JURUSAN FISIKA
2014
1
Kata Pengantar
Puji dan syukur patut di naikkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas
limpahan kasih-Nya saya bisa menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk membahas tentang tindak kekerasan yang terjadi dalam
lingkup keluarga atau yang disebut kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Pemahaman
tentang apa yang mendasari terjadinya KDRT, dampak, serta penangan bagi korban
kiranya dapat di peroleh dalam makalah ini.
Demikian makalah ini dibuat, kiranya dapat bermanfaat bagi kita semua.
2
Daftar Isi
Halaman judul
Kata pengantar........................................................................................................... i
Daftar isi.................................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan.....................................................................................................1
A. Latar belakang..........................................................................................1
B. Rumusan masalah.....................................................................................2
C. Tujuan.......................................................................................................2
Bab II Pembahasan.....................................................................................................2
A. Keluarga Sebagai Ruang Lingkup KDRT............................................................2
B. Pengertian KDRT.................................................................................................3
C. Bentuk KDRT……………………………………………..................................5
D. Faktor Terjadinya KDRT......................................................................................6
E. Dampak KDRT.....................................................................................................8
F. Dasar Hukum Dan Sanksi KDRT..........................................................................9
G. Hak Korban KDRT Serta Peran Berbagai Pihak..................................................13
H. Penanganan Dan Pemulihan korban KDRT.........................................................15
ii
3
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap keluarga memimpikan dapat membangun keluarga harmoni, bahagia dan saling
mencintai, namun pada kenyataannya banyak keluarga yang merasa tidak nyaman, tertekan dan
sedih karena terjadi kekerasan dalam keluarga, baik kekerasan yang bersifat fisik, psikologis,
seksual, emosional, maupun penelantaran. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama,
terlebih-lebih di era terbuka dan informasi yang kadangkala budaya kekerasan yang muncul
lewat informasi tidak bisa terfilter pengaruh negatifnya terhadap kenyamanan hidup dalam
rumah tangga.Adanya kekerasan dalam lingkup keluarga, dpat memberikan dampak yang cukup
besar bagi keangsungan hidup korban.
Adapun Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, beserta perubahannya. Pasal 28G
ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 menentukan bahwa “Setiap orang berhak
atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Pasal 28H ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 menentukan bahwa “Setiap orang berhak mendapat
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan”. Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa tindak
kekerasan secara fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga pada kenyataannya terjadi
sehingga dibutuhkan perangkat hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan dalam rumah
tangga.
Meskipun sudah ada UU yang mengatur tindak kekerasan dalam rumah tangga, namun
nyatanya masih banyak kasus yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan lagi
wawasan yang luas tentang tindak kekerasan tersebut untuk mencegah dan meminimalisir kasus
di kemudian hari.
4
B. Rumusan Masalah
- Apa yang menjadi ruang lingkup KDRT ?
- Apa yang di maksud dengan KDRT?
- Bagaimana KDRT di pandang dari sudut Agama Kristen?
- Bagaimana bentuk KDRT ?
- Apa saja faktor penyebab KDRT ?
- Apa dampak dari KDRT bagi para korban ?
- Bagaimana pencegahan dan penanganan KDRT ?
- Apa peran gereja dalam mencegah KDRT ?
C. Tujuan
Mengetahui dan memahami lebih dalam tentang KDRT
Memahami pandangan Agama Kristen tentang KDRT
Mengetahui bentuk, factor, dan dampak KDRT
Mengetahui peran semua pihak dalam mencegah KDRT
5
BAB II
PEMB AHASAN
Keluarga atau rumah tangga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan
berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap
anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga
sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga disamping beberapa anggota keluarga lainnya.
Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang
memiliki hubungan yang sangat baik.
Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tenteram, dan damai merupakan
dambaan setiap orang dalam rumah tangga. Negara Republik Indonesia adalah negara yang
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dijamin oleh Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara RI
Tahun 1945. Dengan demikian, setiap orang dalam lingkup rumah tangga dalam melaksanakan
hak dan kewajibannya harus didasari oleh agama. Hal ini perlu terus ditumbuhkembangkan
dalam rangka membangun keutuhan rumah tangga. Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan
tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar
kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut.
Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri
tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga
timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah
6
tangga tersebut. Untuk mencegah, melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam
rumah tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan
penindakan pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI
Tahun 1945. Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam
rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat
kemanusiaan serta bentuk diskriminasi.
B. PENGERTIAN KDRT
1. Secara Umum
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat diartikan sebagai tindakan kekerasan
yang dilakukan oleh seorang pengasuh, orangtua, atau pasangan. KDRT merupakan masalah
rumah tangga sehingga merupakan aib apabila permasalahan rumah tangganya diketahui oleh
lingkungan sekitar. Kadangkala lingkungan kurang tanggap terhadap kejadian KDRT di
sekitarnya dengan alasan KDRT merupakan masalah domestik sehingga apabila ada kejadian
KDRT orang lain tidak perlu campur tangan. Padahal dampak KDRT sangat besar baik bagi si
korban maupun keluarganya.
2. Berdasarkan Undang-Undang
7
anak tiri); (b) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana
dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan
perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau (c)
Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Pekerja
Rumah Tangga).
3. Menurut Firman Tuhan
Kekerasan bukanlah gaya hidup dan cara menyelesaikan masalah dalam keluarga yang
berdasakan Firman Tuhan. Setiap bentuk dan ekspresi yang sekalipun bertujuan baik, bila
dilakukan dengan jalan kekerasan adalah melawan kehendak Tuhan. “Tuhan menguji orang
benar dan orang fasik, dan la membenci orang yang mencintai kekerasan” (Mazmur 11:5).
Rumah tangga merupakan tempat pembelajaran dalam membangun relasi hubungan
interpersonal. Paulus menyampaikan dua dasar kehidupan orang Kristen, yaitu mereka menjadi
manusia baru (Efesus 4:17-32), dan mereka hidup sebagai anak-anak terang (Efesus 5:1-21).
Semakin baik kualitas relasi di antara suami dengan istri, semakin menunjukkan kualitas
hubungan dalam rumah tangga tersebut. Hubungan relasi di antara suami dan istri inilah yang
dikatakan Paulus kepada jemaat Efesus; “Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada
Tuhan, karena suami ada¬lah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat” (Efesus
5:22-23).
Paulus menegaskan bahwa kehidupan se¬bagai manusia baru adalah kehidupan di dalam terang
Kristus (Efesus 5:8). Hidup sebagai anak terang dikuasai oleh Roh dan pikiran Kristus
menjadikan seseorang mampu menaklukan diri di bawah kehendak Kristus. Paulus menjelaskan
bentuk hubungan perkawinan menggunakan pola hierarki. Hal ini karena latar belakang budaya
Yahudi, di mana budaya patriarki masih sangat mempengaruhi pemikirannya “Rendahkanlah
dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus” (Efesus 5:21).
Paulus menekankan soal ketaatan yang mengandung unsur rasa hormat bagi posisi yang dituakan
dalam Efesus 6:1-9. Sebuah ketaatan dan rasa hormat yang bersumber dari ketulusan. Setiap
anggota keluarga perlu mengembangkan sikap ketaatan dan kasih yang menjadi cara berelasi
antara suami dan istri. Menurut Paulus hal ini tidak mungkin terjadi sikap arogan: semena-mena,
melecehkan, meremehkan, dan tidak menjadi teladan dalam hubungan rumah tangga.
8
C. BENTUK KDRT
Lau dan Kosberg, (1984) melalui studinya menegaskan bahwa ada empat tipe kekerasan, di
antaranya
Pertama, kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka
berat (Pasal 6). Adapun kekerasan fisik dapat diwujudkan dengan perilaku di antaranya:
menampar, menggigit, memutar tangan, menikam, mencekek, membakar, menendang,
mengancam dengan suatu benda atau senjata, dan membunuh. Perilaku ini sungguh membuat
korban kdrt menjadi trauma dalam hidupnya, sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman.
