Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN


DI PERSEMAIAN PERMANEN
BALAI PENGELOLAAN DAS DAN HUTAN LINDUNG SOLO
JUMANTONO, KARANGANYAR

Disusun untuk memenuhi tugas Teknik Budidaya Tanaman dan sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar S-1 Sarjana Pertanian

OLEH :
MOH. MASNUR (2017050007)
INDRA ALUDIN (2017050018)

DOSEN PENGAMPU :
Ir. Tri Rahayu, MS.

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM BATIK SURAKARTA
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum Teknologi Budidaya
Tanaman. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi
Budidaya Tanaman yang diampu oleh bu Ir. Tri Rahayu, MS. Kami menyadari
sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan pengetahuan, pengalaman, waktu dan tenaga yang dimiliki kami. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca guna perbaikan laporan ini kedepan. Akhir kata, semoga laporan ini
dapat berguna dan dapat bermanfaat khususnya bagi diri kami dan bagi para
pembaca pada umumnya.

Surakarta, 05 November 2018

Penyusun

_______________
Moh. Masnur
NPM : 2017050007

ii
DAFTAR ISI

Sampul……………………………….…………………………………….. i
Kata Pengantar……………………………………………………………. ii
Daftar Isi…………………………………………………………………… iii

BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………... 1
1.1 Pentingnya Pembibitan…………………………………………………. 1
1.2 Tujuan Diadakan Pembibitan…………………………………………… 3
1.3 Sasaran yang Akan Dicapai….…………………………………………. 4

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA……………...…………………………. 6


2.1 Persemaian……………………………………………………………… 6
2.2 Pembibitan……………………………………………………………… 7
2.3 Media Persemaian/Pembibitan…………………………………………. 9

BAB III : HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………26


3.1 Struktur Organisasi…………………………………………………….. 26
3.2 Alur Kebijakan…………………………………………………………. 28
3.3 Cara Pembibitan…………………………………………………………29
3.4 Media Tanam…………………………………………………………… 47
3.5 Perlakuan Benih………………………………………………………… 55

BAB IV : PENUTUP……………………………………………………… 58
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 58
4.2 Kritik dan Saran………………………………………………………… 58

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………59
LAMPIRAN……………………………………………………………….. 62

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pentingnya Pembibitan


Pembibitan merupakan faktor penting untuk meraih kesuksesan di dalam
beragam intervensi pembangunan kehutanan dan pertanian. Pembibitan
memiliki beragam tujuan, mulai dari produksi biomassa secara komersial,
rehabilitasi lahan dan konservasi hutan, hingga pengembangan kapasitas dan
peningkatan mata pencaharian. Pembibitan adalah tempat yang dikelola, dan
dirancang untuk memproduksi bibit pohon yang dibesarkan di dalam kondisi
baik sampai bibit-bibit ini siap untuk ditanam. Pembibitan ini dapat berupa
pembibitan tidak resmi yang berskala kecil atau badan usaha komersial besar.
Namun, tujuan utama semua pembibitan adalah memproduksi sejumlah bibit
berkualitas tinggi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pengguna bibit. Para
pengguna bibit mencakup operator pembibitan itu sendiri, perseorangan,
organisasi kemasyarakatan, kelompok petani, badan pemerintahan, organisasi
nonpemerintah, perusahaan, atau konsumen swasta. Pembibitan-pembibitan ini
telah menjadi tempat penyimpanan kekayaan berupa keanekaragaman jenis
pohon. Benih pohon bertunas dan pohon tumbuh dengan baik dalam kondisi
alami. Germinant (bibit muda) dan pohon muda yang rapuh ini terekspos pada
kondisi musim kering yang merugikan dan persaingan kuat dari tanaman lain di
hutan atau perkebunan alami. Pembibitan pohon dapat memberikan perawatan
dan perhatian optimal pada bibit selama usia kritis tanaman muda,
menghasilkan produksi bibit yang sehat dan kuat. Operasi pembibitan yang baik
melibatkan pemilihan benih dan bibit dengan kualitas terbaik, yang kemudian
menjadi awal perbaikan kualitas pohon. Tambahan lain, pembibitan-pembibitan
ini berguna untuk menyebarkan benih rekalsitran (contohnya, jenis dipterokarpa
dan banyak spesies buah) dan spesies yang berbunga/berbuah dengan tidak
teratur. Benih spesies-spesies ini dapat disimpan dan ditanam dalam kondisi
baik di pembibitan. Pembibitan juga tempat yang baik untuk operasi
perbanyakan vegetatif. Kultivasi spesies yang sulit untuk diperbanyak dapat

1
ditingkatkan/diperluas melalui praktik pembibitan yang baik, yang berarti
melalui penyimpanan benih yang baik, perbanyakan vegetative dan perawatan
bibit dengan perhatian penuh (ICRAF, 2015)
Manusia hidup dan tumbuh kembang di lingkungan. Lingkungan atau
alam sekitar telah menyediakan berbagai kebutuhan hidup bagi manusia.
Mustahil manusia bisa hidup tanpa peran serta dari lingkungan. Oleh karena itu,
generasi muda seperti kita harus turut serta dalam pelestarian lingkungan hidup
di sekitarnya, baik di rumah, sekolah dan masyarakat. Salah satu cara
menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan hidup adalah dengan
mengetahui bagaimana menanam, memelihara, sampai dengan merasakan
manfaat yang diperoleh dari tumbuhan tersebut. Hal mendasar yang harus
diketahui sebelum dilakukannya kegiatan menanam tumbuhan adalah
mengetahui tata cara pembibitan tanaman. Mengingat pentingnya kedudukan
tumbuhan di lingkungan maka perkembangan tumbuhan adalah suatu hal yang
paling penting. Beberapa jenis hewan tertentu bisa membantu tumbuhan dalam
proses berkembang biak. Manusia juga tentunya harus ikut serta mambantu
proses perkembangbiakan tumbuhan. Inilah yang bisa manusia lakukan, yaitu
dengan teknik pembibitan (Rahayu, 2013). Pembibitan adalah pilar dasar
kemajuan pertanian (Odesa, 2017).
Pembibitan merupakan proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan
benih atau kecambah menjadi bibit yang siap untuk ditanam. Pemilihan bahan
tanam (bibit) dan pemahaman terhadap sifat dan karakteristik bibit merupakan
faktor penting keberhasilan kegiatan budidaya tanaman (Sunarko, 2014).
Sampai saat ini produktivitas hutan alam sudah menurun sangat drastis
sejalan dengan meningkatnya eksploitasi hutan secara terus-menerus untuk
memenuhi permintaan akan kebutuhan kayu. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut maka pembangunan hutan tanaman sebagaai penghasil kayu baik untuk
industri, pertukangan, kayu energi dan lain-lain harus ditingkaatkan baik
dengan penambahan luas hutan tanaman maupun penggunaan materi tanaman
unggul hasil pemuliaan. Dengan menggunakan materi tanaman yang unggul

2
melalui kegiatan pembibitan yang baik akan dapat meningkatkan
produtivitasnya dan mutu tegakan yang dihasilkan (Adinugraha, 2011).
Kegiatan pembibitan merupakan tindakan kultur teknis dalam upaya
mengelola perkecambahan benih agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi
bahan tanaman (bibit) sehingga bibit tersebut dapat ditanam di lingkungan
terbuka (lapangan) dan dapat tumbuh dengan baik. Pada pembibitan terdapat
tiga aspek kegiatan pembibitan agar mendapatkan bibit yang berkualitas yaitu
memilih benih unggul, penanaman dan kegiatan perawatan bibit dan seleksi
bibit. Sasaran utama pembibitan adalah menyediakan bahan tanaman (bibit)
yang bermutu baik dengan biaya yang wajar, sehingga dapat mendukung
program penanaman yang tepat di lapangan. Oleh karena itu pembibitan
sebenarnya kegiatan yang strategis pada tahap awal penanaman pohon secara
luas. Kegiatan pembibitan juga akan menentukan kualitas, kuantitas, sebaran
waktu, dan volume kegiatan pada tahapan proses kegiatan penanaman dan pasca
penanaman (perawatan) di lapangan. Mutu bibit yang baik akan mendukung
maksimal dalam proses-proses kelanjutan manajemen tanaman serta kualitas
dan produktivitas (hasil) tanaman. Jumlah bibit yang akan ditanam pada suatu
waktu akan menentukan jumlah transportasi, volume penanaman bibit, kegiatan
pemupukan, perawatan dan kegiatan terkait lainnya di lapangan (Duladi, 2010).

1.2 Tujuan Diadakan Pembibitan Permanen


Kementerian Kehutanan telah membangun pembibitan permanen, yaitu
Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (BPDASHL). Pembangunan ini
adalah upaya untuk produksi bibit berkualitas secara massal, rutin, cepat, dan
berkelanjutan, sehingga penanaman tidak terkendala kekurangan bibit. Untuk
maksud ini, pembibitan permanen dibangun dan dioperasikan dengan teknologi
pembibitan yang dapat menghasilkan bibit dengan efisiensi yang tinggi.
Pembibitan permanen memproduksi bibit secara menetap dengan
memanfaatkan teknologi dalam perbanyakan tanaman secara generatif (dengan
benih) dan vegetatif (dengan stek). Pembibitan pemanen memanfaatkan
teknologi otomatisasi dalam sistem irigasi, sistem penyiraman (spraying, dan

3
misting), dan sistem pengkabutan (fogging) selama produksi bibit tersebut.
Selain itu, fasilitas pembibitan permanen dirancang agar alur produksi (flow of
process) sesuai dengan fase pertumbuhan mulai penaburan benih, penyapihan
kecambah, aklimatisasi bibit, hingga menjadi bibit siap tanam. Bibit yang
diproduksi di pembibitan permanen diharapkan memiliki sistem perakaran yang
kompak dan terarah, sehat, struktur seimbang antara batang dan akar, batang
telah berkayu, serta telah melewati fase aklimatisasi sebelum menghadapi
kondisi lapangan. Bibit tersebut setelah ditanam, akan segera menghasilkan
tunas baru (Kementerian Kehutanan, 2012).

1.3 Sasaran yang Akan Dicapai


Sasaran Pembibitan Permanen Balai Pengelolaan DAS dan Hutan
Lindung (BPDASHL) dibangun untuk mendukung masyarakat dalam
melestarikan sumber daya lahan dan penyediaan kayu masyarakat secara
berkesinambungan, serta secara cuma cuma. Cara mendapatkan bibit cukup
mengajukan permohonan atau mengisi formulir yang ditujukan kepada Kepala
Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung. Produksi bibit dan operasional
pembibitan permanen merupakan salah satu bentuk fasilitasi pemerintah
melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam membantu
menyediakan bibit tanaman hutan bagi masyarakat umum, instansi pemerintah,
lembaga pendidikan atau pihak lainnya yang ingin berpartisipasi dalam
memperbaiki kualitas lingkungan di sekitar tempat tinggalnya. Bibit-bibit yang
disediakan nantinya akan ditanam, baik di areal fasilitas umum dan fasilitas
sosial (sekolah, tempat peribadatan, dan lain sebagainya) maupun di lahan-
lahan milik, karena salah satu Tupoksi (tugas pokok dan fungsi) BPDASHL
adalah Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan serta Konservasi Tanah dan
Air (BPDAS, 2017).
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal
Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang

4
peningkatan daya dukung daerah aliran sungai dan hutan lindung. Dalam
melaksanakan tugas Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai
dan Hutan Lindung menyelenggarakan fungsi : pengelolaan daerah aliran
sungai, pembinaan kesatuan pengelolaan hutan lindung, perbenihan tanaman
hutan, penanaman dan pemeliharaan tanaman hutan, pemulihan kerusakan
ekosistem perairan darat, rehabilitasi hutan dan lahan, serta konservasi tanah
dan air (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2016).
Selain sasaran utama untuk penghijauan lingkungan, sasaran lain dari
kegiatan pembibitan permanen adalah untuk mengendalikan perubahan iklim.
Pemanasan global telah menjadi perhatian masyarakat dunia. Dampak dari
pemanasan global yang Indonesia rasakan ditandai dengan adanya bencana
alam dan bencana ekologis seperti frekuensi kejadian banjir, longsor, dan angin
ribut yang semakin sering. Melalui kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan
yang dilakukan masyarakat dengan bibit yang diperoleh dari BPDAS, maka
masyarakat ikut turut serta berpartisipasi dalam upaya pengendalian perubahan
iklim. BPDASHL telah berkomitmen dan berupaya mencegah kenaikan suhu
global melalui kegiatan penanaman pohon, tata kelola hutan dan lahan
(BPDAS, 2018).

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persemaian
Persemaian (Nursery) adalah tempat atau areal untuk kegiatan memproses
benih (atau bahan lain dari tanaman) menjadi bibit/semai yang siap ditanam di
lapangan. Kegiatan di persemaian merupakan kegiatan awal di lapangan dari
kegiatan penanaman hutan karena itu sangat penting dan merupakan kunci
pertama di dalam upaya mencapai keberhasilan penanaman hutan (Dyah, 2010).
Persemaian adalah suatu tempat menyemai bahan pertanaman atau biji
atau bahan vegetatif untuk mendapatkan bibit, dimana tanaman muda itu
dipelihara sampai dapat dipindahkan ke tempatnya yang tetap di kebun
pertanaman (Soediyanto dkk, 1990). Maksud dan tujuan dilakukannya
persemaian adalah : (1) Untuk memperoleh benih atau bibit yang bermutu
tinggi dalam, jumlah yang memadai dan tata waktu yang tepat.; (2) Untuk
meningkatkan produktivitas maupun kualitas hasil hutan berupa pohon/kayu
yang sesuai dengan kondisi tempat tumbuh, dengan menggunakan bibit yang
berkualitas tinggi dari jenis-jenis yang diinginkan.; dan (3) Untuk
meningkatkan daya hidup/survival tanaman dapat dilakukan dengan cara : (a)
Mengontrol vegetasi lain yang berkompetisi dengan tanaman inti.; (b)
Menghilangkan gangguan fisik terhadap pertumbuhan pohon; (c) Pengolahan
tanah untuk memperbaiki struktur tanah; (d) Memperbaiki drainase pada daerah
basah (Anonim, 1993 dalam Murdiono, 2013).
Menurut Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K)
Kementerian Pertanian (2014); Persemaian adalah tempat atau areal untuk
kegiatan memproses benih menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan.
Penanaman benih ke lapangan dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak
langsung yang berarti harus disemaikan terlebih dahulu di tempat persemaian.
Penanaman secara langsung ke lapangan biasanya dilakukan apabila biji-biji
(benih) tersebut berukuran besar dan jumlah persediaanya melimpah.
Pemindahan/penanaman bibit berupa semai dari persemaian ke lapangan dapat

6
dilakukan setelah semai-semai dari persemaian tersebut sudah kuat (siap
ditanam). Tujuan persemaian adalah untuk memperoleh keberhasilan
penanaman dari hasil bibit-bibit di persemaian yang siap tanam dengan kualitas
dan kuantitas yang diharapkan.
Umumnya, persemaian dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
persemaian sementara dan persemaian tetap. Pada persemaian sementara,
persemaian jenis ini biasanya berukuran kecil dan terdapat di dekat area yang
akan ditanami, selain itu hanya digunakan untuk beberapa musim panen yaitu
paling banyak 5 tahun saja. Sedangkan pada persemaian tetap, jenis ini biasanya
berukuran luas dan lokasinya menetap pada suatu tempat, agar dapat melayani
areal penanaman yang sangat luas. Selain itu, persemaian jenis ini digunakan
dalam waktu panen yang lama, yaitu minimal 25 tahun (Informasi Ilmu
Pertanian Indonesia, 2017).

