Proposal PKL Susu SGM
Proposal PKL Susu SGM
PENDAHULUAN
Susu merupakan cairan berwarna putih, yang diperoleh dari pemerahan sapi atau
hewan yang menyusui lainnya, yang dapat dimakan atau digunakan sebagai bahan pangan
yang sehat, serta tidak dikurangi komponen–komponennya atau ditambah bahan–bahan lain
(Hadiwiyoto, 1994).
Badan Standarisasi Nasional (BSN) (1998), menyatakan bahwa susu murni adalah
caiaran yang berasal dari sapi sehat dan bersih, dan diperoleh dengan cara yang benar, yang
kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat
perlakuan apapun. Susu segar adalah susu murni yang tidak mendapat perlakuan apapun
kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya.
Komposisi susu dari berbagai hewan menyusui sangat bervariasi tetapi pada dasarnya
mengandung komponen–komponen yang sama, yaitu: air, lemak susu, protein susu, laktosa,
mineral, asam sitrat, vitamin, enzim dan lain–lain. kisaran komposisi susu sapi yaitu : air 84–
89,5%, lemak 2,6–6%, protein 2,8–4%, laktosa 4,5–5,2%, dan abu 0,6–0,8% (Idris, 1992).
Susu mengandung bermacam–macam unsur dan sebagian besar terdiri dari zat
makanan yang juga diperlukan bagi pertumbuhan bakteri. Oleh karenanya pertumbuhan
bakteri dalam susu sangat cepat pada suhu tertentu. Susu dalam ambing ternak yang sehatpun
tidak bebas dari hama dan mungkin mengandung sampai 500 organisme/mL. Jika ambing itu
sakit jumlah organisme dapat meningkat menjadi lebih besar dari 20.000 sel/mL (Buckle et
al,1987).
Beberapa kelompok bakteri yang sering terdapat pada susu segar diantaranya :
a. Bakteri Asam Laktat (BAL).
b. Bakteri Koliform.
e. Bakteri pembusuk.
Beberapa kapang yang sering terdapat pada susu diantaranya adalah Penicillium sp
yang sering disebut jamur susu dan Oospora lactis yang dapat menyebabkan ketengikan pada
mentega (Widowati, 2006).
Susu bubuk adalah susu segar yang diuapkan semua kandungan airnya. Meski
demikian susu bubuk masih mengandung air dalam jumlah sangat sedikit, kurang dari 5%.
Berbagai macam susu bubuk dibuat, antara lain susu bubuk penuh (whole milk), susu bubuk
skim, dan susu bubuk krim (Hadiwiyoto, 1994).
Grading, dimaksudkan agar diperoleh susu yang bermutu baik untuk diproses
lebih lanjut. Yang melaksanakan grading harus orang yang berpengalaman.
Untuk ini hanya dilakukan pengujian organoleptik terutama warna dan bau
guna memastikan apakah susu bisa diterima atau tidak.
Penuangan dan penimbangan, dimaksudkan untuk mengetahui jumlah susu
yang disetorkan ke pabrik pengolahan susu tersebut.
Pengambilan contoh dan pengujian susu, dapat dilakukan bersamaan dengan
waktu penuangan dan penimbangan.
Pencucian bis susu (can), dimaksudkan untuk menjamin sanitasinya. Milk can
harus dibersihkan dari sisa dengan menyiram dengan air bersih diikuti dengan
pembersihan memakai detergen, lalu dihapus hamakan dengan desinfektan
kemudian dikeringkan.
2. Pendinginan dan Penyimpanan
Idris (1992), menyatakan bahwa meskipun susu sudah dilakukan pendinginan perlu
dicek lagi suhunya. Pendinginan perlu dilakukan, terutama suhu susu dalam bis susu,
mengingat bahwa susu yang diterima di pabrik pada waktu itu belum tentu dapat segera
diproses, sebab :
Menunggu jumlah susu sesuai kapasitas alat, agar bekerjanya alat cukup
efisien.
Kemungkinan tidak langsung diproses pada saat itu juga.
Sandrou and Arvanitoyannis (2000), menyatakan bahwa susu segar harus mempunyai
kualitas mikrobiologis yang baik dan disimpan pada suhu rendah untuk jangka waktu
tertentu.
3. Penyaringan
4. Klarifikasi
5. Pasteurisasi
Idris (1992), menyatakan bahwa tujuan pasteurisasi adalah untuk membunuh
mikroorganisme patogen serta sebagian besar mikroorganisme pembusuk.
