang biasanya sangat tergantung dengan
keadaan di lahan yang pada akhirnya mempengaruhi pada jumlah
lintasan yang optimal untuk kegiatan pelumpuran tersebut.
c. Kapasitas lapang efektif total pengolahan tanah diperoleh pada
penggunaan tenaga traktor tangan, yaitu sebesar 0.188 ha/hari dan
kemudian dengan tenaga satu kerbau dan dua kerbau, yaitu sebesar
0.137 ha/hari dan 0.084 ha/hari, yang sebenarnya sangat dipengaruhi
oleh total jam kerja per hari yang dapat diberikan oleh sumber tenaga.
d. Pelumpuran dengan menggunakan seekor kerbau menghasilkan
kapasitas lapang efektif yang lebih besar dibanding dengan dua ekor
kerbau, sebagai pengaruh kecepatan kerja seekor kerbau lebih tinggi
dari pada dengan dua ekor kerbau.
e. Kualitas kegiatan pelumpuran dipengaruhi dari kedalaman olah
pengolahan tanah pada kegiatan pembajakan. Kedalaman olah paling
baik diperoleh dengan menggunakan traktor tangan, yaitu sebesar 16
cm. Diperoleh nilai IK dan IP paling baik juga pada kegiatan
pengolahan tanah dengan tenaga traktor tangan, yaitu masing-masing
sebesar 90.357% dan 91.009%.
45
f. Nalai IP dan IK yang baik juga memberi pengaruh pada pertumbuhan
tanaman padi. Dalam pengamatan selama 60 hari pertumbuhan
tanaman padi terlihat rata-rata pertambahan tinggi dan jumlah anakan
dalam tiap rumpun yang lebih baik dengan penggunaan traktor tangan
dibanding dengan menggunakan tenaga kerbau.
B. Saran
1. Sebaiknya dipilih sumber tenaga seekor kerbau ketika pengolahan
tanah sawah yang dilakukan dengan tenaga kerbau, karena kapasitas
lapang efektif rata-rata dengan satu kerbau lebih besar dibanding
dengan dua kerbau.
2. Perlu dilakukan analisis biaya pengolahan tanah dalam budi daya
tanaman padi untuk mengoptimalkan penggunaan alat pertanian, baik
secara tradisional maupun mekanis.
46
DAFTAR PUSTAKA
Dash SK, Das DK. 2006. Performance Evaluation of Bullock Drawn Puddlers.
Journal of Agricultural Mechanization in Asia, Africa, and Latin America
37:9-11.
De Datta K. 1981. Principles and practice of Rice Production. New York: John
Willey & Sons.
Grist DH. 1965. Rice. Edisi Keempat. London: Longman Group Limited.
Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
47
Moormann FR, Nico vB. 1978. Rice: Soil, Water, Land. Los Banos: International
Rice Research Institute.
Pitojo S. 2003. Budi daya Padi Sawah Tabela (Tanam Benih Langsung). Jakarta:
Penebar Swadaya.
Pramuhadi G. 1998. Studi Optimasi Rasio Kecepatan Linier Pisau Rotari Dan
Kecepatan Maju Traktor Pada Pelumpuran Tanah Padi Sawah [tesis].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Prihar SS, Ghildyal BP, Painuli DK, Sur HS. 1985. Physical Properties Of
Mineral Soils Affecting Rice-Based Cropping System. Di dalam:
Swaminathan, editor. Poceeding of Soil Physics and Rice. Los Banos:
International Rice Research Institute. hlm. 57-70.
Puspita SI. 2002. Efisiensi Pengolahan Tanah Menggunakan Gelebeg, Garu Sisir
dan Bajak Rotari [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Sakai J, Sitompul RG, Sembiring EN, Praeko R, Suastawa IN, Mandang T. 1998.
Traktor 2–Roda. Bogor: Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian IPB.
Sari DW. 2007. Pengembangan Jasa Pengolahan Tanah Sawah Secara Mekanis di
Kabupaten Kuningan [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Scheltema W. 1974. Puddling Againts Dry Plowing For Lowland Rice Culture In
Surinam: Effect On Soil and Plant, And Interactions With Irrigation And
Nitrogen Dress. Wageningen: Center for Agricultural Publishing and
Documentation.
