Retinopati Diabetik
Retinopati Diabetik
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil, meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-
kapiler dan vena-vena.5
2.2. Epidemiologi
Diabetes telah menjadi penyebab kebutaan utama di Amerika Serikat yaitu sekitar
5000 orang pertahunnya, biasanya mengenai penderita berusia 20-64 tahun. Sedangkan di
Negara berkembang setidaknya 12% kasus kebutaan disebabkan oleh karena diabetes. Resiko
ini jarang ditemukan pada anak dibawah umur 10 tahun, dan meningkat setelah pubertas. Hal
ini terjadi setelah 20 tahun menderita diabetes. Komplikasi lanjut ini timbul setelah 5-15
tahun menderita diabetes, dengan angka kejadian 50 % dan akan meningkat menjadi 90%
setelah menderita diabetes selama 17-25 tahun.1,5
Di Inggris retinopati diabetik juga menjadi penyebab kebutaan tersering pada pasien
berumur 30-65 tahun, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari seluruh penyebab
kebutaan.1 Pandangan bahwa hiperglikemia kronik pada diabetes mellitus merupakan
penyebab utama timbulnya retinopati diabetik didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak
terjadi retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe I (dependen insulin) paling sedikit 3-
5 tahun setelah perjalanan penyakit sistemik ini.2
2.3. Etiologi
Retinopati diabetik terjadi karena diabetes melitus yang tak terkontrol dan diderita
lama. Pada makula terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi
retina. Angiopati dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak.6 Faktor-faktor yang
mendorong terjadinya retinopati adalah: 7,11
1. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 atau 2
2. Pasien dengan diabetes pada kehamilan
3. Gula darah yang tidak terkontrol
4. Tekanan darah yang tidak terkontrol
5. Pasien dengan gaangguan ginjal
6. Durasi dari diabetes
2
2.4. Klasifikasi
2. Makulopati
Makulopati diabetic bermanifestasi sebagai penebalan atau edema retina stempat atau
difus, yang terutama disebabkan oleh kerusakan sawar darah-retina pada tingkat Endotel
kapiler retina, yang menyebabkan terjadinya kebocoran cairan dan konstituen plasma ke
retina sekitarnya. Makulopati lebih sering dijumpai pada pasien DM tipe II dan memerlukan
penanganan segera setelah kelainannya bermakna secara klinis, yang ditandai dengan
penebalan retina sembarang pada jarak 500 mikron dari fovea. Makulopati juga bias terjadi
karena iskemia, yang ditandai oleh edema macula, perdarahan dalam dan sedikit eksudasi.6
3
3. Retinopati diabetik proliferatif.
Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif yaitu
stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama dari retinopati
proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada
permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada
pertengahan bola mata sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut
yang dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati,
retinopati proliferatif dapat merusak retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain dari
mata sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan.6
- Derajat I. terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli
- Derajat II. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercaak dengan atau tanpa
eksudat lemak pada fundus okuli
- Derajat III. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak terdapat
neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli
2.6. Patogenesis
Ada tiga proses biokimiawi yang diduga berkaitan dengan timbulnya retinopati diabetik yaitu jalur
poliol (akumulasi sorbitol), glikasi nonenzimatik dan pembentukan protein kinase C dan
pembentukan reactive oxygen speciasi (ROS)
4
Gambar 2.3 Skema patogenesis retinopati diabetik
1. Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur
poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada
jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi
kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati
membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan
sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak
akibat proses osmotik. 13
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan
uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk
5
modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi
sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase (sorbinil)
yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat
terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan
perlambatan dari progresifisitas retinopati.3
2. Pembentukan protein kinase C (PKC)13
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular
meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu
regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit,
permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara
relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran
darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi
plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan
agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu,
sintesis growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan
matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan
dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor
sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan,
hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.
3. Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)13
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik.
Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini
saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular,
sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh
sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular
retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi
AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada
non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka
meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada
intrasel daripada ekstrasel.
6
4. Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)13
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS meningkat
melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di
jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.3
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis
terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan
konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam
menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini
akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa
pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat
ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan
funduskopi.1,3
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena
angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut
Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi
karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding
vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian
lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada
pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang
lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada
funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters
atau benda yang melayang-layang pada penglihatan.1
7
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf.
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler
retina.Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina
kecuali satudaerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati
diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan
dari luar ke dalamyaitu sel perisit, membran basalis dan sel endotel.
Sel perisit dan endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membran sel
yangterletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan
sel endotel kapiler retina adalah 1 : 1 sedangkan pada kapiler perifer 20 : 1. Sel perisit
berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu
mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi
endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan permeabilitas
kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan satu sama lain dan bersama -
sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif
terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil.Perubahan histopatologis pada kapiler
retinopati diabetik dimulai dari penebalanmembran basalis, hilangnya perisit dan proliferasi
endotel dimana keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel dengan sel perisit dapat
mencapai 10 : 1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di
tingkat kapiler yaitu :
1. Pembentukan mikroaneurisma
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
3. Penyumbatan pembuluh darah
4. Proliferasi pembuluh darah baru dan jaringan fibrosa di retina
5. Kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina
sedangkankebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. Kebutaan akibat retinopati
diabetik dapat terjadi melalui mekanisme berikut : 3
1. Edema makula atau nonperfusi kapiler
2. Pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati proliperatif dan kontraksi jaringan
fibrosis menyebabkan ablasio retina (retinal detachment )
3. Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan vitreus dan preretina
4. Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma.