Kedua, kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan
psikis berat pada seseorang (pasal 7). Adapun tindakan kekerasan psikis dapat ditunjukkan
dengan perilaku yang mengintimidasi dan menyiksa, memberikan ancaman kekerasan,
mengurung di rumah, penjagaan yang berlebihan, ancaman untuk melepaskan penjagaan
anaknya, pemisahan, mencaci maki, dan penghinaan secara terus menerus.
Ketiga, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual,
pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan
hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan
seksual meliputi (pasal 8): (a) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; (b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah
seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau
tujuan tertentu.
Keempat, penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan
atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang
tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan
ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di
dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (pasal 9).
9
Penelantaran rumah tangga dapat dikatakan dengan kekerasan ekonomik yang dapat
diindikasikan dengan perilaku di antaranya seperti : penolakan untuk memperoleh keuangan,
penolakan untuk memberikan bantuan yang bersifat finansial, penolakan terhadap pemberian
makan dan kebutuhan dasar, dan mengontrol pemerolehan layanan kesehatan, pekerjaan, dan
sebagainya.
Zastrow & Browker (1984) menyatakan bahwa ada tiga teori utama yang mampu
menjelaskan terjadinya kekerasan, yaitu teori biologis, teori frustasi- agresi, dan teori kontrol.
Pertama, teori biologis menjelaskan bahwa manusia, seperti juga hewan, memiliki suatu instink
agressif yang sudah dibawa sejak lahir.
Kedua, teori frustasi-agresi menyatakan bahwa kekerasan sebagai suatu cara untuk mengurangi
ketegangan yang dihasilkan situasi frustasi. Teori ini berasal dari suatu pendapat yang masuk
akal bahwa sesorang yang frustasi sering menjadi terlibat dalam tindakan agresif. Orang frustasi
sering menyerang sumber frustasinya atau memindahkan frustasinya ke orang lain. Diakui bahwa
sebagian besar tindakan agresif dan kekerasan nampak tidka berkaitan dengan frustasi. Misalnya,
10
seorang pembunuh yang pofesional tidak harus menjadi frustasi untuk melakukan penyerangan.
Teori ini menjelaskan bahwa orang-orang yang hubungannya dengan orang lain tidak
memuaskan dan tidak tepat adalah mudah untuk terpaksa berbuat kekerasan ketika usaha-
usahnya untuk berhubungan dengan orang lain menghadapi situasi frusstasi. Teori ini berpegang
bahwa orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan orang lain yang sangat berarti
cenderung lebih mampu dengan baik mengontrol dan mengendalikan perilakunya yang impulsif.
Travis Hirschi memberikan dukungan kepada teori ini melalu temuannya bahwa remaja putera
yang memiliki sejarah prilaku agresif secara fisik cenderung tidak memiliki hubungan yang
dekat dengan orang lain.
2. Secara Umum
Dalam lingkup keluarga, KDRT umumnya terjadi karena :
- Kurang komunikasi, Ketidakharmonisan.
- Alasan Ekonomi.
- Ketidakmampuan mengendalikan emosi.
- Ketidakmampuan mencari solusi masalah rumah tangga apapun.
- Kondisi mabuk karena minuman keras dan narkoba.
- Latar budaya patriarki dan ideologi gender yang berpengaruh.
E. DAMPAK KDRT
Mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,
rasa tidak berdaya, trauma berkepanjangan.
Adapun dampak KDRT secara rinci akan dibahas berdasarkan tahapan perkembangannya
sebagai berikut:
11
Bayi yang menjadi korban KDRT akan mengalami ketidaknormalan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya yang sering kali diwujudkan dalam problem emosinya, bahkan sangat terkait
dengan persoalan kelancaran dalam berkomunikasi.
