Anda di halaman 1dari 83

BAB I

TINJAUAN TEORI
1.1 Pengertian / Definisi Osteoporosis

Kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukkan tulang, sehingga
dapat menurunkan massa tulang total. Osteoporosis adalah penyakit yang mempunyai sifat-sifat
khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas
jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang. Tulang secara progresif menjadi
rapuh dan mudah patah. Tulang menjadi mudah patah dengan stress, yang pada tulang normal
tidak menimbulkan pengaruh. Sherwood (2001) mengatakan selama dua dekade pertama
kehidupan, saat terjadi pertumbuhan, pengendapan tulang melebihi resorpsi tulang dibawah
pengaruh hormon pertumbuhan. Sebaliknya, pada usia 50-60 tahun, resopsi tulang melebihi
pembentukkan tulang, Kalsitonin yang menghambat resorpsi tulang dan merangsang
pembentukkan tulang mengalami penurunan. Hormon paratiroid meningkat bersama
bertambahnya dan meningkatkan resorpsi tulang. Hormon estrogen yang menghambat
pemecahan tulang, juga berkurang bersama bertambahnya usia.
Menurut Ganong (2003), perempuan dewasa memiliki massa tulang yang lebih sedikit
daripada pria dewasa, dan setelah menopause mereka mulai kehilangan tulang menjadi lebih
cepat dari pada pria. Akibatnya perempuan lebih rentan menderita osteoporosis serius. Penyebab
utama berkurangnya tulang setelah menopause adalah defisiensi hormon estrogen. Pada
osteoporosis, matriks dan mineral tulang hilang, hilang massa dan kekuatan tulang dengan
peningkatan fraktur.

1
Osteoporosis sering menimbulkan fraktur kompresi pada vertebrae torakalis. Terdapat
penyempitan diskus vertebrae, apabila penyebaran berlanjut ke seluruh korpus vertebrae akan
menimbulkan kompresi vertebrae dan terjadi gibus. Fraktur kolum femur sering terjadi pada usia
diatas 60 tahun dan lebih sering pada perempuan, yang disebabkan oleh penuaan dan
osteoporosis pascamenopause.
Kolaps bertahap tulang vertebrae mungkin tidak menimbulkan gejala, namun terlihat
sebagai kifosis progresif. Kifosis dapat mengakibatkan pengurangan tinggi badan. Pada beberapa
perempuan dapat kehilangan tinggi badan sekitar 2,5-1,5cm, akibat kolaps vertebrae.

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti
berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit
yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan
mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan
kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Osteoporosis yang lebih dikenal dengan pengeroposan tulang, menurut WHO adalah
penyakit skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan
mikroarsitekstur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang dan
meningkatnya kerentanan terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi
penurunan massa tulang total.
Menurut Konsensus di Kopenhagen 1990, osteoporosis didefinisikan sebagai suatu
penyakit dengan karakteristik massa tulang yang berkurang dengan kerusakan mikroarsitektur
jaringan yang menyebabkan kerapuhan tulang dan resiko fraktur yang meningkat (Gonta P,
1996).
Osteoporosis adalah suatu keadaan penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa
tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, menyebakan kerapuhan tulang

2
sehingga meningkatkan resiko terjadinya fraktur. Keadaan tersebut tidak memberikan keluhan
klinis kecuali apabila telah terjadi fraktur. Pada osteoprosis terjadi penurunan kualitas tulang dan
kuantitas kepadatan tulang, padahal keduanya sangat menentukan kekuatan tulang sehingga
penderita osteoporosis mudah mengalami patah tulang atau fraktur. Lokasi kejadian patah tulang
osteoporosis yang paling sering terjadi adalah pada patah tulang vertebrae (tulang punggung),
tulang leher femur, dan tulang gelang tangan (patah tulang colles). Adapun frekuensi patah
tulang leher femur adalah 20% dari total jumlah patah tulang osteoporosis.
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang hemeostatis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan massa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah fraktur dengan stres
yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal. Osteoporosis sering mengakibatkan
fraktur kompresi vetebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah
trokhanter, dan patah tulang colles pada pergelangan tangan. Fraktur kompresi ganda vertebra
mengakibatkan deformitas skelet.
Secara harfiah, osteoporosis berarti lubang di dalam tulang. Menurut WHO (1994),
osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan penurunan kualitas dan
kepadatan massa tulang, sehingga menyebabkan tulang menjadi rapuh dan risiko patah tulang.
Osteoporosis: kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang, peningkatan
porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan kerusakan arsitektur mikro
jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi
mudah patah (buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan system musculoskeletal)
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan kerangka,
ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko
patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas
tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007). Pada tahun 2001, National Institute of Health (NIH)
mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh
compromised bone strength sehingga tulang mudah patah (Sudoyo, 2009).
Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang kronik dan progresif, yang ditandai
dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan struktural jaringan tulang, yang dapat
mengakibatkan kerapuhan tulang. (Sharon L. Lewis, 2007)

3
Osteoporosis adalah suatu penyakit dengan tanda utama berupa berkurangnya kepadatan
massa tulang, yang berakibat meningkatnya kerapuhan tulang dan meningkatkan resiko patah
tulang. Massa tulang laki – laki dan perempuan akan berkurang seiring bertambahnya usia.
Massa tulang pada perempuan berkurang lebih cepat di bandingkan dengan laki – laki. Hal ini
disebabkan pada massa menopause, fungsi ovarium menurun drastis yang berdampak pada
berkurangnya produksi hormon estrogen dan progesteron. Saat hormon estrogen turun kadarnya
karena usia yang lanjut (menopause), terjadilah penurunan aktivitas osteoblas (pembentukan
tulang baru) dan peningkatan kerja sel osteoklas (penghancur tulang). Jadi, secara kodrati
osteoporosis lebih banyak menyerang perempuan, yaitu lebih 2,5 kali lebih sering dibandingkan
laki – laki.
Osteoporosis adalah penurunan massa tulang yang disebabkan karena meningkatnya
resorbsi tulang melebihi pembentukan tulang. Dua penyebab ketidakseimbangan ini yang paling
penting adalah fungsi gonad yang menurun dan proses penuaan normal. (Patofisiologi volume 2,
1359). Diantara semua patah tulang osteoporosis, yang paling memberikan masalah di bidang
morbiditas, mortalitas, beban sosisoekonomik dan kualitas hidup adalah patah tulang leher
femur. Bila tidak diambil tindakan untuk mengatasi osteoporosis diperkirakan pada tahun 2050
jumlah patah tulang leher femur diseluruh dunia akan mencapai 6,26 juta dan lebih dari
separuhnya di Asia. Frekuensi tertinggi osteoporosis postmenopause pada wanita adalah pada
usia 50-70 tahun.
Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih
besar dari kecepatan pembentukan tulang sehingga mengakibatkan penurunan massa tulang total.
Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah fraktur
dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal. (Brunner &
Suddarth,2000).
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur konversi vertebra torakalis dan lumbalis,
fraktur daerah kolum femoris dan daerah tronkanter, dan patah tulang colles pada pergelangan
tangan. Fraktur kompresi ganda vertebra mengakibatkan deformitas skeletal. Osteoporosis
merupakan penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan
kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, yang mengakibatkan meningkatnya fragilitas
tulang sehingga tulang cenderung untuk mengalami fraktur spontan atau akibat trauma minimal.
(Consensus Development Conference, 1993).

4
Dapat disimpulkan bahwa osteoporosis adalah suatu penyakit kelainanyang menyerang
organ tulang yang ditandai dengan berkurangnya kepadatan tulang secara progresif, sehingga
kekuatan tulang menjadi sangat berkurang, mudah terjadi patah tulang, tulang menjadi rapuh,
dan keropos. Osteoporosis sangat rentan terjadi pada kaum wanita dibandingkan dengan pria

1.2 Anatomi Dan Fisiologis Sistem Rangka (Skelet)

1.2.1 Tulang atau Rangka


Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakkan rangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu
berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan
tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Komponen-komponen
nonselular utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan matriks organik (kolagen dan
proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu garam Kristal (hidroksiapatit), yang
tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini memampatkan kekuatan
tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai osteoid. Materi organik lain yang menyusun
tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.
Menurut Smeltzer S.C dan Bare B.G (2002) tulang manusia saling berhubungan satu
dengan yang lain dalam berbagai bentuk untuk memperoleh fungsi system muskuloskeletal yang
optimal.
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat-alat di dalam
tubuh, pembentuk tubuh metabolism kalsium, mineral dan organ hemopoetik. Komponen-

5
komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan organik (kolagen dan
proteoglikan). Matriks organic tulang disebut juga sebagai osteoid.
Tulang tidak hanya sebagai kerangka penguat tubuh, tetapi juga merupakan bagian
susunan sendi, sebagai pelindung tubuh, serta tempat melekatnya origo dan insertio dari otot-otot
yang menggerakkan kerangka tubuh. Bagian ruang ditengah tulang-tulang tertentu memiliki
jaringan hemopoietik yang berfungsi untuk memproduksi sel darah merah, sel darah
putih dan trombosit. Tulang terbentuk dari jaringan-jaringan mesenkim. Matriks organik tulang
disebut juga sebagai sebagai suatu osteoid. Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis
tulang dewasa.
Tulang diselimuti di bagian luar oleh membran fibrus padat dinamakan periosteum.
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkan tumbuh, selain sebagai tempat
perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung syaraf, pembuluh darah dan
limfatik.Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel
pembentuk tulang.

1.2.2 Klasifikasi dan Struktur Tulang

Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai saraf dan darah. Tulang banyak
mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat tulang

6
keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah jaringan fibrosa yang membuatnya
kuat dan elastis
Susunan kerangka manusia terdiri dari susunan berbagai macam tulangtulang yang
banyaknya kira-kira 206 buah tulang, dan satu sama lainnya saling berhubungan yang didukung
oleh tendon ( penyambung antara tulang ), otot dan ligament ( pita jaringan ikat dimana 2 atau
lebih tulang ditempatkan bersama-sama dengan satu sama lain pada sendi ). Tulang utama dalam
tubuh manusia adalah tulang paha di kaki atas.
Kerangka manusia merupakan 15 % dari berat total tubuh, dan sekitar setengah dari berat
tubuh adalah air. Kerangka manusia terdiri dari tiga komponen utama yaitu tulang, tulang rawan,
dan sendi associated. Rangka digolongkan menjadi tiga yaitu axial skeleton, appendicular
skeleton, dan articaltion.
Struktur tulang, tulang merupakan jaringan ikat khusus, yang tersusun atas sel-sel yang
tertanam di dalam matriks serat-serat kolagen organik dan protein non kolagen yang dihasilkan
oleh sumsum tulang. Sel itu sendiri terbagi atas lima bagian.
a. Osteoblas adalah sel yang aktif mensintesis matriks tulang. Sel ini distimulasi oleh
hormon pertumbuhan. Sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses formasi tulang
dan merupakan sel tulang muda yang menghasilkan jaringan osteosit yang berfungsi
dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang.
b. Osteosit adalah osteoblas dorman yang dikelilingi oleh matriks. Osteosit dapat diaktifkan
kembali ketika tulang cedera. Sel tulang yang terbenam didalam matriks tulang. Sel ini
berasal dari osteoblas. sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang yang
terletak dalam osteon (unit matriks tulang)
c. Osteoklas adalah sel berinti banyak (multinukleus) yang mengerosi dan menyerap tulang
yang sebelumnya telah terbentuk yang membentuk kembali tulang dan melepaskan ion
anorganik (yaitu, kalsium, fosfat) dan komponen organik. Osteoklas dirangsang oleh
hormon paratiroid. Sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses resorpsi tulang
serta sel-sel yang dapat mengabsorbsi mineral dan matriks tulang serta berperan dalam
penghancuran dan remodelling.
d. Sel Osteogenik memberikan tanggapan terhadap trauma, seperti fraktura (patah tulang).
Sel ini memberikan perlindungan pada tulang dan membentuk sel-sel baru, sebagai
pengganti sel-sel yang rusak

7
e. Sel pelapis tulang yang dibentuk oleh osteoblas disepanjang permukaan tulang orang
dewasa. sel tulang ini mengatur pergerakan kalsiun dan fosfat dari dan kedalam tulang.

Tulang tersusun atas jaringan tulang kompakta (kortikal) dan kanselus (trabekular) atau
spongiosa. Tulang kompakta secara makroskopis terlihat padat. Akan tetapi, jika diperiksa
dengan mikroskop terdiri dari sistem havers. System havers terdiri dari kanal havers, sebuah
kanal havers mengandung pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe, lamella (lempengan
tulang yang mengelilingi kanal sentral), kaluna (ruang diantara lamela yang mengandung sel-sel
tulang atau osteosit dan saluran limfe) dan kanalikuli (saluran kecil yang menghubungkan lacuna
dank anal sentral). Saluran ini mengandung pembuluh limfe yang membawa nutrient dan oksigen
ke osteosit.
Tulang kanselus juga keras seperti tulang kompakta, tetapi secara makroskopis terlihat
berlubang-lubang (spons). Jika dilihat dengan mikroskopis kanal havers, tulang kanselus terlihat
lebih besar dan mengandung lebih sedikit lamella.
Tulang terdiri dari sel hidup yang tersebar diantara material tidak hidup (matriks). Matriks
tersusun atas osteoblas (sel pembentuk tulang). Osteoblas membuat dan mensekresi protein
kolagen dan garam mineral. Jika pembentukan tulang baru dibutuhkan, osteoblas baru akan
dibentuk. Jika tulang telah dibentuk, osteoblas akan berubah menjadi osteosit (sel tulang
dewasa). Sel tulang yang telah mati akan dirusak oleh osteoklas (sel perusakan tulang).
Struktur tulang Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa
(jaringan berongga yang mengandung sumsum tulang dan pembuluh darah) dan pars kompakta
(bagian yang berupa jaringan padat). Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa
(periosteum), lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam
8
kanalikuli tulang kompak.

Secara Mikroskopis tulang terdiri dari:


1. Sistem Havers (saluran yang berisi serabut saraf, pembuluh darah, aliran limfe)
2. Lamella (lempeng tulang yang tersusun konsentris).
3. Lacuna (ruangan kecil yang terdapat di antara lempengan– lempengan yang mengandung
sel tulang).
4. Kanalikuli (memancar di antara lacuna dan tempat difusi makanan sampai ke osteon).
Matriks Tulang:
1. Matriks organik terdiri atas serat kolagen dan glikoprotein.
2. Matriks anorganik terdiri atas ion, bentuk yang terbanyak adalah kalsium fosfat dalam
bentuk kristal yang disebut hidroksiapatit.

1.2.3 Klasifikasi Tulang berdasarkan Penyusunnya


1. Tulang Kompak
a) Padat, halus dan homogeny
b) Pada bagian tengah terdapat medullary cavity yang mengandung ’yellow bone marrow”.
c) Tersusun atas unit : Osteon Haversian System
d) Pada pusat osteon mengandung saluran (Haversian Kanal) tempat pembuluh darah dan
saraf yang dikelilingi oleh lapisan konsentrik (lamellae).
e) Tulang kompak dan spongiosa dikelilingi oleh membran tipis yang disebut periosteur,
membran ini mengandung:
 Bagian luar percabangan pembuluh darah yang masuk ke dalam tulang
 Osteoblas

2. Tulang Spongiosa
a) Tersusun atas ”honeycomb” network yang disebut trabekula.
b) Struktur tersebut menyebabkan tulang dapat menahan tekanan.
c) Rongga antara trebakula terisi ”red bone marrow” yang mengandung pembuluh darah
yang memberi nutrisi pada tulang. Contoh, tulang pelvis, rusuk,tulang belakang,
tengkorak dan pada ujung tulang lengan dan paha.

