Anda di halaman 1dari 11

VASOPRESIN

Kimia

Hormon antidiuretik (Anti diuretic hormone, ADH) disebut juga vasopresin merupakan suatu
oktapeptida yang diproduksi oleh sel-sel saraf dalam nukleus supraoptikus dan para
ventrikularis di hipotalamus. Melalui serabaut saraf, ADH ditranspor ke sel-sel pituisit
hipofisis posterior, vasopresin ini terikat pada suatu protein spesifik yang disebut neurofisin;
ikatan ini dapat dilepaskan dengan perangsangan listrik atau pemberian asetilkolin.

Di alam terdapat dua macam ADH yaitu 8 arginine vasopresine yang terdapat pada mamalia
(kecuali babi) dan 8-lisin vasopresin yang terdapat pada babi. In vivo kedua polipeptida ini
mudah mengalami degradasi enzimatik yaitu desmopresin (1-deamino 8-D-arginin
vasopresin= dDAVP). Desmopresin ini merupakan obat terpilih untuk pengobatan penyakit
diabetes insipidus yang sensitif terhadap ADH. (Nafrialdi. Obat yang Mempengaruhi
(Metabolisme Elektrolit dan Konservasi Air in Farmakologi dan Terapi 5th Edition. Balai
Penerbit FKUI: Jakarta. 2007; Pp: 404-409)

Struktur molekul

A. 8-Arginin vasopresin (ADH, AVP)

B. 8-Lisin vasopresin (lipresin, LVP)

C. 1-deamino-8-D-Arginin vasopresin (desmopresin, d DAVP)


Fisiologi Vasopresin

AVP berikatan dengan tiga jenis reseptor. Reseptor V1 (dahulu disebut V1a) berlokalisasi di
daerah otot polos, platelet, dan hepatosit melalui protein G yang berpasangan karena proses
fosforilasi. Kompleks AVP-V1R menyebabkan vasokonstriksi, peningkatan kontraktilitas
miokardial, agregasi platelet, glikogenolisis, dan kontraksi uterin. Reseptor V3 ( dulu disebut
V1b) juga beraksi melalui protein G terfosforilasi sehingga menyebabkan pelepasan hormon
adenokortikotropik (ACTH) dari hipofisis anterior. Pengaturan utama homesostatasis air
adalah melalui reseptor V2 (V2R) yang terletak paling banyak di duktus kolektivus, yang
mana melalui mekanisme ini dapat terjadi peningkatan permeabilitas air melalui transporter
air Aquaporin 2 (AQP 2). Aquaporin merupakan channel utama bagi air untuk terabsorbsi.
Ada berbagai jenis aquaporin yang terdistribusi di berbagai bagian tubuh termasuk aquaporin
yang terdapat di sepajang tubulus renalis.

Aquaporin 1 (AQP 1) terletak di membran sel sisi apikal dan basolateral dari sel-sel epitel
tubulus proksimal dan bagian descenden dari ansa henle. AQP1 yang bertanggung jawab
terhadap tingginya permeabilitas air di bagian ini. AQP 1 secara alami diekspresikan di
bagian-bagian tersebut dan tidak dikendalikan oleh AVP.

AQP 2 ditemukan di membran apikal duktus kolektivus korteks dan aksinya dikendalikan
oleh AVP. Respon dari pelepasan AVP adalah peningkatan permeabilitas air di daerah duktus
kolektivus, dimana teradapat ikatan antara AVP dengan V2R di daerah membran basolateral
dan mengaktivasi protein kinase A (PKA) melalui peningkatan cAMP. Pada akhirnya proses
tersebut akan menyebabkan insersi AQP 2 terfosforilasi dari vesikel subapikal ke dalam
membran luminal dari duktus kolektivus. Peningkatan jumlah channel AQP 2 akan
meningkatkan permeabilitas air di epitelium duktus kolektivus. Ion kalsium intraseluler juga
berperan dalam mengatur relokasi AQP 2 dari intraseluler ke membran luminal dari sel-sel
prinsipal duktus kolektivus. Setelah absorbsi air berakhir , molekul AQP 2 akan kembali ke
intraseluler dan tersimpan di dalam sel hingga nantinya dapat terekspresi kembali jika
terstimulasi melalui mekanisme vasopresin-PKA-cAMP.