Dampak KDRT terhadap anak usia muda (anak kecil) sering digambarkan dengan problem
perilaku, seperti seringnya sakit, memiliki rasa malu yang serius, memiliki self-esteem yang
rendah, dan memiliki masalah selama dalam pengasuhan, terutama masalah sosial, misalnya :
memukul, menggigit, dan suka mendebat.
kelompok anak-anak yang secara historis mengalami kekerasan dalam rumah tangganya
cenderung mengalami problem perilaku pada tinggi batas ambang sampai tingkat berat,
memiliki kecakapan adaptif di bawah rata-rata, memiliki kemampuan membaca di bawah usia
kronologisnya, dan memiliki kecemasan pada tingkat menengah sampai dengan tingkattinggi.
5.DampakTerhadapRemaja
kekerasan yang ada dalam rumah tangga, tidak sepenuhnya kekerasan itu berdampak kepada
semua anak remaja, tergantung ketahanan mental dan kekuatan pribadi anak remaja tersebut.
Dari banyak penelitian menunjukkan bahwa konflik antar kedua orangtua yang disaksikan oleh
anak-anaknya yang sudah remaja cenderung berdampak yang sangat berarti, terutama anak
remaja pria cenderung lebih agresif, sebaliknya anak remaja wanita cenderung lebih dipresif.
12
F. DASAR HUKUM DAN SANKSI KDRT
1. Nasional
- Keputusan Presiden RI No. 65 tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan
- Instruksi Pres iden R I N o . 9 tahun 2000 tentang Pengarus utama Gender dalam
Pembangunan Nasional
13
- Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan N o . 1 tahun 2007 tentang Forum
Koordinasi Penyel enggaraan Kerjasama Pencegahan dan Penanganan KDRT
2. Internasional
c. Rekomendasi Umum No. 19 Sidang II tahun 1992 tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskrimina i terhadap Perempuan
d. Konferensi Dunia tentang Hak Asasi Manusia tahun 1993, yang dirapatkan oleh Sidang
Umum PBB dengan Resolusi No. 45/155, Desember 1990
e. Resolusi Mejelis Umum PBBNP 48/104 Th. 1993 yang mengutuk setiap bentuk kekerasan
terhadap perempuan baik dalam keluarga maupun masyarakat atau oleh Negara.
14
Sanksi Pidana Bagi Pelaku KDRT
Sanksi pidana dalam pelanggaran UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT diatur dalam
Bab VIII mulai dari pasal 44 s/d pasal 53. Khusus untuk kekerasan KDRT di bidang seksual,
berlaku pidana minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara atau 20 tahun penjara
atau denda antara 12 juta s/d 300 juta rupiah atau antara 25 juta sampai dengan 500 juta rupiah.
(vide pasal 47 dan 48 UU PKDRT).
Selain pidana pokok yang diatur dalam KUHP, UU PKDRT dalam Pasal 50 juga
mengatur pidana tambahan berupa: pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk
menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak
tertentu dari pelaku; penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan
lembaga tertentu.
Pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga–“UU KDRT”).
UU KDRT juga telah memberikan larangan bagi setiap orang untuk melakukan
kekerasan baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual maupun penelantaran rumah
tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya (lihat Pasal 5 UU KDRT). Kekerasan
fisik yang dimaksud pasal tersebut adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit,
atau luka berat (lihat Pasal 6 UU KDRT) sehingga termasukpula perbuatan menampar,
menendang dan menyulut dengan rokok adalah dilarang.
Pasal 26 ayat (1) UU KDRT menentukan bahwa yang dapat melaporkan secara
langsung adanya KDRT kepada polisi adalah korban. Sebaliknya, keluarga atau pihak lain tidak
dapat melaporkan secara langsung adanya dugaan KDRT kecuali telah mendapat kuasa dari
korban (lihat Pasal 26 ayat [2] UU KDRT).
Meski demikian, pihak keluarga masih dapat melakukan tindakan lain untuk mencegah
berlanjutnya kekerasan terhadap korban. Kewajiban masyarakat untuk turut serta dalam
pencegahan KDRT ini diatur dalamPasal 15 UU KDRT yang berbunyi sebagai berikut:
15
“Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk:
Dengan demikian, berdasarkan ketentuan di atas, yang dapat Anda lakukan sebagai kakak
adalah sebagaimana disebutkan dalam poin a s.d. poin d di atas. UU KDRT menyebutkan bahwa
permohonan (poin d) dapat disampaikan dalam bentuk lisan atau tulisan. Ditegaskan pula dalam
hal permohonan perintah perlindungan diajukan oleh keluarga, teman korban, kepolisian,
relawan pendamping, atau pembimbing rohani, maka korban harus memberikan persetujuannya.
