Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

PROSPEK TP DAN PROFESI TP SERTA KODE ETIK PROFESI


TP DAN PENERAPANNYA

Memenuhi Tugas Mata Kuliah Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan


Dosen Pengampu: Dr. Eveline Siregar, M.Pd

Oleh:
Susi Susanti (9901818005)
Lina Komalasari (9901818024)

PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
A. Prospek Teknologi Pendidikan .................................................................... 3
1. Trend Teknologi Merubah Paradigma Pendidikan .................................. 3
2. Peranan Teknologi Pendidikan di masa akan datang ............................... 6
B. Profesi dan Kode Etik Teknologi Pendidikan ............................................ 11
1. Definisi Profesi ....................................................................................... 11
2. Syarat Profesi ......................................................................................... 11
3. Ciri-ciri Profesi ....................................................................................... 12
4. Tenaga Profesi Teknologi Pendidikan ................................................... 14
5. Asosiasi Profesi Teknologi Pendidikan .................................................. 18
6. Kode Etik ................................................................................................ 25
BAB III ................................................................................................................. 33
A. Kesimpulan ................................................................................................ 33
B. Saran ........................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar. 1. Revolusi Industri .................................................................................. 3


Gambar 2. AECT Divisions .................................................................................. 20

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kode Etik Profesi AECT 2001 ............................................................... 27


Tabel 2. Kode Etik Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan (IPTPI) ....................... 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi yang sangat pesat memberikan pengaruh terhadap
berbagai bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Pendidikan yang
dahulu berpusat kepada guru (teacher centered) sekarang berpusat kepada
peserta didik sebagai pemelajar (learning centered), dalam kondisi demikian
guru lebih berperan sebagai pembimbing, sehingga dunia pendidikan harus
mau mengadakan inovasi yang positif untuk kemajuan pendidikan dan sekolah.
Tidak hanya inovasi dibidang kurikulum, sarana-prasarana, namum inovasi
yang menyeluruh dengan menggunakan teknologi pendidikan.

Perkembangan masyarakat dunia termasuk Indonesia sekarang ini dan di


masa yang akan datang merupakan masyarakat berbudaya teknologi, yang
ditandai dengan perkembangan teknologi yang telah tersebar luas dan
mempengaruhi segenap lini kehidupan termasuk pendidikan. Teknologi adalah
bagian integral dalam setiap budaya. Daoed Joesoef (dalam Miarso, 2004) pada
tahun 1981 yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan menyatakan bahwa “Teknologi diterapkan di semua bidang
kehidupan, diantaranya bidang pendidikan. Teknologi pendidikan ini
karenanya beroperasi dalam seluruh bidang pendidikan secara integrative,
yaitu secara rasional berkembang dan terjalin dalam berbagai bidang
pendidikan.” Pernyataan ini merupakan kebijakan tentang peran dan posisi
teknologi pendidikan sebagai bagian integral pendidikan. Pertanyaanya adalah
apakah pernyataan itu masih relevan dengan kondisi saat ini? Apakah teknologi
pendidikan telah benar menjadi bagian integral pendidikan dari system
pendidikan kita? Pernyataan ini merupakan tantangan dari pihak luar terhadap
keberadaan teknologi pendidikan.Tantangan lainnya adalah mengembangkan
teknologi pendidikan sebagai profesi, bidang kajian dan garapan, serta
tantangan untuk mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan iptek dan

1
perkembangan kebutuhan pembangunan termasuk pembangunan manusia
seutuhnya (Miarso, 2004).

Etika profesi merupakan hubungan manusia dengan sesamanya dalam satu


lingkup profesi serta bagaimana mereka harus menjalankannya profesinya
secara profesional agar diterima oleh masyarakat yang menggunakan jasa
profesi tersebut. Dengan etika profesi diharapkan kaum profesional dapat
bekerja sebaik mungkin, serta dapat mempertanggung jawabkan tugas yang
dilakukannya dari segi tuntutan pekerjaannya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, rumusan
masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana trend teknologi dalam merubah paradigma pendidikan?
2. Bagaimana peranan teknologi pendidikan dimasa yang akan datang?
3. Apa yang dimaksud dengan tenaga profesi teknologi pendidikan?
4. Apa saja organisasi profesi teknologi pendidikan dan kegiatannya?
5. Apa kode etik AECT?
6. Apa kode etik IPTPI?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penyusunan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan trend teknologi dalam merubah paradigma pendidikan.
2. Mendeskripsikan perananan teknologi pendidikan dimasa yang akan
datang.
3. Menjelaskan tenaga profesi teknologi pendidikan.
4. Mendeskripsikan organisasi profesi teknologi pendidikan dan kegiatannya.
5. Mendeskripsikan kode etik AECT.
6. Mendeskripsikan kode etik IPTPI.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prospek Teknologi Pendidikan


1. Trend Teknologi Merubah Paradigma Pendidikan
Perkembangan teknologi dari masa ke masa sudah semakin pesat
dan menciptakan masyarakat teknologi yang berbeda dengan masyarakat di
masa lampau. Perubahan ini berdampak pada semua lini kehidupan
manusia, seperti gaya hidup, cara berpikir, kebutuhan dasar manusia,
termasuk didalamnya pendidikan. Sebagai contoh munculnya Revolusi
Industri 4.0 (RI 4.0) berdampak pada munculnya Pendidikan 4.0 sebagai
bentuk respond dunia pendidikan untuk mengakomodir kebutuhan RI 4.0
dimana manusia dan teknologi selaras untuk dapat menemukan peluang-
peluang baru.

Gambar. 1. Revolusi Industri

Industri 4.0 itu sendiri adalah tren otomasi dan pertukaran data
terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistem cyber-fisik,

3
internet untuk segala, komputasi awan, dan komputasi kognitif. Industry 4.0
menghasilkan “pabrik cerdas”. (Wikipedia)
Hal ini berdampak pada perubahan paradigma berpikir masyarakat
dan kebutuhannya untuk mampu beradaptasi di kondisi zaman seperti ini.
Ini merupakan tantangan dunia pendidikan sebagai produsen sumber daya
manusia untuk menghasilkan lulusan yang mampu beradaptasi dan
menjawab tantangan revolusi Industri 4.0 ini. Profesi Teknolog Pendidikan
sangatlah dibutuhkan dalam membuat desain pembelajaran dan segala
sesuatu yang dibutuhkan dalam pendidikan di era ini.
Berikut ini adalah trend (kecenderungan) Pendidikan 4.0 (Education
4.0) yang dirilis oleh International Journal of Education & Literacy Study
dengan judul Education 4.0 Made Simple : Ideas For Teaching, yang ditulis
oleh Anealka Aziz Hussin dan diterbitkan pada 31 Juli 2018, :
a. Belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.
Dengan E-learning menawarkan banyak peluang bagi siswa untuk
belajar mandiri. Pendekatan Flipped Classroom menyediakan
pembelajaran yang interaktif diselesaikan di kelas sementara materi
pembelajaran dapat dipelajari di luar kelas.
b. Pembelajaran akan dipersonalisasikan terhadap kebutuhan
individu siswa masing-masing. Siswa baru akan diberi tugas yang
lebih sulit setelah menguasai kemampuan sebelumnya. Instruktur akan
lebih banyak memberikan latihan kepada siswa jika dibutuhkan.
Penguatan positif digunakan untuk menumbuhkan pengalaman belajar
yang positif sehingga membangun kepercayaan diri siswa terhadap
kemampuan akademik yang dimilikinya.
c. Siswa dapat menentukan pilihan cara mereka untuk belajar.
Meskipun tujuan pembelajaran telah ditentukan oleh instruktur atau
lembaga sebagai penanggungjawab kurikulum, namun siswa masih
tetap dapat memilih alat-alat atau teknik pembelajaran yang mereka
sukai. Untuk mengakomodir ini dapat digunakan pendekatan blended
learning, flipped classroom dan BYOD (Bring Your Own Device).

