Anda di halaman 1dari 12

[BACK] [HOME]

k o m p i l a s i k e c h m o l e h p a k d e n o n o - w w w. p a k d e n o n o . c o m
b e r a s a l d a r i w w w. f r e e w e b s . c o m / h m n u r / & w w w. f r e e w e b s . c o m / h m n u r 1 /
- di download dari situs diatas pada tgl. 23 juni 2006 -

Kini telah tersedia: Ebook Kumpulan Tulisan "Wahyu dan Akal"


H.M. Nur Abdurrahman
Memuat lebih dari 680 judul tulisan, semuanya terangkum
dalam satu file ebook yang praktis untuk ditelusuri.
Klik di sini untuk mendapatkannya !

KUMPULAN TULISAN H.M. NUR ABDURRAHMAN


(Dari Kolom Tetap Harian FAJAR bertajuk "Wahyu dan Akal - Iman dan
Ilmu")
| 001-010 | 011-020 | 021-030 | 031-040 | 041-050 | 051-060 | 061-070 | 071-080 | 081-090 | 091-100 | 101>>

Nomor Tanggal Judul


001 20 Oktober 1991 Peranan Wahyu dan Akal dalam Kehidupan
002 27 Oktober 1991 Konfigurasi Wahyu, Akal dan Naluri; Ruang Lingkup Syariat
003 3 November 1991 Interaksi Iman dan Ilmu, Pencemaran Thermal
004 10 November 1991 Kursi Iman dan Kursi Ilmu. Dibedakan Tetapi Tidak Dipisahkan
005 17 November 1991 Sains yang Otonom dan Polos Perlu Diredefinisi
006 24 November 1991 Pemanfaatan Sains
007 1 Desember 1991 Makrokosmos
008 8 Desember 1991 Berapakah Harga Kemajuan Materiel?
009 15 Desember 1991 Qissah Nabi Nuh AS dan Epos Gilgamesy
010 22 Desember 1991 Surah Al Anfaal 25 dan Hadits Safinah tentang BICS

[BACK] [HOME]

001. Peranan Wahyu dan Akal dalam Kehidupan

Makhluk ciptaan Allah SWT di alam syahadah ini, seperti apa yang dapat kita amati, dapat digolongkan dalam
jenis-jenis: batu-batuan/mineral, tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia. Allah SWT sebagai ArRabb
mengatur alam syahadah dengan hukum-hukumNya untuk mengendalikan berjenis-jenis ciptaanNya itu. Allah
sebagai ArRabb (Maha Pengatur) mengendalikan alam semesta dengan hukum-hukumNya yang hingga kini
baru dikenal oleh manusia sebagai: medan gravitasi, medan elektromagnet, gaya kuat dan gaya lemah.

Medan gravitasi utamanya mengontrol makrokosmos, mengendalikan bintang-bintang. Ketiga jenis yang lain
mengontrol mikrokosmos. Medan elektromagnet mengontrol pasangan proton (bermuatan +) dengan elektron
(bermuatan -). Proton-proton dalam inti atom yang saling tolak karena bermuatan sama, "direkat" oleh gaya
kuat. Sedangkan gaya lemah menyebabkan inti atom seperti misalnya Thorium dan Uranium tidak stabil
menjadi "lapuk" terbelah dengan mengeluarkan sinar radioaktif, sehingga Thorium dan Uranium disebut pula
zat radioaktif.

Di samping ke-4 jenis itu hukum Allah mengendalikan pula tumbuh-tumbuhan dengan kekuatan bertumbuh
dan berkembang biak; kekuatan bertumbuh itu dapat melawan kekuatan gravitasi yaitu bertumbuh ke atas
melawan tarikan gravitasi ke bawah. Adapun pada binatang ditambah pula lagi dengan kekuatan naluri dengan
perlengkapan pancaindera. Dengan kekuatan naluri dan perlengkapan pancaindera itu binatang dapat
bergerak ke mana saja menurut kemauannya atas dorongan nalurinya.

***

Allah meniupkan ruh ke dalam diri manusia, yang tidak diberikanNya kepada makhluq bumi yang lain. Karena
manusia mempunyai ruh, ia mempunyai kekuatan ruhaniyah yaitu akal. Dengan akal itu manusia mempunyai
kesadaran akan wujud dirinya. Dengan otak sebagai mekanisme, akal manusia dapat berpikir dan dengan
qalbu (hati nurani) sebagai mekanisme akal manusia dapat merasa. Allah menciptakan manusia dalam
keadaan, "fiy ahsani taqwiym" (95:4), sebaik-baik kejadian.

Kemampuan akal untuk berpikir dan merasa bertumbuh sesuai dengan pertumbuhan diri manusia. Agar
manusia dapat mempergunakan akalnya untuk berpikir dan merasa, ia perlu mendapatkan informasi dan
pengalaman hidup. Mutu hasil pemikiran dan renungan akal tergantung pada jumlah, mutu dan jenis informasi
yang didapatkannya dan dialaminya. Ilmu eksakta, non-eksakta, ilmu filsafat adalah hasil olah akal dengan
mekanisme otak. Kesenian dan ilmu tasawuf adalah hasil olah akal dengan qalbu sebagai mekanisme.

Hasil pemikiran dan renungan anak tammatan SMA lebih bermutu ketimbang hasil pemikiran anak tammatan
SD, karena anak tammatan SMA lebih besar jumlah, lebih bermutu dan lebih beragam jenis informasi yang
diperolehnya dan pengalaman yang dialaminya. Jadi kemampuan akal manusia itu relatif sifatnya, baik dalam
hal evolusi pertumbuhan mekanisme otak dan qalbunya, maupun dalam hal jumlah, mutu dan ragam informasi
yang diperolehnya dan dialaminya. Dengan demikian akan relatif juga, baik untuk memikirkan pemecahan
masalah, maupun untuk merenung baik buruknya sesuatu.

Oleh karena akal manusia itu terbatas, Allah Yang Maha Pengatur (ArRabb) memberikan pula sumber
informasi berupa wahyu yang diturunkan kepada para Rasul yang kemudian disebar luaskan kepada manusia.
Nabi Muhammad RasuluLlah SAW adalah nabi dan rasul yang terakhir. Setelah beliau, Allah tidak lagi
menurunkan wahyu. Dalam shalat kita minta kepada Allah: Ihdina shShira-tha lMustqiym (1:6), tuntunlah kami
ke jalan yang lurus. Maka Allah menjawab: Alif, Lam, Mim. Dza-lika lKita-bu la- Rayba fiyhi Hudan lilMuttaqiyn
(s. alBaqarah, 1-2), inilah kitab tak ada keraguan dalamnya penuntun bagi Muttaqiyn (s. Sapi betina, 2:1-2). Al
Quran yang tak ada keraguan dalamnya memberikan informasi kepada manusia tentang perkara-perkara yang
manusia tidak sanggup mendapatkannya sendiri dengan kekuatan akalnya: 'Allama lInsa-na Ma-lam Ya'lam (s.
al'Alaq, 5), (Allah) mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.

Kebenaran mutlak (Al Haqq) tidak mungkin dapat dicapai oleh manusia dengan kekuatan akalnya. Kebenaran
mutlak tidak mungkin diperoleh dengan upaya pemikiran mekanisme otak yang berwujud filsafat. Juga
kebenaran mutlak tidak dapat dicapai manusia dengan upaya renungan mekanisme qalbu dalam wujud
tasawuf. Al Haqq tidak dapat dicapai melalui filsafat ataupun tasawuf. Al Haqqu min rabbikum (s. alKahf, 29),
artinya Al Haqq itu dari Rabb kamu (s. Gua 18:29). Alam ghaib juga tidak mungkin diketahui manusia dengan
kekuatan akalnya. Filsafat dan tasawuf tidak mungkin dapat menyentuh alam ghaib.

Demikianlah tolok ukur produk pemikiran dan renungan yang berupa filsafat dan tasawuf itu adalah: "Dza-lika
lKita-bu la- Rayba fiyhi Hudan lilMuttaqiyn". Filsafat dan tasawuf harus dibingkai oleh Al Quran dan Hadits
shahih, sebab kalau tidak demikian, maka filsafat dan tasawuf itu menjadi liar. Sungguh-sungguh suatu
keniscayaan, para penganut dan pengamal filsafat dan tasawuf tanpa kendali itu menjadi sesat. Terjadilah
fenomena yang naif, lucu, tetapi mengibakan, yaitu antara lain filosof itu berimajinasi tentang pantheisme, sufi
itu ber"kasyaf" terbuka hijab, merasa bersatu dengan Allah. Adapun indikator penganut dan pengamal filsafat
dan tasawuf tanpa kendali itu, adalah upaya yang sia-sia untuk mempersatukan segala agama. Inilah yang
selalu kita mohonkan kepada Allah SAW setiap shalat, agar tidak terperosok ke dalam golongan "Dha-lluwn",
kaum sesat.

Hudan lilMuttaqiyn", demikianlah wahyu itu menuntun akal para Muttaqiyn untuk berolah akal, yaitu
berpikir/berfilsafat dan merasa/bertasawuf. Akal harus ditempatkan di bawah wahyu dan ilmu filsafat serta ilmu
tasawuf harus ditempatkan di bawah iman, singkatnya wahyu di atas akal dan iman di atas ilmu. WaLlahu
a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 20 Oktober 1991 [H.Muh.Nur Abdurrahman]

[BACK] [HOME]

002. Konfigurasi Wahyu, Akal dan Naluri; Ruang Lingkup Syariat

Orang dapat menjalankan agama dengan baik, jikalau memahami ajaran agama itu dengan baik. Supaya
dapat memahami ajaran agama dengan baik, haruslah pula dapat memahami wahyu dengan baik. Untuk
dapat memahami wahyu dengan baik haruslah pula dapat memahami informasi-informasi yang relevan
dengan wahyu, seperti Hadis Nabi, baik sabda mapun sunnahnya, dan ilmu-ilmu bantu yang diajarkan di
sekolah-sekolah umum, baik itu ilmu-ilmu eksakta maupun ilmu-ilmu non eksakta. Artinya wahyu tidak dapat
dipahami dengan baik, jika tidak mempergunakan akal. Walhasil akal sangat berguna untuk dapat memahami
wahyu.

Akallah yang membedakan antara manusia dengan binatang. Pada binatang tidak ada kekuatan lain dalam
dirinya di atas nalurinya, sedangkan pada manusia ada akal di atas nalurinya. Akal manusia tidak mampu
membunuh naluri, namun akal mampu menundukkan, mengarahkan dan mengendalikan nalurinya itu.
Sungguhpun manusia itu diciptakan Allah dengan sebaik-baik kejadian, karena diberi perlengkapan akal, akan
tetapi kalau akalnya tidak dapat mengendalikan nalurinya, maka akan jatuhlah ia ke tempat yang serendah-
rendahnya, lebih rendah dari binatang. Konfigurasi Jibril, Rasulullah dan buraq pada waktu Isra, Jibril yang
menuntun Rasulullah yang mengendarai buraq, adalah suatu ibarat yang sangat relevan bagi konfigurasi
antara wahyu, akal dengan naluri, yaitu wahyu menuntun akal dan akal mengendalikan naluri.