Namun, dalam keadaan tertentu, permohonan dapat diajukan tanpa persetujuan korban
(lihat Pasal 30 ayat [1], ayat [3], dan ayat [4] UU KDRT). Yang dimaksud dengan ”keadaan
tertentu” dalam ketentuan tersebut, misalnya: pingsan, koma, dan sangat terancam jiwanya.
Selain itu, korban KDRT dilindungi haknya oleh UU KDRT yaitu untuk mendapatkan (Pasal
10 UU KDRT):
a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial,
atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari
pengadilan;
d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
16
e. pelayanan bimbingan rohani.
Ancaman pidana terhadap kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga ini adalah pidana
penjara pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15
juta (lihat Pasal 44 ayat [1] UU KDRT). Dan khusus bagi KDRT yang dilakukan oleh suami
terhadap istri yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, ancaman pidananya adalah pidana
penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp5 juta (lihat Pasal 44 ayat [4]
UU KDRT).
Untuk menjaga hak-hak korban KDRT dan untuk segala bentuk pencegahan serta
penanggulangan KDRT, maka di perlukan campur tangan dari berbagai pihak
17
Kewajiban Pemerintah
18
Peran Gereja
Menyatakan dengan jelas kepada jemaat maupun publik bahwa kekerasan bertentangan
dengan kasih yang diajarkan oleh agama.
Membentuk tim advokasi gereja guna menangani masalah KDRT.
Membentuk komunitas anti kekerasan di lingkungan gereja.
Sosialisasi melalui penelaah Alkitab guna memahami tentang kasih Allah.
Pada hakekatnya secara psikologis dan pedagogis ada dua pendekatan yang dapat dilakukan
untuk menangani KDRT, yaitu pendekatan kuratif dan preventif.
1. Pendekatan kuratif
a. Menyelenggarakan pendidikan orangtua untuk dapat menerapkan cara mendidik dan
memperlakukan anak-anaknya secara humanis.
c. Mendidik anggota keluarga untuk menjaga diri dari perbuatan yang mengundang
terjadinya KDRT.
d. Membangun kesadaran kepada semua anggota keluarga untuk takut kepada akibat
yang ditimbulkan dari KDRT.
e. Membekali calon suami istri atau orangtua baru untuk menjamin kehidupan yang
harmoni, damai, dan saling pengertian, sehingga dapat terhindar dari perilaku KDRT.
f. Melakukan filter terhadap media massa, baik cetak maupun elektronik, yang
19
menampilkan informasi kekerasan.
g. Mendidik, mengasuh, dan memperlakukan anak sesuai dengan jenis kelamin, kondisi,
dan potensinya.
h. Menunjukkan rasa empati dan rasa peduli terhadap siapapun yang terkena KDRT,
tanpa sedikitpun melemparkan kesalahan terhadap korban KDRT.
2. Pendekatan Preventif
a. Memberikan sanksi secara edukatif kepada pelaku KDRT sesuai dengan jenis dan
tingkat berat atau ringannya pelanggaran yang dilakukan, sehingga tidak hanya berarti
bagi pelaku KDRT saja, tetapi juga bagi korban dan anggota masyarakat lainnya.
b. Memberikan incentive bagi setiap orang yang berjasa dalam mengurangi, mengeliminir,
dan menghilangkan salah satu bentuk KDRT secara berarti, sehingga terjadi proses
kehidupan yang tenang dan membahagiakan.
c. Menentukan pilihan model penanganan KDRT sesuai dengan kondisi korban KDRT dan
nilai-nilai yang ditetapkan dalam keluarga, sehingga penyelesaiannya memiliki
efektivitas yang tinggi.