4
d. Siswa akan banyak dikenalkan dengan lebih banyak Project based
learning (PBL). Siswa sangat membutuhkan untuk mengaplikasikan
apa yang diketahui dan dipelajari pada kondisi nyata. Dengan
melibatkan siswa dalam menyelesaikan proyeknya, mereka dilatih
mempraktekkan kemampuan berorganisasi, berkolaborasi dan
keterampilan managemen waktu yang sangat dibutuhkan di masa yang
akann.
e. Siswa akan banyak dihadapkan pada lebih banyak pembelajaran
berpartisipasi aktif dapat bentuk hubungan internal, mentoring project
dan kolaboratif proyek. Keuntungan teknologi memudahkan
pembelajaran pada doman tertentu secara efektif, hal ini menyebabkan
lebih banyak ruang untuk kebutuhan keterampilan yang melibatkan
pengetahuan manusia dan interaksi tatap muka
f. Siswa akan banyak dilatihkan untuk menginterpretasi data, yang
dibutuhkan untuk mengaplikasi pengetahuan teoritis pada angka-angka
dan menggunakannya untuk keterampilan membuat alasan, logika dan
kecenderungan dari sebuah data yang dihadirkan. Literasi matematikal
menjadi tidak relevan seperti computer untuk menampilkan analisa
statistic dan memprediksikan kecenderungan di masa akan datang.
g. Siswa akan dinilai dengan cara berbeda dengan cara yang
konvensional. Pengetahuan factual siswa akan dinilai oleh guru selama
proses pembelajaran berlangsung. Penerapan pegetahuan dapat dinilai
ketika siswa sedang bekeja dalam projek di lapangan.
h. Kebutuhan siswa dapat dipertimbangkan dalam penyusunan
desain kurikulum. Masukan dari siswa itu dapat membuat para desain
pembelajaran untuk mempertahankan kontemporari kurikulum, up to
date dan berguna.
i. Siswa dapat didorong secara mandiri dan bebas dalam mengontrol
cara belajarnya sendiri, hal ini mendorong guru menjadi falisitator
yang akan membimbing siswa belajar.

5
Kesembilan trend diatas harus disikapi positif dan dijadikan peluang
bagi para teknolog pendidikan untuk senantiasa membuat terobosan baru
sesuai bidang garapannya untuk menghasilkan lingkungan masyarakat
pembelajar.

2. Peranan Teknologi Pendidikan di masa akan datang


a. Desain Kurikulum Untuk Pembelajaran Abad 21
Perubahan profil siswa, pengaruh teknologi yang meresap, dan
tekanan untuk menghasilkan lulusan yang siap kerja dengan lebih dari
disiplin ilmu merupakan tiga alasan kuat untuk menghadirkan desain
kurikulum baru di abad 21 ini. Pendekatan baru itu haruslah
menyenangkan dan menantang. Menyenangkan sebab mereka
menawarkan kesempatan yang baru dan kaya untuk siswa pelajari, dan
menantang sebab mereka memetakan teritorial baru yang memberikan
implikasi bagi institusi, infrastruktur, pembelajaran dan mengajar.
Pada masa sekarang populasi mobile global menyebabkan
meningkatnya multicultural pelajar. Universitas menjadi lebih
internasional dibandingkan pada tahun 1980an, banyak pelajar dari
Asia terutama dari negara Cina, India dan Korea belajar di Amerika,
Inggris, Jerman, Prancis dan negara Eropa lainnya. Dengan membawa
keragaman budaya, kebutuhan, latar belakang pengetahuan yang
dimiliki menyebabkan kekayaan pengelompokkan (cohort) siswa
menjadi menyenangkan dan menantang. Kekayaan ini berasal dari
multiple perspektif yang para pelajar bawa ke dalam lingkungan
belajar. Tantangan datang dari keragaman latarbelakang dan
pengalaman yang muncul dari latar belakang budaya, kehidupan,
pengalaman professional, pengetahuan sebelumnya dan pengalaman
pendidikan, sikap dan keyakinan dalam belajar dan mengajar.
Bagaimana pihak institusi dan guru menyikapi keragaman ini? Salah
satu caranya adalah dengan mengadopsi teknologi digital. Teknologi
pembelajaran berbasis web, sistem manajemen belajar, dan berbagai
macam peralatan digunakan untuk merespon kebutuhan untuk

6
penyediaan lingkungan pembelajaran yang lebih fleksibel. Tujuan
tersebut dapat dicapai dengan mengembangkan model kurikulum
blended dan online yaitu menggabungkan pembelajaran tatap muka dan
tutorial dengan sumber online, berkomunikasi dan peluang
berkolaborasi.
Peranan teknolog pendidikan hadir untuk memberikan
alternative desain kurikulum abad 21 yang dapat mempersiapkan
lulusan yang mampu survive di keadaan dunia yang tidak menentu,
membekali mereka dengan pengetahuan dan keterampilan profesi yang
telah dipilih, dan memberikan keuntungan yang kompetitif dalam era
globalisasi dan tempat kerja yang penuh persaingan. Seperti yang
dinyatakan oleh Stephenson dan Yorke (1998) :
… not only know about their specialisms; they also have the
confidence to apply their knowledge and skills within varied and
changing situations and to continue to develop their specialist
knowledge and skills long after they have left formal education. Taking
effective and appropriate action within unfamiliar and changing
circumstances involves ethics, judgements, the self-confidence to take
risks and a commitment to learn from the experience.
Bukan hanya mengetahui apa keahliannya, namun mereka juga
memiliki kepercayaan untuk mengaplikasikan pengetahuan dan
keterampilan mereka dalam bermacam-macam perubahan situasi dan
terus melakukan pengembangan pengetahuan spesialis dan
keterampilan setelah mereka meninggalkan pendidikan formal mereka.
Mengambil aksi yang efektif dan tepat dalam kondisi tidak familiar dan
perubahan keadaan tertentu yang melibatkan etis, penilaian, dan
kepercayaan diri untuk mengambil resiko serta berkomitmen untuk
belajar dari pengalaman.
Untuk menjawab tantangan di atas maka telah terjadi perubahan
proses kognitif. Taksonomi bloom tentang hasil belajar telah direvisi,
(Anderson et al dalam Maree Gosper & Dirk Infanthaler, 2014).

7
Terdapat perbedaan antara tipe pengetahuan (factual,
conceptual, procedural, and metacognitive) dan prosec kognisi
(remember, understand, apply, analyze, evaluate and create).
Representasi dua dimensional ini menjadi alat yang berguna untuk
menganalisa dan memetakan tujuan dan hasil belajar antara
pengetahuan dan proses. Kerangka berpikir inilah yang diterapkan pada
desain pembelajaran Web 2.0

b. Breaking Away from Text, Time and Place


Awal decade abad 21 ditandai dengan adanya perubahan media
berbasis cetak menjadi representasi berbasis multimodal seiring dengan
tumbuhnya internet.

(Maree Gosper & Dirk Infanthaler, 2014)

8
Dalam mengeksplorasi area redefinisi pengetahuan, banyak
literature yang telah menentukan trend teknologi yang telah membentuk
internet. Sebagian besar trend itu menjadi kata kunci referensi dalam
mengeksplorasi bagaimana pedagogic dapat beradaptasi ke arah
perkembangan teknologi yang semakin meluas. Mulai dari Web 2.0
(O’Reilly, 2005), Cloud Computing (Katzan,2010), dan Big Data (Haff,
2012) telah dikembangkan untuk menjelaskan trend dalam perubahan
kontinum teknologi.
Dengan adanya perangkat berbasis Cloud seperti Zoho,
Microsoft Live, dan Google Doc, telah memfasilitasi kolaborasi real
time antara penulis di berbagai belahan dunia pada dokumen yang sama.
Penulis di seluruh dunia dapat berbagi tulisan dan review ilmiah pada
satu topic bahasan ilmiah yang sama. Tidak lagi mengenal satu tulisan
oleh satu orang penulis, saat ini satu bahasan dan ditulis oleh banyak
penulis tanpa mereka harus bertemu dan duduk bersama dalam satu
tempat.
Teknolog pendidikan harus tanggap terhadap trends teknologi
seperti ini sehingga mampu mengoptimalkan penggunaan teknologi
tersebut dalam pembelajaran. Diperlukan pembekalan dan pelatihan
bagi guru dan dosen untuk menggunakan teknologi ini dalam
pembelajaran di kelasnya. Peranan teknolog pendidikan lah yang
ditunggu oleh pengguna teknologi ini.
Dunwill (2016) menyatakan bahwa perkembangan teknologi
akan terus merubah dan mentransformasi metode mengajar dan setting
dari proses belajar. Beberapa perubahan umum yang telah
dikembangkan oleh institusi pendidikan adalah tugas- tugas online,
pelajar menggunakan aplikasi atau software collaborative untuk
menyelesaikan tugas kelompok online dan mengupload tugasnya secara
online bila telah selesai dikerjakan, pelajar dapat menyimpan
pekerjaannya dalam cloud dan berinteraksi dengan teman-temannya.