9
1.2.4 Klasifikasi Tulang berdasarkan Bentuknya
Tulang dalam garis besarnya dibagi dalam enam kategori. Berdasarkan anatomis dan
fisiologinya, klasifikasi dari bentuk tulang melipiti: tulang panjang, tulang pendek, tulang pipih,
tulang tak beraturan, tulang sesamoid dan tulang sutura.
Bentuk tulang panjang biasanya relative panjang dan silinder. Tulang panjang bias
ditemukan di lengan, paha, kaki, jari tangan, dan kaki. Bentuk tulang pendek bias menyerupai
bentuk kotak yang terdapat seperti pada tulangtulang karpal dan tarsal. Bentuk tulang pipih tipis
dan permukaannya pararel. Contoh pada tulanh pipih adalah pada atap tengkorak, sternum, iga,
dan scapula. Tulang-tulang ini mempunyai fungsi proteksi terhadap jaringan lunak dibawahnya
dengan membuat suatu permukan luas untuk melekatnya suatu otot. Bentuk tulang tak beraturan
memiliki kompleksitas pendek dan permukaan tidak beraturan. Contoh tulang ini adalah tulang
belakang. Tulang sesamoid berbentuk kecil, tipis, dan seperti biji-bijian. Contoh tulang ini adalah
patela. Sementara tulang sutura berbentuk kecil, tipis, tidak beraturan, dan tersebar diantara
tulang tengkorak.
1) Tulang pendek
Tulang pendek (misalnya: falang, karpal) bentuknya hamper sama dengan tulang panjang,
tetapi bagian distal lebih kecil daripada bagian proksimal, serta berukuran pendek dan kecil.
Tulang pendek berbentuk bulat dan pendek tidak beraturan atau silinder kecil. Rongga tulang
pendek berisi sumsum merah. contoh: tulang pergelangan tangan dan pergelangan kaki.
2) Tulang pipih
Tulang pipih (misalnya: sternum, kepala, sakpula, panggul) bentuknya gepeng, berisi sel-
sel pembentuk darah, dan melindungi organ-organ vital dan lunak dibawahnya. Tulang pipih
terdiri atas dua lapisan tulang kompakta dan dan dibagian tengahnya terdapat lapisan spongiosa.
Tulang ini juga dilapisi oleh periosteum yang dulewati oleh dua kelomppok pembuluh darah
menembus tulang untuk menyuplai tulang kompakta dan tulang spongiosa. Tulang pipih
berbentuk gepeng memipih, tipis. Tulang ini tersusun dari 2 buah lempengan tulang kompak dan
tulang spons. Rongga diantara kedua lempengan tulang tersebut terisi sumsum merah. contoh:
tulang tengkorak kepala, tulang rusuk tulang dada dan sternum dan gelang bahu.
3) Tulang tidak beratutan

10
Tulang tidak beraturan (misalnya: vertebra, telinga tengah) mempunyai bentuk yang unik
sesuai fungsinya. Tulang tidak beraturan terdiri dari tulang spongiosa yang dibungkud oleh
selapus kompakta. Tulang ini diselubungi periosteum kecuali pada permukaan sendinya, seperti
tulang pipih. Periosteum ini member dua kelompok pembuluh darah untuk menyuplai tulang
kompakta dan spongiosa. contoh: vertebra, tulang muka, pelvis, tulang tengkorak, dan ruas-ruas
tulang belakang
4) Tulang sesamoid
Tulang sesamoid (misalnya: patela) merupakan tulang kecil yang terletak disekitar tulang
yang berdekatan dengan persendian, berkembang bersama tendon dan jaringan fasia.
5) Tulang panjang/pipa,
Tulang ini pada umumnya berbentuk tabung, berongga dan memanjang. Pada kedua
bagian ujungnya terjadi perluasan tulang. Fungsi dari perluasan ini untuk berhubungan dengan
tulang yang lain. Pada rongga tulang ini berisi sumsum kuning dan lemak. contoh: os. lengan
atas (humerus), os. radius / pengumpil, os. ulna / hasta, os. metakarpal / telapak tangan. contoh:
os. lengan atas (humerus), os. radius / pengumpil, os. ulna / hasta, os. metakarpal / telapak tangan
.
Bagian tulang panjang.
a. Diafisis adalah bagian tengah tulang berbentuk silinder dari tulang kortikal yang memiliki
kekuatan besar
b. Matafisis adalah bagian tulang yang melebar dekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama
disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sumsum merah. Sumsum
merah terdapat juga dibagian epifisis dan diafisis tulang. Pada anak-anak sumsum merah mengisi
sebagian besar bagian dalam tulang panjang tetapi kemudian diganti olah sumsum kuning setelah
dewasa dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon pada
epifisis.
c. Epifisis adalah lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak.
Bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis yang letaknya dekat sendi
tulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yaitu: yang mengandung
sel-sel yang berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang.

11
Ada tiga kelompok pembuluh darah yang menyuplai tulang panjang, terdiri dari:
a) Sejumlah arteri kecil menembus tulang kompakta untuk menuplai kanal dan system harvers.
b) Banyak arteri lebih besar menembus tulang kompakta untuk menyuplai tulang spongiosa dan
sumsum merah.
c) Satu atau dua arteri besar menyuplai kanal medulla. Arteri ini dikenal sebagai arteri nutrient
yang kemudian masuk melalui lubang besar pada tulang yang disebut foramen nutrient.

Periosteum memberi nutrisi tulang dibawahnya melalui pembuluhpembuluh darah. Jika


periosteum robek tulang dibawahnya akan mati. Periosteum berperan untuk pertambahan
ketebalan tulang melalui kerja osteoblas. Periosteum berfungsi protektif dan merupakan tempat
perlekatan tendon. Periosteum tidak ditemukanpada permukaan sendi. Disini periosteum
digantikan oleh tulang rawan hialin (tulang rawan sendi).

1.2.5 Berdasarkan Jaringan Penyusun dan Sifat-sifat Fisiknya


Kerangka manusia merupakan kerangka dalam yang tersusun dari tulang
keras (osteon) dan tulang rawan (kartilago).
1) Tulang Rawan (kartilago)

Tulang rawan berkembang dari mesenkim membentuk sel yang disebut kondrosit.
Kondrosit menempati rongga kecil (lakuna) di dalam matriks dengan substansi dasar seperti gel
(berupa proteoglikans) yang basofilik. Kalsifikasi menyebabkan tulang rawan tumbuh menjadi
tulang (keras). Kartilago atau tulang rawan terdiri atas serat-serat fleksibel dan tidak memiliki
vaskular. Nutrisi kartilago melalui proses difusi dari kapiler yang berada pada perikondrium

12
melalui cairan sinovial. Kartilago pada telinga sangat elastis karena sedikit serat. Tulang rawan
hanya mengandung sedikit zat kapur sehingga lunak. Tulang rawan terdapat pada bayi,
dan bagian-bagian tertentu pada kerangka dewasa.
Ada 3 macam tulang rawan, yaitu:
a. Tulang Rawan Hyalin: matriks mengandung seran kolagen; jenis yang paling banyak dijumpai,
kuat dan elastis terdapat pada ujung tulang pipa.
b. Tulang Rawan Fibrosa: tidak pernah berdiri sendiri tetapi secara berangsur menyatu dengan
tulang rawan hialin atau jaringan ikat fibrosa yang berdekatan, memperdalam rongga dari
cawancawan (tulang panggul) dan rongga glenoid dari skapula.
c. Tulang Rawan Elastik: serupa dengan tulang rawan hialin tetapi lebih banyak serat elastin
yang mengumpul pada dinding lakuna yang mengelilingi kondrosit terdapat dalam daun telinga,
epiglotis dan faring.

2) Tulang Sejati (osteon)

Merupakan bagian utama pada kerangka dewasa. Susunannya terdiri dari sedikit sel-sel, dan
matriksnya diperkuat dengan zat kapur, sehingga kuat dan keras. Berdasarkan strukturnya, tulang
keras dibedakan menjadi tulang kompak/padat dan tulang spons. Rongga didalam tulang berisi
sumsum tulang, dan ada dua macam yaitu sumsum kering dan sumsum merah. Pertumbuhan
tulang terjadi pada tulang rawan embrional dan kemudian pada cakra epifisis. Tulang bersifat
keras dan berfungsi menyusun berbagai sistem rangka. Permukaan luar tulang dilapisi selubung
fibrosa (periosteum). Lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum dan meluas
ke dalam kanalikuli tulang kompak. Osteon berfungsi :

13
1. Sebagai penyusun sistem rangka tubuh.
2. Sebagai pelindung organ-organ yang vital

1.2.6 Organisasi Sistem Rangka


Rangka manusia dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu bagian poros tubuh
(aksial) dan bagian alat gerak (apendikular). Bagian aksial terdiri atas 80 tulang pada manusia
dewasa umumnya. Sedangkan bagian apendikular terdiri atas 126 tulang pada manusia dewasa
umumnya.

1. Rangka Aksial
Rangka Aksial terdiri dari 80 tulang yang membentuk aksis panjang tubuh/poros tubuh dan
melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan dada.
1. Tengkorak (cranium),
Tulang kranial membungkus dan melindungi otak, terdiri dari:
1) Tulang baji (sfenoid) : 1 buah
2) Tulang tapis (etmoid) : 1 buah
3) Tulang pelipis (temporal) : 2 buah
4) Tulang dahi (frontal) : 1 buah
5) Tulang ubun-ubun (parietal) : 2 buah
6) Tulang kepala belakang (oksipital) : 1 buah

2. Tulang fasial membentuk wajah, terdiri dari:


1) Tulang rahang atas (maksila) : 2 buah
2) Tulang rahang bawah (mandibula) : 2 buah
3) Tulang pipi (zigomatikus) : 2 buah
4) Tulang langit-langit (palatinum) : 2 buah
5) Tulang hidung (nasale) : 2 buah
6) Tulang mata (lakrimalis) : 2 buah
7) Tulang pangkal lidah (Konka inferor) : 1 buah

3. Tulang Pendengaran (Auditory), terdiri dari:

14
1) Tulang martil (maleus) : 2 buah
2) Tulang landasan (inkus) : 2 buah
3) Tulang sanggurdi (stapes) : 2 buah

4. Tulang Hioid, yaitu tulang yang berbentuk huruf U, terdapat diantara laring dan mandibula,
berfungsi sebagai pelekatan beberapa otot mulut dan lidah

5. Tulang Belakang (vertebra), berfungsi menyangga berat tubuh dan memungkinkan manusia
melakukan berbagai macam posisi dan gerakan, misalnya berdiri, duduk, atau berlari. Tulang
belakang berjumlah 26 buah yang terdiri dari:
1) Tulang leher (servikal) : 7 buah
2) Tulang punggung (dorsalis) : 12 buah
3) Tulang pinggang (lumbal) : 5 buah
4) Tulang kelangkang (sakrum) : 1 buah
5) Tulang ekor (koksigea) : 1 buah

6. Tulang Iga/Rusuk (costae), yaitu tulang yang bersama-sama dengan tulang dada membentuk
perisai pelindung bagi organorgan penting yang terdapat di dada, seperti paru-paru dan jantung.
Tulang rusuk juga berhubungan dengan tulang belakang, berjumlah 12 ruas, terdiri dari:
1) Tulang Rusuk Sejati (costae vera) : 7 pasang
2) Tulang Rusuk Palsu (costae spuria) : 3 pasang
3) Rusuk Melayang (costae fliktuantes) : 2 pasang

7. Tulang Dada (sternum) terdiri atas tulang-tulang yang berbentuk pipih, antara lain:
1) Tulang hulu (manubrium) : 1 buah
2) Tulang badan (gladiolus) : 1 buah
3) Tulang bahu pedang (sifoid) : 1 buah
(ketiganya bergabung menjadi satu buah tulang dada)

15
8. Tulang gelang bahu
1) Tulang belikat (os scapula)
2) Tulang selangka (os clavicula)
9. Tulang gelang panggul
1) Tulang usus (os illium)
2) Tulang pinggul (os pelvis)
3) Tulang duduk (os ichium)
4) Tulang kemaluan (os pubis)

2. Rangka Apendikular
Rangka apendikuler merupakan rangka yang tersusun dari tulangtulang bahu, tulang panggul,
dan tulang anggota gerak atas dan bawah terdiri atas 126 tulang. Secara umum rangka
apendikular menyusun alat gerak, tangan dan kaki. Tulang rangka apendikular dibagi kedalam 2
bagian, yaitu :
a. Ektremitas Atas, yaitu terdiri dari tulang bahu dan tulang anggota gerak atas.

1. Tulang bahu, terdiri atas dua bagian:


1) Tulang belikat (skapula) : 2 buah
2) Tulang selangka (klavikula) : 2 buah

2. Tulang anggota gerak atas, terdiri dari:


1) Tulang lengan atas (humerus) : 2 buah
2) Tulang hasta (ulna) : 2 buah
3) Tulang pengumpil (radius) : 2 buah
4) Tulang pergelangan tangan (karpal) :16 buah (8 pada tiap tangan)
5) Tulang tapak tangan (metakarpal) :10 buah (5 pada tiap tangan)
6) Tulang jari-jari (phalanges) : 28 buah (2 kali 14 ruas jari)

b. Ektremitas Bawah, yaitu terdiri dari tulang panggul dan tulang anggota gerak bawah.

1. Tulang panggul (pelvis), terdiri atas tiga bagian:

16
1) Tulang usus (ileum) : 2 buah
2) Tulang duduk (iskhium) : 2 buah
3) Tulang kemaluan (pubis) : 2 buah

2. Tulang anggota gerak bawah, terdiri dari:


1) Tulang paha (femur) : 2 buah
2) Tulang tempurung lutut (patela) : 2 buah
3) Tulang betis (fibula) : 2 buah
4) Tulang kering (tibia) : 2 buah
5) Tulang pergelangan kaki (tarsal) : 14 buah (7 pada tiap kaki)
6) Tulang tapak kaki (metatarsal) : 10 buah (5 pada tiap kaki)
7) Tulang jari kaki (phalanges) : 28 buah (2 kali 14 ruas jari)

1.2.7 Pertumbuhan Embriologi Tulang

Pembentukan dan perkembangan tulang merupakan suatu proses morfologis yang unik
serta melibatkan perubahan biokimia. Tulang rawan (kartilago) lempeng epifisis tidak sama
dengan tulang rawan hialin dan tulang rawan artikuler. Tulang rawan lempeng epifisis
mempunyai struktur pembuluh darah, zona-zona, dan susunan biokimia sehingga memberikan
gambaran matriks yang unik.
Pada fase awal perkembangan, tulang embrio (pada minggu ke- 3 dan ke- 4) dan tiga
lapisan germinal yaitu ektoderm, mesoderm, serta endoderm terbentuk. Lapisan ini merupakan
jaringan multipotensial yang akan membentuk mesenkim dan kemudian berdiferensiasi
membentuk jaringan tulang rawan. Pada minggu kelima perkembangan embrio, terbentuk
tonjolan anggota gerak yang didalamnya terdapat juga sel mesoderm. Sel mesoderm akan
berubah menjadi mesenkim yang merupakan bakal terbentuknya tulang dan tulang rawan.

17
Perkembangan tulang terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama terjadi pada minggu kelima
perkembangan embrio. Pada tahap ini tulang rawan terbentuk dari prakartilago, dimana terdiri
atas 3 jenis tulang rawan, yaitu tulang rawan hialin, tulang rawan fibrin, dan tulang rawan elastis.
Tahap ke 2 terjadi setelah minggu ketujuh perkembangan embrio. Pada tahap ini tulang akan
terbentuk melalui dua cara, yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Pembentukkan
tulang secara langsung berarti bahwa tulang terbentuk langsung dari lembaran-lembaran
membran tulang, misalnya pada tulang muka, pelvis, skapula, dan tengkorak. Pada jenis ini dapat
ditemukan satu atau lebih pusat-pusat penulangan membran. Proses penulangan ini ditandai
dengan terbentuknya osteoblast yang merupakan rangka dari trabekula tulang dan penyebarannya
secara radial.
Sementara itu, pembentukkan tulang secara tidak langsung berarti bahwa tulang terbentuk
dari tulang rawan. Proses penulangan dari tulang rawan terjadi melalui 2 cara, yaitu pusat
osifikasi primer dan osifikasi sekunder. Pada osifikasi primer, osifikasi dari tulang terjadi melalui
osifikasi endodokral, sedangkan pada osifikasi sekunder terjadi dibawah perikondrium/
erikondrial. Mesenkim pada daerah perifer berdiferensiasi dalam bentuk lembaran yang
membentuk periosteum, dimana osteoblast terbentuk didalamnya.
Proses osifikasi dapat terjadi apabila sel-sel mesenkim memasuki daerah osifikasi.
Apabila sel mesenkim masuk ke daerah yang banyak mengandung pembuluh darah maka akan
membentuk osteoblast. Sementara itu, apabila daerah tersebut tidak mengandung pembuluh
darah, sel mesenkim, akan membentuk kondroblast. Pembentukkan tulang terjadi segera setelah
terbentuk tulang rawan. Mula-mula darah menembus perikondrium di bagian tengah batang
tulang rawan, kemudian merangsang sel-sel perikondrium dibagian tebah menjadi periosteum,
sel mesenkim, akan membentuk kondroblast menjadi periosteum. Bersamaan dengan proses ini,
pada bagian dalam tulang rawan didaerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-
sel tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan PH akibatnya zat kapur
disimpan.
Dengan demikian terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan menyebabkan
kematian pada sel-sel tulang rawan ini. Kemudian akan terjadi degenerasi dan pelarutan dari zat-
zat intraseluler bersamaan dengan terbentuknya pembuluh darah ke daerah ini sehingga
membentuk rongga sumsum tulang. Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki
daerah epifisis sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder dan terbentuk tulang spongiosa. Oleh

18
karena itu, masih tersisa tulang rawan di kedua ujung epifisis yang berperan penting dalam
pergerakan sendi dan satu tulang rawan diantara epifah epifisis sehingga terjadi pusat osifikasi
sekunder dan terbentuk tulang spongiosa. Oleh karena itu, masih tersisa tulang rawan di kedua
ujung epifisis yang berperan penting dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan diantara
epifisis dan diafisis yang disebut dengan cakram epifisis.
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifisis terus menerus membelah
kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang didaerah diafisis. Tulang akan tumbuh
memanjang, tetapi tebal cakram epifisis tetap. Pada pertumbuhan diameter tulang, tulang
didaerah rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar dan
pada saat yang bersamaan osteoblast di periosteum membentuk lapisan-lapisan tulang baru
didaerah permukaan.

