Anda di halaman 1dari 12

KOLEKSI SPESIMEN

Oleh :
Nama : Ulfah Nuraini
NIM : B1A015044
Rombongan : II
Kelompok :5
Asisten : Hafizh Aulia Khairy R.

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEMATIKA HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Koleksi spesimen merupakan aset ilmiah yang penting sebagai bahan


penelitian keanekeragaman fauna baik taraf nasional ataupun taraf internasional.
Kegiatan pengelolaan yang dapat dilakukan adalah proses pengawetan, perawatan,
perekaman data, pengawasan dalam penggunaan spesimen ilmiah (Suhardjono,
1999). Pembuatan awetan spesimen diperlukan untuk tujuan pengamatan spesimen
secara praktis tanpa harus mencari bahan segar yang baru, terutama untuk spesimen-
spesimen yang sulit di temukan di alam. Spesimen adalah contoh binatang atau
tumbuhan atau mikroba utuh (misal serangga dan ikan), bagian dari tubuh binatang
atau tumbuhan (misal tengkorak mamalia, tulang burung, daun yang diserang hama
dan bunga) atau organ (hati dan pucuk akar serabut) atau darah (untuk material
DNA) yang dikumpulkan dan disimpan untuk jangka waktu tertentu (Suhardjono,
1999). Menurut Tjakrawidjaya (1999), koleksi spesimen yaitu pengawetan yang
digunakan dalam mempertahankan organ spesimen. Teknik koleksi dibedakan
menjadi dua yaitu koleksi basah dan koleksi kering.
Fungsi koleksi spesimen menurut Suhardjono (1999), diantaranya yaitu :
1. Membantu dalam identifikasi atau mengenali jenisnya.
2. Mendiagnosa atau mendeskripsikan karakter pemiliknya.
3. Membantu mempelajari hubungan kekerabatan.
4. Mempelajari pola sebaran geografi.
5. Mempelajari pola musim keberadaanya.
6. Mengetahui habitat.
7. Mengetahui tumbuhan atau hewan inang.
8. Mengetahui biologi : perilaku, daur hidup.

B. Tujuan

Tujuan praktikum acara Koleksi Spesimen, antara lain :


1. Mengetahui berbagai teknik pengambilan sampel.
2. Melakukan pengawetan terhadap hewan avertebrata dan vertebrata.
3. Membuat koleksi spesimen yang dapat bertahan lama.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Terdapat dua macam tipe koleksi spesimen, yaitu koleksi basah dan koleksi
kering. Koleksi basah adalah koleksi yang disimpan dalam larutan pengawet ethanol
70%, sedangkan koleksi kering berupa tulang dan kulit yang diawetkan dengan
bahan kimia formalin atau boraks. Menurut Yayuk et al. (2010), pengawetan hewan
dapat dilakukan dengan cara-cara seperti berikut:
1. Pengawetan tulang (rangka)
Pembuatan preparat tulang dilakukan dengan terlebih dahulu membedah dan
menguliti spesimen hingga bersih dari kulitnya. Kemudian dilakukan perebusan
selama 30 menit hingga 2 jam agar memudahkan pemisahan otot dari rangka, lalu
didinginkan secara alami. Selanjutnya dibersihkan otot atau daging yang masih
menempel pada rangka dengan hati-hati sampai bersih, lalu dibersihkan dan
direndam dalam pemutih agar tulangnya putih bersih. Terakhir, ditata rapi, diberi
label, dan diidentifikasi.
2. Pengawetan insekta (insektarium)
Pembuatan preparat awetan insekta dilakukan dengan terlebih dahulu
mematikan serangga dengan cara serangga dimasukkan ke dalam botol atau toples
yang didalamnya telah diletakkan busa berkloroform, sebelumnya diletakkan
pembatas dari kertas yang agak tebal yang telah dibolong-bolongi agar serangga
tersebut mati tanpa terkena basahan kloroform. Setelah mati, bagian luar tubuh
serangga diolesi alkohol 70% lalu ditusuk dengan office pin atau jarum pentul,
ditancapkan pada sterofoam. Menurut Afifah et al. (2014), insektarium merupakan
tempat penyimpanan koleksi spesimen Insekta, baik awetan basah maupun awatan
kering. Insektarium sering menampilkan berbagai jenis serangga, koleksi serangga
merupakan bahan untuk belajar struktur tubuh serangga secara mendalam, terutama
yang berhubungan dengan ciri khasnya, sehingga kita lebih mudah mengenal dan
menggolongkannya bila suatu waktu menjumpainya kembali di lapangan. Di dalam
insektarium, suhu dan kelembaban tetap konstan, sedangkan variasi faktor iklim
terjadi di luar lingkungan, terutama pada musim hujan, ketika osilasi sekitar 5 ° C
diamati dari pagi ke malam (24,0 ° C dan 28,0 ° C) (Pinheiro et al., 2016).
3. Pengawetan kering (taksidermi)
Taksidermi adalah salah satu teknik pengawetan untuk mumifikasi selama
berabad-abad (Dermici et al., 2012). Pembuatan preparat taksidermi dilakukan
dengan terlebih dahulu membius spesimen dengan kloroform atau eter. Spesimen
yang biasa dibuat taksidermi adalah Mamalia dan Aves. Setelah hewan mati, dibuat
torehan dari perut depan alat kelamin sampai dada, kemudian lukanya dibubuhi
tepung jagung. Setelahnya, hewan dikuliti menggunakan scalpel, dihilangkan lemak-
lemaknya, dam setelah bersih lalu boraks ditaburi dan gulungan kapas dibuat sebesar
atau sepanjang tubuh hewan lalu dimasukkan sebagai pengganti dagingnya.
Kemudian dibentuk seperti perawakannya saat masih hidup. Terakhir, bekas
torehannya dijahit, mulutnya dijahit segitiga.
4. Pengawetan basah
Spesimen yang biasa dibuat awetan basah biasanya bangsa Crustacea atau
hewan avertebrata lainnya. Pembuatannya terbilang cukup sederhana prosesnya.
Hewan dimatikan dengan kloroform atau eter, dibersihkan, lalu dimasukkan ke
dalam toples transparan berisi alkohol 70% yang sesuai ukuran atau lebih besar
ukurannya dari hewan tersebut. Biasanya dilengkapi dengan kaca transparan untuk
alas hewan agar tetap kedudukannya, kemudian diberi keterangan menggunakan
kertas kedap air.
.
BAB III. MATERI DAN METODE
A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum acara morfometri yaitu bak preparat,
pinset, laporan sementara, jarum pentul, jangka sorong, penggaris, sterofom,
millimeter blok, benang dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam praktikum acara morfometri adalah beberapa
spesimen hewan avertebrata (udang) dan vertebrata.

