Anda di halaman 1dari 16

Hubungan Self Compassion dengan Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder pada

Wanita Dewasa Awal

Oleh:

Zurriyah Afifah

04041181924011

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PALEMBANG

2022
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa awal merupakan masa transisi dari masa remaja menuju masa dewasa. Masa ini
dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira 40 tahun (Hurlock, 1996). Masa dewasal
merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan
harapan-harapan social baru. Orang dewasa awal akan memainkan peran baru dalam
kehidupannya seperti menjadi orang tua, menjalin hubungan, mencari pekerjaan,
memasuki jenjang perguruan tinggi, memiliki keinginan-keinginan baru dan memulai
sikap yang baru (Hurlock, 1996). Menurut Santrock (2002), masa dewasa awal adalah
masa untuk memasuki dunia kerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis, terkadang
menyisakan sedikit waktu untuk hal lainnya. Pada masa ini individu akan merasa bahwa
dirinya telah beranjak dewasa yang biasanya akan ditandai dengan eksplorasi dan
eksperimen. Individu akan mengeksplorasi tentang apa yang akan mereka minati,
kehidupan seperti apa yang akan dihadapi, dan bagaimana kegiatan sehari-hari yang akan
dilalui oleh dirinya. Ketika individu mulai memasuki masa dewasa setelah melewati
transisi dari remaja, individu tersebut akan memiliki perasaan untuk bisa menjadi pribadi
yang baru. Pribadi tersebut akan membuat individu untuk mulai memperhatikan tentang
dirinya. Individu akan mulai memperhatikan gaya hidup dan penampilan agar bisa
menarik bagi orang lain. Banyak cara yang akan dilakukan untuk bisa berpenampilan
yang menarik, minsalnya melakukan perawatan wajah, olahraga, berbelanja. Hal inilah
yang memunculkan keinginan untuk tampil sempurna terutama dalam segi fisik.
Penampilan fisik yang menarik akan memberikan kepuasan terhadap dirinya. Selain itu,
penampilan fisik yang menarik juga dapat membuat individu dapat diterima dalam
pergaulan dengan teman-teman. Hal ini sejalan dengan (Mathes & Khan dalam Hurlock,
2004), penampilan fisik yang menarik merupakan sebuah potensi yang menguntungkan
dan dapat dimanfaatkan untuk memperoleh hasil yang menyenangkan dalam suatu
interaksi social.

Perasaan ingin berpenampilan menarik pada umumnya terjadi dikalangan wanita. Wanita
lebih memperhatikan penampilan fisiknya daripada pria. Hal ini terjadi karena adanya
penilaian dari masyarakat yang memandang bahwa penampilan secara fisik sangat
penting bagi wanita daripada pria (Baron & Byrne, 2000). Pandangan tersebut membuat
bahwa penampilan fisik merupakan salah satu factor penting bagi wanita. Berbagai
macam cara yang dapat dilakukan oleh para wanita agar dirinya terlihat lebih menarik
minsalnya berolahraga, melakukan perawatan wajah dan tubuh, menjaga pola hidup sehat
dan membeli skincare dan make up hingga melakukan hal-hal ekstrim yang dapat
membahayakan kesehatan dirinya dengan mengkonsumsi obat pelangsing, melakukan
diet ketat dan bahkan melalukan operasi agar penampilannya semakin menarik.

Sebagaimana kehidupan dalam bermasyarakat yang menuntut bahwa wanita harus


berpenampilan sempurna dan menarik. Sehingga tuntunan-tuntunan itulah yang membuat
wanita melakukan berbagai macam hal untuk dapat berpenampilan menarik minsalnya
saja melakukan perawatan untuk meningkatkan penampilan fisiknya. Hal itu akan
membantu meningkatkan harga diri dan munculnya kepuasaan yang akan dirasakan oleh
individu. Seperti era sekarang ini banyak wanita mulai melakukan perawatan dengan
pergi ke klinik kecantikan. Ada banyak jenis perawatan yang biasa dilakukan oleh para
wanita seperti bulu mata palsu, tanam alis, sedot lemak perut, pemutihan tubuh, filter
bibir, suntik bokong dan dada atau menggunakan make up dan skincare. Perawatan ini
akan lebih baik jika menggunakan spesialis ahli khusus, namun zaman sekarang banyak
perawatan yang tidak menggunakan spesialis ahli khusus sehingga hal inilah dapat
merusak kesehatan individu. Perawatan yang dilakukan individu dalam hal tersebut jika
hasil perawatannya tidak sesuai dan tidak merasa puas dengan hasilnya dan terus-
menerus merasa dirinya belum sempurna maka ini akan memunculkan gangguan
psikologis pada diri individu tersebu salah satunya gangguan yang disebut body
dysmorphic disorder (BDD).