1.2.8 Pembentukan Tulang


Tulang mulai terbentuk lama sebelum kelahiran. Osifikasi adalah proses dimana matriks
tulang (disini serabut kolagen dan substansi dasar) terbentuk dan pergeseran mineral (disini
garam kalsium) ditimbun diserabut kolagen dalam suatu lingkungan elektro negatif. Serabut
kolagen memberi kekuatan terhadap tekanan kepada tulang.
Proses pembentukan tulang telah bermula sejak umur embrio 6-7 minggu dan berlangsung
sampai dewasa. Pada rangka manusia, rangka yang pertama kali terbentuk adalah tulang rawan
(kartilago) yang berasal dari jaringan mesenkim. Kemudian akan terbentuk osteoblas atau sel-sel
pembentuk tulang. Osteoblas ini akan mengisi rongga-rongga tulang rawan.
Sel-sel tulang dibentuk terutama dari arah dalam keluar, atau proses pembentukannya
konsentris. Setiap satuan-satuan sel tulang mengelilingi suatu pembuluh darah dan saraf
membentuk suatu sistem yang disebut sistem Havers.
Disekeliling sel-sel tulang terbentuk senyawa protein yang akan menjadi matriks tulang.
Kelak didalam senyawa protein ini terdapat pula kapur dan fosfor sehingga matriks tulang akan
mengeras. Proses ini disebut osifikasi. Osifikasi adalah proses pembentukkan tulang keras dari
tulang rawan (kartilago). Ada dua jenis osifikasi yaitu osifikasi intramembran dan osifikasi
endokondral.

19
1. Intramembran : Tulang tumbuh di dalam membrane, terjadi pada tulang wajah dan tengkorak.
2. Endokondal : Pembentukan tulang rawan terlebih dahulu kemudian mengalami resorpsi dan
diganti oleh tulang. Kebanyakan tulang terbentuk dan mengalami penyembuhan melalui
ossifikasi endokondal.

1.2.9 Pertumbuhan dan Metabolisme Tulang


Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Suatu peningkatan kadar hormon
paratiroid mempunyai efek langsung dan cepat terhadap mineral tulang yaitu menyebabkan
kalsium dan fosfat dilepaskan dan bergerak memasuki serum. Disamping itu, peningkatan kadar
hormon paratiroid secara perlahan-lahan menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas
osteoklas sehingga terjadi demineralisasi. Peningkatan kadar kalsium serum pada
hiperparatiroidisme dapat pula menimbulkan pembentukkan batu ginjal. Diperkirakan aliran
darah ke tulang mencapai 200-400 ml/menit, yang berguna dalam membantu metabolisme
tulang.
Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe, atau
persyarafan. Oksigen atau bahan-bahan metabolisme lain dibawa oleh cairan sendi yang
membasahi tulang rawan tersebut.
Pertumbuhan dan metabolism tulang dipengaruhi oleh sejumlah mineral
dan hormone yang meliputi:
1. Kalsium dan fosfor. Jumlah kalsium dalam tulang 99% dan fosfor 90%. Konsentrasi kalsium
dan fosfor mempunyai ikatan yang erat. Jika kadar kalsium meningkat, jumlah fosfor berubah.
Keseimbangan kalsium dan fosfor dipertahankan oleh kalsitonin dan hormone paratiroid (PTH).
2. Kalsitonin diproduksi oleh kelenjar tiroid dan menurunkan konsentrasi kalsium serum. Jika
jumlah oksitosin meningkat diatas normal, kalsitonin menghambat absorpsi kalsium dan fosfor
dalam tulang serta meningkatkan ekskresi kalsium dan fosfor melalui urine sehingga dibutuhkan
kalsium dan fosfor.
3. Vitamin D terkandung dalam lemak hewan, minyak ikan, dan mentega. Tubuh manusia juga
dapat mneghasilkan vitamin D. vitamin D diperlukan agar kalsium dan fosfor dapat diabsorpsi
dari usus dan digunakan tubuh. Devisiensi vitamin D mengakibatkan devisit mineralisasi,
deformitas, patah tulang, penyakit rikets pada anak-anak, dan osteomalasia pada orang
dewasa.

20
4. Hormone Paratyroid (PTH). Pada saat kadar kalsium menurun, sekresi PTH meningkat dan
menstimulasi tulang untuk meningkatkan aktivitas osteoblastik dan menyumbangkan kalsium ke
darah. Jika kadar kalsium meningkatkan sekresi PTH diminimalkan, hormone tersebut
mengurangi ekskresi kalsium diginjal dan memfasilitasi absorpsinya dari usus halus. Hal ini
untuk mempertahankan suplai kalsium ditulang. Respons ini merupakan contoh umpan-balik
system loop yang terjadi dalam system endokrin.
5. Hormon pertumbuhan. Horomon pertumbuhan yang bertanggung jawab meningkatkan
panjang tulang dan menentukan jumlah matriks tulang dibentuk sebelum masa pubertas. Sekresi
yang meningkat selama masa kanak-kanak menghasilkan gigantisme dan menurunnya sekresi
menghasilkan dwarfisme. Pada orang dewasa peningkatan tersebut menyebabkan akromegali
yang ditandai oleh kelainan bentuk tulang dan jaringan lemak.
6. Glukokortikoid. Hormone glukokortikoid mengatur metabolism protein. Pada saat dibutuhkan,
hormone dapat meningkatkan atau menurunkan katabolisme untuk mengurangi atau
mengintensifkan matriks organic ditulang dan membantu dalam pengaturan kalsium di
intestinum dan absorpsi fosfor.
7. Hormone seksual
a. Estrogen menstimulasi aktivitas obsteolastik dan cenderung menghambat peran hormone
paratiroid. Jumlah estrogen menurun saat menopause sehingga penurunan kadar kalsium
pada tulang dalam waktu lama menyebabkan osteoporosis.
b. Androgen, seperti testosterone, meningkatkan anabolisme dan massa tulang.

1.2.10 Fisiologi Sel-sel Tulang


Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari 3 jenis sel: osteoblast, osteosit,
dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan
sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang
aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas menyekresikan sejumlah besar fosfatase alkali
yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks
tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah. Oleh karena itu, kadar
fosfatase alkali didalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukkan
tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang.

21
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan pertukaran
kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang
memungkinkan mineral atau matriks tulang diabsorbsi. Osteoklas menjadi sel fagosit yang
mempunyai kemampuan mengikis tulang dengan menghasilkan enzim proteolitik yang
memecahkan matriks dan melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas
kedalam darah. Dengan fungsi tersebut osteoklas mampu memperbaiki tulang bersama osteoblas.
Tidak seperti osteoblast dan osteosit, oateoklast mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan
enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks serat beberapa asam yang melarutkan
mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.
Pada keadaan normal pembentukkan tulang terjadi dalam kondisi yang konstan, kecuali
pada masa pertumbuhan anak-anak dimana akan terjadi lebih banyak proses pembentukkan
tulang. Proses-proses ini penting untuk fungsi normal tulang. Keadaan ini membuat tulang dapat
berespon terhadap tekanan yang meningkat dan mencegah terjadi patah tulang.
Bentuk tulang dapat disesuaikan dengan beban kekuatan mekanis. Perubahan tersebut
juga membantu mempertahankan kekuatan tulang pada proses penuaan. Tulang secara relatif
menjadi lemah dan rapuh karena matriks organik yang sudah tua berdegenerasi. Pembentukkan
tulang yang baru memerlukan matriks organik baru sehingga memberi tambahan kekuatan pada
tulang.
Proses pembentukan tulang (osteogenesis) terdiri atas beberapa macam, diantaranya
osteogenesis endesmalis dan osteogenesis kondralis. Osteogenesis endesmalis terjadi dari dan
didalam jaringan pengikat. Tulang yang dibentuk melalui osteogenesis endesmalis disebut tulang
desmal, contoh pada tulang atap tengkorak. Osteogenesis kondralis berasal dari tulang rawan.
Proses kondralisini terdiri atas hal-hal berikut ini.
1. Osteogenesis perikondralis yaitu proses permulaan pembentukkan tulang dari tepi tulang,
contoh pada tulang-tulang panjang.
2. Osteogenesis enkondralis yaitu dimana proses pembentukkan tulang berlangsung dari bagian
dalam tulang, contoh pada tulang-tulang pendek.
3. Osteogenesis kondometaplastika yaitu proses pembentukkan tulang berasal dari proses
perubahan jaringan tulang rawan menjadi tulang, contoh pada tulang mandibula.

22
Tulang adalah bentuk khusus jaringan ikat dengan kerangka kolagen yang mengandung
garam Ca2+ dan PO43-, terutama hidroksiapatit. Sistem skelet (tulang) dibentuk oleh sebuah
matriks dari serabut-serabut dan protein yang diperkeras dengan kalsium, magnesium fosfat, dan
karbonat. Bahan-bahan tersebut berasal dari embrio hyalin tulang rawan melalui osteogenesis
kemudian menjadi tulang, proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut osteoblast. Terdapat 206
tulang di tubuh yang diklasifikasikan menurut panjang, pendek, datar, dan tak beraturan, sesuai
dengan bentuknya. Secara umum tulang mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis.
2. Membentuk kerangka yang yang berfungsi untuk menyangga tubuh dan otot-otot yang
Melekat pada tulang
3. Berisi dan melindungi sum-sum tulang merah yang merupakan salah satu jaringan pembentuk
darah.
4. Merupakan tempat penyimpanan bagi mineral seperti calcium dari dalam darah misalnya.
5. Hemopoesis (tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum tulang)
6. Tulang berfungsi untuk melindungi organ vital.
7. Melindungi organ - organ tubuh (contoh tengkorak melindungi otak).
8. Untuk pergerakan (otak melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan bergerak).
Pada pertumbuhan tulang, suatu tulang tidak tumbuh membesar karena bertambah
banyaknya jaringan tulang saja. Pada waktu peetumbuha tulang, jaringan tulang yang baru selalu
dibuat berlapis-lapis dan menempel pada jaringan tulang yang lama. Untuk menghindari jangan
sampai tulang itu menjadi tebal dan berat, maka tubuh kita melakukan usaha penghancuran atau
perusakan reabsorbsi jaringan tulang yang telah ada.disebelah luar terjadi penghancuran jaringan
tulang, maka pada bagian dalam terjadi reabsobsi.
Pada orang dewasa, tulang dan priosteum (selaput tulang) tampak dalam keadaan
istirahat.namun apabila ada gangguan patologis atau penyakit, misalnya pada kondisi fraktur
(patah tulang) atau luka, proses regenerasi dari tulang akan segera berbentuk. Sel osteoblas pada
tulang yang terdapat pada periosteum dan pada sumsum tulang akan membentuk jaringa tulang
spongiosa sehingga menutupi tulang yang patah atau yang luka. Jaringan baru yang terbentuk
disebut dengan kalus. Kalus inimula-mula tebal, tetapi karena syarat syarat mekanis, maka
terjadi lagi reabsobsi seperlunya sehingga kalus mengempis dan setelah beberapa tahun bekas
patah atau luka tidak tampak lagi.

23
Pertumbuhan tulang memerlukan diet yang berimbang dengan baik dan berisi semua unsur
makanan yang penting, seperti kalsium dan fosfor. Seorang dewasa memerlukan 1 g kalsium
sehari. Kalsium dapat diperoleh dari susu, keju, kubis, wortel, dan sayur-sayuran lainnya,
sedangkan fosfor dapat diperoleh dari susu, kuning telur, dan sayuran hijau. Makanan yang
mengandung vitamin D untuk memperlancar absobsi kalsium penting untuk kalsifikasi
tulang.kekurangan vitamin D dalam makanan pada anak akan menimbulkan penyakit riketsia,
dimana absobsi kalsium tidak memadai sehingga proses klasifikasi tulang terhambat dan tulang
menjadi lunak. Pada orang dewasa,kekurangan vitamin D menimbulkan osteomalasia.
Diperkiraan bahwa lebih dari 90% kalsium dalam tubuh berada dalam tulang dan gigi.
Meskipun tulang telah berhenti tumbuh, bukan berarti menjadi massif.sel dan susunan
kimianya terus-menerus diperbarui dengan adanya pengaruh dari hormone-hormon dan tekanan
berat badan serta kegiatannya. Jika seseorang diharuskan untuk istirahat penuh untukjangka
waktu yang panjang, maka beberapa unsure tulang akan terbawa masuk kealiran darah sehingga
struktur tulang menjadi lemah. Osteroporosis dapat dialami oleh seluruh kerangka tubuh,
terutama tulang punggung dan kifosis(bungkuk). Osteoporosis juga dapat terjadi pada tulang
disekitar sendi karena tertahan balutan gips untuk jangka waktu yang lama. Pada osteitis atau
penyakit paget pada tulang, bagian tulang yang terkena pada penyakit ini cenderung mudah
mengalami fraktur patologis.
Pada keadaan tertentu, ketidakseimbangan kadar kalsium dalam tulang dapat
mengakibatkan tulang mmenjadi lunak dan bengkok atau sebaliknya menjadi padat dan keras.
Pada umumnya ketidakseimbangan antra kalsium yang masuk ke tubuh kita dan kadarnya di
dalam tulang di jaga oleh kelenjar paratiroid.

1.3 Penyebab atau Etiologi Osteoporosis

24
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon utama pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala
timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau
lebih lambat. Hormon estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus
berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak
1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas)
dan pembentukan tulang baru (osteoblast). Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada
usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali
lebih sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebakan
oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis
dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (mislnya
kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian
alkohol yang berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari
rapuhnya tulang.
Selain itu, Penyebab osteoporosis yang lainnya adalah:
Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu :
1. Pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan
meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara
konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun.
Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan
remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor
pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam
keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi
tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang

25
muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa
skelet per tahun. Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu factor lokal yang
menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption –
Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang
merangsang preosteoblas supaya membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi
oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah factor hormonal.
Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25
(OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan
glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan
osteoporosis.
2. Gangguan pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Gangguan metabolisme kalsium dan
fosfat dapat terjadi karena kurangnya asupan kalsium, sedangkan menurut RDA konsumsi
kalsium untuk remaja dewasa muda 1200mg, dewasa 800mg, wanita pasca menopause 1000 –
1500mg, sedangkan pada lansia tidak terbatas walaupun secara normal pada lansia dibutuhkan
300-500mg, oleh karena pada lansia asupan kalsium kurang dan ekskresi kalsium yang lebih
cepat dari ginjal ke urin menyebabkan lemahnya penyerapan kalsium. Selain itu, ada pula factor
risiko yang dapat mencetuskan timbulnya penyakit osteoporosis yaitu :
Faktor resiko yang tidak dapat diubah :
a. Usia, lebih sering terjadi pada lansia
b. Jenis kelamin, tiga kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Perbedaan ini
mungkin disebabkan oleh factor hormonal dan rangka tulang yang lebih kecil
c. Ras, kulit putih mempunyai risiko paling tinggi
d. Riwayat keluarga/keturunan, pada keluarga yang mempunyai riwayat osteoporosis, anak-anak
yang dilahirkan juga cenderung mempunyai penyakit yang sama
e. Bentuk tubuh, adanya kerangka tubuh yang lemah dan scoliosis vertebra menyebabkan
penyakit ini. Keadaan ini terutama terjadi pada wanita antara usia 50-60 tahun dengan densitas
tulang yang rendah dan diatas usia 70tahun dengan BMI yang rendah.