48
Sutanto R. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah: Konsep dan Kenyataan. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Verma AK, Dewangan ML. 2006. Efficiency and Energy Use in Puddling of
Lowland Rice Grown on Vertisols in Central India. Journal of Soil and
Tillage Research 90:100-107.
Yudistira A. 2004. Pertumbuhan Padi (Oriza sativa L.) pada berbagai Metode
Pelumpuran Tanah di Kabupaten Ciamis dan Pemerintahan Kota Banjar
Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
49
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta wilayah Kelurahan Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor
LOKASI PENGAMATAN
50
Lampiran 2. Struktur Lahan Sawah
Konstruksi bagian pematang ini adalah hal yang penting diperhatikan dalam
keteknikan, dan sangat penting untuk mengatur strategi dalam perencanaan untuk
mengurangi panjang dan jumlah pembatas petakan karena membutuhkan jumlah
biaya dan tenaga pekerja yang lebih besar untuk merawat pembatas yang ada dan
juga akan mengurangi jumlah lahan yang dapat ditanami. Gulma yang tumbuh
pada bagian pematang juga merupakan suatu masalah. Masalah kemiringan lahan
dan kepemilikan lahan petani yang terbatas menjadi penyebab bentuk lahan yang
kecil-kecil dan panjangnya jumlah pematang.
Tinggi permukaan yang baik dan merata juga sangat dibutuhkan, terutama
untuk sistem budi daya tebar benih langsung atau pelaksanaan sistem pindah
tanam dengan alat mekanis. Misalnya di Amerika dan Jepang, beda elevasi yang
digunakan adalah maksimal sebesar 5 cm.
51
Lampiran 2. (Lanjutan)
3. Lapisan Dasar
Lapisan dasar dari lahan padi pada umumnya diklasifikasikan dalam dua
jenis, yaitu:
a. Tipe dengan posisi ketinggian air tanah yang rendah
Dengan tipe ini, permeabilitas air biasanya akan sangat besar. Air
biasanya akan ditahan sebuah lapisan kedap air, yang biasanya disebut
plowsole (plowpan,hardpan), yang ada di bawah lapisan olah tanah.
Masalahnya adalah lapisan plowsole tidak dapat dibentuk di bawah
pembatas petakan, jadi akan sangat banyak kehilangan air dari bagian
tersebut. Oleh karena itu, lahan padi dengan tipe ini pada lahan yang miring
akan mengalami banyak kehilangan air melalui rembesan. Untuk
mengurangi rembesan tersebut, petani melumpuri lapisan olah tanah dan
melapisi perbatasan petakan dengan lumpur tersebut, sehingga rembesan air
dapat dikurangi.
b. Tipe dengan posisi ketinggian air tanah yang tinggi
Sebagian besar lahan padi di dataran rendah memiliki tipe seperti ini.
Dengan tipe seperti ini tentu akan lebih mengurangi terbuangnya air melalui
rembesan antara pembatas petakan. Namun tentu akan membutuhkan suatu
sistem drainase untuk mendukung produktivitas tanaman padi.
52
Lampiran 3. Tujuan dari kegiatan pelumpuran (Koga 1992) dalam persiapan
tanah lahan sawah
53
Lampiran 4. Curah hujan di Kelurahan Situgede dari tahun 1987-2002 (mm)
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1987 295 282 404 290 460 218 235 103 50 413 436 231
1988 434 380 344 445 371 148 89 258 86 240 151 397
1989 464 506 281 150 554 254 147 230 255 367 346 444
1990 442 373 193 639 382 212 283 646 288 346 292 358
1991 312 341 574 306 117 125 7 122 215 154 580 439
1992 132 301 445 427 442 193 277 245 268 705 638 471
1993 462 306 513 343 323 330 121 427 202 346 390 410
1994 - - - - 400 220 30 45 45 364 563 414
1995 516 313 304 245 318 470 264 10 335 456 709 213
1996 508 537 504 506 518 138 243 403 342 425 355 308
1997 391 109 230 404 457 51 24 34 136 231 422 357
1998 524 423 773 456 259 369 222 252 225 573 181 135
1999 306 271 98 398 326 229 257 207 123 421 381 234
2000 297 286 98 276 461 227 327 209 378 191 480 79