2.2 Pembibitan
Bibit merupakan bahan tanaman yang siap untuk ditanam di lapangan.
Bibit bisa berasal dari organ reproduktif (benih) atau hasil perbanyakan
vegetatif (ramet) (PPKS, 2003). Pembibitan merupakan cara atau usaha yang
dilakukan untuk menumbuhkan bahan tanaman agar menjadi bibit yang
bermutu dan berkualitas serta siap untuk ditanam. Pembibitan merupakan awal
kegiatan lapang yang harus dimulai setahun sebelum penanaman dimulai.
Pembibitan bertujuan untuk menghasilkan bibit berkualitas tinggi yang harus
tersedia pada saat penyiapan lahan tanam telah selesai (Mangoensoekarjo dan
Semangun, 2008). Sedangkan menurut PPKS (2003) sasaran akhir dari kegiatan
pembibitan adalah menyediakan bibit yang asli dan jagur. Bibit yang asli dan
jagur merupakan jaminan untuk memperoleh kebun dengan produktivitas
tinggi.
Bibit merupakan bahan yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan
bahan tanaman. Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian
kegiatan budidaya tanaman. Melalui tahap pembibitan ini diharapkan akan
menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit tanaman yang baik adalah

7
bibit yang memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta
berkemampuan dalam mengahadapi kondisi cekaman lingkungan saat
pelaksanaan transplanting atau penanaman di lapangan (PPKS, 2003). Bibit
yang dihasilkan adalah bibit yang baik dan berkualitas diperlukan pengelolaan
yang intensif selama tahap pembibitan. Pengelolaan pembibitan diperlukan
pedoman kerja yang dapat menjadi acuan sekaligus kontrol selama pelaksanaan
di lapangan. Mangoensoekarjo dan Semangun (2008) juga menyatakan bahwa
pembibitan merupakan langkah permulaan yang sangat menentukan
keberhasilan penanaman di lapangan, sedangkan bibit unggul merupakan dasar
dari perusahaan untuk mencapai produktivitas dan mutu yang tinggi.
Menurut Sunarko (2014), Pembibitan merupakan proses untuk
menumbuhkan dan mengembangkan benih atau kecambah menjadi bibit yang
siap untuk ditanam. Pemilihan bahan tanam (bibit) dan pemahaman terhadap
sifat dan karakteristik bibit merupakan faktor penting keberhasilan kegiatan
budidaya tanaman.
Menurut World Agroforestry Centre/ ICRAF (2015), Pembibitan pohon
adalah tempat yang dikelola, dan dirancang untuk memproduksi bibit pohon
yang dibesarkan di dalam kondisi baik sampai bibit-bibit ini siap untuk ditanam.
Pembibitan pohon ini dapat berupa pembibitan tidak resmi yang berskala kecil
atau badan usaha komersial besar. Pembibitan memiliki keragaman dalam hal
ukuran, fasilitas (suplai, peralatan, perlengkapan, dll.), tipe bibit yang
diproduksi, dan operasional. Pembibitan-pembibitan juga memiliki perbedaan
signifikan dalam hal kualitas dan kuantitas stok bahan tanam yang diproduksi.
Namun, tujuan utama semua pembibitan adalah memproduksi sejumlah bibit
berkualitas tinggi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pengguna bibit. Para
pengguna bibit mencakup operator pembibitan itu sendiri, perseorangan,
organisasi kemasyarakatan, kelompok petani, badan pemerintahan, organisasi
nonpemerintah, perusahaan, atau konsumen swasta. Pembibitan-pembibitan ini
seringkali dapat memberikan kesempatan kepada para operator untuk
mendapatkan penghasilan dan meningkatkan modal sosial, kapasitas teknis, dan
keahlian kepemimpinan di masyarakat. Pembibitan pohon skala kecil juga

8
berperan sebagai tempat yang menyediakan pelatihan penting dan lahan
penelitian bagi banyak petani skala kecil. Di Filipina dan Indonesia,
mengenalkan pembibitan kepada para petani skala kecil membantu mereka
mengembangkan kemampuan dan keyakinan untuk memperbaiki dan
melestarikan lahan mereka melalui pertanian pohon skala kecil. Beragam
proyek pertanian dan kehutanan dilakukan di kedua negara tersebut mencakup
pembangunan pembibitan. Seringkali, proyek-proyek ini melahirkan
pembibitan lokal yang swadaya dan mandiri, yang terus beroperasi setelah
proyek selesai. Pembibitanpembibitan lokal ini dapat terhubung dengan suatu
jaringan untuk memenuhi kebutuhan proyek, masyarakat, atau pasar; dan dapat
berfungsi secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan para operator atau
melayani permintaan luar dan perorangan.
Pembibitan pohon sangat bervariasi, mulai dari beberapa lusin bibit
ditanam di bawah pohon pekarangan hingga badan usaha komersial
bermekanisasi yang memproduksi jutaan bibit per tahun. Terlepas dari
keragaman ini, ada empat tipe utama pembibitan: pembibitan institusional,
pembibitan proyek, pembibitan kelompok, dan pembibitan perseorangan.
Tipologi ini mewakili tipe-tipe pembibitan di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
(Nyoka et al., 2014). Pembibitan institusional kemudian dibagi menjadi tiga
subkategori: pembibitan penelitian, pembibitan pemerintah, dan pembibitan
industri. Ini bukan klasifikasi pasti dan dinamisme tiga kategori pembibitan ini
mungkin akan saling tumpang tindih. Tipe pembibitan meliputi semua sistem
pembibitan pohon atau kebutuhan perbanyakan pohon secara komprehensif.

2.3 Media Persemaian/Pembibitan


Media persemaian merupakan salah satu komponen penting dalam
pembibitan tanaman. Media persemaian yang dipakai untuk pembibitan
tanaman harus sesuai sehingga bibit bisa tumbuh dengan baik. Media pesemaian
yang baik sangat penting dan dapat menunjang pertumbuhan bibit tanaman di
pesemaian. Media pesemaian perlu disiapkan sesuai kriteria atau persyaratan
masing-masing bahan untuk dapat menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya

9
tanaman. Media pesemaian/pembibitan merupakan media yang digunakan
untuk menumbuhkan bahan tanam hingga menjadi bibit yang siap tanam. Syarat
media yang baik untuk pesemaian, antara lain : (a) Tidak mengandung racun
atau zat-zat yang dapat menghambat perkecambahan.; (b) Dapat menyediakan
air dalam jumlah yang memadai selama proses perkecambahan.; (c) Media
pesemaian harus menyediakan nutrisi bagi pertumbuhan bibit.; (d) Media
pesemaiann harus dapat menyediakan oksigen yang cukup selama proses
perkecambahan.; (e) Media pesemaian harus dapat memberi peluang yang sama
(homogen) selama proses perkecambahan.; (f) Media pesemaian tidak mudah
rusak selama proses perkecambahan.
Media pesemaian sebagai awal tempat tumbuhnya bahan tanam harus
dapat menopang tanaman untuk berdiri tegak, menyediakan air dan udara serta
dapat menyediakan unsur hara yang diperlukan bibit tanaman. Untuk
mendapatkan media yang subur dan gembur dapat dibuat dengan cara
mencampurkan beberapa media yang mempunyai karakteristik berbeda dengan
perbandingan tertentu hingga didapat bentuk campuran media yang sesuai
dengan kebutuhan jenis bahan tanam. Jika menggunakan tanah sebagai bahan
campuran media semai gunakan tanah pada lapisan subsoil karena pada lapisan
ini tanahnya lebih sedikit mengandung mikroorganisme patogen. Bahan lain
yang ditambahkan selain tanah dapat berupa pupuk kandang atau kompos.

A. Jenis dan Komposisi Media Tanam


Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis
tanaman yang akan ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan
standar untuk jenis tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal
yang penting dalam kegiatan budidaya tanaman. Hal ini dikarenakan setiap
daerah memiliki kelembanan dan kecepatan angin yang berbeda. Secara
umum, media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah sekitar akar,
menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara.
Jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah tidak selalu
sama. Di Asia Tenggara, misalnya, sejak tahun 1940 menggunakan media

10
tanam berupa pecahan batu bata, arang, sabut kelapa, kulit kelapa, atau
batang pakis. Bahan-bahan tersebut juga tidak hanya digunakan secara
tunggal, tetapi bisa dikombinasikan antara bahan satu dengan lainnya.
Misalnya, pakis dan arang dicampur dengan perbandingan tertentu hingga
menjadi media tanam baru. Pakis juga bisa dicampur dengan pecahan batu
bata. Untuk mendapatkan media tanam yang baik dan sesuai dengan jenis
tanaman yang akan ditanam, seorang hobies harus memiliki pemahaman
mengenai karakteristik media tanam yang berbeda-beda dari setiap jenisnya.
Berdasarkan jenis bahan penyusunnya, media tanam dibedakan
menjadi bahan organik dan anorganik.

1. Bahan Organik
Media tanam yang termasuk dalam kategori bahan organik
umumnya berasal dari komponen organisme hidup, misalnya bagian
dari tanaman seperti daun, batang, bunga, buah, atau kulit kayu.
Penggunaan bahan organik sebagai media tanam jauh lebih unggul
dibandingkan dengan bahan anorganik. Hal itu dikarenakan bahan
organik sudah mampu menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman.
Selain itu, bahan organik juga memiliki pori-pori makro dan mikro yang
hampir seimbang sehingga sirkulasi udara yang dihasilkan cukup baik
serta memiliki daya serap air yang tinggi.
Bahan organik akan mengalami proses pelapukan atau
dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Melalui proses
tersebut, akan dihasilkan karbondioksida (CO2), air (H2O), dan mineral.
Mineral yang dihasilkan merupakan sumber unsur hara yang dapat
diserap tanaman sebagai zat makanan. Namun, proses dekomposisi yang
terlalu cepat dapat memicu kemunculan bibit penyakit. Untuk
menghindarinya, media tanam harus sering diganti. Oleh karena itu,
penambahan unsur hara sebaiknya harus tetap diberikan sebelum bahan
media tanam tersebut mengalami dekomposisi.

11
Beberapa jenis bahan organik yang dapat dijadikan sebagai media
tanam di antaranya arang, cacahan pakis, kompos, moss, sabut kelapa,
pupuk kandang, dan humus.
A. Arang
Arang bisa berasal dari kayu atau batok kelapa. Media tanam
ini sangat cocok digunakan untuk tanaman anggrek di daerah dengan
kelembaban tinggi. Hal itu dikarenakan arang kurang mampu
mengikat air dalam jumlah banyak. Keunikan dari media jenis arang
adalah sifatnya yang bufer (penyangga). Sehingga jika terjadi
kekeliruan dalam pemberian unsur hara yang terkandung di dalam
pupuk bisa segera dinetralisir dan diadaptasikan. Selain itu, bahan
media ini juga tidak mudah lapuk sehingga sulit ditumbuhi jamur
atau cendawan yang dapat merugikan tanaman. Namun, media arang
cenderung miskin akan unsur hara. Oleh karenanya, ke dalam media
tanam ini perlu disuplai unsur hara secara teratur lewat pemupukan.
Sebelum digunakan sebagai media tanam, idealnya arang dipecah
menjadi potongan-potongan kecil terlebih dahulu sehingga
memudahkan dalam penempatan di dalam pot. Ukuran pecahan
arang ini sangat bergantung pada wadah yang digunakan untuk
menanam serta jenis tanaman yang akan ditanam. Untuk mengisi
wadah yang memiliki diameter 15 cm atau lebih, umumnya
digunakan pecahan arang yang berukuran panjang 3 cm, lebar 2-3
cm, dengan ketebalan 2-3 cm. Untuk wadah (pot) yang lebih kecil,
ukuran pecahan arang juga harus lebih kecil.
B. Batang Pakis
Berdasarkan warnanya, batang pakis dibedakan menjadi 2,
yaitu batang pakis hitam dan batang pakis coklat. Batang pakis hitam
lebih umum digunakan sebagai media tanam. Batang pakis hitam
berasal dari tanaman pakis yang sudah tua sehingga lebih kering.
Selain itu, batang pakis ini pun mudah dibentuk menjadi potongan
kecil dan dikenal sebagai cacahan pakis. Selain dalam bentuk

12
cacahan, batang pakis juga banyak dijual sebagai media tanam siap
pakai dalam bentuk lempengan persegi empat. Umumnya, bentuk
lempengan pakis digunakan sebagai media tanam anggrek.
Kelemahan dari lempengan batang pakis ini adalah sering dihuni
oleh semut atau binatang-binatang kecil lainnya. Karakteristik yang
menjadi keunggulan media batang pakis lebih dikarenakan sifat-
sifatnya yang mudah mengikat air, memiliki aerasi dan drainase
yang baik, serta bertekstur lunak sehingga mudah dtembus oleh akar
tanaman.
C. Kompos
Kompos merupakan media tanam organik yang bahan
dasarnya berasal dari proses fermentasi tanaman atau limbah
organik, seperti jerami, sekam, daun, rumput, dan sampah kota.
Kelebihan dari penggunaan kompos sebagai media tanam adalah
sifatnya yang mampu mengembalikan kesuburan tanah melalui
perbaikan sifat-sifat tanah, baik fisik, kimiawi, maupun biologis.
Selain itu, kompos juga menjadi fasilitator dalam penyerapan unsur
Nitrogen (N) yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Cara membuat
kompos Dilihat dari proses pembuatannya terdapat dua macam cara
membuat kompos, yaitu melalui proses aerob (dengan udara) dan
anaerob (tanpa udara). Kedua metode ini menghasilkan kompos
yang sama baiknya hanya saja bentuk fisiknya agak sedikit berbeda.
Proses pembuatan kompos aerob sebaiknya dilakukan di
tempat terbuka dengan sirkulasi udara yang baik. Karakter dan jenis
bahan baku yang cocok untuk pengomposan aerob adalah material
organik yang mempunyai perbandingan unsur karbon (C) dan
nitrogen (N) kecil (dibawah 30:1), kadar air 40-50% dan pH sekitar
6-8. Contohnya adalah hijauan leguminosa, jerami, pelepah batang
pisang dan kotoran unggas. Apabila kekurangan bahan yang
megandung karbon, bisa ditambahkan arang sekam padi ke dalam
adonan pupuk. Cara membuat kompos aerob memakan waktu 40-50