Air yang terabsorbsi akan dikeluarkan dari dalam sel melalui jalan aksi Aquaporin tipe lain,
seperti AQP 3 dan AQP 4, yang terletak di basolateral membran sel. Selain itu, AQP 3
permeabel untuk molekul urea dan menyebabkan lewatnya urea ke dalam interstisium sel.
Aquaporin juga muncul di hipotalamus dan bertanggung jawab terhadap pelepasan AVP.
Tabel 1. Jenis dan pesebaran Aquaporin

Aquaporin Tempat Distribusi sub seluler Lokasi ekstrarenal

AQP 1 Tubulus proksimal, Membran plasma sisi Eritrosit, epitel lensa


tubulus descenden Apikal dan basolateral dan siliaris, pleksus
Henle, vasa rekta koroideus, endotel
descenden di luar vaskular pulmonal
medual

AQP 2 Sel prinsipal duktus Membran plasma Epididimis


kolektivus apikal dan vesikel
subapikal

AQP3 Sel prinsipal duktus Membran plasma Konjungtiva, epitel


kolektivus basolateral saluran nafas
pulmonal, epitel
kolon, keratinosit,
eritrosit

AQP4 Sel prinsipal duktus Membran plasma Astroglia, ependyma,


kolektivus basolateral retinal glia, sel-sel
serabut otot,
keratinosit, epitel
saluran nafas
pulmonal, sel parietal
lambung

AQP 6 Sel-sel interkalasi Vesikel intraseluler Serebellum, vesikel


duktus kolektivus sinaptik

AQP 7 Segmen S3 tubulus Membran plasma Jaringan lemak,


proksimalis apikal testis, otot skeletal,
jantung, otak, usus
halus

AQP 11 Tubulus proksimal Retikulum endoplasma Testis, timus, liver,


usus halus

(Girish Narayen, Surya Narayan Mandal. Vasopressin receptor antagonists and their role in
clinical medicine. Indian Journal of Endocrinology and Metabolism. 2012; 16:183-191)
Pengaturan

Sekresi vasopressin diatur oleh beberapa mekanisme yaitu:


(1) Konsep osmoreseptor yang diduga terletak di daerah nukleus hipotalamus
Perubahan osmolalitas dipicu oleh osmoreseptor yang terletak di regio spesifik dari
hipotalamus, yakni di Oranum Vasculosum Lamina Terminalis (OVLT) dan sub fornical
organ (SFO). Ketika terjadi keadaan hipernatremia, reseptor-reseptor dalam area tersbut
ikut teraktivasi, menghasilkan sensasi rasa haus dan memicu terjadinya intake air yang
meningkat. Lebih jauh lagi, neuron-neuron yang terdapat dalam OVLT dan SFO
mengirim sinyal ke area nukleus supraoptikus dan paraventrikular, dimana AVP
diproduksi. Neuron-neuron ini memicu kelenjar hipofisis posterior dimana nantinya AVP
dilepaskan dalam vaskularisasi darah dan mempengaruhi ginjal sebagai pengatur
homeostasis air dalam tubuh.
(2) Konsep reseptor volume, yang terletak di atrium kiri dan vena pulmonalis.
Bila terjadi penurunan volume darah yang beredar, misalnya akibat perdarahan hebat
akan terjadi perangsangan sekresi ADH; sebaliknya bila volume darah yang beredar
bertambah banyak maka sekresi ADH ditekan.
(3) Selain kedua macam mekanisme diatas, sekresi vasopressine meningkat akibat stress
emosional atau fisik, atau obat seperti nikotin, klofibrat, siklofosfamid, anti depressan
trisiklik, karbamazepin, dan diuretik. Sebaliknya sekresi ADH dihambat oleh alkohol dan
fenitoin.