2001 383 352 276 364 335 340 366 142 445 307 304 70
2002 520 475 434 577 240 345 313 128 118 298 416 385
Sumber : Stasiun Klimatologi BMG Darmaga
54
Lampiran 4. (Lanjutan)
55
Lampiran 5. Spesifikasi teknik traktor tangan yang digunakan
A. Traktor tangan
Merk/model : QUICK/G1000 BOXER
Kecapatan : Satu kecepatan maju
Sistem transmisi : Kombinasi gear-chain
Sistem penggerak (kopling utama) : V belt (dua buah) dan tension
Sistem pembelok (kopling kemudi) : Dog clutch (empat buah)
Isi minyak pelumas : 5.5 liter
Dimensi traktor tangan dengan roda besi
Panjang : 2750 mm
Lebar : 1130 mm
Tinggi : 1390 mm
Berat dengan bajak tanpa diesel : 212 kg
Berat tanpa bajak tanpa diesel : 191 kg
Kapasitas : Lahan sawah : ± 11.6 jam/ha
: Lahan kering : ± 11.8 jam/ha
56
Lampiran 6. Pengolahan tanah dengan seekor kerbau
1. Lahan 1
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 646 m2 dengan gambaran bentuk
seperti pada gambar berikut
57
Lampiran 6. (Lanjutan)
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 1.200 jam
Total waktu berhenti : 0.100 jam
Total waktu bekerja : 1.100 jam
Lebar implemen : 0.240 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 5.8730 × 10-2
KLT (ha/jam) : 4.7010 × 10-2
ELP (%) : 124.931
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 1.633 jam
Total waktu berhenti : 0.530 jam
Total waktu bekerja : 1.103 jam
Lebar implemen : 1.600 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 5.8560 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.6366 × 10-1
ELP (%) : 16.103
2. Lahan 2
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 532 m2 dengan gambaran bentuk
seperti pada gambar berikut
58
Lampiran 6. (Lanjutan)
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 1.600 jam
Total waktu berhenti : 0.241 jam
Total waktu bekerja : 1.359 jam
Lebar implemen : 0.240 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 3.9147 × 10-2
KLT (ha/jam) : 5.6255 × 10-2
ELP (%) : 69.589
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 1.650 jam
Total waktu berhenti : 0.070 jam
Total waktu bekerja : 1.580 jam
Lebar implemen : 1.600 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 3.3683 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.4674 × 10-1
ELP (%) : 9.714
59
Lampiran 6. (Lanjutan)
3. Lahan 3
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 567 m2 dengan gambaran bentuk
seperti pada gambar berikut
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 1.133 jam
Total waktu berhenti : 0.099 jam
Total waktu bekerja : 1.034 jam
Lebar implemen : 0.240 m
60
Lampiran 6. (Lanjutan)
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 3.783 jam
Total waktu berhenti : 0.357 jam
Total waktu bekerja : 3.426 jam
Lebar implemen : 1.600 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 1.2639 × 10-1
KLT (ha/jam) : 3.5154 × 10-1
ELP (%) : 35.953
4. Lahan 4
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 648 m2 dengan gambaran bentuk
seperti pada gambar berikut
61
Lampiran 6. (Lanjutan)
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 1.300 jam
Total waktu berhenti : 0.136 jam
Total waktu bekerja : 1.164 jam
Lebar implemen : 0.240 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 5.5662 × 10-2
KLT (ha/jam) : 4.4814 × 10-2
ELP (%) : 124.206
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 1.133 jam
Total waktu berhenti : 0.086 jam
Total waktu bekerja : 1.047 jam
Lebar implemen : 1.600 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 6.1868 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.4953 × 10-1
ELP (%) : 17.701
62
Lampiran 6. (Lanjutan)
5. Lahan 5
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 532 m2 dengan gambaran bentuk
seperti pada gambar berikut
