Anda di halaman 1dari 4

PENGUKURAN

Pengukuran merupakan kriteria pengakuan aset. Salah satu kriteria pengakuan aset, adalah
keterukuran manfaat ekonomik masa datang. Yang dimaksud pengukuran dalam pembahasan di
sini adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada suatu objek aset pada saat
terjadinya yang akan dijadikan data dasar untuk mengikuti aliran fisis objek tersebut.

Secara akuntansi (aliran informasi), aliran fisis suatu sumber ekonomik atau objek
direpresentasi dalam jumlah rupiah sehingga hubungan antarobjek bermakna sebagai
informasi. Kos menjadi data dasar umuk mengikuti aliran fisis keglatan ekonomik badan usaha.
Sebagai aliran informasi, kos juga mengalami tiga tahap perlakuan akuntansi mengikuti aliran fisis
yaitu:

(1) Pengukuran, pengakuan (recognition), dan klasifikasi pertama kali pada saat terjadinya. Untuk
selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pengukuran saja.

(2) Pencatatan berikutnya dalam rangka mengikuti aliran fisis aset berupa alokasi, distribusi, dan
penggabungan untuk kepentingan internal/manajerial atau untuk kepentingan pengkosan produk.
Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut penelusuran (tracing).

(3) Pembebanan ke pendapatan perioda berjalan atau perioda-perioda yang akan datang. Kos yang
belum menjadi beban pendapatan (biaya) akan ‘ tetap melekat pada objek menjadi aset badan
usaha. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pembebanan ke pendapatan
(charging to revenues).

Kos Sebagai Pengukur dan Bahan Olah Akuntansi

Konsep dasar penghargaan sepakatan menegaskan bahwa pengukur aset pada saat
pemerolehan yang paling objektif adalah jumlah rupiah yang terlibat dalam transaksi pertukaran
antara dua pihak independen yang sama-sama berkehendak (arm’s lenght bargaining). Jumlah
rupiah tersebut akan menjadi pengukur aset yang diperoleh kesatuan usaha dan akan menjadi
bahan olah akuntansi yang disebut kos. Jadi, kos dalam arti luas mem punyai makna sebagai
agregat harga (price aggregate) dalam pemerolehan suatu aset.

Jadi, penghargaan sepakatan (kos) dalam transaksi antarpihak independen menjadi dasar
pengukuran karena jumlah rupiah tersebut dianggap cukup terandalkan untuk
mendekati/mengapruksimasi nilai sebenarnya ( true value) atau nilai wajar suatu objek pada saat
transaksi. Kos atas dasar penghargaan sepakatan lebih akurat daripada atas dasar yang lain.

Penghargaan sepakatan sebagai bukti

Transaksi pertukaran (jual-beli) dapat dijadikan landasan untuk menetukan kos yang
terandalkan karena penghargaan sepakatannya didasarkan atas mekanisme pasar yang bebas.
Mekanisme pasar bebas menjamin dan menghendaki agar:

a) Pihak bertransaksi sama-sama berhendak dan bebas tanpa tekanan atau ancaman.
b) Pihak bertransaksi sama-sama berkemampuan memperoleh informasi secara bebas
c) Barang dipertukarkan cukup standard an tersedia cukup banyak di pasar bebas.

Kondisi (a) menghindari adanya transaksi sepihak seperti merger, likudasi, dan akuisisi. Kondisi
(b) menjamin bahwa penghargaan sepekatan benar-benar merefleksikan nilai wajar. Kondisi (c)
dimaksudkan untuk meyakinkan keobjektifan kos atas dasarpenghargaan sepakatan. Jadi bila
kondisi-kondisi di atas tidak dipenuhi, penghargaan sepakatan yang terjadi tidak dapat diterima
begitu saja sebagai pengukur kos yang objektif

Pengukuran Kos

Dalam praktiknya, pemerolehan aset merupakan terdiri atas serangkaian kegiatan


misalnya, menempatkan order, menerima barang, meneliti kecocokan, mengangkut barang,
mencoba barang, menyimpan atau menempatkan barang, dan akhirnya meng. gunakan barang
tersebut. Besar kecilnya kos yang harus dicatat pertama kali sebagai pengukur suatu aset pada saat
pemerolehan ditentukan oleh dua hal yaitu: (1) batas kegiatan yang disebut pemerolehan dan (2)
jenis penghargaan.