Philips (2009) mendefinisikan body dysmorphic disorder sebagai gangguan ketika


individu berlarut-larut dalam memikirkan tentang penampilan diri sendiri yang dinilai
kurang. Hal tersebut membuat individu merasa kekhawatiran yang berlebihan ketika
merasa ada kurang dalam penampilan fisiknya. Seorang dapat dikatakan memiliki
kecenderungan body dysmorphic disorder ketika dirinya terobsesi untuk memiliki tubuh
yang ideal dan selalu merasa bahwa penampilan fisiknya masih kurang. Menutut
American Psychiatric Association (2013), body dysmorphic disorder adalah gangguan
yang ditunjukkan dengan kekhawatiran yang berlebihan dalam mempersepsikan
kekurangan dalam penampilan fisik seseorang yang menyebabkan penurunan fungsi
social.

Body Dysmorphic Disorder merupakan salah satu gangguan somatoform yang ditandai
dengan salah persepsi secara berlebihan bahwa pada bagian tubuhnya mengalami
ketidaksempurnaan atau kecacatan. Orang dengan gangguan ini akan terpaku pada
ketidaksempurnaan fisiknya. Mereka dapat menghabiskan waktu berjam-jam di depan
cermin untuk melihat bagian tubuh mereka yang dianggap cacat tersebut lalu mencoba
untuk memperbaiki kecacatan itu dengan melakukan tindakan yang ekstrim seperti
menjalani operasi plastik, berdiam diri dirumah, tidak ingin berinteraksi dengan orang
lain, dan bahkan bisa sampai bunuh diri (Haas, 2008). Gangguan ini muncul biasanya
pada wanita pada akhir remaja dan berkaitan dengan depresi, fobia social serta gangguan
kepribadian (Kaplan, 2010).

Salah satu factor yang menyebabkan seseorang menunjukkan gejala body dysmorphic
disorder yaitu self –esteem. Self-esteem menjadi factor penting bagi perkembangan body
image seseorang. Self-esteem dapat memfasilitasi evaluasi positif terhadap tubuh
begitupun sebaliknya, self-esteem yang buruk dapat meningkatkan seseorang rentang
memiliki body image yang negatif (Cash & Fleming, 2002). Untuk dapat menghindari
self-esteem yang buruk sehingga body image tidak menjadi negative bisa melakukan
dengan meningkatkan self-compassion. Sikap untuk menilai diri sendiri tanpa melihat
kesalahan diri sendiri dan membandingkan dengan orang lain atau melakukan
perbandingan social yaitu Self-Compassion. Peran penting dalam konsep self-compassion
yaitu siap untuk menjaga diri sendiri dan membentuk emosi psoitif sehingga invidu tidak
jatuh dalam keterpurukan akibat respon negatif yang timbul dari lingkungan terhadap
dirinya (Neff, 2003). Seseorang yang menunjukkan gejala body dysmorphic disorder
sangat membutuhkan hal positif dalam dirinya untuk mengatasi gejala tersebut dengan
salah satunya membentuk self-compassion.
Self-compassion adalah bagaimana indvidu dapat memahami dan memberi kebaikan pada
diri sendiri ketika menghadapi masa-masa sulit ataupun ketika individu melakukan
kesalahan dan tidak mencoba untuk mengkritik diri sendiri namun mau mengakui bahwa
semua itu adalah bagian dari pengalaman diri yang terjadi (Neff, 2003). Individu dengan
self-compassion tidak mudah untuk menyalahkan diri sendiri ketika menghadapi
kegagalan dan memperbaiki kesalahan dengan mengubah perilaku yang kurang produktif
sehingga dapat menghadapi tantangan baru. Self-compassion juga dapat membantu
seseorang untuk tidak mencemaskan kekuarangan yang ada pada dirinya, karena orang
yang memiliki self-compassion dapat memperlakukan seseorang dan dirinya secara baik.
Hal tersebutlah yang dapat membuat seorang yang mengalami gejala body dysmorphic
disorder untuk dapat memiliki self-compassion dalam dirinya. Ada tiga hal dasar yang
membuat Self-compassion dapat membantu individu menghindari gejala body
dysmorphic disorder.