Efek Vasopresin

Untuk mencegah dehidrasi, hewan tingkat tinggi dan manusia mengembangkan ssuatu sistem
yang sensitif dan serbaguna untuk mengatur homeostasis kandungan air dalam tubuh. Dalam
keadaan hipernatremia atau hipovolemia, antidiuretic hormon vasopresine (AVP) dilepaskan
dari pituitari dan mengikat reseptor vasopresin tipe 2 di sel-sel prinsipal. Hal tersebut
selanjutnya memicu kaskade sinyal intraselular cAMP, yang memfosforilasi Aquaporin -2
(AQP2) dan target channel yang ada di membran plasma. Mekanisme ini dikendalikan oleh
gradien osmosis, cairan prourin melalui membran, mengaktifkan AQP2 dan meninggalkan sel
di sisi basolateral melalui channel air AQP3 dan AQP4. Ketika air disimpan , kadar AVP
menurun , selanjutnya AQP2 berada disisi dalam membran plasma , untuk melepaskan
ikatan air-membran plasma. Aksi dari AVP di lawan oleh bebrapa hormon lainnya seperti
Prostaglandin E2, bradikinin, dopamin, endotelin-1, asetilkolin, epidermal growth factor dan
purin. Lebih jauh lagi, AQP2 secara kuat terlibat dalam proses patofisiologi kelainan ginjal
yang ditandai dengan kerusakan konsentrasi karena penurunan fungsi renal, yang mana
proses ini berhubungan dengan terjadinya retensi cairan pada penderitanya (Michelle Boone,
Peter MT Deen. Physiology and patophysiology of the vasopressin-regulated renal water
reabsorption. 2008. Eur J Physiol; 456: 1005-1024).

Peran urea dalam mekanisme konsentrasi urinaria

Penelitian untuk menemukan transporter protein didasarkan pada peran kunci urea dalam
mekanisme konsentrasi urinaria.

Tabel 2. Regulasi dan lokasi transporter urea mamalia yang diklon

Singkatan; AVP: Arginine Vasopressin. Homeostasis aliran urea distimulasi oleh


vasopressin; DVR, descending vasa recta; IMCD, intermedullary collecting duct; RBC, Red
blood cell; tDL, thin descending limb of the renal tubule; +, juga dikspresikan di beberapa
jaringan lainnya dan di sel-sel endotel; (#), bentuk dari RNA manusia dengan tambahan regio
3’ yang tidak tertranslasi; medulla * (lokasinya di tubular tidak diketahui secara pasti); §,
diklon hanya dari binatang pengerat; ‡, diklon hanya dari tikus; dan ѱ, hanya diklon dari
manusia.

Penemuan-penemuan tersebut diatas akhir-akhir ini dikenali dengan merekombinan


transporter urea UT-A1 dan UT A3 untuk mencit yang mengalami defisiensi protein
transporter tersebut. Mekanisme yang telah diterima secara luas adalah hipotesis yang
diajukan Kokko dan Rector serta Stephenson di tahun 1972. Hipotesis ini menyatakan
adanya peranan yang melibatkan kelebihan konsentrasi urea interstisiil medular di lumen
tubulus renal ascenden. Jika terjadi insufisiensi jumlah urea yang ditransportasikan ke
medulla, maka gradien kebutuhan zat-zat kimia untuk memfasilitasi reabsorbsi NaCl dari
tubulus ascenden tidak tercukupi, sehingga menyebabkan volume urin berkurang. Mekanisme
utama transpor urea ke interstisiil medula bagian dalam adalah reabsorbsi urea dari ujung
terminal IMCD, dimana proses ini dimediasi oleh protein trasnporter UT-A1 dan UT A3.
Gambar berikut menunjukkan lokasi protein transpor utama yang terlibat dalam peningkatan
konsentrasi urin.

Gambar 1. Diagram diatas menunjukkan lokasi utama protein transpor urea (UT A1, UT A2,
UT A3), Aquaporin 2 sampai 4 (AQP 2-4), dan ko transporter Natrium (NKCC2) yang
terlibat dalam meningkatkan konsentrasi urin. Regio utama dari ginjal ditunjukkan di sisi
kanan. NaCl secara aktif direabsorbsi melalui tubulus ascenden oleh ko transporter Na-K-2C1
di membran plasma apikal (NKCC2). Air direabsorbsi melalui segmen tubulus descenden
oleh channel air AQP1 baik di membran plasma apikal maupun basolateral. Air direabsorbsi
melalui membran plasma apikal di sekitar tubulus kolektivus oleh channel air AQP2 ketika
Vasopressin disekresi. Air direabsorbsi melalui membran plasma basolateral oleh channel air
AQP3 di tubulus kolektivus korteks dan outer medulla oleh AQP 3 dan AQP4 dalam IMCD.
Urea dikonsentrasikan di lumen tubulus kolektivus (oleh karena reabsorbsi air) hingga
mencapai terminal IMCD, dimana proses reabsorbsi ini dilakukan oleh transporter urea UT-
A1 dan UT-A3.
Transpor Protein UT-A1

