Anda di halaman 1dari 15

1.

Nematoda
Nematoda berasal dari bahasa Yunani,
Nema yang artinya benang. Nematoda adalah
cacing yang bentuknya panjang, silindrik (gilig)
tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik.
Panjang cacing ini mulai dari 2 mm sampai 1 meter.
Nematoda yang ditemukan pada manusia
terdapat dalam organ usus, jaringan, dan sistem
peredaran darah. Keberadaan cacing ini menimbulkan manifestasi klinik yang berbeda-
beda tergantung pada spesiesnya dan orga yang dihinggapi.
a. Penggolongan Nematoda
Menurut tempat hidupnya, Nematoda pada manusia digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Nematoda intetinaslis (usus)
Spesies yang dipelajari meliputi :
a. Ascaris lumbricoides

b. Trichuris truchuira

c. Oxyuris vermicularis (pin worm)


d. Strongyloides stercoralis (small roundworm of man)

e. Ancylostoma duodenale (old world worm hook)

f. Ancylostoma caninum

g. Necator americanus (new world worm hook)


h. Trichinella spiralis (trichina worm)

i. Toxocara canis (dog worm)

j. Toxocara catii (cat worm)


2. Nematoda jaringan/darah

Spesies yang dipelajari meliputi :


a. Wuchereria bancrofti (filarial worm)

b. Brugia malayi (Malaya filarial worm)

c. Manzonella ozzardi

d. Onchocerca volvulus (agent of river blindness)


e. Loa loa (eye worm)

f. Dracunculus medinensis (guinea worm)

b. Morfologi dan Sifat Umum


Tubuh Nematoda tidak bersegmen, silindrik,
panjang, dan simetris bilateral. Tubuh Nematoda
sudah mempunyai sistem pencernaan (sistem
digestiva), sudah mempunyai mulut (oral),
kerongkongan (esofagus), usus (intestinum), dan
anus (anal). Usus terdiri atas usus depan, usus
tengah, dan usus belakang. Permukaan usus dilapisi oleh kutikula yang sewaktu-
waktu dilepaskan yaitu pada saat terjadi pergantian kulit. Lapisan kutikula
mempunyai bermacam-macam ciri, beberapa dianataranya berupa tonjolan-tonjolan.

Ciri ini dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi spesies, terutama


dalam potongan jaringan. Cacing jantan berukuran lebih kecil dibandingkan dengan
cacing betina, ujung posterior cacing jantan berukuran lebih kecil dari pada cacing
betina dan ujung posteriornya melingkar ke arah ventral, sedangkan yang betina
bagian ujung posteriornya lurus.
Sistem ekskresi terdiri dari dua pipa, terletak di kordalateral. Pada ujung
anterior pipa-pipa ini berhubungan dan terbuka dibagian tengah ventral sebagai sinus
eksrestorius.
Kulit juga diselubungi lapisan kutikula dan terdiri dari bagian-bagian sel yang
mati. Pada waktu terjadi pertukaran kulit (eksufikasi), kutikula ini dilepaskan.
Warna kulit putih, kuning sampai kecoklatan. Jaringan saraf terdapat di dalam
ektoderm.
Sistem reproduksi (alat kelamin) cacing betina berpasangan, masing-masing
terdiri dari ovarium, oviduk, dan uterus. Kedua uterus bersatu membentuk organ
vagina. Alat kelamin yang jantan tidak berpasangan, terdiri dari testes dan vas
diferens. Di bagian kloaka terdapat dua buah spikula.
Sel telur yang dibuahi membentuk lapisan pertama berupa membran kuning,
yaitu bagian yang membentuk kulit pertama. Kulit kedua dibentuk oleh dinding
uterus. Bentuk telur pada umumnya seperti elips dan mudah dibedakan antara
spesies satu dengan lainnya. Reproduksi Nematoda umumnya dengan cara bertelur
(ovipar) dan beberapa spesies ada yang mengeluarkan larva (larvipar).