A. Self-kindness
Kemampuan individu untuk memahami dan menerima diri apa adanya ketika
individu memiliki kekurangan dan merasakan penderitaan dalam hidupnya. Self-
kindness membuat individu menjadi hangat terhadap diri sendiri ketika merasakan
penderitaan dan rasa sakit dengan tidak menyakiti diri sendri atau mengabaikan
diri. Sehingga komponen ini menerangkan seberapa jauh individu dapat
memahami dan memaknai kegagalan atas peristiwa yang menyakitkan. Self-
kindness mengajarkan kepada diri sendiri agara merasa bahwa diri sendiri pantas
untuk mendapatkan cinta, kebahagiaan dan tidak menyakiti diri sendiri. Dengan
adanya self-kindess maka individu akan membuat kedamaian dalam hidupnya.
B. Common humanity
Kesadaran bahwa individu memandang kesulitan, kegagaln, dan tantangan bahwa
itu merupakan bagian dari hidup manusia dan pernah dialami oleh semua orang,
bukan hanya dirinya sendiri.
C. Mindfulness
Mengacu pada tindakan untuk melihat pengalaman yang dialami dengan
perspektif objektif. Minfulness diperlukan agar individu tidak terlalu terindefikasi
dengan pikiran atau perasaan negatif Mindfulness ini yang diperlukan oleh
individu untuk menghindari kecenderungan gejala body dysmorphic disorder.
Dimana individu mampu melihat segala sesuatu yang terjadi dalam keadaan yang
sebenarnya tanpa melebihkan atau mengurangi. Melalui mindfulness individu
akan sepenuhnya mengerti apa yang dirasakan oleh individu. Sehingga hal ini
sangat diperlukan untuk individu agar menghindari gejala body dysmorphic
disorder dimana individu akan melihat segala sesuatu dalam dirinya dan
lingkungannya tanpa harus mengindarinya.

Melalui self-kindness, common humanity, dan mindfulness yang merupakan


bagian dari self-compassion bahwa ini akan menjadi factor moderasi terhadap
intensitas persepsi negative terkait dengan penampilan. (Albertson, Neff, dan Dill-
Shackleford, 2015). Self-compassion dinilai efektif untuk membantu individu agar
dapat menyayangi diri sendiri dan tidak menghakimi atau menyalahkan diri
sendiri ketika individu mengalami masalah atau memiliki kekurangan. Intervensi
berbasis self-compassion dinilai efektif dalam meningkatkan body image,
sehingga individu memiliki penilaian yang lebih positif terhadap tubuhnya.
(Albertson, dkk, 2014).

Kesimpulannya bahwa dewasa awal mulai memperhatikan gaya hidup dan


penampilan fisiknya dengan melakukan perawatan secara terus-menerus, mereka
menganggap bahwa masih ada yang kurang yang perlu diperbaiki lagi sehingga
hal tersebut yang akan membuat orang dewasa awal memiliki kecenderungan
body dysmorphic disorder yang mana mereka akan menyakiti diri sendiri agar
dapat berpenampilan yang sempurna. Selain itu, penelitian yang berfokus pada
body dysmorphic disorder masih minim dan juga ini berkaitan dengan zaman
sekarang yang mana banyak orang mulai merubah dirinya agar lebih menarik
terlebih di social media hingga mereka mengikuti trend apa yang sedang
berkembang saat ini, seperti trend kecantikan ala korea yang membuat orang ingin
memiliki bentuk tubuh dan wajah seperti itu sehingga mereka tidak memikirkan
diri mereka sendiri dan malah menyakiti diri mereka sendiri karena keinginan
untuk menjadi sempurna tersebut. Hal itulah yang mendasari peneliti melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan antara Self-Compassion dengan
Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, maka dirumuskan sebuah permasalahan penelitian yaitu apakah ada
hubungan antara Self-Compassion dengan Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder pada
Wanita Dewasa Awal?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Self-Compassion dengan


Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder pada Wanita Dewasa Awal.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat membagikan pengetahuan mengenai hubungan antara
Self-Compassion dengan Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder pada Wanita
Dewasa Awal. Dalam ilmu psikologi, diharapkan penelitian inidapat mengembangkan
kajian teoritis dalam perkembangan ilmu psikologi khususnya bidang psikologi klinis dan
psikologi kepribadian.

2. Praktis
a. Bagi peneliti selanjutnya
- Diharapkan penelitian ini dapat mengimplementasikan teori-teori psikologi klinis dan
psikologi kepribadian yang telah dipelajari selama perkuliahan, memperluas
pengetahuan, serta memperluas wawasan.
- Diharapkan menggunakan assesmen oleh para ahli untuk dapat menegakkan diagnose
dari Body Dysmorphic Disorder.
b. Wanita Dewasa Awal
Dapat memberikan informasi mengenai aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan
gejala body dysmorphic disorder bagiwanita dewasa awal, sehingga dapat menghindari
gejala agar tidak kecenderungan body dysmorphic disorder.

E. Keaslian Penelitian
Berbagai penelitian dengan self-compassion terhadap body dysmorphic disorder sebagai
variable sangat minim. Penelitian ini mengacu pada variable body dysmorphic disorder
dan variable self compassion yang berbeda meskipun penelitian ini mengacu pada
penelitian yang hamper sama. Hal ini bertujuan untuk tetap menjaga keaslian penelitian.
Adapun penjabaran secara rinci dari keaslian penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Penelitian pertama dari Luke M. Allen, Carly Roberts, Melanie J. Zimmer-Gembeck dan
lara J.Farelly pada tahun 2020 yang berjudul “Exploring the relationship between self-
compassion and body dysmorphic symptoms in adolescents” Partisipan pada penelitian
ini adalah 465 siswa sekolah menengah Australia yang dihadari oleh kelas 7-12 di
sekolah katolik daerah perkotaan Queensland Tenggara, Australia. Penelitian ini
memiliki tujuan yaitu untuk menguji hubungan antara self-compassion dan BDS (Body
Dysmorphic Disorder) pada remaja dan mengeksplorasi apakah self-compassion
memiliki hubungan yang signifikan dan unik dengan BDS (Body Dysmorphic Disorder)
setelah mengontrol harga diri dan self-efficacy. Penemuan dalam penelitian ini adalah
terdapat korelasi positif antara Body Dysmorphic Disorder dengan usia, jenis kelamin,
dan perasaan negative terhadap diri sendiri. Namun berkorelasi negative dengan self-
compassion, pengambilan perspektif yang berfokus pada diri sendiri, harga diri, dan
efikasi diri. Sampel pada penelitian ini yaitu partisipan berusia 11-17 tahun dengan
sekitar setengah sampel perempuan. Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan
kuantitatif dengan melakukan survey pada sekolah katolik di Australia.

Penelitian diatas memiliki perbedaan dengan peneliti lakukan. Penelitian diatas memiliki
tujuan untuk menguji hubungan antara self-compassion dan BDS (Body Dysmorphic
Disorder) pada remaja dan mengeksplorasi apakah self-compassion memiliki hubungan
yang signifikan dan unik dengan BDS (Body Dysmorphic Disorder) setelah mengontrol
harga diri dan self-efficacy. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan memiliki tujuan
untuk menyelidiki hubungan antara self-compassion dengan kecenderungan body
dysmorphic disorder. Selnjutnya subjek pada penelitian diatas merupakan siswa sekolah
menengah berusia 11-17 tahun dan subjek pada penelitian ini adalah wanita dewasa awal.