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.800 jam
Total waktu berhenti : 0.040 jam
Total waktu bekerja : 0.760 jam
Lebar implemen : 0.240 m
63
Lampiran 6. (Lanjutan)
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.450 jam
Total waktu berhenti : 0.007 jam
Total waktu bekerja : 0.443 jam
Lebar implemen : 1.600 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 7.8595 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.4526 × 10-1
ELP (%) : 22.764
6. Lahan 6
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 348 m2 dengan gambaran bentuk
seperti pada gambar berikut
64
Lampiran 6. (Lanjutan)
Pembajakan Pelumpuran
Titik Kecepatan kerja Lebar Kerja Kedalaman Olah Kecepatan kerja
(m/det) (cm) (cm) (m/det)
1 0.545 22.0 12.0 0.638
2 0.448 23.0 12.0 0.584
3 0.503 15.0 11.0 0.588
4 0.523 41.0 10.0 0.570
5 0.514 31.0 12.0 0.608
6 0.533 25.0 11.0 0.588
7 0.533 22.0 11.0 0.608
8 0.511 21.0 10.0 0.581
9 0.517 27.0 11.5 0.604
10 0.506 26.0 9.5 0.588
Rata-rata 0.513 25.3 11.0 0.596
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.400 jam
Total waktu berhenti : 0.029 jam
Total waktu bekerja : 0.371 jam
Lebar implemen : 0.240 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 9.3913 × 10-2
KLT (ha/jam) : 4.4348 × 10-2
ELP (%) : 211.764
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.433 jam
Total waktu berhenti : 0.009 jam
Total waktu bekerja : 0.424 jam
Lebar implemen : 1.600 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 8.2151 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.4318 × 10-1
ELP (%) : 23.939
65
Lampiran 6. (Lanjutan)
7. Lahan 7
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 943.65 m2 dengan gambaran bentuk
seperti pada gambar berikut
Pembajakan Pelumpuran
Titik Kecepatan kerja Lebar Kerja Kedalaman Olah Kecepatan kerja
(m/det) (cm) (cm) (m/det)
1 0.506 32.0 11.0 0.556
2 0.439 25.0 11.0 0.584
3 0.503 35.0 11.0 0.581
4 0.508 27.0 10.0 0.600
5 0.486 27.0 12.0 0.608
6 0.476 37.0 10.0 0.592
7 0.523 19.0 11.0 0.588
8 0.489 18.0 11.0 0.584
9 0.484 35.0 10.9 0.604
10 0.503 41.0 11.0 0.566
Rata-rata 0.492 29.6 10.9 0.586
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.500 jam
Total waktu berhenti : 0.009 jam
Total waktu bekerja : 0.491 jam
Lebar implemen : 0.240 m
66
Lampiran 6. (Lanjutan)
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.500 jam
Total waktu berhenti : 0.008 jam
Total waktu bekerja : 0.492 jam
Lebar implemen : 1.600 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 7.0772 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.3774 × 10-1
ELP (%) : 20.954
8. Lahan 8
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 377 m2 dengan gambaran bentuk
seperti pada gambar berikut
67
Lampiran 6. (Lanjutan)
Pembajakan Pelumpuran
Titik Kecepatan kerja Lebar Kerja Kedalaman Olah Kecepatan kerja
(m/det) (cm) (cm) (m/det)
1 0.459 36.0 10.0 0.634
2 0.511 20.0 11.0 0.588
3 0.503 18.0 11.0 0.573
4 0.486 27.0 11.0 0.584
5 0.511 28.0 10.0 0.604
6 0.511 33.0 12.0 0.604
7 0.517 24.0 11.0 0.584
8 0.520 36.0 10.0 0.584
9 0.514 27.0 10.5 0.566
10 0.526 23.0 12.0 0.604
Rata-rata 0.506 27.2 10.9 0.593
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.517 jam
Total waktu berhenti : 0.013 jam
Total waktu bekerja : 0.504 jam
Lebar implemen : 0.240 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 7.4818 × 10-2
KLT (ha/jam) : 4.3724 × 10-2
ELP (%) : 171.115
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.600 jam
Total waktu berhenti : 0.009 jam
Total waktu bekerja : 0.591 jam
Lebar implemen : 1.600 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 6.3847 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.4138 × 10-1