Karena manusia mempunyai naluri mempertahankan diri, maka manusia di dorong oleh nalurinya itu untuk
menonjolkan keakuannya, menonjolkan identitas dirinya. Manusia adalah makhluk pribadi. Syariat Islam
mengatur tatacara peribadatan yang 'ubudiyyaat (mufrad, singular: 'ubudiyyah) untuk manusia sebagai
makhluk pribadi, yakni hubungan langsung antara manusia dengan Allah. Peribadatan yang ubudiyyaat ini
sangat pribadi sifatnya. Pelaksanaanya tidak boleh mewakili atau diwakilkan kepada orang lain. Peribadatan
yang ubudiyyaat inilah yang identik dengan pengertian religion, religie, godsdienst dalam bahasa-bahasa
barat. Peribadatan yang 'ubudiyyaat ini sangat ketat: semua tidak boleh, kecuali yang diperintahkan oleh Nash
(Al Qur'an dan Hadits Shahih), mengenai cara, waktu dan jumlah, bahkan ada yang mengenai tempat (ibadah
Haji). Peribadatan yang 'ubudiyyaat ini dalam istilah populernya ialah ibadah yang ritual. Shalat Maghrib
misalnya sudah ditetapkan tiga rakaat. Akal tidak boleh berpikir demikian: Empat lebih besar dari tiga. Jadi
empat rakaat pahalanya lebih banyak dari tiga rakaat. Maka lebih baik shalat Maghrib empat rakaat supaya
pahalanya lebih banyak. Dalam Syariat yang ketat ini, akal dibatasi kebebasannya. Akal hanya dapat
digunakan secara deskriptif, yaitu hanya boleh dipakai untuk menjawab pertanyan: bagaimana, bilamana,
berapa dan di mana, tidak boleh dipakai untuk melayani pertanyaan: mengapa, misalnya pertanyaan seperti
berikut: Mengapa puasa wajib diperintahkan dalam bulan Ramadhan?

Walaupun manusia itu makhluk pribadi, namun manusia itu tidak dapat hidup nafsi-nafsi. Cerita tentang Si Buta
dan Si Lumpuh, Si Buta memikul Si Lumpuh di atas bahunya, menunjukkan ibarat kerjasama yang baik. Saling
mengisi di antara keduanya, memakai kaki Si Buta untuk berjalan dan mempergunakan mata Si Lumpuh untuk
melihat. Manusia itu masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, jadi tidak dapat hidup sendiri-
sendiri, manusia itu saling membutuhkan di antara sesamanya manusia. Manusia adalah makhluk
bermasyarakat.

Syariat Islam juga mengatur pokok-pokok peribadatan yang mu'amalaat (mufrad: mu'amalah) untuk manusia
sebagai makhluk bermasyarakat. (Ibadah adalah segenap aktivitas kita untuk mewujudkan nilai-nilai
kebenaran utama yang mutlak menurut Al Quran dalam kehidupan kita sehari-hari, berlandaskan aqiedah yang
benar, dikerjakan dengan ikhlas, mengharapkan ridha Allah SWT semata, lebih luas pengertiannya dari
bahasa-bahasa barat: religion, religie, godsdienst). Seperti misalnya membuang beling dari jalanan itu adalah
ibadah yang mu'amalah, jika diniatkan ikhlas karena Allah, bukan karena penampilan, berbuat baik kepada
sesama manusia supaya mereka yang tidak bersepatu terhindar dari bencana luka akibat menginjaknya.
Peribadatan yang muamalaat ini adalah Syariat yang tidak ketat, sifatnya terbuka: semua boleh, kecuali yang
dilarang dan tidak bertentangan dengan Nash. Dalam istilah populernya 'ibadah yang mu'amalaat disebut
'ibadah yang non-ritual, yaitu cara, waktu, jumlah dan tempat tidak ditentukan oleh Nash.

Sebagai contoh adalah pemakaian bedug di masjid. Kalau pemakaian bedug itu diniatkan sebagai persyaratan
untuk azan, maka ia menjadi sub sistem dari peribadatan ubudiyyaat yang ketat. Jadi tidak boleh, karena
Rasulullah tidak pernah menyuruh pukul bedug di mesjid. Akan tetapi jika pemukulan bedug itu diniatkan
hanya sebagai sarana untuk interaksi sosial, yang fungsinya seperti loud speaker, maka ini masuk dalam
Syariat muamalah yang tidak ketat, semua boleh kecuali yang dilarang dan tidak bertentangan dengan Nash.
Nabi hanya pernah melarang pemakaian lonceng di mesjid, sedangkan bedug tidak pernah dilarang, jadi
bedug boleh dipakai.*) Karena Syari'at yang mu'amalaat ini hanya diberikan pokok-pokoknya saja, maka hal-
hal yang mendetail dipikirkan oleh akal manusia. Tentu saja hal yang mendetail ini sifatnya situasional, akibat
hasil pekerjaan akal yang relatif. Namun hasil akal yang situasional itu merupakan rahmat Allah, jika akal itu
penggunaannya dibatasi oleh aturan-aturan pokok Syari'at Islam yang muamalaat. Dalam Syariat yang
mu'amalaat ini akal lebih bebas, yaitu boleh dipakai untuk melayani pertanyaan: mengapa, apa hikmahnya,
sepanjang masalah itu terletak di luar ruang lingkup aturan-aturan pokok Syari'at. WaLlahu a'lamu
bishshawab.

*** Makassar, 27 Oktober 1991 [H.Muh.Nur Abdurrahman]

*) Dalam hal ini kami (Webmaster) tidak sependapat dengan Penulis (H. Muh. Nur Abdurrahman).
Bagaimanapun juga, penggunaan bedug tidak bisa dipisahkan dengan masjid dan adzan (panggilan shalat)
yang keduanya bersifat 'ubudiyyah. Oleh karena itu, mau tidak mau, diniatkan ataupun tidak - ia telah
memasuki wilayah 'ubudiyyah. Memilah suatu amaliyah apakah termasuk adat ataukah ibadat tidak cukup dari
segi niat saja melainkan harus dilihat pula dari lahiriahnya (bentuk dan caranya). Syariat sudah mengatur tata
cara memanggil manusia untuk shalat dengan adzan. Bila kita menambahkan dengan penggunaan bedug
(baik sebelum maupun sesudah adzan) berarti kita menambah suatu cara baru dalam memanggil manusia
untuk shalat yang tidak diperintahkan. Inilah yang disebut bid'ah. Dan bid'ah ini memang banyak yang berasal
dari 'adat yang memasuki wilayah 'ibadat. Bagaimana halnya dengan pengeras suara atau loudspeaker?
Loudspeaker bukan sebagai suatu bentuk lain dari tata cara memanggil manusia untuk shalat. Malah ia
mempertegas dan memperjelas fungsi adzan sebagai panggilan shalat yang disyariatkan dalam Islam.
Kenyataan menunjukkan bahwa diantara masjid-masjid yang masih mempertahankan penggunaan bedug itu
sebenarnya sudah dilengkapi dengan loudspeaker. Jadi apa sebenarnya maksud mereka menggunakan
bedug? Tidak lain sekedar tradisi (adat). Tradisi yang salah penempatan karena memasuki wilayah ibadah
sehingga disebut bid'ah. Wallahu a'lam.

[BACK] [HOME]

003. Interaksi Iman dan Ilmu, Pencemaran Thermal

Antara tumbuh-tumbuhan di pihak yang lain dengan manusia dan binatang di pihak yang lain membentuk
sistem yang dalam ungkapan bidal Melayu lama berbunyi: Seperti aur dengan tebing, atau dalam ungkapan
modern yang canggih bunyinya: Mutualis simbiosis, suatu ekosistem saling menghidupi dan menghidupkan.
Aur yang tumbuh di tebing mendapat zat-zat yang dibutuhkan tanaman untuk bertumbuh. Akar-akar aur
menusuk ke dalam tanah di tebing untuk dapat mengisap zat-zat yang dibutuhkannya itu. Di pihak yang lain
tebing mendapatkan manfaat dari akar-akar rumpun aur, tebing menjadi kuat, tidak mudah terban (tidak pakai
g).

Untuk dapat hidup, manusia dan binatang harus mengisi perut, makan dan minum dan mengisap udara,
bernafas. Tujuan makan bukan untuk kenyang, karena itu hanya sekadar kesan saja, melainkan makan pada
hakekatnya adalah mengisi tubuh dengan bahan bakar. Dan bernafas bukan hanya sekadar menghirup udara
segar supaya tidak mati lemas, melainkan mengisi tubuh dengan oksigen dari udara. Di dalam tubuh manusia
dan binatang terjadilah reaksi kimia yang disebut oksidasi. Reaksi kimia ini menimbulkan panas dan proses
tersebut disebut respirasi. Demikianlah tubuh manusia dan binatang menjadi panas, dan panas ini
dipertahankan suhunya oleh suatu sistem yang musykil dalam tubuh manusia dan binatang, yaitu sistem
pengatur suhu. Menarik nafas artinya memasukkan oksigen ke dalam tubuh, sedangkan mengeluarkan nafas
artinya membuang sampah hasil pembakaran ke udara. Sebenarnya yang dibuang ke udara itu pada
hakekatnya hanya sejenis yang berupa sampah dan yang lain tidak dipandang sampah. Yang epertama adalah
karbon dioksida, zat asam arang, CO2. Yang kedua adalah air dalam bentuk uap. Air yang berasal dari
menegeluarkan nafas ini dapat dilihat jika kita ada di tempat dingin. Uap air itu mengembun di udara berupa
titik-titik air yang halus, kelihatannya seperti asap putih atau kabut.

CO2 ayang dihasilkan/dikeluarkan dari tubuh manusia dan binatang merupakan polutan, zat pencemar yang
mencemarkan udara. Pencemaran udara oleh CO2 ini bukan semata-mata dari manusia dan binatang saja,
melainkan, dan ini yang lebih banyak, berasal dari budak-budak tenaga, energy slaves. Tidaklah berperi-
kemanusiaan, jika manusia memperbudak sesamanya manusia. Akan tetapi oleh karena pada dasarnya
manusia suka memperbudak, maka manusia memperbudak binatang, tenaga otot binatang dimanfaatkan
untuk bekerja. Setelah James Watt mendapatkan mesin uap, maka manusia memproduksi budak-budak
tenaga secara massal, yaitu mesin-mesin yang dayanya lebih besar dari daya otot binatang. Dan mesin-mesin
ini menghasilkan CO2 jauh lebih banyak ketimbang CO2 yang berasal dari manusia dan binatang. Sehingga
sangat perlu sekali dilaksanakan birth control terhadap budak-budak tenaga ini. Mengapa? Oleh karena CO2
ini adalah zat pencemar yang menyebabkan terjadinya pencemaran thermal, thermal pollution. Bumi jadi
panas, suhunya naik, es di kutub utara dan selatan mencair, air laut naik, maka terjadilah banjir yang akan
lebih hebat dari banjir di zaman Nabi Nuh AS. Dan naiknya permukaan laut ini bukan teori omong kosong,
betul-betul naik menurut hasil intizhar atau observasi.