Sophie C. Schneidera, Cynthia M. Turner , Eric A. Storch, dan Jennifer L. Hudson pada
tahun 2018 yang berjudul Body dysmorphic disorder symptoms and quality of life: The
role of clinical and demographic variables. Jumlah partisipan pada penelitian yaitu
berjumlah 506 mahasiswa sarjana psikologi di Australia. Penelitian ini memiliki tujuan
untuk menguji hubungan Quality of Life dan gejala BDD (Body Dysmorphic Disorder)
dalam sampel mahasiswa dengan masalah penampilan dan untuk memahami asosiasi
potensial dari Quality of Life dengan fitur demografi dan klinis terkait dengan
multivariate analisis. Berdasarkan hasil penelitian adanya kualitas hidup secara signifikan
terkait dengan jenis kelamin, jumloah area tubuh yang menjadi perhatian dan gejala
BDD, OCD, Depresi, Kecemasan, kecemasan social terkait interaksi dan kinerja serta
gangguan makan. Penelitian ini menyoroti pentingnya depresi dalam memahami klinis
presentasi BDD (Body Dysmorphic Disorder) dan menyarankan bahwa upaya untuk
meningkatkan QOL di BDD harus focus pada perbaikan gejala depresi.

Penelitian diatas memiliki perbedaan dengan yang penelitian penliti yaitu pada tujuan.
Penelitian di atas memiliki tujuan tujuan untuk menguji hubungan Quality of Life dan
gejala BDD (Body Dysmorphic Disorder) dalam sampel mahasiswa dengan masalah
penampilan dan untuk memahami asosiasi potensial dari Quality of Life dengan fitur
demografi dan klinis terkait dengan multivariate analisis. Sedangkan, penelitian peniliti
memiliki tujuan untuk menyelidiki hubungan antara self-compassion dengan
kecenderungan body dysmorphic disorder. Selain itu, subjek penelitian juga berbeda.
Subjek penelitian diatas yaitu 506 mahasiswa sarjana psikologi di Australia. Subjek
penelitian peniliti yaitu Wanita Dewasa Awal.
Nicole Helverson pada tahun 2013 yang berjudul The relation between self-compassion,
body image, and mood: How do women internalize weight-related feedback? . Jumlah
partisipan pada penelitian yaitu 117 sarjana perempuan, mahasiswa kedokteran, dan staff
perguruan tinggi yang berusia 18-45 tahun. Penelitian memiliki tujuan untuk menguji
hubungan antara citra tubuh negative dan self compassion sebagai resiko atau factor
perlindung untuk berat badan dan komposisi tubuh terkait umpan balik perubahan
suasana hati. Berdasarkan hasil penelitian kelompok palsu lebih tinggi (FH) rentan
terhadap manipulasi karena suasana hati menurun secara signifikan setelah umpat balik
bertulis negative. Perubahan mood yang signifikan tidak ditemukan pada kelompok
akurat (A) dan false lower (FL). Perbedaan mood hanya muncul pada kelompok FH
ketika melihat self-compassion dan body image, mandiri. Belas kasih diri dan citra tubuh
positif, masing-masing, berfungsi sebagai faktor protektif dan risiko pada kondisi FH.

Penelitian diatas memiliki perbedaan dengan yang penelitian peneliti yaitu pada tujuan
dan metode penelitian yang digunakan. Penelitian di atas memiliki tujuan menguji
hubungan antara citra tubuh negative dan self compassion sebagai resiko atau factor
perlindung untuk berat badan dan komposisi tubuh terkait umpan balik perubahan
suasana hati. Sedangkan, penelitian peniliti memiliki tujuan untuk menyelidiki hubungan
antara self-compassion dengan kecenderungan body dysmorphic disorder. Selain itu,
subjek penelitian juga berbeda. Subjek penelitian diatas yaitu 117 sarjana perempuan,
mahasiswa kedokteran, dan staff perguruan tinggi yang berusia 18-45 tahun mahasiswa
sarjana psikologi di Australia. Subjek penelitian peneliti yaitu Wanita Dewasa Awal.
Metode penelitian yang digunakan juga berbeda. Pada penelitian diatas menggunakan
metode eksperimen dan penelitian peneliti ini menggunakan metode kuantitatif.

