Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

ANALISISGAS DARAH

Disusun oleh:
Arie Sumbaga Agung
2265050045

Pembimbing:
dr. Langgeng Raharjo, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


PERIODE 17 APRIL – 27 MEI 2023
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
INDONESIA RSUD CHASBULLAH ABDULMADJID KOTA
BEKASI
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan Referat dengan judul “Analisis Gas Darah” yang
disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu Anestesi di RSUD dr.
Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada:
1. dr. Langgeng Raharjo , Sp.An selaku pembimbing Referat yang telah membimbing
dan memberikan ilmu kepada penulis.
2. Teman-teman kepaniteraan Ilmu Anestesi yang telah memberikan bantuan dan
dukungan dalam penyusunan Referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu, penulis
mengharapkan kritikan serta saran yang bersifat membangun sehingga penulisan referat ini
dapat lebih baik lagi. Semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis yang
sedang menempuh pendidikan profesi dokter.

Bekasi, 18 Juni 2023


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak dulu terdapat berbagai macam obat yang mempunyai efek meningkatkan volume urin dan
digunakan untuk mengobati pasien dengan gangguan volume cairan dan komposisi elektrolit. Obat-
obat tersebut disebut sebagai diuretik. Diuretik adalah suatu agen obat yang dapat meningkatkan
volume urin atau laju aliran urin dengan cara meningkatkan ekskresi air dan Na+ serta digunakan
untuk meregulasi volume atau komposisi cairan tubuh pada beberapa keadaan contohnya edema.

Pada abad ke-16, Obat-obat diuretik telah diperkenalkan oleh Paracelsus sebagai terapi edema.
Kemudian pada tahun 1930, Swartz menemukan bahwa sulfanilamide (antimikrobial) dapat
mengobati pasien gagal jantung, yaitu dengan meningkatkan ekskresi dari Na +. Sejak diketahui bahwa
obat-obat antimikroba seperti sulfanilamide memiliki efek samping terhadap perubahan komposisi
dan jumlah ekskresi urin, dilakukan berbagai penelitian terhadap obat-obat diuretik kembali.

Diuretik adalah obat yang paling banyak diresepkan di USA. Hal ini dikarenakan obat diuretik
cukup efektif untuk pengobatan. Akan tetapi, efek samping dari obat-obat diuretik juga banyak.
Sehingga sebagai seorang dokter umum perlu mengetahui jenis-jenis obat diuretik agar dapat
memberikan terapi diuretik secara rasional kepada pasien.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal


Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, diluar rongga peritoneum seperti pada
gambar 2-1. Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira 150 gram. Sisi medial setiap ginjal
merupakan daerah lekukan yang disebut hilus tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik,
suplai saraf, dan ureter yang membawa urin akhir dari ginjal ke kandung kemih, tempat urin disimpan
hingga dikeluarkan. Ginjal dilingkupi oleh kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi struktur
dalamnya yang rapuh.1

Gambar 2-1. Susunan umum ginjal dan sistem kemih1

Secara histologis, ginjal dibagi menjadi dua daerah yaitu korteks dibagian luar dan medula di
bagian dalam. Medula ginjal terbagi menjadi beberapa massa jaringan berbentuk kerucut yang disebut
piramida ginjal. Dasar dari setiap piramida dimulai pada perbatasan antara korteks dan medula serta
berakhir di papilla, yang menonjol ke dalam ruang pelvis ginjal, yaitu sambungan dari ujung ureter
bagian atas yang berbentuk corong. Batas luar pelvis terbagi menjadi kantong-kantong dengan ujung
terbuka yang disebut dengan kaliks mayor, yang meluas ke bawah dan terbagi menjadi kaliks minor,
yang mengumpulkan urin dari tubulus setiap papila. Dinding kaliks, pelvis, dan ureter terdiri dari
elemen-elemen kontraktil yang mendorong urin menuju kandung kemih, tempat urin disimpan dan
dikeluarkan melalui mikturisi.1