UT-A1 diekspresikan di membran plasma IMCD pada hewan pengerat dan manusia. Ketika
UT-A1 secara stabil diinsersikan ke dalam sel epitelial yang ditumbuhkan dalam media
permeable, sel-sel ini juga mengekspresikan dua jenis molekul UT-A1di membran plasma
apikal yaitu membentuk sel UT-A1-Madin-Darby canine kidney (MDCK) dan sel UT-A1-
mouse inner medullary collecting duct (mIMCD3). UT-A1 memiliki dua tempat N-
terglikosilasi yang berada di area ekstraselular: Asn 279 dan Asn 742. Seperti yang
didiskusikan nanti dinawah, UT-A1 memiliki dua tempat fosforilasi protein kinase A (PKA):
Ser 486 dan Ser 499.

Regulasi UT-A1 cepat oleh vasopressin

Vasopressine meningkatkan permeabilitas urea di perfusi terminal IMCD mencit dalam 5-10
menit. Vasopressin terikat pada reseptor V2 di membran plasma basolateral, mensimulasi
Adenil siklase, menghasilkan cAMP, dan meningkatkan transpor urea. Vasopressin
meningkatkan aliran urea dalam sel yang telah diinsersikan UT-A1: membentuk sel UT-A1-
MCDK dan sel UT-A1-mICMD.

Vasopressin meningkatkan fosforilasi kedua bentuk glikoprotein UT-A1, yang diketahui


dengan berat 117 dan 97 kDa pada metode Western Blot, selain itu juga meningkatkan
transpor urea pada perfusi tubulus. Vasopresin meningkatkan fosforialsi UT-A1 dalam sel-sel
UT-A1-MDCK dan UT-A1-mIMCD3. Cyclic AMP, forskolin, dan vasopresin 1-deamino-8-
D-Arginine (Desmopressin, dDAVP) (yang merupakan agonis reseptor V2 selektif) juga
meningkatkan fosforilasi UT-A1 pada IMCD mencit dan sel-sel UT-A1 MDCK. Selain
menstimulasi PKA, vasopresin/cAMP juga menstimulasi Epac, yakni pertukaran protein yang
diaktivasi leh cAMP. Aktivasi Epac ini meningkatkan UT-A1 terfosforilasi dalam suspensi
IMCD dan meningkatkan permeabilitas urea dalam perfusi tubulus.
Gambar 2. Menunjukkan struktur UT-A1 membran yang menunjukkan dua tempat N-
glikosilasi (segiempat) dan dua tempat yang telah terfosforilasi PKA (lingkaran). Garis lurus
menunjukkan tempat perubahan putatif β (elips dengan huruf P di dalamnya).

Vasopresin juga meningkatkan akumulasi UT-A1 plasma membran di IMCD mencit. Namun,
vasopresin tidak meningkatkan akumulasi UT-A1 di IMCD mencit Brattleboro, dengan
diabetes insipidus, atau karena mencit-mencit yang level vasopresin endogennya telah
disupresi oleh vasopresin artifisial, yang dipakai untuk menstimulasi cAMP, akumulasi UT-
A1 membran plasma meningkat pada IMCD pada diuresis mencit 2 minggu. Pada keadaan-
keadaan diuresis kronis terjadi penurunan respon cAMP oleh vasopresin, terlepas dari apapun
penyebabnya. Penggunaan forskolin untuk menstimulasi cAMP mennyebabkan produksi
cAMP yang meningkat, hal ini menjelaskan kenapa terjadi peningkatan akumulasi UT-A1
pada membran plasma dalam diuresis mencit 2 minggu. Aktivasi Epac juga meningkatkan
akumulasi UT-A1 membran plasma pada IMCD mencit.