9
Komunikasi antara pendidik, pelajar, orang tua dan administrasi dapat
diselesaikan melalui sosial media.
Dunwill (2016) juga memperkirakan kelas di masa yang akan
datang (5 atau 7 tahun kedepan) akan seperti :
1) Akan ada perubahan yang sangat besar dalam layout ruang kelas
2) Virtual dan augmented reality akan merubah lanskap pendidikan
3) Tugas-tugas yang fleksibel akan mengakomodasi gaya belajar yang
beragam
4) MOOC (Massive Open Online Course) dan pembelajaran online
lainnya akan berimplikasi pada pendidikan secondary.
Preferensi pelajar abad 21 sungguh berbeda dengan pelajar
sebelumnya. Mereka yang berusia 18- 23 tahun in disebut generasi Z
yang telah berrevolusi oleh teknologi. Generasi ini secara langsung
terlibat dalam proses belajar, mereka sangat suka dengan tantangan dan
menikmati group diskusi dan lingkungan belajar yang sangat interaktif.
Mereka sangat high teknologi, sehingga sebagai pendidik harus belajar
memahami apa kebutuhan mereka agar pembelajaran dapat berjalan
sesuai keinginan dan kebutuhan Gen Z. Website Educational
Technology and Mobile Learning (2016) telah memberikan saran agar
para pendidik melengkapi dirinya dengan 9 keterampilan digital dasar
sebagai berikut :

Sumber : Education 4.0 Made Simple: Ideas for Teaching, IJELS, Anealka Aziz Husin, 2012

10
B. Profesi dan Kode Etik Teknologi Pendidikan
1. Definisi Profesi
Kata “profesi” diadaptasi dari bahasa Inggris,
yaitu “profession” yang berasal dari bahasa Latin “professus”. Kedua kata
tersebut memiliki arti yang sama, yaitu mampu atau ahli di bidang tertentu.
Sehingga pengertian profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan
keahlian tertentu yang didapat dari pendidikan tinggi, dimana umumnya
mencakup pekerjaan mental yang didukung dengan kepribadian dan sikap
profesional.
Miarso (2016: 82) mengartikan tenaga profesi teknologi pendidikan
adalah tenaga ahli dan/atau mahir dalam membelajarkan peserta didik
dengan memadukan secara sistemik (pengkajian secara
menyeluruh/komprehesif) komponen saran belajar meliputi orang, isi
ajaran, media, atau bahan ajar, peralatan, teknik, dan lingkungan.

2. Syarat Profesi
Menurut Miarso (2016: 58-59) Setiap profesi paling sedikit harus
memenuhi empat syarat, yaitu sebagai berikut:
a. Pendidikan dan pelatihan yang memadai.
Pendidikan dan pelatihan dalam teknologi pendidikan telah dimulai
sejak tahun 1972, yaitu berupa latihan untuk pengembangan bahan ajar
melalui radio. Pada tahun 1974 mulai diberikan mata kuliah teknologi
pendidikan di IKIP Jakarta, dan pada tahun 1976 dibuka pendidikan
akademik jenjang sarjana dalam program teknologi pendidikan melalui
kerjasama antara TIM Penyelenggara Teknologi Komunikasi untuk
Pendidikan dan Kebudayaan (yang merupakan embrio Pustekkom)
dengan IKIP Jakarta. Dua tahun kemudian pada tahun 1978 dibuka
pendidikan jenjang magister dan doktor teknologi pendidikan di IKIP
Jakarta. Program pendidikan tersebut merupakan bagian integrasi dari
Proyek Pengembangan Teknologi Komunikasi untuk Pendidikan yang
sekaligus bertujuan untuk membentuk suatu lembaga yang bertanggung

11
jawab mengkoordinasikan pengembangan teknologi pembelajaran di
Indonesia.
b. Komitmen terhadap tugas profesionalnya.
Terselenggaranya proses belajar bagi setiap orang, dengan
dikembangkan dan digunakannya berbagai sumber belajar yang selaras
dengan karakteristik masing-masing pembelajar (learners) serta
perkembangan lingkungan.
c. Usaha untuk senantiasa mengembangkan diri sesuai dengan kondisi
lingkungan dan tuntutan zaman.
Lingkungan senantiasa berubah, maka para teknolog pendidikan harus
senantiasa mengikuti perkembangan atau perubahan yang terjadi, oleh
karena itu teknolog pendidikan dituntut untuk selalu mengembangkan
diri sesuai dengan kondisi lingkungan dan tuntutan zaman, termasuk
selalu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.
d. Standar etik yang harus dipatuhi.
Profesi teknologi pendidikan tidak bebas nilai karena masih banyak
pertimbangan lain yang harus dilaksanakan, seperti sosial, budaya,
ekonomi, dan rekayasa yang mempegaruhi teknologi pendidikan,
sehingga tindakan teknolog pendidikan harus selaras dengan situasi dan
kondisi serta berwawasan ke masa depan. Hal tersebut diatur dalam
kode etik, dalam kode etik dicantumkan kewenangan dan kewajiban
serta tanggung jawab kepada perorangan, masyarakat, rekan sejawat,
dan organisasi.

3. Ciri-ciri Profesi
Menurut Dewi Salma (2016: 151-153) Ciri-ciri profesi teknologi
pendidikan ada 6, yaitu sebagai berikut:
a. Pelatihan dan Sertifikasi.
Pelatihan serta pemberian sertifikat sering dilakukan oleh berbagai
lembaga yang menanungi penerapan teknologi pendidikan/
pembelajaran seperti Pustekkom Kemendikbud, Lembaga Pemerintah
lain yang mengundang teknolog pendidikan untuk membina proses

12
belajar di organisasi. Pelatihan dan sertifikasi ini dimanfaatkan oleh
profesi untuk mengembangkan sayap serta memberikan layanan
masyarakat. Pelatihan diberikan kepada masyarakat pengguna yang
memerlukan keahlian teknis tertentu untuk profesi mereka.
b. Publikasi Ilmiah.
Pustekkom Kemendikbud menerbitkan jurnal Teknologi Pendidikan.
Publikasi ilmiah adalah sarana komunikasi antara teknolog pendidikan
serta dapat mempromosikan ilmu dan hasil penelitian terkait teknologi
pendidikan.
c. Kepemimpinan.
Bekal pendidikan yang cukup dalam teknologi pendidikan menyiapkan
sikap pemimpin dalam diri individu teknolog pendidikan. Dengan
demikian ia berkesempatan untuk memimpin dan mengelola pekerjaan
teknolog pendidikan.
d. Asosiasi Profesi.
Setiap individu perofesional/teknolog pendidikan memerlukan
komunikasi untuk mengembangkan keilmuan dan berbagi pengalaman.
Forum komunikasi seperti ikatan profesi adalah sarana yang tepat.
Teknologi pendidikan memiliki ikatan profesi di berbagai negara.
AECT merupakan ikatan profesi tertua yang ada dan berkembang
menjadi beberapa divisi. Di Indonesia, teknolog pendidikan memiliki
Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI) yang didirikan
pada tanggal 27 September 1987.
e. Pengakuan Masyarakat.
Layanan produk dan jasa di bidang teknologi pendidikan dianggap
diterima oleh masyarakat ketika masyarakat di luar ilmuwan atau
praktisi teknologi penidikan mengundang untuk berkiprah. Salah satu
yang terlihat adalah sebaran alumni S1 Prodi Teknologi Pendidikan
yang diterima bekerja di lembaga atau organisasi yang bukan berbasis
kependidikan, tetapi mereka mengajarkan fungsi teknologi pedidikan
atau pelatihan.

13
f. Kode Etik.
Setiap profesi memerlukan kode etik untuk menata dan mengatur
perilaku profeional para ilmuwan dan praktisinya. Setiap individu
memiliki kewenangan, tanggung jawab serta hak pribadinya.
Kehidupan bermasyarakat dapat terlaksana dengan lancer dan nyaman
jika setiap individu menghormati dan menghargai hak orang lain. Untuk
itulah perlunya kode etik disusun. Demikian pula halnya dengan
teknologi pendidikan. AECT dan IPTPI telah menerbitkan kode etik
yang menjadi acuan perilaku untuk bermasyarakat tersebut.