13
hari. Perlu ketekunan untuk membuat kompos dengan metode ini.
Kita harus mengontrol dengan seksama suhu dan kelembaban
kompos saat proses pengomposan berlangsung. Secara berkala,
tumpukan kompos harus dibalik untuk menstabilkan suhu dan
kelembabannya. Berikut ini cara membuat kompos aerob : (1)
Siapkan lahan seluas 10 meter persegi untuk tempat pengomposan.
Lebih baik apabila tempat pengomposan diberi peneduh untuk
menghindari hujan; (2) Buat bak atau kotak persegi empat dari
papan kayu dengan lebar 1 meter dan panjang 1,5 meter. Pilih papan
kayu yang memiliki lebar 30-40 cm; (3) Siapkan material organik
dari sisa-sisa tanaman, bisa juga dicampur dengan kotoran ternak.
Cacah bahan organik tersebut hingga menjadi potongan-potongan
kecil. Semakin kecil potongan bahan organik semakin baik. Namun
jangan sampai terlalu halus, agar aerasi bisa berlangsung sempurna
saat pengomposan berlangsung; (4) Masukkan bahan organik yang
sudah dicacah ke dalam bak kayu, kemudidan padatkan. Isi seluruh
bak kayu hingga penuh.
Tahapan pembuatan kompos aerob : (1) Pemilihan lokasi
pengomposan, (2) Membuat bak/kotak kayu, (3) Menyeleksi dan
merajang/memotong-motong bahan baku, (4) Memasukkan bahan
baku baku kedalm bak kayu Siram bahan baku kompos yang sudah
tersusun dalam kotak kayu untuk memberikan kelembaban. Untuk
mempercepat proses pengomposan bisa ditambahkan starter
mikroorganisme pembusuk ke dalam tumpukan kompos tersebut.
Setelah itu, naikkan bak papan ke atas kemudian tambahkan lagi
bahan-bahan lain. Lakukan terus hingga ketinggian kompos sekitar
1,5 meter. Setelah 24 jam, suhu tumpukan kompos akan naik hingga
65oC, biarkan keadaan yang panas ini hingga 2-4 hari. Fungsinya
untuk membunuh bakteri patogen, jamur dan gulma. Perlu
diperhatikan, proses pembiaran jangan sampai lebih dari 4 hari
karena berpotensi membunuh mikroorganisme pengurai kompos.

14
Apabila mikroorganisme dekomposer ikut mati, maka pematangan
kompos akan lebih lama. Setelah hari ke-4, turunkan suhu untuk
mencegah kematian mikroorganisme dekomposer. Jaga suhu
optimum pengomposan pada kisaran 45-60oC dan kelembaban pada
40-50%. Cara menjaga suhu adalah dengan membolak-balik
kompos, sedangkan untuk menjaga kelembaban siram kompos
dengan air. Pada kondisi ini penguapan relatif tinggi, untuk
mencegahnya kita bisa menutup tumpukan kompos dengan terpal
plastik, sekaligus juga melindungi kompos dari siraman air hujan.
Cara membalik kompos sebaiknya dilakukan dengan tahapan
berikut. Angkat bak kayu, lepaskan dari tumpukan kompos. Lalu
letakan persis disamping tumpukan kompos. Kemudian pindahkan
bagian kompos yang paling atas kedalam bak kayu tersebut sambil
diaduk. Lakukan seperti mengisi kompos di tahap awal. Lakukan
terus hingga seluruh tumpukan kompos berpindah kesampingnya,
dengan begitu, semua kompos dipastikan sudah terbalik. Proses
pembalikan sebaiknya dilakukan setiap 3 hari sekali sampai proses
pengomposan selesai, atau balik apabila suhu dan kelembaban
melebihi batas yang ditentukan. Apabila suhu sudah stabil dibawah
45oC, warna kompos hitam kecoklatan dan volume menyusut hingga
50% hentikan proses pembalikan. Selanjutnya adalah proses
pematangan selama 14 hari. Secara teoritis, proses pengomposan
selesai setelah 40-50 hari. Namun kenyataannya bisa lebih cepat
atau lebih lambat tergantung dari keadaan dekomposer dan bahan
baku kompos. Pupuk kompos yang telah matang dicirikan dengan
warnanya yang hitam kecoklatan, teksturnya gembur, tidak berbau.
Untuk memperbaiki penampilan (apabila pupuk kompos
hendak dijual) dan agar bisa disimpan lama, sebaiknya kompos
diayak dan di kemas dalam karung. Simpan pupuk kompos di tempat
kering dan teduh. Proses pembuatan kompos aerob cocok untuk
memproduksi kompos dalam jumlah besar. Kandungan bahan

15
organik yang tinggi dalam kompos sangat penting untuk
memperbaiki kondisi tanah. Kompos yang baik untuk digunakan
sebagai media tanam yaitu yang telah mengalami pelapukan secara
sempurna, ditandai dengan perubahan warna dari bahan
pembentuknya (hitam kecokelatan), tidak berbau, memiliki kadar air
yang rendah, dan memiliki suhu ruang.
D. Moss
Moss yang dijadikan sebagai media tanam berasal dari akar
paku-pakuan, atau kadaka yang banyak dijumpai di hutan-hutan.
Moss sering digunakan sebagai media tanam untuk masa
penyemaian sampai dengan masa pembungaan. Media ini
mempunyai banyak rongga sehingga memungkinkan akar tanaman
tumbuh dan berkembang dengan leluasa.
Menurut sifatnya, media moss mampu mengikat air dengan
baik serta memiliki sistem drainase dan aerasi yang lancar. Untuk
hasil tanaman yang optimal, sebaiknya moss dikombinasikan
dengan media tanam organik lainnya, seperti kulit kayu, tanah
gambut, atau daun-daunan kering.
E. Pupuk kandang
Pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan disebut
sebagai pupuk kandang. Kandungan unsur haranya yang lengkap
seperti natrium (N), fosfor (P), dan kalium (K) membuat pupuk
kandang cocok untuk dijadikan sebagai media tanam. Unsur-unsur
tersebut penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Selain itu, pupuk kandang memiliki kandungan mikroorganisme
yang diyakini mampu merombak bahan organik yang sulit diserap
tanaman menjadi komponen yang lebih mudah untuk diserap oleh
tanaman. Komposisi kandungan unsur hara pupuk kandang sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis hewan, umur
hewan, keadaan hewan, jenis makanan, bahan hamparan yang
dipakai, perlakuan, serta penyimpanan sebelum diaplikasikan

16
sebagai media tanam. Pupuk kandang yang akan digunakan sebagai
media tanam harus yang sudah matang dan steril. Hal itu ditandai
dengan warna pupuk yang hitam pekat. Pemilihan pupuk kandang
yang sudah matang bertujuan untuk mencegah munculnya bakteri
atau cendawan yang dapat merusak tanaman.
F. Sabut kelapa (coco peat)
Sabut kelapa atau coco peat merupakan bahan organik
alternatif yang dapat digunakan sebagai media tanam. Sabut kelapa
untuk media tanam sebaiknya berasal dari buah kelapa tua karena
memiliki serat yang kuat.
Satu butir buah kelapa menghasilkan 0,4 kg sabut yang
mengandung 30% serat. Ketebalan serat sabut kelapa berkisar antara
5 - 7 cm. Komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin,
pyroligneous acid, gas, arang, ter, tannin, dan potassium.
Pemanfaatan sabut kelapa yang sangat menarik adalah sebagai coco
chip yaitu sabut kelapa yang diolah menjadi kotak-kotak untuk
media tanam. Coco chip dapat menahan kandungan air dan unsur
kimia pupuk serta menetralkan kadar asam. Coco Chip banyak
digunakan sebagai media tanam anggrek di Thailand. Kekurangan
Sabut kelapa adalah banyak mengandung zat tanin yang diketahui
sebagai zat penghambat pertumbuhan tanaman. Tidak heran bila
penggunaan media sabut kelapa tanpa diolah, akar tanaman anggrek
akan busuk dan mati. Untuk menghilangkan zat tanin yang
berlebihan, bisa dilakukan dengan perendaman di dalam air bersih
sampai 1 - 2 minggu. Berikut cara mengolah sabut kelapa : (1)
Sediakan sabut kelapa tua (bulan sabit). Sabut diurai, diambil
seratnya. Dipotong-potong 2 - 3 cm. Rendam dalam larutan tawas
(ukuran: 20 liter air / 1 sendok makan tawas).; (2) Setelah 1 hari, air
keruh (coklat kemerahan) dibuang dan diganti dengan air bersih
yang baru (tidak diberi tawas).

17
Sabut kelapa akan cepat lapuk bila kita menggunakan sabut
yang masih muda. Proses pelapukan sabut sering terjadi di dasar pot.
Segera ganti media bila proses pelapukan diikuti dengan munculnya
jamur. Jika tidak diitemukan jamur, media yang berkurang karena
pelapukan bisa ditambah dengan yang baru. Proses pelapukan
memakan waktu sekitar 4 - 6 bulan.
Penggunaan sabut kelapa sebagai media tanam sebaiknya
dilakukan di daerah yang bercurah hujan rendah. Air hujan yang
berlebihan dapat menyebabkan media tanam ini mudah lapuk. Selain
itu, tanaman pun menjadi cepat membusuk sehingga bisa menjadi
sumber penyakit. Untuk mengatasi pembusukan, sabut kelapa perlu
direndam terlebih dahulu di dalam larutan fungisida. Jika
dibandingkan dengan media lain, pemberian fungisida pada media
sabut kelapa harus lebih sering dilakukan karenasifatya yang cepat
lapuk sehingga mudah ditumbuhi jamur. Kelebihan sabut kelapa
sebagai media tanam lebih dikarenakan karakteristiknya yang
mampu mengikat dan menyimpan air dengan kuat, sesuai untuk
daerah panas, dan mengandung unsur-unsur hara esensial, seperti
kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), natrium (N), dan fosfor
(P).
G. Sekam padi
Sekam padi adalah kulit biji padi (Oryza sativa) yang sudah
digiling. Sekam padi yang biasa digunakan bisa berupa sekam bakar
atau sekam mentah (tidak dibakar). Sekam bakar dan sekam mentah
memiliki tingkat porositas yang sama. Sebagai media tanam,
keduanya berperan penting dalam perbaikan struktur tanah sehingga
sistem aerasi dan drainase di media tanam menjadi lebih baik.
Penggunaan sekam bakar untuk media tanam tidak perlu disterilisasi
lagi karena mikroba patogen telah mati selama proses pembakaran.
Selain itu, sekam bakar juga memiliki kandungan karbon (C) yang

18
tinggi sehingga membuat media tanam ini menjadi gembur, namun,
sekam bakar cenderung mudah lapuk.
Kelebihan sekam mentah sebagai media tanam yaitu mudah
mengikat air, tidak mudah lapuk, merupakan sumber kalium (K)
yang dibutuhkan tanaman, dan tidak mudah menggumpal atau
memadat sehingga akar tanaman dapat tumbuh dengan sempurna.
Namun, sekam padi mentah cenderung miskin akan unsur hara.
H. Humus
Humus adalah segala macam hasil pelapukan bahan organik
oleh jasad mikro dan merupakan sumber energi jasad mikro tersebut.
Bahan-bahan organik tersebut bisa berupa jaringan asli tubuh
tumbuhan atau binatang mati yang belum lapuk. Biasanya, humus
berwarna gelap dan dijumpai terutama pada lapisan atas tanah (top
soil).
Humus sangat membantu dalam proses penggemburan tanah.
dan memiliki kemampuan daya tukar ion yang tinggi sehingga bisa
menyimpan unsur hara. Oleh karenanya, dapat menunjang
kesuburan tanah, Namun, media tanam ini mudah ditumbuhi jamur,
terlebih ketika terjadi perubahan suhu, kelembaban, dan aerasi yang
ekstrim. Humus Juga memiliki tingkat porositas yang rendah
sehingga akar tanaman tidak mampu menyerap air, dengan demikian
sebaiknya penggunaan humus sebagai media tanam perlu
ditambahkan media lain yang memiliki porositas tinggi, misalnya
tanah dan pasir.

2. Bahan Anorganik
Bahan anorganik adalah bahan dengan kandungan unsur mineral
tinggi yang berasal dari proses pelapukan batuan induk di dalam bumi.
Proses pelapukan tersebut diakibatkan oleh berbagai hal, yaitu
pelapukan secara fisik, biologi, mekanik, dan kimiawi. Berdasarkan
bentuk dan ukurannya, mineral yang berasal dari pelapukan batuan

19
induk dapat digolongkan menjadi 4 bentuk, yaitu kerikil atau batu-
batuan, pasir, debu, dan tanah liat. Selain itu, bahan anorganik juga bisa
berasal dari bahan-bahan sintetis atau kimia yang dibuat di pabrik.
Beberapa media anorganik yang sering dijadikan sebagai media
tanam yaitu gel, pasir, kerikil, pecahan batu bata, spons, tanah liat,
vermikulit, dan perlit.
A. Gel
Gel atau hidrogel adalah kristal-kristal polimer yang sering
digunakan sebagai media tanam bagi tanaman hidroponik.
Penggunaan media jenis ini sangat praktis dan efisien karena tidak
perlu repot-repot untuk mengganti dengan yang baru, menyiram,
atau memupuk. Selain itu, media tanam ini juga memiliki
keanekaragaman warna sehingga pemilihannya dapat disesuaikan
dengan selera dan warna tanaman. Oleh karenanya, hal tersebut akan
menciptakan keindahan dan keasrian tanaman hias yang diletakkan
di ruang tamu atau ruang kerja. Hampir semua jenis tanaman hias
indoor bisa ditanam dalam media ini, misalnya Philodendron dan
Anthurium. Namun, gel tidak cocok untuk tanaman hias berakar
keras, seperti Adenium atau tanaman hias bonsai. Hal itu bukan
dikarenakan ketidak-mampuan gel dalam memasok kebutuhan air,
tetapi lebih dikarenakan pertumbuhan akar tanaman yang mengeras
sehingga bisa membuat vas pecah. Sebagian besar nursery lebih
memilih gel sebagai pengganti tanah untuk pengangkutan tanaman
dalam jarak jauh, tujuannya agar kelembaban tanaman tetap terjaga.
Keunggulan lain dari gel yaitu tetap cantik meskipun bersanding
dengan media lain. Di Jepang, gel digunakan sebagai komponen
terarium bersama dengan pasir. Gel yang berwarna-warni dapat
memberi kesan hidup pada taman miniatur tersebut.
B. Pasir
Pasir sering digunakan sebagai media tanam alternatif untuk
menggantikan fungsi tanah. Sejauh ini, pasir dianggap memadai dan