Jaclyn A. Siegel, Katarina L. Huellemann, Courtney C. Hillier, dan Lorne Campbell pada
tahun 2020 dengan judul The protective role of self-compassion for women’s positive
body image: an open replication and extension. Jumlah partisipan pada penelitian yaitu
berjumlah 363 pekerja MTurk (Mechanical Turk Amazon) yang diidentifikasi oleh
perempuan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menumbuhkan belas kasih diri,
terutama untuk wanita di lingkungan sosial di mana masalah penampilan mungkin
menjadi lebih umum. Berdasarkan hasil penelitian Kekhawatiran citra tubuh
mempengaruhi orang-orang dari segala usia, jenis kelamin, berat badan, dan etnis. Jadi
sangat penting bahwa penelitian tentang topik ini, terutama yang menyoroti intervensi
potensial atau pola pikir protektif , jelas, dapat direproduksi, dan efektif lintas waktu dan
populasi.

Penelitian diatas memiliki perbedaan dengan yang penelitian peneliti yaitu pada tujuan.
Penelitian di atas memiliki tujuan untuk menumbuhkan belas kasih diri, terutama untuk
wanita di lingkungan sosial di mana masalah penampilan mungkin menjadi lebih umum.
Sedangkan, penelitian peniliti memiliki tujuan untuk menyelidiki hubungan antara self-
compassion dengan kecenderungan body dysmorphic disorder. Selain itu, subjek
penelitian juga berbeda. Subjek penelitian diatas yaitu 363 pekerja MTurk (Mechanical
Turk Amazon) yang diidentifikasi oleh perempuan. Subjek penelitian peneliti yaitu
Wanita Dewasa Awal.

Katharina Schieber, Ines Kollei , Martina de Zwaan , Astrid Müller , dan Alexandra
Martin pada tahun 2013 yang berjudul Personality traits as vulnerability factors in body
dysmorphic disorder. Jumlah partisipan pada penelitian yaitu 4212 orang berusia antara
18 dan 65 tahun dari seluruh Jerman. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menilai ciri-
ciri kepribadian tertentu dari individu dengan BDD, dibandingkan dengan individu dari
sampel kontrol berbasis populasi. Berdasarkan hasil penelitian bahwa ada hubungan yang
signifikan antara perfeksionisme, sensitivitas estetika dan reaktivitas BIS dengan
kekhawatiran dismorfik telah dikonfirmasi. Ini menunjukkan bahwa derajat yang lebih
tinggi dari ciri-ciri kepribadian disertai dengan kekhawatiran dismorfik yang lebih tinggi.

Penelitian diatas memiliki perbedaan dengan yang penelitian peneliti yaitu pada tujuan.
Penelitian di atas memiliki tujuan untuk menilai ciri-ciri kepribadian tertentu dari
individu dengan BDD, dibandingkan dengan individu dari sampel kontrol berbasis
populasi. Sedangkan, penelitian peniliti memiliki tujuan untuk menyelidiki hubungan
antara self-compassion dengan kecenderungan body dysmorphic disorder. Selain itu,
subjek penelitian juga berbeda. Subjek penelitian diatas yaitu 4212 orang berusia antara
18 dan 65 tahun dari seluruh Jerman. Subjek penelitian peneliti yaitu Wanita Dewasa
Awal.

Sumi Lestari pada tahun 2019 yang berjudul Bullying or Body Shaming? Young Women
in Patient Body Dysmorphic Disorder. Jumlah partisipan pada penelitian yaitu Wanita
muda berusia 15-25 tahun yang mengalami gangguan dismorfik tubuh dan menajdi
korban maupun pelaku body shaming. Penelitian ini memiliki tujuan untuk
mendeskripsikan fenomena body shaming sebagai faktor prediksi wanita muda yang
menderita gangguan dismorfik tubuh. Berdasarkan hasil hasil wawancara dan observasi
yang dilakukan, peneliti melihat adanya fenomena menarik dalam penelitian ini yaitu
latar belakang keluarga informan tidak menjadi filter atau penyelamat untuk tidak
mengalami body shaming, mereka memiliki latar belakang keluarga yang berbeda-beda
dari ekonomi menengah hingga ekonomi menengah keatas. Selain itu penulis juga
menemukan fakta menarik bahwa pelaku dari body shaming bukan hanya dari orang atau
teman tetapi justru orang terdekat informan yaitu kakak ataupun kedua orang tuanya.
Metode penelitian yang dilakukan dengan kualitatif dan pendekatan studi kasus.