4. Tenaga Profesi Teknologi Pendidikan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada Miarso (2016: 82)


mengartikan bahwa tenaga profesi teknologi pendidikan adalah tenaga ahli
dan/atau mahir dalam membelajarkan peserta didik dengan memadukan
secara sistemik (pengkajian secara menyeluruh/komprehesif) komponen
saran belajar meliputi orang, isi ajaran, media, atau bahan ajar, peralatan,
teknik, dan lingkungan.
Tenaga profesi teknologi pendidikan tersebut mempunyai keahlian,
tanggung jawab, dan kompetensi yang wajib dimiliki oleh tiap individunya,
seperti yang tertera pada penjelasan dibawah ini.
a. Keahlian Profesi Teknologi Pendidikan
Definisi Teknologi Pendidikan pada tahun 2004 sama dengan yang
dikeluarkan oleh AECT pada tahun 2008, yaitu kajian dan praktik etis
dalam memfasilitasi belajar dan meningkatkan kinerja melalui
penciptaan, pemanfaatan, dan pengelolaan proses dan sumber
teknologikan yang tepat guna (Januszewski dan Molenda, 2008: 2).
Dari definisi tersebut, dan berkaitan dengan kawasan yang ada
dalam teknologi pendidikan yaitu desain, pengembangan, manajemen,
pemanfaatan, dan evaluasi, maka keahlian profesi teknologi pendidikan
ada 2, yaitu:

14
1) Membelajarkan peserta didik; dan
2) Memadukan secara sistemik (pengkajian secara
menyeluruh/komprehesif) komponen saran belajar meliputi orang,
isi ajaran, media, atau bahan ajar, peralatan, teknik, dan lingkungan.
b. Tanggung Jawab Profesi Teknologi Pendidikan.
Tanggung jawab profesi teknologi pendidikan yang tertuang pada
kode etik, adalah sebagai berikut:
1) Tanggung jawab kepada peserta didik sebagai perorangan, yaitu
menjamin agar tiap pribadi peserta didik memperoleh kesempatan
yang sama dalam pembelajaran;
2) Tanggung jawab kepada masyarakat, antara lain dengan menyatakan
secara jujur dan objektif fakta yang berhubungan dengan masalah
pendidikan dan teknologi secara langsung maupun tidak langsung;
3) Tanggung jawab kepada rekan seprofesi; artinya saling memelihara
hubungan antara anggota seprofesi dan menghargai serta
menghormati hak, martabat dan pendapat rekan seprofesi; dan
4) Tanggung jawab kepada profesi lain yang berkaitan dan bekerjasama
untuk kepentingan umum, artinya menghargai dan bekerjasama
dengan rekan berprofesi lain dalam memajukan teknologi
pendidikan demi kepentingan umum.

Dalam Miarso (2016: 521) mereka yang bergerak dalam profesi


teknologi pendidikan mengemban tanggung jawab untuk:

1) Membelajarkan setiap orang seoptimal mungkin dengan


menggunakan teknologi yang selaras dengan perkembangan
lingkungan dan masyarakat;
2) Meningkatkan kompetensi diri terus menerus sesuai dengan gelagat
perkembangan ilmu dan teknologi;
3) Menjunjung tinggi etika sebagai profesi yang memihak; dan
4) Berpadu untuk mengembangkan dan membina usaha-usaha
pendidikan dan pembelajaran.

15
c. Tugas Pokok Ahli Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan sendiri dapat dilihat dari tiga perspektif, yaitu
suatu profesi, sebagai suatu bidang garapan, dan sebagai suatu disiplin
keilmuan. Meskipun demikian, ketiga perpektif ini berlandaskan pada
falsasah yang sama, yaitu membelajarkan semua orang sesuai dengan
potensi mereka masing-masing, dengan menggunakan berbagai macam
sumber belajar baik yang telah ada maupun yang sengaja dibuat, serta
memperhatikan keselarasan dengan kondisi lingkungan dan tujuan
pembangunan, agar tercapai masyarakat yang dinamik dan harmonis.
Berdasarkan konsepsi teknologi pendidikan tersebut, tugas pokok
ahli teknologi pendidikan itu dikategorikan sebagai berikut:
1) Menyebarkan konsep dan aplikasi teknologi pendidikan, terutama
untuk mengatasi masalah belajar di mana saja;
2) Merancang program dan sistem instruksional;
3) Memproduksi media pendidikan;
4) Memilih dan memanfaatkan berbagai sumber belajar;
5) Mengelola kegiatan belajar dan instruksional yang inovatif;
6) Menilai produk, program, dan sistem instruksional;
7) Memperhatikan perkembangan teknologi dan dampaknya dalam
pendidikan;
8) Mengelola organisasi dan personel yang melaksanakan kegiatan
pengembangan dan pemanfaatan teknologi pendidikan; dan
9) Merencanakan, melaksanakan, dan menafsirkan penelitian dalam
bidangnya dan dalam bidang lain yang berkaitan dengan teknologi
pendidikan.
d. Kompetensi Teknolog Pendidikan.
Kompetensi menurut Miarso (2016: 12) adalah kemampuan
seseorang untuk melaksanakan tugas. Adapun tugas diartikan sebagai
kegiatan nyata yang dilakukan sesuai dengan fungsi dalam
kawasan/bidang yang bersangkutan.

16
Idealnya setiap teknolog pendidikan, terutama yang memperoleh
pendidikan akademik minimal sarjana, perlu menguasai kawasan
teknologi pendidikan yaitu Desain, Pengembangan, Manajemen,
Pemanfaatan, dan Evaluasi. Namun dalam kenyataannya dilapangan,
sangat jarang ada seseorang yang melaksanakan segala komponen
tersebut. Atas dasar hal tersebut pada jenjang pendidikan S1 (sarjana)
disusunlah tiga spesialisasi yang mengarah kepada komptensi praktis,
yang didukung oleh landaSan teori yang diperlukan, yaitu sebagai
berikut:
1) Praktik desain dan pengembangan sumber;
2) Praktik pemanfaatan dan penilaian proses; dan
3) Praktik pengelolaan sumber dan proses.

Adapun pada jejang pendidikan S2 (Magister) dan S3 (Doktoral) lebih


bersifat teoritis serta kemampuan managerial dan penelitian sistem.
Berikut adalah kompetensi yang wajib dimiliki pada jenjang S1, S2, dan
S3.

Kompetensi Pada Jejang S1:

1) Memahami landasan teori/riset dan aplikasi teknologi pendidikan;


2) Merancang pola instruksional sederhana;
3) Memproduksi media pendidikan;
4) Mengevaluasi program dan produk instruksional;
5) Mengelola media dan sarana belajar;
6) Memanfaatkan media dan teknik instruksional;
7) Menyebarkan informasi dan produk teknologi pendidikan; dan
8) Mengelola lembaga sumber belajar.

Kompetensi Pada Jenjang S2:

1) Menerapkan pendekatan sistem dalam rangka pengembangan


pembelajaran, baik pada tingkat mikro/kelas maupun dalam konteks
pendidikan maupun latihan;

17
2) Merencanakan kurikulum, pemilihan strategi pembelajran, serta
penilaian pelaksanaannya;
3) Merancang, memproduksi, dan menilai bahan-bahan pembelajaran;
4) Mengelola sumber-sumber belajar; dan
5) Mengoperasikan sendiri dan melatih orang lain dalam
mengoperasikan peralatan audiovisual, serta dalam menggunakan
dan memproduksi sumber-sumber belajar.

Kompetensi Pada Jenjang S3:

1) Mampu mengkaji dan menganalisis teori/konsep dan temuan


penelitian di bidang pembelajaran dan meramunya menjadi suatu
teori/konsep pemeblajaran yang sesuai dengan karakteristik budaya
Indonesia;
2) Mampu mengidentifikasikan dan mengembangkan variabel
pembelajaran serta keterkaitannya untuk keperluan pengembangan
teori/konsep pembelajaran; dan
3) Mampu melaksanakan penelitian untuk menguji teori/konsep
pembelajaran baik yang dikembangkannya sendiri maupun yang
dikembangkan oleh peneliti dan pengembang pembelajaran lain.

