Anda di halaman 1dari 3

Makna Purnama

Kata Purnama berasal dari kata “purna” yang artinya sempurna. Purnama dalam kamus umum Bahasa
Indonesia berarti bulan yang bundar atau sempurna (tanggal 14 dan 15 kamariah). Pemujaan
dimaksudkan saat purnama ini ditujukan kehadapan Sanghyang Candra, dan Sanghyang Ketu sebagai
dewa kecemerlangan untuk memohon kesempurnaan dan cahaya suci dari Ida Sanghyang Widhi Wasa
dalam berbagai wujud Ista Dewata. Biasanya pada hari suci purnama ini disebutkan umat Hindu
menghaturkan Daksina dan Canang Sari pada setiap pelinggih dan pelangkiranyg ada di setiap rumah.

Pada umumnya di kalangan umat Hindu, sangat meyakini mengenai rasa kesucian yang tinggi pada hari
Purnama, sehingga hari itu disebutkan dengan kata ”Devasa Ayu”. Oleh karena itu, setiap datangnya hari-
hari suci yang bertepatan dengan hari Purnama maka pelaksanaan upacaranya disebut, ”Nadi”. Tetapi
sesungguhnya tidak setiap hari Purnama disebut ayu tergantung juga dari Patemon dina dalam
perhitungan wariga.

Contoh :

• Hari Kajeng Keliwon, jatuh pada hari Sabtu, nemu (bertemu) Purnama, disebut hari itu, ”Hari Berek
Tawukan”. Dilarang oleh sastra agama melaksanakan upacara apapun, dan Sang Wiku tidak boleh
melaksanakan pujanya pada hari itu (Lontar Purwana Tatwa Wariga).

• Bila Purnama jatuh pada hari Kala Paksa, tidak boleh melaksanakan upacara agama karena hari itu
disebut, ”Hari gamia” (jagat letuh). Sang Wiku tidak boleh memuja.

Beberapa piodalan pada saat purnama :

Pura Merajan Penataran Agung di Sidemen Karangasem, Piodalan Purnama Jiyestha


Pura Penambangan Badung di Denpasar, Piodalan Purnama Kedasa

Pura Bukit Mentik, Gunung Lebah Batur Kintamani, Piodalan Purnama Ketiga

Pura Tirta Empul di Tampak Siring, Piodalan Purnama Kapat

Ida Ratu Pasek di Besakih, Piodalan Purnama Kawulu

suara, tari, karawitan, seni lukis, seni rupa, sastra, dan seni gamelan.

Penari dalam semangat mengabdi atau bekerja tanpa pamerih mempersembahkan kesenian tersebut
sebagai wujud bhakti kehadapan Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Dengan sifat
religius masyarakat dan juga ajaran agama Hindu yang universal dan semua penganut dapat
mengekspresikan keyakinan terhadap Hyang Maha Kuasa, maka banyaklah timbul berbagai kesenian
yang dikaitkan dengan pemujaan.

Penggunaan gamelan dalam kegiatan ritual Hindu pun pada dasarnya memiliki arti yang sangat penting.
Gamelan bukan saja sebagai penghibur tetapi memiliki makna yang sangat dalam. Instrument Gamelan
yang merupakan lambang dari Bathara Iswara mampu menghadirkan vibrasi dalam sebuah upacara.

Dalan upacara tertentu, Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, maupun Manusa Yadnya, Rsi Yadnya maupun Bhuta
Yadnya, gamelan bukan saja untuk menciptakan kemeriahan semata, tetapi merupakan satu kesatuan
dalam upacara tersebut.

Walaupun sesungguhnya Seni Tari dan seni bermain Gamelan Bali pada jaman dulu merupakan bagian
dari kesenian sakral, namun seiring berjalannya waktu, Tari Bali itupun beradaptasi sehingga
keberadaannya bisa bermanfaat positive buat masyarakatnya.

Hingga sekarang Tari Bali dibedakan menjadi tiga sesuai dengan fungsi dan tujuannya masing masing,
yaitu:

Tari Wali

Tari Bebali

Tari Balih-balihan
Seni tari Wali/Sakral , merupakan tarian sakral, tarian ini berfungsi sebagai pelengkap pelaksana dalam
upacara keagamaan. Yang hanya ditarikan di tempat-tempat suci yang dilakukan di dalam Pura-pura dan
tempat-tempat yang ada hubungannya dengan upacara agama.

Seni tari Bebali, tari jenis ini erat hubungannya dengan upacara adat yang mengharapkan keselamatan
dalam hidup dan kehidupan. Berfungsi sebagai pengiring upacara/upakara di Pura-pura atau di luar pura.

Seni tari Bali-balian, adalah segala tari yang mempunyai unsur dan dasar tari dari seni tari yang luhur
yang tidak tergolong tari wali ataupun tari bebali serta mempunyai fungsi sebagai seni serius dan seni
hiburan. sebagai sarana untuk mengungkapkan rasa sukaria, rasa gembira, dan untuk pergaulan.

Akhir kata, waktu terus berganti, dan jamanpun menuntut setiap insan manusia untuk terus beradaptasi
dengan perubahan. Menyadari ada banyak masyarakat di bali yang bermata pencaharian sebagai penari
demi menghidupi keluarganya, atau yang bermata pencaharian dengan memiliki sanggar untuk
menghidupi keluarganya. Seni tari bali dengan segala sifat religiusnya namun tetap lentur beradaptasi
menyesuaikan diri memberikan ruang kepada penarinya untuk memilah milah tariannya sesuai dengan
kebutuhan hidup sang penari, sehingga antara tarian dan masyarakat bali selaku penarinya bisa terus
berjalan

Anda mungkin juga menyukai