Penelitian diatas memiliki perbedaan dengan yang penelitian peneliti yaitu pada tujuan
dan metode penelitian yang digunakan. Penelitian di atas memiliki tujuan untuk
mendeskripsikan fenomena body shaming sebagai faktor prediksi wanita muda yang
menderita gangguan dismorfik tubuh. Sedangkan, penelitian peneliti memiliki tujuan
untuk menyelidiki hubungan antara self-compassion dengan kecenderungan body
dysmorphic disorder. Selain itu, subjek penelitian juga berbeda. Subjek penelitian diatas
yaitu Wanita muda berusia 15-25 tahun yang mengalami gangguan dismorfik tubuh dan
menajdi korban maupun pelaku body shaming. Subjek penelitian peneliti yaitu Wanita
Dewasa Awal. Metode penelitian yang digunakan peneliti diatas yaitu metode kualitatif
dengan pendekatan studi kasus. Sedangkan metode penelitan peneliti dengan metode
kuantitatif.

Dea Nada Fatmala dan Martaria Rizky Rinaldi pada tahun 2021 dengan judul Benarkah
Self Compassion dapat Mengurangi Gejala Body Dysmorphic Disorder? Jumlah
partisipan pada penelitian yaitu 105 orang remaja perempuan yang tinggal di Indonesia
dengan usia 12-18 tahun setingkat SMP-SMA. Penelitian ini memiliki tujuan untuk
mengetahui hubungan antara self compassion dengan gejala body dysmorphic disorder
pada remaja putri. Berdasarkan hasil penelitian bahwa self compassion yang dilakukan
individu memiliki peranan dalam mengurangi gejala body dysmorphic disorder. Adanya
hubungan negative antara self compassion dengan gejala body dysmorphic disorder.

Penelitian diatas memiliki perbedaan dengan yang penelitian peneliti yaitu pada subjek
penelitian. Subjek penelitian juga berbeda. Subjek penelitian diatas yaitu 105 orang
remaja perempuan yang tinggal di Indonesia dengan usia 12-18 tahun setingkat SMP-
SMA. Subjek penelitian peneliti yaitu Wanita Dewasa Awal.

Maharani Viniesta Santoso, Rahmi Fauzia, dan Rusdi Rusli pada tahun 2019 dengan
judul HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN CITRA TUBUH DENGAN
KECENDERUNGAN BODY DYSMORPHIC DISORDER PADA WANITA DEWASA
AWAL DI KOTA BANJARBARU. Jumlah partisipan pada penelitian yaitu 30 orang
pengunjung klinik kecantikan yang berada di kota Banjarbaru. Penelitian ini memiliki
tujuan untuk mengetahui hubungan antara kepuasan citra tubuh dengan kecenderungan
body dismorphic disorder pada wanita dewasa awal di kota Banjarbaru. Berdasarkan hasil
penelitian bahwa hubungan antara kepuasaan citra tubuh dengan kecenderungan body
dysmorphic disorder pada wanita dewasa awal di kota Banjarbaru menunjukkan
hubungan yang positif.

Penelitian diatas memiliki perbedaan dengan yang penelitian peneliti yaitu pada tujuan
penelitian. Tujuan penelitian diatas yaitu untuk mengetahui hubungan antara kepuasan
citra tubuh dengan kecenderungan body dismorphic disorder pada wanita dewasa awal di
kota Banjarbaru. Sedangkan, penelitian peneliti memiliki tujuan untuk menyelidiki
hubungan antara self-compassion dengan kecenderungan body dysmorphic disorder.

Sharfina Amajida Qidwati pada tahun 2019 dengan judul Hubungan Antara Physical
Appearance Comparison dan Self-compassion dengan Body Image Sebagai Mediator
Pada Remaja Perempuan. Jumlah partisipan pada penelitian yaitu 100 orang remaja
perempuan dengan rentang usia 15-18 tahun. Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat
body image dapat berperan sebagai mediator pada hubungan antara physical appearance
comparison dengan self-compassion pada remaja perempuan. Berdasarkan hasil
penelitian bahwa perilaku physical appearance comparison sudah cukup untuk dapat
memengaruhi self-compassion yang dimiliki tanpa subjek perlu memproses body image
terlebih dahulu.