2
Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya sekitar 22% dari curah jantung, atau 1100
ml/menit. Arteri ginjal utama (arteri renalis) bercabang di dekat hilum ginjal ke dalam arteri
segmentalis yang selanjutnya bercabang lagi membentuk arteri interlobaris yang menembus parenkim
ginjal. Arteri interlobaris melengkung pada perbatasan medula dan korteks ginjal untuk membentuk
pembuluh seperti lengkungan yang disebut arteri arcuata. Arteri arcuata bercabang lagi membentuk
pembuluh vertikal yang disebut arteri interlobularis, yang masuk ke korteks renal dan menyuplai
darah ke arteriol aferen. Arteriol aferen tunggal berpenetrasi ke glomerulus tiap nefron dan bercabang
lagi dalam jumlah banyak untuk membentuk ikatan kapiler glomerulus. Cabang-cabang ini bergabung
membentuk arteriol eferen.2
Arteriol-arteriol eferen pada glomeruli superfisial naik ke permukaan ginjal sebelum dipisah
kedalam kapiler peri tubulus yang menjaga elemen-elemen tubulus dari korteks renal. Arteriol eferen
pada jukstamedula glomeruli turun ke medula dan bercabang untuk membentuk arteriol rekta
menurun, yang menyuplai darah ke kapiler-kapiler medula. Darah yang kembali dari medula melalui
arteriol rekta naik mengalir secara langsung ke vena arcuata, dan darah dari kapiler peritubulus
korteks masuk ke vena interlobular yang selanjutnya berhubungan dengan vena arcuata. Vena arcuata
mengalirkan darah kedalam vena interlobaris, yang selanjutnya berhubungan dengan vena arcuata.
Vena arcuata mengalirkan darah kedalam vena interlobularis, yang selanjutnya mengalir ke vena
segmentalis, kemudian meninggalkan ginjal melalui vena ginjal utama.2
Unit dasar pembentukan urin di ginjal adalah nefron, yang terdiri atas organ-organ penyaring,
glomerulus, yang terhubung dengan suatu bagian tubulus panjang yang mereabsorpsi dan membentuk
ultrafiltrat glomerular. Tiap ginjal manusia terdiri atas sekitar 1 juta nefron. Tata nama untuk segmen-
segmen nefron tubulus menjadi sangat kompleks karena para ahli fisiologi ginjal telah membagi lagi
nefron menjadi segmen-segmen yang lebih pendek. Pembagian ini awalnya didasarkan lokasi aksial
segmen tetapi selanjutnya didasarkan pada morfologi sel-sel epitelium yang terdapat di berbagai
segmen nefron. Gambar 2-2 di bawah ini menjelaskan pembagian nefron menjadi 14 subsegmen yang
saat ini disetujui.2

3
Gambar 2-2. Anatomi dan Tata nama nefron2

Tabel dibawah ini menunjukkan fungsi-fungsi dari bagian segmen utama nefron.3

4
Tabel 2-1 Berbagai segmen utama nefron beserta fungsinya3
Segmen Fungsi Permeabilitas Transporter Utama
Terhadap Air dan Target
Obat pada
Membran Apikal
Glomerulus Pembentukan filtrat glomerulus Amat sangat tinggi Tidak ada
Tubulus Reabsorpsi 65% Na+ yang Sangat tinggi Na/H (NHE3),
kontortus difiltrasi, K+, Ca2+, dan Mg+. 85% karbonik anhidrase
proksimal NaHCO3, dan hampir 100%
glukosa dan asam amino.
Reabsorpsi isosmotik air.
Tubulus rektus Sekresi dan reabsorpsi asam dan Sangat tinggi Transporter asam
proksimal basa organik, termasuk asam urat (contoh, asam urat)
dan kebanyakan diuretik dan basa
Ansa henle Reabsorpsi pasif air Tinggi Akuaporin
cabang
descenden
tipis
Ansa henle Reabsorpsi aktif 15-25% Na+ Sangat rendah Na/K/2Cl (NKCC2)
cabang yang difiltrasi, K+, Cl-.
ascenden tebal Reabsorpsi sekunder Ca2+ dan
Mg+
Tubulus Reabsorpsi aktif 4-8% Na+ dan Sangat rendah Na/Cl (NCC)
kontortus Cl- yang difiltrasi. Reabsorpsi
distal Ca2+ dibawah kontrol hormon
paratiroid
Tubulus Reabsorpsi Na+ (2-5%) digabung Bervariasi Kanal Na (ENaC),
koligen renalis dengan sekresi K+ dan H+ kanal K, transporter H,
kortikal akuaporin
Tubulus Reabsorpsi air dibawah kontrol Bervariasi Akuaporin
koligen renalis vasopresin
medula