ELP (%) : 18.703
68
Lampiran 6. (Lanjutan)
9. Lahan 9
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 255 m2 dengan gambaran bentuk seperti
pada gambar berikut
Pembajakan Pelumpuran
Titik Kecepatan kerja Lebar Kerja Kedalaman Olah Kecepatan kerja
(m/det) (cm) (cm) (m/det)
1 0.506 27.0 11.5 0.581
2 0.511 41.0 10.0 0.608
3 0.533 31.0 11.0 0.552
4 0.448 22.0 11.0 0.625
5 0.511 57.0 11.0 0.570
6 0.514 19.0 11.0 0.592
7 0.517 23.0 12.5 0.588
8 0.533 17.0 10.0 0.616
9 0.511 29.0 10.5 0.570
10 0.514 28.0 12.0 0.581
Rata-rata 0.510 29.4 11.1 0.588
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.283 jam
Total waktu berhenti : 0.004 jam
Total waktu bekerja : 0.279 jam
Lebar implemen : 0.240 m
69
Lampiran 6. (Lanjutan)
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.283 jam
Total waktu berhenti : 0.005 jam
Total waktu bekerja : 0.426 jam
Lebar implemen : 1.600 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 9.1553 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.3884 × 10-1
ELP (%) : 27.020
10. Lahan 10
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 213.75 m2 dengan gambaran bentuk
seperti pada gambar berikut
70
Lampiran 6. (Lanjutan)
Pembajakan Pelumpuran
Titik Kecepatan kerja Lebar Kerja Kedalaman Olah Kecepatan kerja
(m/det) (cm) (cm) (m/det)
1 0.536 29.0 12.0 0.581
2 0.503 18.0 13.0 0.625
3 0.450 27.0 11.0 0.616
4 0.511 21.0 10.0 0.608
5 0.503 20.0 12.0 0.625
6 0.511 41.0 12.5 0.577
7 0.511 35.0 11.0 0.570
8 0.497 28.0 11.0 0.577
9 0.506 31.0 10.5 0.566
10 0.511 29.0 9.0 0.577
Rata-rata 0.504 27.9 11.2 0.592
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.367 jam
Total waktu berhenti : 0.018 jam
Total waktu bekerja : 0.367 jam
Lebar implemen : 0.240 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 6.1315 × 10-2
KLT (ha/jam) : 4.3542 × 10-2
ELP (%) : 140.817
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.217 jam
Total waktu berhenti : 0.012 jam
Total waktu bekerja : 0.205 jam
Lebar implemen : 1.600 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 1.0427 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.4108 × 10-1
ELP (%) : 30.570
71
Lampiran 7. Pengolahan tanah dengan dua ekor kerbau
1. Lahan 1
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 142.275 m2 dengan gambaran
bentuk seperti pada gambar berikut
Pembajakan Pelumpuran
Titik Kecepatan kerja Lebar Kerja Kedalaman Olah Kecepatan kerja
(m/det) (cm) (cm) (m/det)
1 0.512 26.0 11.0 0.526
2 0.384 21.0 11.2 0.539
3 0.448 25.2 12.5 0.529
4 0.395 30.8 14.2 0.474
5 0.392 18.0 15.0 0.554
6 0.398 28.5 10.0 0.620
7 0.398 21.5 15.0 0.546
8 0.416 13.0 11.0 0.641
9 0.454 25.0 9.8 0.565
10 0.370 23.0 15.0 0.640
Rata-rata 0.417 23.2 12.5 0.563
72
Lampiran 7. (Lanjutan)
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.467 jam
Total waktu berhenti : 0.024 jam
Total waktu bekerja : 0.443 jam
Lebar implemen : 0.240 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 3.2139 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.6009 × 10-2
ELP (%) : 89.252
c) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.250 jam
Total waktu berhenti : 0.026 jam
Total waktu bekerja : 0.224 jam
Lebar implemen : 1.600 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 6.3468 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.2449 × 10-1
ELP (%) : 19.559
2. Lahan 2
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 165.5 m2 dengan gambaran bentuk
seperti pada gambar berikut
73
Lampiran 7. (Lanjutan)
Pembajakan Pelumpuran
Titik Kecepatan kerja Lebar Kerja Kedalaman Olah Kecepatan kerja
(m/det) (cm) (cm) (m/det)
1 0.471 15.0 11.0 0.508
2 0.400 16.0 13.0 0.521