20
sesuai jika digunakan sebagai media untuk penyemaian benih,
pertumbuhan bibit tanaman, dan perakaran setek batang tanaman.
Sifatnya yang cepat kering akan memudahkan proses pengangkatan
bibit tanaman yang dianggap sudah cukup umur untuk dipindahkan
ke media lain. Sementara bobot pasir yang cukup berat akan
mempermudah tegaknya setek batang. Selain itu, keunggulan media
tanam pasir adalah kemudahan dalam penggunaan dan dapat
meningkatkan sistem aerasi serta drainase media tanam. Pasir
malang dan pasir bangunan merupakan jenis pasir yang sering
digunakan sebagai media tanam.
Oleh karena memiliki pori-pori berukuran besar (pori-pori
makro) maka pasir menjadi mudah basah dan cepat kering oleh
proses penguapan. Kohesi dan konsistensi (ketahanan terhadap
proses pemisahan) pasir sangat kecil sehingga mudah terkikis oleh
air atau angin. Media pasir lebih membutuhkan pengairan dan
pemupukan yang lebih intensif. Hal tersebut yang menyebabkan
pasir jarang digunakan sebagai media tanam secara tunggal.
Penggunaan pasir sebagai media tanam sering dikombinasikan
dengan campuran bahan anorganik lain, seperti kerikil, batu-batuan,
atau bahan organik yang disesuaikan dengan jenis tanaman.
Pasir pantai atau semua pasir yang berasal dari daerah yang
bersalinitas tinggi merupakan jenis pasir yang harus dihindari untuk
digunakan sebagai media tanam, kendati pasir tersebut sudah dicuci
terlebih dahulu. Kadar garam yang tinggi pada media tanam dapat
menyebabkan tanaman menjadi merana. Selain itu, organ-organ
tanaman, seperti akar dan daun, juga memperlihatkan gejala terbakar
yang selanjutnya mengakibatkan kematian jaringan (necrosis).
C. Kerikil
Pada dasarnya, penggunaaan kerikil sebagai media tanam
memang tidak jauh berbeda dengan pasir. Hanya saja, kerikil
memiliki pori-pori makro lebih banyak daripada pasir. Kerikil sering

21
digunakan sebagai media untuk budi daya tanaman secara
hidroponik. Penggunaan media ini akan membantu peredaran
larutan unsur hara dan udara serta pada prinsipnya tidak menekan
pertumbuhan akar. Namun, kerikil memiliki kemampuan mengikat
air yang relatif rendah sehingga mudah basah dan cepat kering jika
penyiraman tidak dilakukan secara rutin.
Seiring kemajuan teknologi, saat ini banyak dijumpai kerikil
sintesis. Sifat kerikil sintesis cenderung menyerupai batu apung,
yakni memiliki rongga-rongga udara sehingga memiliki bobot yang
ringan. Kelebihan kerikil sintesis dibandingkan dengan kerikil biasa
adalah kemampuannya yang cukup baik dalam menyerap air. Selain
itu, sistem drainase yang dihasilkan juga baik sehingga tetap dapat
mempertahankan kelembaban dan sirkulasi udara dalam media
tanam.
D. Pecahan batu bata
Pecahan batu bata juga dapat dijadikan alternatif sebagai
media tanam. Seperti halnya bahan anorganik lainnya, media jenis
ini juga berfungsi untuk melekatkan akar. Sebaiknya, ukuran batu-
bata yang akan digunakan sebagai media tanam dibuat kecil, seperti
kerikil, dengan ukuran sekitar 2-3 cm. Semakin kecil ukurannya,
kemampuan daya serap batu bata terhadap air maupun unsur hara
akan semakin baik. Selain itu, ukuran yang semakin kecil juga akan
membuat sirkulasi udara dan kelembaban di sekitar akar tanaman
berlangsung lebih baik. Hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan media tanam batu bata adalah kondisinya yang miskin
hara. Selain itu, kebersihan dan kesterilan pecahan batu bata yang
belum tentu terjamin. Oleh karena itu, penggunaan media ini perlu
ditambahkan dengan pupuk kandang yang komposisi haranya
disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Walaupun miskin unsur
hara, media pecahan batu bata tidak mudah melapuk. Sehingga
pecahan batu bata cocok digunakan sebagai media tanam di dasar

22
pot karena memiliki kemampuan drainase dan aerasi yang baik.
Tanaman yang sering menggunakan pecahan batu bata sebagai
media dasar pot adalah anggrek.
E. Spons (floralfoam)
Para hobies yang berkecimpung dalam budidaya tanaman hias
sudah sering memanfaatkan spons sebagai media tanam anorganik.
Dilihat dari sifatnya, spons sangat ringan sehingga mudah dipindah-
pindahkan dan ditempatkan di mana saja. Walaupun ringan, media
jenis ini tidak membutuhkan pemberat karena setelah direndam atau
disiram air akan menjadi berat dengan sendirinya sehingga dapat
menegakkan tanaman. Kelebihan lain dari media tanam spons
adalah tingginya daya serap terhadap air dan unsur hara esensial
yang biasanya diberikan dalam bentuk larutan. Namun,
penggunaannya tidak tahan lama karena bahannya mudah hancur.
Oleh karena itu, jika spons sudah terlihat tidak layak pakai (mudah
hancur ketika dipegang), sebaiknya segera diganti dengan yang
baru. Berdasarkan kelebihan dan kekurangannya tersebut, spons
sering digunakan sebagai media tanam untuk tanaman hias bunga
potong (cutting flower) yang penggunaannya eenderung hanya
sementara waktu saja.
F. Tanah liat
Tanah liat merupakan jenis tanah yang bertekstur paling halus
dan lengket atau berlumpur. Karakteristik dari tanah liat adalah
memiliki pori-pori berukuran kecil (pori-pori mikro) yang lebih
banyak daripada pori-pori yang berukuran besar (pori-pori makro)
sehingga memiliki kemampuan mengikat air yang cukup kuat. Pori-
pori mikro adalah pori-pori halus yang berisi air kapiler atau udara.
Sementara pori-pori makro adalah pori-pori kasar yang berisi udara
atau air gravitasi yang mudah hilang. Ruang dari setiap pori-pori
mikro berukuran sangat sempit sehingga menyebabkan sirkulasi air
atau udara menjadi lamban. Pada dasarnya, tanah liat bersifat miskin

23
unsur hara sehingga perlu dikombinasikan dengan bahan-bahan lain
yang kaya akan unsur hara. Penggunaan tanah liat yang
dikombinasikan dengan bahan-bahan lain seperti pasir dan humus
sangat cocok dijadikan sebagai media penyemaian, cangkok, dan
bonsai.
G. Vermikulit dan perlit
Vermikulit adalah media anorganik steril yang dihasilkan dari
pemanasan kepingan-kepingan mika serta mengandung potassium.
Berdasarkan sifatnya, vermikulit merupakan media tanam yang
memiliki kemampuan kapasitas tukar kation yang tinggi, terutama
dalam keadaan padat dan pada saat basah. Vermikulit dapat
menurunkan berat jenis, dan meningkatkan daya serap air jika
digunakan sebagai campuran media tanaman. Jika digunakan
sebagai campuran media tanam, vermikulit dapat menurunkan berat
jenis dan meningkatkan daya absorpsi air sehingga bisa dengan
mudah diserap oleh akar tanaman. Berbeda dengan vermikulit, perlit
merupakan produk mineral berbobot ringan serta memiliki kapasitas
tukar kation dan daya serap air yang rendah. Sebagai campuran
media tanam, fungsi perlit sama dengan vermikulit, yakni
menurunkan berat jenis dan meningkatkan daya serap air.
Penggunaan vermikulit dan perlit sebagai media tanam sebaiknya
dikombinasikan dengan bahan organik untuk mengoptimalkan
tanaman dalam menyerap unsur-unsur hara.
H. Gabus (styrofoam)
Styrofoam merupakan bahan anorganik yang terbuat dari
copolimer styren yang dapat dijadikan sebagai alternatif media
tanam. Mulanya, styrofoam hanya digunakan sebagai media
aklimatisasi (penyesuaian diri) bagi tanaman sebelum ditanam di
lahan. Proses aklimatisasi tersebut hanya bersifat sementara.
Styrofoam yang digunakan berbentuk kubus dengan ukuran (1 x 1 x
1) cm.

24
Sekarang, beberapa nursery menggunakan styrofoam sebagai
campuran media tanam untuk meningkatkan porositas media tanam.
Untuk keperluan ini, styrofoam yang digunakan dalam bentuk yang
sudah dihancurkan sehingga menjadi bola-bola kecil, berukuran
sebesar biji kedelai. Penambahan styrofoam ke dalam media tanam
membuatnya menjadi ringan. Namun, media tanam sering dijadikan
sarang oleh semut.

B. Persyaratan Media
Syarat media tumbuh yang baik adalah ringan, murah, mudah didapat,
poros, gembur) dan subur/kaya unsur hara. Penggunaan media tumbuh yang
tepat akan menentukan pertumbuhan optimum bibit yang ditangkarkan.
Komposisi media tanam untuk mengisi polibag dapat digunakan campuran
tanah, pupuk kandang dan sekam padi dengan perbandingan 1:1:1. Media
tumbuh yang baik akan menentukan keberhasilan dalam pembibitan. Media
yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) Bebas hama dan
penyakit.; (2) Gembur, volume dan bentuk relatif stabil.; (3) Dapat menahan
air dan udara dalam jumlah sebanding dan mencukupi.; (4) Mudah
melepaskan kelebihan air.; (5) Aerasinya baik.; (6) Cukup mengandung
unsur hara.
Salah satu syarat benih dapat berkecambah dengan baik apabila media
yang digunakan cocok/sesuai bagi tumbuhnya. Media yang baik untuk
perkecambahan benih apabila memenuhi beberapa syarat antara lain : (1)
Tidak mengandung racun; (2) Mudah menyerap air dan melepaskan
kelebihan air; (3) Memiliki pH netral; (4) Bebas hama dan penyakit; dan (5)
Memiliki aerasi yang baik.
Untuk mendapatkan media perkecambahan sesuai dengan syarat
tersebut, maka bahan media yang dapat digunakan harus sesuai. Selama
menyiapkan media perkecambahan hal yang harus diperhatikan adalah jenis
benih yang akan dikecambahkan disesuaikan dengan karakteristik dari
benih yang disemai.

25
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Struktur Organisasi

KEMENTERIAN
KEHUTANAN DAN
LINGKUNGAN HIDUP

DIREKTORAT JENDERAL
PENGENDALIAN DAS
DAN LINGKUNGAN
HIDUP

SEKRETARIAT DIREKTORAT
JENDERAL PENGENDALIAN
DAS DAN HUTAN LINDUNG

DIREKTORAT DIREKTORAT DIREKTORAT DIREKTORAT DIREKTORAT


PERENCANAAN DAN KONSERVASI PERBENIHAN KESATUAN PENGENDALIAN
EVALUASI PENGELOLAAN KERUSAKAN
TANAH DAN AIR TANAMAN HUTAN
PENGENDALIAN DAS HUTAN LINDUNG PERAIRAN DARAT

BALAI PENGELOLAAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI
DAN HUTAN LINDUNG

26
BALAI PENGELOLAAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI
DAN HUTAN LINDUNG

TATA USAHA

SEKSI PROGRAM DAS SEKSI REHABILITASI SEKSI EVALUASI DAS


DAN HUTAN LINDUNG HUTAN DAN LAHAN DAN HUTAN LINDUNG

KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL

MANAGER

KOORDINATOR NON-
KOORDINATOR TEKNIS TEKNIS

KOORDINATOR
KOORDINATOR KOORDINATOR
SARANA DAN
PRODUKSI DISTRIBUSI
PRASARANA

27
3.2 Alur Kebijakan
A. Alur Kebijakan Produksi Bibit dalam Wadah Pottray

Rumah Produksi Area naungan Area terbuka


Bibit siap tanam
Pengisian pottray Penyapihan Aklimatisasi

Rumah kecambah

Penaburan

B. Alur Kebijakan Produksi Bibit dalam Wadah Polybag

Rumah Produksi Area naungan


Aklimatisasi
Buka shading net, geser bibit
Pengisian polybag Penyapihan

Rumah kecambah Bibit siap tanam

Penaburan
Open area dimodifikasi
Shading net tidak permanen, bedeng sapih

Penyapihan

C. Alur Kebijakan Pengambilan Bibit Siap Tanam


Penyaluran bibit-bibit tanaman yang sudah siap untuk ditanam di
lapangan untuk masyarakat luas adalah dengan cara masyarakat bisa
datang sendiri ke BPDASHL Solo dengan membawa transportasi dari
warga masyarakat itu sendiri karena dari pihak BPDASHL Solo masih
belum menyediakan transport untuk distribusi. Untuk persyaratan
pengambilan bibit tanaman di BPDASHL Solo adalah lokasi

28
penanaman harus berada di wilayah kerja BPDASHL Solo yang terdiri
dari 15 Kabupaten meliputi Solo, Pacitan sampai Gresik (Wilayah yang
menjadi DAS Sungai Bangawan Solo). Ketentuan-ketentuan dalam
pengambilan bibit dari BPDASHL adalah sebagai berikut :
- Untuk jumlah bibit kurang dari 1000, maka yang dibutuhkan adalah
menunjukkan identitas diri/ KTP dan mengisi blanko permohonan
yang sudah di siapkan oleh pihak BPDASHL.
- Untuk jumlah bibit 1000 – 5000, harus ada surat/proposal pengajuan
terlebih dahulu, berapa jumlah bibit yang diminta dan
mencantumkan lokasi yang akan digunakan (dengan titik koordinat
lokasi penanaman).
- Untuk jumlah bibit lebih dari 5000, maka pihak BPDASHL akan
melakukan verifikasi (pengecekan lapangan) sebelum menyerahkan
bibit tanaman kepada pihak tersebut.