2. Trematoda
Trematoda berasal dari bahasa yunani
Trematodaes yang berarti punya lobang,
bentuk tubuh pipih dorso ventral sperti daun.
Umumnya semua organ tubuh tak punya
ronggat tubuh dan mempunyai Sucker atau
kait untuk menempel pada parasit ini di luar
atau di organ dalam induk semang. Saluran pencernaaan mempunyai mulut, pharink,
usus bercabang cabang tapi tak punya anus.
Sistem eksretori bercabang- cabang, mempunyai flame cell yaitu kantong eksretori
yang punya lubang di posterior. Hermaprodit, kecuali famili Schistosomatidae. Siklus
hidup ada yang secara langsung (Monogenea) dan tak langsung (Digenea).
Trematoda atau cacing daun yang berparasit pada hewan dapat dibagi menjadi tiga
sub klas yaitu Monogenea, Aspidogastrea, dan Digenea. Pada hewan jumlah jenis dan
macam cacing daun ini jauh lebih besar dari pada yang terdapat pada manusia, karena
pada hewan sub-klas ini dapat dijumpai.
Trematoda disebut sebagai cacing isap karena cacing ini memiliki alat penghisap.
Alat penghisap terdapat pada mulut di bagian anterior. Alat hisap (Sucker) ini untuk
menempel pada tubuh inangnya makanya disebut pula cacing hisap.
Pada saat menempel cacing ini menghisap makanan berupa jaringan atau
cairan tubuh inangnya. Dengan demikian maka Trematoda merupakan hewan parasit
karena merugikan dengan hidup di tubuh organisme hidup dan mendapatkan makanan
tersedia di tubuh inangnya. Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus,
paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah vertebrata, ternak, ikan, manusia Trematoda.
Trematoda berlindung di dalam inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan
kutikula permukaaan tubuhnya tidak memiliki sila.
2.1 Jenis-jenis Trematoda
Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitife cacing
Trematoda, antara lain: kucing, anjing, kambing, sapi , babi, tikus, harimau, dan
manusia.
Menurut tempat hidup cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka Trematoda dapat
dibagi menjadi 4, yaitu:

2.1.1 Trematoda Hati ( Clonorchis sinensis )


a. Hospes dan Nama Penyakit
Manusia, Kucing, Anjing, Beruang Kutub,
dan Babi merupakan Hospes parasit
Trematoda Hati, penyakit yang
disebabkannya disebut Klonorkiasis.
b. Morfologi dan daur hidup
Cacing dewasa hidup di saluran empedu, kadang-kadang disaluran
prankeas. ukuran cacing dewasa 10-25 mm x 3-5 mm, bentuknya pipih,
lonjong, menyerupai daun. Telur berukuran kira-kira 30 x 16 mikron,
bentuknya seperti bola lampu pijar dan berisi mirasidium, ditemukan dalam
saluran empedu. Telur dikeluarkan dengan tinja, telur menetas bila dimakan
keong air (Bulinus, Semisulcopira). Dalam keong air, mirasidium berkembang
menjadi sporakista, redia induk, redia anak, lalu serkaria. Serkaria keluar dari
keong air dan mencari hospes perantara II, yaitu ikan (family cyprinidae).
setelah menembus masuk tubuh ikan serkaria melepaskan ekornya dan
membentuk kista didalam kulit dibawah sisik, kista ini disebut metaserkaria.
Infeksi terjadi dengan makan ikan yang mengandung metaserkaria yang
dimasak kurang matang. Ekskistasi terjadi di duodenum, kemudian larva
masuk di duktus koledokus, lalu menuju ke saluran empedu yang lebih kecil
dan menjadi dewasa dalam waktu sebulan, seluruh daur hidup berlangsung
selama 3 bulan.
c. Patologi dan Gejala Klinis
Sejak larva masuk di saluran empedu sampai menjadi dewasa, parasit
ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding
saluran. Selain itu dapat terjadi perubahan jaringan hati yang berupa radang sel
hati, pada keadaaan lebih lanjut dapat timbul sirosis hati di sertai asites dan
edema. Luasnya organ yang mengalami kerusakan bergantung pada jumlah
cacing yang terdapat di saluran empedu dan lamanya infeksi.
Gejala dapat dibagi menjadi 3 stadium, pada stadium ringan tidak di
temukan gejala. Stadium progresif di tandai dengan menurunnya nafsu makan,
perut rasa penuh, diare, edema, dan pembesaran hati. Pada stadium lanjut di
dapatkan sindrom hipertensi fortal yang terdiri dari pembesaran hati, ikterus,
asites, edema, sirosis hepatis. Terkadang dapat menimbulkan keganasan dalam
hati.
d. Diagnosis
Diagnosis di tegakkan dengan menemukan telur yang berbentuk khas
dalam tinja atau dalam cairan duodenum.
e. Pengobatan
Penyakit ini dapat diobati dengan prazikuantel.