3 0.444 19.0 13.0 0.527
4 0.375 29.0 12.0 0.459
5 0.367 38.0 11.0 0.536
6 0.396 34.0 12.0 0.555
7 0.378 21.0 10.5 0.554
8 0.453 21.5 14.0 0.582
9 0.408 15.5 11.0 0.592
10 0.432 20.0 9.5 0.639
Rata-rata 0.412 22.9 11.7 0.547
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.533 jam
Total waktu berhenti : 0.018 jam
Total waktu bekerja : 0.515 jam
Lebar implemen : 0.240 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 3.3078 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.5635 × 10-2
ELP (%) : 92.825
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.533 jam
Total waktu berhenti : 0.002 jam
Total waktu bekerja : 0.531 jam
Lebar implemen : 1.600 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 3.1145 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.1526 × 10-1
ELP (%) : 9.879
74
Lampiran 7. (Lanjutan)
3. Lahan 3
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 1083.76 m2 dengan gambaran
bentuk seperti pada gambar berikut
Pembajakan Pelumpuran
Titik Kecepatan kerja Lebar Kerja Kedalaman Olah Kecepatan kerja
(m/det) (cm) (cm) (m/det)
1 0.494 17.0 9.0 0.543
2 0.379 18.0 11.0 0.521
3 0.470 13.0 12.0 0.528
4 0.368 17.0 14.0 0.499
5 0.398 34.0 9.5 0.583
6 0.411 22.0 10.0 0.585
7 0.419 23.5 12.5 0.575
8 0.433 19.5 11.0 0.566
9 0.419 32.0 13.0 0.601
10 0.410 21.0 11.0 0.601
Rata-rata 0.420 21.7 11.3 0.560
75
Lampiran 7. (Lanjutan)
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 3.900 jam
Total waktu berhenti : 0.668 jam
Total waktu bekerja : 3.232 jam
Lebar implemen : 0.240 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 3.3532 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.6300 × 10-2
ELP (%) : 92.373
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 3.783 jam
Total waktu berhenti : 0.357 jam
Total waktu bekerja : 3.426 jam
Lebar implemen : 1.600 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 3.1634 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.2269 × 10-1
ELP (%) : 9.803
4. Lahan 4
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 943.65 m2 dengan gambaran
bentuk seperti pada gambar berikut
76
Lampiran 7. (Lanjutan)
Pembajakan Pelumpuran
Titik Kecepatan kerja Lebar Kerja Kedalaman Olah Kecepatan kerja
(m/det) (cm) (cm) (m/det)
1 0.391 49.0 13.0 0.342
2 0.395 59.0 14.5 0.308
3 0.413 26.0 13.0 0.386
4 0.427 40.0 12.5 0.455
5 0.376 70.0 16.5 0.518
6 0.391 32.0 13.5 0.353
7 0.433 32.0 12.5 0.408
8 0.391 22.0 12.5 0.389
9 0.397 31.0 13.0 0.392
10 0.388 35.0 11.5 0.391
11 0.397 23.0 11.0 0.362
12 0.415 19.0 13.0 0.383
Rata-rata 0.401 36.5 13.0 0.391
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 1.683 jam
Total waktu berhenti : 0.115 jam
Total waktu bekerja : 1.568 jam
Lebar implemen : 0.240 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 6.0173 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.4652 × 10-2
ELP (%) : 173.652
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 1.650 jam
Total waktu berhenti : 0.091 jam
Total waktu bekerja : 1.559 jam
Lebar implemen : 1.600 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 6.0535 × 10-2
KLT (ha/jam) : 2.2502 × 10-1
ELP (%) : 26.902
77
Lampiran 8. Pengolahan tanah dengan traktor tangan
1. Lahan 1
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 805.2 m2 dengan gambaran bentuk
seperti pada gambar berikut
Pembajakan Pelumpuran
Titik Kecepatan kerja Lebar Kedalaman Kecepatan kerja
(m/det) Kerja (cm) Olah (cm) (m/det)
1 0.698 20.0 12.0 0.849
2 0.714 35.0 14.0 0.882
3 0.714 40.0 17.0 0.849
4 0.687 31.0 15.0 0.938
5 0.692 33.0 15.0 0.857
6 0.682 35.0 15.0 0.841
7 0.720 25.0 17.0 0.841
8 0.698 45.0 19.0 0.849
9 0.709 58.0 17.0 0.841
10 0.698 38.0 17.0 0.833