3.3 Cara Pembibitan


3.3.1 Secara Generatif
Pembibitan secara generatif dilakukan dengan menggunakan
benih yang harus disemaikan terlebih dahulu pada media tabur yang
telah disterilisasi, kemudian setelah berkecambah disapih ke media
pertumbuhan. Perbanyakan tanaman dengan biji (generatif)
terutama dilakukan untuk penyediaan batang bawah yang nantinya
akan diokulasi atau disambung dengan batang atas dari jenis unggul.
Perbanyakan dengan biji juga masih dilakukan terutama pada
tanaman tertentu yang bila diperbanyak dengan cara vegetatif
menjadi tidak efisien (tanaman buah tak berkayu).
1. Pemilihan biji untuk bahan perbanyakan
Mengambil biji idealnya dari buah yang besar dan sehat serta
sudah matang penuh di pohon induk yang terpilih dan memenuhi
persyaratan untuk dijadikan batang bawah. Tetapi apabila
terdesak dengan kebutuhan biji yang banyak, maka kita dapat

29
mengumpulkan biji buah dari pasar, tempat sampah, atau sisa
kegiatan makan buah yang dimakan sendiri, atau membeli biji
dari pengumpul biji. Kesulitan dari pengumpulan ini adalah sulit
untuk mendapatkan biji yang seragam varietasnya.
Biji dari daging buah dicuci sampai bersih. Biji dipilih yang
berukuran besar, padat (bernas) dengan warna mengkilap atau
biji yang sempurna (biji yang bentuknya seragam, tidak terlalu
kecil, tidak kempes, tidak rusak oleh hama dan tidak luka). Biji
kemudian dimasukan ke dalam air. Hanya biji yang tenggelam
yang ditanam untuk bibit, sedangkan yang hampa dibuang. Biji
buah yang mempunyai kulit pembung-kus keras seperti pada biji
mangga, maka kulit pembungkusnya harus disayat dan dibuang
untuk memudahkan pertumbuhan akar. Setelah dibersihkan biji
diberi perlakuan fungisida. Caranya biji-biji yang sudah bersih
tadi dicelup dalam larutan Insektisida dan fungisida dan
direndam ZPT (Atonik 0,1 %) selama 30-60 menit. Fungsi
bahan-bahan tersebut di atas adalah untuk merangsang
pertumbuhan dan mencegah serangan hama serta penyakit saat
biji disemaikan.
2. Menyemaikan biji dalam wadah persemaian
Untuk mempermudah perawatan, biji disemaikan dalam
wadah yang terbuat dari kotak kayu atau plastik dan polybag.
Biji yang disemaikan di dalam wadah adalah biji buah berukuran
kecil seperti jambu air, sirsak, pepaya, belimbing, sawo dan lain-
lain. Media untuk persemaian harus mempunyai aerasi baik,
subur dan gembur, misalnya campuran pasir, pupuk kandang dan
sekam yang sudah disterilkan dengan perbandingan 1:1:1.
Dengan media yang gembur, maka akar akan tumbuh lurus dan
memudahkan pemindahan bibit ke polybag pembesaran. Biji
yang akan disemaikan ditabur merata di atas media, lalu ditutup
lagi dengan media setebal 1-2 cm dan disiram dengan gembor

30
sampai basah. Persemaian perlu dinaungi agar tidak terkena
sinar matahari langsung dan derasnya air hujan. Penyiraman
cukup dilakukan satu kali sehari yaitu pada waktu pagi atau sore
hari, agar tidak kekeringan. Kemudian wadahnya ditaruh di
tempat yang terlindung dari gangguan unggas dan se-rangga.
Biji tanaman yang besar seperti mangga, durian, alpukat,
nangka, dan lain-lain, sebaiknya disemaikan dalam bedengan di
lapang. Bedengan disiapkan dengan menggemburkan tanah
menggunakan cangkul sedalam 25-30 cm, kemudian tanah
dihaluskan. Untuk menambah kesuburan dan kegemburan tanah,
setiap luasan dua meter persegi bedengan dapat ditambahkan
masing-masing satu kaleng (isi 18 l) pupuk kandang dan sekam
padi yang diaduk sampai rata. Untuk menghindarkan jamur dan
hama yang dapat merusak biji, media tempat penanaman tadi
disemprot terlebih dahulu dengan fungisida dan insektisida.
3. Menyemaikan biji dalam bedeng persemaian
Bedengan dibuat selebar 80-100 cm dengan panjang
tergantung kebutuhan dan arah bedengan diusahakan mengarah
ke utara-selatan agar mendapat sinar matahari yang cukup.
Setelah bedengan persemaian siap, maka selanjutnya adalah
menyemaikan biji dalam bedengan dengan arah memotong
bedengan (lebar bedengan) dibuat larikan sedalam 7,5 cm
dengan jarak larikan 7,510 cm. Setelah itu biji yang berukuran
besar tadi ditanamkan dalam larikan dengan jarak 5-7,5 cm
ataupun tanpa jarak (berdempetan), kemudian ditutup kembali
dengan media disekitar larikan. Biji yang disemai jangan
diletakkan terbalik. Untuk biji mangga bagian perutnya (bagian
yang melengkung) menghadap ke bawah, sedangkan untuk
durian, alpukat, kemang dan nangka bagian sisi dimana embrio
(bakal tunas dan akar) berada di bagian bawah. Bila letaknya
terbalik, maka pertumbuhan akar dan batang akan bengkok dan

31
akan menggangu pertumbuhan bibit selanjutnya. Untuk
menghindari derasnya air hujan dan teriknya sinar matahari,
bedengan diberi naungan dengan paranet tipe 55%, 65% atau
dapat juga dibuat naungan individu untuk tiap bedengan dengan
menggunakan atap dari jerami, anyaman bambu, atau daun
kelapa. Jika yang digunakan atap bukan dari paranet, maka
tinggi tiang di sebelah timur sekitar 120 cm, sedangkan tinggi
tiang di sebelah barat adalah 100 cm di atas permukaan tanah.
Dengan demikian bentuk naungan condong ke arah sebelah barat
dengan maksud agar bibit di persemaian cukup menerima sinar
matahari pagi. Biji yang disemaikan biasanya mulai
berkecambah (tunas muncul di atas permukaan tanah) antara 1-
3 minggu setelah penyemaian, tergantung jenis tanamannya.
Setelah biji berkecambah dapat langsung dipindah ke polybag
ukuran 15x20 cm atau 20x25 cm. Setelah berumur 3-4 bulan,
biji sudah dapat disambung pucuk ataupun diokulasi.

3.3.2 Secara Vegetatif


Ada lima cara perbanyakan vegetatif untuk tanaman yaitu
penyetekan, pencangkokan, penyambungan, okulasi, dan
penyusuan. Pada tiga cara yang terakhir dikenal adanya istilah
batang bawah dan batang atas. Batang bawah berupa tanaman yang
biasanya berasal dari biji. Tanaman dari biji sengaja dipilih karena
mempunyai keunggulan dari segi perakarannya, yakni tahan
terhadap penyakit akar dan mempunyai perakaran yang banyak serta
dalam, sehingga tahan terhadap kekeringan dan kondisi tanah yang
kurang aerasi. Batang atas berupa ranting atau mata tunas dari pohon
induk yang mempunyai sifat unggul terutama dalam produksi dan
kualitasnya. Dari hasil penggabungan sifat batang bawah dan batang
atas ini diperoleh bibit tanaman yang disebut bibit enten, okulasi dan
susuan.

32
Pada perbanyakan dengan cara mencangkok batang bawah
tidak diperlukan karena pada cara ini perakaran keluar langsung dari
cabang pohon induk yang dicangkok. Cara perbanyakan vegetatif
dengan stek pada prinsipnya menumbuhkan bagian atau potongan
tanaman, sehingga menjadi tanaman baru. Kelebihan bibit vegetatif
yaitu kualitas tanaman keturunan mempunyai sifat yang persis sama
dengan induknya, bibit berumur genjah (cepat berbuah). Sebagai
contoh adalah tanaman manggis asal bibit susuan dapat berbuah lima
tahun setelah tanam, sedangkan bibit yang berasal dari biji baru
berbuah 10-15 tahun setelah tanam. Contoh yang lain adalah bibit
durian hasil okulasi dapat berbuah 4-6 tahun setelah tanam,
sedangkan bibit asal biji akan berbuah setelah berumur lebih dari 10
tahun setelah tanam.
Perbanyakan vegetatif ada kalanya lebih menguntungkan bila
dilakukan pada jenis tanaman tertentu, sehingga cara
perbanyakannya menjadi cepat dan efisien. Tanaman manggis dan
belimbing akan lebih menguntungkan bila diperbanyak dengan cara
enten, sedangkan durian akan sangat menguntungkan bila
diperbanyak dengan cara okulasi. Dengan diketahuinya cara
perbanyakan yang lebih menguntungkan untuk masing-masing
tanaman, maka akan diperoleh efisiensi tinggi dalam pengadaan
bibit secara massal, walaupun dengan menggunakan cara
konvensional.

1. Stek
Stek (cutting atau stuk) atau potongan adalah menumbuhkan
bagian atau potongan tanaman, sehingga menjadi tanaman baru.
Ada beberapa keuntungan yang didapat dari tanaman yang
berasal dari bibit stek, yaitu : (1) Tanaman baru mempunyai sifat
yang persis sama dengan induknya, terutama dalam hal bentuk
buah, ukuran, warna dan rasanya.; (2) Tanaman asal stek dapat

33
ditanam pada tempat yang permukaan air tanahnya dangkal,
karena tanaman asal stek tidak mempunyai akar tunggang.; (3)
Perbanyakan tanaman buah dengan stek merupakan cara
perbanyakan yang praktis dan mudah dilakukan.; (4) Stek dapat
dikerjakan dengan cepat, murah, mudah dan tidak memerlukan
teknik khusus seperti pada cara cangkok dan okulasi. Sedangkan
potensi kerugian bibit dari stek adalah: (1) Perakaran dangkal
dan tidak ada akar tunggang, saat terjadi angin kencang tanaman
menjadi mudah roboh.; (2) Apabila musim kemarau pan-jang,
tanaman menjadi tidak tahan kekeringan.
Cara perbanyakan tanaman dengan teknik stek dapat
dilakukan melalui stek batang, stek akar dan stek daun.
A. Stek Batang
Bakalan stek diambil dari batang atau cabang pohon
induk yang akan diperbanyak dan pemotongan sebaiknya
dilakukan pada waktu pagi hari. Gunting stek yang
digunakan harus tajam agar bekas potongan rapi. Bila kurang
tajam batang akan rusak atau memar. Hal ini mengundang
bibit penyakit masuk ke bagian yang memar, sehingga bisa
menyebabkan pembusukkan pangkal stek. Pada saat
mengambil stek batang, pohon induk harus dalam keadaan
sehat dan tidak sedang bertunas. Yang dijadikan stek
biasanya adalah bagian pangkal dari cabang. Pemotongan
cabang diatur kira-kira 0.5 cm di bawah mata tunas yang
paling bawah dan untuk ujung bagian atas sejauh 1 cm dari
mata tunas yang paling atas. Kondisi daun pada cabang yang
hendak diambil sebaiknya berwarna hijau tua. Dengan
demikian seluruh daun dapat melakukan fotosintesis yang
akan menghasilkan zat makanan dan karbohidrat. Zat hasil
fotosintesis akan disimpan dalam organ penyimpanan, antara
lain di batang. Karbohidrat pada batang berperan sangat

34
penting yaitu sebagai sumber energi yang dibutuhkan pada
waktu pembentukan akar baru. Ukuran besar cabang yang
diambil cukup sebesar kelingking. Diameter sekitar 1 cm
dengan panjang antara 1015 cm. Cabang tersebut memiliki
3-4 mata tunas. Kondisi batang pada saat pengambilan
berada dalam keadaan setengah tua dengan warna kulit
batang biasanya coklat muda. Pada saat ini kandungan
karbohidrat dan auxin (hormon pertumbuhan akar) pada
batang cukup memadai untuk menunjang terjadinya
perakaran stek. Pada batang yang masih muda, kandungan
karbohidrat rendah tetapi hormonnya cukup tinggi.
Biasanya pada kasus ini hasil stekan akan tumbuh tunas
terlebih dahulu, padahal stek yang baik harus tumbuh akar
dulu. Oleh karena itu, stek yang berasal dari batang yang
muda sering gagal. Stek tanaman ada yang mudah berakar
dan ada juga yang sulit berakar. Untuk tanaman yang mudah
berakar seperti pada anggur, maka stek bisa langsung
disemaikan setelah dipotong dari pohon induknya. Tetapi
untuk tanaman yang sulit berakar, sebaiknya sebelum stek
disemai dilakukan dulu pengeratan batang. Selain itu,
pemberian hormon tumbuh dapat membantu pertumbuhan
akar.
B. Stek Akar
Cara penyetekan ini menggunakan bagian akar sebagai
sarana perbanyakan tanaman. Pada stek batang, tunas keluar
dari mata tunas. Pada stek akar tunas akan keluar dari bagian
akar yang mulamula berbentuk seperti bintil. Bisa juga dari
bekas potongannya yang mula-mula membentuk kalus. Dari
kalus ini berubah menjadi tunas atau akar. Ada beberapa
jenis tanaman yang dapat diperbanyak dengan cara stek akar,
antara lain jambu biji, sukun, jeruk dan kesemek. Bahan stek

35
akar harus diambil dengan cara menggali lubang di
sekeliling pokok pohon induk. Pada akar lateral yang
terpotong, akan tumbuh akar yang tumbuh ke arah samping
sejajar dengan permukaan tanah. Pilihlah akar yang
berdiameter sekitar 1 cm. Setelah akar diambil, lubang
ditutup kembali. Akar tanaman dipotong-potong dengan
panjang antara 5-10 cm. Pada waktu memotong akar, harus
diperhatikan agar bagian akar yang dekat dengan pohon atau
pangkal akar dipotong secara serong. Bagian dekat ujung
akar dipotong secara datar atau lurus. Hal ini diperlukan
sebagai tanda agar pada waktu menyemai posisinya tidak
terbalik. Media penyemaian stek akar bisa dari pasir.
Penyemaian bisa dilakukan di dalam kotak kayu atau di
bedeng persemaian. Stek disemaikan dengan cara tegak atau
berdiri, atau dapat juga dengan dibaringkan. Untuk
penyemaian posisi tegak, jarak yang direkomndasikan
adalah 5x5 cm. Bagian pangkal yang dibenamkan ke dalam
media kira-kira 3 cm atau setengah dari panjang stek. Bila
penyemaian dengan dibaringkan, maka stek disusun dalam
barisan. Jaraknya 5 cm antar barisan, kemudian stek di tutup
pasir, sehingga stek berada pada kedalaman 1,5-2 cm di
bawah permukaan media. Setelah 3-4 minggu stek akan
bertunas dan berakar. Stek bisa dipindahkan ke polybag
setelah lebih kurang 2 bulan. Selanjutnya disimpan di bawah
naungan sampai berumur sekitar 6 bulan.