8
Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik non
proliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler dan kebocoran
plasma yang lanjut disertai iskemik pada dinding retina (cotton wall spot), infark pada lapisan
serabut saraf. Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau
plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall spot,
intra retina mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manikmanik.
Bila satu dari keempatnya dijumpai maka ada kecenderungan progresif.
Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan melalui
dua mekanisme yaitu: 1,6
1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina yang
menyebabkan iskemik makular.
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.
Penyebab kebutaan pada retinopati diabetik dapat terjadi karena 4 proses berikut,
antara lain:
9
2. Oklusi vaskular retina
Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses biokimiawi
akibat hiperglikemia kronis pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya oklusi vaskular
retina. Oklusi vena sentralis retina akan menyebabkan terjadinya vena berkelok-kelok apabila
oklusi terjadi parsial, namun apabila terjadi oklusi total akan didapatkan perdarahan pada
retina dan vitreus sehingga mengganggu tajam penglihatan penderitanya. Apabila terjadi
perdarahan luas, maka tajam penglihatan penderitanya dapat sangat buruk hingga mengalami
kebutaan. Perdarahan luas ini biasanya didapatkan pada retinopati diabetik dengan oklusi
vena sentral, karena banyaknya dinding vaskular yang lemah.3
Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri yang
mengalami penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang berisi nutrisi dan
oksigen ke retina, sehingga retina mengalami hipoksia dan terganggu fungsinya. Oklusi arteri
retina sentralis akan menyebabkan penderitanya mengeluh penglihatan yang tiba-tiba gelap
tanpa terlihatnya kelainan pada mata bagian luar. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat
seluruh retina berwarna pucat.3
3. Glaukoma
Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum jelas. Beberapa
literatur menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada retinopati diabetik sehubungan
dengan neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah tekanan intraokular.3
10
posterior. Kadang pembuluh darah ini sering tidak terlihat. Mikroaneurisma merupakan
kelainan diabetes mellitus dini pada mata . 6,8,15
3. Perdarahan
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan dapat memberikan prognosis penyakit
dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang lebih buruk dibandingkan
dengan perdarahan yang kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada
mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.
11
Gambar 2.8 Perdarahan pada retinopati diabetik nonproliferatif
4. Hard eksudat
Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu ireguler
dan berwarna kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat berupa pungtata, kemudian
membesar dan bergabung.
12
2.6 Pencegahan dan Pengobatan
13
cahaya dalam 2 tahun. Komplikasi pasca-vitrektomi lebih sering dijumpai pada pasien DM
tipe I yang menunda vitrektomi dan pasien DM tipe II yang menjalani vitrektomi dini.
Komplikasi tersebut antara lain ftisis bulbi, peningkatan tekanan intraocular dengan edema
kornea, ablation retina dan infeksi.6,7
14
2.7 Prognosis
Pemahaman yang lebih baik terhadap retinopati diabetic melalui pangaplikasian
metode investigasi yang lebih akurat, seperti angiografi fluorescein, indirek oftalmoskopi
secara rutin, slit lamp mikroskop, foto fundus berseri pengguanaan ultrasound juga dianggap
penting. Dengan metode ini juga angka kebutaan bisa dikurangi kecuali pada situasi masalah
social atau masalah lain. Pendidikan pada pasien sangat penting untuk memperoleh perbaikan
dalam prognosis pengobatan untuk pasien diabetes mellitus. Setelah 20 tahun, 75% daripada
pasien diabetic dengan PDR akan menjadi buta jika diobati dalam masa 5 tahun.9
Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi retinopati
yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik yang
bermakna akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada
mata dengan edema dan perfusi yang relative baik.3
15
BAB III
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, H.S., 2012. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
2. Victor, A.A., 2008. Retinopati Diabetik Penyebab Kebutaan Utama Penderita
Diabetes. Departemen Mata FKUI/RSCM. Jakarta.
3. Pandelaki, K., 2007. Retinopati Diabetik dalam: Sudoyo, A.W., Setiayohadi, B., Idrus.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. FK UI. Jakarta.
4. Wilardjo. 2001. Kebutaan Sebagai akibat dari Retinopati Diabetik dan Upaya
Pencegahannya. Universitas Diponegoro. Availabel from: http://eprint.undip.ac.id/278/.
[Accesed 22 March 2010].
5. Rahmawati Rodiah. 2007. Diabetik Retinopati. Bagian Ilmu Penyakit Mata FK USU.
Medan.
6. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Widya
Medika. Jakarta.
7. Kanski J Jack. 1998. Ophthalmology in focus. Elsevier. London.
8. National Eye Institute of Health. 2012. Diabetic Retinopathy: Prevention Treatment
and Diet. North Dakota State University.
9. Lang. K Gerhard. 2000. Ophthalmology. Thieme. New York.
10. National Institute for Clinical Excellence. 2002. Retinopathy screening and early
management. Inherited Clinical Guideline E. London.
11. Kanski J Jack. 2007. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. 6th ed: 577-84.
Elsevier. London.
12. Jawa Ali, Juanita Kcomt. 2004. Diabetic nephropathy and retinopathy. Med Clin N Am
88 (2004) 1001–1036
13. Ola S Mohammad. 2011.Cellular and Molecular Mechanism of Diabetic
Retinopathy.Department of Ophthalmology, King Saud University. Riyadh.
17