Dalam pasteurisasi cara batch, sejumlah besar susu dipanaskan seluruhnya sampai
suhu tertentu selama suatu jangka waktu tertentu. Waktu dan suhu biasa dipergunakan adalah
30 menit pada suhu 65oC. Suhu diatas 66oC menyebabkan timbulnya flavour susu masak dan
kemungkinan rusaknya lapisan tipis disekitar butiran lemak sehingga mengurangi
kecenderungan susu tersebut untuk membentuk lapisan krim. Dalam metode HTST, susu
ditahan selama 15–16 detik pada suhu 71,7 0C dan 75 0C dengan menggunakan alat pemanas
berbentuk lempengan (plate type heatexchanger), suatu sistem di mana pengawasan suhu
harus dijaga sebaik mungkin. Akhir – akhir ini suatu proses pasteurisasi baru , yang disebut
proses Ultra High Temperature (UHT) telah dikembangkan. Susu dipanaskan sampai 125 0C
selama 15 detik atau 131 0C selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan di bawah tekanan tinggi
untuk menghasilkan perputaran (turbulence) dan mencegah terjadinya pembakaran susu pada
lempeng–lempeng alat pemanas (Buckle et al, 1987).
Proses pasteurisasi dan steriliasi dimaksudkan untuk membunuh patogen dan berbagai
mikrobia perusak lainnya yang mungkin ada pada susu segar. Proses ini sangat berguna
dalam menekan resiko bahaya mikrobiologi (microbial hazards). Pada industri susu bubuk,
proses pasteurisasi dan sterilisasi dilakukan dengan kontinyu menggunakan sistem direct
steam injection yaitu proses injeksi uap panas selama beberapa detik pada susu yang mengalir
(Widodo, 2003).
6. Condensing (Evaporasi)
Penguapan bertujuan membuat susu segar lebih kental, yaitu dengan menguapkan
sebagian air yang terkandung dalam susu, untuk mendapatkan total padatan kurang lebih 45-
50%. Alat yang digunakan untuk proses ini adalah evaporator (Buckle et al, 1987). Sandrou
and Arvanitoyannis (2000), menyatakan bahwa kondensasi yang sering digunakan adalah
dengan evaporasi, meskipun kebalikan dari osmosis/ultrafiltarasi atau pengembunan beku
yang mungkin diterapkan.
Menurut Widodo (2003), evaporasi merupakan tahapan kunci pada proses produksi
susu bubuk mengingat tahapan ini berfungi dalam menguapkan air susu. Proses evaporasi
dilakukan secara bertingkat mulai dari suhu sekitar 54-75 oC pada kondisi vakum. Kondisi
vakum sangat memungkinkan penguapan air pada suhu di bawah 100 oC. Semakin vakum,
semakin tinggi pula kemampuan penguapan air. Penguapan bertujuan membuat susu segar
lebih kental, yaitu dengan menguapkan sebagian air yang terkandung dalam susu, untuk
mendapatkan total padatan kurang lebih 45-50%. Alat yang digunakan untuk proses ini
adalah evaporator.
7. Homogenisasi
Lemak dalam susu dipisahkan globula lemaknya dimana tidak larut dalam air, yang
nantinya akan naik ke atas yang disebut lapisan krim. Sifat inilah yang digunakan dalam
memisahkan krim dari susu di dunia industri (Hall, 1999). Homogenisasi ditujukan untuk
membuat globula-globula lemak yang semula diameternya bervariasi menjadi seragam dan
tersebar merata pada setiap bagian susu (Idris, 1992).
Sandrou and Arvanitoyannis (2000), menyatakan bahwa udara yang digunakan pada
ruang pengering seharusnya dipenuhi syarat–syarat yaitu :
Idris (1992), proses pembuatan susu bubuk prinsip dasarnya mula–mula adalah sama
dengan pembuatan susu kental atau susu uapan, tetapi kemudian diteruskan dengan
pengeringan sampai kadar air dalam produk akhir tinggal 2–5% saja. Secara garis besar
adalah sabagai berikut :
Susu segar
Skimming
Standardizing
Clarifying
Pasteurizing
Condensing
Homogenizing
Packaging
Alasan alasan diperlukannya pengemasan untuk susu menurut Idris (1992) adalah
sebagai berikut :
Nurminah (2002), menyatakan bahwa berbagai jenis bahan kemasan lemas seperti
misalnya polietilen, polipropilen, nilon polyester, dan film vinil dapat digunakan secara
tunggal unutk membungkus makanan atau dalam bentuk lapisan dengan bahan lain yang
direkatkan bersama. Kombinasi ini disebut laminasi. Sifat-sifat yang dihasilkan oleh laminasi
dari dua atau lebih film dapat memiliki sifat yang unik. Contohnya kemasan yang terdiri dari
lapisan kertas/polietilen/aluminium foil/polipropilen baik sekali untuk kemasan makanan
kering. Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding
bahan pengemas yang lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplastis dan
selektif terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi
ruang kemas selama penyimpanan. Plastik juga merupakan jenis kemasan yang dapat
menarik selera konsumen.