Mengapa CO2 itu menjadi penyebab pencemaran thermal, informasinya seperti berikut: Lapisan udara yang
mengandung CO2 yang banyak, menyebabkan permukaan bumi ditutupi oleh lapisan CO2. Ini menyebabkan
terjadinya efek rumah kaca. Di tempat yang beriklim dingin, jika ingin menanam buah-buahan dan sayur-
sauran yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi dari suhu udara luar, maka buah-buahan dan sayur-sayuran
itu ditanam di dalam rumah kaca. Gelas atau kaca adalah zat bening, radiasi matahari gampang menerobos
masuk. Radiasi matahari yang disebut photon itu memukul molekul-molekul udara dalam rumah kaca. Getaran
molekul udara itu dipacu oleh photon itu, maka bertambah intensiflah getaran molekul udara itu, yang
membawa kesan fenomena naiknya suhu udara, karena itulah udara bertambah panas. Kaca adalah
penghantar panas yang jelek. Maka terperangkaplah panas itu dalam rumah kaca. Photon mudah menerobos
masuk, namun setelah tenaga radiasi itu sudah ditransfer menjadi tenaga panas dalam rumah kaca,
gelombang panas tidak/kurang mampu menerobos keluar. Inilah efek rumah kaca. Juga CO2 adalah zat
bening mudah ditembus photon matahari. Juga CO2 adalah zat pengantar panas yang jelek. Maka
terperangkaplah gelombang panas dalam ruang antara lapisan CO2 dengan permukaan bumi, seperti halnya
gelombang panas dalam rumah kaca.

Demikianlah seterusnya gejala alam berupa naiknya suhu di permukaan bumi ini, atau globalisasi thermal ini,
maka Allah SWT memberikan informasi kepada ummat manusia sejak lebih 14 abad yang lalu. Berfirman Allah
SWT dalam Al Quran, S. Yasin, ayat 80 sebagai berikut: Alladzie ja'alalakum minasysyajari-lakhdhari naaran
faidzaa antum minu tuuqiduun. artinya: Yaitu Yang menjadikan bagimu api dalam (zat) hijau pohon dan dengan
itu kamu dapat membakar. Sepintas lalu secara common sence, kita menjumpai pertentangan antara akal
dengan wahyu. Akal kita mengatakan, bahwa api itu atau yang dibakar itu bukan dari pohon yang hijau,
melainkan dari kayu-kayuan dan daun-daunan yang kering berwarna coklat. Ada kitab tafsir yang mencoba
menjelaskan bahwa ada sejenis pohon yang dapat dijadikan kayu bakar, walaupun masih hijau. Tetapi akal kita
mengatakan bahwa menurut qaidah bahasa Arab, bentuk mudzakkar (laki-laki) asysyjaru-lakhdhar dalam ayat
di atas menunjuk kepada pohon secara keseluruhan, bukan hanya sekadar sejenis pohon. Kalaulah yang
dimaksud hanya sejenis, atau sebahagian pohon, maka harus memakai bentuk muannats (perempuan), yaitu
asysyaratu-lkhadhraau. Jadi penafsiran dalam kitab tafsir tersebut tidak/belum dapat memecahkan
permasalahan adanya pertentangan antara akal dengan wahyu.

Kalau terjadi pertentangan antara akal dengan wahyu, maka akal harus mengalah. Seperti telah dijelaskan
dalam Seri 001, akal membutuhkan informasi untuk berpikir. Akal harus mengalah kepada wahyu, oleh karena
dalam keadaan yang demikian itu adalah suatu isyarat bahwa akal membutuhkan informasi yang lebih canggih
untuk dapat merujuk akal itu kepada wahyu. Dan informasi ini bersumber dari ilmu fisika, kimia, botani dengan
pengkhususan anatomi tumbuh-tumbuhan. Reaksi thermonuklir di matahari mentransfer wujud tenaga nuklir
menjadi tenaga radiasi yang berwujud sinar gamma yang menembus ke lapisan bagian luar dari matahari.
Sinar gamma itu mengalami penyusutan energi karena menembus lapisan matahari itu. Setelah sampai di
bagian luar sinar yang telah berdegradasi energinya itu dikenal sebagai photon, lalu memancar ke sekeliling
matahari, antara lain menyiram permukaan bumi.

Tumbuh-tumbuhan dibangun oleh bahagian-bahagian kecil yang disebut sel. Di dalam inti sel terdapat butir-
butir pembawa zat warna. Yang terpenting di antara butir-butir itu adalah pembawa zat warna hijau, yang
disebut khlorophyl, zat hijau daun (istilah ilmiyah dari bahasa Yunani, Kholoros = hijau, Phyllon = daun).
Khlorophyl ini menangkap photon dari matahari dan mengubah wujud tenaga photon itu menjadi tenaga
potensial kimiawi dalam makanan dan bahan bakar hidrokarbon di dalam molekul-molekul melalui proses
photosynthesis. Dalam proses photosynthesis oleh khlorophyl ini dari bahan baku CO2 dan air dan photon
dihasilkan makanan dan bahan bakar hidrokarbon dan oksigen. Selanjutnya melalui proses respirasi dalam
tubuh manusia dan binatang dan budak-budak tenaga, makanan dan bahan bakar itu dengan oksigen dari
udara berubahlah pula menjadi CO2 dan air. Demikianlah seterusnya daur atau siklus itu berlangsung.
Photosynthesis - CO2 dan air - respirasi - makanan, bahan bakar, dan oksigen. Jadi tumbuh-tumbuhan
mengambil CO2 dan mengeluarkan oksigen. Sebaliknya manusia dan binatang mengambil oksigen dan
mengeluarkan CO2.

Secara gampangnya asysyajaru-lakhdhar itu adalah pabrik makanan / bahan bakar dan oksigen. Bahan
mentahnya adalah air dan CO2. Mesin pabrik adalah photon dan proses dalam pabrik yang mengolah air dan
CO2 menjadi makanan / bahan bakar dan oksigen disebut proses photosynthesis. Makanan dibakar dengan
oksigen dalam tubuh manusia, oksigen dihisap dari udara, demikian pula bahan bakar dibakar dengan oksigen
dalam mesin-mesin pabrik. Oksigen disedot dari udara. Itulah ma'na minasysyajari-lakhdhari naaran faidzaa
antum minhu tuuqiduun. Demikianlah ilmu fisika, kimia, botani dengan pengkhususan anatomi tumbuh-
tumbuhan membantu kita untuk dapat memahami S. Yasin, ayat 80 dengan baik, memberikan informasi yang
cukup bagi akal kita, sehingga menghilangkan pertentangan antara akal dengan wahyu.

Alhasil, jika informasi itu cukup lengkap bagi akal, akan hilanglah pertentangan antara akal dengan wahyu.
Pemakaian istilah asysyjaru-lakhdhar, zat hijau pohon dalam Al Quran lebih tepat dari istilah ilmiyah khlorophyl,
zat hijau daun, oleh karena zat tersebut bukan hanya terdapat dalam daun saja, melainkan pada seluruh
bagian pohon asal masih berwarna hijau, mulai akar yang tersembul asal masih hijau, dari batang asal masih
hijau, cabang asal masih hijau, ranting, daun, sampai ke pucuk serta buah yang masih hijau.

Dari S. Yasin, ayat 80 itu, dengan penjelasan berupa informasi dari ilmu fisika, kimia, botani dengan
pengkhususan anatomi tumbuh-tumbuhan sebagai ilmu bantu untuk dapat mengerti wahyu dengan baik dan
jelas, dapatlah kita lihat bagaimana pentingnya hutan. Bukan hanya sekadar mengendalikan air di dalam tanah
dan permukaan bumi, tidak banjir di musim hujan dan tidak kering di musim kemarau. Akan tetapi, dan ini yang
lebih penting, adalah untuk terjadinya daur: tumbuh-tumbuhan penghasil oksigen, yang membutuhkan CO2 -
manusia dan binatang penghasil CO2, yang membutuhkan oksigen. Maka terjadilah seperti yang diungkapkan
oleh bidal Malatyu lama: seperti aur dengan tebing, mutualis simbiosis.

Demikianlah uraian interaksi iman dan ilmu dalam ruang lingkup daur CO2 dan oksigen dalam pengetahuan
lingkungan khusus globalisasi pencemaran thermal dan pentingnya hutan. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 3 November 1991 [H.Muh.Nur Abdurrahman]

[BACK] [HOME]

004. Kursi Iman dan Kursi Ilmu. Dibedakan Tetapi Tidak Dipisahkan *)

Di dalam diri kita harus disediakan dua kursi, yaitu kursi iman dan kursi ilmu. Kedua kursi itu harus dapat
dibedakan, tetapi tidak boleh dipisahkan, karena keduanya merupakan satu sistem. Kedua kursi itu harus
dibedakan, oleh karena apabila kita menempatkan sesuatu hal tidak pada kursinya, misalnya suatu hal yang
harus didudukkan pada kursi ilmu, tetapi kita dudukkan pada kursi iman, pikiran kita akan beku, tidak
berkembang, karena sesuatu yang patut kita pertanyakan, kita tidak berani mempertanyakannya. Sebaliknya,
jika sesuatu hal yang seharusnya didudukkan pada kursi iman, tetapi kita dudukkan pada kursi ilmu, maka
iman kita akan cacat, karena kita akan mempertanyakan sesuatu, yang sepatutnya kita tidak boleh
mempertanyakannya.

Uraian di atas itu berpangkal pada perbedaan sikap dalam beriman dan berilmu. Sikap kita harus skeptik, jika
kita menghadapi obyek ilmu. Apakah yang menjadi obyek llmu itu? Yang menjadi obyek ilmu adalah produk
akal manusia. Yaitu fakta dan hasil penafsiran manusia terhadap fakta itu, yang lazim disebut dengan teori
ataupun hipotesa. Dan apakah fakta itu? Fakta adalah hasil observasi dari sumber informasi yang dapat
ditangkap oleh pancaindera secara langsung, maupun secara tidak langsung. Maksudnya dideteksi terlebih
dahulu oleh instrumen dalam laboratorium. Skeptik berarti ragu, tidak menolak, tetapi belum menerima, dan
sebaliknya tidak menerima, tetapi belum menolak. Sikap ragu itu akan berakhir dengan menerima, atau
menolak, tergantung hasil jawaban pertanyaan-pertanyaan berikut: Betulkah begitu? Apa fakta-fakta yang
menguatkan pembuktian itu?

Sebaliknya, kita tidak boleh bersikap skeptik terhadap obyek iman. Terhadap apa yang harus diimani, akal kita
tidak boleh bertanya seperti rentetan pertanyaan dalam berilmu di atas itu. Dan apakah obyek iman itu? Obyek
iman itu berasal dari sumber informasi berupa wahyu dari Allah SWT yang diturunkan kepada para nabi dan
rasul. Informasi wahyu ini tentu saja yang otentik berasal dari nabi dan rasul yang menerima wahyu itu.
Apakah kriteria sumber informasi wahyu yang otentik itu? Tidak boleh ada penafsiran/interpretasi manusia
yang disisipkan ke dalamnya. Tidak boleh ada perubahan kalimat ataupun kata, baik berupa penambahan,
atau pengurangan. Harus dalam bahasa asli bangsa dari rasul yang diutus itu. Satu-satunya sumber informasi
wahyu yang dapat memenuhi kriteria itu adalah Al Quran. Semua wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad
SAW ada dalam Al Quran yang dituliskan oleh para juru tulis Rasulullah. Itulah sebabnya Al Quran (yang
dibaca) disebut pula Al Kitab (yang dituliskan). Dan tak ada satupun yang bukan wahyu yang ikut dimasukkan
dalam Al Quran. Dan Al Quran itu adalah dalam bahasa Arab yang dipergunakan oleh suku bangsa Quraisy,
yaitu suku bangsa di mana Nabi Muhammad SAW tergolong dalam suku itu. Inna anzalnahu Quranan
Arabiyyan la'allakum ta'qilun. Sesungguhnya Kami turunkan Al Quran dalam bahasa Arab, mudah-mudahan
kamu pergunakan akalmu (S.Yusuf 1). Keadaan Al Quran yang dapat bertahan keotentikannya terhadap
zaman, adalah konsekwensi logik bahwa Nabi Muhammad Rasulullah SAW adalah nabi dan rasul yang
terakhir, Khatamun Nabiyyien, penutup para nabi.