26
Factor risiko yang dapat diubah :
a. Merokok
b. Defisisensi vitamin dan gizi (antara lain protein), kandungan garam pada makanan, peminum
alcohol dan kopi yang berat. Nikotin dalam rokok menyebabkan melemahnya daya serap sel
terhadap kalsium dari darah ke tulang sehingga pembentukan tulang oleh osteoblast menjadi
melemah. Mengkonsumsi kopi lebih dari 3 cangkir perhari menyebabkan tubuh selalu ingin
berkemih. Keadaan tersebut menyebabkan banyak kalsium terbuang bersama air kencing.
c. Gaya hidup, aktivitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan penurunan penyangga berat
badan merupakan stimulus penting bagi resorspi tulang. Beban fisik yang terintegrasi merupakan
penentu dari puncak massa tulang
d. Gangguan makan (anoreksia nervosa)
e. Menopause dini, menurunnya kadar estrogen menyebabkan resorpsi tulang menjadi lebih
cepat sehingga akan terjadi penurunan massa tulang yang banyak.
f. Penggunaan obat-obatan tertentu seperti diuretic, glukokortikoid, antikonvulsan, hormone
tiroid berlebihan, dan kortikosteroid.

Faktor-Faktor Etiologi Yang Mempengaruhi Pengurangan Massa Tulang Pada Usia Lanjut
Adalah :
A. Determinan Massa Tulang
1. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa
orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit
hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari bangsa Kaukasia.
2. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetik.
Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada
hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut
menunjukkan respons terhadap kerja mekanik. Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan
massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau
pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama

27
pada lengan atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai
pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada
penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban
mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg faktor
genetic.
3. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang
bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan
maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang
melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan
genetiknya.

B. Determinan Penurunan Massa Tulang


1. Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan
tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang
yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang
normal. Setiap seseorang mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sifat genetiknya serta
beban mekanis dan besar badannya. Apabila seseorang dengan tulang yang besar, kemudian
terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka
seseorang tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari pada seseorang yang
mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.
2. Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting dalarn proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti
bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada
umumnya aktivitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia dan karena massa tulang
merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya usia.
3. Kalsium

28
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang
sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium
merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan
masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak baik akan mengakibatkan keseimbangan
kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya
juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada
wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan
kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan
terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta ekskresi melalui urin yang bertambah.
Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran
keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
4. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang.
Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat
melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan
secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor,
maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor
tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang
mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan
kalsium yang negative.
5. Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya
gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya efisiensi absorbsi
kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
6. Rokok, kopi dan Alkohol
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan
penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme
pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja. Alkoholisme akhir-akhir ini
merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan alkoholisme mempunyai

29
kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .
Osteoporosis postmenopause terjadi karena kekurangan estrogen atau hormon utama pada
wanita yang membantu mengatur pengangkatan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya
gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih
cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita
Osteoporosis postmenopause, pada wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita
penyakit ini daripada wanita kulit hitam. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat
dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara
kecepatan hancurnya tulang dan pembentukkan tulang yang baru. Senilis yaitu keadaan
penurunan massa tulang yang hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada
usia diatas 70 tahun dan dua kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali menderita
osteoporosis senilis dan postmenopause.
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari
rapuhnya tulang.
Selain itu, diketahui pula, bahwa penyebab primer dari osteoporosis adalah defisiensi
estrogen dan perubahan yang berhubungan dengan penuaan sedangkan penyebab sekundernya
terdapat beberapa presdiposisi yaitu sebagai berikut:
1. Sejarah keluarga: sejarah keluarga juga mempengaruhi penyakit ini, pada keluarga yang
mempunyai sejarah osteoporosis, anak-anak yang dilahirkannya cenderung akan mempunyai
penyakit yang sama
2. Gangguan endokrin, meliputi: hiperparatiroidisme, hipogonadisme, hipertiroidisme, diabetes
mellitus, penyakit cushing, prolaktinoma, akromegali, insufisinesi adrenal
3. Gangguan nutrisi dan gastroentestinal, meliputi: penyakit inflamasi usus besar (inflamatory
bowel disease), celiac disease, malnutrisi, riwayat pembedahan gastric bypass, penyakit hati
kronis, anoreksia nervosa, vitamin D dan kalsium defisiensi
4. Penyakit ginjal, meliputi: gagal ginjal kronik (GGK), dan idiopatik hiperkalsiuria
5. Penyakit rematik, meliputi: reumatoid artritis, ankylosing spondylitis, lupus eritematosus
sistemik

30
6. Gangguan hematologi, meliputi: multupel mieloma, talasemia, leukemia, limfoma, hemofilia,
sickle cell disease, dan mastositosis sistemik
7. Gangguan genetik, meliputi: kistik fibrosis, osteogenesis imperferkta, homocystinuria,
sindrome Ehlers-Danlos, syndrome Marfan, hemokromatosis, hipofosfatasia.
8. Gangguan lainnya, meliputi: porfiria, sarcoid, imobilisasi, kehamilan/laktasi, kronik obstruksi
pulmonary disease (COPD), nutrisi pareneteral, HIV/AIDS
9. Obat-obatan. Beberapa golongan obat yang meningkatkan kehilangan matriks tulang meliputi
berikut ini:
a. Kortikosteroid: prednison (≥ 5mg/hari minimal pemberian ≥ 3 bulan)
b. Antikonvulsan: phenytoin, barbiturates, karbamazepine, (agenagen ini berhubungan dengan
defisiensi vitamin D)
c. Heparin (penggunaan jangka panjang)
d. Kemoterapetik/obat-obatan transplantasi: siklosporin, tacrolimus, platinum compounds,
siklofosfamida, ifosfamide,metotreksat
e. Hormonal/terapi endokrin: gonadotropin release hormon agonist, luteinizing hormon release
hormon analogs, depomedroxyprogesteron excessive tiroid supplementation
f. Litium
g. Aromatase inhibitors: exemetane, anastrozole.

Penyebab Penyakit Osteoporosis lainnya:


1. Kekurangan kadar kalsium.
2. Penggunaan obat-obatan tertentu.
3. Kekurangan hormon estrogen.
4. Sering mengkonsumsi alkohol.
5. Kurang berolahraga berkurangnya beban mekanik
6. Kekurangan cairan (dehidrasi).
7. Duduk terlalu lama.
8. Sering mengkonsumsi makanan siap saji.
9. Faktor keturunan.
10. Sering mengkonsumsi kopi
11. Mengkonsumsi daging merah dan soda.

31
Faktor penting yang dapat mempengaruhi kejadian osteoporosis dapat berasal dari faktor
diet, fisik, sosial, medis, iatrogenik, dan faktor genetik. Kalsium yang tidak memadai,
fosfat/protein yang berlebihan, dan juga masukan vitamin yang tidak memadai pada orang tua.
Faktor resiko yang merupakan faktor fisik yaitu imobilisasi dan gaya hidup duduk terus-menerus
(sedentary). Kebiasaan menggunakan alkohol, sigaret, kafein adalah factor sosial yang memicu
terjadinya osteoporosis.
Selain faktor diatas. Kelainan kronis, endoskrinopati (lihat osteoporosis sekunder),
penggunaan kortikosteroid, penggunaan hormon tiroid yang berlebihan, kemoterapi, loop
diuretik, antikonvulsan, tetrasiklin dan terapi radiasi merupakan faktor medis dan iatrogenik.
Genetik/familial biasanya berhubungan dengan massa tulang suboptimal pada maturitas. Banyak
faktor pemicu yang mempengaruhi kekuatan tulang seseorang. Di bawah ini beberapa hal yang
bisa menyebabkan penurunan kekuatan atau massa tulang, yaitu:
1. Usia. Faktanya, di atas usia 35 tahun, kepadatan tulang akan menurun. Menopause (berhenti
haid). Saat kadar hormon estrogen menurun setelah menopause, kepadatan tulang juga menurun.
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun,
wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang
trabekula karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid
meningkat.
2. Kadar testosteron rendah. Pada pria, hormon testosteron memperlambat resorpsi (proses
asimilasi atau pemecahan) tulang yang cara kerjanya sama seperti hormon estrogen pada wanita.
Kadar testosteron yang rendah akan menyebabkan penurunan kepadatan tulang dan
menyebabkan osteoporosis.
3. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen
yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun
mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
4. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko terbesar.
Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya
adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita
kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.

32
5. Keturunan Penderita Osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhatihatilah. Osteoporosis
menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan
bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang
sama. Riwayat keluarga dan kelompok etnik dapat meningkatkan risiko terjadinya osteoporosis.
Orang dari ras Kaukasia dan Asia lebih berisiko mengalami osteoporosis.
6. Gaya Hidup Kurang Baik
Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor yang
merangsang pembentukan dan peningkatan hormon parathyroid, penyebab pelepasan kalsium
dari dalam darah.
7. Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan
rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University
Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman
berkafein dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih
banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu
kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang
(osteoblas).
8. Malas Olahraga
Mereka yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses
pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak
gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa. Untuk memperoleh
kekuatan tulang, tulang harus diberi tekanan dengan memberikan latihan beban, terutama saat
tulang tumbuh.
9. Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena
osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan
tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang
sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping
itu, rokok juga membuat penghisapnya bias mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan
tersumbatnya aliran darah keseluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses

33
pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara
langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan
terasa karena proses pembentuk tulang
masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang
akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah
berhenti.
10. Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil
kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang (Nancy E. Lane, Osteoporosis,
2001)
11. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan
alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah
tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas.
Selain itu, obat heparin dan anti kejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis.
12. Penyakit lain.
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi regenerasi tulang normal sehingga meningkatkan risiko
osteoporosis (misalnya gagalginjal, penyakit hati).
13. Berat badan rendah.
Pola makan buruk. Kurang mengonsumsi makanan yang kaya kalsium dan vitamin D berperan
dalam osteoporosis.
14. Kehamilan dan menyusui.
Walaupun jarang terjadi, seorang wanita dapat mengalami osteoporosis selama hamil, walaupun
alasan untuk hal ini belum jelas. Biasanya tulang pulih kembali setelah wanita tersebut berhenti
menyusui.

34
Tabel 1. Faktor Resiko Osteoporosis
Umur Setiap peningkatan umur 1 dekade berhubungan
dengan peningkatan resiko 1,4 – 1,8
Genetik Etnis (kaukasus/oriental > orang hitam/polinesia)
Gender (perempuan > laki-laki)
Riwayat keluarga
Lingkungan Makanan, defisiensi kalsium
Aktivitas fisik dan pembebanan mekanik
Obat-obatan, misalnya kortikosteroid, anti konvulsan,
heparin
Merokok
Alkohol
Jatuh (trauma)
Hormon endrogen dan penyakit Defisiensi estrogen
kronik Defisiensi androgen
Gastrektomi, sirosis, tirotoksikosis
Hiperkortisolisme
Sifat fisik tulang Densitas masa tulang
Ukuran dan geometri tulang
Mikroarsitektur tulang
Komposisi tulang

1.4 Klasifikasi Osteoporosis

1. Osteoporosis primer
Kondisi ini lebih sering terjadi, dan bukan karena kondisi patologis. Osteoporosis primer
dapat terjadi pada pria dan wanita pada berbagai usia tetapi lebih sering terjadi pada wanita
setelah menopause dan pria pada usia lanjut. Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan
pada tulang yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga

35
meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca menopause,
wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57
tahun.
Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan proses
penuaan, sedangkan osteoporisis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat
hal-hal tertentu. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat utama karena
lebih banyak ditemukan dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses ketuaan pada wanita
menopause dan usia lanjut merupakan contoh dari osteoporosis primer. Osteoporosis primer
terdiri atas tipe 1, yaitu osteoporosis pasca menopause, terjadi pada wanita setelah berhenti
mengalami menstruasi. Sedangkan tipe 2 adalah osteoporosis senilis, terjadi pada orang tua di
atas usia 75 tahun.
Osteoporosis primer dibagi lagi menjadi 2 subtipe yaitu :
a. Tipe I (postmenopause) : terjadi pada wanita antara usia 55 dan 65 tahun.
b. Tipe II (senile) : terjadi pada usia lebih dari 65 tahun.

2. Osteoporosis sekunder
Disebabkan karena kondisi medis/penyakit-penyakit tulang erosive (seperti
hiperparatiroidisme, myeloma multiple, hipertiroidisme) Dan akibat terapi obat-obatan jangka
panjang seperti kortikosteroid yang toksik untuk tulang (misalnya ; glukokortikoid). Jenis ini
ditemukan pada kurang lebih 2-3 juta klien ataupun karena imobilisasi yang lama, seperti pada
pasien dengan injuri spinal cord. Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab
lain diluar tulang.
Osteoporisis sekunder mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu termasuk
kelainan endokrin, efek samping obat-obatan, immobilisasi. Pada osteoporosis sekunder, terjadi
penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menimbulkan fraktur traumatik akibat faktor
ekstrinsik seperti kelebihan steroid, artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal kronis, sindrom
malabsorbsi, mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status
hipogonade, dan lain-lain.
Osteoporosis sekunder adalah pengeroposan tulang yang terjadi akibat penyakit lain atau
obat-obatan, seperti pada mereka yang mengkonsumsi obat kortikosteroid, anti kejang, atau
antasida yang digunakan jangka panjang atau mereka yang menderita penyakit artritis reumatoid

36
atau penyakit autoimun lainnya, gangguan tiroid, atau pada pasien yang berbaring lama
contohnya mereka yang mengalami stroke.

3. Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis Idiopatik adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan
ditemukan pada usia anak-anak (juvenile), usia remaja (adolesen), wanita pra-menopause dan
pada pria usia pertengahan.
Klasifikasi osteoporosis dibagi kedalam dua kelompok yaitu osteoporosis primer dan
osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terdapatpada wanita postmenopause
(postmenopause osteoporosis) dan pada laki-laki lanjut usia (senill osteoporosis). Penyebab
osteoporosis belum diketahui dengan pasti. Sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh
penyakit yang berhubungan dengan Cushing Sindrome Disease, hipertiroidisme,
hiperparatiroidisme, hipoginadisme, kelainan hepar, gagal ginjal kronis, ukurang gerak,
kebiasaan minum alkohol, pemakaian obatobatan/ kortikosteroid, kelebihan kafein dan merokok.
Djuwantoro D (1996), membagi osteoporosis menjadi Osteoporosis Postmenopause (Tipe
I), osteoporosis involutional (Tipe II), osteoporosis idiopatik, osteoporosis juvennil, dan
osteoporosis sekunder.
1. Osteoporosis Postmenopause (Tipe I)/ Osteoporosis Primer
Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulitputih dan asia. Bentuk
osteoporosis ini disebabkan oleh percepatan resoprsi tulang yang berlebihan dan lama setelah
penurunan sekresi hormon estrogen pada masa menopause.
2. Osteoporosis involutional (Tipe II)
Terjadi pada usia diatas 75 tahun pada perempuan maupun laki-laki. Tipe ini diakibatkan
karena ketidakseimbangan yang samar dan lama antara kecepatan resorpsi tulang dengan
kecepatan pembentukkan tulang.
3. Osteoporosis idiopatik
Adalah tipe osteoporosis primer yang jarang terjadi pada wanita premenopause dan laki-
laki yang berusia dibawah 75 tahun. Tipe ini tidak berkaitan dengan penyebab sekunder atau
faktor resiko yang mempermudah timbulnya penurunan densitas tulang.

37
4. Osteoporosis juvennil
Merupakan bentuk yang jarang terjadi dan bentuk osteoporosis yang terjadi pada anak-anak
prepubertas
5. Osteoporosis sekunder
Penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menyebabkan fraktur atraumatik akibat
faktor ekstrinsik seperti kelebihan kortikosteroid, arthritis reumatoid, kelainan hati/ginajl kronis,
sindrome malabsorbsi, mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme, hipertirodisme, varian status
hipogonad, dan lain-lain.