2.2 Definisi Diuretik

5
Diuretik adalah suatu agen obat yang dapat meningkatkan volume urin atau laju aliran urin
dengan cara meningkatkan ekskresi air dan Na+ dengan cara mengurangi absorpsi dari Na+ dan
kadang-kadang Cl- (Natriuresis) dalam filtrat serta digunakan untuk meregulasi volume atau
komposisi cairan tubuh pada beberapa keadaan seperti hipertensi, gagal ginjal, gagal jantung, sirosis
dan sindrom nefrotik.2,3,4

2.3 Klasifikasi Diuretik


Berdasarkan aspek mekanisme kerjanya, diuretik dibagi menjadi 2, yaitu4:
1. Secara langsung (aksi langsung pada sel di nefron ginjal)
2. Secara tidak langsung (mengubah komposisi dari filtrat)

1. Aksi langsung pada sel di nefron ginjal


a. Diuretik loop (Inhibitor symport Na+-K+-2Cl-)
Diuretik loop adalah diuretik terkuat karena kemampuannya untuk mengekskresikan Na +
sebanyak 15-25%. Diuretik ini secara selektif menghambat reabsorpsi NaCl dengan cara
menghambat symport Na+-K+-2Cl- bagian membran luminal pada ansa henle cabang asenden
tebal. Karena efek diuretiknya tidak dibatasi oleh asidosis, seperti pada kasus inhibitor
karbonik anhidrase, diuretik loop adalah salah satu agen diuretik paling efektif yang
tersedia.3,4
Khasiat diuretik loop dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: (1) sekitar 25% beban Na + yang
difiltrasi secara normal direabsorpsi oleh bagian ascenden tebal, dan (2) segmen-segmen
nefron sebelum bagian ascenden tebal tidak mempunyai kapasitas reabsorpsi yang cukup
untuk mendapatkan kembali berlimpahnya senyawa yang keluar dari bagian naik yang tebal.2

Kimiawi
Diuretik loop atau inhibitor symport Na+-K+-2Cl- merupakan golongan obat yang
memiliki struktur kimia yang beragam. Furosemida, bumetanida, azosemida, piretanida, dan
tripamida termasuk dalam diuretik loop golongan sulfonamida. Sedangkan asam etakrinat
merupakan derivat dari asam fenoksiasetat yang mengandung gugus keton dan metilen.
Diuretik merkurium organik juga dapat menghambat transport garam pada ansa henle cabang
asenden tebal. Akan tetapi, karena toksisitas yang tinggi golongan ini sudah tidak digunakan
lagi.3

Farmakokinetik
Diuretik loop cepat diabsorpsi dan dieliminasi oleh ginjal melalui filtrasi glomerulus dan
6
sekresi tubulus. Torsemid oral diabsorpsi dalam waktu 1 jam dan jika diberikan intravena
absorpsinya hampir sempurna. Durasi efek torsemid sekitar 4-6 jam. Sedangkan furosemid

7
memerlukan waktu yang lebih panjang untuk diabsorpsi yaitu 2-3 jam, dan dengan durasi
efek yang lebih pendek yaitu 2-3 jam. Waktu paruh keduanya bergantung pada fungsi ginjal.
Pemberian obat-obat lain seperti NSAID atau probenesid dapat mengurangi sekresi asam
lemah yang menyebabkan penurunan sekresi diuretik loop.3,4