2. Cangkok
Pencangkokan adalah teknik perbanyakan vegetatif dengan
cara pelukaan atau pengeratan cabang pohon induk dan
dibungkus media tanam untuk merangsang terbentuknya akar.
Pada teknik ini tidak ada batang bawah dan batang atas. Teknik

36
ini relatif sudah dilakukan oleh petani dan keberhasilannya lebih
tinggi, karena pada proses mencangkok akar akan tumbuh ketika
masih berada di pohon induk. Produksi dan kualitas buahnya
akan persis sama dengan tanaman induknya. Tanaman asal
cangkok bisa ditanam pada tanah yang letak air tanahnya tinggi
atau di pematang kolam ikan.
Disamping keuntungan, terdapat juga beberapa kekurangan/
kerugian pembibitan dengan sistem cangkok. Pada musim
kemarau panjang tanaman tidak tahan kering. Tanaman mudah
roboh bila ada angin kencang karena tidak berakar tunggang.
Pohon induk tajuknya menjadi rusak karena banyak cabang yang
dipotong. Dalam satu pohon induk kita hanya bisa mencangkok
beberapa batang saja, sehingga perbanyakan tanaman dalam
jumlah besar tidak bisa dilakukan dengan cara ini. Media untuk
mencangkok bisa menggunakan cocopeat atau serbuk sabut
kelapa ataupun cacahan sabut kelapa. Dapat pula digunakan
campuran kompos/ pupuk kandang dengan tanah (1:1). Kalau
disekitar kebun ada tanaman bambu, maka tanah di bawah
bambu yang telah bercampur seresah daun bambu dan sudah
membusuk bisa juga digunakan untuk media cangkok. Waktu
pelaksanaan sebaiknya pada awal musim hujan, sehingga
cangkokan tidak akan kekeringan. Selain itu dengan
mencangkok di awal musim hujan akan tersedia waktu untuk
menanam hasil cangkokan pada musim itu juga.
Teknik mencangkok dengan media dalam kantong plastik
hamper sama dengan cara mencangkok yang normal,
perbedaannya adalah media cangkok yang digunakan adalah
cocopeat (serbuk sabut kelapa) yang tersedia di toko pertanian
atau sabut kelapa yang sudah kita perlakukan sendiri, sudah
lebih dulu dimasukkan ke dalam kantong plastik. Perlakuan
sabut kelapa meliputi langkah-langkah sebagai berikut : (1)

37
Sabut kelapa dikupas atau dipisahkan dengan bagian kulit
luarnya yang keras, yang digunakan hanya sabut kelapa tanpa
kulitnya.; (2) Sabut kelapa direndam dalam air, paling lama 1
minggu agar melunak sehingga mudah dipisah-pisahkan dan
hilang kandungan zat yang ada di sabut kelapa tersebut, karena
zat tersebut dapat menghambat pembentukan akar tanaman.
Untuk pemakaian cocopeat tanpa melalui perendaman dalam air
(dapat langsung digunakan).; (3) Sabut kelapa dijemur dan
dipisahkan serat-seratnya, maka sabut kelapa tersebut sudah siap
digunakan, atau sabut kelapa kita potong-potong lebih kecil.; (4)
Tambahkan hormon pertumbuhan atau vitamin, contoh
Liquinox Start Vitamin B-1 yang banyak dijual di toko pertanian
dengan dosis 2 cc untuk 1 liter air, atau cara mudahnya adalah
1 sendok makan = 1 tutup kemasan = 10 cc. Jika kesulitan
mencari hormon tumbuh dapat menggunakan pupuk Urea yang
dicairkan dengan kadar 1 % atau 1 gr/1 lt air.; (5) Sabut kelapa
dijemur dan dipisahkan serat-seratnya, maka sabut kelapa
tersebut sudah siap digunakan,atau sabut kelapa kita potong-
potong lebih kecil. Media, serbuk/potongan sabut kelapa kita
taruh di wadah.; (6) Tambahkan hormon pertumbuhan atau
vitamin, contoh Liquinox Start Vitamin B-1 yang banyak dijual
di toko pertanian dengan dosis 2 cc untuk 1 liter air, atau cara
mudahnya adalah 1 sendok makan = 1 tutup kemasan = 10 cc.
Jika kesulitan mencari hormon tumbuh dapat menggunakan
pupuk Urea yang dicairkan dengan kadar 1 % atau 1 gr/1 lt air.

3. Penyambungan
Penyambungan atau enten (grafting) adalah penggabungan
dua bagian tanaman yang berlainan sedemikian rupa sehingga
merupakan satu kesatuan yang utuh dan tumbuh sebagai satu
tanaman setelah terjadi regenerasi jaringan pada bekas luka

38
sambungan atau tautannya. Bagian bawah (yang mempunyai
perakaran) yang menerima sambungan disebut batang bawah
(rootstock atau understock) atau sering disebut stock. Bagian
tanaman yang disambungkan atau disebut batang atas (scion)
dan merupakan sepotong batang yang mempunyai lebih dari satu
mata tunas (entres), baik itu berupa tunas pucuk atau tunas
samping. Penyambungan batang bawah dan batang atas ini
biasanya dilakukan antara dua varietas tanaman yang masih
dalam spesies yang sama. Misalnya penyambungan antar
varietas pada tanaman durian. Kadang-kadang bisa juga
dilakukan penyambungan antara dua tanaman yang berlainan
spesiesnya tetapi masih dalam satu famili. Tanaman mangga
(Mangifera indica) disambung denga tanaman kweni
(Mangifera odorata).
A. Manfaat sambungan pada tanaman
Manfaat sambungan pada tanaman adalah untuk
memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil tanaman,
dihasilkan gabungan tanaman baru yang mempunyai
keunggulan dari segi perakaran dan produksinya, juga dapat
mempercepat waktu berbunga dan berbuah (tanaman
berumur genjah) serta menghasilkan tanaman yang sifat
berbuahnya sama dengan induknya. Mengatur proporsi
tanaman agar memberikan hasil yang lebih baik, tindakan ini
dilakukan khususnya pada tanaman yang berumah dua,
misalnya tanaman melinjo. Peremajaan tanpa menebang
pohon tua, sehingga tidak memerlukan bibit baru dan
menghemat biaya eksploitasi.
B. Syarat batang bawah untuk sambungan
Untuk menyiapkan batang ba-wah dapat menggunakan
biji asalan atau "sapuan” sehingga menghasilkan batang
bawah, tetapi ada varietas tanaman yang baik khusus untuk

39
batang bawah yaitu durian varietas bokor dan siriwig, karena
biji besar sehingga mampu menghasilkan sistem perakaran
yang baik dan tahan terhadap busuk akar. Pada saat bibit
berdiameter 3-5 mm, dan berumur sekitar 3-4 bulan, bibit
dalam fase pertumbuhan yang optimum (tingkat
kesuburannya baik), kambium aktif, sehingga memudahkan
dalam pengupasan dan proses merekatnya mata tempel ke
batang bawah. Agar menghasilkan bibit yang baik
disarankan penyiraman dalam jumlah yang cukup (media
cukup basah). Batang bawah dipupuk dengan Urea 1-2
minggu sebelum penempelan. Gunakan media tanam dengan
komposisi tanah subur : tanah, pupuk kandang : sekam padi
(1:1:1). Gunakan polybag ukuran 15x20 cm yang sanggup
bertahan dari biji sampai 3 bulan siap tempel sampai dengan
3 bulan setelah tempel, setelah periode tersebut polybag
harus diganti dengan ukuran yang lebih besar 20x30 cm, atau
langsung ke polybag 30x40 cm tergantung permintaan pasar
dan seterusnya semakin besar pertumbuhan tanaman maka
ukuran polybag semakin besar. Kecuali untuk pengangkutan
jarak jauh dalam jumlah banyak maka gunakan polybag yang
lebih kecil dari biasanya.
C. Syarat batang atas untuk sambungan
Batang atas atau entres yang akan disambungkan pada
batang bawah diambil dari pohon induk yang sehat dan tidak
terserang penyakit. Pengambilan entres ini dilakukan dengan
menggunakan gunting stek atau silet yang tajam (agar
diperoleh potongan yang halus dan tidak mengalami
kerusakan) dan bersih (agar entres tidak terkontaminasi oleh
penyakit). Entres yang akan diambil sebaiknya dalam
keadaan dorman (istirahat) pucuknya serta tidak terlalu tua
dan juga tidak terlalu muda (setengah berkayu). Panjangnya

40
kurang lebih 10 cm dari ujung pucuk, dengan diameter
sedikit lebih kecil atau sama besar dengan diameter batang
bawahnya. Entres dalam keadaan dorman ini bila dipijat
dengan dua jari tangan akan terasa padat, tetapi dengan
mudah bisa dipotong dengan pisau silet. Selain itu bila
dilengkungkan keadaannya tidak lentur tetapi sudah cukup
tegar. Entres sebaiknya dipilih dari bagian cabang yang
terkena sinar matahari penuh (tidak ternaungi) sehingga
memungkinkan cabang memiliki mata tunas yang tumbuh
sehat dan subur. Bila pada waktunya pengambilan entres,
keadaan pucuknya sedang tumbuh tunas baru (trubus) atau
sedang berdaun muda, maka bagian pucuk muda ini dibuang
dan bagian pangkalnya sepanjang 5-10 cm dapat digunakan
sebagai entres. Pada durian bila entres yang digunakan
berasal dari cabang yang tumbuh tegak lurus, maka bibit
sambungannya akan tumbuh tegak dengan percabangan ke
semua arah atau simetris. Namun bila diambil dari cabang
yang lain, pertumbuhan bibitnya akan mengarah ke samping,
berbentuk seperti kipas. Bentuk ini berangsur-angsur hilang
bila tanaman menjelang dewasa.
D. Tipe sambungan jika ditinjau dari bagian batang bawah yang
disambung
Ada dua tipe sambungan, yaitu sambungan pucuk, dan
sambungan samping. Sambung pucuk (top grafting)
merupakan cara penyambungan batang atas pada bagian atas
atau pucuk dari batang bawah. Caranya sebagai berikut.
Memilih batang bawah yang diameter batangnya disesuaikan
dengan besarnya ba-tang atas. Umur batang bawah pada
keadaan siap sambung ini bervariasi antara 1-24 bulan,
tergantung jenis tanamannya. Sebagai contoh, untuk durian
umur 3-4 bulan, mangga dan alpukat umur 3-6 bulan.

41
Manggis pada umur 24 bulan baru bisa disambung karena
sifat pertumbuhannya lambat.
Batang bawah dipotong setinggi 20-25 cm di atas
permukaan tanah. Gunakan silet, pisau okulasi atau gunting
stek yang tajam agar bentuk irisan menjadi rapi. Batang
bawah kemudian dibelah membujur sedalam 2-2,5 cm.
Batang atas yang sudah disiapkan dipotong, sehingga
panjangnya antara 7,5-10 cm. Bagian pangkal disayat pada
kedua sisinya sepanjang 2-2,5 cm, sehingga bentuk irisannya
seperti mata kampak. Selanjutnya batang atas dimasukkan ke
dalam belahan batang bawah. Pengikatan dengan tali plastik
yang terbuat dari kantong plastik ½ kg selebar 1 cm.
Kantong plastik ini ditarik pelanpelan, sehingga panjangnya
menjadi 2-3 kali panjang semula.Terbentuklah pita plastik
yang tipis dan lemas. Pada waktu memasukkan entres ke
belahan batang bawah perlu diperhatikan agar kambium
entres bisa bersentuhan dengan kambium batang bawah.
Sambungan kemudian disungkup dengan kantong plastik
bening. Agar sungkup plastik tidak lepas bagian bawahnya
perlu diikat. Tujuan penyungkupan ini untuk mengurangi
penguapan dan menjaga kelem-baban udara di sekitar
sambungan agar tetap tinggi. Tanaman sambungan
kemudian ditempatkan di bawah naungan agar terlindung
dari panasnya sinar matahari. Biasanya 2-3 minggu
kemudian sambungan yang berhasil akan tumbuh tunas.
Sambungan yang gagal akan berwarna hitam dan kering.
Pada saat ini sungkup plastiknya sudah bisa dibuka. Namun,
pita pengikat sambungan baru boleh dibuka 3-4 minggu
kemudian. Untuk selanjutnya kita tinggal merawat sampai
bibit siap dipindah ke kebun.

42
Tipe sambungan kedua adalah sambungan samping.
Pada dasarnya, pelaksanaan sambung samping sama seperti
pelaksanaan model sambung pucuk. Sambung samping
merupakan cara penyambungan batang atas pada bagian
samping batang bawah. Caranya sebagai berikut. Batang
bawah dipilih yang baik. Ukuran batang atas tidak perlu
sama dengan batang bawah, bahkan lebih baik dibuat lebih
kecil. Pada batang bawah dibuat irisan belah dengan
mengupas bagian kulit tanpa mengenai kayu atau dapat juga
dengan sedikit menembus bagian kayunya. Irisan kulit
batang bawah dibiarkan atau tidak dipotong. Batang atas
dibuat irisan me-runcing pada kedua sisinya. Sisi irisan yang
menempel pada batang bawah dibuat lebih panjang
menyesuaikan irisan di batang bawah dari sisi luarnya.
Batang atas tersebut disisipkan pada irisan belah dari batang
bawah. Dengan demikian, batang bawah dan batang atas
akan saling berhimpitan. Kedua lapisan kambium harus
diusahakan agar saling bersentuhan dan bertaut bersama.
Setelah selesai disambung, kemudian diikat dengan tali
plastik. Untuk menjaga agar tidak terkontaminasi atau
mengering, sambungan dan batang atas ditutup dengan
kantong plastik. Setelah batang atas menunjukkan
pertumbuhan tunas, kurang lebih 2 minggu setelah
penyambungan, kantong plastik serta tali plastik bagian atas
sambungan dibuka lebih dulu, sedangkan tali plastik yang
mengikat langsung tempelan batang atas dan kulit batang
bawah dibiarkan, sampai tautan sambungan cukup kuat.
Bilamana sudah dipastikan bahwa batang atas dapat tumbuh
dengan baik, bagian batang bawah di atas sambungan
dipotong. Pemotongan perlu dilakukan supaya tidak terjadi

43
kompetisi kebutuhan zat makanan yang diperlukan untuk
pertumbuhan lanjutan dari batang atas.