Akumulasi UT-A1 di apikal membran plasma ditingkatkan oleh vasopresin atau oleh
forskolin pada sel UT-A1-MDCK, atau sel-sel mIMCD3. PKA memfosforilasi UT-A1 di Ser
486 dan Ser 499. Mutasi keduanya, tidak bisa jika hanya satu, akan mengeliminasi
kemampuan stimulasi forskolin untuk mengakumulasi UT-A1 di membran plasma apikal dan
transpor urea, hal ini mengindikasikan bahwa paling tidak salah satu serine ini harus
mengalami fosforilasi. Antibodi fosfospesifik dari Ser 486 UT-A1 menunjukkan bahwa Ser
486 UT-A1 merupakan molekul utama yang diekspresikan di membran plasma apikal, dan
menunjukkan bahwa vasopresin meningkatkan akumulasi UT-A1 di membran plasma apikal.
Regulasi vasopresin pada transpor urea dan air

Ginjal secara independen mengatur ekskresi urea dan air supaya osmolalitas urine terjaga dan
mengatur (megembalikan) osmolalitas plasma. Walaupun permeabilitas urea dan air sering
berubah bersamaan , ada suatu keadaan dimana mereka mengalami perubahan sendiri-sendiri.
Karena vasopresin merupakan hormon utama yang meregulasi eksresi urea dan air melalui
reseptor V2 di IMCD, tetap ada perbedaan dalam alur sinyal yang dimediasi oleh vasopresin.
Terdapt sinyal tambahan atau jalur sinyal yang meregulasi urea yang berbeda dibanding
permeabilitas air. Mekanisme regulasi vasopresin terhadap permeabilitas air cukup jelas:
dimana vasopresin berikatan dengan reseptor V2, meningkatkan produksi cAMP,
mengaktivasi PKA, memfosforilasi AQP 2 pada serine 256, 261, 264, dan 269, serta
meningkatkan akumulasi AQP2 di apikal membran plasma. Mekanisme transpor urea oleh
vasopresin hanya terpecahkan sebagian: vasopresin berikatan dengan reseptor V2,
meningkatkan produksi cAMP, mengkativasi PKA (yang memfosforilasi UT-A1 pada serine
486 dan 499)dan Epac, serta meningkatkan akumulasi UT-A1 di membran plasma. Selain itu,
aktivasi protein kinase C(disebabkan oleh jipertonisitas atau oleh angiotensin II) juga
meningkatkan permeabilitas urea pada IMCD mencit.
Gambar 3. Reabsorbsi air dan urea pada sel prinsipal inner medullary collecting duct. Dalam
sistem regulasi air, vasopresin (AVP) berikatan dengan reseptor V2 (V2R) di membran
plasma basolateral, mengaktivasi adenil siklase (AC), meningkatkan cyclic AMP intraselular
(cAMP), dan menstimulasi aktivitas protein kinase A (PKA). Vesikel sitoplasma membawa
channel air AQP2 yang terfosforilasi, masuk kedalam luminal sebagai respon terhadap
vasopresin, itulah mengapa terjadi peningkatan permeabilitas air pada membran ini. Ketika
stimulasi vasopresin telah berakhir, channel air ini disimpan kembali melalui proses
endositik, selanjutnya permeabilitas air kembali ke nilai basal. Proses tersebut mirip dengan
regulasi urea, hanya saja cAMP menstimulasi PKA dan Epac, pertukaran protein diaktivasi
oleh cAMP. UT-A1 diubah dan didegradasi oleh proteasome. Walau tidak ditampilkan,
membran plasma basolateralmengandung channel air AQP3 dan AQP4 dan transporter urea
UT-A3, itulah jalur transelular lengkap dari reabsorbsi air dan urea.
(Jeff M Sand, Mitsi A Blount, Janet D Klein. Regulation of Renal Urea Transport by
Vsopressin. Transactions of The American Cinical and Climatological Association. 2010;
122: 82-92)

Efek Vasopressin pada ARF

Patogenesis ARF dalam sepsis masih belum sepenuhnya dimengerti. Sebagian besar peneliti
memfokuskan diri pada renalvasokonstriksi yang memiliki efek lebih lanjut berupa gangguan
GFR. Endotoksemia menyebabkan perubahan dalam aliran darah intrarenal yang
mempengaruhi kerusakan awal di tingkat medular. Redistribusi mikrovaskular dari medulla
hingga korteks penting artinya dalam mengetahui RBF (Renal Blood Flow), dan berkaitan
dengan reaktivitas agen vasokonstriktor yang normal maupun yang meningkat. Beberapa jam
setelah serangan, endotoksemia dalam hewan percobaan seringkali menyebabkan poliuria.