Farmakodinamik
Mekanisme kerja dari diuretik loop adalah dengan menghambat symport Na +-K+-2Cl- di
lumen ansa henle cabang ascenden tebal. Hal ini menyebabkan penurunan reabsorpsi
terhadap NaCl serta mengurangi potensial positif di lumen akibat difusi kembali K+ yang
meningkatkan ekskresi dari Mg2+ dan Ca2+. Hal ini dapat memicu terjadinya hipomagnesium
pada penggunaan berkepanjangan. Hipokalsemia tidak terjadi pada pemberian diuretik loop
dikarenakan absorpsi Ca2+ di usus dapat dipicu oleh vitamin D dan Ca2+ juga aktif direabsorpsi
pada tubulus kontortus distal.3
Pada pasien dengan gangguan hiperkalsemia, dapat diberikan kombinasi antara diuretik
loop dan infus saline untuk meningkatkan ekskresi Ca2+. Agen seperti NSAID dapat
mengganggu kerja diuretik loop melalui penurunan sintesis prostaglandin (berperan dalam
kerja diuretik di ginjal) sehingga perlu berhati-hati terutama pada pasien dengan sindrom
nefrotik atau sirosis hepatik.3
Selain memiliki aktivitas diuretik, diuretik loop juga memiliki efek yang belum diketahui
secara lengkap terhadap aliran darah. Contohnya pada penggunaan furosemid secara
intravena pada pasien dengan edema paru et causa gagal jantung akut, dapat memberikan efek
vasodilator (terapi yang berguna) sebelum muncul efek diuretik.4

Indikasi klinis dan Dosis


Indikasi klinis penggunaan diuretik loop antara lain, yaitu3,4:
- Edema paru akut
- Hiperkalsemia akut
- Hiperkalemia
- Gagal ginjal akut
- Overdosis anion
- Gagal jantung kronik
- Sindrom nefrotik
- Sirosis hepatik dengan komplikasi asites
- Hipertensi

8
Tabel 2-2 Dosis tipikal agen-agen diuretik loop3
Obat Dosis Oral Harian Total1
Bumetanid 0.5-2 mg
Asam etakrinat 50-200 mg
Furosemid 20-80 mg
Torsemid 5-20 mg
1
sebagai dosis tunggal atau terbagi dalam dua dosis

Efek samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu3:
- Alkalosis metabolik hipokalemik
- Ototoksisitas
- Hiperurisemia
- Hipomagnesemia
- Reaksi alergik dan reaksi lainnya

b. Tiazid
Diuretik tiazid adalah diuretik yang bekerja pada tubulus kontortus distal (contohnya,
bendroflumetiazid, hidroklorotiazide) dan diuretik terkait (contohnya, klortaridon, indapamid,
dan metolazon). Golongan tiazid kurang poten terhadap pengobatan pasien hipertensi jika
dibandingkan dengan golongan diuretik loop. Akan tetapi, golongan tiazid lebih dipilih dalam
penanganan kasus hipertensi biasa. Pada penggunaan klinis, golongan tiazid juga dapat
mengurangi resiko stroke dan serangan jantung. Contoh, klortalidon digunakan sebagai obat
antihipertensi baru (ACE inhibitor dan antagonis kalsium).4

Kimiawi
Golongan diuretik tiazid memiliki gugus sulfonamida yang tidak tersubstitusi. Prototipe
dari tiazid adalah hidroklorotiazid. Banyak senyawa ini merupakan analog 1,2,4-
benzotiadiazin-1,1-dioksida.2,3

Farmakokinetik
Semua tiazid dapat diberikan per oral, tetapi terdapat perbedaan dalam metabolismenya.
Klorotiazid, yakni senyawa induk kelompok ini, bersifat kurang larut dalam lemak dan harus

9
diberikan dalam dosis yang relatif besar. Klortalidon diabsorpsi secara perlahan dan durasi
kerjanya lebih panjang. Meskipun indapamid diekskresi melalui sistem empedu, bentuk aktif
obat ini yang di ekskresi oleh ginjal cukup untuk menimbulkan efek diuretiknya di tubulus
kontortus distal.3,4
Semua tiazid diekskresikan oleh urin dan kebanyakan melalui sistem sekresi tubular. Hal
ini menyebabkan terjadi persaingan dengan sekresi asam urat oleh sistem sekresi tersebut.
Akibatnya, penggunaan tiazid dapat menurunkan ekskresi asam urat dan meningkatkan kadar
asam urat serum.4