Telah disebutkan di atas iman dan ilmu harus dibedakan, tetapi tidak boleh dipisahkan. Karena memisahkan
iman dengan ilmu akan mengakibatkan pecahnya kepribadian seseorang. Di satu saat ia akan bicara sebagai
seorang ilmuwan, di satu saat yang lain akan bicara sebagai seorang yang beriman. Misalnya di satu saat
sebagai seorang pakar kebudayaan, akan memasukkan agama ke dalam kebudayaan, artinya agama itu
adalah bagian dari kebudayaan, dan di suatu saat yang lain ia bicara sebagai orang beriman lalu mengatakan
bahwa agama itu bukan bagian dari kebudayaan, karena agama itu sumbernya dari wahyu Allah SWT. Apabila
ia menjumpai adanya pertentangan antara apa yang mesti dia imani dengan yang mesti dia ilmui, dia akan
bingung. Salah satu alternatif ini yang akan terjadi, ia akan berhenti menjadi pakar dan akan frusturasi, lalu ia
akan beragama secara dogmatik, akalnya beku, yang akan menjerumuskannya ke dalam taklid buta. Atau
sebaliknya ia akan memilih ilmunya dan mencapakkan imannya, dan menjadi acuh tak acuh terhadap
agamnya, menjadi orang agnostik.

Apabila iman dan ilmu tidak kita pisahkan, kepribadian kita akan menjadi utuh, sehingga kita tidak akan
terjerumus ke dalam sikap beragama yang bertaklid buta, dan juga tidak terjerumus ke dalam sikap yang
agnostik. Kalau suatu saat kita melihat adanya pertentangan di antara keduanya, kita tambah ilmu untuk
mendapatkan informasi yang relevan untuk iman kita. Atau kita tinjau kembali ilmu kita, melakukan
reinterpretasi, penafsiran kembali, karena kebenaran ilmiyah itu sifatnya sementara, artinya relatif dalam arti
menurut tempat, situasi, waktu dan peralatan ilmu bantu. Untuk contoh di atas, kalau kita sedikit jeli, mengapa
terjadi pertentangan, karena ada agama yang berasal dari akar yang historik, maka itu adalah agama
kebudayaan, ia termasuk dalam bagian kebudayaan. Ada agama yang berasal dari akar yang non-historik,
yaitu wahyu, maka itu adalah agama wahyu, ia bukan bagian dari kebudayaan. Dan ada agama yang sebagian
mempunyai akar historis dan sebagian bersumber dari wahyu. Agama jenis ketiga ini, sebagiannya menjadi
bagian dari kebudayaan, dan sebagiannya bukan bagian dari kebudayaan.

Di dalam berilmu ada sebuah pendekatan yang dirasa perlu dikemukakan di sini, yaitu pendekatan sistem.
Melihat obyek ilmu secara kaffah (totalitas), yang mempunyai fungsi dan trujuan, yang terdiri atas komponen-
komponen yang mempunyai kaitan tertentu antara satu dengan yang lain, dan yang kaffah itu melebihi dari
sekadar kumpulan komponen-komponen itu semuanya. Pendekatan ini dapat diterapkan dalam obyek iman,
oleh karena pendekatan ini tidak akan merusak iman kita, bahkan Allah SWT memerintahkan kepada kita
untuk memegang prinsip kaffah ini, seperti firmanNya dalam S. Al Baqarah, ayat 208: Ya ayyuhalladziena
amanu udkhulu fie ssilmi kaffah, artinya: Hai orang-orang beriman, masukilah keselamatan secara
kaffah/totalitas.

Maka dengan metode pendekatan sistem ini, dapatlah kita menjadikan iman dan ilmu menjadi satu sistem, dan
terlepaslah kita insya Allah, yang pakar dan bukan pakar, dari bahaya pecahnya kepribadian, terhindarlah kita
dari alternatif atau beragama yang dogmatik, atau bersikap agnostik, acuh tak acuh mencuekkan agama.
WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 10 November 1991 [H.Muh.Nur Abdurrahman]

*) Perlu diingatkan di sini, bahwa yang dimaksud oleh Penulis dengan "ilmu" dalam tulisan ini adalah ilmu
empirik (science dan humaniora) sebagai hasil analisa akal manusia yang bersifat relatif dan terbatas. Adapun
pengertian "ilmu" di dalam Agama Islam sesungguhnya adalah ilmu-ilmu agama (aqidah dan syariah) yang
bersumber dari nash-nash (dalil) wahyu (petunjuk dan informasi dari Allah) yang diturunkan kepada Nabi-Nya.
Ilmu dalam pengertian yang terakhir ini tidak bisa dilepaskan dari iman, bahkan boleh dikata, antara iman dan
ilmu menyatu dalam satu kata yaitu "al-haq" (kebenaran) yang bersumber dari Allah. [Webmaster]

[BACK] [HOME]

005. Sains yang Otonom dan Polos Perlu Diredefinisi


Secara gampangnya sains itu adalah proses penafsiran alam semesta yang dapat ditangkap/dideteksi oleh
pancaindera, biasanya dengan bantuan instrumen, yang kemudian penafsiran itu harus diujicoba juga dengan
bantuan instrumen. Jadi dalam sains obyek ilmu yakni alam sekitar dideteksi dahulu, lalu ditafsirkan, dan
langkah terakhir diujicobalah penafsiran itu dengan instrumen pula. Atau dengan gaya redaksional yang sedikit
lebih canggih: Sains meliputi pengungkapan hukum alam (ini istilah sekuler) tentang alam nyata dan
perumusan hipotesa-hipotesa sepanjang belum dapat diujicoba secara eksperimen, yang memungkinkan
orang dapat memprediksi peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala alamiyah dalam kondisi-kondisi tertentu. Para
pakar di bidang sains dengan demikian berurusan dengan penelitian dan pengungkapan fakta-fakta tentang
sifat alamiyah dari alam semesta.

Definisi di atas itu kelihatannya menurut apa yang difahami selama ini adalah polos, tanpa nilai. Atau dengan
permainan kata-kata yang lebih canggih: mempunyai nilai tersendiri yaitu nilai ilmiyah dengan ciri khasnya
yang otonom. Dikatakan kelihatannya, oleh karena pada hakekatnya sains itu sesungguhnya memihak, jadi
tidak otonom, seperti yang akan dibahas berikut ini:

Manusia berdasarkan sikapnya terhadap Tuhan, dapat diklasifikasikan dalam empat golongan, yaitu: a)
Golongan yang percaya akan adanya Tuhan sebagai Pencipta dan Pengatur alam semesta. Artinya setelah
Tuhan mencipta, lalu disertai tindak lanjut dengan memberikan petunjuk kepada manusia dengan menurunkan
wahyu kepada manusia pilihan yang disebut Nabi, yang akan meneruskan petunjuk itu kepada ummat
manusia. Golongan ini disebut dengan Theist. b) Golongan yang percaya akan adanya Tuhan hanya sebagai
Pencipta saja. Wahyu tidak ada. Manusia cukup mengatur dirinya dengan akalnya saja. Sikap yang berpikir
demikian itu disebut sekuler. Golongan yang kedua ini disebut dengan Deist. Adalah logis bahwa golongan ini
walaupun sudah percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi belum menganut sesuatu agama. c) Golongan
yang tidak mau tahu tentang adanya Tuhan. Adanya Tuhan atau tidak adanya Tuhan, bukanlah sesuatu yang
penting benar untuk dipikirkan, hanya membuang-buang energi saja. Golongan ini disebut dengan Agnostik.
Barangkali perlu menyebut nama orang dari golongan ini, satu laki-laki dan satu perempuan yaitu: Betrand
Russel dan Madam Blavatsky. d) Golongan yang tidak percaya akan adanya Tuhan. Golongan ini disebut
dengan Atheist.

Semua ilmu yang diajarkan di sekolah-sekolah umum, apalagi sains adalah memihak kepada golongan [b], [c]
dan [d]. Dalam ilmu-ilmu itu tersebut, cobalah diingat-ingat pernakah di sebut-sebut nama Tuhan? Menyebut
nama Tuhan dalam sains berarti hilanglah otonomi sains itu. Akan tetapi dapatkah otonomi atau kepolosan itu
tetap dipertahankan? Polos atau otonom artinya tidak memihak. Padahal dengan tidak mau tahu tentang
Tuhan di dalam sains, berarti sains sudah memihak kepada golongan [b], [c] dan [d] tersebut itu. Artinya apa
yang dikenal selama ini bahwa nilai ilmiyah itu otonom, atau dengan ungkapan sederhana tanpa nilai,
sebenarnya adalah pernyataan yang palsu. Walhasil, karena tidak mungkin ilmu itu tidak memihak di antara
keempat golongan itu, maka tentu saja bagi yang berpikiran sehat, akan memilih golongan pertama tempat
ilmu itu memihak. Maka dengarlah firman Allah di bawah ini: Inna fiy khalqi sSama-wa-ti wa lArdhi wa-khtilaafi
lLayli wa nNahaari laa-ya-tin liUli lAlbaab. Alladziena yadzkuruwna Lla-ha qiyaaman wa qu'uwdan wa 'ala-
Junuwbihim wa yatafakkaruwna fiy khalqi sSama-wa-ti wa lArdhi Rabbanaa maa khalaqta ha-dzaa baathilan
subha-naka faqinaa 'adzaaba nNaar (S. Ali 'Imraan, 190), artinya: Sesungguhnya dalam proses penciptaan
benda-benda langit dan bumi, dan pergantian malam dengan siang menjadi keterangan bagi ululalba-b. Yaitu
mereka yang ingat kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk ataupun berbaring, lalu mereka berkata; Wahai
Yang Maha Pengatur kami, tidaklah Engkau menciptakan semuanya ini dengan sia-sia, maka peliharalah kami
dari azab neraka (3:190).