5. Asosiasi Profesi Teknologi Pendidikan


a. Internasional
1) AECT (The Association for Educational Communications and
Technology)
Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi komunikasi
dan informasi serta semakin kompleksnya usaha dalam rangka
pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia, para ahli yang
bergerak dalam bidang teknologi pendidikan merasa perlu adanya
suatu forum profesi untuk saling bertukar pengalaman, peningkatan
keprofesian, dan untuk menjaga keselarasan antara perkembangan
iptek dan kondisi lingkungan dan kebutuhan belajar.

18
AECT atau The Association for Educational Communications
and Technology merupakan organisasi internasional untuk para
pendidik dimana kegiatan utamanya diarahkan untuk memperbaiki
pembelajaran melalui teknologi. Pada awalnya, asosiasi ini bukan
bernama AECT namun bernama DVI (Department of Visual
Instruction) yang lahir pada tahun 1923, DVI muncul dan menjadi
organisasi profesional terkemuka yang peduli dengan penggunaan
gambar diam dan bergerak untuk meningkatkan pengajaran.
Selanjutnya pada tahun 1947 karena munculnya bidang minat baru
yaitu Audiovisual maka Department of Visual Instruction (DVI)
berubah namanya menjadi Department of Audiovisual Instruction
(DAVI). Pada tahun 1971 Department of Audiovisual Instruction
(DAVI) berubah menjadi AECT (The Association for Educational
Communications and Technology), nama tersebut dirubah menjadi
AECT karena untuk mencerminkan sudut pandang yang lebih luas
tidak hanya terbatas pada audiovisual saja, tetapi juga pada
penerapan teori pembelajaran (kognitif dan behavioris), teori
komunikasi, dan pendekatan sistematis untuk pendidikan (Seels &
Richey, 1994: 13).

AECT adalah organisasi internasional yang menghargai


keragaman pemikiran, budaya, dan orang-orang yang kegiatannya
diarahkan untuk meningkatkan pembelajaran. Anggota AECT dapat
ditemukan di perguruan tinggi dan Universitas; di Angkatan
Bersenjata dan Industri; di Museum, perpustakaan, dan rumah sakit;
dan di tempat lain dimana terjadi perubahan pendidikan. Anggota
AECT terdiri dari perancang instruksional, peneliti, profesor dan
guru, teknolog pendidikan, dan profesonal lainnya yang disatukan
oleh hasrat untuk meningkatkan pengajaran dan pembelajaran.
Anggota AECT memenuhi berbagai tanggung jawab dalam
pembelajaran, perencanaan, aplikasi, dan produksi media
komunikasi untuk pengajaran.

19
AECT telah menjadi organisasi utama bagi mereka yang terlibat
aktif dalam desain pengajaran dan pengembangan pendekatan
pembelajaran yang sistematis. Forum internasional ini menyediakan
wadah untuk penyebaran dan pertukaran ide di antara para
anggotanya. AECT memiliki afiliasi negara intenasional, yang
semuanya bersemangat menemukan cara yang terbaik untuk
membantu orang untuk belajar. AECT adalah “rumah” tertua untuk
desainer instruksional yang akan mengembangkan pengetahuannya
untuk pembelajaran yang lebih baik (https://www.aect.org/).

Culture, Learning and Technology

Design and Development


Distance Learning
Emerging Learning Technologies
Graduate Student Assembly
International
Learner Engagement
DIVISIONS

Organizational Training & Performance


AECT

Reseach & Theory


School Media & Technology
Systems Thinking & Change
Teacher Education

Gambar 2. AECT Divisions

Gambar diatas merupakan 12 divisi yang terdapat dalam AECT.


Divisi AECT adalah grup minat khusus yang saling berkolaborasi
dengan minat sejenis lainnya. Setiap divisi memiliki misi sendiri
serta perwakilan di Dewan Direksi AECT untuk membentuk misi,
kebijakan, dan arah organisasi secara keseluruhan.

20
 Culture, Learning and Technology (CLT), untuk mewakili para
anggota AECT yang tertarik pada isu-isu budaya, pembelajaran
dan teknologi.
 Design and Development, mewakili kepentingan anggota AECT
yang peduli dengan pengembangan sistematis (termasuk desain,
evaluasi, dan manajemen) pembelajaran.
 Distance Learning, mewakili anggota AECT yang minatnya
dalam desain, pengembangan, implementasi, evaluasi,
manajemen, penelitian dan pengembangan teori pembelajaran
jarak jauh.
 Emerging Learning Technologies, untuk mempromosikan
produksi dan pemanfaatan teknologi inovatif terbaru.
 Graduate Student Assembly (GSA), memberikan kesempatan
kepada anggota GSA untuk terlibat dalam peran kepemimpinan
profesional, meningkatkan jaringan, dan mengembangkan
keterampilan dan sumber daya untuk memecahkan masalah
kompleks yang mungkin muncul dalam bidang teknologi
pendidikan.
 International, memfasilitasi para profesional teknologi
pendidikan dan siswa di seluruh dunia. Divisi ini
mempromosikan interakasi yang tidak terbatas pada batas-batas
internasional dan budaya yang ada.
 Learner Engagement, berupaya meningkatkan kesadaran akan
implikasi teknologi baru terhadap keterlibatan pelajar dan
menumbuhkan strategi pembelajaran yang inovatif untuk
meningkatkan keterlibatan pelajar.
 Organizational Training & Performance, berusaha untuk
menjembatani kesenjangan antara penelitian dan praktik,
memfasilitasi komunikasi, kolaborasi dan berbagi pengetahuan
antar akademisi, siswa dan praktisi di berbagai disiplin ilmu

21
yang tertarik untuk menerapkan teori dan penelitian saat ini
untuk penelitian dan inisiatif peningkatan kinerja.
 Research & Theory, mempromosikan pengembangan dan
kemajuan teori teknologi pendidikan.
 School Media & Technology, melayani praktisi dan
cendikiawan dalam pendidikan dasar dan menengah.
 Sytems Thinking & Change, membentuk perubahan dalam
lingkungan organisasi yang beragam dengan memikirkan proses
bersama.
 Teacher Education, mempromisikan teori, penelitian, dan
praktik dalam mendukung pengembangan pengetahuan,
keterampilan, dan disposisi para pendidik guru yang
menciptakan lingkungan belajar yang efektif untuk pelajar yang
beragam melalui integrasi teknologi.

2) Association for Talent Development (ATD)


Association for Talent Development yang selanjutnya disingkat
dengan ATD adalah sebuah organisasi internasional yang
menangani mengenai pelatihan dan peningkatan kinerja. ATD
sebelumnya bernamakan American Society for Training &
Development (ASTD) yang didirikan sebagai organisasi/
perhimpunan pelatihan direksi di Amerika Serikat pada tahun 1943.
Pada tanggal 6 Mei 2014, untuk memenuhi kebutuhan dengan lebih
baik dan mewakili pekerjaan dari profesi yang dinamis ASTD
berubah namanya menjadi ATD.
ATD memiliki basis keanggotaan Internasional dan Amerika
Serikat (lebih dari 120 Negara; 100 Negara bagian; 18 mitra
internasional dan jaringan global. Anggota asosiasi bekerja pada
sektor industri dan sektor lainnya.
ATD memiliki model kompetensi yang dijadikan sebagai
paduan bagi anggotanya. Model aslinya pertama kali diterbitkan

22
pada tahun 2004 dan telah diperbaharui beberapa kali sejak itu.
Model kompetensi yang digunakana saat ini diterbitkan pada tahun
2013, yang mencakup dua tingkatan: kompetensi dasar dan bidang
keahlian (desain instruksional, peningkatan kinerja, pemberian
pelatihan, teknologi pembelajaran, evaluasi dampak pembelajaran,
manajemen perubahan, pengelolaan program pembelajaran,
pengelolaan bakat terpadu, dan manajemen pengetahuan). Model
kompetensi tersebut merupakan kerangka acuan untuk peningkatan
karir dan pengembangan kinerja pada pelatihan. Model ini adalah
dasar bagi para ahli yang bersertifikat ATD dalam melakukan
pembelajaran dan meningkatkan kinerja.
b. Indonesia
1) Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI)
Tenaga profesi teknologi pendidikan mempunyai tanggung
jawab kepada peserta didik sebagai perorangan, kepada masyarakat,
kepada rekan seprofesi dan profesi lain yang berkaitan serta kepada
profesinya sendiri dalam melaksanakan tugasnya (Dewi Salma,
2016: 483). Tanggung jawab ini tidak mungkin untuk dipikul
sendiri, dan oleh karena itu perlu dipikul bersama dalam suatu
himpunan. Himpunan tersebut di Indonesia diberi nama Ikatan
Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI). IPTPI yang
menghimpun dalam suatu wadah para ahli yang bergerak dalam
bidang teknologi pendidikan didirikan pada tanggal 27 September
1987. IPTPI merupakan suatu organisasi profesi yang bersifat
profesional bagi orang-orang yang karena pendidikannya dan/atau
kegiatan profesinya dalam bidang teknologi pendidikan, serta
mereka yang menaruh minat terhadap lapangan kegiatan yang
menjadi fungsi teknologi pendidikan. Organisasi ini bersifat tidak
mencari keuntungan dan independen.