4. Okulasi
Penempelan atau okulasi (budding) adalah penggabungan
dua bagian tanaman yang berlainan sedemikian rupa sehingga
merupakan satu kesatuan yang utuh dan tumbuh sebagai satu
tanaman setelah terjadi regenerasi jaringan pada bekas luka
sambungan atau tautannya. Bagian bawah (yang mempunyai
perakaran) yang menerima sambungan disebut batang bawah
(rootstock atau understock) atau sering disebut stock. Bagian
tana-man yang ditempelkan atau di-sebut batang atas, entres
(scion) dan merupakan potongan satu mata tunas (entres).
Dalam buku ini coba kita kenalkan "Okulasi Cipaku" karena
teknik okulasi ini banyak dikembangkan dan digu-nakan oleh
petani penangkar bibit di daerah Cipaku dan sekitarnya, di
Kabupaten Bogor. Biasanya penangkar bibit melakukan okulasi
pada saat batang bawah sudah sebesar ukuran pensil. Sedangkan
okulasi Cipaku dilakukan pada batang bawah berukuran sebesar
pangkal lidi, sehingga bisa meng-hasilkan bibit lebih cepat dari
pada sistem okulasi yang lama.Teknik okulasi cipaku ini adalah
pengem-bangan teknik okulasi sistem Forkert.
A. Syarat batang bawah untuk okulasi
Dapat menggunakan biji asal-an atau "sapuan" untuk
mengha-silkan batang bawah, tetapi ada varietas durian yang
baik khusus untuk batang bawah yaitu varietas bokor dan
siriwig, karena biji besar sehingga mampu menghasilkan
sistem perakaran yang baik dan tahan terhadap busuk akar.
Batang diupayakan berdiameter 3-5 mm, berumur sekitar 3-
4 bulan. Dalam fase pertumbuhan yang optimum (tingkat
kesuburannya baik), kambiumnya aktif, sehingga

44
memudahkan dalam pengupasan dan proses merekatnya
mata tempel ke batang bawah. Disarankan penyiraman
cukup (media cukup basah) Batang bawah dipupuk dengan
Urea 1-2 minggu sebelum penempelan. Gunakan media
tanam dengan komposisi tanah subur: tanah, pupuk kandang:
sekam padi (1:1:1). Gunakan polybag ukuran 15x20 cm yang
sanggup bertahan dari biji sampai 3 bulan siap tempel sampai
dengan 3 bulan setelah tempel. Setelah periode tersebut
polybag harus diganti dengan ukuran yang lebih besar 20x30
cm, atau langsung ke polybag 30x40 cm tergantung
permintaan pasar dan seterusnya semakin besar
pertumbuhan tanaman harus diimbangi dengan ukuran besar
polybag. Kecuali untuk alasan pengangkutan jarak jauh
untuk efisiensi tempat kita gunakan polybag yang lebih kecil
dari biasanya.\
B. Syarat batang atas untuk okulasi
Entres yang baik adalah yang cabangnya dalam keadaan
tidak terlalu tua dan juga tidak terlalu muda (setengah
berkayu). Warna kulitnya coklat muda kehijauan atau abu-
abu muda. Entres yang diambil dari cabang yang terlalu tua
pertumbuhannya lambat dan persentase keberhasilannya
rendah. Besar diameter cabang untuk entres ini harus
sebanding dengan besarnya batang bawahnya. Cabang entres
untuk okulasi sebaiknya tidak berdaun (daunnya sudah
rontok). Pada tanaman tertentu sering dijumpai cabang
entres yang masih ada daun melekat pada tangkai batangnya.
Untuk itu perompesan daun harus dilakukan dua minggu
sebelum pengambilan cabang entres. Dalam waktu dua
minggu ini, tangkai daun akan luruh dan pada bekas tempat
melekatnya (daerah absisi) akan terbentuk kalus penutup

45
luka yang bisa mencegah masuknya mikro-organisme
penyebab penyakit (patogen).
C. Kriteria mata entres yang baik
Kriteria mata entres yang baik dari segi ukuran: (1) Mata
entres yang sudah plast/mekar (tidak bagus).; (2) Mata entres
yang besar tapi belum plast/sedang/bentuknya sudah
menonjol (terbaik untuk ditempel).; (3) Mata tunas
kecil/dormant/ istirahat (dapat digunakan tapi agak lama
melekatnya dan pertumbuhannya juga relatif lama).
Kriteria mata entres yang baik dari segi pengerjaan dan
bentuk: (1) Mudah dikupas (menandakan bawah
kambiumnya/ jaringannya aktif).; (2) Kelihatan ernas/ sehat/
segar.; (3) Diambil dari ranting yang berdiameter 2-4 mm,
atau diameternya sama dengan batang bawah.; (4) Warna
kulit sama dengan warna kulit batang bawah (menunjukkan
kesesuaian secara fisiologis).

5. Penyusunan
Istilah penyusuan (approach grafting) merupakan cara
penyambungan di mana batang bawah dan batang atas
masingmasing tanaman masih berhubungan dengan
perakarannya. Keuntungan dari teknik ini adalah tingkat
keberhasilan tinggi, tetapi pengerjaannya agak merepotkan,
karena batang bawah harus selalu didekatkan kepada cabang
pohon induk yang kebanyakan berbatang tinggi. Kerugian
lainnya bahwa penyusuan hanya dapat dilakukan dalam jumlah
sedikit atau terbatas, tidak sebanyak sambungan atau menempel
dan akibat dari penyusuan bisa merusak tajuk pohon induk. Oleh
karena itu penyusuan hanya dianjurkan terutama untuk
perbanyakan tanaman yang sulit dengan cara sambungan dan
okulasi.

46
3.4 Media Tanam
Pemilihan media tergantung pada kemudahan dalam mendapatkan
media di sekitar persemaian. Sifat media yang dapat digunakan untuk
pembuatan stek dan bibit di persemaian permanen adalah: (1) Dapat
menahan stek atau benih selama perkecambahan dan perakaran. Volume
tetap konstan ketika lembab atau kering, dan tidak mengeras ketika kering.;
(2) Sudah terdekomposisi (ratio C dan N 20:1).; (3) Mudah dan dapat
menahan kelembaban.; (4) Cukup porus, sehingga mudah meloloskan air
dan mudah menumbuhkan perakaran.; (5) Diusahakan bebas dari benih
gulma, nematoda, dan jamur.; (6) Tingkat keasaman normal (pH 5-6,5).; (7)
Ringan.; (8) Tersedia di lapangan dengan harga yang terjangkau.
Media tanam untuk spesies pohon hutan umumnya terdiri campuran
komponen organic dan mineral. Komponen organik umumnya terdiri
gambut, sabut kelapa, coco peat, sekam padi, arang sekam, pakis, mulsa
daun, serbuk gergaji, kulit kopi, dan serpihan kulit kayu. Serbuk gergaji,
mulsa daun, dan sekam padi mudah menjadi padat, porositasnya turun, dan
kandungan C/N tinggi yang menimbulkan masalah ketersediaan hara untuk
bibit. Komponen mineral yang kasar, misalnya pasir, dicampurkan dengan
komponen organik untuk memperbaiki porositas media. Campuran media
yang ideal tergantung pada spesies, tipe kecambah, musim, sistem
penyiraman, biaya, dan ketersediaan media. Banyak material dapat
digunakan sebagai media pottray atau polybag. Bahan-bahan tersebut dapat
dicampur untuk mendapatkan struktur media, kandungan hara dan
keasaman yang sesuai dengan spesies yang akan dikembangbiakkan.
Struktur media perlu diperhatikan karena sifatnya permanen, sedangkan
kandungan hara dan keasaman media dapat diperbaiki dengan pemberian
pupuk dan kapur. Untuk mendapatkan struktur media yang baik, pengelola
persemaian perlu melakukan ujicoba pencampuran media di persemaian
permanen. Media hendaknya diuji di laboratorium untuk memastikan
kandungan hara sebelum digunakan dalam skala besar.

47
3.4.1 Tanah Topsoil
Tanah mengandung material padat anorganik dan organik.
Ukuran material anorganik bervariasi mulai kerikil sampai liat.
Tekstur tanah tergantung proporsi dari pasir (ukuran partikel 0,05-2
mm), debu (0.05-0.002), dan liat (kurang dari 0,002 mm). Struktur
tanah adalah susunan partikal tersebut dalam massa tanah. Materi
organik terdiri organisma hidup maupun yang sudah mati. Materi
organik tanah antara lain serangga, cacing, jamur, bakteri, akar dan
bagian tanaman lainnya. Selain itu, tanah mengandung humus yaitu
residu dari pembusukan organisme tersebut. Humus berfungsi
memegang air dan hara bagi tanaman.
Tanah biasanya digunakan untuk pembuatan bibit dalam
polybag. Sebelum digunakan sebagai media, tanah sebaiknya
disaring dengan ayakan 0,5-1 cm untuk membuang bagian tanaman
(seperti ranting, daun, dan akar) dan kerikil. Tanah ayak ini
selanjutnya dicampur dengan sekam busuk, arang sekam, dan
kompos dengan perbandingan 2:1:1. Apabila kompos tidak tersedia,
gunakan campuran tanah dan sekam busuk atau arang sekam dengan
perbandingan 3:1. Top soil murni sebaiknya tidak digunakan untuk
pembuatan media.
Apabila tanah yang tersedia berupa gumpalan liat, maka
gumpalan ini dihancurkan sebelum diayak. Hasil ayakan selanjutnya
dicampur dengan sekam busuk atau arang sekam dengan kompos
sebagaiman telah diuraikan di atas.

3.4.2 Serbuk Kelapa (“cocopeat”, “coir”, “coir dust”) dan Serat


Kelapa (“cocofiber”)
Serbuk kelapa berasal dari sabut kelapa. Sabut kelapa terdiri dari
serat (“cocofiber”) dan serbuk (“cocopeat”). Serat biasanya
digunakan sebagai bahan kerajinan tangan (seperti tali, kesed, sapu,

48
dan sikat), dan mebelair (seperti jok mobil, matras,), sedangkan
serbuk biasanya digunakan sebagai media tanam dan pupuk.
Berikut adalah sifat “cocopeat” mempunyai beberapa sifat yang
menguntungkan sebagai media pertumbuhan benih dan stek,
diantaranya yaitu: (1) Kapasitas menyimpan air cukup besar.; (2)
Porositas dan aerasi bagus.; (3) Bebas dari jamur.; (4) Produk
organik dan alami.; (5) pH sedikit asam.; (6) Dapat didaur ulang.
Karena “cocopeat” biasanya dijual dalam bentuk bangkahan
padat, maka “cocopeat” hendaknya diolah dengan cara sebagai
berikut: (1) Perkirakan volume “cocopeat” yang akan digunakan
sebagai medi; (2) Bongkahan “cocopeat” dibongkar sebesar batu
bata, dan perkirakan jumlah batu bata agar cukup untuk
mendapatkan volume “cocopeat” tersebut. Pembuatan batubata
diperlukan agar bongkahan tidak berhamburan, dan bongkahan
dapat disimpan kembali di gudang.; (3) Batu bata tersebut diurai
dengan tangan menjadi media yang remah.; (4) Lembabkan (bukan
direndam atau disiram) “cocopeat” dengan air secara merata, dan
biarkan menyerap air selama kira-kira 2 jam. Volume air yang
digunakan diketahui setelah melakukan ujicoba pelembaban.; (5)
“Cocopeat” yang telah lembab siap untuk dimasukkan ke pottrays.
Tambahkan pupuk slow realease pada media setelah penyapihan
kecambah sesuai dosis anjuran. Contoh pupuk slow realease adalah
Osmocote, Phycote, Nutricote, dan sebagainya.; (6) Sebagai
alternatif dari pupuk slow realease, “cocopeat” hendaknya dicampur
dengan pupuk dasar TSP sebelum dimasukkan pottrays.; (7)
“Cocopeat” juga dapat digunakan sebagai tabur benih dan stek.
Untuk maksud ini, “Cocopeat” tidak perlu dicampur dengan pupuk.;
(8) Untuk media polybag, “Cocopeat” sebaiknya dicampur dengan
top soil dengan perbandingan top soil dan “Cocopeat” 7:3.
Apabila tidak tersedia “Cocopeat”, maka gunakan sabut kelapa
(“cocofiber”) dapat digunakan sebagai media sapih. Sabut kelapa

49
diolah terlebih dulu sebelum digunakan sebagai media karena
kandungan zat tanin yang tinggi. Zat tanin menghambat
pertumbuhan bibit. Gunakan cara “Asosiasi Multiflora” untuk
mengolah serat kelapa (“cocofiber”) sebagai media, yaitu: (1)
Sediakan sabut kelapa yang sudah tua. Ambil dan urai seratnya, dan
kemudian potong 2-3 cm.; (2) Rendam serat yang sudah dipotong
kedalam larutan tawas (1 sendok makan per 20 liter air).; (3) Ganti
air rendaman yang sudah keruh pada hari berikutnya, dan ulangi
rendaman dengan air sampai air rendaman menjadi jernih (selama 3
hari); (4) Jemur sampai kering untuk disimpan, atau gunakan ketika
serat kelapa masih lembab sebagai media sapih yang dicampur
dengan tanah. Perbandingan campuran tanah dan serat kelapa 7:3.
Ujicoba hendaknya dilakukan ketika memilih “cocopeat” atau
“cocofiber” sebagai media. Beberapa spesies mungkin cocok
dengan media tersebut, beberapa spesies mungkin memberikan
reaksi negatif terhadap media ini. Pertimbangkan pencampuran
“cocopeat” atau “cocofiber” dengan tanah, pasir, sekam busuk,
arang sekam, pupuk organik, dan sebagainya. Amati pertumbuhan
bibit selama uji coba.

3.4.3 Kompos Sekam Padi


Sekam padi sering digunakan sebagai bahan pencampur media
bibit seperti top soil, “cocopeat” dalam pottray maupun polybag.
Sekam padi juga relatif mudah diperoleh dari penggilingan gabah
yang banyak tersedia di pedesaan. Sekam hanya dapat digunakan
apabila sudah terdekomposisi. Hindari menggunakan sekam yang
masih segar. Sekam yang cocok untuk media umumnya berumur
lebih dari 2 tahun.
Cara praktis memilih bahan sekam padi untuk diolah menjadi
kompos adalah sebagai berikut: (1) Genggam sekam dalam telapak
tangan dengan kuat, kemudian buka genggaman perlahan-lahan.; (2)

50
Apabila sekam tidak mengembang, maka sekam belum
terdekomposisi dan masih segar. Sekam tidak cocok untuk media
bibit.; (3) Apabila sekam mengembang sampai setengah dari
volume, maka sekam dapat dipilih sebagai media bibit karena telah
mengalami dekomposisi. Sekam ini dapat dijadikan bahan kompos.;
(4) Pembuatan kompos sekam memerlukan waktu 4 bulan. Kompos
sekam padi yang telah berwarna gelap (coklat kehitaman) siap
digunakan sebagai media bibit dan stek.
Pemberian kapur pertanian (dolomit/kalsit) pada media
dilakukan jika pH kompos sekam kurang dari 5.
Gambut+kompos+kapur dicampur sebelum dimasukkan ke pottrays
atau polybag dengan dosis 4-5 kg kapur/m³ media.
Sebagai alternatif kompos sekam, arang sekam juga dapat
digunakan sebagai campuran gambut, “cocopeat” dan top soil.
Perbandingan media tersebut dengan sekam 7:3.

3.4.4 Pakis
Pakis dapat dijadikan media bibit polybag atau pottrays apabila
tersedia melimpah di sekitar persemaian. Pengolahan pakis menjadi
media dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) Lempengan akar
paku-pakuan ukuran 50cmx50cmx20cm diperam selama dua bulan.;
(2) Akar paku-pakuan dipotong-potong dengan ukuran 3-5 mm,
kemudian disimpan di gudang media.; (3) Untuk membuat media,
potongan paku-pakuan tersebut dicampur sekam dengan
perbandingan 8:2.; (4) Campuran tersebut kemudian ditambah TSP
dengan dosis 1.000 gr/m3, dolomit dan urea dengan dosis
1.000gr/m3, dan dibiarkan selama 3 hari.; (5) Campuran akar paku-
pakuan+sekam+TSP+dolomit+urea siap digunakan sebagai media.