Kesimpulannya, perlu redefinisi sains, yaitu dengan mentransfer pemihakan itu dari golongan [b], [c] dan [d]
kepada golongan yang pertama, bunyinya seperti berikut: Sains meliputi pengungkapan TaqdiruLlah (hukum-
hukum Allah) tentang alam syahadah yang ciptaan Allah sebagai Maka Pencipta (Al Khaliq) dan Maha
Pengatur (Ar Rabb), dan perumusan hipotesa-hipotesa sepanjang belum dapat diujicoba dengan eksperimen,
yang memungkinkan orang dapat mentakwilkan peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala alamiyah dalam kondisi-
kondisi tertentu. Para pakar di bidang sains berurusan dengan penelitian, pengungkapan fakta-fakta tentang
sifat alamiyah dari alam semesta. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 17 November 1991 [H.Muh.Nur Abdurrahman]

[BACK] [HOME]

006. Pemanfaatan Sains

Apabila sains didefinisikan atau diartikan di atas paradigma filsafat positivisme (menurut pandangan deisme,
agnostisisme dan atheisme), maka gunanya sains itu hanya satu, yakni untuk mensejahterakan ummat
manusia, memelihara binatang dan tumbuh-tumbuhan, lingkungan hidup pada umumnya. Akan tetapi jika
sains itu didefinisikan atau diartikan di atas paradigma tawhid (monotheisme yang percaya akan wahyu), maka
kegunaan sains itu di samping kegunaan yang pertama seperti tersebut tadi, akan bertambah dua lagi, lalu
menjadi tiga kegunaannya. Kegunaan sains yang kedua ialah untuk dipakai sebagai ILMU BANTU, sehingga
dapat lebih memahamkan wahyu Allah SWT, mendalami makna ayat-ayat Al Quran. Kegunaan ketiga, untuk
mendapatkan Rusydun, yaitu petunjuk kebenaran (hidayah), yang efeknya tidak langsung diterima oleh qalbu,
melainkan melalui jalur fuad (rasio), baru masuk ke dalam hati.

Kegunaan yang pertama telah diketahui orang pada umumnya, sehingga tidak memerlukan penjelasan lagi
secara panjang lebar. Jadi penjelasannya pendek saja, yaitu hanya menyangkut ruang lingkup antara interaksi
antara sains dan teknologi. Hasil-hasil kajian sains yaitu pengungkapan TaqdiruLlah (kita tidak lagi memakai
istilah hukum alam, karena kita telah tinggalkan definisi sains yang bertumpu di atas filsafat positivisme),
memberikan servis pada teknologi untuk mendapatkan disain yang efisien dan efektif. Dikatakan tadi interaksi,
oleh karena di samping sains itu memberikan servis pada teknologi, maka pada pihak lain, kalau perlu,
teknologi memberikan tekanan pada sains untuk lebih meningkatkan kualitas dirinya, agar dapat memberikan
servis yang sangat dibutuhkan oleh teknologi.

Contohnya pada waktu James Watt (1736 - 1819) menemukan (invented) mesin uap pada 1765 yang
kemudian dipatenkan pada 1769, waktu itu belum didapatkan (discovered) oleh sains pengungkapan
TaqdiruLlah untuk menjadikan mesin uap James Watt itu mencapai efisiensi yang memadai untuk
mendapatkan keutungan ekonomis, mengemat bahan bakar dalam operasi mesin uap tersebut. Tekanan
kebutuhan akan efisiensi mesin uap itu terhadap sains, menghasilkan lahirnya dua cabang disiplin ilmu dalam
sains yaitu ilmu perpindahan kalor (heat transfer) dan termodinamika (thermodynamics).

Penjelasan untuk kegunaan sains yang kedua sudah disajikan dalam Seri 003, yaitu bagaimana S. Yasin 80
dijelaskan dengan mempergunakan sains sebagai ILMU BANTU, yaitu ilmu fisika, kimia, botani dengan
pengkhususan ilmu anatomi tumbuh-tumbuhan.

Maka dalam Seri 006 ini akan dibahas kegunaan sains yang ketiga dengan sedikit lebih diperpanjang
uraiannya. Akan kita manfaatkan ilmu termodinamika. Dalam termodinamika dikenal sebuah TaqdiruLlah yang
dikenal dengan hukum termodinamika kedua, dengan perumusan Kelvin (semula orang biasa bernama William
Thomson, diangkat menjadi bangsawan "nitogasak" dengan gelar Lord Kelvin karena jasanya di bidang fisika,
1824 - 1907), dan perumusan Clausius (Rudolf Julius Emanuel Clausius, 1822 - 1888).

Dalam ulasan ini tidak perlu, karena bukan pada tempatnya, dijelaskan kedua perumusan tersebut, berhubung
tulisan ini bukan kuliah termodinamika. Sudah cukup kalau dikemukakan bahwa perumusan Kelvin menjadi
asas (bukan azas) mesin-mesin kalor (motor bakar, turbin gas, mesin uap, turbin uap), sedangkan perumusan
Clausius menjadi asas mesin pendingin atau pompa kalor. Walaupun perumusan keduanya berbeda, namun
hakekatnya sama, yaitu di alam ini terjadi aliran panas dari benda atau sistem yang suhunya lebih tinggi ke
benda atau sistem yang suhunya lebih rendah. Dalam proses mengalirnya panas itu baik dalam perumusan
Kelvin maupun perumusan Clausus, "entropy" (sebuah besaran dalam termodinamika) akan bertambah besar.

Dalam waktu juta-jutaan tahun yang akan datang, insya-Allah, proses mengalirnya panas akan berhenti,
entropi akan maksimum, karena pada segenap pelosok alam semesta ini suhunya sudah sama, akibat panas
sudah terbagi rata, habislah persediaan tenaga. Inilah akhir alam semesta dilihat dari disiplin ilmu
termodinamika. Jadi dilihat dari segi ilmu termodinamika alam semesta ini sedang mengalami proses
pengurangan persediaan tenaga. Entropi makin naik, persediaan tenaga makin berkurang. Entropi makin naik,
jangankan berkuran, berhentipun tidak pernah, inilah yang disebut dengan proses tidak berulang (irreversible
process).

Boltzmann (Ludwig Boltzmann, 1844 - 1906) tertarik melihat fenomena ini. Berkat kemampuannya yang tinggi
dalam matematika, dia dapat menunjukkan bahwa proses penyusutan persediaan tenaga, atau prosesnya
naiknya entropi, tidak lain hanya merupakan kasus khusus dari sautu prinsip yang lebih umum. Yaitu bahwa
setiap transformasi fisis akan terjadi kerugian ketertiban (loss of order). Dalam hal panas penyusutan
persediaan tenaga itu sebenarnya suatu kerugian dalam tertib molekuler.

Landasan pemikiran atheisme bertitik tolak dari postulat / pokok kepercayaan, bahwa alam ini tidak ada
permulaannya, tidak pernah tidak ada, jadi tidak perlu Ada yang memulainya. Atau ada pula atheisme yang
berpostulat materi "muncul" dengan sendirinya dari ketiadaan.

Marilah kita bedah kedua postulat atheisme tersebut dengan pisau ilmu termodinamika dan prinsrip Boltzmann.
Kita dapat menunjukkan kepada golongan atheist itu bahwa postulat alam ini tidak ada permulaannya ditolak
oleh hukum termodinamika kedua. Pertama entropi bertambah mulai dari nol hingga tak terhingga. Entropi nol
artinya tidak ada aliran panas, itu artinya ada permulaan yaitu materi belum ada yang akan mempunyai suhu.
Kedua kalau alam ini tidak ada permulaannya, artinya tak terhingga tuanya, maka proses termodinamis,
proses mengalirnya panas, sudah sejak lama mesti berhenti, sudah sejak lama entropi mencapai maksimum,
panas sudah sejak lama terbagi secara merata di lam ini. Faktanya sekarang panas belum terbagi rata. Artinya
postulat atheisme alam tidak ada permulaannya ditolak oleh ilmu termodinamika.

Adapun postulat atheisme yang menyatakan materi "muncul" begitu saja dengan sendirinya, ditolak oleh
prinsip Boltzmann. Untuk transformasi fisik saja memerlukan modal pertama yang yaitu energi, apa pula
transformasi dari tidak ada materi menjadi ada materi, perlu sekali modal pertama. Alhasil yang memulai alam
semesta, atau yang memberikan modal pertama "munculnya" materi adalah Allah SWT sebagai Al Khaliq,
Maha Pencipta.

Entropi yang bertambah terus dari nol hingga maksimum, adalah suatu besaran yang invariant, artinya
pertambahan itu berlangsung dengan tidak berubah oleh hukum Relativitas yaitu TaqdiruLlah yang diungkap
oleh Einstein (Albert Einstein, lahir 1879). Ruang boleh relatif, waktu boleh relatif dan materi boleh relatif,
tergantung pada kecepatan pengamat ataupun obyek yang diamati. Dengan bertambahnya kecepatan
pengamat maupunyang diamati ataupun kedua-duanya, ruang menjadi susut, waktu menjadi lambat dan
materi bertambah besar massanya. Namun entropi tidak terpengaruh oleh pada posisi / kecepatan pengamat
dan obyek yang diamati. Dia akan bertumbuh dari nol hingga maksimum tanpa terpengaruh oleh kondisi alam.

Maka betul-betul entropi dapat dijadikan tolok ukur untuk dapat menunjukkan adanya permulaan dan akhir
ciptaan Allah SWT, adanya awal penciptaan ruang + waktu + materi (space, time and matter) oleh Allah SWT.
Dan itulah manfaat sains yang ketiga, apabila sains itu didefinisikan dengan bertumpu pada paradigma Tawhid.
WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 24 November 1991 [H.Muh.Nur Abdurrahman]

[BACK] [HOME]

007. Makrokosmos

Orang-orang dahulu berimajinasi tentang alam atas tempat dewa-dewa sehingga disebutnya ke-hyang-an atau
kayangan, kemudian di bawahnya adalah bumi kita ini, disebutnya alam tengah atau mayapada tempat
manusia dan alam bawah tempat para dedemit. Sekarang orang membagi alam ini hanya dalam dua bagian,
yaitu makrokosmos dan mikrokosmos.

Makrokosmos adalah alam luas, yaitu alam di atas kepala kita menurut orang-orang terdahulu itu. Alam di atas
kepala kita kelihatannya berbentuk setengah bola yang disebut bola langit. Benda-benda yang ada pada bola
langit disebut benda-benda langit. Mikrokosmos, alam lingkungan kita ini, juga cocok dengan alam tengah
orang-orang terdahulu. Termasuk dalam mikrokosmos adalah juga molekul-molekul, atom-atom (zarrah) yang
terdiri atas komponen-komponen proton, neutron, elektron dan komponen-komponen zarrah lainnya, baik
berwujud materi maupun dalam wujud energi (immateri). Mikrokosmos yang jenis terakhir ini sudah tidak cocok
lagi dengan imajinasi orang-orang terdahulu, yang mereka sebut dengan alam bawah itu.

Keseluruhan makrokosmos dan mikroksomos disebut Alam syahadah (physical world), yaitu makhluq ciptaan
Allah SWT yang dapat ditangkap pancaindera kita secara langsung maupun secara tak langsung yaitu dengan
pertolongan instrumen laboratorium. Orang-orang atheist, yang tidak percaya adanya Tuhan, agnostik, yang
tidak mau pusing tentang ada ataupun tidak adanya Tuhan, deist, yang percaya akan adanya Tuhan tetapi
tidak percaya tentang adanya wahyu, ketiga golongan itu karena tidak beragama bergabung dalam aliran
filsafat positivisme, yang hanya percaya akan adanya sesuatu apabila dapat ditangkap pancaindera. Ilmu
Pengetahuan yang diajarkan di sekolah-sekolah umum dibangun di atas landasan aliran filsafat positivisme ini.
Insya Allah kita akan bahas ini dalam kesempatan yang lain.