IPTPI merupakan suatu organisasi profesi yang berasaskan


Pancasila dan bertujuan menghimpun sumber daya untuk

23
menyumbangkan tenaga dan pikiran bagi pengembangan teknologi
pendidikan sebagai suatu teori, lapangan/bidang, dan profesi di
tanah air bagi kemanfaatan kemajuan bangsa Indonesia.

Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, IPTPI melakukan


berbagai kegiatan antara lain sebagai berikut:

a) Menghimpun para ahli dan praktisi yang membina dan


mempelajari teknologi pendidikan;
b) Mengadakan pertemuan-pertemuan, ceramah, seminar, diskusi,
lokakarya, penataran dan penelitian mengenai berbagai aspek
kegiatan teknologi pendidikan;
c) Menerbitkan karya-karya ilmiah, tulisan-tulisan serta bentuk-
bentuk pengkajian lainnya untuk mengembangkan citra dan
bidang studi teknologi pendidikan;
d) Menerbitkan media komunikasi sebagai forum informasi, tukar
menukar pengetahuan dan pengalaman di bidang profesi
teknologi pendidikan;
e) Mengadakan hubungan kerjasama dengan organisasi lain atau
perorangan, khususnya yang menyelenggarakan kegiatan di
bidang teknologi pendidikan di dalam maupun di luar negeri;
f) Melaksanakan kegiatan operasional penelitian, pengembangan
serta pendidikan dan latihan dan kegiatan lain di bidang
teknologi pendidikan yang mengarah dan menunjang
pencapaian tujuan organisasi; dan
g) Mendukung kegiatan profesi yang dilaksanakan dalam Forum
Organisasi Profesi Ilmiah Indonesia (FOPI).
Program kerja jangka panjang IPTPI (Yusufhadi Miarso: 84-85),
adalah sebagai berikut:

a) Menyebarkan konsep, prinsip, dan prosedur teknologi


pendidikan ke seluruh lembaga pendidikan dan pelatihan di
Indonesia;

24
b) Menyebarkan aplikasi teknologi pendidikan kepada masyarakat
dengan maksud agar tiap warga negara memperoleh pengajaran
seumur hidup, secara tepat dan cepat, yang mudah dicerna dan
diresapi, yang memikat, pada tempat dan waktu yang tersebar,
dengan memanfaatkan teknologi;
c) Mengusahakan dan membina identitas profesi teknologi
pendidikan sebagai suatu lapangan pengabdian dengan
menunjukkan kepemimpinan dalam melaksanakan fungsi,
tanggung jawab, jabatan, dan kompetensi sehingga memperoleh
pengakuan dan pengukuhan dari pemerintah dan masyarakat;
d) Bekerjasama dengan lembaga pendidikan dan pelatihan dalam
menyelesaikan masalah pendidikan dan pembelajaran dengan
melalui dan menggunakan teknologi pendidikan;
e) Bekerjasama dengan lembaga profesi dan pendidikan tinggi di
dalam maupun di luar negeri dalam rangka meningkatkan
pengetahuan, pengalaman, dan kinerja serta menghindarkan
adanya tumpang tindih dan pertentangan kepentingan.

IPTPI sebagai sebuah profesi teknologi pendidikan yang masih


belum banyak dikenal senantiasa bertindak proaktif dalam
penyelenggaraan pertemuan profesi tahunan, dengan mendukung
atau bekerja sama dengan lembaga lain, khusunya Pustekkom
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah membuka
jalan perlunya tenaga ahli teknologi pendidikan. Pertemuan tersebut
selain untuk membuka wawasan dan meningkatan kemampuan, juga
untuk memasyarakatkan keberadaan profesi.

6. Kode Etik
Etika menjadi sebuah tantangan yang serius seiring dengan kemajuan
teknologi berbasis internet. Etika sesungguhnya bukan hanya mengenai
aturan main, atau landasan hukum, tetapi etika adalah norma yang berlalu
di masyarakat beradab (Dewi Salma, 2016: 57). Etika menjadi sesuatu yang

25
rentan tatkala berkaitan dengan dunia maya. Penghargaan terhadap karya
dan kreativitas orang lain, pengakuan terhadap keberadaan menjadi bagian
dari etika dalam teknologi pendidikan.

Terkait dengan etika tersebut, maka hal yang berkenaan dengan perilaku
para ilmuan, praktisi, atau teknolog pendidikan terhadap seseorang,
masyarakat dan diri sendiri diatur dengan sebuah kode etik. Aturan yang
terangkum dalam kode etik bukanlah aturan yang memasung, melainkan
aturan yang harus dipahami dan dijalankan demi terciptanya lingkungan
yang saling menghormati satu sama lain dalam ranah teknologi pendidikan.

Kode etik menunjukkan arah untuk praktek sehari-hari dan landasan


untuk memahami dan mengartikan implikasi etis dalam berbagai isu yang
dihadapi oleh praktisi saat ini (Seels & Richey, 1994: 116). Miarso (2016:
83) mengatakan bahwasannya ciri utama dalam profesi teknologi
pendidikan adalah adanya kode etik, pendidikan dan latihan yang memadai,
serta pengabdian yang terus menerus. Sejalan dengan pendapat tersebut
Dewi Salma (2016: 153) mengatakan bahwasanya setiap profesi
memerlukan kode etik untuk menata dan mengatur perilaku profesional para
ilmuan dan praktisinya Setiap individu memiliki kewenangan, tanggung
jawab serta hak pribadinya.

Berikut adalah kode etik yang ada dalam teknologi pendidikan:

a. Kode Etik AECT


AECT sebagai organisasi internasional untuk para pendidik
memiliki kode etik untuk mengatur komitmen kepada individu,
komitmen kepada masyarakat, dan komitmen pada profesi. Kode etik
AECT ini disusun dengan didasarkan pada kode etik A National
Education Association (NEA) yang sebelumnya telah menyusun kode
etik pertama untuk profesi pendidikan pada tanggal 1 Juli 1929
(Asosiasi Pendidikan Nasional Amerika Serikat, 1929, hal. 69 dalam
Alan Januszewski, 2008: 246), namun kode etik tersebut mengabaikan

26
pengaruh lain pada kualitas sekolah sehingga tidak banyak
mendapatkan dukungan.

Pada petengahan tahun 1970-an AECT telah memiliki kode etik


yang mendukung kebebasan intelektual, tindakan afirmatif, dan
teknologi “manusiawi”, serta menentang stereotip, tetapi karena tidak
“menegakkan posisi etis dan nilai-nilainya, dan para profesional dalam
teknologi pendidikan tidak menunjukkan keprihatinan yang luas akan
pentingnya posisi ini. Oleh karena itu disusunkan kode etik AECT versi
selanjutnya yang telah disetuji oleh Dewan Direksi pada tanggal 6
November 2001 (Alan Januszewski, 2008: 250). Pada tanggal 13 Juli
2018 muncul kode etik terbaru yang telah disetujui oleh Dewan Direksi
AECT pada tanggal 19 Oktober 2018, tetapi karena masih kurangnya
informasi dan penjelasan mengenai kode etik tersebut, maka sampai
dengan saat ini yang masih digunakan sebagai acuan adalah kode etik
2001. Berikut adalah kode etik AECT 2001:

Tabel 1. Kode Etik Profesi AECT 2001

KODE ETIK PROFESI AECT 2001


Mukadimah
1. Dengan kode etik berikut, dianggap dan dijadikan sebagai prinsip-prinsip
etika, prinsip-prinsip ini digunakan untuk memadu para angora profesi baik
secara individu maupun secara kelompok dalam menerapkan dan
memperkokoh sikap dan perilaku profesi; dengan cara profesional.
2. Komisi Etika Profesi akan menyusun dokumentasi pendapat (bersifat
interpretative atau penjabarannya dengan mendalam) berkaitan dengan
pernyataan etik khusus tersusun mulai dari sini.
3. Pendapat-pendapat yang dihasilkan/dirumuskan sebagai jawaban atas kasus
khusus sebelum (terbentuknya) Komisi Etika Profesi.
4. Uraian atau penjelasan prinsip etika dapat dihasilkan oleh Komisi ini
sebagai jawaban atas (terhadao) permohonan anggota,
Bagian 1 – Komitmen Terhadap Individu
Dalam rangka memenuhi kewajiban kepada individu, anggota:
1. Harus mendorong tindakan independen dalam menyelenggarakan
pembelajaran individu dan harus menyediakan akses terbuka dari berbagai
sudut pandang.
2. Harus melindungi hak-hak individu untuk mengakses bahan dari berbagai
sudut pandang.