Rata-rata 0.701 36.0 15.8 0.858
78
Lampiran 8. (Lanjutan)
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 1.300 jam
Total waktu berhenti : 0.277 jam
Total waktu bekerja : 1.023 jam
Lebar implemen : 0.400 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 7.8705 × 10-2
KLT (ha/jam) : 1.0096 × 10-1
ELP (%) : 77.954
d) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 2.617 jam
Total waktu berhenti : 0.335 jam
Total waktu bekerja : 2.282 jam
Lebar implemen : 1.300 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 3.0772 × 10-2
KLT (ha/jam) : 4.0158 × 10-1
ELP (%) : 7.663
2. Lahan 2
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 462 m2 dengan gambaran bentuk
seperti pada gambar berikut
79
Lampiran 8. (Lanjutan)
Pembajakan Pelumpuran
Titik Kecepatan kerja Lebar Kerja Kedalaman Olah Kecepatan kerja
(m/det) (cm) (cm) (m/det)
1 0.709 36.0 16.0 0.841
2 0.714 37.0 13.0 0.833
3 0.698 36.0 14.0 0.849
4 0.703 35.0 14.0 0.833
5 0.682 48.0 13.0 0.833
6 0.687 43.0 16.0 0.857
7 0.726 35.0 19.0 0.849
8 0.720 37.0 18.0 0.849
9 0.726 20.0 14.0 0.818
10 0.732 55.0 14.0 0.833
Rata-rata 0.710 38.2 15.1 0.840
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.683 jam
Total waktu berhenti : 0.099 jam
Total waktu bekerja : 0.584 jam
Lebar implemen : 0.400 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 7.9162 × 10-2
KLT (ha/jam) : 1.0218 × 10-1
ELP (%) : 77.473
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 1.550 jam
Total waktu berhenti : 0.891 jam
Total waktu bekerja : 0.659 jam
Lebar implemen : 1.300 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 7.0118 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.9298 × 10-1
ELP (%) : 17.843
80
Lampiran 8. (Lanjutan)
3. Lahan 3
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 610.15 m2 dengan gambaran bentuk
seperti pada gambar berikut
Pembajakan Pelumpuran
Titik Kecepatan kerja Lebar Kerja Kedalaman Olah Kecepatan kerja
(m/det) (cm) (cm) (m/det)
1 0.703 34.0 17.0 0.857
2 0.698 54.0 16.0 0.849
3 0.698 36.0 16.0 0.811
4 0.703 37.0 16.0 0.865
5 0.709 44.0 18.0 0.857
6 0.687 37.0 17.0 0.841
7 0.698 43.0 14.0 0.874
8 0.682 21.0 15.0 0.865
9 0.692 27.0 16.0 0.865
10 0.698 36.0 16.0 0.874
Rata-rata 0.697 36.9 16.1 0.856
81
Lampiran 8. (Lanjutan)
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.733 jam
Total waktu berhenti : 0.108 jam
Total waktu bekerja : 0.625 jam
Lebar implemen : 0.400 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 9.7581 × 10-2
KLT (ha/jam) : 1.0032 × 10-1
ELP (%) : 97.268
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 1.550 jam
Total waktu berhenti : 0.271 jam
Total waktu bekerja : 1.279 jam
Lebar implemen : 1.300 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 4.7709 × 10-2
KLT (ha/jam) : 4.0056 × 10-1
ELP (%) : 11.911
4. Lahan 4
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 374 m2 dengan gambaran bentuk
seperti pada gambar berikut
82
Lampiran 8. (Lanjutan)
Pembajakan Pelumpuran
Titik Kecepatan kerja Lebar Kerja Kedalaman Olah Kecepatan kerja
(m/det) (cm) (cm) (m/det)
1 0.720 38.0 15.0 0.714
2 0.714 57.0 16.0 0.826
3 0.714 36.0 17.0 0.692
4 0.709 35.0 21.0 0.833
5 0.698 38.0 18.0 0.849
6 0.698 37.0 15.0 0.818
7 0.703 36.0 16.0 0.857
8 0.714 36.0 16.0 0.857
9 0.726 38.0 18.0 0.818
10 0.714 33.0 18.0 0.833
Rata-rata 0.711 38.4 17.0 0.810
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.917 jam
Total waktu berhenti : 0.400 jam
Total waktu bekerja : 0.517 jam
Lebar implemen : 0.400 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 7.2387 × 10-2
KLT (ha/jam) : 1.0238 × 10-1
ELP (%) : 70.701
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.867 jam