Yang akan dibahas sekarang adalah makrokosmos. Bumi kita ini mempunyai saudara-saudara benda-benda
langit yang disebut planet, mengedari induknya yaitu Matahari, dan membentuk sebuah sistem yang disebut
tatasurya. Planet-planet itu, termasuk bumi yang digolongkan pula sebagai benda langit planet, mengorbit
matahari hampir-hampir pada sebuah bidang datar. Paling dekat ke matahari mengorbitlah Utarid (Mercurius),
kemudian di luarnya Kejora (Venus), lalu berturut-turut bumi, Marikh (Mars), Mustari (Jupiter), Zohal
(Saturnus), Uranus, Neptunus dan paling luar Pluto. Utarid, Kejora, Marikh, Mustari dan Zohal dapat dilihat
dengan mata telanjang, artinya tanpa pertolongan teropong-bintang. Di antara Marikh dengan Mustari
mengorbit bungkahan-bungkahan batu besar disebut asteroid, diperkirakan sebuah planet yang hancur
berantakan oleh suatu sebab yang belum diketahui, disebut biasa pula disebut dengan planetoid. Sehingga
pada bagian luar bumi kita ini beredar 6 planet + 1 planetiod = 7 benda langit.

***

Ilmu yang menyangkut dengan makrokosmos ini disebut ilmu falak atau astronomi. Dalam ilmu falak jarak tidak
diukur dalam kilometer, melainkan dalam lamanya jarak itu ditempuh cahaya. Adapun laju cahaya, jika
dibulatkan, 300 000 kilometer dalam satu detik. Cahaya yang dipancarkan matahari mencapai Utarid dalam
waktu tiga setengah menit, Kejora enam menit, bumi delapan setengah menit, demikian seterusnya cahaya itu
akan mencapai Neptunus dalam empat jam, Pluto lima setengah jam. Benda langit yang terletak di bumi
adalah sebuah asteroid bernama Hermes jauhnya satu seperempat detik cahaya dari bumi, kemudian bulan
jauhnya satu setengah detik cahaya dari bumi. Jarak yang satu setengah detik cahaya ini adalah jarak terjauh
yang pernah mampu ditempuh manusia, berkebangsaan Amerika, yaitu dengan mendaratnya Neil Armstrong
di bulan.

Gerak benda-benda langit diatur Allah SWT sebagai Ar Rabb, Maha Pengatur, melalui TaqdiruLlah yang
disebut al Falak. Istilah ini diambil dari bahasa Al Quran: Kullun fiy Falakin Yasbahuwna (S.Yasin,40), tiap-tiap
sesuatu berenang dalam falaknya (36:40). Al Falak ini adalah Jalur Geodesik menurut Albert Einstein (1879 -
1955), atau gravitasi menurut Sir Isaac Newton (1642 - 1727). Disekitar materi yang dalam hal ini benda langit,
ruang menjadi lengkung membentuk jalur geodesik yang berwujud medan gravitasi. Jadi jika makrokosmos ini
dilihat secara matematis seperti penglihatan Einstein, maka Al Falak adalah Jalur Geodesik, dan melalui jalur
inilah benda-benda langit bergerak. Sedangkan apabila makrokosmos ini dilihat secara mekanistik, maka Al
Falak itu adalah medan gravitasi yang mewujudkan gaya tarik menarik, seperti penglihatan Newton.
Pemakaian istilah SaBaHa, Yasbahuwna, berenang, dalam ayat yang dikutip di atas insya Allah akan dibahas
dalam kesempatan lain.

Pandangan yang berbeda menghasilkan rumus yang berbeda. Newton niscaya kecewa andaikan masih hidup.
Ternyata rumus tarik menarik gaya gravitasi Newton hanya berlaku bagi matahari dengan planet Pluto ke
dalam sampai dengan planet Kejora. Planet Utarid yang terdekat ke Matahari tidak lagi tunduk pada rumus
gravitasi Newton. Orbit Utarid bukan garis lengkung tertutup, melainkan terbuka. Yang berlaku bagi gerak
Utarid adalah persamaan Jalur Geodesik Einstein, seperti tersebut dalam Teori Relativitas Umum Einstein.
Walhasil rumus Newton adalah rumus pendekatan, penerapannya terbatas dalam medan gravitasi matahari
mulai Kejora ke luar hingga Pluto. Syukurlah bumi terletak dalam daerah di mana rumus Newton masih
berlaku. Para insinyur mesin, sipil dan bangunan kapal boleh bergembira masih dapat memakai mekanikanya
Newton dalam hitung-menghitung mendisain atau merancang bangun konstruksi mesin, bangunan jalan dan
air, dan bangunan kapal. Tidak perlu mereka itu dipusingi dengan rumus Einstein, oleh karena di bumi ini hasil
rumus Newton dan Einstein perbedaannya boleh dikatakan tidak ada.

Apa yang ada di luar tatasurya tempat kita ini? Oh, masih banyak, tak terhitung banyaknya bintang-bintang
yang sebanding dengan Matahari baik dari segi panasnya, maupun cemerlangnya, ataupun besarnya. Bahkan
matahari termasuk kelas sedang, bukan kelas berat. Dalam ilmu falak bintang-bintang sejenis matahari disebut
bintang tetap, oleh karena dilihat dari bumi ini letak bintang-bintang tersebut pada bola langit letaknya tetap
antara satu dengan yang lain. Tidak seperti dengan planet-planet yang letaknya bergeser antara satu dengan
yang lain pada bola langit. Itulah sebabnya dinamakan planet, dari bahasa Yunani yang artinya musafir. Planet-
planet itu, yang tidak melekat pada bola langit, bermusafir di antara bumi dengan bola langit. Al Quran
memberikan pembagian jenis bintang-bintang tersebut berdasarkan atas kriteria keadaan cemerlang dan
letaknya, bukan berdasarkan atas kriteria geraknya. Insya-Allah ini akan dibahas dalam kesempatan yang
lain.

Gerak benda-benda langit pada bola langit dilihat dari bumi disebut gerak semu, bukanlah gerak yang
sebenarnya. Matahari, bulan dan bintang-bintang terbit di sebelah timur dan terbenam di barat itu adalah gerak
semu, sedang gerak yang sebenarnya adalah bumi berpusing pada sumbunya. Maka pembagian berdasarkan
kriteria gerak benda langit dalam dua jenis: bintang tetap dan planet sudah tidak cocok lagi, oleh karena:
Pertama, menurut observasi gerak semu bintang-bintang tetap itu ternyata letaknya tidaklah tetap antara satu
dengan yang lain, kedua, berdasarkan gerak sebenarnya letak bintang-bintang yang dikatakan bintang tetap
itu, tidak ada yang tetap letaknya antara satu dengan yang lain karena semuanya berenang dalam falaknya.

Bintang tetap yang terdekat ke matahari diberi bernama Alpha Centaury, jaraknya dari matahari empat
setengah tahun cahaya. Jutaan bintang tetap membentuk gugus yang disebut galaxy. Adapun galaxy tempat
tatasurya berada disebut galaxy Milky Way. Galaxy ini bentuknya menyerupai dua piring saling ditelungkupkan,
atau seperti lensa cembung. Tebalnya 15 000 tahun cahaya, diameternya 90 000 tahun cahaya. Apabila Milky
Way dilihat pada bagian telungkup maka kelihatan seperti spiral, makin ke pusat makin tebal berisi bintang-
bintang tetap. Matahari terletak pada lengan spiral sekitar 30 000 tahun cahaya dari pusat Milky Way.

Galaxy-galaxy membentuk pula kelompok yang lebih besar yang disebut super galaxy atau cluster. Ada super
galaxy yang terdiri atas ribuan galaxy, tetapi ada pula super galaxy yang kecil yang terdiri hanya atas 13
galaxy. Cluster yang hanya terdiri atas 13 galaxy ini diberi bernama Local Group, yang salah satu anggotanya
ialah Milky Way. Galaxy yang terdekat dari Milky Way diberi bernama Andromeda, bentuknya dan besarnya
hampir sama dengan Milky Way, jauhnya sekitar 800 000 tahun cahaya. Banyaknya jumlah super galaxy
adalah jutaan.

Adapun gerak benda-benda langit seperti berikut. Bulan mengelilingi bumi, demikian pula planet-planet yang
mempunyai satelit dikelilingi oleh satelit-satelitnya. Palanet-planet dan komet-komet mengelilingi matahari, dan
matahari mengelilingi pusat Milky Way. Super galaxy yang jutaan itu bergerak saling menjauhi. Makrokosmos
sedang berkembang, bertambah besar.

Seperti dikatakan di atas, di sekitar materi ruang menjadi lengkung. Maka makrokosmos itu lengkung.
Andaikata makrokosmos statis, tidak berkembang maka cahaya yang melaju terus-menerus akan tiba di
tempat semula ia dipancarkan. Akan tetapi oleh karena makrokosmos membesar maka cahaya tidak akan
mencapai tempatnya semula ia dipancarkan. Makrokosmos yang lengkung itu dapat dihitung kelengkungannya
(curvature). Dengan persamaan medan Einstein dan dengan data rapat rata-rata (average density) hasil
observasi Edwin Hubble dapatlah dihitung curvature makrokosmos, hasilnya 35 bilyun tahun cahaya.

Demikian luas makrokosmos alam syahadah ciptaan Allah SWT, maka tidak pada tempatnya manusia itu
pongah (arogan) dengan ilmu yang didapatnya sekarang ini dan yang akan datang. Manusia hanya mampu
menempuh jarak satu setengah detik cahaya, yaitu ke bulan. Bacalah Firman Allah SWT di bawah ini: Walaw
anna maa fiy lArdhi min Syajarin Aqlaamun wa lBahru Yamudduhu min ba'dihi Sab'atu Abhurin maa Nafidat
Kalima-tu Lla-ha inna Lla-ha 'Aziyzun Hakiymun (S.Luqma-n,27). Andaikan pohon-pohon di bumi menjadi pena
dan laut menjadi tinta ditambahkan lagi tujuh laut sesudah keringnya, niscaya tidak akan habis-habisnya
dituliskan Kalimah Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana (31:27).

Jadi walaupun seluruh manusia mempergunakan kalam yang dibuat dari seluruh pepohonan di bumi, dan laut
dijadikan tinta ditambah lagi tak terbilang banyaknya laut (tujuh itu menyatakan tak terbilang banyaknya),
kalam habis menyusut pupus, laut menyusut kering, takkan habislah dituliskan makhluq ciptaan Allah. Wa Lla-
hu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 1 Desember 1991 [H.Muh.Nur Abdurrahman]

[BACK] [HOME]

008. Berapakah Harga Kemajuan Materiel?

Menurut Ejaan Yang Disempurnakan materiel seharusnya ditulis dengan material, akan tetapi dari rasa bahasa
tidak begitu enak. Mengapa tidak enak, oleh karena selama ini kita biasa dengan pembedaan arti material
dengan materiel. Material sebelum EYD berarti sesuatu yang teraba, tangible, sedangkan materiel sesuatu
yang abstrak, tak teraba. Oleh sebab itu saya minta izin kepada lembaga yang bertanggung jawab terhadap
EYD, untuk dalam tulisan ini melanggar EYD, ya karena masalah rasa bahasa. Tidak rasional sebetulnya, akan
tetapi tidak selamanya yang rasional itu lebih benar ketimbang segi rasa. Sekali-sekali rasa boleh tampil
mengungguli yang rasional, bila perlu.