1.5. Manifestasi Klinis Osteoporosis

Osteoporosis merupakan silent disease. Klien osteoporosis umumnya tidak mempunyai


keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis mengenai tulang di
seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah-daerah yang menyanggah
berat badan atau pada daerah yang mendapat tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris).
Korpus vertebra menunjukan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan fraktur kompresi. Hal
ini mengakibatkan berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung vertebra abnormal
(kifosis). Osteoporosis pada kolumna femoris sering merupakan predisposisi terjadinya fraktur
patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering terjadi pada pasien usia lanjut.
Massa total tulang yang terkena, mengalami penurunaan dan menunjukan penipisan
korteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan karena adanya variasi
ketebalan trabekular pada individu ”normal” yang berbeda.

38
Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist jika
osteoporosis dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara analisis kimia
dari abu tulang tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien osteoporosis mempunyai kalsium,
fosfat, dan alkali fosfatase yang normal dalam serum.
Gejala osteoporosis tidak akan terlihat oleh kasat mata. Kecuali dengan pemeriksaan
rontgen, orang-orang baru mengetahui mereka menderita osteoporosis ketika tulang mereka
patah. Tulang yang paling berisiko patah pada osteoporosis adalah tulang pergelangan tangan,
tulang panggul, dan tulang punggung (tulang belakang).
Osteoporosis tidak memiliki gejala apapun, karena itu sering dijuluki sebagai ”pencuri
diam-diam”, sampai suatu ketika penderita tiba-tiba mengalami patah tulang. Patah tulang yang
terjadi di sini tidak seharusnya terjadi pada keadaan tulang yang normal, contohnya patah pada
tulang panggul akibat terpeleset pada posisi berdiri. Lokasi tulang yang sering terjadi patah
adalah tulang belakang dan lengan bawah, selain tulang panggul.
Akibat patah dan kompresi pada tulang belakang (tulang belakang menjadi pipih) dapat
terjadi nyeri pada tulang belakang dengan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah. Pasien tampak
bungkuk, tinggi badan jadi berkurang dan kadang-kadang juga mengalami nyeri di perut akibat
penekanan ke arah abdomen.
Patah pada tulang panggul menyebabkan pasien sulit menggerakkan kakinya, seringkali
pasien hanya dapat terbaring saja karena nyeri. Komplikasi lebih lanjut akan timbul luka akibat
berbaring terus, gangguan saluran napas dan berbagai komplikasi lain yang selanjutnya dapat
berakibat fatal sampai menyebabkan kematian.
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis
senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala pada beberapa penderita.
Jika kepadatan tulang sangat berkurang yang menyebabkan tulang menjadi kolaps atau hancur,
maka akan timbul kelainan tulang dan nyeri tulang. Tulang-tulang yang terutama terpengaruh
pada osteoporosis adalah radius distal, korpus verterbrae terutama mengenai T8-L4
dan kollum femuralis.
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang
rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul
secara tiba-tiba dan dirasakan didaerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika
penderita berdiri atau berjalan.

39
Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan
menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang
belakang hancur maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk
Dowager) yang menyebabkan terjadinya ketegangan otot dan rasa sakit.
Tulang lainnya bisa parah yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau
karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Selain itu,
yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan/radius didaerah persambungannya dengan
pergelangan tangan yang disebut fraktur Colles. Pada penderita osteoporosis, pada tulang
cenderung mengalami penyembuhan secara perlahan.

Manifestasi Osteoporosis :
1. Nyeri tulang akut. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan atau
tanpa fraktur yang nyata
2. Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak
3. Nyeri timbul mendadak
4. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terserang.
5. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
6. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas atau
karena suatu pergerakan yang salah
7. Deformitas vertebra thorakalis menyebabkan penurunan tinggi badan. Hal ini terjadi oleh
karena adanya kompresi fraktur yang asimtomatis pada vertebra.
8. Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan
kifosis angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi
paraparesis.
9. Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien (terutama wanita tua) biasanya datang
dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause sedangkan gambaran klinis
setelah terjadi patah tulang, klien biasanya datang dengan keluhan punggung terasa
sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit pada pangkal paha, atau bengkak pada
pergelangan tangan setelah jatuh.
10. Postur tubuh kelihatan memendek atau penurunan tinggi badan akibat dari Deformitas
vertebra thorakalis. (Nancy E. Lane, Osteoporosis, 2001)

40
11. Postur tubuh menjadi membungkuk.
12. Penderita akan cepat merasa kelelahan.
13. Sering merasakan kram di waktu malam hari.

1.6 Patofisiologi Osteoporosis

Peran Estrogen Pada Tulang

41
Struktur estrogen vertebra terdiri dari 18 karbon dengan 4 cincin. Estrogen manusia dibagi 3
kelompok, yaitu estron (E1), 17β-estradiol (E2), estrasiol (E3). Selain itu juga terdapat jenis-jenis
estrogen lain, seperti estrogen dari tumbuh-tumbuhan (fitoestrogen), estrogen sintetik (misalnya
etinilestradiol, dietilstilbestrol, klomifen sitrat), xenobiotic (DDT, bifenol dll). Saat ini terdapat
struktur lain yang dikenal sebagai anti-estrogen, tetapi pada organ non-reproduktif bersifat
estrogenic, struktur ini disebut selective estrogen receptor modulators (SERMs).
Estrogen yang terutama dihasilkan oleh ovarium adalah estradiol. Estrogen dihasilkan oleh
tubuh manusia tetapi terutama berasal dari luar ovarium, yaitu dari konversi androstenedion pada
jaringan perifer. Estriol merupakan estrogen yang terutama didapatkan didalam urin, berasal dari
hidroksilasi-16 estron dan estradiol. Estrogen berperan pada pertumbuhan tanda seks sekunder
mukosa vagina, penipisan mucus serviks dan pertumbuhan saluran-saluran pada payudara. Selain
itu estrogen juga mempengaruhi profil lipid dan endotel pembuluh darah, hati, tulang, susunan
saraf pusat, system imun, system kardiovaskular dan system gastroinstestinal.
Saat ini telah ditemukan 2 macam reseptor estrogen (ER), yaitu reseptor estrogen-α (ERα)
dan reseptor estrogen-β (ERβ). ERα dikode oleh gen yang terletak di kromosom 6 dan terdiri dari
595 asam amino. Sampai saat ini, fungsi ERβ belum diketahui secara pasti. Selain itu, distribusi
kedua reseptor ini bervariasi pada berbagai jaringan, misalnya di otak, ovarium, uterus, dan
prostat. Reseptor estrogen juga diekspresikan oleh berbagai sel tulang, termasuk osteoblast,
osteosit, osteoklas, dan kondrosit. Ekspresi ERα dan ERβ meningkat bersamaan dengan
diferensiasi dan maturasi osteoblast. Laki-laki dengan osteoporosis idiopatik mengekspresikan
mRNA ERα yang rendah pada osteoblast maupun osteosit. Delesi ERα pada tikus jantan dan
betina menyebabkan penurunan densitas tulang, sedangkan perusakan gen ERβ pada wanita
ternyata meningkatkan bone mineral content (BMC) tulang kortikal walaupun pada tikus tidak
memberikan perubahan pada tulang kortikal mau[untrabecular. Delesi gen ERα dan ERβ juga
menurunkan kadar IGF-1 serum. Estrogen merupakan regulator pertumbuhan dan homeostatis
tulang yang penting. Estrogen memiliki efek langsung dan tak langsung pada tulang.
Efek tak langsung meliputi estrogen terhadap tulang berhubungan dengan homeostatis
kalsium yang meliputi regulasi absorpsi kalsium diusus, modulasi 1,25 (OH)2D, eksresi Ca di
ginjal dan sekresi hormone paratiroid (PTH). Terhadap sel-sel tulang, estrogen memiliki
beberapa efek. Efek-efek ini akan meningkatkan formasi tulang dan menghambat reabsorpsi
tulang oleh ostoklas.

42
Didalam kehidupan, tulang akan selalu mengalami proses perbaharuan. Tulang memiliki 2
sel, yaitu osteoklas (bekerja untuk menyerap dan menghancurkan / merusak tulang) dan
osteoblas (sel yang bekerja untuk membentuk tulang). (Compston, 2002).
Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan matrik ekstra selular, 5
% sel kondrosit. Fungsinya sebagai penyangga juga pelumas sehingga tidak menimbulkan nyeri
pada saat pergerakan sendi. Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari
kemampuannya untuk memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas
sehingga kedua tulang akan bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut.
Setelah terjadi kerusakan tulang rawan, sendi dan tulang ikut berubah.
Tulang yang sudah tua dan pernah mengalami keretakan, akan dibentuk kembali. Tulang
yang sudah rusak tersebut akan diidentifikasi oleh sel osteosit (sel osteoblas menyatu dengan
matriks tulang). (Cosman, 2009). Kemudian terjadi penyerapan kembali yang dilakukan oleh sel
osteoklas dan nantinya akan menghancurkan kolagen dan mengeluarkan asam. (Tandra, 2009).
Dengan demikian, tulang yang sudah diserap osteoklas akan dibentuk bagian tulang yang baru
yang dilakukan oleh osteoblas yang berasal dari sel prekursor di sumsum tulang belakang setelah
sel osteoklas hilang. (Cosman, 2009).
Menurut Ganong, ternyata endokrin mengendalikan proses remodeling tersebut. Dan
hormon yang mempengaruhi yaitu hormon paratiroid (resorpsi tulang menjadi lebih cepat) dan
estrogen (resorpsi tulang akan menjadi lama). Sedangkan pada osteoporosis, terjadi gangguan
pada osteoklas, sehingga timbul ketidakseimbangan antara kerja osteoklas dengan osteoblas.
Aktivitas sel osteoclas lebih besar daripada osteoblas. Dan secara menyeluruh massa tulang
pun akan menurun, yang akhirnya terjadilah pengeroposan tulang pada penderita osteoporosis.
(Ganong, 2008)
Tulang terdiri atas sel dan matriks. Terdapat dua sel yang penting pada pembentukan tulang
yaitu osteoclas dan osteoblas. Osteoblas berperan pada pembentukan tulang dan sebaliknya
osteoklas pada proses resorpsi tulang. Matriks ekstra seluler terdiri atas dua komponen, yaitu
anorganik sekitar 30-40% dan matrik inorganik yaitu garam mineral sekitar 60-70 %. Matrik
inorganik yang terpenting adalah kolagen tipe 1 ( 90%), sedangakan komponen anorganik
terutama terdiri atas kalsium dan fosfat, disamping magnesium, sitrat, khlorid dan karbonat.
Dalam pembentukan massa tulang tersebut, tulang akan mengalami perubahan selama kehidupan
melalui tiga fase: Fase pertumbuhan, fase konsolidasi dan fase involusi. Pada fase pertumbuhan

43
sebanyak 90% dari massa tulang dan akan berakhir pada saat epifisis tertutup. Sedangkan pada
tahap konsolidasi yang terjadi usia 10-15 tahun. Pada saat ini massa tulang bertambah dan
mencapai puncak ( peak bone mass ) pada pertengahan umur tiga puluhan. Serta terdapat dugaan
bahwa pada fase involusi massa tulang berkurang ( bone Loss ) sebanyak 35-50 tahun.
Penyakit osteoporosis selama ini dikenal dalam masyarakat dimana tulang menjadi keropos.
Osteoporosis adalah kondisi progresif di mana tulang menjadi lemah dan secara struktural lebih
mungkin untuk fraktur atau patah. Biasanya, tubuh membentuk jaringan tulang baru yang diserap
oleh tubuh untuk menyeimbangkan jumlah jaringan tulang yang dipecah dalam tubuh. Ini adalah
proses alami yang terjadi pada tubuh setiap manusia. Sepanjang bagian awal kehidupan, jumlah
tulang yang hilang dan jumlah yang diperoleh tetap seimbang. Massa tulang (ukuran dan
ketebalan) meningkat selama masa kanakkanak dan kehidupan dewasa awal, mencapai
maksimum pada usia 20 sampai 25.
Menopause yang biasanya terjadi pada wanita usia 40-an atau 50-an, secara dramatis
meningkatkan kecepatan keropos tulang, itulah yang menyebabkan osteoporosis pada wanita
cenderung lebih tinggi dibandingkan pria. Penyakit osteoporosis terjadi ketika tubuh kehilangan
tulang lebih cepat dari pada yang dapat membentuk tulang baru. Seiring waktu,
ketidakseimbangan antara kerusakan tulang dan pembentukan menyebabkan massa tulang
menurun, sehingga patah tulang terjadi lebih mudah.
Osteoporosis Tipe I Dan II
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu osteoporosis primer (involusional) dan
osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya, sedangkan osteoporosissekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya.
Pada tahun 1940-an,
Albirght mengemukakan pentingnya estrogen pada pathogenesis osteoporosis. Kemudian
pada tahun 1983, Riggs dan Melton, membagi osteoporosis primer atas osteoporosis tipe I dan
tipe II. Osteoporosis tipe I, disebut juga osteoporosis pasca menopause. Osteoporosis tipe II,
disebut juga osteoporosis senilis disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga
menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis tipe II.
Selain itu pemberian kalsium dan vitamin D pada osteoporosis tipe II juga tidak memberikan
hasil yang adekuat. Akhirnya pada tahun 1990-an Riggs dan Melton memperbaiki hipotesisnya

44
dan mengemukakan bahwa estrogen menjadi factor yang sangat berperan pada timbulnya
osteoporosis primer, baik pasca menopause maupun senilis.
Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari adanya massa puncak tulang
yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang. Massa puncak tulang yang rendah ini
diduga berkaitan dengan faktor genetic, sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan massa
tulang adalah proses ketuaan, menopause, faktor lain seperti obat-obatan atau aktifitas fisik yang
kurang serta faktor genetik. Akibat massa puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan
massa tulang menyebabkan densitas tulang menurun yang merupakan faktor resiko terjadinya
fraktur.
Kejadian osteoporosis dapat terjadi pada setiap umur kehidupan. Penyebabnya adalah
akibat terjadinya penurunan bone turn over yang terjadi sepanjang kehidupan. Satu dari dua
wanita akan mengalami osteoporosis, sedangkan pada laki-laki hanya 1 kasus osteoporsis dari
lebih 50 orang lakilaki. Dengan demikian insidensi osteoporosis pada wanita jauh lebih banyak
daripada laki-laki.
Hal ini diduga berhubungan dengan adanya fase masa menopause dan proses kehilangan
estrogen pada wanita jauh lebih banyak. Percepatan pertumbuhan tulang, yang mencapai massa
puncak tulang berkisar pada usia 20 - 30 tahun, kemudian terjadi perlambatan formasi tulang dan
dimulai resorpsi tulang yang lebih dominan. Keadan ini bertahan sampai seorang wanita apabila
mengalami menopause akan terjadi percepatan resorpsi tulang, sehingga keadaan ini tulang
menjadi sangat rapuh dan mudah terjadi fraktur.
Setelah usia 30 tahun, resorpsi tulang secara perlahan dimulai dan akhirnya akan lebih
dominan dibandingkan dengan pembentukan tulang. Kehilangan massa tulang menjadi cepat
pada beberapa tahun pertama setelah menopause dan akan menetap pada beberapa
tahun kemudian pada masa postmenopause. Proses ini terus berlangsung pada akhirnya secara
perlahan tapi pasti terjadi osteoporosis. Percepatan osteoporosis tergantung dari hasil
pembentukan tulang sampai tercapainya massa tulang puncak.
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetic dan
faktor lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia, jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak
pernah melahirkan. Faktor mekanis meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi,
gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan. Kedua faktor diatas