51
Kelebihan dan kekurangan berbagai media tanam :
No Media Kelebihan Kekurangan
1 Top Soil 1. Mengandung humus yang 1. Mengandung hama dan penyakit
berfungsi memegang air seperti serangga, cacing, jamur,
dan hara. bakteri, akar dan bagian tanaman
2. Umumnya mudah lainnya.
diperoleh di banyak 2. Sulit diperoleh pada beberapa
persemaian lokasi persemaian (wilayah
3. Perlu dicampur dengan gambut)
media lain untuk 3. Tidak selalu cocok untuk media
memperbaiki aerasi perakaran stek dan perkecambahan
4. Tidak cocok untuk media benih
pottrays 4. Tidak direkomendasikan oleh
5. pH cenderung netral proyek persemaian permanen di
masa lalu
2 “Cocopeat” 1. Kapasitas menyimpan air 1. pH sedikit asam.
cukup besar. 2. Lebih mahal dibanding topsoil
2. Porositas dan aerasi bagus. 3. Struktur perlu diperbaiki dengan
3. Bebas dari jamur. dicampur media lain seperti sekam
4. Produk organik dan alami. busuk atau arang sekam.
5. Dapat didaur ulang. 4. Kesuburan perlu diperbaiki
dengan pemupukan.
3 “Cocofiber” 1. Porositas dan aerasi bagus. 1. Mengandung zat tanin yang dapat
2. Bebas dari jamur.\ menghambat pertumbuhan bibit
3. Produk organik dan alami. 2. Perlu diolah untuk mengurangi zat
4. Relatif lebih mudah tanin
diperoleh 3. Struktur perlu diperbaiki dengan
dicampur media lain seperti
topsoil.

52
4. Kesuburan perlu diperbaiki
dengan pemberian pupuk.
5. Masih perlu ujicoba

4 Gambut 1. Kapasitas menyimpan air 1. Perlu waktu lama untuk prosesing


cukup besar. agar siap digunakan sebagai media
2. Porositas dan aerasi bagus. 2. Memerlukan pengalaman dalam
3. Bebas dari jamur. memilih gambut yang cocok.
4. Produk organik dan alami. 3. Struktur perlu diperbaiki dengan
5. Menghasilkan akar lateral dicampur media lain seperti sekam
yang intensif dan kompak. busuk/arang sekam.
6. Menghasilkan bibit dengan 4. Kesuburan perlu diperbaiki
masa stress yang singkat. dengan pemupukan.
7. Direkomendasikan oleh
proyek persemaian
permanen di masa lalu

5 Kompos 1. Porositas dan aerasi 1. Perlu waktu lama untuk


sekam padi bagus. terdekomposisi.
2. Produk organik dan 2. Tidak dapat digunakan ketika
alami. masih segar.
3. Cocok untuk 3. Harus dicampur dengan media
memperbaiki struktur top lain.
soil, “cocopeat”, dan
gambut.
4. Relatif mudah diperoleh.

53
6 Pakis 1. Porositas dan aerasi bagus. 1. Perlu waktu lama untuk
2. Produk organik dan alami. pemeran.
2. Kesuburan perlu diperbaiki
dengan pemberian pupuk.
3. Penggunaannya perlu
dicampur media lain seperti
sekam busuk/arang sekam.
4. Eksplorasi pakis sudah tidak
diizinkan di kawasan
konservasi
5. Masih perlu ujicoba

54
3.5 Perlakuan Benih
Benih adalah kunci keberhasilan dalam pembuatan bibit. Sarana
persemaian sebagaimana telah diuraikan tidak akan menghasilkan bibit
berkualitas jika tidak menggunakan benih bermutu baik. Pastikan
menggunakan benih dari sumber benih yang telah disertifikasi, dan jika
perlu kunjungi sumber benihnya dan awasi pengumpulan benihnya. Apabila
tidak memungkinkan, gunakan benih dari pengada benih yang terpercaya.
Selanjutnya lakukan pencatatan terhadap informasi asal benih dan lakukan
pengujian mutu benih sendiri menjelang penaburan benih.
Informasi asal dan mutu benih yang harus dicatat ketika menerima
benih adalah: (1) Nomor lot benih (buat nomor apabila tidak ada informasi
ketika benih diterima); (2) Spesies; (3) Tanggal penerimaan benih; (4)
Pengirim benih; (5) Berat benih (kg); (6) Sumber benih; (7) Tanggal
pengunduhan; (8) Jumlah benih per kg (biasanya dinyatakan dalam berat
1000 butir); (9) Kadar air; (10) Kemurnian; (11) Daya kecambah .
Pengujian daya kecambah secara sederhana dilakukan di ruang
kecambah. Ambil 50-100 butir benih sebanyak empat ulangan secara acak
dari lot benih kemudian kecambahkan masing-masing di bak kecambah
dengan menggunakan media tabur yang akan digunakan untuk produksi
bibit. Kegunaan uji kecambah di persemaian adalah: (1) Mengetahui
viabilitas benih (daya kecambah dan kecepatan berkecambah); (2)
Memperkirakan kebutuhan benih dan waktu penaburan; (3) Menghitung
jumlah benih yang perlu ditabur per m2; (4) Menghindari salah paham
antara produsen benih dan pengguna benih di persemaian; (5) Dasar
mengajukan tuntutan jika viabilitasnya rendah.; (5) Hasil pengujian dicatat.
Ditinjau dari daya simpan, watak benih dibedakan menjadi benih
benih ortodok (tahan simpan) dan rekalsitran (tidak tahan disimpan). Untuk
benih yang tahan disimpan seperti akasia, sengon, ampupu, leda, jati dapat
disimpan dalam jerigen plastik dan botol yang tertutup rapat, dan kemudian
diletakkan di ruang AC. Untuk benih yang tidak tahan disimpan seperti
meranti, keruing, agathis, dan mahoni segera ditabur setelah benih diterima

55
persemaian. Informasi tentang sertifikasi mutu benih dapat diperoleh dari
Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH).
Penaburan adalah upaya untuk memperoleh kecambah yang normal
dan sehat dalam jumlah yang mendekati jumlah benih yang ditabur.
Penaburan dilakukan di rumah perkecambahan.Untuk itu perlakuan
pendahuluan benih perlu dikuasai dengan baik. Perlakuan pendahuluan
dilakukan untuk memecahkan dormansi benih. Metoda perlakuan
pendahuluan tergantung spesies benih. Contoh perlakuan pendahuluan
spesies yang umumnya dikembangkan di persemaian saat ini dicantumkan
pada Tabel.
No Jenis Jumlah Perlakuan pendahuluan Umur bibit siap
benih/kg tanam
1 Akasia 40.000- Rendam dalam air mendidih 30 3 bulan, tinggi
130.000 detik, kemudian rendam air keran 24 39cm, diameter
jam 4mm
2 Ekaliptus 200.000lebih Tidak perlu 3 bulan,

3 Gmelina 700-2.000 Rendam air dingin 1-2 hari 3 bulan, tinggi 50


cm, diameter 5 mm
4 Sengon 35.000- Tuang air mendidih dan biarkan 3 bulan, tinggi 41
50.000 sampai dingin cm, diameter 4,7
mm
5 Meranti 1000 Tidak perlu 4-6 bulan
6 Mahoni 1.300- Rendam dalam air dingin selama 12 3-5 bulan
2.500 jam
7 Jati 500-3.000 Rendam air mengalir selama 4 hari 12 bulan
Media tabur disarankan menggunakan pasir sungai yang telah diayak
dengan ayakan 5 mm. Pasir untuk penaburan sebaiknya digunakan sekali.
Tebal pasir tabur untuk benih kecil 10 cm, dan untuk benih lembut ketebalan
cukup 5-7 cm. Media lain yang dapat digunakan adalah lumpur, cocopeat,

56
dan sebagainya yang disesuaikan dengan karakteristik benih. Disarankan
menggunakan fungisida sistemik untuk pencegahan tumbuhnya jamur pada
media tabur. Penjemuran media juga dapat mencegah tumbuhnya jamur.
Metoda penaburan yang dipilih mempertimbangkan ukuran benih dan
daya kecambah. Benih berukuran besar, seperti mahoni, dapat ditabur
langsung (“direct sowing”) di pottrays. Benih berukuran kecil, seperti
sengon, dan berukuran lembut, seperti ekaliptus hendaknya ditabur di bak
kecambah, kemudian disapih ke pottrays. Benih dengan daya kecambah
kurang 30% sebaiknya dibuang. Benih dengan daya kecambah sekitar 70%
sebaiknya ditabur di bak kecambah. Benih dengan daya kecambah 80-90%
dapat langsung ditabur di pottrays. Apabila ragu daya kecambah
meragukan, benih sebaiknya ditabur di bak kecambah.
Bak kecambah sebaiknya menggunakan kotak plastik untuk mencegah
berkembangnya jamur parasit. Kotak biasanya berukuran 25cm-L x 34 cm-
P x 12,5 cm-T dan dasarnya diberi lubang pembuang air.
Kerapatan benih yang ditabur dipengaruhi ukuran benih. Untuk benih
kecil, seperti sengon, akasia, dan gmelina, kotak tersebut dapat digunakan
untuk menampung 250-300 benih. Untuk benih lembut, seperti jabon dan
ampupu, kotak tersebut dapat digunakan untuk menampung 600 kecambah.
Pencegahan serangan jamur dapat dilakukan dengan penyemprotan
fungisida. Fungisida yang disarankan adalah Ridomil 2 G dosis 5 gr/m2,
atau Dithane M-45 dosis 0,2%.

57
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
BPDASHL merupakan salah satu tempat persemaian/pembibitan
permanen dibawah Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang
memiliki fungsi dalam pengelolaan daerah aliran sungai, pembinaan kesatuan
pengelolaan hutan lindung, perbenihan tanaman hutan, penanaman dan
pemeliharaan tanaman hutan, pemulihan kerusakan ekosistem perairan darat,
rehabilitasi hutan dan lahan, serta konservasi tanah dan air. Persemaian adalah
tempat atau areal untuk kegiatan memproses benih (atau bahan lain dari
tanaman) menjadi bibit/semai yang siap ditanam di lapangan. Kegiatan di
persemaian merupakan kegiatan awal di lapangan dari kegiatan penanaman
hutan karena itu sangat penting dan merupakan kunci pertama di dalam upaya
mencapai keberhasilan penanaman hutan. Pembibitan merupakan proses untuk
menumbuhkan dan mengembangkan benih atau kecambah menjadi bibit yang
siap untuk ditanam. Pemilihan bahan tanam (bibit) dan pemahaman terhadap
sifat dan karakteristik bibit merupakan faktor penting keberhasilan kegiatan
budidaya tanaman.

4.2 Kritik dan Saran


Untuk mahasiswa, harap perhatikan dengan sungguh-sungguh ketika
instruktur menjelaskan materi.

58
DAFTAR PUSTAKA

Adinugraha, H.A. 2011. Teknik Pembibitan Tanaman Hutan.


(https://forestryinformation.wordpress.com/2011/06/30/teknik-pembibitan-
tanaman-hutan-2/). Diakses tanggal 29 Oktober 2018
BP3K. 2014. Persemaian.
(http://cybex.pertanian.go.id/materilokalita/detail/11270/persemaian).
Diakses tanggal 16 Oktober 2018
BPDAS. 2013. Struktur Organisasi. (http://bpdashl-solo.sim-
pdashl.menlhk.go.id/index.php/profil2/struktur-organisasi.) Diakses
tanggal 02 November 2018
BPDAS. 2017. Persemaian Permanen. (http://www.bpdas-undaanyar.net/data-
informasi/persemaian-permanen/). Diakses tanggal 17 Oktober 2018
BPDAS. 2017. Sosialisasi Pemahaman Kegiatan Agroforestry. (http://www.bpdas-
undaanyar.net/sosialisasi-pemahaman-kegiatan-agroforestry/). Diakses
tangggal 17 Oktober 2018
BPDAS. 2018. Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Aksi Pengendalian
Perubahan Iklim. (http://bpdas-
serayuopakprogo.dephut.go.id/index.php/site/single_post/1439). Diakses
tanggal 03 November 2018
Ditjenppi. 2017. Pengembangan Kebun Bibit Tanaman Hutan Untuk Mendukung
Ketahanan Masyarakat Desa Menghadapi Perubahan Iklim.
(http://ditjenppi.menlhk.go.id/component/content/article.html?id=2884:pe
ngembangan-kebun-bibit-tanaman-hutan-untuk-mendukung-ketahanan-
masyarakat-desa-menghadapi-perubahan-iklim). Diakses tanggal 18
Oktober 2018
Duladi, 2010. Mengapa Perlu Pembibitan? (http://duladi-
duladi.blogspot.com/2010/12/mengapa-perlu-pembibitan.html). Diakses
tanggal 16 Oktober 2018

59
Dunia Tanaman. 2017. Media Penanaman.
(https://bertanimoderen.blogspot.com/2017/01/media-persemaian.html)
Diakses tanggal 30 Oktober 2018
Dyah, K.S. 2010. Persemaian. (http://dyah-
forestry.blogspot.com/2010/06/persemaian.html). Diakses tanggal 17
Oktober 2018
ICRAF. 2006. Tehnik Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif Tanaman Buah.
World Agroforestry Centre. Bogor
ICRAF. 2015. Buku Acuan Pembibitan Pohon. World Agroforestry Centre. Bogor
Informasi Ilmu Pertanian Indonesia. 2017. Jenis-jenis Persemaian yang Harus
Anda Ketahui. (https://agroteknologi.id/jenis-jenis-persemaian-yang-harus-
anda-ketahui/). Diakses tanggal 01 November 2018
IPB. Tinjauan Pustaka : Pembibitan Kelapa Sawit.
(https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/60974/3/BAB%20I
I%20Tinjauan%20Pustaka.pdf). Diakses tanggal 02 November 2018
Kementerian Kehutanan. 2012. Manual Persemaian Permanen. Direktorat Jenderal
Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial. Kementerian Kehutanan.
Jakarta
Muiz. 2015. Denisi Pembibitan Tanaman Dan Cara Menyediakan Bibit Buah
Semangka. (https://mazmuiz.blogspot.com/2015/01/definisi-pembibitan-
tanaman-buah-semangka.html) Diakses tanggal 29 Oktober 2018
Murdiono. 2013. Layout Persemaian.
(http://murdionomn.blogspot.com/2013/05/lay-out-persemaian-i_6.html).
Diakses tanggal 17 Oktober 2018
Nurwardani, P. Teknik Pembibitan Tanaman dan Produksi Benih. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Departemen Pendidikan
Nasional. Jakarta
Odesa, 2017. Pembibitan Tanaman dan Visi Pertanian
(https://odesa.id/pembibitan-tanaman-dan-visi-pertanian/). Diakses tanggal
01 November 2018

60
PDASHL. 2016. Prol Ditjen PDASHL. (http://sim-
pdashl.menlhk.go.id/index.php/profil-1.html) Diakses tanggal 02
November 2018
Rahayu, T. 2013. Pembibitan Tanaman.
(http://paratentrinian.blogspot.com/2013/07/pembibitan-tanaman.html).
Diakses tanggal 17 Oktober 2018
Sandria, A. 2013. Laporan Pembibitan.
(http://agronomiunhas.blogspot.com/2013/11/laporan-pembibitan.html/).
Diakses tanggal 03 November 2018.

61
LAMPIRAN

62

Anda mungkin juga menyukai