Penelitian diatas memiliki perbedaan dengan yang penelitian peneliti yaitu pada tujuan
penelitian dan subjek. Tujuan penelitian diatas yaitu untuk untuk melihat body image
dapat berperan sebagai mediator pada hubungan antara physical appearance comparison
dengan self-compassion pada remaja perempuan. Sedangkan, penelitian peneliti
memiliki tujuan untuk menyelidiki hubungan antara self-compassion dengan
kecenderungan body dysmorphic disorder. Subjek penelitian diatas yaitu 100 orang
remaja perempuan dengan rentang usia 15-18 tahun. Sedangkan, subjek penelitian
peneliti yaitu wanita dewasa awal

Diba Shabrina Marizka, Sri Maslihah, dan Anastasia Wulandari pada tahun 2019 dengan
judul Bagaimana Self-Compassion Memoderasi Pengaruh Media Sosial Terhadap
Ketidakpuasan Tubuh? jumlah partisipan pada penelitian yaitu : 403 orang dewasa awal
yang diambil melalui teknik purposive sampling dengan kriteria 18-40 tahun. Penelitian
ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas penggunaan media sosial
terhadap ketidakpuasan pada tubuh yang dimoderasi oleh self-compassion pada dewasa
awal. Berdasarkan hasil penelitian bahwa bahwa interaksi antara intensitas penggunaan
media sosial dan selfcompassion meningkatkan tingkat ketidakpuasan pada tubuh dewasa
awal. Artinya, semakin sering individu menggunakan media sosial, dan semakin tinggi.

Penelitian diatas memiliki perbedaan dengan yang penelitian peneliti yaitu pada tujuan
penelitian. Tujuan penelitian diatas yaitu untuk untuk mengetahui pengaruh intensitas
penggunaan media sosial terhadap ketidakpuasan pada tubuh yang dimoderasi oleh self-
compassion pada dewasa awal. Sedangkan, penelitian peneliti memiliki tujuan untuk
menyelidiki hubungan antara self-compassion dengan kecenderungan body dysmorphic
disorder.

Daftar Pustaka

Albertson, E. R., Neff, K. D., & Dill-Shackleford, K. E. (2014). Self-Compassion and Body
Dissatisfaction in women: A Randomized Controlled Trial of a Brief Meditation Intervention.
Journal of Mindfulness, Vol.6 (3), 444-454

Albertson, E. R., Neff, K. D., & Dill-Shackleford, K. E. (2015). Self-Compassion and Body
Dissatisfaction in women: A Randomized Controlled Trial of a Brief Meditation Intervention. In
Mindfulness. 6.

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders
(5th ed.). Arlington, VA: American Psychiatric Publishing.

Baron & Byrne. (2000). Social Psychology. (9th Edition). Massachusetts: A Pearson Education
Company

Body Image Quality of Life Inventory. International Journal of Eating Disorders, 31(4), 455–
460. https://doi.org/10.1002/eat.10033

Cash, T. F., & Fleming, E. C. (2002). The impact of body image experiences: Development of
the

Haas CF. Champion A. 2008. Secor D. Motivating factors for seeking cosmetic surgery: a
synthesis of the literature. Plastic Surgical Nursing. 2008;28(4):177-82.
Hurlock, E. B. (1996). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

Hurlock, E. B. 2004. Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan.


Jakarta: Erlangga

Haas CF. Champion A. 2008. Secor D. Motivating factors for seeking cosmetic surgery: a
synthesis of the literature. Plastic Surgical Nursing. 2008;28(4):177-82.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J. 2010. Retardasi Mental dalam Sinopsis Psikiatri. Tangerang :
Binarupa Aksara

Neff, K. (2003). The development and validation of a scale to measure self-compassion. Self and
Identity, 2(3), 223–250

Phillipss, K. (2009). Understanding Body Dysmorphic Disorder. Ney York: Oxford University
Press

Santrock, J. W. (2002). Life – Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jilid 2. Jakarta:
Erlangga

Anda mungkin juga menyukai