Farmakodinamik
Tiazid menghambat reabsorpsi NaCl dari sisi lumen sel epitel tubulus kontortus distal
dengan memblokade transporter Na +/Cl-. Berbeda dengan tempat kerja diuretik loop, ansa
henle cabang ascenden tebal, tiazid sangat meningkatkan reabsorpsi dari Ca2+. Peningkatan
ini diperkirakan terjadi akibat efek tiazid pada tubulus kontortus proksimal dan distal. Dalam
tubulus kontortus proksimal, hilangnya volume cairan tubuh akibat tiazid menyebabkan
peningkatan absorpsi pasif Ca2+ dan Na+. Dalam tubulus kontortus distal, penurunan kadar
Na+ intrasel akibat blokade pemasukan Na+ oleh tiazid meningkatkan pertukaran Na+/ Ca2+
keseluruhan, walaupun jarang menyebabkan hiperkalsemia karena peningkatan reabsorpsi,
tiazid dapat memperberat hiperkalsemia pada pasien yang menderita hiperparatiroidisme,
karsinoma, dan sarkoidosis. Tiazid juga bermanfaat dalam pengobatan batu ginjal yang
disebabkan oleh hiperkalsiuria. Karena kerja tiazid bergantung pada produksi prostaglandin
ginjal, tiazid juga dapat dihambat oleh NSAID pada berbagai kondisi.3

Indikasi Klinis dan Dosis


Indikasi diuretik tiazid antara lain, yaitu3:
- Hipertensi
- Gagal jantung
- Nefrolitiasis akibat hiperkalsiuria idiopatik
- Diabetes insipidus nefrogenik

10
Tabel 2-3 Dosis tiazid dan diuretik terkait3
Obat Total Dosis Oral Harian Frekuensi Pemberian
Bendroflumetiazid 2.5-10 mg Dosis tunggal
Klorotiazid 0.5-2 mg Dua dosis terbagi
Klortalidon1 25-50 mg Dosis tunggal
Hidroklorotiazid 25-100 mg Dosis tunggal
Hidroflumetiazid 12.5-50 mg Dua dosis terbagi
Indapamid 2.5-10 mg Dosis tunggal
Metilklotiazid 2.5-10 mg Dosis tunggal
Metolazon1 2.5-10 mg Dosis tunggal
Politiazid 1-4 mg Dosis tunggal
Quinethazon 1
25-100 mg Dosis tunggal
Triklormethiazid 1-4 mg Dosis tunggal
1
bukan suatu tiazid tapi sulfonamida yang secara kualitatif serupa dengan tiazid

Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu3,4:
- Alkalosis metabolik hipokalemia dan hiperurisemia
- Gangguan toleransi karbohidrat
- Hiperlipidemia
- Hiponatremia
- Reaksi alergi
- Rasa lemah, letih, paresthesia, dan impotensi
- Hipertensi
- Gagal jantung ringan
- Edema resisten parah
- Diabetes insipidus nefrogenik

c. Antagonis Aldosteron (Diuretik Hemat Kalium)


Diuretik ini mencegah sekresi kalium dengan melawan efek aldosteron pada tubulus
koligen renalis kortikal dan bagian akhir distal. Mekanisme kerja dapat melalui inhibisi
langsung terhadap reseptor mineralokortikoid (contoh obat: spironolakton dan eplerenon)
atau inhibisi terhadap influks Na+ melalui kanal ion di lumen membran (contoh obat: amilorid
dan triamteren). Spironolakton dan eplerenon memiliki kemampuan diuretik terbatas jika

11
digunakan secara tunggal. Hal ini dikarenakan dibagian distal tempat mereka bekerja hanya
bisa mereabsorpsi filtrat Na+ sebanyak 2%. Walaupun begitu keduanya memiliki efek
antihipertensi dan dapat memperpanjang hidup beberapa pasien dengan gagal jantung. Jika
dikombinasikan dengan diuretik loop atau tiazid, akan menimbulkan efek pencegahan
terhadap hipokalemia.3,4