2.1.2 Trematoda Paru ( paragonimus westermani )


a. Hospes Dan Nama Penyakit
Manusia dan binatang yang memakan
ketan atau udang batu, seperti kucing,
luak, anjing, harimau, serigala dan lain-
lain merupakan hospes cacing ini. Pada
manusia parasit ini menyebabkan
paragonomiasis.

b. Morfologi Dan Daur Hidup


Cacing dewasa hidup dalam kista di paru. Bentuknya bundar lonjong
menyerupai biji kopi, dengan ukuran 8 – 12 x 4 – 6 mm dan berwarna coklat
tua. Batil isap mulut hampir sama besar dengan batil isap perut. Testis berlobus
terletak berdampingan antara batil isap perut dan ekor. Ovarium terletak di
belakang batil isap perut. Telur berbentuk lonjong berukuran 80-118 mikron x
40-60 miron dengan operculum agak tertekan ke dalam. Waktu keluar bersama
tinja atau sputum, telurnya belum berisi mirasidium.
Serkaria keluar dari keong air, berenang mencari hospes perantara II , yaitu
ketam atau udang batu, lalu membentuk metaserkaria didalam tubuhnya. Infeksi
terjadi dengan makan ketan atau udang batu yang tidak dimasak sampai matang.
Dalam Hospes definitif, meta serkaria menjadi cacing dewasa muda di
duodenum. Cacing dewasa muda berimigrasi menembus dinding usus, masuk ke
rongga perut, menembus diafragma dan menuju keparu. Jaringan hospes
mengadakan reaksi jaringan sehingga cacing dewasa terbungkus dalam kista,
biasanya ditemukan 2 ekor didalamnya.
c. Patologi dan Gejala Klinis
Karena cacing dewasa berada dalam kista di paru, maka gejala dimulai dengan
adanya batuk kering yang lama kelamaan menjadi batuk darah. Keadaan ini
disebut endemic hemoptysis. Cacing dewasa dapat pula berimigrasi kealat-alat
lain dan menimbulkan abses pada alat tersebut (antara lain hati, limfa, otak, otot,
dinding usus).
d. Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam sputum atau cairan pleura.
Terkadang telur juga ditemukan dalam tinja, reaksi serologi sangat membantu
untuk menegakkan diagnosis.
e. Pengobatan
Prazikuantel dan bitionel merupakan obat pilhan.
2.4.3 Trematoda Usus
Dalam daur hidup trematoda usus tersebut,
seperti pada trematoda lain, diperlukan keong
sebagai hospes perantara I, tempat mirasidium
tumbuh menjadi sporokista, berlanjut menjadi redia
dan serkaria. Serkaria yang dibentuk dari redia,
kemudian melepaskan diri untuk keluar dari tubuh keong dan berenang bebas dalam
air. Tujuan akhir serkaria tersebut adalah hospes perantara II, yang dapat berupa
keong jenis ikan air tawar, atau tumbuh-tumbuhan air.
Manusia mendapatkan penyakit cacing daun karena memakan hospes perantara
II yang tidak dimasak sampai matang.
a. Hospes dan Nama Penyakit
Hospes cacing keluarga Echinostomatidae sangat beraneka ragam yaitu
manusia, tikus, anjing, burung, ikan dan lain-lain (poliksen). Nama penyakitnya
disebut ekinostomiasis.
b. Morfologi dan Daur Hidup
Cacing trematoda dari keluarga Echinostomatidae, dapat dibedakan dari
cacing trematoda lain, dengan adanya cirri-ciri khas berupa duri-duri leher
dengan jumlah antara 37 buah sampai kira-kira 51 buah, letaknya dalam dua
baris berupa tapal kuda, melingkari bagian belakang serta samping batil isap
kepala. Cacing tersebut berbentuk lonjong, berukuran panjang dari 2,5 mm
hingga 13-15 mm dan lebar 0,4 – 0,7 mm hingga 2,5 – 3,5 mm.
Testis berbentuk agak bulat, berlekuk-lekuk, letaknya bersusun tandem pada
bagian posterior cacing. Vitelaria letaknya sebelah lateral, meliputi 2/3 badan
cacing dan melanjut hingga bagian posterior. Cacing dewasa hidup diusus halus,
mempunyai warna agak merah ke abu-abuan. Telur mempunyai operculum,
besarnya berkisar antara 103-137 x 59 – 75 mikron. Telur setelah 3 minggu
dalam air, berisi tempayak yang disebut mirasidium. Bila telur menetas,
mirasidium keluar dan berenang bebas untuk hinggap pada hospes perantara I
yang berupa keong jenis kecil seperti genus anisus, gyraulus, lymnae, dan
sebagainya.
Dalam hospes perantara I, mirasidium tumbuh menjadi sporokista,
kemudian melanjut menjadi redia induk, redia anak yang kemudian membentuk
serkaria yang pada suatu saat berjumlah banyak dilepaskan kedalam air oleh
redia yang berada dalam keong. Serkaria ini kemudian hinggap pada hospes
perantara II untuk menjadi metaserkaria yang efektif. Hospes perantara II adalah
jenis keong yang besar, seperti genus vivivar/bellamya, pila atau corbicula.
Ukuran cacing besar, jumlah duri-duri sirkumoral berbentuk testis.
Ukuran telur dan jenis hospes perantara digunakan untuk mengidentifikasi
spesies cacing.
c. Diagnosis
Diagnosis ditegakkandengan menemukan telur dalam tinja.
d. Pengobatan
Tetraklorotilen adalah obat yang dianjurkan akan tetapi penggunaan obat-obat
baru yang lebih aman, seperti prazikuantel dapat dipertimbangkan.