Selama 20 tahun Nor epinefrin (NE), sering dianggap sebagai zat yang menginduksi
disproporsionasi/ pengurangan berlebih aliran arteriol aferen dengan adanya konsekuensi
reduksi GFR dan Urine Output (UO). Namun fakta sebenarnya, NE dengan dosis klinis yang
relevan dapat meningkatkan RBF dan aliran medular, serta dapat meningkatkan UO. AVP,
disisi lain, telah dikenal meningkatkan atau bahkan menjaga RBF pada model hewan
percobaan. Umumnya efek AVP di korteks, memiliki efek potensial bermanfaat terhadap UO.
Namun sebenarnya pada hewan uji coba, NE berkebalikan dengan AVP per infus dimana NE
tidak berpengaruh terhadap RBF namun meningkatkan filtration fraction (FF) renal. Faktanya
terdapat sedikit peningkatan UO pada hewan uji coba dengan AKI yang diinduksi dengan
LPS, dan tidak berubah dengan pemberian AVP per infus, walaupun tidak terdapat cairan
resusitasi spesifik yang diberikan. Namun dengan pemberian AVP parenteral didapatkan
sedikit penurunan Clearance Creatinine (CCr). Namun, terdapat laporan terhadap uji coba
manusia dimana pemberian AVP atau terlipressin, sebuah analog sintetik dengan waktu paruh
lebih panjang dan lebih selektif terhadap V1R, dapat meningkatkan UO dalam 4-8 jam
pemberian terapi, namun efek pemberian jangka panjang masih belum jelas berdampak pada
peningkatan CCr. Selain itu, AVP, dDAVP, dan Agonis V2R memiliki efek terhadap
peningkatan kejadian proteinuria.

Vasopresor selektif memiliki efek utama tehadap regulasi reseptor AVP (V2R) dan ekspresi
AQP-2 pada AKI. AVP memiliki efek yang lebih besar daripada NE dalam hal menjaga
homeostasis air, garam, begitu juga dengan menurunkan protein uri dan menjaga pompa
ekskresi. Hal ini menunjukkan efek AVP pada vaskulatory dan atau gangguan eksositosis
serta mungkin aktivitas disfungsional AQP-2 berkontribusi terhadap efek-efeknya yang
terlihat dalam sepsis. (Frederic Chagnon, et al. Modulation of aquaporin-2/vasopressin2
receptor kidney expression and tubular injury after endotoxin (lipopolysccharide) challenge.
Crit Care Med. 2008; 36 (11):3054-3061)

Efek Vasopressin pada CKD

Efek AVP terhadap tekanan darah sangatlah kompleks. V1a berdampak pada otot polos
vaskuler dan aliran darah renal. V2 berdampak pada peningkatan ekspresi sodium channel
(EnaC) beta dan gamma epitelial serta fungsinya dalam meningkatkan tekanan darah di
daerah duktus kolektivus korteks renal. Di sisi lain, tingginya level sirkulasi AVP, dimana
terjadi aktivasi reseptor V1a, mungkin dapat menimbulkan efek antihipertensif dengan jalan
menginduksi sintesis prostaglandin di duktus kolektivus yang dapat meningkatkan aliran
darah medular. AVP sepertinya memainkan peranan dalam bentuk sensitif-garam pada
manusia dan hipertensi eksperimental dimana level sirkulasi dari dan sensitivitas (upregulasi
reseptor V1A di pembuluh darah preglomerular atau reseptor V2 di duktus kolektivus atau
downregulasi Sintase Nitirit Oksida) terhadap AVP meningkat. Hal ini sesuai dengan
progresifitas penyakit hipertensi dan CKD. Efek non hemodiamik AVP pada proliferasi dan
hipertrofi sel mesangial, produksi kolagen tipe I dan II serta fibronektin, dan inhibisi sintesis
matriks metalloproteinase (MMP)-2, juga berkontribusi terhadap perkembangan kejadian
gromelurosklerosis dan progresifitas CKD.

(Vincente E Torres. Vassopressin inchronic kidney disease, an elephant in the room? Kidney
Int. 2009; 76(9): 925-928)

Anda mungkin juga menyukai