d. Membawa korban KDRT ke dokter atau konselor untuk segera mendapatkan penanganan
sejak dini, sehingga tidak terjadi luka dan trauma psikis sampai serius.
e. Menyelesaikan kasus-kasus KDRT yang dilandasi dengan kasih sayang dan keselamatan
korban untuk masa depannya, sehingga tidak menimbulkan rasa dendam bagi pelakunya.
f. Mendorong pelaku KDRT untuk sesegera mungkin melakukan pertaubatan diri kepada
Allah swt, akan kekeliruan dan kesalahan dalam berbuat kekerasan dalam rumah tangga,
sehingga dapat menjamin rasa aman bagi semua anggota keluarga.
g. Pemerintah perlu terus bertindak cepat dan tegas terhadap setiap praktek KDRT dengan
mengacu pada UU tentang PKDRT, sehingga tidak berdampak jelek bagi kehidupan
masyarakat. Pilihan tindakan preventif dan kuratif yang tepat sangat tergantung pada
kondisi riil KDRT, kemampuan dan kesanggupan anggota keluarga untuk keluar dari
praketk KDRT, kepedulian masyarakat sekitarnya, serta ketegasan pemerintah menindak
20
praktek KDRT yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Pemulihan Korban
Tenaga Kesehatan; Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar
profesi, dan dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib
memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban.
Pekerja Sosial;
Relawan Pendamping; dan/atau
Pembimbing Rohani. Pekerja Sosial, Relawan Pendamping, dan/ atau Pembimbing
Rohani wajib memberikan pelayanan kepada korban dalam bentuk pemberian konseling
untuk menguatkan dan/atau memberikan rasa aman bagi korban.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap keluarga pada awalnya selalu mendambakan kehidupan rumah tangga yang aman,
nyaman, dan membahagiakan. Secara fitrah perbedaan individual dan lingkungan sosial budaya
berpotensi untuk menimbulkan konflik. Bila konflik sekecil apapun tidak segera dapat diatasi,
sangatlah mungkin berkembang menjadi KDRT. Kejadian KDRT dapat terwujud dalam bentuk
yang ringan sampai berat, bahkan dapat menimbulkan korban kematian, sesuatu yang seharusnya
dihindari. Untuk dapat menyikapi KDRT secara efektif, perlu sekali setiap anggota keluarga
memiliki kemampuan dan keterampilan mengatasi KDRT, sehingga tidak menimbulkan
pengorbanan yang fatal. Tentu saja hal ini hanya bisa dilakukan bagi anggota keluarga yang
sudah memiliki usia kematangan tertentu dan memiliki keberanian untuk bersikap dan bertindak.
Sebaliknya jika anggota keluarga tidak memiliki daya dan kemampuan untuk menghadapi
KDRT, secara proaktif masyarakat, para ahli, dan pemerintah perlu mengambil inisiatif untuk
ikut serta dalam penanganan korban KDRT, sehingga dapat segera menyelamatkan dan
menghindarkan anggota keluarga dari kejadian yang tidak diinginkan. Dan Agama Kristen
sebagai pedoman umat percaya memiliki peran untuk mencegah terjadinya KDRT melalui
pengajaran tentang kasih
B. Saran
Dari simpulan yang disebutkan di atas, penulis dapat memberikan beberapa saran antara
lain:
1. Dalam sebuah rumah tangga kedua belah pihak harus sama-sama menjaga agar tidak terjadi
konflik yang bisa menimbulkan kekerasan.
2. Sebelum kita melihat kesalahan orang lain, marilah kita berkaca pada diri kita sendiri.
3. Maka antara suami dan istri harus memiliki keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik, adanya
komunikasi yang baik antara suami dan istri, serta memiliki rasa saling percaya, pengertian, dan
saling menghargai.
4. pemerintah dan masyarakat lebih berupaya menyadarkan dan membuka mata serta hati untuk
tidak berdiam diri bila ada kasus KDRT lebih ditingkatkan pengawasannya.
22
DAFTAR PUSTAKA
23