2.4.4 Trematoda Darah (Schistosoma japonicum)


Cacing yang berbentuk pipih dan tinggal
di berbagai aliran darah. Biasanya cacing ini
masuk ke tubuh manusia melalui makanan
atau minuman yang mengandung parasite
cacing ini dan mandi pada air yang kotor.

a. Hospes dan Nama Penyakit


Hospes definitive adalah manusia, berbagai macam binatang dapat
berperan sebagai h ospes reservoar. Pada manusia, cacing ini menyebabkan
penyakit skistomiasis atau b ilharziasis.
b. Morfologi dan Daur Hidup
Cacing darah ini sebagai parasit pada manusia, babi, biri-biri, kucing dan
binatang pengerat lainnya.
Cacing dewasa dapat hidup dalam pembuluh balik (vena) perut. Tubuh
cacing jantan lebih lebar dan dapat menggulung sehingga menutupi tubuh
betina yang lebih ramping. Cacing jantan panjangnya 9-22 mm, sedangkan
panjang cacing betina adalah 14-26 cm.
Cacing darah ini bertelur pada pembuluh balik (vena) manusia kemudian
menuju keporos usus (rectum) dan kantong air seni (vesica urinaria), lalu telur
keluar bersama tinja dan urine.
Telur akan berkembang menjadi mirasidium dan masuk kedaalam tubuh
siput. Kemudian dalam tubuh siput akan berkembang menjadi serkaria yang
berekor bercabang. Serkaria dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui
makanan dan minuman atau menembus kulit dan dapat menimbulkan penyakit
schistomiasis (banyak terdapat di Afrika dan Asia). Penyakit ini menyebabkan
kerusakan dan kelainan fungsi pada hati, jantung, limfa , kantong urine dan
ginjal.
c. Diagnosis
Minum air yang sudah terdapat parasit cacing, mandi atau berenang pada air
yang kotor.

2.5 Cestoda

Cacing dalam kelas cestoidea disebut juga cacing pita


karena bentuk tubuhnya yang panjang dan pipih menyerupai
pita. Cacing ini tidak mempunyai saluran pencernaan
ataupun pembuluh darah. Tubuhnya memanjang terbagi atas
segmen-segmen yang disebut proglotida dan segmen ini bila
sudah dewasa berisi alat reproduksi jantan dan betina.

a. Morfologi

Ukuran cacing dewasa pada Cestoda bervariasi dari yang panjangnya hanya 40
mm sampai yang panjangnya 10-12 meter. Cestoda adalah cacing hermafrodit. Cacing
ini terdiri atas scolex (kepala) yang berfungsi sebagai alat untuk mengaitkan diri pada
dinding intestinum. Di belakang scolex terdapat leher, merupakan bagian cacing yang
tidak bersegmen. Di belakang leher tumbuh proglotid yang semakin lama semakin
banyak yang menyebabkan cacing menjadi semakin panjang dan bersegmen-segmen.