Dalam pembuatan susu formula ditambahkan beberapa zat nutrisi yang dibutuhkan
oleh tubuh diantaranya:
Prebiotik
Widowati (2006) menyatakan bahwa prebiotik adalah suplemen makanan yang
berfungsi sebagai substrat mikroflora usus. Bahan yang sering dipakai sebagai prebiotik
antara lain inulin, FOS (fructooligosacarida), GOS (galactooligosacarida), laktulosa,
laktitol, dan lain-lain.
Untuk membantu menunjang perkembangan bakteri baik di dalam usus, kita juga
perlu mengkonsumsi makanan yang mengandung senyawa prebiotik. Senyawa prebiotik
adalah nutrisi yang cocok bagi bakteri probiotik tetapi tidak disukai oleh bakteri patogen
(Anonymous, 2006a). Bentuk makanan sepertinya baru akan dikembangkan oleh industri
makanan, terutama industri susu dan makanan bayi yang mencampurkan prebiotik ke
dalamnya. Dosis pemberian prebiotik untuk bayi dan anak disesuaikan berat badannya.
Umumnya untuk dewasa 10 gram per hari, berarti untuk bayi jauh lebih kecil sekitar 167
mg per hari (Anonymous, 2006b).
Madu
Madu adalah cairan lengket dan manis yang dihasilkan oleh lebah dan serangga
lainnya dari nektar bunga (Anonymous, 2006f). Setiap 1.000 gr madu bernilai 3.280
kalori. Nilai kalori 1 Kg madu setara dengan 50 butir telur atau 5,575 L susu atau 1,680
Kg daging (Anonymous, 2006g). Chick; Shin; and Ustonal (2001), menyatakan bahwa
madu adalah sirup alami yang mengandung fruktosa 38,5% dan glukosa 31,3%.
Kandungan gula yang lain dalam madu yaitu maltosa 7,2%, sukrosa 1,5%dan berbagai
oligosakarida 4,2%.
Kandungan madu asli antara lain: air 16-25%; gula (Devolose dan Dextrose) 75-83 %;
Sucrose 5%; Dextrin, Maltosa dan Gam 1-12%; abu 0,25%; lain-lain 28,75%
(Anonymous, 2006h). Selain itu dalam madu terdapat banyak sekali kandungan vitamin,
asam, mineral dan enzim yang berguna bagi tubuh sebagai pengobatan secara tradisional,
antibodi dan penghambat pertumbuhan sel kanker/tumor (Intanwidya, 2005).
2.5 Sanitasi
Thaheer (2005), menjelaskan bahwa sanitasi merupakan hal penting yang harus dimiliki
industri pangan dalam menerapkan Good Manufacturing Practices. Sanitasi dilakukan
sebagai usaha mencegah penyakit atau kecelakaan dari konsumsi pangan yang diproduksi
dengan cara menghilangkan atau mengendalikan faktor-faktor di dalam pengolahan pangan
yang berperan dalam pemindahan bahaya (hazard) sejak penerimaan bahan baku,
pengolahan, pengemasan dan penggudangan produk sampai produk akhir didistribusikan.
Dalam proses sanitasi diperlukan suatu prosedur standar yang dapat mencakup seluruh
area dalam produksi produk pangan. Prosedur standar yang digunakan adalah Sanitation
Standard Operating Procedures (SSOP). Menurut Food and Drug Administration USA maka
SSOP umumnya meliputi delapan aspek, yaitu (Thaheer, 2005):
1. keamanan air
2. kondisi/kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan
3. pencegahan kontminasi silang
4. kebersihan pekerja
5. pencegahan atau perlindungan dari adulterasi
6. pelabelan dan penyimpanan yang tepat
7. pengendalian kesehatan karyawan
8. pemberantasan hama
2.6 Standar Mutu Susu
2 3
2 3
Cemaran mikroba
- Total kuman Maksimum 1.000.000
CFU/ml
- Salmonella
Negatif
- Escherichia coli (patogen)
Negatif
- Coliform
20 CFU/ml
- Streptococcus group B
Negatif
- Staphylococcus aureus
100 CFU/ml
KEADAAN
2.
SUSU
Jumlah sel radang Maksimum 40.000 / ml
Persyaratan
No. Jenis uji Satuan Susu bubuk Susu bubuk Susu bubuk
berlemak rendah lemak tanpa lemak
1 Keadaan
a. Bau - normal normal normal
b. Rasa - normal normal normal
2 Air b/b, % maks. 4,0 maks. 4,0 maks. 4,0
3 Abu b/b, % maks. 6,0 maks. 9,0 maks. 9,0
4 Lemak % min. 26,0 1,5-< 26,0 maks. 1,5
5 Protein % min. 25,0 min. 26,0 min. 34,0
6 Pati % tidak ternyata tidak ternyata tidak ternyata
7 Cemaran logam %
a. Tembaga Cu) mg/kg maks. 20,0 maks. 20,0 maks. 20,0
b. Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,3 maks. 0,3 maks. 0,3
c. Seng (Zn) mg/kg maks. 40,0 maks. 40,0 maks. 40,0
d. Timah (Sn) mg/kg maks. maks. maks.