27
3. Harus menjamin kepada setiap individu kesempatan untuk berpartisipasi
dalam program pendidikan yang sesuai.
4. Harus melaksanakan kegiatan secara profesional untuk melindungi
kepentingan pribadi dan menjaga integritas pribadi.
5. Harus mengikuti prosedur atau langkah kerja secara provisional untuk
evaluasi dan pemilihan bahan dan peralatan
6. Harus melakukan upaya yang wajar untuk melindungi individu dari kondisi
yang berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan.
7. Harus mempromosikan ataua memperkenalkan terapan canggih dan terbaru
dalam penggunaan teknologi.
8. Harus dalam desain dan pemilihan program pendidikan atau media yang
berusaha untuk menghindari konten yang memperkuat atau
mempromosikan stereotip gender, etnis, ras, atau agama. Harus mencari
untuk mendorong pengembangan program dan media yang menekankan
keanekaragaman masyarakat sebagai komunitas multi-budaya
Bagian 2 – Komitmen kepada Masyrakat
Dalam memenuhi kewajiban kepada masyarakat, anggota:
1. Harus dengan jujur mewakili lembaga atau organisasi dimana orang tersebut
berafiliasi, dan harus selalu siap mengambil tindakan pencegahan untuk
membedakan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan institusional
atau organisasi
2. Harus secara tepat dan cepat mewakili dan menyampaikan fakta-fakta
menyangkut kepentingan atau masalah kependidikan kepada public, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
3. Tidak boleh memanfaatkan situasi kelembagaan atau Asosiasi untuk
keuntungan pribadi.
4. Tidak akan menerima berbagai bentuk ucapan atau ungkapan terima kasih
dalam bentuk apapun juga, seperti bingkisan, hadiah yang dapat merusak
atau tampak menyimpang dari penilaian profesional, atau menawarkan
bantuan, layanan, atau hal yang bernilai untuk mendapatkan keuntungan
khusus.
5. Harus terlibat dalam praktik yang adil dan merata dengan siapapun juga
dalam memberikan jasa atas/terhadap profesi.
Bagian 3 – Komitmen pada Profesi:
Dalam memenuhi kewajiban profesi, anggota:
1. Harus memberikan perlakuan yang adil dan merata kepada semua anggota
profesi dalam hal hak dan tanggung jawab profesional.
2. Tidak boleh menggunakan cara memaksa atau menjanjikan perlakuan
khusus untuk memengaruhi keputusan profesional dari kolega.
3. Harus menghindari eksplorasi komersial atas keanggotaan individu yang
tergabung dalam organisasi profesi.
4. Harus berusaha terus-menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan profesional dan menyebarkan kepada rekan seprofesi demik
kemajuan profesi itu sendiri,
5. Harus bersikap profesional dan menjadi pribadi yang jujur sesuai dengan
persyaratan profesi, serta memperhatikan rekan profesi.
6. Harus melaksanakan kegiatan-kegiatan profesional melalui saluran-saluran
yang tepat.

28
7. Harus mendelegasikan tugas yang diberikan hanya kepada personel yang
berkualifikasi. Personel yang memenuhi syarat adalah mereka yang
memperoleh pelatihdan atau surat-suart kepercayaan yang sesuai dan atau
mereka yang dapat membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan
tugas-tugas tertentu.
8. Harus memberikan penjelasan kepada para pengguna tentang syarat-syarat
dan penafsiran-penafsiran dari hokum hak cipta dan hokum-hukum lain
yang mempengaruhi profesi serta mendukung keterlibatan.
9. Harus mematuhi semua undang-undang yang berkaitan dengan atau
memengaruhi profesi: harus melaporkan, tanpa ragu perilaku ilegal atau
tidak etis dari sesama anggota profesi kepada Komite Etika Profesional
AECT; harus berpartisipasi dalam penyelidikan profesional ketika diminta
oleh Asosiasi.
Sumber: Januszewski & Molenda: 2008: 251-252

Hal yang saat ini banyak menjadi perhatian seiring dengan


perkembangan teknologi adalah hak cipta dan perlindungan hukum
lainnya terhadap hak kekayaan intelektual. Contohnya adalah sebagai
berikut:

1) Menduplikasi kaset video untuk kebutuhan bahan ajar tanpa


persetujuan;
2) Penggunaan perangkat lunak yang tidak berlisensi untuk
menggunakan aplikasi komputer;
3) Mendownload visual dari website tanpa meminta ijin terlebih
dahulu.

Ketiga hal tersebut diatas merupakan contoh dari tidak mematuhi


kode etik AECT, sebagai pendidik yang memiliki kode etik untuk
mengatur komitmen kepada individu, komitmen kepada masyarakat,
dan komitmen pada profesi hendaknya harus mematuhi segala aturan
yang tertuang dalam kode etik tersebut. Anggota AECT kiranya harus
lebih mahir dalam mengidentifikasi pelanggaran etika potensial,
dengan mengambil tindakan untuk menghindarkan masalah etika.

b. Kode Etik IPTPI

Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI) sebagai


wadah yang menghimpun para ahli yang bergerak dalam bidang

29
teknologi pendidikan baik karena pendidikannya dan/atau kegiatan
profesinya dalam bidang teknologi pendidikan, serta mereka yang
menaruh minat terhadap lapangan kegiatan yang menjadi fungsi
teknologi pendidikan. Konsep teknologi pendidikan tidak hanya
mengacu pada kognitif dan psikomotor, tetapi juga pada ranah afektif,
salah satunya adalah moral manusia. Unsur moral ini erat kaitannya
dengan pemanfaatan teknologi dalam kehidupan sehari-hari, moral
tersebut berhubungan dengan etika, yaitu norma yang harus dipatuhi
dalam melaksanakan keilmuan dan profesi. Mengingat IPTPI sebagai
organisasi teknologi pendidikan di Indonesia oleh karena itu IPTPI
telah menerbitkan kode etik yang menjadi acuan perilaku bagi
anggotanya. Kode etik IPTPI disusun pada tanggal 15 Februari 1989
pada saat Kongres I yang dilaksanakan oleh IPTPI yang bertepatan
dengan diselenggarakannya Temu Karya Nasional Teknologi
Pendidikan oleh Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan Aktivitas
Instruksional (PAU-PAI) Universitas Terbuka bekerja sama dengan
IPTPI. Pada kongres I tersebut selain selain penyusunan kode etik juga
dilakukan penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga,
Logo, dan Pembentukan Pengurus. Berikut adalah kode etik yang telah
disusun adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Kode Etik Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan (IPTPI)

Kode Etik Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan (IPTPI)


Mukadimah
Pada hakekatnya teknologi pendidikan serta kegiatan-kegiatannya adalah untuk
mengatasi masalah belajar pada manusia dengan menggunakan teknologi
sebagai proses maupun produk.
Profesi teknologi pendidikan bertekad mengemban dan melaksanakan
Pancasila, yang terdapat pada alinea 4 (empat) Pembukaan UUD 1945,
khususnya agar tiap warga negara mendapatkan pengajaran. Teknologi
pendidikan berniat dan bersikap agar pribadi mendapat kesempatan berkembang
seoptimal mungkin melalui pendidikan dengan mengembangkan dan
menggunakan teknologi selaras dengan kondisi lingkungan dan tujuan
pembangunan, agar tecapai masyarakat yang dinamik dan harmonis.
Agar niat dan sikap itu dapat direalisasikan dengan sebaik-baiknya, maka
mereka yang berprofesi teknologi pendidikan dan tergabung dalam ikatan

30
profesi, menyepakati suatu prinsip etik sebagai pegangan perorangan maupun
pegangan bersama dalam membina kegiatan profesi.