Batas Kegiatan

Batas kegiatan berkaitan dengan masalah unsur pengorbanan sumber ekonomik (kegiatan)
apa saja yang membentuk kos suatu aset. Secara konseptual pembentuk kos suatu aset (baik
berwujud atau tidak) adalah semua pengeluaran (pengorbanan sumber ekonomik) yang terjadi atau
yang diperlukan akibat kegiatan pemerolehan suatu aset sampai tia ditempatkan dalam kondisi siap
dipakai atau berfungsi sesuai dengan tujuan pemerolehannya.“
Misalnya, jumlah rupiah pengeluaran untuk balik nama pembelian sebidang tanah dan jumlah
rupiah pengeluaran untuk mempersiapkan tanah tersebut harus dimasukkan sebagai kos total tanah

Jenis Penghargaan

Masalah ini berkaitan dengan penentuan kos utama yang harus dicatat. Dalam transaksi
pertukaran, penghargaan aepakatan dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk sumber ekonomik
atau instrumen yang diserahkan oleh pemeroleh aset. Instrumen tersebut dapat berupa misalnya
uang tunai atau barang atau lainnya (misalnya saham atau obligasi). Bentuk instrumen
mempengaruhi dasar penentuan kos utama. Agar penghargaan yang telah disetujui dapat dicatat
dalam sistem akuntansi, penghargaan tersebut harus dinyatakan dalam satuan uang. kos tunai
(cash cost) adalah pengukur aset yang paling valid dan objektif.

Kalau sumber ekonomik nonkas merupakan penghargaan yang digunakan dalam transaksi,
pengukur yang ideal untuk menentukan kos aset yang diperoleh adalah jumlah rupiah uang tunai
yang akan diperoleh seandainya sumber ekonomik tersebut dijual dulu secara tunai kepada
umum. kos barang atau jasa yang diperoleh melalui pertukaran dengan barang atau jasa lain adalah
jumlah rupiah tunai yang secara implisit melekat pada nilai jual barang atau jasa disebut jumlah
setara tunai ( money or cash equivalent) atau kos tunai terkandung. Bila aset diperoleh tanpa
penghargaan, misalnya hadiah maka kos aset ditentukan atas dasar setara tunai atau kos tunai
terkandung aset yang diterima pada saat traksaksi atau kejadian

Rugi Dalam Pemerolehan Aset

Sebelum pendapatan terjadi yang ditimbulkan oleh upaya yang direpresentasi oleh biaya,
kos semata-mata mengalami penghimpunan, penggabungan dan reklasiflkasi. Kos yang terhimpun
tersebut tetap merepresentasi aset kalau aset tersebut belum dikeluarkan sebagai biaya. Akan
tetapi, dapat terjadi bahwa karena sesuatu hal (atau keadaan yang tidak normal) potensi jasa
tertentu menjadi tidak mempunyai lagi kemampuan atau daya dalam menghasilkan pendapatan
pada waktu mendatang. Dalam keadaan semacam itu, dapat dikatakan bahwa manfaat ekonomik
telah hangus atau menguap dan merupakan rugi. Rugi dapat saja terjadi sebelum penjualan
dilakukan atau sebelum perusahaan mulai berproduksi.
Pemogokan yang berkepanjangan, kebakaran besar, banjir bandang atau bencana lainnya adaiah
contoh keadaan khusus atau tidak normal yang dapat mengakibatkan rugi besar. Kalau keadaan
memang menunjukkan dengan jelas bahwa rugi talah diderita, satu-satunya perlakuan yang tepat
adalah pemisahan jumlah rupiah rugi tersebut sebagai defisit atau dalam keadaan tertentu
penghapusan jumlah rupiah rugi tersebut dengan pengurangan modal. Jadi, rugi hendaknya tidak
dikapitalisasi atau diasetkan karena kriteria manfaat ekonomik masa datang tidak dipenuhi lagi

Anda mungkin juga menyukai