Dilihat dari segi kemajuan materiel, negara-negara maju (developed countries) ditandai dengan pesatnya
industri padat modal (capital intensive), yang menghasilkan tingginya G.N.P. Di negara negara maju kwantitas
output industri meningkat dengan cepatnya, jauh lebih cepat dari pertambahan penduduk. Apa yang
menyebabkan pertumbuhan yang cepat itu, ialah lebih banyak investasi modal di bidang industri,
menghasilkan lebih banyak output. Sebagian dari output itu dipakai untuk menambah investasi pula. Modal
yang baru yang lebih besar itu akan menghasilkan pula output yang baru lagi yang lebih besar. Tak ubahnya
dengan roda yang berputar makin lama makin cepat. Keadaan yang demikian itu dikenal dengan istilah
"umpan balik positif" (positive feedback).

Peningkatan produksi berjalin pengaruh-mempengaruhi dengan sikap hidup di negara-negara maju itu. Iklim
dunia industri menuntut sikap hidup yang serba efisien dalam pengertian serba gerak cepat. Sebagai contoh,
mobil-mobil di jalan bebas hambatan (high ways) di Eropah lajunya sekitar 160 km per jam. Maka ban-ban
mobil yang semestinya masih dapat dipergunakan untuk laju yang lebih rendah, sudah mesti dibuang. Ini
berarti menyuburkan industri karet sintetis dan industri ban-ban mobil. Makan dengan cepat menuntut cara
makan dengan sistem makanan kotak (packaged foods), makanan berbungkus plastik dengan alat-alat makan
seperti piring, sendok, garpu dari plastik. Jadi tidak usah menghabiskan waktu untuk mencuci piring. Habis
makan, pembungkus, alat-alat makan piring, garpu sendok, pisau yang dari plastik itu dibuang saja. Dan ini
menyuburkan industri plastik. Di Indonesia dan di negara-negara sedang berkembang lainnya (developing
countries) gaya makan seperti ini sudah mulai mewabah juga.

Dari kedua contoh di atas dapat dilihat pengaruh timbal balik antara sikap hidup efiseien dengan roda produksi.
Bukan itu saja, dari pihak industri/produsen dilancarkan tekanan terus menerus terhadap masyarakat dalam
hal "selera" dengan reklame-reklame, iklan-iklan melalui mas media, spanduk-spanduk, pamflet-pamflet tempel
dan selebaran, lampu-lampu dsb. Hasilnya, bahan-bahan sintetis mendesak bahan alamiyah, dan dari sudut
ekonomi ini perlu, oleh karena negara-negara maju itu dapat bebas dari bahan-bahan mentah alamiyah yang
semestinya diimport. Pengolahan bahan-bahan sintetis jauh lebih banyak membutuhkan bahan bakar
dibanding dengan pengolahan bahan-bahan alamiyah. Di samping itu sikap hidup ingin serba mudah dan
ringan, maka masyarakat di negara-negara maju itu membutuhkan banyak sekali budak-budak tenaga (energy
slaves, maksudnya mesin-mesin). Sebagai contoh, di Amerika Serikat misalnya dibutuhkan lebih dari 8 triliyun
daya kuda setiap tahunnya. Ini berarti setiap kepala di negara itu membutuhkan daya yang setara dengan 500
orang. Jadi pada hakekatnya, dilihat dari pemakaian daya, penduduk Amerika Serikat jumlah penduduknya
yang sekarang harus ditambahkan dengan lipat 500 kali lagi. Dalam hubungan dengan ini Dr. James P.Lodge
Jr dari The National Center for Atmosphere Research di Boulder, Colorado berkata: "We must limit our own
population it is true, but it is even more necessary to impose a program of rigorous birth control on our energy
slaves," maksudnya kita (orang Amerika) harus membatasi jumlah penduduk itu benar, akan tetapi yang lebih
penbting ialah merencanakan pembatasan kelahiran yang ketat terhadap budak-budak tenaga kita.

Budak-budak tenaga itu menimbulkan malapetaka di darat dan di laut. Di darat artinya di tanah, di sungai dan
udara di atas tanah dan sungai. Malapetaka itu berupa sampah-sampah, terutama sekali plastik dan teman-
temannya yang sukar hancur, semisal ban-ban bekas. Pencemaran sungai-sungai oleh limbah zat-zat kimiawi
dari pabrik-pabrik, pencemaran thermal sungai-sungai yang airnya dipakai untuk proses pendinginan.
Demikianlah sungai-sungai itu dicemari oleh budak-budak tenaga dari dalam pabrik-pabrik. Sungai Rijn di
Eropah misalnya sudah hampir menjadi selokan besar. Pencemaran udara di atas darat oleh cerobong gas
asap pabrik-pabrik, terutama sekali CO2 sebagai penyebab globalisasi pencemaran thermal. Mengenai
globalisasi pencemaran thermal ini, sebagai penyegaran ingatan, refreshing, silakan dibaca lagi seri 003 yang
lalu. Pencemaran laut terjadi karena laut menampung air sungai yang kotor. Juga pencemaran di laut
diakibatkan pula dari kapal-kapal tangki minyak yang pecah, yang bocor dan yang dicuci perutnya di tengah
laut. Bencana yang disebutkan di atas itu diakibatkan oleh kotoran budak-budak tenaga itu. Di samping
kotoran, budak-budak tenaga itu membutuhkan makanan, untuk dapat menghasilkan kotoran. Makanan budak-
budak tenaga itu, yaitu minyak, juga membawa bencana. Adapun perang teluk baru-baru ini akibat makanan
budak-budak tenaga itu. Jangan dikira kotoran budak-budak tenaga itu tidak mengakibatkan perang. Akibat
pencemaran laut, maka daerah yang ikan mampu untuk dapat hidup tambah menjauh dari pantai. Pada tahun
1973 Eslandia mengklaim daerah lautnya melebihi dari aturan internasional. Eslandia mengancam akan
menembaki kapal-kapal nelayan asing yang menangkap ikan pada daerah yang diklaimnya itu. Para nelayan
Inggeris tidak menghiraukan ancaman itu, karena pikir mereka daerah itu adalah daerah lautan internasional,
siapapun berhak menangkap ikan di situ. Dan Eslandia memenuhi ancamannya. Kapal-kapal nelayan Inggeris
ditembakinya. Dan inilah yang dikenal dengan perang kabeljau dalam tahun 1973.

Demikianlah harga kemajuan materiel. Sangat mahal, dibayar dengan globalisasi pencemaran dan perang.
Memang tidak ada yang gratis di permukaan bumi ini. Maka dengarlah firman Allah: Zhahara lfasaadu fi lbarri
wa lbahri bimaa kasabat aydinnaas, liyudziyqahum ba'dhalladziy 'amiluw, la'allahum yarji'uwn. Muncullah
bencana di darat dan di laut akibat tangan-tangan manusia. Demikian dirasakan kepada mereka (oleh Allah)
sebagian yang mereka kerjakan. Mudah-mudahan mereka kembali ke jalan yang benar. (S. Ar Rum 41).

Dan bagi mereka yang sangat getol memproduksi dan memakai tanpa perhitungan matang budak-budak
tenaga, lalu mereka menyangka berbuat baik terhadap ummat manusia, berbuat baik untuk kemajuan
peradaban dan kebudayaan, dengarlah firman Allah yang berikut: Wa idzaa qiyla lahum laa tufshiduw fi l.ardhi
qaaluw innamaa nahnu mushlihuwn. Alaa innahum humu lmufshiduwna, wa la-kin laa yasy'uruwn. Apabila
dikatakan kepada mereka jangan membuat bencana di atas bumi, mereka menjawab sesungguhnya kami
berbuat baik. Tidaklah demikian, sesungguhnya mereka itu merusak, tetapi mereka tidak sadar akan hal itu. (Al
Baqarah 11 dan 12). WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 8 Desember 1991 [H.Muh.Nur Abdurrahman]

[BACK] [HOME]

009. Qissah Nabi Nuh AS dan Epos Gilgamesy

Seperti telah dikemukakan dalam seri 003 bahwa ilmu pengetahuan yang dipelajari di sekolah-sekolah umum
dibangun di atas landasan filsafat positivisme. Artinya ilmu pengetahuan itu tidaklah polos melainkan sudah
dijerumuskan berpihak kepada yang atheis, tidak percaya akan Tuhan, yang agnostik, acuh tak acuh tentang
Tuhan, dan yang deist, tidak percaya akan wahyu walaupun percaya akan adanya Tuhan. Ilmu pengetahuan
yang demikian itu hanya mempunyai dua sumber yaitu alam dan sejarah.

Para pakar yang atheist, agnotik dan deist dalam menganalisa pergelutan pandangan, benak dan alam pikiran
manusia, tentu saja hanya memakai pendekatan historis. Sayangnya para pakar yang beragama Islam turut
pula terperangkap ke dalam jaring filsafat positivisme, sebab kalau tidak demikian hasil analisa mereka itu
akan dicap tidak ilmiyah: melanggar rambu-rambu dan tatacara keilmuan. Demikianlah para pakar dari ketiga
golongan itu yang tergabung dalam filsafat positivisme bersama-sama dengan para pakar yang beragama
Islam yang ikut terseret secara sadar ataupun tidak sadar menempatkan semua agama sebagai komponen
atau bagian dari kebudayaan. Maka mereka itu dalam mencari hubungan antara agama dengan agama, antara
agama dengan dongeng-dongeng hasil imajinasi dan sastra bangsa-bangsa dahulu kala, akan memakai
pendekatan historis itulah.

Ilmu pengetahuan harus dibina atas landasan Tawhid. Dengan demikian sumber ilmu pengetahuan itu adalah
wahyu, alam dan sejarah. Wahyu berwujud Ayat Qawliyah, alam dan sejarah disebut Ayat Kawniyah. Para
pakar orang-orang Islam akan terpelihara aqidahnya dalam berilmu. Mereka akan memilah-milah agama,
mana agama yang bersumber dari wahyu yang disebut agama wahyu, mana agama yang akarnya dari
kebudayaan yang disebut dengan agama kebudayaan, mana agama wahyu yang mendapatkan polusi dari
kebudayaan, dan mana agama kebudayaan yang mendapat imbas dari agama wahyu. Pendekatan yang
dipakai dalam berilmu adalah kombinasi antara pendekatan non-historis yaitu bersumber dari Ayat Qawliyah
dengan pendekatan historis yang bersumber dari Ayat Kawniyah.

***

Epos Gilgamesy adalah sebuah epos yang didapatkan dalam perpustakaan di Niniveh, milik seorang raja
Assyria yang bernama Assurbanipal (669 - 626 seb.M.). Epos itu bertuliskan tulisan paku di atas tanah liat
dalam bahasa Akkadia. Di dalam Epos Gilgamesy itu diceritakan pengalaman Utnapisytim yang mirip dengan
pengalaman Nabi Nuh AS, seperti yang dikisahkan dalam Tawrah (Pentateuch, The Books of Moses) dan Al
Quran. Yaitu tentang bagaimana Utnapisytim diberitahu oleh dewa-dewa tentang akan datangnya banjir.
Tentang bagaimana dewa-dewa menyuruh Utnapisytim membuat perahu untuk menyelamatkan keluarga dan
binatang ternaknya. Tentang burung merpati yang dilepaskan dan tentang mendaratnya perahu Utnapisytim di
sebuah gunung ketika air bah telah surut.