Bab I
Kewenangan dan Kewajiban
1. Mengamalkan keahlian dan keterampilan dalam bidang teknologi
pendidikan sesuai dengan kriteria keahlian yang dituntut untuk itu.
2. Mengembangkan konsep, prinsip dan prosedur dalam bidang profesi sesuai
dengan perkembangan ilmu, teknologi dan masyarakat.
3. Melaksanakan fungsi pengembangan dan pengelolaan sumber belajar untuk
kepentingan pembelajaran.
4. Memelihara dan mempertahankan martabat dan norma etik keahliannya.
5. Melaksanakan profesinya sesuai dengan etika dan nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat, bangsa dan negara.
Bab II
Tanggung Jawab Kepada Perorangan
Para anggota memenuhi tanggung jawabnya kepada perorangan dengan
ketentuan:
1. Menjaga kerahasiaan informasi pribadi peserta didik dalam melaksanakan
tugasnya.
2. Menjamin agar setiap pribadi peserta didik memperoleh kesempatan yang
sama dalam pembelajaran.
Bab III
Tanggung Jawab Kepada Masyarakat
Para anggota melaksanakan tanggung jawab kepada masyarakat dengan
ketentuan:
1. Mengamalkan profesinya secara jujur dan wajar untuk kepentingan sesama,
masyarakat, bangsa dan negara.
2. Secara jujur mewakili lembaga tempatnya berkarya dan / atau organisasi
tempatnya bekerja, dengan mengutamakan kepentingan lembaga /
organisasi daripada kepentingan pribadi.
3. Menyatakan secara jujur dan obyektif fakta yang berhubungan dengan
masalah pendidikan dan teknologi kepada masyarakat langsung, maupun
tidak langsung.
4. Tidak menyalahgunakan kedudukannya dalam organisasi untuk
kepentingan pribadi.
5. Tidak menerima hadiah atau keuntungan yang dapat mempengaruhi atau
dapat diduga mempengaruhi pertimbangan profesionalnya, dan tidak
menjanjikan kemudahan, pelayanan khusus, atau sesuatu yang bernilai
untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Bab IV
Tanggung Jawab Kepada Rekan Seprofesi
Para anggota melaksanakan tanggung jawabnya kepada rekan seprofesi,
dengan
ketentuan :
1. Saling memelihara hubungan antar anggota seprofesi.
2. Saling menghargai dan menghormati hak, martabat dan pendapat rekan
seprofesi.

31
3. Saling membantu usaha peningkatan keahlian rekan seprofesi.
4. Saling mengingatkan dan menasehati dengan penuh kebijaksanaan, demi
kebenaran, kepentingan kepribadian, profesi dan masyarakat.
5. Saling menghargai dan bekerjasama dengan rekan seprofesi lain untuk
kepentingan umum.
Bab V
Tanggung Jawab Kepada Organisasi dan Profesi
Para anggota melaksanakan tanggung jawabnya kepada organisasi dan profesi
dengan ketentuan :
1. Menjadikan ikatan profesi teknologi pendidikan sebagai forum komunikasi
dan kerjasama untuk meningkatkan kemampuan pengabdiannya.
2. Wajib memberikan sumbangan tenaga, pikiran, waktu dan dana untuk
kepentingan pengembangan organisasi dan profesi.
3. Menghindarkan diri dari sikap, perbuatan dan ucapan yang merugikan
organisasi dan profesi.
4. Melakukan tindak profesinya menurut jalur dan ketentuan waktu yang
berlaku.
5. Melimpahkan tugas profesi hanya kepada orang-orang yang memenuhi
syarat, kompetensi professional, yaitu orang yang terdidik, terlatih, dan
trampil yang menunjukkan kemampuan untuk melaksanakan tugas
teknologi pendidikan.
6. Bersedia memberikan pertimbangan profesi bilamana diminta oleh lembaga
tempatnya berkarya, atau oleh organisasi lain.
7. Berusaha mengembangkan citra profesi teknologi pendidikan dengan
berpartisipasi aktif dan kreatif dalam kegiatan di bidang teknologi
pendidikan dan yang berkaitan dengannya.
8. Selalu berusaha mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
profesionalnya dalam bidang teknologi pendidikan.
Bab VI
Lain-Lain
1. Setiap anggota bertanggung jawab untuk melaksanakan dan menjunjung
tinggi kode etik ini dengan sebaik-baiknya
2. Setiap penyimpangan dari kode etik ini dapat dikenakan sanksi organisasi.
3. Jika diperlukan, kode etik masih akan disempurnakan.
4. Hal-hal yang belum tercakup akan diatur kemudian.

Sumber: Seels & Richey, 1994: 168-171.

32
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan teknologi dari masa ke masa sudah semakin pesat dan
menciptakan masyarakat teknologi yang berbeda dengan masyarakat di masa
lampau. Perubahan ini berdampak pada semua lini kehidupan manusia, seperti
gaya hidup, cara berpikir, kebutuhan dasar manusia, termasuk didalamnya
pendidikan. Tenaga profesi teknologi pendidikan adalah tenaga ahli dan/atau
mahir dalam membelajarkan peserta didik dengan memadukan secara sistemik
komponen saran belajar. Para ahli yang bergerak dalam bidang teknologi
pendidikan merasa perlu adanya suatu forum profesi. AECT adalah organisasi
internasional yang menghargai keragaman pemikiran, budaya, dan orang-orang
yang kegiatannya diarahkan untuk meningkatkan pembelajaran sama halnya
dengan Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI) yang ada di
Indonesia.

Etika menjadi sebuah tantangan yang serius seiring dengan kemajuan


teknologi berbasis internet. Terkait dengan etika tersebut, maka hal yang
berkenaan dengan perilaku para ilmuan, praktisi, atau teknolog pendidikan
terhadap seseorang, masyarakat dan diri sendiri diatur dengan sebuah kode etik.
Kode etik menunjukkan arah untuk praktek sehari-hari dan landasan untuk
memahami dan mengartikan implikasi etis dalam berbagai isu yang dihadapi
oleh praktisi saat ini.

B. Saran
1. Perlunya antisipasi dalam menghadapi perkembangan teknologi untuk
dunia pendidikan

2. Masih kurangnya informasi terkait dengan Ikatan Profesi Teknologi


Pendidikan Indonesia (IPTPI) yang tersedia;

3. Perlunya komitmen serius dalam mengatasi etika yang sering menjadi


permasalahan seiring dengan perkembangan teknologi;

33
DAFTAR PUSTAKA

Januszewski, A., & Molenda, M. (2008). Educational Technology. New York:


Lawrence Erlbaum Associates Taylor & Francis.
Maree Gosper and Dirk Ifenthaler, Curriculum Models for the 21st century,
Learning technologies in Higher Education, Springer New York 2014

M.D. Roblyer, Integrating Educational Technology into TEaching, Pearson, 2016

Miarso, Y. (2016). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenadamedia


Group.
Prawiradilaga, D. S. (2016). Wawasan Teknologi Pendidikan. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Prawiradilaga, D.S dan Uwes Anis Chaeruman. (2018). Teknologi Kinerja
(Performance Technology). Jakarta: Prenadamedia Group.
Seels, B. B., & Richey, R. C. (1994). Teknologi Pembelajaran Definisi dan
Kawasannya Seri Pustaka Teknologi Pendidikan No. 12. Jakarta: Ikatan
Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI).
Education 4.0 Made Simple: Ideas for Teaching, IJELS, Anealka Aziz Husin, 2012

https://www.aect.org/index.php 30 April 2019 10:33


https://ang99site.wordpress.com/2016/06/15/ikatan-profesi-teknologi-pendidikan-
indonesia/ diakses 30 April 2019 jam 11:29 WIB

https://semnasiptpisumsel.wordpress.com/2012/03/24/tentang-iptpi/ diakses 30
April 2019 jam 5:23

34

Anda mungkin juga menyukai