45
akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang,
peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya massa tulang yang maksimal
dengan resorbsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang
lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total
yang disebut osteoporosis.
Dalam keadaan normal pada tulang kerangka, tulang kerangka akan terjadi suatu proses
yang berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses resorbsi dan proses
pembentukan tulang (remodeling). Setiap perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya apabila
proses resorbsi lebih besar dari pada proses pembentukan tulang, maka akan terjadi pengurangan
massa tulang dan keadaan inilah yang kita jumpai pada osteoporosis.
Dalam massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis, pertumbuhan
tulang akan sampai pada periode yang disebut dengan periode konsolidasi. Pada periode ini
terjadi proses penambahan kepadatan tulang atau penurunan porositas tulang pada bagian
korteks. Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia kurang lebih antara 30-45
tahun untuk tulang bagian korteks dan mungkin keadaan serupa akan terjadi lebih dini pada
tulang bagian trabekula.
Sesudah manusia mencapai umur antara 45-50 tahun, baik wanita maupun pria akan
mengalami proses penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5% setiap tahun, sedangkan
tulang bagian trabekula akan mengalami proses serupa pada usia lebih muda. Pada wanita,
proses berkurangnya massa tulang tersebut pada awalnya sama dengan pria, akan tetapi pada
wanita sesudah menopause, proses ini akan berlangsung lebih cepat. Pada pria seusia wanita
menopause massa tulang akan menurun berkisar antara 20-30%, sedang pada wanita penurunan
massa tulang berkisar antara 40-50%. Pengurangan massa tulang ini diberbagai bagian tubuh
ternyata tidak sama. Dengan teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa penurunan
massa tulang tersebut lebih cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh seperti berikut: metacarpal,
kolum femuris serta korpus vertebra, sedang pada bagian tubuh yang lain, misalnya : tulang paha
bagian tengah, tibia dan panggul, mengalami proses tersebut secara lambat. Genetik, nutrisi,
gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein dan alkohol) dan aktivitas mempengaruhi puncak
massa tulang. Kehilangan massa tulang mulai terjadi setelah tercapainya puncak massa tulang
(kepadatan tulang). Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak terjadi perubahan hormonal
mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya estrogen pada saat menopause dan pada saat

46
ooforektomi meningkatkan percepatan resorpsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun
pascamenopause. Diet kalsium dan tinggi vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk
mempertahankan remodelling tulang dan fungsi tubuh. Asupan kalsium dan vitamin D yang
tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan
pertumbuhan osteoporosis. Asupan harian kalsium yang dianjurkan (RDA: recomended daily
allowance) meningkat pada usia 11-24 tahun (adolesen dan dewasa muda) hingga 1200mg per
hari, untuk memaksimalkan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800mg,
tetapi pada perempuan pascamenopause 1000-1500mg perhari. Sedangkan pada lansia
dianjurkan mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas, karena penyerapan kalsium
kurang efisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal (Smeltzer, 2002).
Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen dapat
menyebabkan osteoprosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindrom cushing,
hiperparatiroidisme, hipertirodisme menyebabkan kehilangan tulang. Obat-obatan seperti
isoniazid, heparin, tetrasklim, antasida yang mengandung alumunium, furosemid, antikonvulsan,
kortikosteroid dan suplemen tiroid mempengaruhi penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium.
Imobilitas juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi dengan gips,
paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari pembentukkannya
sehingga terjadi osteoporosis.

Osteoporosis merupakan abnormalitas pada proses remodelling tulang dimana resorpsi


tulang melebihi formasi tulang menyebabkan hilangnya massa tulang. Mineralisasi tulang tetap
terjadi. Remodelling tulang di gambarkan dengan keseimbangan fungsi osteoblast dan osteoklast.
Meskipun pertumbuhan terhenti, remodelling tulang terus berlanjut. Proses dinamik ini meliputi
resorpsi pada suatu permukaan tulang dan deposisi pembentukkan tulang pada tempat yang
berlawanan. Hal ini dipengaruhi oleh beban berat badan dan gravitasi, sama halnya dengan
masalah seperti penyakit sistemik.
Proses seluler dilaksanakan oleh sel tulang spesifik dan dimodulasi oleh hormon lokal
dan sistemik serta peptida. Remodelling tulang terus terjadi pada tiap permukaan tulang dan
berlanjut sepanjang hidup. Jika massa tulang tetap pada dewasa, menunjukkan terjadinya
keseimbangan antara formasi dan resorpsi tulang. Keseimbangan ini dilaksanakan oleh
osteoblast dan osteoklast pada unit remodelling tulang. Remodelling dibutuhkan untuk menjaga

47
kekuatan tulang. Kondisi Osteoporosis merupakan suatu hasil interaksi yang kompleks menahun
antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Berbagai faktor terlibat dalan interaksi ini dengan
menghasilkan suatu kondisi penyerapan tulang lebih banyak dibandingkan dengan
pembentukkan tulang yang baru. Kondisi ini memberikan manifestasi penurunan massa tulang
total. Kondisi Osteoporosis yang tidak mendapatkan intervensi akan memberikan dua
manifestasi penting dimana tulang menjadi rapuh dan terjadinya kolaps tulang (terutama area
vertebrae yang mendapat tekanan tinggi pada saat berdiri). Hal ini akan berlanjut pada berbagai
kondisi dan masalah pada pasien dengan Osteoporosis.
Faktor nutrisi memengaruhi pertumbuhan osteoporosis, vitamin D penting untuk resorpsi
kalsium dan mineralisasi tulang normal dalam diet yang mengandung kalsium dan vitamin D
harus mencukupi untuk mempertahankan remodeling tulang dan fungsi tubuh, asupan kalsium
dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun tahun mengakibatkan pengurangan massa
tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Lansia menyerap kalsium dalam diet yang kurang efisien
dan mensekresikan lebih cepat melalui ginjalnya, maka wanita pascamenopouse dan lansia
sesungguhnya perlu mengomsumsi kalsium dalam jumlah tak terbatas.
Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan mengikuti pola yang
sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian korteks serta pelebaran lumen, sehingga
secara anatomis tulang tersebut tampak normal. Titik kritis proses ini akan tercapai apabila massa
tulang yang hilang tersebut sudah sedemikian berat sehingga tulang yang bersangkutan sangat
peka terhadap trauma mekanis dan akan mengakibatkan terjadinya fraktur. Bagianbagian
tubuh yang sering mengalami fraktur pada kasus osteoporosis adalah vertebra, paha bagian
proksimal dan radius bagian distal. Osteoporosis dapat terjadi oleh karena berbagai sebab, akan
tetapi yang paling sering dan paling banyak dijumpai adalah osteoporosis oleh karena
bertambahnya usia.
Osteoporosis menunjukan adanya penurunan absolut dari jumlah tulang yang diperlukan
sebagai kekuatan penyangga mekanik. Berkurangnya massa tulang, dan demikian pula dengan
massa otot sesungguhnya berkaitan dengan proses menua (penuaan). Hanya, apabila
berkurangnya (hilangnya) jaringan tulang cukup luas sampai menimbulkan gejala maka disebut
osteoporosis.
Patogenesis Osteoporosis Tipe I

48
Setelah menopause, maka reabsorpsi tulang akan meningkat, terutama pada decade awal
setelah menopause, sehingga insidensi fraktur dapat terjadi. Terutama fraktur pada vertebra dan
radius distal meningkat. Penurunan densitas tulang terutama pada tulang trabecular, terjadi
karena memiliki permukaan yang luas dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen.
Pertanda reabsorpsi tulang dan penurunan formasi tulang, keduanya meningkat dan
menunjukkan adanya peningkatan bone turn over. Estrogen juga berperan menurunkan produksi
berbagai mononuclear, seperti IL-1, IL-6, dan TNF-a yang berperan meningkatkan kerja
osteoblas. Dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan
produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktifitas osteoklas meningkat.
Selain peningkatan aktifitas osteoklas, menopause juga menurunkan absorpsi kalsium di
usus dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal. Selain itu, menopause juga menurunkan
sintesis berbagai protein yang membawa 1,25 (OH)2D, sehingga pemberian estrogen akan
meningkatkan konsentrasi 1,25(OH)2D didalam plasma. Tetapi pemberian estrogen transdermal
tidak akan meningkatkan sintesis protein tersebut, karena estrogen transdermal tidak diangkut
melewati hati. Walaupun demikian, estrogen transdermal tetap dapat meningkatkan absorpsi
kalsium di usus secara langsung tanpa dipengaruhi vitamin D.
Untuk mengatasi keseimbangan negative metabolisme kalsium akibat menopause, maka
kadar PTH akan meningkat terus pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin
berat. Pada menopause, kadang kala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini
disebabkan oleh menurunnya volume plasma, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang
terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks.
Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat panurunan rangsang respirasi,
sehingga terjadi relative asidosis respiratorik (kadar asam/kadar CO2 meningkat dalam
pernapasan). Walaupun terjadi peningkatan kadar kalsium yang terikat albumin dan kalsium
dalam garam kompleks, kadar ion kalsium tetap sama dengan keadaan premenopausal.

49
Tabel 2. Karakteristik Osteoporosis Tipe I dan II
Tipe I Tipe II
Umur (tahun) 50 – 75 >70
Perempuan : laki-laki 6:1 2:1
Tipe kerusakan tulang Terutama trabekular Trabekular dan kortikal
Bone turnover Tinggi Rendah
Lokasi fraktur terbanyak Vertebra, radius distal Vertebra, kolum femoralis
Fungsi paratiroid Menurun Meningkat
Efek estrogen Terutama skeletal Terutama ekstraskeletal
Etiologi umum Defisiensi estrogen Penuaan, defisiensi estrogen

Patogenesis Osteoporosis Tipe II


Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan
kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada decade ke delapan dan sembilan kehidupannya,
terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana reabsorpsi tulang meningkat, sedangkan
formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang,
perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur. Peningkatan reabsorpsi tulang
merupakan resiko fraktur yang independen terhadap BDM.
Peningkatan osteokalsin seringkali didapatkan pada orang tua, tetapi hal ini lebih
menunjukkan peningkatan turn over tulang dan bukan peningkatan formasi tulang. Sampai saat
ini belum diketahui secara pasti penyebab penurunan fungsi osteoblast pada orang tua, diduga
karena penurunan kadar estrogen dan IGF-1.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini
disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan
sinar matahari yang rendah. Akibat defisiensi kalsium akan timbul hiperparatiroidisme sekunder
yang persisten/tetap sehingga akan semakin meningkatkan reabsorpsi tulang dan kehilangan
massa tulang, terutama pada orang-orang yang tinggal di daerah 4 musim.
Aspek nutrisi yang lain adalah defisiensi protein yang juga ikut berperan terhadap
kehilangan massa tulang pada orang tua adalah factor genetic dan lingkungan (merokok, alcohol,
obat-obatan, imobilisasi lama).
Defisiensi estrogen, ternyata juga merupakan masalah yang penting sebagai salah satu
penyebab osteoporosis pada orang tua, baik pada laki-laki maupun perempuan. Demikian juga
kadar tertosteron pada laki-laki. Defisiensi estrogen pada laki-laki juga berperan pada kehilangan
massa tulang. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan

50
osteoporosis. Karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen
yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti yang terjadi pada wanita
tidak pernah terjadi. Falahati-Nini dkk menyatakan bahwa estrogen pada laki-laki berfungsi
mengatur reabsorpsi tulang, sedangkan estrogen dan progesterone juga mengatur formasi tulang
Kehilangan massa tulang trabekula pada laki-laki berlangsung linier, sehingga terjadi penipisan
trabekula, tanpa disertai putusnya trabekula seperti pada wanita yang disebabkan karena
peningkatan reabsorpsi yang berlebihan akibat penurunan kadar estrogen yang drastis pada
waktu menopause.
Dengan bertambahnya umur, remodeling endokortikal dan intrakortikal akan terus
meningkat, sehingga pada wanita menopause apabila terjadi kehilangan struktural tulang akibat
peningkatan reabsorbsi maka akan terjadi pada tulang kortikal dan hal tersebut meningkatkan
resiko fraktur tulang kortikal, misalnya pada femur proksimal. Total permukaan tulang untuk
remodeling tidak berubah dengan bertambahnya umur, hanya berpindah dari tulang trabecular ke
tulang kortikal. Namun, pada laki-laki tua, peningkatan reabsorpsi endokortikal tulang panjang
akan diikuti peningkatan formasi periosteal, sehingga diameter tulang panjang akan meningkat
dan menurunkan resiko fraktur pada laki-laki tua.
Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada
orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunakn
kekuatan otot akibat gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan,
lantai yang licin atau tidak rata dan lain sebagainya. Pada umumnya, resiko terjatuh pada orang
tua tidak disebakan oleh penyebab tunggal.

Osteoporosis Pada Laki-Laki


Osteoporosis pada laki-laki, seringkali kurang diperhatikan dibandingkan dengan
osteoporosis pada wanita. Pada dewasa muda, insidens fraktur temyata lebih tinggi pada laki-laki
daripada wanita; hal ini dihubungkan dengan insidens trauma yang lebih tinggi pada laki-laki
daripada wanita.
Dengan bertambahnya umur, insidens fraktur pada panggul makin meningkat, tetapi
peningkatan insidens fraktur pada laki-laki lebih lambat 5-10 tahun dibandingkan wanita.
Pada laki-laki, dengan bertambahnya umur, maka tulang kortikal akan makin menipis, tetapi
penipisan ini tidak secepat pada wanita, karena laki-laki tidak pemah mengalami menopause.

51
Selain itu, pada laki-laki kehilangan massa tulang lebih bersifat penipisan, sedangkan pada
wanita lebih diakibatkan oleh kehilangan elemen trabekula dari tulang yang bersangkutan.
Selama pertumbuhan, massa tulang pada laki-laki juga lebih besar daripada wanita.
Laki-laki juga memiliki tulang trabekular yang lebih tebal korteksnya daripada wanita.
Pada laki-laki, ukuran kolum femoris akan makin besar dengan bertambahnya umur, sedangkan
pada wanita tidak. Hal ini akan menyebabkan osteoporosis pada laki-laki lebih relatif lebih
ringan dan risiko fraktur relative lebih kecil daripada wanita. Fraktur vertebra pada laki-laki juga
lebih jarang, kirakira hanya 50% pada wanita. Pada umumnya fraktur vertebra terjadi pada
torakal bawah dan terutama merupakan fraktur baji.
Etiologi Osteoporosis pada Laki-laki
Genetik
Laki-laki yang orang tuanya menderita osteoporosis, ternyata memiliki densitas massa
tulang yang lebih rendah dibandingkan laki-laki pada umumnya. Selain itu laki-laki yang ibunya
menderita fraktur panggul, ternyata memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita fraktur
vertebra. Sampai saat ini, tidak didapatkan gen spesifik yang mengatur massa tulang dan risiko
fraktur pada laki-laki.
Hipogonadisme
Hipogonadisme merupakan salah satu penyebab osteoporosis dan gagalnya pencapaian
puncak massa tulang pada laki-laki. Dalam hal ini, terapi pengganti testostcron memiliki efek
yang baik untuk meningkatkan massa tulang pada laki-laki dengan hipogonadisme. Berbagai
penyebab hipogonadisme pada laki-laki harus dicari pada laki-laki dengan osteoporosis,
misalnya sindrom Klinefelter, hipogonadisme akibat hipogonadotropin, hiperprolak-tinemia,
orkitis akibat parotitis, kastrasi dsb. Seringkali pemeriksaan hipogonadisme pada laki-laki tidak
mudah dideteksi, karma ukuran testes yang tetap normal, libido yang tetap normal, kadar
testosterone yang tetap normal walaupun kadar luteinizring hormon meningkat.
Involusi
Dengan bertambahnya umur, terjadi penurunan massa dan densitas tulang pada laki-laki,
kira-kira 3-4% per-dekade setelah umur 40 tahun. Setelah umur 50 tahun, kehilangan massa
tulang lebih besar lagi, walaupun demikian tetap lebih rendah dibandingkan wanita. Resorpsi
endosteal pada laki-laki tampaknya dapat dikompensasi dengan formasi periosteal, sehingga
risiko fraktur dan penurunan densitas tulang tidak sehebat pada wanita. Pada tulang trabekular,

52
penurunan densitas massa tulang pada kedua jenis kelamin tampaknya sama, tetapi korteks
tulang trabekular pada laki-laki lebih tebal dibandingkan pada wanita, sehingga risiko fraktur
juga lebih rendah.
Penyakit dan obat-obatan
Berbagai penyakit, obat-obatan dan gaya hidup dapat menyebabkan osteoporosis
sekunder pada laki-laki, misalnya glukokortikoid, merokok, alkohol, insufisicn ginjal,
hiperparatiroidisme, hiperkalsiuria, antikonvulsan tirotoksikosis, imobilisasi lama, artritis
reumatoid.
Idiopatik
Sekitar 30% osteoporosis pada laki-laki temyata tidak diketahui secara jelas
penyebabnya. Diagnosis osteoporosis idiopatik ditegakkan setelah semua penyebab yang lain
dapat disingkirkan. Saat ini diduga terdapat hubungan antara osteoporosis idiopatik dengan
rendahnya kadar IGF-I atau IGF-I binding protein 3 (IGFBP-3).