e. Raksa (Hg) mg/kg 40,0/250,0*) 40,0/250,0*) 40,0/250,0*)
f. Arsen (As) mg/kg maks. 0,03 maks. 0,03 maks. 0,03
8 Cemaran mikroba koloni/g maks. 0,1 maks. 0,1 maks. 0,1
a. Angka lempeng maks. 5 x 105 maks. 5 x 105 maks. 5 x 105
Total
b. Bakteri Coliform APM maks. 20 maks. 20 maks. 20
c. E. Coli koloni/g negatif negatif negatif
d. Salmonella koloni/100g negatif negatif negatif
e. S. Aureus koloni/g 1 x 102 1 x 102 1 x 102
METODOLOGI
Praktek kerja lapang ini dilaksanakan di PT Sari Husada Indonesia, Jalan Yogya-Solo
Km 19, Desa Kemudo, Prambanan, Klaten Yogyakarta. Waktu pelaksanaan Praktek Kerja
Lapang ini yaitu mulai tanggal 21 Januari 2012 sampai 21 Februari 2012.
Indonesia dengan sistem magang kerja dengan mengikuti aktivitas sesuai dengan kondisi
lapang. Praktek Kerja Lapang tersebut dilakukan melalui beberapa kegiatan, antara lain:
1. Kunjungan
Kunjungan ini dilakukan ke setiap departemen yang ada di PT Sari Husada Indonesia.
Kunjungan ini merupakan kegiatan awal Praktek Kerja Lapang, hal ini ditujukan untuk
2. Observasi
Teknik ini dilakukan dengan cara pengamatan dan peninjauan secara langsung terhadap
obyek kegiatan dalam manajemen produksi di lapangan, serta survey ke lokasi fasilitas
produksi.
3. Wawancara
Teknik ini dilakukan dengan tanya jawab secara langsung dengan pembimbing lapang
dan para pekerja yang ada di lokasi baik di fasilitas produksi maupun manajemen.
4. Dokumentasi
- Data Primer, yaitu data yang berasal atau didapat secara langsung dari sumber
penelitian dan belum melalui proses pengumpulan serta pengolahan pihak lain
- Data Sekunder, yaitu data yang sudah diperoleh atau diolah atau tidak langsung
dari sumbernya.
5. Studi kepustakaan
Teknik ini dilakukan dengan bantuan dari bermacam-macam sumber pustaka yang
Kerja Lapang dengan pencarian berbagai literatur yang berhubungan dengan obyek
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A; Edward, R.A; Fleet, G.H; Wooton, M. 1987. Ilmu Pangan, Diterjemahkan Oleh
Purnomo, Hari dan Adiono. UI – Press. Yakarta
Chick, H; Shin, H.S; and Ustonal, Z. 2001. Growth And Acid Production By Lactic Acid
Bacteria And Bifidobacteria Grown In Skim Milk Containing Honey. Institute Of
Food Tecgnology. Michigan
Hadiwiyoto, S. 1994. Toeri Dan Prosedur Pengujian Mutu Susu Dan Hasil Olahannya.
Liberty. Jakarta
Hall and Chapman, A. 1999. Milk Quality. Aspen Publisher, Inc. Gaithersburg, Maryland
Idris. 1992. Pengantar Teknologi Pengolahan Susu. Progam Studi Teknologi Hasil Ternak
LUW Universitas Brawijaya. Malang
Intanwidyawati. 2005. Analisa Madu Dari Segi Kandungannya Berikut Khasiatnya Masing-
Masing.(online),(http://www.mail-archive.com/forum@alumni-
akabogor.net/msg01046.html, diakses 10 Oktober 2011)
Nurminah. 2002. Peneletian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik Dan Kertas Serta
Pengaruhnya Terhadap Bahan Yang Dikemas. USU Digital library. Sumatera Utara
Radiati. 2005. Manajemen Pengendalian Mutu Hasil Ternak. Progam Studi Teknologi Hasil
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Sandrou and Arvanitoyannis. 2000. Milk Powder. Food Science Section, New Zealand Dairy
Research Institute. http://www.nzic.org.nz/ChemProcesses/dairy/3C.pdf. Diakses 10
Oktober 2011.
Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analisys Critical Control Point).
Bumi Aksara. Jakarta.
Widowati. 2006. Ekstraksi, Karakterisasi, Dan Kajian Potensi Prebiotik Inulin Dari Umbi
Dahlia (Dahlia pinnata L.). (online),
(http://www.puslittan.bogor.net/addmin/downloads/Widowati.pdf, diakses 10
Oktober 2011)