Total waktu berhenti : 0.042 jam
Total waktu bekerja : 0.825 jam
Lebar implemen : 1.300 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 4.5349 × 10-2
KLT (ha/jam) : 3.7902 × 10-1
ELP (%) : 11.965
83
Lampiran 8. (Lanjutan)
5. Lahan 5
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 775.209 m2 dengan gambaran bentuk
seperti pada gambar berikut
Pembajakan Pelumpuran
Titik Kecepatan kerja Lebar Kerja Kedalaman Olah Kecepatan kerja
(m/det) (cm) (cm) (m/det)
1 0.687 27.0 15.0 0.882
2 0.703 38.0 21.0 0.833
3 0.703 31.0 13.0 0.857
4 0.703 32.0 14.0 0.841
5 0.709 52.0 17.0 0.882
6 0.720 41.0 17.0 0.891
7 0.720 36.0 16.0 0.874
8 0.738 38.0 15.0 0.865
9 0.732 39.0 16.0 0.857
10 0.738 38.0 17.0 0.849
Rata-rata 0.715 37.2 16.1 0.863
84
Lampiran 8. (Lanjutan)
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.767 jam
Total waktu berhenti : 0.127 jam
Total waktu bekerja : 0.640 jam
Lebar implemen : 0.400 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 7.0045 × 10-2
KLT (ha/jam) : 1.0299 × 10-1
ELP (%) : 68.011
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 1.233 jam
Total waktu berhenti : 0.034 jam
Total waktu bekerja : 1.199 jam
Lebar implemen : 1.300 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 3.7383 × 10-2
KLT (ha/jam) : 4.0401 × 10-1
ELP (%) : 9.253
6. Lahan 6
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 346.5 m2 dengan gambaran bentuk
seperti pada gambar berikut
85
Lampiran 8. (Lanjutan)
Pembajakan Pelumpuran
Titik Kecepatan kerja Lebar Kerja Kedalaman Olah Kecepatan kerja
(m/det) (cm) (cm) (m/det)
1 0.698 20.0 16.0 0.849
2 0.714 35.0 15.0 0.882
3 0.714 40.0 15.0 0.849
4 0.687 31.0 17.0 0.938
5 0.692 33.0 19.0 0.857
6 0.682 35.0 17.0 0.865
7 0.726 25.0 17.0 0.849
8 0.703 37.0 18.0 0.857
9 0.709 20.0 15.0 0.841
10 0.709 33.0 14.0 0.857
Rata-rata 0.703 30.9 16.3 0.864
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.517 jam
Total waktu berhenti : 0.016 jam
Total waktu bekerja : 0.501 jam
Lebar implemen : 0.400 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 6.9146 × 10-2
KLT (ha/jam) : 1.0128 × 10-1
ELP (%) : 68.269
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.950 jam
Total waktu berhenti : 0.084 jam
Total waktu bekerja : 0.866 jam
Lebar implemen : 1.300 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 4.0010 × 10-2
KLT (ha/jam) : 4.0458 × 10-1
ELP (%) : 9.889
86
Lampiran 8. (Lanjutan)
7. Lahan 7
Luas lahan yang diolah adalah sebesar 154 m2 dengan gambaran bentuk
seperti pada gambar berikut
Pembajakan Pelumpuran
Titik Kecepatan kerja Lebar Kerja Kedalaman Olah Kecepatan kerja
(m/det) (cm) (cm) (m/det)
1 0.595 38.0 18.0 0.490
2 0.552 21.0 15.0 0.526
3 0.595 36.0 17.0 0.538
4 0.568 37.0 13.0 0.532
5 0.562 51.0 14.0 0.538
6 0.633 23.0 15.0 0.562
7 0.602 33.0 14.0 0.521
8 0.595 20.0 15.0 0.526
9 0.588 38.0 17.0 0.490
10 0.602 41.0 18.0 0.543
Rata-rata 0.589 33.8 15.6 0.527
a) Pembajakan
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.583 jam
Total waktu berhenti : 0.443 jam
Total waktu bekerja : 0.140 jam
Lebar implemen : 0.400 m
87
Lampiran 8. (Lanjutan)
b) Pelumpuran
Dari pengamatan yang dilakukan:
Total waktu di lahan : 0.983 jam
Total waktu berhenti : 0.215 jam
Total waktu bekerja : 0.768 jam
Lebar implemen : 1.300 m
Maka berdasarkan perhitungan diperoleh:
KLE (ha/jam) : 2.0051 × 10-2
KLT (ha/jam) : 2.4646 × 10-1
ELP (%) : 8.135
88
Lampiran 9. Tingkat pelumpuran dengan sumber tenaga yang berbeda
89
Lampiran 10. Pengambilan sampel lumpur hasil pelumpuran dengan sumber
tenaga pengolahan traktor tangan
90
Lampiran 11. Pengambilan sampel lumpur hasil pelumpuran dengan sumber
tenaga pengolahan satu kerbau
91
Lahan 8 dengan satu kerbau
92