Kimiawi
Senyawa mineralokortikoid menyebabkan retensi garam dan air serta meningkatkan
ekskresi dari K+ dan H+ dengan cara berikatan dengan reseptor mineralokortikoid tertentu.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa spirolakton dapat memblok efek dari
mineralokortikoid sehingga dibuatlah antagonis reseptor mineralokortikoid yaitu,
spironolakton (suatu 17-spirolakton).2

Farmakokinetik
Spironolakton diabsorpsi dengan baik di usus. Awitan dan durasi kerja spironolakton
ditentukan oleh kinetik respons aldosteron di jaringan sasaran. Waktu paruh spironolakton
dalam plasma hanya 10 menit, akan tetapi bentuk metabolit aktifnya, canrenone memiliki
waktu paruh 16 jam. Spironolakton sebagian besar di inaktivasi di hati. Secara keseluruhan,
awitan kerja spironolakton agak lambat, dibutuhkan beberapa hari sebelum efek terapi penuh
dicapai. Eplerenon adalah analog spironolakton yang lebih selektif terhadap reseptor
aldosteron.3,4
Amilorid dan triamteren adalah penghambat langsung influks Na + di tubulus koligen
renalis. Triamteren dimetabolisme di hati, tetapi ekskresi ginjal merupakan jalur eliminasi
bentuk aktif dan metabolit triamteren yang utama. Triamteren memiliki waktu paruh yang
lebih singkat sehingga harus diberikan lebih sering dibandingkan dengan amilorid (yang tidak
dimetabolisme).3

Farmakodinamik
Diuretik hemat kalium menurunkan absorpsi di tubulus dan tubulus koligen renalis.
Absorpsi Na+ (dan sekresi K+) pada tempat ini diatur oleh aldosteron. Antagonis aldosteron
mempengaruhi proses ini. Efek serupa diamati pada pengaturan H+ oleh sel interkalaris
tubulus koligen renalis. Hal ini menjelaskan alasan terjadinya asidosis metabolik pada
penggunaan antagonis aldosteron.3

12
Spironolakton dan eplerenon berikatan dengan reseptor aldosteron dan dapat pula
menurunkan pembentukan metabolit aktif aldosteron di dalam sel. Amilorid dan triamteren
tidak memblokade reseptor aldosteron tetapi langsung mempengaruhi masuknya Na + melalui
kanal ion natrium epitel (ENaC) pada membran apikal tubulus koligen renalis. Karena sekresi
K+ digabung dengan masuknya Na + pada segmen ini, agen-agen ini juga merupakan diuretik
hemat kalium yang efektif. Kerja antagonis aldosteron bergantung pada produksi
prostaglandin, sehingga kerjanya dapat dihambat oleh NSAID pada berbagai kondisi.3

Indikasi Klinis dan Dosis


Indikasi diuretik hemat kalium antara lain, yaitu3,4:
- Mineralokortikoid yang berlebihan atau hiperaldosteronisme (aldosteronisme)
- Hipersekresi primer (sindrom conn, produksi hormon adrenokortikotropik)
- Aldosteronisme sekunder (dipicu oleh gagal jantung, sirosis hepatik, sindrom nefrotik)
- Hipertensi resisten esensial

Tabel 2-4 Dosis diuretik hemat kalium dan preparat kombinasi3


Nama Dagang Diuretik Hemat Kalium Hidroklorotiazid
Aldactazid Spironolakton 25 mg 50 mg
Aldacton Spironolakton 25, 50, atau 100 mg ---
Dyazid Triamteren 37.5 mg 25 mg
Dyrenium Triamteren 50 atau 100 mg ---
Inspra1 Eplerenon 25, 50, atau 100 mg ---
Maxzid Triamteren 75 mg 50 mg
Maxzide-25 mg Triamteren 37.5 mg 25 mg
Midamor Amilorid 5 mg ---
Moduretic Amilorid 5 mg 50 mg
1
eplerenon saat ini disetujui penggunaannya hanya untuk hipertensi

Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu3,4:
- Hiperkalemia
- Asidosis metabolik hiperkloremia
- Ginekomastia
- Gagal ginjal akut

13
- Batu ginjal

d. Inhibitor Karbonik Anhidrase


Asetazolamid merupakan prototipe golongan senyawa diuretik yang kegunaannya
terbatas tetapi berperan penting dalam perkembangan konsep dasar fisiologis dan
farmakologi ginjal.2

