Hubungan antara Penerimaan Diri dan Tingkat Depresi Pada Mahasiswi yang
Mengalami Body Shaming
Latar belakang
Kemajuan media dan teknologi memungkinkan tersebarnya budaya baru dari berbagai
negara. Sebaran budaya ini memberi dampak bagi standarisasi masyarakat dalam memandang
citra tubuh yang ideal bagi pria dan wanita. Standarisasi citra tubuh ideal yang berkembang di
negara Indonesia saat ini ialah kesesuaian antara berat badan dan tinggi badan. Strandbu &
Kvalem, 2012 dalam Widiasti, 2016 menyatakan “Standar ideal bagi wanita divisualisasikan
dengan tubuh yang cenderung kurus, bulat, berlekuk dan sehat sedangkan pada pria
divisualisasikan dengan tubuh yang ramping, berotot dan sehat”. Nilai standar semacam ini
memberikan masalah baru di masyarakat yaitu muncul adanya istilah “Body Shaming”.
Tekanan yang dialami korban body shaming dapat mengakibatkan kecemasan dan
stress dalam menjalani hidup mereka. Ketika seseorang mengalami tekanan dikarenakan
situasi perkataan yang menyakiti hati memungkinkan seseorang mengalami gejala-gejala
depresi dan putus asa dalam hidup apabila mereka merepresi emosi mereka. Depresi
merupakan bagian dari gangguan perasaan yang dapat mengakibatkan penderitanya jatuh
Jihan Safitri
dalam ketergantungan terhadap oranglain dan dapat memungkinkan adanya bunuh diri
(Struart, 2007 dalam Nuryanti dkk, 2019). La Haye, 1998 dalam Sofiyah, 2016 menyatakan
Depresi pada umumnya menampakkan gejala-gejalasecara fisik seperti lesu, apatis, cemas,
gangguan tidur, gangguan nafus makan dan kehilangan harapan. Depresi sering muncul pada
mereka yang mengalami tindakan body shaming. Seperti yang diketahui standarisasi publik
masalah sisi ideal seseorang mengakibatkan tekanan dan kecemasan bagi yang memgalami
tindakan mempermalukan secara fisik. Berdasarkan uraian kasus yang dipaparkan di atas
maka peneliti ingin membahas tentang Hubungan antara Perubahan Peran Diri dengan
Tingkat Depresi Pada Mahasiswi Korban Body Shaming.