Setiap proglotid (segmen) dilengkapi dengan alat reproduksi (jantan dan betina).
Semakin jauh dari scolex, proglotidnya semakin tua sehingga proglotid yang paling
ujung seolah-olah hanya sebagai kantung telur saja sehingga disebut proglotid
gravida. Proglotid muda selalu dibentuk dibelakang leher, sehingga proglotid tua akan
didorong semakin lama semakin jauh letaknya dari scolex. Seluruh cacing mulai
scolex, leher, sampai proglotid yang terakhir disebut strobila. Cestoda berbeda dengan
nematoda dan trematoda, tidak memiliki usus. Makanan masuk dalam tubuh cacing
karena diserap oleh permukaan tubuh cacing. Berikut ini bagian-bagian tubuh cacing:

Kepala (scolex)

Berfungsi untuk melekat (biasanya membulat). Pada eucestoda biasanya mempunyai


4 sucker (acetabulum) yang dapat dilengkapi dengan kait. Pada bagian skoleks dapat
juga dijumpai adanya rostellum (penonjolan/moncong) yang sering dilengkapi dengan
kait.Pada cotyloda tidak mempunyai organ melekat seperti eucestoda (acetabulum)
tetapi mempunyai bothria (celah panjang dan sempit serta berotot lemah).

Leher
Tidak bersegmen, sesudah scoleks melanjut ke leher.
Tubuh atau badan
Terdiri dari segmen-segmen (Proglottid) yang dipisahkan oleh garis-garis transversal,
tiap-tiap proglotid biasanya mengandung 1 atau 2 set organ reproduksi.

b. Siklus Hidup

Cacing pita merupakan hermafrodit, mereka memiliki sistem reproduksi baik


jantan maupun betina dalam tubuh mereka. Sistem reproduksinya terdiri dari satu
testis atau banyak, cirrus, vas deferens dan vesikula seminalis sebagai organ
reproduksi jantan, dan ovarium lobed atau unlobed tunggal yang menghubungkan
saluran telur dan rahim sebagai organ reproduksi betina. Ada pembukaan eksternal
umum untuk sistem reproduksi baik jantan maupun betina, yang dikenal sebagai pori
genital, yang terletak pada pembukaan permukaan atrium berbentuk seperti cangkir.
Meskipun mereka secara seksual hermafrodit, fenomena pembuahannya termasuk
langka. Dalam rangka untuk memungkinkan hibridisasi, fertilisasi silang antara dua
individu sering dipraktekkan dalam reproduksi. Selama kopulasi, cirrus berfungsi
menghubungkan satu cacing dengan yang lain melalui pori kelamin, kemudian
dilakukan pertukaran spermatozoa.

Siklus hidup cacing pita sederhana dalam arti bahwa tidak ada fase aseksual
seperti pada cacing pipih lainnya, tetapi rumit karena setidaknya satu hospes perantara
diperlukan serta tuan rumah definitif. Pola siklus hidup telah menjadi kriteria penting
untuk menilai evolusi antara Platyhelminthes. Banyak cacing pita memiliki siklus
hidup dua fase dengan dua jenis host, yaitu:

1. Taenia saginata dewasa tinggal di usus yang seperti parasit pada manusia.
2. Proglottids dari Taenia saginata meninggalkan tubuh melalui anus dan jatuh ke
tanah, di mana mereka mungkin jatuh pada rumput dan dimakan oleh hewan
pemakan rumput seperti sapi. Ini dikenal sebagai hospes perantara atau host
itermediate.
3. Bentuk remaja dari Teania saginata bermigrasi dan menetap sebagai kista dalam
jaringan tubuh host intermediate seperti otot, dan bukan pada usus. Taenia
saginata remaja ini menyebabkan kerusakan lebih banyak pada host yang
menjadi tuan rumah definitif.
4. Parasit melengkapi siklus hidupnya ketika melewati hospes perantara parasit ke
host definitif, ini biasanya terjadi karena host definitif makan suatu bagian dari
host perantara yang telah terinfeksi oleh Taenia saginata remaja. Seperti
kemungkinan manusia memakan daging sapi yang telah terinfeksi oleh Taenia
saginata, sehingga cacing tersebut dapat masuk dalam tubuh manusia dan
menetap di usus.

Anda mungkin juga menyukai