Kimiawi
Awalnya sulfonamid diperkenalkan sebagai suatu senyawa kemoterapeutik dengan efek
samping metabolik asidosis. Penemuan ini menyebabkan dilakukan penelitian in vitro dan in
vivo yang menyatakan bahwa sulfonamid adalah suatu inhibitor karbonik anhidrase. Motif
umum molekul inhibitor karbonik anhidrase yang tersedia saat ini adalah terdapat gugus
sulfonamid yang tidak tersubstitusi.2

Farmakokinetik
Penghambat karbonik anhidrase diabsorpsi secara baik setelah pemberian oral.
Peningkatan pH urin akibat diuresis HCO 3- tampak dalam waktu 30 menit, maksimal setelah 2
jam, dan bertahan selama 12 jam setelah pemberian dosis tunggal. Obat diekskresi melalui
sekresi di segmen S2 tubulus proksimal sehingga dosis obat harus diturunkan pada pasien
insufisiensi ginjal.2,3

Farmakodinamik
Inhibisi aktivitas karbonik anhidrase sangat menekan reabsorpsi HCO3- di tubulus
kontortus proksimal. Pada dosis teraman, inhibitor karbonik anhidrase menghambat 85%
kapasitas reabsorpsi HCO3- dari tubulus kontortus proksimal superfisial. Beberapa HCO3-
tetap dapat diabsorpsi ditempat lain di nefron melalui mekanisme yang tidak bergantung pada
karbonik anhidrase sehingga efek keseluruhan penghambatan oleh dosis maksimal
acetazolamide hanyalah sebesar 45% dari seluruh reabsorpsi HCO3- di ginjal. Walaupun
demikian, inhibisi karbonik anhidrase menyebabkan pelepasan HCO 3- dan asidosis metabolik
hiperkloremik yang signifikan. Karena penurunan kadar HCO 3- dalam filtrat glomerulus dan
fakta bahwa deplesi HCO3- menyebabkan peningkatan reabsorpsi NaCl di segmen nefron lain,
efektivitas diuretik acetazolamide menurun secara signifikan setelah digunakan selama
beberapa hari.3
Saat ini aplikasi klinis acetazolamide yang utama menyangkut transport cairan dan HCO 3-
yang bergantung pada karbonik anhidrase di tempat lain selain ginjal. Badan siliaris mata
14
menyekresi HCO3 - dari darah ke dalam aqueous humor. Pembentukan cairan serebrospinal
oleh pleksus koroideus juga menyangkut sekresi HCO
3
-
. Walaupun berbagai proses ini
memindahkan HCO 3- dari darah (arah yang berlawanan dengan arah di tubulus proksimal),
proses-proses ini juga dihambat oleh penghambat karbonik anhidrase.3

Indikasi Klinis dan Dosis


Indikasi diuretik inhibitor karbonik anhidrase antara lain, yaitu2,3:
- Glaukoma
- Alkalinisasi urine
- Alkalosis metabolik
- Penyakit gunung akut (acute mountain sickness)
- Ajuvan dalam terapi epilepsi, paralisis periodik akibat hipokalemia, dan hiperfosfatemia

Tabel 2-5 Dosis diuretik inhibitor karbonik anhidrase yang digunakan per oral dalam terapi
glaukoma3
Obat Dosis Oral Normal
Acetazolamide 250 mg 1-4 kali sehari
Diklorfenamide 50 mg 1-3 kali sehari
Methazolamide 50-100 mg 2-3 kali sehari

Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu2,3:
- Asidosis metabolik hiperkloremik
- Batu ginjal
- Pembuangan kalium ginjal
- Rasa mengantuk, paresthesia, toksisitas sistem saraf, dan reaksi hipersensitivitas
- Depresi sum-sum tulang
- Toksisitas pada kulit

2. Aksi tidak langsung dengan mengubah komposisi dari filtrat


a. Diuretik Osmotik
Tubulus kontortus proksimal dan ansa henle cabang desenden sangat permeabel terhadap
air. Agen apapun yang aktif secara osmotik yang difiltrasi glomerulus tapi tidak direabsorpsi
menyebabkan retensi air di segmen ini sehingga menimbulkan diuresis air. Agen seperti