B. Metode

Pengukuran morfometri hewan avertebrata:


1. Preparat udang (Metapenaeus sp.) disiapkan dan diletakkan diatas millimeter
blok.
2. Metode morfometrik sederhana, bagian-bagian tubuh udang diukur dengan
penggaris.
3. Patokan titik truss dibuat untuk metode Truss Morphometrics pada tubuh udang
dengan menggunakan jarum pentul.
4. Karakter morfometrik diukur dengan menggunakan jangka sorong dengan teknik
truss morphometrics.
5. Karakter meristik dari udang dihitung.
6. Seluruh hasil pengukuran dicatat pada table.
Pengukuran morfometri hewan vertebrata:
1. Preparat ular jali (Ptyas mucosus) dan ikan nila (Oreochromis niloticus).
2. Morfometri sederhana, bagian-bagian tubuh ular jali (Ptyas mucosus) dan ikan
nila (Oreochromis niloticus) diukur dengan pengaris.
3. Ikan nila (Oreochromis niloticus) diletakkan pada millimeter yang dibawahnya
ada sterofom diberi titik-titik patok menggunakan jarum pentul untuk metode
truss morphometrics.
4. Jarak antara titik-titik patokan diukur.
5. Karakter meristic ular jali (Ptyas mucosus) dan ikan nila (Oreochromis niloticus)
dihitung.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan

Berdasarkan praktikum, diperoleh hasil....


BAB V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai


berikut :
1. …………………………………………….
2. ……………………………………………

B. Saran

........................................................................................ ........................ ...........


................... ........................ ........................................ ............................................. .....
.................. .......................... .......... ............. ........... ......... ..............................

DAFTAR REFERENSI

Afifah, N., Sudarmin & Widianti, T. 2014. Efektivitas Penggunaan Herbarium Dan
Insektarium Pada Tema Klasifikasi Makhluk Hidup Sebagai Suplemen Media
Pembelajaran IPA Terpadu Kelas VII Mts. Unnes Science Education Journal,
3(2), pp. 494-501.

Demirci, B., Gultiken M.E., Karayigit, M.O. dan Atalar, K. 2012. Is Frozen
Taxidermy an Alternative Method for Demonstration of Dermatopaties.
Eurasian Journal of Veterinary Sciences, 28(3), pp.172-176.

Pinheiro, V. C. S., Pinheiro, W. D., Bezzera, J. M. T., & Tadei, W. P. 2016. Eggs
viability of Aedes aegypti Linnaeus (Diptera, Culicidae) under different
environmental and storage conditions in Manaus, Amazonas, Brazil. Brazilian
Journal of Biology. 15(2), pp. 152-158.

Suhardjono, Y.R. 1999. Buku Pegangan Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi.


Bogor: LIPI Press.

Tjakrawidjaya, F. 1999. Arsenic In Taxidermy Collections. Bogor: Puslitbang


Biologi.

Yayuk, S., Hartini, U. & Sartiami, E. 2010. Koleksi, Preservasi, Identifikasi, Kurasi
dan Manajemen Data. Bandung: Angkasa Duta.
Keterangan :

 Margin: rata kiri 4 cm, rata kanan, atas dan bawah 2,5 cm
 Naskah diketik dengan menggunakan kertas HVS A4 80 g.
 Font : Times New Roman, ukuran 12
 Kesimpulan menjawab tujuan
 Daily journal sebagai syarat masuk setiap acara praktikum WAJIB memuat di
dalamnya:
o Cover
o BAB I. Pendahuluan (Latar belakang dan Tujuan)
o BAB II. Tinjauan Pustaka
o BAB III. Materi dan Metode
o Daftar Referensi
o 2 jurnal Bhs. indo & Bhs .inggris (thn 2012-2017) untuk kelas reguler
1
dan 2 junal Bhs. Inggris (thn 2012-2017) untuk kelas internasional.
 Kalimat dalam jurnal yang dimasukkan kedalam laporan WAJIB ditandai /
distabilo.

Anda mungkin juga menyukai