Dengan metode pendekatan historis para pakar yang atheist, agnostik, dan deist akan menjelaskan dengan
sederhana tentang kontak budaya bangsa Assyria, Sumaria yang berkebudayaan tulisan paku dengan bangsa
Mesir Kuno yang berkebudayaan tulisan ideogram yang disebut hieroglyph. Kontak budaya itu terjadi terutama
oleh karena Mesir Kuno takluk atau menjadi bagian dari Kerajaan Assyria. Bahkan walaupun Mesir Kuno
memakai tulisan hieroglyph, juga mempergunakan tulisan paku. Bahwa kebudayaan Mesir Kuno juga
mempergunakan tulisan paku ini dapat dilihat dari penggalian arkheologis di situs Tell-el-Amarna pada tahun
1894 . Di situ didapatkan alwah (keping-keping atau tablet) tanah liat bertuliskan tulisan paku yang dikenal
dalam sejarah sebagai Alwah Tell-el-Amarna, atau Dokumen Amarna. Sesungguhnya penemu awal dari alwah
bertulisan paku itu bukanlah seorang pakar arkeologi, bukan pula oleh pakar sejarah, melainkan seorang
perempuan petani Mesir. Di situs itu didapatkan sekitar 300 alwah Dokumen Amarna, yaitu sejumlah arsip
surat-menyurat diplomatik antara Fir'aun dengan kerajaan-kerajaan Asyiria, Babylonia, Anatolia, Palestina dan
Syria. Patut dicatat, yang tak kurang menariknya pula seperti Epos Gilgamesy, ialah di antara Dokumen
Amarna itu terdapat Nyanyi Pujian Fir'aun Akhenaton yang mirip-mirip dengan Mazmur 104:24-27 dari Nabi
Daud AS. Insya Allah hal ini akan dibahas dalam kesempatan yang lain.

Dari kontak budaya tersebut para pakar yang atheist, yang agnostik dan yang deist berkesimpulan bahwa
penulis Pentateuch yang hidup lebih kemudian dari Epos Gilgamesy, mendengar epos tersebut dari cerita-
cerita rakyat lalu dituliskannya dan menjadi bagian dari Pentateuch. Demikian pula penulis Al Quran
mendengar cerita air bah itu dari para pendeta Yahudi, lalu dimasukkannya pula dalam Al Quran, demikian
menurut kesimpulan para atheist, agnostik dan deist itu.

***

Akan tetapi jika ilmu pengetahuan itu sudah di-Islamkan, artinya Ilmu Pengetahuan itu berlandaskan Tawhid,
maka dalam hal Qissah Nabi Nuh AS dan Epos Gilgamesy ini cara pendekatannya ada dua.

Pertama, metode pendekatan kombinasi non-historis dan historis dipergunakan dalam menganalisis proses
penulisan Epos Gilgamesy bertulisan paku di atas tanah liat itu. Cerita air bah diteruskan dari mulut ke mulut
mulai dari keluarga Nabi Nuh AS yang ikut berlayar bersama Nabi Nuh AS di atas perahu. Demikianlah secara
turun-temurun dari ayah ke anak, ke cucu, ke cicit dan seterusnya hingga pada zaman Kerajaan Assyria.
Orang Akkadia yang dilatarbelakangi oleh agama polytheist, penyembah dewa-dewa menuliskan cerita yang
turun-temurun itu di atas tanah liat dengan tulisan paku. Karena dilatarbelakangi dengan budaya menyembah
dewa-dewa itulah, maka Allah Yang memberitahu akan datangnya banjir berubah menjadi dewa-dewa yang
memberitahu akan datangnya banjir.

Kedua, pendekatan non-historis dipakai mengenai adanya cerita air bah itu dalam Tawrah dan Al Quran. Nabi
Musa AS mengetahui cerita air bah itu bukan dari cerita turun-temurun melainkan langsung mendapatkan
informasi dari Sumber Informasi, yaitu Allah SWT dengan perantaraan wahyu. Demikian pula Nabi Muhammad
SAW mengetahui peristiwa air bah itu bukan dari pendeta Yahudi melainkan dari Sumber Yang Satu, yaitu
Allah SWA melalui wahyu. Nahnu Naqushshu 'alayka Ahsana lQashashi bima- Awhayna- ilayka Ha-dza lQura-
na wa in Kunta min qablihi lamina lGha-filiyna (S.Yusuf,3). Kuceritakan kepadamu (hai Muhammad) qissah-
qissah yang terbaik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya sebelumnya (engkau
mendapatkan wahyu itu) engkau belum mengetahuinya (12:3).

Demikianlah dari penyajian di atas itu makin jelaslah bahwa ilmu pengetahuan itu tidak mungkin otonom, tidak
mungkin polos, tidak mungkin tidak memihak, tidak mungkin tanpa nilai. Sebab yang dimaksud selama ini
dengan otonom, tanpa nilai, adalah pemihakan kepada para atheist, agnostik dan deist yang bergabung dalam
filsafat positivisme. Artinya pernyataan yang membiuskan para pakar yang beragama Islam tentang polosnya
ilmu pengetahuan itu adalah pernyataan yang palsu.

Coba bayangkan, betapa parah akibatnya jika seorang pakar Muslim yang taat asas pada pernyataan otonomi
ilmu pengetahuan itu lalu hanya mengadakan pendekatan historis saja terhadap Epos Gilgamesy,
memasukkan agama ke dalam disiplin ilmu-ilmu kebudayaan, berarti ia mengingkari wahyu, yang berarti pula
menolak AlQuran itu sebagai kumpulan wahyu yang akhirnya berarti mengingkari kenabian RasuluLlah SAW,
maka murtadlah ia demi taat asas kepada ilmu pengetahuan yang berlandaskan filsafat positivisme itu.
Na'uwdzu bi Lla-hi min dzalik. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassr, 15 Desember 1991 [H.Muh.Nur Abdurrahman]

[BACK] [HOME]

010. Surah Al Anfaal 25 dan Hadits Safinah tentang BICS

Syahdan, tersebutlah sebuah kisah nyata yang terjadi pada sebuah proyek pembangunan sebuah pabrik yang
berlokasi di Arasoe tidak jauh dari sebelah selatan Watampone ibu kota kabuten dengan nama yang sama.
Pada waktu terjadinya kisah ini jalan raya belum mulus beraspal, melainkan masih berlubang-lubang. Dan bila
musin hujan, kerbau mempunyai fasilitas untuk berkubang di dalamnya. Sudah hal yang lumrah, oto yang
bermuatan lebih akan mengalami patah pegas. Dan itulah yang menimpa nasib kendaraan proyek yang akan
ke ibu kota. Fasalnya ialah kendaraan beroda empat itu selamanya melebihi jumlah yang tercantum dalam
(S)urat (P)erintah (J)alan, oleh karena selalu dicegat oleh ibu-ibu para isteri staf pegawai proyek. Dan tentu
saja sang sopir tidak berani melarang nyonya-nyonya itu untuk naik. Perlu dijelaskan bahwa di lokasi
proyek/pabrik telah lebih dahulu dibangun perumahan yang memadai bagi para pegawai staf proyek, sehingga
mereka dapat memboyong anak isterinya ke lokasi.

Saya sebagai dosen mata ajaran management Fakultas Teknik Unhas diperbantukan di proyek itu untuk
menanggulangi peralatan mesin-mesin yang terbengkalai, agar tidak menjadi besi tua. Fasalnya adalah proyek
itu di bangun pada zaman Orde Lama yang waktu itu banting stir ke kiri. Setelah pemberontakan komunis
Gestapu, terbengkalailah hubungan dengan negara tempat asal peralatan proyek itu. Maka peralatan mesin-
mesin itu terancam menjadi besi tua. Saya berdyukur mendapat kesempatan untuk mempratekkan
management Islami di lapangan.

Saya sarankan kepada Ir Abd Rasyid yang kepala proyek untuk mengatasi masalah kelebihan muatan, akibat
keterlibatan nyonya-nyonya yang akan pergi shopping itu di ibu kota kabupaten. Saran saya supaya diterapkan
S. Al Anfaal 25 dengan ilustrasi Hadits safinah. Sudah tentu kepala proyek tidak mengerti saran itu.

Maka saya informasikan sebagai berikut. Surah Al Anfaal 25 berbunyi demikian: Wattaquw fitnatan laa
tushiebanna-lladziena zhalamuw minkum chaashshah, artinya peliharalah dirimu dari bencana yang
ditimpakan tidak hanya khusus kepada orang-orang yang zalim di antara kamu sekalian. Adapun ilustrasinya
seperti yang disabdakan Nabi Muhammad SAW dalam Hadits mengenai safinah (kapal atau perahu) adalah
seperti berikut: Nabi mengibaratkan kita ini menumpang sebuah kapal dengan tempatnya masing-masing. Ada
di geladak, ada di ruang bawah. Apabila yang di bagian ruang bawah ingin mendapatkan air haruslah
menempuh tata-cara yang sudah digariskan. Naik dahulu ke geladak, kemudian menimba air, lalu turun lagi ke
bawah di tempatnya semula. Apabila yang bersangkutan ingin cepat mendapatkan air, yang dikiranya itu
adalah akselerasi modernisasi, ia akan menempuh terobosan baru. Dengan melubangi dinding kapal, ia serta
merta akan mendapatkan air, tanpa susah-susah mengikuti posedur yang dilazimkan. Apabila ada seorang
penumpang lain memegang tangan orang itu sebelum sempat membuat lubang, maka demikian sabda Nabi, si
pencegah ini telah bertindak menyelamatkan dirinya, menyelamatkan si pembuat terobosan baru, bahkan telah
menyelamatkan seluruh penumpang dan isi kapal dari bencana terkubur di dalam laut. Demikianlah ilustrasi
menurut Hadits safinah tersebut.

Setelah mendengarkan informasi itu, serta merta Ir Abd.Rasyid berucap, oh itukan Built In Control System.
Maka diterapkanlah prinsip BICS itu. Dibuatlah ketentuan, apabila sopir melihat interfensi nyonya-nyonya yang
akan menyebabkan muatan melebihi seperti yang tercantum di atas SPJ, sopir dengan segera mengembalikan
oto ke garage. Uang jalan sopir tetap dibayarkan walaupun tidak jadi berangkat. Jadi sopir yang tidak berani
melarang itu tidak usah melarang. Kembali ke garage berarti mendapatkan tambahan upah tanpa pergi
meninggalkan lokasi. Enak buat sopir.

Apa yang terjadi sesudah itu? Penumpang-penumpang yang sah menurut SPJ dengan serentak dan serempak
melarang penumpang-penumpang yang tidak sah ikut naik. "Maaf ibu-ibu silakan jangan naik, sebab kalau ibu-
ibu berpartisipasi naik ke oto, kami ini tidak jadi berangkat." Maka terjadilah BICS, karena semua penumpang
merasa berkepentingan melakukan aksi kontrol, berhubung menyangkut kepentingan diri mereka masing-
masing.

Maka demikianlah adanya. S. Al Anfaal 25 dengan ilustrasinya Hadits safinah terasa lebih asing bagi
kebanyakan ummat Islam ketimbang BICS. Artinya milik sendiri kurang banyak dikenal ketimbang milik yang
dipinjam dari orang lain. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 22 Desember 1991 [H.Muh.Nur Abdurrahman]

[BACK] [HOME]

Anda mungkin juga menyukai