15
demikian dapat digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial dan untuk cepat
menghilangkan racun ginjal. Manitol adalah prototipe dari diuretik osmotik. Selain manitol,
ada juga gliserin, isosorbid, dan urea.2,3

Farmakokinetik
Diuretik osmotik sulit diabsorpsi. Sehingga obat ini harus diberikan secara parenteral.
Jika diberikan peroral, manitol menyebabkan diare osmotik. Manitol tidak dimetabolisme dan
diekskresi melalui filtrasi glomerulus dalam waktu 30-60 menit, tanpa adanya reabsorpsi
ataupun sekresi tubular yang berarti.3

Farmakodinamik
Diuretik osmotik terutama bekerja di tubulus kontortus proksimal dan ansa henle cabang
desenden. Melalui efek osmotik, diuretik ini melawan kerja ADH di tubulus koligen renalis.
Adanya bahan yang tidak dapat direabsorpsi, seperti manitol mencegah absorpsi normal air
dengan menimbulkan tekanan osmotik yang melawan keseimbangan. Akibatnya, volume urin
meningkat. Peningkatan laju aliran urin menurunkan waktu kontak antara cairan dan epitel
tubulus sehingga menurunkan reabsorpsi Na+ dan juga reabsorpsi air. Natriuresis yang terjadi
kurang berarti dibandingkan dengan diuresis air, yang kemudian menyebabkan kehilangan
banyak cairan tubuh dan hipernatremia.2,3

Dosis dan Indikasi Klinis


Indikasi diuretik osmotik antara lain, yaitu2,3:
- Meningkatkan volume urin
- Penurunan tekanan intrakranial

Dosis yang diberikan untuk tujuan meningkatkan volume urin awalnya 12.5 g secara intra
vena (dosis uji) sebelum memulai infus kontinu. Manitol tidak boleh dilanjutkan kecuali
terdapat peningkatan laju aliran urin lebih dari 50 ml/jam dalam waktu 3 jam setelah
pemberian dosis uji. Manitol dengan dosis 12.5-25 g dapat diulang pemberiannya tiap 1-2
jam untuk mempertahankan laju aliran urin agar berada diatas 100 ml/jam. Penggunaan
jangka panjang tidak dianjurkan. Untuk fungsi penurunan tekanan intrakranial dan intraokular
dapat diberikan manitol secara intravena dengan dosis 1-2 g/kg. monitoring tekanan
intrakranial, karena tekanan intrakranial harus turun dalam waktu 60-90 menit.3

16
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu2,3:
- Ekspansi cairan ekstrasel
- Dehidrasi, hiperkalemia, dan hipernatremia
- Sakit kepala, mual, dan muntah
- Edema paru (pada pasien gagal jantung dan kongesti paru)

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

17
Diuretik merupakan obat yang berfungsi untuk meningkatkan volume urin dan ekskresi dari Na +
dan elektrolit lainnya. Diuretik dibagi menjadi 2 jenis menurut mekanisme kerjanya yaitu secara
langsung pada sel nefron ginjal (diuretik loop, tiazid, antagonis aldosteron/ diuretik hemat kalium,
dan inhibitor karbonik anhidrase) dan tidak langsung melalui perubahan pada komposisi filtrat
(diuretik osmotik). Efek samping penggunaan diuretik bermacam-macam, dan yang paling sering
adalah gangguan keseimbangan elektrolit pada tubuh.

Daftar Pustaka

18
1. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology: The Body Fluids and Kidneys. 11 th Edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006. p. 308-10.
2. Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG. Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basic of
Therapeutics: Drugs Affecting Renal and Cardiovascular Function. 11th Edition. California:
McGraw-Hill; 2005. p. 735-62.
3. Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik: Obat-Obat Kardiovaskular-Ginjal. Edisi 10. Jakarta:
EGC; 2010. p. 240-58.
4. Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Flower RJ, Henderson G. Rang and Dale’s Pharmacology: Drugs
Affecting Major Organ Systems. 7th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p. 353-56.

19

Anda mungkin juga menyukai