53
Woc

Normal (osteoblast lebih besar daripada osteoklast)

Penurunan faali

Menopouse Kurangnya kalsium Disebabkan keadaan medis atau obat-obatan

Tidak diketahui
Kurangnya Reabsorbsi berkurang GGK dan kelainan hormonal penyebabnya
hormon estrogen

Penyerapan tulang lebih banyak daripada pembentukan


tulang baru
Massa tulang menurun/densitasnya
menurun

OSTEOPOROSIS

Pengaruhnya pada fisik psikososial Primer

Post menopouse Senile osteoporis


Fungsi tubuh menurun

Keterbatasan lingkup gerak Reabsorpsi tulang meningkat

Fraktur vertebrata Absorbsi kalsium


Pembatasan gerak dan latihan meningkat
Nyeri
Hambatan mobilitas fisik
Sekunder osteoporosis idiopatik

Nyeri punggung Pemberian steroid

Osteoblast terganggu

Tulang mudah rapuh dan patah


54

Risiko cedera
1.7 Komplikasi Osteoporosis

Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra
torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles
pada pergelangan tangan dan berbagai macam fraktur lainnya. (Askep Osteoporosis.pdf).
Penurunan fungsi, dan nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Osteoporosis sering
mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra mengakibatkan deformitas
skelet.

1.8 Pemeriksaan Diagnostik Osteoporosis


Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan
berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin
diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya yang menyebabkan osteoporosis.
Untuk mendiagnosa osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan pemeriksaan
yang menilai kepadatan tulang. Pemeriksaan yang paling akurat adalah dual energi x-ray
absorptiometry (DXA). Pemeriksaan ini aman dan tidak menimbulkan nyeri, bisa dilakukan
dalam waktu 5-15 menit. DXA sangat berguna untuk wanita yang memiliki resiko tinggi
menderita osteoporosis, penderita yang diagnosisnya belum pasti dan penderita yang hasil
pengobatannya harus dinilai secara akurat.
Osteoporosis teridentifikasi ada pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah terjadi
demineralisasi 25 samai 40 tampak radiolsensi tulang ketika vertebra kolas, vetebra torakalis
menjadi berbentuk baji dan vetebra lumbalis menjadi bikonkaf pemeriksaan laboratrium (mis.
kalsium serum, fosfatserum, fosfatase alkali, ekskresi kalsium urine ekresihidroksi rolin urine,

55
hematokrit, laju endap darah) dan sinar-x dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnosis medis lain (mis mieloma multile osteomalasia, hyperaratyoidisme, keganasan)
yang juga menyumbang terjadi kehilangan tulang. Absorsimetri foton-tunggal dapat di gunakan
untuk memantau massa tulang pada tulang kortikal ada sendi pergelangan tangan absorsiometrib
dua-fotondal energi x ray absorbsimetry (DEXA), dan Ct mamo memberikan informasi
mengenai massa tulang ada tulang belakang dan panggul, sangat berguna untuk identifikasi
tulang osteoporosis dan mengkaji respon terhadap terapi.
Diagnosa Banding
1. Hiperparatiroidisme
2. Multiple mieloma
3. Osteomalasia dan renal osteodystrophy
4. Paget disease

Pemeriksaan Diagnostik Osteoporosis


a. Pemeriksaan radiologic
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah
trabekuler yang lebih luas. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang
memberikan gambaran pictureframe vertebra. Gejala radiologis yang khas adalah
densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis.
Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan
korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan.
Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus
pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
b. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)/ BMD (Bone Mineralo Densitometry).
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai densitas
massa tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone
Mineral Density ) berada dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai
menurunnya kepadatan tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal
apabila nilai BMD berada diatas nilai -1. Bone Mineralomentry atau Bone Mineralo
Densitometry (BMD) merupakan suatu pemeriksaan kuantitatif untuk mengukur

56
kandungan mineral tulang. Alat ini sangat membantu seseorang yang hendak mengetahui,
secara sederhana, apakah seseorang mengalami osteoporosis atau tidak.
c. Ultra Sono Densitometer (USG) metode Quantitative Ultrasound (QUS)
Salah satu metode yang lebih murah dengan menilai densitas massa tulang perifer
menggunakan gelombang ultrasound yang menembus tulang. Dalam pemeriksaan ini,
yang dinilai adalah kekuatan dan daya tembus gelombang yang melewati tulang dengan
ultra broad band tanpa risiko radiasi. Adanya elastisitas tulang membuktikan adanya
kecepatan tembus gelombang dan kekuatan tulang dengan ultrasound.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:
1. Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon rendah guna
menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian tulang
yang mempunyai jaringan lunak yang tidak tebal seperti distal radius dan kalkaneus.
2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa sumber energi
yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energy yang berbeda guna mengatasi tulang
dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-bagian
tubuh dan tulang yang mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah leher
femur dan vetrebrata. Digunakan untuk mengukur vertebra dan kolum femoris.
3. Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas tulang secara
volimetrik. Merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai mineral
tulang secara volumetrik dan trabekulasi tulang radius, tibia dan vertebra.
4. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan menggunakan
gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu pertama T2
sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan tulang
trabekula dan yang kedua untuk menilai arsitektur trabekula. Dapat mengukur struktur

57
trabekulasi dan kepadatannya. Tidak memakai radiasi, hanya dengan lapangan magnet
yang sangat kuat, tetapi pemeriksaan ini mahal dan memerlukan sarana yang banyak.
6. Biopsi tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan metabolisme
tulang. Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat invasif dan berguna untuk memberikan
informasi mengenai keadaan osteoklas, osteoblas, ketebalan trabekula dan kualitas
meneralisasi tulang. Biopsi dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.
7. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting
dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 biasanya
tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra
dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
8. Dual-energy X Ray Absorbtiometry
Pemeriksaan ini prinsip kerjanya hampir sama dengan SPA dan DPA.
Bedanya pemeriksaan ini menggunakan radiasi sinar X yang sangat
rendah. Pemeriksaan ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu SXA Single Xray Absorbtiometry
dan SXA-DEXA-Dual Energy X-Ray Absorbtiometry. Metode ini sangat sering
digunakan untuk pemeriksaan osteoporosis baik pada pria maupun wanita, mempunyai
presisi dan akurasi yang tinggi. Hasil yang diberikan pada pemeriksaan DEXA berupa:
a. Densitas massa tulang. Mineral tulang yang pada area yang dinilai satuan bentuk gram
per cm.
b. Kandungan mineral tulang, dalam satuan gram.
c. Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata rata densitas pada
orang seusia dan sewasa muda yang dinyatakan dalam skor standar deviasi (Z score atau
T-score).
9. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kimia darah dan kimia urine biasanya
dalam batas normal sehingga pemeriksaan ini tidak banyak membantu kecuali pada
pemeriksaan biomakers osteocalein (GIA protein) (misalnya : kalsium serum, fosfat
serum, fosfatase alkali, eksresi kalsium urine,eksresi hidroksi prolin urine, LED)
a. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata

58
b. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi
ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
c. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun
d. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.

Radio Diagnostik
Dari berbagai metode penurunan densitas tulang yang digunakan saat ini, metode yang
berdasarkan x-ray (khususnya dual energi x-ray absorptiometry/DXA) adalah yang terbanyak
digunakan. Teknik ini secara bertahan menggantikan teknik ionisasi lain yang menggunakan
radiasi gamma. DXA terbukti merupakan teknologi yang paling luas diterima untuk mengetahui
hubungan antara densitas tulang dengan resiko fraktur. DXA juga merupakan teknik dengan
akurasi dan presisi baik, serta paparan radiasi yang rendah. Oleh karena itu, alat ini dijadikan
sebagai gold standart pemeriksaan massa tulang oleh WHO karena merupakan pemeriksaan yang
validasinya paling luas dalam menilai fraktur.
Diagnosis osteoporosis dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan :
1. Radiology
2. Pengukuran massa tulang
3. Pemeriksaan lab. kimiawi
4. Pengukuran densitas tulang
5. Pemeriksaan marker biokemis
6. Dan memperhatikan factor resiko (wanita, umur, ras, dsb)

1.9 Penatalaksanaan Medik Osteoporosis


Tujuan pengobatan adalah untuk meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita,
terutama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam
jumlah yang mencukupi. Diet ditingkatkan pada awal usia pertengahan karena dapat melindungi
tulang dari demineralisasi skeletal. Tiga gelas susu krim atau makanan lain yang kaya kalsium
(missal keju, brokoli kukus, salmon kaleng). Untuk mencukupi asupan kalsium perlu diresepkan
preparat kalsium (kalsium karbonat).

59
Terapi penggantian hormon (hormon replacement therapy-HRT) dengan estrogen dan
progesteron perlu diresepkan bagi perempuan menopause untuk memperlambat kehilangan
tulang dan mencegah terjadinya patah tulang.
Perempuan yang telah menjalani pengangkatan ovarium atau telah mengalami
menopause premature dapat mengalami osteoporosis pada usia muda. Estrogen dapat
mengurangi resorpsi tulang tetapi tidak meningkatkan massa tulang. Penggunaan hormon jangka
panjang masih dievaluasi. Terapi estrogen sering dihubungkan dengan sedikit peningkatan
insiden kanker payudara dan endometrial. Oleh karena itu, selama HRT klien diharuskan
memeriksakan payudaranya setiap bulan dan diperiksa panngulnya, termasuk usapan
Papaninicolaou dan biopsi endometrial (bila ada indikasi), sekali atau dua kali setahun.
Pemberian estrogen secara oral memerlukan dosis terendah estrogen terkonjugasi sebesar
0,625mg/hari atau 0,5mg/hari estradiol. Pada osteoporosis, sumsum tulang dapat kembali seperti
pada masa premenopause dengan penberian estrogen. Dengan demikian hal tersebut menurunkan
fraktur.
Perlu juga meresepkan obat-obat lain dalam upaya menanggulangi osteoporosis,
termasuk kalsitonin, natrium fluorida, bifosfonat, natrium etridonat dan alendronat. Alendronat
berfungsi mengurangi kecepatan penyerapan tulang pada wanita pascamenopause, meningkatkan
massa tulang di tulang belakang dan tulang panggul, dan mengurangi angka kejadian patah
tulang. Agar alendronat dapat diserap dengan baik, alendronat harus diminum dengan segelas air
pada pagi hari dan dalam waktu 30 menit kemudian tidak boleh makan minum lainnya.
Alendronat bisa mengiritasi lapisan saluran pencernaan bagian atas, sehingga setelah
meminumnya tidak boleh berbaring minimal selama 30 menit sesudahnya. Obat ini tidak boleh
diberikan kepada orang yang memiliki kesitan menelan atau penyakit kerongkongan dan
lambung tertentu. Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan kepada orang yang menderita patah
tualng belakang yang disertai nyeri.
Tambahan fluorida bisa meningkatkan kepadatan tulang, tetapi tulang bisa mengalami
kelainan dan menjadi rapuh sehingga pemakainnya tidak dianjurkan. Pria yang menderita
osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan vitamin D, terutama jika hasil
pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam jumlah yang
mencukupi. Jika kadar testoteronnya rendah, bisa diberikan testoteron. Patah tulang karena
osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul biasanya diatasi dengan tindakan pembedahan.

60
Patah tulang pergelangan biasanya di gips atau diperbaiki dengan pembedahan, pada kolaps
tulang belakang disertai nyeri punggung yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang
supportive back brace dan dilakukan terapi fisik.
Pengobatan Osteoporosis difokuskan pada usaha untuk memperlambat atau
menghentikan kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan mengontrol nyeri sesuai
dengan penyakitnya. Kebanyakan 40% dari perempuan akan mengalami patah tulang akibat
Osteoporosis selama hidupnya. Dengan demikian tujuan dari pengobatan ini adalah mencegah
terjadinya fraktur (patah tulang). Intervensi tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut ini:
1. Diet : dewasa muda harus mencapai kepadatan tulang yang normal dengan mendapatkan
cukup kalsium (1000mg/hari) dalam dietnya (minum susu atau makan makanan tinggi
kalsium seperti salmon), berolahraga seperti jalan kaki atau aerobik dan menjaga berat
badan normal
2. Spesialis: orang dengan fraktur tulang belakang, pinggang atau pergelangan tangan harus
dirujuk ke spesialis ortopedik untuk manajemen selanjutnya
3. Olahraga: modifikasi gaya hidup harus menjadi salah satu pengobatan. Olahraga yang
teratur akan mengurangi patah tulang akibat Osteoporosis. Olahraga yang
direkomendasikan termasukdiantaranya adalah jalan kaki, bersepeda dan jogging.

Medikamentosa
Pengobatan osteoporosis difokuskan kepada memperlambat atau menghentikan
kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan mengontrol nyeri sesuai dengan
penyakitnya. Tujuan dari pengobatan ini adalah mencegah terjadinya fraktur (patah tulang).
Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas dan atau
meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-obat yang beredar pada umumnya
bersifat anti resorpsi. Yang termasuk obat antiresorpsi misalnya: esterogen, kalsitonin, bifosfonat.
Sedangkan Kalsium dan Vitamin D tidak mempunyai efek antiresorpsi maupun stimulator
tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses pembentukan
tulang oleh sel osteoblas. Ada beberapa obat yang digunakan untuk mengurangi percepatan
tulang menjadi keropos dan menurunkan osteoporosis. Obat-obat ini antara lain: golongan
bisfosfonat, strontium ranelate, hormon paratiroid rekombinan, dan modulator
reseptor estrogen selektif, serta obat biologik.

61
1. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yang dapat meningkatkan pembentukan
tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolic
2. Menghambat resorbsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang
adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.
Penggunaan terapi pengganti hormon estrogen masih kontroversial karena risiko kanker yang
diakibatkannya. Jika telah terjadi patah tulang akibat osteoporosis maka tindakan bedah
diperlukan untuk memperbaiki tulang tersebut.

Selain dari tatalaksana diatas, obat-obatan juga dapat diberikan seperti dibawah ini:
1. Estrogen
2. Kalsium
3. Konsumsi vitamin D sebanyak 600-800 IU diperlukan untuk meningkatkan kepadatan
tulang
4. Bifosfonat
5. Hormon lain: hormon-hormon ini akan membantu meregulasi kalsium dan fosfat dalam
tubuh dan mencegah kehilangan jaringan tulang.
6. Kalsitonin
7. Teriparatide
8. Obat tulang dengan aksi ganda (misalnya strontium ranelate).
9. Selective oestrogen receptor modulator (SERM; misalnya raloxifene hydrochloride).
10. Hormon paratiroid (misalnya teriparatide).
11. Kalsitriol.
12. Terapi sulih hormon (hormone replacement therapy, HRT).
Penatalaksanaan keperawatan
1. Membantu klien mengatasi nyeri.
2. Membantu klien dalam mobilitas.
3. Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.
4. Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera.

62
BAB II
Asuhan Keperawatan Osteoporosis
2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan salah satu tindakan keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data atau informasi dari pasien baik yang bersifat objektif dan subjektif agar
mempermudah dalam menentukan masalah keperawatan.
Anamnesa
1. Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas
klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab
klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien dan alamat.
II. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya pasien akan mengeluh nyeri pada sendi, dan susah untuk bergerak.
2. Riwayat penyakit dahulu
Dalam pengkajian merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita pasien sebelum diagnosis
osteoporosis muncul seperti reumatik, Diabetes Mellitus, hiperparatiroid, hipoparatiroid,
hipogonade, gagal ginjal dan lain sebagainya.
3. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan keluhan-keluhan yang dirasakan pasien sehingga dibawa ke Rumah Sakit, seperti
nyeri pada punggung, nyeri abdomen

63
4. Riwayat penyakit keluarga
Dalam pengkajian, perlu mengkaji riwayat penyakit keluarga pasien, yaitu apakah sebelumnya
ada salah satu keluarga pasien yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien seperti
osteoporosis, diabetes melitus, maupun penyakit terkait genetik lainnya yang berhubungan
dengan system skeletal.

III. Pengkajian Bio-Psiko-Sosisal Dan Spiritual


1. Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu luang dan
rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan toilet. Olahraga dapat membentuk pribadi yang baik dan
individu akan merasa lebih baik. Selain itu, olahraga dapat mempertahankan tonus otot dan
gerakan sendi. Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi tubuh.
Aktifitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan muskuloskeletal. Beberapa
perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak persendian adalah agility
(kemampuan gerak cepat dan lancar) menurun, dan stamina menurun.

2. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan


a. Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
b. Kebiasaan minum alkohol, kafein
c. Riwayat keluarga dengan osteoporosis
d. Riwayat anoreksia nervosa, bulimia
e. Penggunaan steroid

3. Pola nutrisi metabolic


a. Inadekuat intake kalsium

4. Pola aktivitas dan latihan


a. Fraktur
b. Badan bungkuk
c. Jarang berolah raga

64
5. Pola tidur dan istirahat
a. Tidur terganggu karena nyeri

6. Pola persepsi kognitif


a. Nyeri punggung

7. Pola reproduksi seksualitas


a. Menopause

8. Pola mekanisme koping terhadap stress


a. Stres, cemas karena penyakitnya

IV. Aspek Penunjang


1. Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat dilihat
pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling
berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula transversal merupakan kelainan yang sering
ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari
nucleus pulposus kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
2. CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting dalam
diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 biasanya tidak
menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3
ada pada hamper semua klien yang mengalami fraktur.
f. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala

inspeksi : biasanya keadaan kepala normal bentuknya sismetris, rambut berwarna hitam dan
kulit kepala tampak sedikit kotor,dan tidak ada lesi dikulit kepala.

65
Palpasi : tidak terdapat benjolan pada kepala.

Auskultasi : biasanya terdengar denyut nadi dikepala baik oksipital,temporal maupun orbital.

b. Mata

Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ikterik dan konjungtifa tidak anemis

Palpasi : biasanya tidak ada nyeri tekan

c. Telinga

Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan,

Palpasi : kertilago secara simetris (lunak kekeras)

d. Hidung

Inspeksi : bentuk tulang hidung, kesimetrisan lobang hidung, perubahan warna, cuping
hidung, pengeluaran, dan warnanya dalam keadaan normal dan simetris.

Palpasi: tidak ada bengkokan pada hidung atau benjolan.

e. Mulut

Inspeksi :

 Bibir : mukosa bibir kering/tidak

 Gigi : tidak ada karies gigi, gigi tanpak bersih

 Gusi : merah muda, lembab, sedikit tidak teratur tanpa rongga atau edema

 Lidah : merah muda dan tidak ada jamur atau keputihan pada lidah.

Palpasi : biasanya tidak ada kelainan

66
f. Leher

Inspeksi : tidak ada jaringan parut dan tidak ada pembesaran kelenjer tiroid, dan odema
massa

Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjer tiroid

Trakea : kedudukan trakea tepat tidak ada perubahan atau kelainan pada saat pemeriksaan

g. Dada

Inpeksi dada : dari depan simetris klavikula, sternum tulang rusuk anatara kiri dan kanan.
Dari belakang bentuk tulang belakang, scapula simetris dan tidak ada retraksi interkostalis
selama bernafas

Palpasi : fremitusnya antara kiri dan kanan

Auskultasi : terdengar bunyi nafas normal

h. Abdomen

Inspeksi : tidak ada lesi, tidak adanya jaringan parut, tidak asites

Palpasi : tidak teraba hepar dan limpa

Perkusi : bunyi tympani pada abdomen

Askultasi : adanya bising usus/ tidak

i. Tangan

Inspeksi : ada lesi/tidak, udema/tidak

j. Kaki

Inspeksi : ada luka/tidak, simetris atau tidak.

67
k. Genetalia

Inspeksi : tidak ada kelainan

l. Rectum dan Anus

I nspeksi : tidak ada kelainan

Palpasi : normal tidak ada kelainan

m. Kulit

Inspeksi : tidak ada lesi/ ada lesi

Palpasi : tidak ada edema/ ada edema

n. Kuku

Inpeksi : berwarna pink/tidak

Palpasi dasar kuku : CRT kurang dari 3 detik/ tidak

Diagnosa keperawatan

A. Nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera fisik

B. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal

C. Gangguan rasa nyaman berhubungan gejala terkait penyakit

68
Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnose keperawatan NOC NIC


Nyeri kronis berhubungan Setelah dilakukan tindakan Intervensi keperawatan yang
dengan agen cedera fisik keperawatan, diharapkan akan dilakukan:
tercapai: A. Manajemen nyeri
1. Lakukan pengkajian
A. kontrol nyeri
nyeri yang
1 2 3 4 5
Kriteria dan hasil: komprehensif meliputi
1. Klien dapat mengenali lokasi, karakteristik,
kapan nyeri terjadi. durasi dan frekuensi.
2. Klien dapat 2. Gali bersama factor-
menggambarkan factor faktor yang dapat
penyebab. menurunkan nyeri
3. Klien dapat dengan diskusi.
menggunakan tindakan 3. Ajarkan untuk
pencegahan. menggunakan teknik
4. Klien dapat non farmakologi,
menggunakan tindakan misalnya: ajarkan
pengurangan nyeri pasien untuk
tanpa analgesic. melakukan teknik
5. Klien dapat
relaksasi jika nyeri
melaporkan perubahan
tiba-tiba muncul, atau
terhadap gejala nyeri
teknik napas dalam.
pada professional 4. Lakukan assessment
kesehatan. ulang nyeri.
6. Klien dapat 5. Monitor kepuasan
melaporkan nyeri dan pasien terhadap
menentukan skala. manajemen nyeri.
7. Klien dapat 6. Kolaborasi dengan
menggunakan

69
analgesic yang dokter dan berikan
direkomendasikan. pasien obat penurun
B. Tingkat nyeri.
nyeri sesuai order.
1. Klien tidak meringis
7. Berikan informasi
dan gelisah.
mengenai nyeri akan
2. Klien bisa beristirahat.
3. Memonitor TTV dirasakan dan
antisipasi
ketidaknyamanan
akibat prosedur.
B. Terapi relaksasi
1. Tentukan apakah ada
intervensi relaksasi
dimasa lalu yang
sudah memberikan
manfaat
2. Ciptakan lingkungan
yang tenang dan tanpa
distraksi dengan
lampu yang redup dan
suhu lingkungan yang
nyaman
3. Dorong klien untuk
mengambil posisi
yang nyaman dengan
pakaian longggar dan
mata tertutup
4. Dapatkan perilaku
yang menunjukkan
terjadinya
relaksasi,misalnya
bernapas
dalam,menguap
pernapasan perut atau

70
bayangan yang
menenangkan
5. Minta klien untuk
rileks dan merasakan
sensasi yang terjadi
6. Gunakan suara yang
lembut dan irama
yang lambat untuk
setiap kata
7. Tunjukkan dan
praktekkan teknik
relaksasi pada klien
8. Dorong klien untuk
mengulang praktek
teknik relaksasi
9. Antisipasi kebutuhan
pengggunaan
relaksaasi
10. Dorong pengulangan
teknik praktik-praktik
tertentu secara berkala
11. Gunakan relaksasi
sebagai strategi
tambahan dengan
obat-obatan nyeri atau
sejalan dengan terapi
lainnya
C. Pengaturan posisi
1. Dorong pasien untuk
terlibat dalam
perubahan posisi
2. Tempatkan pasien
dalam posisi terapeutik
yang sudah dirancang
3. Masukkan posisi tidur

71
yang diinginkan
kedalam rencana
perawatan jika tidak ada
kontraindikasi
4. Posisikan pasien sesuai
posisi kesejajaran yang
tepat
5. Imobilisasi atau sokong
bagian tubuh yang
terkena dampak dengan
tepat
6. Tinggikan bagian tubuh
yang terkena dampak
7. Dorong latihan ROM
aktif dan pasif
8. Jangan menempatkan
pasien pada posisi yang
bias meningkatkan
nyeri
9. Minimalisir gesekan
dan cedera
ketikanmemposisikan
dan membalikkan tubuh
pasien
10. Instruksikan pasien
bagaimana
menggunakan postur
tubuh dan mekanika
tubuh yang baik ketika
beraktivitas
D. Manajemen
lingkungan:
kenyamanan.
1. Hindari gangguan yang

72
tidak perlu dan berikan
untuk waktu istirahat
2. Ciptakan lingkungan
yang tenang dan
mendukung
3. Sediakan lingkungan
yang aman dan bersih
4. Pertimbangkan sumber-
sumber
ketidaknyamanan
5. Sesuaikan suhu ruangan
yang paling
menyamankan individu
6. Posisikan pasien untuk
memfasilitasi kenyaman
7. Berikan sumber-sumber
edukasi yang relevan
dan berguna manajemen
penyakit dan cedera
padapasien dan
keluarga jika sesuai
E. Pemberian analgesic.
1. Tentukan
lokasi,karakteristik,
kualitas dan keparahan
nyeri sebelum
mengobati pasien
2. Cek perintah perintah
pengobatan meliputi
obat, dosis, dan
frekuensi obat
analgesic yang
diresepkan
3. Cek adanya riwayat

73
alergi obat
4. Pilih analgesic atau
kombinasi analgesic
yang sesuai ketika
lebih dari satu yang
diberikan
5. Tentukan pilihan obat
analgesic (narkotik,
non narkotik, atau
NSAID), berdasarkan
tipe dan keparahan
nyeri
6. Tentukan anlgesik
sebelumnya, rute
pemberian, dan dosis
untuk mencapai hasil
pengurangan nyari
yang optimal
7. Tinggalkan narkotik
dan obat-obat lain
yang dibatasi, sesuai
dengan aturan rumah
sakit
8. Monitor TTV sebelum
dan setelah
memberikan analgesic
narkotik pada
pemberian dosis
pertama kali atau jika
ditemukan tanda-tanda
yang tidak biasanya
9. Berikan kebutuhan
kenyamanan dan

74
aktivitas lain yang
dapat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri
10. Berikan analgesic
sesuai pada waktu
paruhnya, terutama
pada nyeri yang berat

Setelah dilakukan tindakan Intervensi keperawatan yang


Hambatan mobilitas fisik
keperawatan, diharapkan akan dilakukan:
berhubungan dengan
tercapai: A. Peningkatan mekanika
gangguan muskuloskeletal
Kriteria hasil: tubuh.
1. Kaji komitmen pasien
1. Klien meningkat
untuk belajar dan
dalam aktivitas fisik.
2. Mengerti tujuan dari menggunakan postur
peningkatan mobilitas tubuh yang benar.
3. Memverbalisasikan 2. Kaji pemahaman
perasaan dalam pasien mengenai
meningkatkan mekanika tubuh dan
kekuatan dan latihan.
3. Informasikan pada
kemampuan berpindah
pasien tentang struktur
dan fungsi tulang
belakang dan postur
yang optimal untuk
bergerak dan
menggunakan tubuh.
4. Edukasi pasien tentang
pentingnya postur
tubuh yang benar
untuk mencegah

75
kelelahan, ketegangan
atau injuri.
5. Edukasi pasien
bagaimana
menggunakan postur
tubuh dan mekanika
tubuh untuk mencegah
injuri saat melakukan
berbagai aktifitas.
6. Kaji kesadaran pasien
tentang abnormalitas
musculoskeletalnya
dan efek yang
mungkin timbul pada
jaringan otot dan
postur.
7. Edukasi penggunaan
matras/tempat duduk
atau bantal yang
lembut, jika
diindikasikan.
8. Bantu untuk
mendemonstrasikan
posisi tidur yang tepat.
9. Bantu untuk
menghindari duduk
dalam posisi yang
sama dalam jangka
waktu yang lama.
10. Monitor perbaikan
postur tubh/ mekanika
tubuh pasien.
B. Terapi latihan :

76
ambulasi
1. Sediakan tempat tidur
berketinggian rendah,
yang sesuai.
2. Bantu pasien untuk
duduk disisi tempat
tidur untuk
memfasilitasi
penyesuaian sikap
tubuh.
C. Terapi latihan :
pergerakan sendi
1. Tentukan batasan
pergerakan sendi dan
efeknya terhadap
fungsi sendi.
2. Tentukan level
motivasi pada pasien
untuk meningkatkan
atau memelihara
pergerakan sendi.
3. Jelaskan pada pasien
atau keluarga manfaat
dan tujuan melakukan
latihan sendi.
4. Monitor lokasi dan
kecenderungan adanya
nyeri dan
ketidaknyamanan
selama pergerakan.
5. Inisiasi pengukuran
kontrol nyeri sebelum
memulai latihan sendi.
6. Lindungi pasien dari

77
trauma selama latihan.
7. Bantu pasien untuk
mendapatkan posisi
tubuh yang optimal
untuk pergerakan sendi
pasif maupun aktif.
8. Bantu untuk
melakukan pergerakan
sendi yang ritmis dan
teratur sesuai kadar
nyeri yang bias
ditoleransi, ketahanan
dan pergerakan sendi.
9. Tentukan
perkembangan
terhadap pencapaian
tujuan.
10. Sediakan dukungan
positif dalam
melakukan latihan
sendi.
D. Pencegahan jatuh`
1. Identifikasi
kekurangan baik
kognitif atau fisik dari
pasien yang mungkin
meningkatkan potensi
jatuh pada lingkungan
tertentu.
2. Identifikasi perilaku
dan factor yang
mempengaruhi resiko
jatuh.
3. Kaji ulang riwayat

78
jatuh bersama dengan
pasien dan keluarga.
4. Identifikasi
karakteristik dari
lingkungan yang
mungkin
meningkatkan potensi
jantuh.
5. Letakkan benda-benda
dalam jangkauan yang
mudah bagi pasien.
6. Ajarkan pasien
bagaimana jika jatuh,
untuk meminimalkan
cedera.
7. Sediakan permukaan
yang tidak licin pada
bak mandi dan
pancuran.

Setelah dilakukan tindakan Intervensi keperawatan yang


Gangguan rasa nyaman
keperawatan, diharapkan akan dilakukan:
berhubungan gejala terkait
tercapai: A. Manajemen
penyakit
1. Lingkungan fisik klien lingkungan:
tidak terganggu kenyamanan.
2. Klien mampu 1. Hindari gangguan yang
mengkontrol gejala tidak perlu dan berikan
3. Klien merasakan
untuk waktu istirahat
nyaman 2. Ciptakan lingkungan
4. Klien mampu
yang tenang dan
melaporkan nyeri yang
mendukung
dirasakannya 3. Sediakan lingkungan
5. Klien tidak meringis
yang aman dan bersih
dan gelisah 4. Pertimbangkan sumber-

79
sumber
ketidaknyamanan
5. Sesuaikan suhu ruangan
yang paling
menyamankan individu
6. Posisikan pasien untuk
memfasilitasi kenyaman
7. Berikan sumber-sumber
edukasi yang relevan
dan berguna manajemen
penyakit dan cedera
padapasien dan
keluarga jika sesuai
B. Terapi relaksasi.
1. Tentukan apakah ada
intervensi relaksasi
dimasa lalu yang
sudah memberikan
manfaat

2. Ciptakan lingkungan
yang tenang dan tanpa
distraksi dengan
lampu yang redup dan
suhu lingkungan yang
nyaman

3. Dorong klien untuk


mengambil posisi
yang nyaman dengan
pakaian longggar dan
mata tertutup

4. Dapatkan perilaku

80
yang menunjukkan
terjadinya
relaksasi,misalnya
bernapas
dalam,menguap
pernapasan perut atau
bayangan yang
menenangkan

5. Minta klien untuk


rileks dan merasakan
sensasi yang terjadi

6. Gunakan suara yang


lembut dan irama
yang lambat untuk
setiap kata

7. Tunjukkan dan
praktekkan teknik
relaksasi pada klien

8. Dorong klien untuk


mengulang praktek
teknik relaksasi

9. Antisipasi kebutuhan
pengggunaan
relaksaasi

10. Dorong pengulangan


teknik praktik-praktik
tertentu secara berkala

81
11. Gunakan relaksasi
sebagai strategi
tambahan dengan
obat-obatan nyeri atau
sejalan dengan terapi
lainnya

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah Edisi 8 Vol.3, EGC, Jakarta.
Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) edisi keenam. Jakarta :
Mocomedia.
Evelyn. C. Pearce. 2008. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Kowalak, P. Jennifer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. EGC : Jakarta
Mooheard,sue dkk. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC) edisi kelima. Jakarta :
Mocomedia
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan KeperawatanKlien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal.Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
NANDA. 20016. Internasional Diagnosis Keperawatan-Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005. Patofisiologi :
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6. Jakarta : EGC.
Zairin Noor Helm. Buku Ajar Gangguan Muskuluskeletal. 2012. Salemba Medika: Jakarta.

82
83

Anda mungkin juga menyukai